Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

PENGGUNAAN SURFAKTAN UNTUK MENGURANGI

KANDUNGAN AIR DALAM EMULSI MINYAK


Pretreatment Minyak Pelumas Bekas sebagai
Bahan Baku Reclaimed Oil Plant
Application of Surfactans to Reduce Water
Content in Oil Emulsion
Waste Lubricant Oils Pretreatment to Feed Reclaimed Fuel Oil Plant

Ade Syafrinaldy
Pusat Teknologi Sumberdaya Energi dan Industri Kimia (PTSEIK)
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
Gedung 625 Kawasan PUSPIPTEK Serpong - Tangerang Selatan 15314
Email: ade.syafrinaldy@bppt.go.id

Diterima: 17 Oktober 2017; Diperiksa: 13 Nopember 2017; Revisi: 24 Nopember 2017; Disetujui: 11 Desember 2017

Abstract
Emulsified oil is considered as rarely acceptable waste oil to be reused or even recycled. Efforts that
have been made in the last 40 years for the development of reliable and efficient demulsification
techniques, cannot avoid the hard fact that it is not an easy task to break the most emulsified oil in short
times. For economic and operational reasons, it is necessary to separate the water from the emulsified
oil to an acceptable level before it fed into the reclaimed fuel oil plant. One of the most widely used
methods in treating water-in-oil emulsions is using surfactant to accelerate the emulsion breaking
process. Three commonly used surfactants with high HLB value (Nonyl Phenol Ethoxylate NP-9,
Tween 80 and Sodium Dodecyl Sulphate SDS), dissolved in toluene to form 25% solution, were
applied into 100 ml emulsified waste lubricants originated from collectors in Balikpapan suburb. The
demulsifying effects of all three surfactants were then examined, including the heat effect by warming
up the whole system. All experiments were carried out in different concentrations of each solution, 500
ppm, 700 ppm, 900 ppm and 1100 ppm. The performance level was determined by the amount of water
separated. The experiments continued using best performed surfactants and centrifugal separators to
meet the targetted water content in the waste lubricants by 5% and sediment content by 3% before it
fed into the reclaimed fuel oil plant. Result showed that surfactants with the best demulsifying effect
were NP-9 and SDS. Both worked at the optimum concentration of 700 ppm. The targetted water
content was successfully exceeded. Water content in the waste lubricants was reduced from 34% to
0.08% with NP-9 and to 0.8% with SDS. Sediment content was however not as successful. Sediment
content in waste oil was reduced from 12.30% to only 6.56% with NP-9 and to only 5.11% with SDS.
The removed water from the process needs further treatment before disposal. The concentration of
BOD 5, COD, oil and fat, and ammonia are beyond the quality standard of waste water. The waste
water passed only in pH, Dissolved Sulfide and Total Phenol.

Keywords: surfactant, emulsion, demulsification effect, demulsifier solution, hydrophilic lipophilic


balance

Abstrak
Minyak yang teremulsi biasanya dianggap sebagai limbah minyak yang jarang diterima sebagai bahan
baku daur ulang (recycled) ataupun untuk digunakan kembali (reused). Penelitian yang telah
dilakukan dalam 40 tahun terakhir guna mengembangkan teknik demulsifikasi yang efisien dan
handal, menunjukkan bahwa tidaklah mudah memecah emulsi minyak dalam waktu yang singkat. Di
lain pihak, untuk alasan teknis dan ekonomis, pemisahan air dari minyak yang teremulsi sampai batas
yang dapat diterima harus dilakukan, sebelum diumpankan ke dalam Reclaimed Oil Plant. Salah satu
metode yang sering digunakan untuk menangani emulsi adalah dengan menambahkan surfaktan
demi mempercepat proses pemecahan emulsi. 3 (tiga) jenis surfaktan yang umum digunakan dengan
nilai HLB yang tinggi (Nonyl Phenol Ethoxylate NP-9, Tween 80 and Sodium Dodecyl Sulphate SDS),
dilarutkan dalam toluene untuk membentuk larutan 25%, kemudian ditambahkan dalam 100 ml
minyak pelumas bekas yang teremulsi. Minyak pelumas bekas didapatkan dari pengumpul di kota
Balikpapan dimana Reclaimed Oil Plant dibangun. Efek demulsifikasi dari ketiga surfaktan kemudian
diamati dan diukur, termasuk efek temperatur dengan memanaskan keseluruhan sistem. Semua
eksperimen dilakukan dalam berbagai konsentrasi surfaktan, 500 ppm, 700 ppm, 900 ppm dan 1100

