Jurnal S1 Reisyi Rinola 2014

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

EFEK BAHAN PEMBAWA PADA BEBERAPA SUHU PENGERINGAN

BIOFUNGISIDA PELET Trichoderma pseudokoningii Rifai


TERHADAP JAMUR Ganoderma boninense Pat
SECARA IN VITRO

EFFECT OF CARRIER MATERIALS ON VARIOUS


DRYING TEMPERATURES OF BIOFUNGICIDE GRANULE
Trichoderma pseudokoningii Rifai on Ganoderma boninense Pat.
IN VITRO

Reisyi Rinola Tambunan1, Yetti Elfina S2, Muhammad Ali2


Email : reisyirinola@yahoo.com/085297645151
Agrotechnology Department, Agriculture Faculty, University of Riau

ABSTRACT

The objective of the research is to study the effect of carrier materials on various
drying temperatures of biofungicide granule T. pseudokoningii Rifai on
G. boninense Pat. in vitro. The research has been conducted at Plant Disease
Laboratory of Agricultural Faculty and Nanotechnology and Material Laboratory
of Department of Physics, Mathematics and Science Faculty, University of Riau
from May 2013 to August 2013. This research has been conducted experimentally
using split plot design arranged in a completely randomized design, consisted of 9
combined treatments and each treatment is repeated 3 times. Main plot is drying
temperatures of biofungicide granule (T), consisted of 3 levels : T1 = 350C, T2 =
550C, T3 = 750C. Sub-plot is carrier materials of biofungicide granule (P),
consisted of 3 levels : P1 = Kaolin, P2 = Zeolite, P3 = Kaolin + Zeolite. The data
were statistically analyzed using analysis of variance and further analyzed with
Duncan's New Multiple Range Test (DNMRT) at level 5%. The results of the
research showed that kaolin, zeolite and combination of kaolin and zeolite
containing in biofungicide granule of T. pseudokoningii on drying temperature of
550C gave a better result to press the growth of G. boninense, because
T. pseudokoningii has faster growth rate, that is 3.01 mm/day.

Keywords: Biofungicide granule Trichoderma pseudokoningii, carrier materials,


drying temperatures, Ganoderma boninense.

PENDAHULUAN disebabkan oleh jamur Ganoderma


Kegiatan budidaya kelapa boninense Pat. Jamur ini menyerang
sawit tidak terlepas dari permasalahan bagian pangkal batang kelapa sawit
penyakit tanaman yang dapat sehingga menyebabkan busuknya
mengganggu pertumbuhan dan pangkal batang tanaman kelapa sawit.
menurunkan produksi tanaman di Penyakit busuk pangkal batang
lapangan. Salah satu penyakit yang menyebabkan kehilangan hasil pada
sering ditemukan pada tanaman perkebunan kelapa sawit (Semangun,
kelapa sawit adalah penyakit busuk 2008). Susanto (2002) menyatakan
pangkal batang (BPB) yang bahwa penyakit BPB dapat

1. Mahasiswa Faperta Universitas Riau


2. Dosen Faperta Universitas Riau
Jom Faperta Vol 1 No 2 Oktober 2014
menyerang bibit-bibit kelapa sawit et al. (2010) melaporkan bahwa
sejak di persemaian. Penyakit ini T. pseudokoningii yang diisolasi dari
tidak hanya ditemukan pada rizhosfir tanaman kelapa sawit di
pertanaman kelapa sawit petani tetapi Riau dapat memperlambat munculnya
juga di perkebunan besar yang serangan penyakit yang disebabkan
dibudidayakan secara intensif. G. boninense pada pembibitan awal
Penyakit ini dapat menyebabkan kelapa sawit.
kematian tanaman sampai 50% dari Penggunaan jamur
seluruh populasi kelapa sawit T. pseudokoningii untuk mengendali-
sehingga menyebabkan penurunan kan penyakit di lapangan masih
produksi kelapa sawit per satuan luas banyak dalam bentuk starter dan
pada beberapa perkebunan di kompos namun masih sedikit dalam
Indonesia (Turner, 1981) sehingga bentuk formulasi biofungisida.
diperlukan suatu upaya pengendalian Penggunaan dalam bentuk starter dan
yang tepat. kompos mempunyai beberapa
Upaya pengendalian yang kendala, antara lain memerlukan
sering dilakukan yaitu dengan ruang yang relatif luas dalam
menggunakan fungisida sintetik. penyimpanannya, sulit dalam
Penggunaan fungisida sintetik harus perbanyakan isolat dan jamur
dibatasi, karena telah menimbulkan T. pseudokoningii yang terdapat
banyak dampak negatif, seperti dalam bentuk starter dan kompos ini
munculnya ras-ras baru dari patogen tidak stabil karena tidak adanya bahan
yang mempunyai daya virulensi yang tambahan yang dapat menjaga
lebih tinggi sehingga menjadi lebih kestabilan jamur T. pseudokoningii
tahan terhadap fungisida tesebut, tersebut. Oleh karena itu, perlu suatu
terbunuhnya musuh alami yang teknik pengemasan agen hayati dalam
bersifat menguntungkan serta suatu bentuk formulasi biofungisida
tersebarnya banyak jenis bahan seperti biofungisida pelet.
pencemar di lingkungan hidup Hasil penelitian Elfina et al.
sehingga kualitas lingkungan hidup (2013) menyimpulkan bahwa
menurun. biofungisida pelet berukuran relatif
Upaya lain yang dapat kecil dengan diameter 22 mm dan
dilakukan untuk mengendalikan tebal pelet 3 mm sehingga dapat
jamur G. boninense pada kelapa sawit mempermudah dalam pengangkutan,
dan sekaligus untuk mengurangi penyimpanan dan aplikasi di
dampak negatif dari penggunaan lapangan. Biofungisida pelet ini
fungisida sintetik adalah pengendalian terdiri atas bahan aktif
secara hayati dengan menggunakan (T. pseudokoningii), bahan makanan,
biofungisida yang mengandung bahan pembawa dan bahan
mikroorganisme antagonis yang dapat pencampur.
menekan pertumbuhan jamur patogen Bahan pembawa dalam suatu
tanaman, salah satunya yaitu jamur biofungisida pelet merupakan salah
Trichoderma pseudokoningii Rifai. satu faktor penting dalam menentukan
Jamur T. pseudokoningii adalah salah efektivitas suatu biofungisida. Bahan
satu agen hayati yang telah banyak pembawa yang banyak digunakan
diuji kemampuan antagonisnya pada adalah kaolin dan zeolit. Fungsi
beberapa jamur patogen dan kaolin adalah sebagai bahan pengeras
menunjukkan hasil yang baik. Elfina dan pengikat dalam pembuatan

