Professional Documents
Culture Documents
Revanggi Ujian Ofkom
Revanggi Ujian Ofkom
1. 10,000 adults were enrolled in a study and followed for 15 years to examine the
association between alcohol consumption and risk of cataract. At the end of the 15
years 5,000 of the originally enrolled study participants were traced and examined for
cataract. The table below shows the number of people reporting different levels of
alcohol intake and the number diagnosed with cataract in each group.
Kategori III (≥1 per day to <4 per day) 100/1000 = 0.1
Kategori III (≥1 per day to <4 per day) (100/1000) : (20/1000) = 5
Jawaban :
-
-e) Why did the statistician go on to adjust the analysis of this association
Jawaban : Penelitian diatas memiliki respon rate 80,7%, dengan loss to follow up
19,3%, sehingga penelitian diatas masih bias dikatakan baik. Penelitian tersebut juga
bukan suatu penelitian intervensi yang melanggar etik ataupun norma. Mengingat
penelitian tersebut prevalence rasionya adalah 1, yang mengindikasikan bahwa
pemberian garam substitusi tidak menurunkan angka kejadian hipertensi. Maka,
apabila akan dilakukan penelitian serupa maka sah – sah saja asalkan sesuai kaidah
etik penelitian, namun sebaiknya tidak perlu karena hasilnya tidak memberikan
pengaruh (terutama efek positif).
f) Suggest two other variables the statistician should adjust for in this
analysis.
Usia : asosiasi alkohol dengan terjadinya katarak didistorsi oleh variabel umur.
Peningkatan usia dapat mempengaruhi kejadia katarak sehingga dapat
memberikanterhadap outcome.
Riwayat sistemik.: hubungan konsumsi alkohol dengan kejadian katarak dapat dirancu
dengan riwayat penyakit sistemik. Pasien dengan riwayat diabetes melitus dapat
meningkatkan kejadian katarak sehinga dapat menyamarkan outcome.
Jawaban : Ya, loss follow up dapat mempengaruhi estimasi insidensi karena dapat
menyebabkan bias terhadap kemungkinan hubungan antara konsumsi alkohol dengan
kejadian katarak. Contohnya : sejumlah besar pasien yang loss to follow up adalah
pasien yang tidak pernah konsumsi alkohol namun terdapat katarak. Maka dapat
disebabkan overestimate kejadian katarak karena alkohol. Sebaliknya bila yang loss to
follow up kebanyakan adalah minum alkohol namun tidak terjadi katarak maka akan
overestimate kejadian katarak karena alkohol.
7. i) Name one other study design you could use to examine the relationship between
cataract and alcohol.
Jawaban :
Keuntungan : Dapat dipergunakan untuk menilai berapa besarkah peran faktor risiko
dalam kejadian suatu penyakit, dapat digunakan untuk kasus yang jarang, hasilnya
cepat dan relatif murah, serta dapat digunakan untuk identiikasi berbagai faktor
risiko sekaligus dalam satu penelitian.
Kerugian : Desain penelitian case control bisa terdapat recall bias, tidak dapat
memberikan incidence rate, dan penelitian ini kurang jelas dalam menggambarkan
hubungan sebab akibat dibandingkan cohort.
2. The elimination of avoidable blindness has been agreed as a global priority by the
World Health Organization and the IAPB.
Jawaban :
Jawaban :
c) Discuss how a health systems approach can be used to deliver comprehensive eye care
Jawaban : Untuk meningkatkan efektifitas pelayanan mata, dengan cara intervensi program
sistem kesehatan mata hanya bisa ditingkatkan bila terintegrasi dengan program sistem
kesehatan secara global. Oleh karena itu untuk membantu perencanaan program yang efektif
dan efisien berdasarkan permasalahan yang muncul di masyarakat maka dilakukan analisis
situasi berdasarkan eye health assessment agar dapat memberikan penilaian sistem kesehatan
dan memberikan perencanaan dan implentasi program kesehatan mata, sesuai temuan
kekuatan dan kelemahan yang didapatan. Hasil akhirnya dapat memberikan rekomendasi
program untuk meningkatkan kesehatan mata secara komprehensif.
Jawaban :
1. a. Prevalensi ratio hipertensi antara kelompok intervensi dan kontrol pada baseline.
100/1000 = 1
30/300
b. Prevalensi ratio hipertensi antara kelompok intervensi dan kontrol pada follow up.
80/800 =1
25/250
2. Tidak. Hal ini karena Prevalensi ratio memberikan nilai 1, yang memberikan kemaknaan
bahwa hubungan pemberian garam substitusi tidak menunjukkan faktor protektif maupun
faktor risiko atas kejadian hipertensi.
3. Pada penelitian ini terdapat 15% pasien kelompok intervensi yang tidak compliance dan
ahirnya menjadi hipertensi (nilai alfa 15%). Dalam kebanyakan penelitian biasanya nilai alfa
sebesar 5% yang dapat diterima. Sehingga dalam penelitian ini tidak pas jika kita
membandingkan pasien dari kelompok intervensi dan kontrol dalam hal penurunan prevalensi
hipertensi.
5. Pada grup yang diberikan terapi dapat menunjukkan bias, yaitu bias seleksi. Hal ini karena
subjek dan pemeriksa mengeahui tindakan yang dilakukan. Tidak dilakukan randomisasi
yang baik mengakibatkan sample tidak merepresentasikan kondisi di populasi.
6. Bias Pengukuran information (measurement). Hal ini karena alat pada alat pengukuran
yang tidak akurat akan mempengaruhi terhadap hasil. Sehingga data yang dihasilkan bisa
lebih besar atau lebih kecil sehingga mempengaruhi hasil, ini menyebabkan bias pengukuran
(measurement bias).
8. Penelitian diatas memiliki respon rate 80,7%, dengan loss to follow up 19,3%, sehingga
penelitian diatas masih bias dikatakan baik. Penelitian tersebut juga bukan suatu penelitian
intervensi yang melanggar etik ataupun norma. Mengingat penelitian tersebut prevalence
rasionya adalah 1, yang mengindikasikan bahwa pemberian garam substitusi tidak
menurunkan angka kejadian hipertensi. Maka, apabila akan dilakukan penelitian serupa maka
sah – sah saja asalkan sesuai kaidah etik penelitian, namun sebaiknya tidak perlu karena
hasilnya tidak memberikan pengaruh (terutama efek positif).