Penggunaan Surfaktan ................ (Ade Syafrinaldy) 53


1. PENDAHULUAN (Kruglyakov, 2000).
Surfaktan paling banyak digambarkan sebagai
1.1. Latar Belakang emulsifying agents untuk stabilisasi emulsi minyak
Secara teoritis, air berada dalam minyak dalam air. Polimer non-ionik ini mempunyai group
menempuh beberapa tahapan. Pada awalnya air hydrophilic (suka air) dan group lipophilic (suka
akan terlarut dalam minyak hingga mencapai titik minyak) yang cocok untuk membuat emulsi minyak
kejenuhannya. Air yang terlarut ini sama sekali dalam air.
tidak mempengaruhi tampak luar dari minyak. Beberapa studi telah dilakukan untuk
Apabila kandungan air telah melebihi titik jenuh mengamati efek dari polimer non-ionik ini dalam
maka air akan membentuk emulsi dimana di dalam pembentukan atau pembuatan emulsi minyak
satu droplet minyak terdapat sejumlah besar dalam air. Namun kemudian timbul asumsi bahwa
droplet air. Tampak luar emulsi terlihat seperti jika surfaktan dapat membentuk emulsi minyak
susu, Titik jenuh air dalam minyak akan dalam air, ada kemungkinan surfaktan juga dapat
bergantung pada umur, temperatur dan juga memisahkan air dalam emulsi air dalam minyak.
apabila mengandung aditif akan tergantung pada Dengan kata lain, berdasarkan asumsi ini bahwa
komposisi aditifnya. beberapa emulsifier mempunyai kedua efek
Ketika kandungan air semakin tinggi, air akan emulsifikasi dan demulsifikasi dalam kasus yag
terdemulsifikasi membentuk air bebas (free water). berbeda. Emulsifier untuk membuat emulsi minyak
Air akan terkumpul di bagian bawah karena berat dalam air dapat memisahkan air dari emulsi air
jenis lebih besar daripada berat jenis minyak. dalam minyak.
Pada umumnya pemisahan air dari emulsi air Zaki menyatakan bahwa surfaktan polimerik
dalam minyak dapat dilakukan melalui urutan adalah demulsifier yang paling umum dalam
tahap yang terbalik dari pembentukannya yaitu pemecahan emulsi air dalam minyak (Zaki et al., 1996)
sebagai berikut : dan dapat diabsorbsi pada interface minyak dan
Ÿ Pemisahan air bebas air. Surfaktan non-ionik mempunyai efek
Ÿ Pemisahan air yang teremulsi demulsifikasi yang baik karena tidak meninggalkan
Ÿ Pemisahan air yang terlarut ion-ion yang berlawanan dalam produknya
Air bebas secara fase memang sudah terpisah (Bhardwaj and Hartland, 1993).
dari minyak, sehingga pemisahannya dapat
dilakukan hanya dengan melakukan settling untuk Hidrophilic-Lipophilic Balance (HLB)
beberapa waktu. HLB (Hydrophilic–Lipophilic Balance) didefinisikan
Untuk air yang terlarut rata-rata jumlahnya tidak sebagai efisiensi relatif porsi hydrophilic dari
terlalu besar. Sebagian besar pelumas industry molekul surfaktan terhadap porsi lipophilicnya.
seperti hydraulic fluids, turbine oils, lubrication oils, Bancroft menyatakan bahwa ''cairan hydrophilic
paraffin oils, base oil dan lain-lain, tergantung pada mempunyai kecenderungan membentuk air
temperatur dan umur olinya, hanya mampu sebagai fase di spersi sedangkan cairann
menahan air yang yang terlarut sebesar 0.003- hydrophobic mempunyai kecenderungan
0.06% (Ref: http://www.sensorland.com/ HowPage073.html). membuat minyak sebagai fase disperse” (Bancroft,
1913).
Sampai sejauh mana kita menginginkan
kandungan air tersisa dalam minyak adalah Orang pertama yang berhasil mengkuantifikasi
pertanyaan yang harus dijawab untuk menentukan hydrophile-lipophile balance untuk berbagai
metode pemisahan air yang tepat. Untuk m a c a m s u r f a k t a n a d a l a h G r i ff i n y a n g
memisahkan seluruh air yang terkandung dalam memperkenalkan Skala HLB. Griffin menyatakan
minyak termasuk air yang terlarut akan konsep HLB adalah untuk menunjukkan
membutuhkan investasi alat dan biaya operasional amphiphilisitas dari surfaktan non-ionik. Surfaktan
yang sangat tinggi. Namun apabila target dengan nilai HLB rendah akan memberikan air
pengurangan kandungan air sudah diketahui dan dalam emulsi minyak, sedangkan surfaktan
itu berada diatas kandungan air yang terlarut, dengan nilai HLB tinggi akan memberikan minyak
tentunya kita tidak perlu berusaha menguapkan air dalam emulsi air (Griffin, 1949). Riset-riset
yang terlarut. menunjukkan bahwa peningkatan nilai HLB sangat
Untuk mencapai tujuan kegiatan ini yaitu 5% berpengaruh dalam demulsifikasi (Abdel-Azim et
al.,1998).
kandungan air, maka air yang terlarut praktis dapat Dalam Skala HLB Griffin, HLB mempunyai nilai
dinafikan. Penanganan hanya perlu difokuskan antara 0 dan 20 yang mana menyatakan secara
pada air bebas dan air yang teremulsi. Salah satu numerik ukuran dan kekuatan dari porsi polar
cara pemisahan air yang teremulsi adalah (hydrophilic) secara relatif terhadap porsi non-
menggunakan surfaktan tertentu yang tepat. polar (lipophilic) dari molekul surfaktan. Pada Tabel
Surfaktan adalah zat yang dapat mengurangi 1 ditampilkan nilai HLB terhadap kebutuhan
tegangan permukaan (interfacial tension). penerapannya.
Tergantung pada kedua bagian polar dan non- HLB dari suatu emulsifier tergantung pada
polarnya dan nilai HLB (hydrophilic-lipophilic solubilitasnya. Jadi emulsifier dengan HLB rendah
balance), surfaktan dapat diklasifikasikan menurut akan cenderung larut dalam minyak, sedangkan
penerapannya yaitu: foaming agents, emulsifiers, emulsifier dengan HLB tinggi akan larut dalam air.
wetting agents, solubilisers, detergents, etc Karena itu, menurut system Griffin, juga Table 1