Jom Faperta Vol 1 No 2 Oktober 2014


formulasi biofungisida. Zeolit METODE PENELITIAN
merupakan bahan penyerap yang Penelitian ini telah dilaksana-
selektif, yang dapat menghilangkan kan di Laboratorium Penyakit
bau dan mampu menyerap air. Zeolit Tumbuhan Fakultas Pertanian dan
dapat dipergunakan untuk berbagai Laboratorium Nanoteknologi dan
macam keperluan, baik dalam bidang Material Jurusan Fisika FMIPA
industri, pertanian, perkebunan, Universitas Riau. Penelitian ini
peternakan, perikanan, lingkungan dilaksanakan selama empat bulan
maupun dalam pengolahan air mulai dari Mei 2013 sampai Agustus
sehingga perlu diteliti biofungisida 2013.
pelet dengan bahan pembawa kaolin, Bahan-bahan yang digunakan
zeolit dan kombinasi keduanya. adalah bahan organik berupa pelepah
Faktor lain yang juga dapat daun kelapa sawit, bahan pembawa
mempengaruhi efektivitas bio- berupa kaolin dan zeolit, tepung sagu,
fungisida pelet adalah suhu isolate T. pseudokoningii Rifai dan
pengeringan pada saat pembuatan isolat G. boninense Pat. (koleksi
biofungisida pelet. Semakin tinggi Laboratorium Penyakit Tumbuhan
suhu pengeringan maka viabilitas Fakultas Pertanian Universitas Riau),
spora Trichoderma sp. akan menurun. medium Potato Dextrosa Agar (PDA)
Isolat jamur T. pseudokoningii dapat dan medium aktivasi jamur antagonis,
bekerja pada temperatur yang tinggi ± plastic wrap, alkohol 70%, aquades
800C karena tergolong ke dalam steril, aluminium foil, plastik kaca
mikroorganisme termofilik (Hadjar, (polyethylen), kertas tisu gulung,
2002 cit Indriani, 2011). kapas dan kertas label.
Pemberian bahan pembawa Alat yang gunakan dalam
dan suhu pengeringan dalam penelitian ini adalah cawan petri
biofungisida pelet diharapkan dapat berdiameter 9 cm, erlenmeyer 250 ml,
memperbaiki tampilan biofungisida erlenmeyer 500 ml, gelas ukur 25ml,
pelet yaitu tidak munculnya hifa blender, gelas piala, tabung reaksi,
jamur T. pseudokoningii pada pipet tetes, pinset, automatic mixer,
permukaan pelet setelah penyimpanan mikroskop binokuler, inkubator,,
selama 4 minggu. Biofungisida pelet haemocytometer, mesin pelet, oven,
yang ditumbuhkan kembali pada autoclave, Laminar Air Flow Cabinet,
medium PDA, diharapkan memiliki kompor gas, kulkas, lampu bunsen,
diameter dan kecepatan tumbuh ayakan, timbangan digital, cork borer,
koloni jamur T. pseudokoningii yang jarum ose, batang pengaduk kaca,
tinggi serta kemampuan menghambat spatula, pisau, gunting, korek api,
pertumbuhan jamur G. boninense lampu TL 10 watt, botol semprot
yang juga tinggi. plastik, rak tabung reaksi, cincin pipa
Tujuan penelitian ini adalah paralon dan kertas millimeter.
untuk memperoleh efek bahan Penelitian ini dilakukan secara
pembawa pada beberapa suhu eksperimen dengan menggunakan
pengeringan biofungisida pelet rancangan petak terbagi (Split Plot
T. pseudokoningii Rifai terhadap Design) yang disusun dalam
jamur G. boninense Pat. secara in rancangan acak lengkap (RAL).
vitro Penelitian ini terdiri dari 9 kombinasi
perlakuan yang masing-masing
perlakuan tersebut diulang 3 kali

Jom Faperta Vol 1 No 2 Oktober 2014


sehingga diperoleh 27 unit penelitian. pelet.Pembuatan biofungisida pelet
Petak utama adalah suhu pengeringan ini meliputi persiapan bahan,
biofungisida pellet T. pseudokoningii perbanyakan biomassa konidia,
(T) yang terdiri dari 3 taraf : T1 : 350 pencampuran dan pencetakan serta
C; T2 : 550 C dan T3 : 750 C. Anak penyimpanan biofungisida pelet.
petak adalah bahan pembawa Persiapan bahan
biofungisida pellet T. pseudokoningii Bahan organik yang
(P) yang terdiri dari 3 taraf : P1 : digunakan berupa pelepah daun
Kaolin; P2 : Zeolit; P3 : Kaolin + kelapa sawit yang tua. Pelepah daun
Zeolit. kelapa sawit tersebut dibuang
Hasil pengamatan dianalisis kulitnya dan dicacah dengan
secara statistik dengan menggunakan menggunakan parang sehingga
sidik ragam dan dilanjutkan dengan ukurannya menjadi lebih kecil
uji Duncan’s New Multiple Range kemudian dikeringanginkan selama 2
Test (DNMRT) pada taraf 5 %. minggu. Pelepah daun kelapa sawit
Pelaksanaan yang telah kering tersebut kemudian
Peremajaan isolat jamur dihaluskan. Penghalusan pelepah
T. pseudokoningii Rifai dan daun kelapa sawit dilakukan dengan
G. boninense menggunakan blender hingga bahan
Isolat jamur T. pseudokongii hancur. Pelepah daun kelapa sawit
Rifai dan G. boninense diperoleh dari yang telah hancur disaring dengan
koleksi Laboratorium Penyakit menggunakan ayakan agar didapat
Tumbuhan Fakultas Pertanian serbuknya Jumlah serbuk pelepah
Universitas Riau. Isolat tersebut daun kelapa sawit yang akan
diremajakan dengan cara digunakan adalah sebanyak 810 g
memindahkan hifa jamur yang untuk 27 unit penelitian karena setiap
tumbuh dari biakan induk dengan unit penelitian diperlukan 30 g serbuk
menggunakan jarum ose yang telah pelepah daun kelapa sawit.
disterilkan ke dalam cawan petri yang Kaolin dan zeolit digunakan
telah berisi medium PDA padat steril. sebagai bahan pembawa. Kaolin yang
Kegiatan ini dilakukan di dalam digunakan sebanyak 135 g, zeolit
ruangan isolasi. Isolat diinkubasi yang digunakan sebanyak 135 g dan
selama 7 hari dalam inkubator pada kombinasi dari kaolin + zeolit
suhu kamar. sebanyak 135 g. Tepung yang
Pembuatan biofungisida pelet digunakan sebagai bahan pencampur
Biofungisida pelet terdiri dari yaitu tepung sagu. Tepung sagu yang
bahan aktif, bahan makanan, bahan diperlukan sebanyak 405 g untuk 27
pembawa dan bahan pencampur. unit penelitian karena setiap unit
Bahan aktif yang digunakan dalam penelitian digunakan 15 g tepung.
biofungisida pelet adalah jamur Bahan-bahan berupa serbuk pelepah
T. pseudokoningii Rifai, bahan daun kelapa sawit, kaolin, zeolit, dan
makanan yaitu serbuk pelepah daun tepung sagu setelah ditimbang
kelapa sawit, bahan pembawa yaitu dimasukan ke dalam kertas amplop
kaolin dan zeolit serta bahan kemudian dibungkus dengan
pencampur yaitu tepung sagu dengan aluminium foil dan disterilkan dalam
tujuan agar memudahkan dalam autoclave pada tekanan 1 atm dan
pencetakan pelet. Bentuk biofungisida suhu 1210C selama 30 menit. Bahan-
yang diuji adalah dalam bentuk