54 Jurnal Energi dan Lingkungan Vol. 13, No. 2, Desember 2017 Hlm. 53-60
dan Gambar 1, emulsi air dalam minyak akan 2. BAHAN DAN METODE
membutuhkan surfaktan dengan HLB rendah (4-
6). 2.1. Bahan
Bahan kimia yang digunakan diperoleh dari Sigma
Tabel 1. Nilai HLB dan penerapannya (Uniqema, Aldrich and Merck, sebagai berikut:
2004) http://soft-matter.seas.harvard.edu/index. 1). Bahan Aktif :
php/HLB_Scale
a. Tweens 80
No Penerapan Nilai Catatan Biasa digunakan untuk stabilisasi emulsi
HLB minyak dalam air. Beberapa studi dilakukan
untuk mempelajari tentang efek dari dari
1 Mencampur minyak 1-3 Tween terhadap pembuatan emulsi minyak
berbeda
dalam air (Martins et al., 2011).
2 Membuat emulsi air dalam 4-6 b. Nonyl Phenol Ethoxylate NP-9
minyak (w/o emulsifiers) Biasa digunakan dalam proses demulsifikasi
minyak bumi.
3 Membasahi powder dalam 7-9
c. Sodium Dodecyl Sulphate SDS
minyak
Karena Tweens 80 (HLB:15), NP-9 (HLB: 12.9)
4 Membuat self emulsifying 7-10 dan SDS (HLB:12) mempunyai nilai HLB tinggi
oils (>10), diharapkan masing-masing mempunyai
efek demulsifikasi yang cukup signifikan
5 Membuat emulsi minyak 8-16 Surfactant terhadap emulsi air dalam minyak.
dalam air (o/w emulsifier) blends 2) Pelarut organik Toluene dengan grade technical
6 Membuat larutan detergent 13-15 3) Minyak pelumas bekas
Minyak pelumas bekas diperoleh dari
7 Melarutkan minyak (micro- 13-18 Surfactant pengumpul yang ada di Balikpapan, tempat
emulsifying) into water blends dimana plant pengolah limbah minyak pelumas
bekas (reclaimed oil plant) dibangun