Jom Faperta Vol 1 No 2 Oktober 2014


bahan didinginkan untuk digunakan dalam oven pada beberapa suhu
dalam pembuatan biofungisida pelet. pengeringan (sesuai perlakuan).
Perbanyakan biomassa spora Biofungisida pelet siap digunakan
T. pseudokoningii untuk pengujian secara in vitro.
Jamur T. pseudokoningii yang Penyimpanan biofungisida pelet
telah diremajakan diperbanyak lagi Biofungisida pelet yang telah
dan diaktivasi pertumbuhannya dalam kering dimasukkan ke dalam plastik
medium aktivasi. Aktivasi dilakukan kaca (polyethylene), pada bagian
dalam labu erlenmeyer ukuran 250 ml ujung plastik dipasang cincin pipa
dan selanjutnya isolat diinkubasi paralon dan ditutup dengan kapas lalu
selama 7 hari dalam inkubator, dilapisi aluminium foil dan plastik
setelah diinkubasi dilakukan wrap. Biofungisida pelet disimpan
penghitungan biomassa konidia spora dalam lemari penyimpanan pada suhu
jamur T. pseudokoningii dengan kamar dan disusun berdasarkan
kerapatan konidia 106 konidia/ml perlakuan di Laboratorium Penyakit
dengan menggunakan haemo- Tumbuhan Fakultas Pertanian
cytometer. Universitas Riau. Biofungisida pelet
Pencampuran dan pencetakan ini diuji setelah penyimpanan 4
biofungisida pelet minggu dan siap digunakan dalam
Serbuk pelepah daun kelapa pengujian secara in vitro.
sawit sebanyak 30 g dicampurkan Pengamatan
dengan 15 g tepung sagu dan 15 g Kecepatan pertumbuhan koloni
bahan pembawa (kaolin, zeolit, jamur T. pseudokoningii pada
kaolin+zeolit sesuai perlakuan) masing-masing biofungisida pelet
dengan perbandingan 2:1:1 dan (mm/hari)
dimasukkan ke dalam kantong plastik Kecepatan pertumbuhan
kaca (polyethylene) ukuran 1 kg, koloni jamur T. pseudokoningii dari
kemudian ditambahkan 30 ml masing-masing biofungisida pelet
aquades steril. Biomassa konidia diperoleh dengan mengukur diameter
jamur T. pseudokoningii dengan koloni jamur yang ditumbuhkan pada
kerapatan 2,3x106 konidia/ml medium PDA. Pengukuran dilakukan
sebanyak 6 ml dimasukan ke dalam setiap hari sampai cawan petri
60 g campuran tersebut. dipenuhi oleh koloni jamur
Campuran diaduk agar T. pseudokoningii dan dilakukan pada
homogen dan konidia jamur dua tempat secara vertikal dan
T. pseudokoningii tersebar merata horizontal di bagian belakang cawan
dalam media. Total bahan yang telah petri, kemudian ditentukan rata-rata
tercampur sebanyak 60 g. Bahan yang kecepatan pertumbuhan perhari.
telah tercampur ditimbang seberat 1 g Penghitungan kecepatan pertumbuh-
menggunakan timbangan digital dan an koloni jamur T. pseudokoningi
dicetak dengan menggunakan alat Daya hambat biofungisida pelet
pencetak biofungisida pelet dan yang mengandung jamur
dalam satu perlakuan akan diperoleh T. pseudokoningii terhadap
60 butir biofungisida pelet. Butiran pertumbuhan jamur G. boninense
biofungisida pelet dikeringkan di (%).
ini dilakukan setelah biofungisida
pelet disimpan selama 4 minggu.

Jom Faperta Vol 1 No 2 Oktober 2014


Daya hambat biofungisida 𝑟1−𝑟2
P = 𝑟1 x 100%
pelet yang mengandung
Keterangan :
T. pseudokoningii terhadap
P = Daya hambat (%)
pertumbuhan jamur G. boninense
r1 = Jari- jari koloni patogen yang
dihitung pada saat hifa jamur
menjauhi biofungisida pelet
T. pseudokoningii telah mencapai
r2 = Jari- jari koloni patogen yang
pinggiran koloni jamur G. boninense
mendekati biofungisida pelet.
setelah ditumbuhkan pada media
PDA. Persentase penghambatan
dihitung dengan rumus:

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kecepatan Pertumbuhan Koloni Jamur T. pseudokoningii dari Masing-
masing Biofungisida Pelet pada Medium PDA (mm/hari).
Tabel 1. Rerata kecepatan pertumbuhan koloni jamur T. pseudokoningii dari
masing-masing biofungisida pelet dengan bahan pembawa pada
beberapa suhu pengeringan di medium PDA (mm/hari)
Suhu Bahan Pembawa (P)
Pengeringan Kaolin Zeolit Kaolin+Zeolit Rerata
(T)
350C 3.00ab 2.94ab 2.96ab 2.97b
550C 3.16a 3.17a 3.04ab 3.12a
0
75 C 2.78b 3.03ab 2.96ab 2.92b
Rerata 2.89a 3.04a 2.89a
Keterangan: Angka-angka pada baris yang diikuti huruf kecil yang sama berarti berbeda tidak
nyata menurut uji lanjut DNMRT pada taraf 5% setelah ditransformasikan dengan
√y+0,5.
Tabel 1 menunjukkan bahwa Kandungan kimia tersebut berfungsi
rerata kecepatan tumbuh koloni sebagai sumber nutrisi yang dapat
jamur T. pseudokoningii dari memacu dan mengoptimalkan
biofungisida pelet dengan bahan pertumbuhan serta dapat
pembawa kaolin, zeolit dan meningkatkan daya hidup jamur
kaolin+zeolit pada suhu pengeringan T. pseudokoningii, sehingga
350C berbeda tidak nyata antar memberikan pengaruh yang sama
sesamanya, begitu juga dengan terhadap kecepatan tumbuh koloni
bahan pembawa kaolin, zeolit dan jamur T. pseudokoningii.
kaolin+zeolit pada suhu pengeringan Rerata kecepatan pertumbuh-
550C. Hal ini diduga karena an koloni jamur T. pseudokoningii
kandungan kimia yang terdapat di dari biofungisda pelet dengan bahan
dalam kaolin dan zeolit relatif sama. pembawa zeolit dan kaolin+zeolit
Hamzah (2005) mengemukakan berbeda tidak nyata namun berbeda
bahwa secara kimia kandungan nyata dengan bahan pembawa kaolin
kaolin (Al2Si2O5(OH)4) adalah pada suhu pengeringan 750C. Hal ini
Al2O3, SiO2, TiO2, Fe2O3, CaO, diduga karena bahan pembawa
MgO, K2O dan NaO2, sedangkan kaolin yang bersifat menyerap air
kandungan zeolit adalah Al2O3, SiO2, dan jika dikeringkan lagi pada suhu
Fe2O3, CaO, MgO, K2O, Na2O, dan 750C menyebabkan biofungisida
MnO (Ginting et. al., 2007). pelet menjadi lebih kering. Salamiah

Jom Faperta Vol 1 No 2 Oktober 2014


et al. (2011) mengemukakan bahwa lambat karena jamur
dalam kondisi pertumbuhan yang T. pseudokoningii telah membentuk
serba terbatas seperti dalam pelet, klamidospora sebagai struktur
jamur Trichoderma sp. diduga akan bertahan. Sastrosuwignyo (1991)
bertahan dalam bentuk klamido- mengemukakan bahwa dalam
spora. Klamidospora ini mem- keadaan substrat atau lingkungan
butuhkan waktu yang lebih lama yang kurang menguntungkan seperti
untuk tumbuh dan berkembang pada suhu yang relatif tinggi, jamur akan
medium PDA sehingga kecepatan membentuk struktur bertahan dalam
tumbuhnya lebih lambat. Menurut bentuk klamidospora.
Papavizas (1985) cit Salamiah et al. Suhu yang tinggi, menaikkan
(2011), klamidospora yang disimpan aktivitas enzim namun menyebabkan
dalam preparat yang dikeringangin- reaksi-reaksi enzimatik akan ter-
kan persentase perkecambahannya ganggu akibat terjadinya denaturasi
lebih kecil yakni sebesar 13–31%. protein dan hilangnya kemampuan
Rerata kecepatan pertumbuh- katalik enzim (Martoharsono, 1994).
an koloni jamur T. pseudokoningii Reaksi-reaksi enzimatik ini
dalam biofungisida pelet pada suhu dibutuhkan oleh jamur untuk
pengeringan 550C menunjukkan memperoleh nutrisi yang terlarut
kecepatan tumbuh yang berbeda untuk dapat diserap ke dalam sel,
nyata dengan biofungisida pelet pada memperoleh energi kimia yang
suhu pengeringan 350C dan 750C. digunakan untuk biosintesis,
Pertumbuhan koloni jamur pertumbuhan, perkembangbiakan,
T. pseudokoningii yang dikeringkan pergerakan dan lain-lain. Aktivitas
pada suhu 550C lebih cepat yakni enzim yang terganggu menyebabkan
3,12 mm/hari dibandingkan pada reaksi metabolisme akan terhambat
suhu 350C dan 750C yakni 2,97 sehingga kecepatan pertumbuhannya
mm/hari dan 2,92 mm/hari. Hal ini rendah (Budiyanto, 2010).
diduga karena pada suhu Rerata kecepatan pertumbuh-
0
pengeringan 35 C kecepatan per- an koloni jamur T. pseudokoningii
tumbuhan jamur T. pseudokoningii dari biofungisida pelet pada bahan
telah mengalami penurunan. Hal ini pembawa zeolit berbeda tidak nyata
terlihat dari tumbuhnya hifa dan dengan bahan pembawa lainnya.
terdapatnya spora berwarna hijau tua Pertumbuhan koloni jamur
pada permukaan biofungisida pelet T. pseudokoningii dari biofungisida
yang lebih banyak selama pelet dengan ketiga bahan pembawa
penyimpanan, sehingga pada saat tersebut menunjukkan kecepatan
ditumbuhkan kembali pada medium tumbuh yang relatif sama yakni 3,04
PDA kecepatan tumbuhnya mm/hari, 2,89 mm/hari dan 2,89
mengalami penurunan. Kecepatan mm/hari. Hal ini dapat dihubungkan
pertumbuhan koloni jamur pada Tabel 1, dimana koloni jamur
T. pseudokoningii lebih baik pada T. pseudokoningii dalam bio-
suhu pengeringan 550C diduga fungisida pelet dengan ketiga bahan
karena pada suhu tersebut jamur pembawa tersebut berbeda tidak
T. pseudokoningii dapat tumbuh nyata sehingga kecepatan tumbuhnya
lebih optimum. Pada suhu juga berbeda tidak nyata. Hal ini
pengeringan 750C, kecepatan tumbuh dapat pula disebabkan karena zeolit
koloni jamur T. pseudokoningii lebih dan kaolin memiliki kandungan

Jom Faperta Vol 1 No 2 Oktober 2014


senyawa yang relatif sama sehingga molekul air dalam udara lembab
memiliki fungsi yang sama. sehingga menjadikan spora akan
Kandungan senyawa yang sama tetap lembab (Wikipedia, 2008 cit.
dalam bahan pembawa kaolin dan Tyas. 2008).
zeolit antara lain : Al2O3, SiO2, Kecepatan tumbuh koloni
Fe2O3, CaO, MgO, K2O dan Na2O jamur T. pseudokoningii yang relatif
sebagai tambahan nutrisi serta sama dari biofungisida dengan bahan
mampu menyimpan nutrisi tersebut pembawa yang berbeda dapat
dan mendifusikannya secara disebabkan karena pH dari masing-
perlahan-lahan sehingga viabilitas masing biofungisida pelet juga tidak
jamur T. pseudokoningii dapat begitu berbeda. Hal ini sesuai dengan
bertahan lebih lama. Adanya pernyataan Patmasari (2001), bahwa
tambahan nutrisi dari bahan penambahan zeolit pada formulasi
pembawa kaolin dan zeolit ini sama- tidak mempengaruhi derajat
sama dapat memacu pertumbuhan keasaman. Samuel et al. (2010) cit.
jamur T. pseudokoningii sehingga Uruilal et al. (2012) mengemukakan
memberikan hasil yang sama bahwa pH optimum untuk
terhadap kecepatan tumbuh koloni pertumbuhan Trichoderma sp.
jamur T. pseudokoningii. Menurut berkisar antara 3-7. Jamur dapat
Rasad & Rangeshwaran (2000), tumbuh pada substrat yang memiliki
Kaolin (aluminium silikat pH di bawah 7 karena pH substrat
/Al4Si4O10(OH)8) berasal dari sangat penting untuk pertumbuhan
mineral lempung yang dapat jamur dimana enzim-enzim tertentu
berfungsi untuk menyerap air dengan hanya akan menguraikan suatu
kaolinit sebagai bahan utamanya. substrat sesuai dengan aktivitasnya
Bahan pembawa zeolit juga pada pH tertentu. Hal ini juga
berfungsi sebagai agen pembawa ditegaskan oleh Cook dan Baker
spora dan banyak digunakan sebagai (1989) cit. Uruilal et al. (2012)
bahan pengering karena mudah bahwa aktifitas jamur-jamur
melepas air akibat pemanasan, tetapi antagonis seperti Trichoderma sp.
juga mudah mengikat kembali hanya terpacu pada kondisi asam.
Daya Hambat Biofungisida Pelet yang Mengandung T. pseudokoningii
terhadap Pertumbuhan Jamur G. boninense pada Medium PDA (%)
Tabel 2. Rerata daya hambat biofungisida pelet yang mengandung
T pseudokoningii dengan bahan pembawa pada beberapa suhu pengering-
an terhadap pertumbuhan jamur G. boninense di medium PDA (%)
Keterangan : Angka-angka pada baris yang diikuti huruf kecil yang sama berarti berbeda tidak
Suhu Bahan Pembawa (P)
Pengeringan Kaolin Zeolit Kaolin+Zeolit Rerata
(T)
350c 52.84a 37.16ab 42.41ab 44,14a
550c 48.05ab 48.66ab 37.62ab 44,63a
750c 36.18ab 29.61b 37.62ab 34,47a
Rerata 45.96a 38.47a 39.07a
nyata menurut uji lanjut DNMRT pada taraf 5% setelah ditransformasi dengan
arcsin √y
Tabel 2 menunjukkan bahwa rerata T. pseudokoningii dengan bahan
daya hambat jamur pembawa kaolin, zeolit dan

Jom Faperta Vol 1 No 2 Oktober 2014


kaolin+zeolit pada suhu pengeringan struktur bertahan (klamidospora).
350C berbeda tidak nyata antar Klamidospora ini membutuhkan
sesamanya, begitu juga halnya waktu yang lebih lama untuk tumbuh
dengan bahan pembawa kaolin, dan berkembang pada medium PDA
zeolit dan kaolin+zeolit pada suhu sehingga daya hambatnya lebih
pengeringan 550C. Hal ini diduga rendah.
karena kandungan senyawa yang Rerata daya hambat jamur
terdapat dalam bahan pembawa T. pseudokoningii dalam bio-
kaolin, zeolit dan kaolin+zeolit fungisida pelet pada suhu
0
relatif sama sehingga memberikan pengeringan 55 C berbeda tidak
fungsi yang sama. Hamzah (2005) nyata dengan suhu pengeringan
mengemukakan bahwa secara kimia lainnya. Jamur T. pseudokoningii
kandungan kaolin (Al2Si2O5(OH)4) dalam biofungisida pelet yang
adalah Al2O3, SiO2, TiO2, Fe2O3, dikeringkan pada ketiga suhu
CaO, MgO, K2O dan NaO2, pengeringan memiliki potensi
sedangkan kandungan zeolit adalah penghambatan yang relatif sama
Al2O3, SiO2, Fe2O3, CaO, MgO, K2O, terhadap pertumbuhan jamur
Na2O, dan MnO (Ginting et. al., G. boninense yakni 44,63%, 44,14%
2007). Kandungan senyawa yang dan 34,47%. Hal ini diduga karena
terdapat didalam kaolin dan zeolit jamur T. pseudokoningii dapat
dapat menjadi sumber nutrisi tumbuh dan berkembang lebih baik
sehingga mampu memacu dan dalam memanfaatkan ruang dan
mengoptimalkan pertumbuhan nutrisi dibandingkan jamur
vegetatif jamur T. pseudokoningii. G. boninense. Hasil penelitian
Pertumbuhan vegetatif yang optimal Hadjar (2002) melaporkan bahwa
akan menghasilkan hifa yang tumbuh jamur T. pseudokoningii, mampu
lebih baik sehingga jamur beraktivitas pada suhu 400C-800C.
T. pseudokoningii dapat lebih cepat Tabel 2 juga memperlihatkan bahwa
menguasai ruang dan nutrisi jamur T. pseudokoningii pada
dibanding jamur G. Boninense. Oleh biofungisida pelet yang dikeringkan
karena itu, memberikan pengaruh dengan suhu 550C memiliki
yang sama terhadap daya hambat kecepatan pertumbuhan yang lebih
jamur T. pseudokoningii. cepat dibandingkan jamur
Rerata daya hambat T. pseudokoningii pada biofungisida
biofungisida pelet T. pseudokoningii pelet yang dikeringkan dengan suhu
dengan bahan pembawa kaolin dan lainnya. Octriana (2011) menyatakan
kaolin+zeolit berbeda tidak nyata bahwa kecepatan tumbuh yang tinggi
namun berbeda nyata dengan bahan dapat menentukan aktivitas
pembawa zeolit pada suhu mikroorganisme antagonis terhadap
pengeringan 750C. Daya hambat patogen target.
biofungisida pelet T. pseudokoningii Rerata daya hambat jamur
dengan bahan pembawa zeolit pada T. pseudokoningii dalam bio-
suhu pengeringan 750C lebih rendah fungisida pelet pada bahan pembawa
diduga karena bahan pembawa zeolit kaolin berbeda tidak nyata dengan
mampu menyerap air dan bahan pembawa lainnya. Jamur
dikeringkan pada suhu 750C T. pseudokoningii dalam
menyebabkan jamur biofungisida pelet dengan ketiga
T. pseudokoningii membentuk bahan pembawa tersebut memiliki

Jom Faperta Vol 1 No 2 Oktober 2014


potensi penghambatan yang relatif digunakan sebagai bahan pembawa
sama terhadap pertumbuhan jamur biomassa Trichoderma sp. Menurut
G. boninense yakni 45,96%, 38,47% Rasad & Rangeshwaran (2000),
dan 39,07%. Hal ini diduga Kaolin (aluminium silikat
kandungan senyawa yang terdapat di /Al4Si4O10(OH)8) berasal dari
dalam zeolit dan kaolin memiliki mineral lempung yang mampu
kandungan senyawa yang sama dan menyerap air dengan kaolinit sebagai
fungsi yang sama, sehingga bahan utamanya. Wahyudi (1997)
memberikan pengaruh yang sama melaporkan bahwa zeolit sebagai
terhadap daya hambat jamur bahan pembawa spora dapat merekat
T. pseudokoningii. Purwantisari et al. senyawa aktif dan menjadikan spora
(2008) mengemukakan bahwa tanah akan tetap lembab.
lempung seperti kaolin dapat
mikroorganisme/. Di akses
KESIMPULAN DAN SARAN pada tanggal 21 Januari 2014..
Kesimpulan Elfina, Y. S., F. Puspita dan N. A.
Biofungisida pelet yang Fitridayanti. 2010.
mengandung jamur T. pseudokoningii Penggunaan Trichoderma
dengan bahan pembawa kaolin, zeolit spp. lokal Riau untuk
dan kaolin+zeolit pada suhu mengendalikan Ganoderma
pengeringan 550C memberikan hasil boninense Pat. pada
yang lebih baik dalam menekan pembibitan awal kelapa
pertumbuhan jamur G. boninense sawit. Di dalam prosiding
karena memiliki kecepatan Badan Kerja Sama Pusat
pertumbuhan koloni jamur Studi Lingkungan Hidup ke-
T. pseudokoningii yang lebih cepat XX. 14-16 Mei. Pekanbaru..
yakni 3,12 mm/hari Elfina, Y. S., R. Dewi dan R. Ibrahim.
Saran 2013. Produksi biofungisida
1. Suhu pengeringan yang disarankan menggunakan bahan dasar
dalam pembuatan biofungisida lokal dan aplikasinya untuk
pelet T. pseudokoningii dengan mengendalikan jamur G.
bahan pembawa kaolin, zeolit dan boninense Pat. pada
kaolin+zeolit adalah 550C. pembibitan awal kelapa
2. Sebaiknya dilakukan penelitian sawit. Laporan Kemajuan
lebih lanjut untuk mengetahui Penelitian Hibah Bersaing.
kemampuan biofungisida pelet Universitas Riau. Pekanbaru
T. pseudokoningii terhadap jamur Ginting, A, D. Anggraini, S.
G. boninense pada pembibitan Indaryati, R. Kriswarini.
kelapa sawit di lapangan. 2007. Karakterisasi
komposisi kimia, luas
DAFTAR PUSTAKA permukaan pori dan sifat
termal dari zeolit Bayah,
Budiyanto, A. K. 2010. Faktor Tasikmalaya, dan Lampung.
Lingkungan yang Jurnal Teknologi Bahan
Mempengaruhi Mikroba. Nuklir. 3 : 1-48
http://zaifbio.wordpress.com/2 Hadjar, D. 2002. Karakterisasi
010/11/08/pertumbuhan- Trichoderma pseudokoningii
yang mampu melapukkan

Jom Faperta Vol 1 No 2 Oktober 2014


tandan kosong kelapa Trichoderma harzianum
sawit. Puslit Biotek yang di simpan pada
Perkebunan. Bogor. beberapa bahan pembawa
Hamzah, M. S. 2005. Karakterisasi dan lama penyimpanan
kaolin kabupaten Barru yang berbeda. Jurusan
sebagai bahan dasar Hama dan Penyakit
keramik. Majalah Ilmiah Tumbuhan. Fakultas
MEKTEK. Palu Pertanian Universitas
Indriani, Y. H. 2011. Membuat Lambung Mangkurat.
Kompos Secara Kilat. Banjarbaru.
Penebar Swadaya. Jakarta. Sastrosuwignyo, S. 1991. Dasar-
Martoharsono, S. (1994). Biokimia dasar Perlindungan
jilid 1. Gadjah Mada Tanaman (Bagian Penyakit
University Press. Tanaman). Jurusan Hama
Yogyakarta. dan Penyakit Tumbuhan.
Octriana, L. 2011. Potensi agen Fakultas Pertanian IPB.
hayati dalam menghambat Bogor.
pertumbuhan Phytium sp. Semangun, H. 2008. Penyakit-
secara in vitro. Buletin penyakit Tanaman
Plasma Nutfah 17(2): 138- Perkebunan di Indonesia.
142. Gadjah Mada. University
Patmasari, U., T. T. Suharni dan D. J. Press. Yogyakarta.
Permana. 2001. Pengaruh Susanto A. 2002. Kajian
Penambahan Zeolit pengendalian hayati
Terhadap Viabilitas Bibit Ganoderma boninense Pat.
Jamur Merang. penyebab penyakit busuk
Biodiversitas 8 (1) : 27-33. pangkal batang kelapa
Purwantisari, S,, A. Priyatmojo dan sawit. Disertasi. Fakultas
B. Raharjo. 2008. Produksi Pasca Sarjana, Institut
biofungisida berbahan Pertanian Bogor. Bogor.
baku mikroba antagonis Tyas. I. N. 2008. Pemanfaatan kulit
indigonius untuk pisang sebagai bahan
mengendaliakan penyakit pembawa inokulum bakteri
lodoh tanaman kentang di pelarut fosfat. Skripsi.
sentra-sentra pertanaman Fakultas Pertanian.
kentang di Jawa Timur. Universitas Sebelas Maret.
http://balitbangjateng.go.id/k Surakarta. Tidak
egiatan/rud/2008/8- dipublikasikan.
biofungisida.pdf. Diakses Turner, P.D. 1981. Oil Palm
tanggal 02 Oktober 2012. Diseases And Disorders.
Rasad, R. D dan R. Rangeshwaran. Oxford University Press.
2000. Shelf life and Uruilal, C., A. M. Kalay, E. Kaya dan
bioefficacyof Trichoderma A. Siregar. 2012.
harzianum formulated in Pemanfaatan kompos tela
various carrier materials. sagu, sekam dan dedak
Plant Dis Res 15 (1), 38-42. sebagai media perbanyakan
Salamiah, Edwin Noor Fikri, dan agens hayati Trichoderma
Asmarabia. 2011. Viabilitas

Jom Faperta Vol 1 No 2 Oktober 2014


harzianum Rifai. Jurnal
Agrologia 1(1): 21-30.
Wahyudi, P. 1997. Trichoderma;
Biologi Potensi dan
Pemanfaatannya. Pusat
Penelitian Dan
Pengembangan Bioindustri.
Badan Pengkajian Dan
Penerapan Teknologi.

Jom Faperta Vol 1 No 2 Oktober 2014

You might also like