3.2. Equipments
Ÿ 8 x 15 ml Centrifuge
Ÿ Agitator
Ÿ Furnace
Ÿ Silinder Ukur
Ÿ Separator Sentrifugal (Gambar 2)
Ada 4 (empat) peralatan utama dalam unit
separator sentrifugal: 1. Drum 200 Liter, 2. Pompa
Motor, single phase, 220v, 1200 Watt, 3. Heater
1000W, 4. Pre-screen filter 100 micron and 4.
Gambar 1. Matching HLB value to application Centrifugal Filter.
needs (ICI, 1980) Dua outlets, untuk minyak bersih dan kotor
dipasangkan pada unit separator untuk
Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa memastikan pemisahan berlangsung sempurna.
surfaktan dengan nilai HLB tinggi (>10) akan Separator sentrifugal ini biasa digunakan untuk
mempunyai efek demulsifikasi yang besar memisahkan air dari minyak bumi.
sehingga dapat memisahkan air dari minyak.

1.2. Tujuan
Tujuan dari kegiatan ini adalah :
Ÿ Menyeleksi surfaktan yang mempunyai
performa pemisahan air terbaik.
Ÿ Menentukan konsentrasi optimal dari surfaktan
dalam pemisahan air.
Ÿ Mengurangi kandungan air dalam pelumas
bekas hingga maksimal 5% dan mengurangi
kandungan sedimen hingga 3% menggunakan
separator sentrifugal dan surfaktan
Ÿ Karakterisasi sampel pelumas bekas sebelum
dan setelah diproses (water content, sediment
content, kinematic viscosity, volatile/non-
volatile hydrocarbon content)
Ÿ Karakterisasi air limbah yang dipisahkan
terhadap kriteria air limbah dari KLHK Gambar 3. Gambar skematis dari Unit Separator
Sentrifugal

Penggunaan Surfaktan ................ (Ade Syafrinaldy) 55


Gambar 2. Unit Separator Sentrifugal dengan dua filter (warna kuning)

masing-masing surfaktan diamati dan diukur


dengan variable parameter waktu, konsentrasi
surfaktan dan jumlah air yang dipisahkan.
Proses pemisahan air dilanjukan memanas-
kannya dalam furnace untuk melihat sejauh apa
temperatur mempunyai pengaruh dalam
proses pemisahan. Surfaktan yang paling
efisien dan efektif kemudian diambil sebagai
larutan demulsifier yang terpilih
Ÿ Penyiapan sampel pelumas bekas
Pelumas bekas ditempatkan dalam drum
separator sentrifugal dan dipanaskan apabila
perlu, jika viskositasnya terlalu tinggi. Dengan
penanganan ini diharapkan pelumas bekas
siap untuk diproses dalam separator
sentrifugal.
Ÿ Penyiapan larutan Demulsifier
Surfaktan yang terpilih dilarutkan dalam
toluene. Campuran ini kemudian diaduk
menggunakan agitator agar homogen untuk
membentuk larutan demulsifier.
Gambar 4. Gambar skematis dari filter sentrifugal Ÿ Mencampurkan larutan Demulsifier kedalam
pelumas bekas
Larutan demulsifier ditambahkan kedalam
2.3. Metode pelumas bekas yang telah disiapkan dengan
Ÿ Pengukuran performa surfaktan dalam konsentrasi yang telah didapat dari hasil pada
pemisahan air dan menentukan konsentrasi poin 1, sementara motor sentrifugal bekerja.
optimalnya (Bottle Test) Campuran dibiarkan memisah selama
Dalam eksperimen ini, efek demulsifikasi beberapa waktu. Pelumas bekas yang telah

56 Jurnal Energi dan Lingkungan Vol. 13, No. 2, Desember 2017 Hlm. 53-60
dipisahkan kemudian dianalisa untuk melihat 3.1. 1. Pemisahan Air vs Waktu Settling
perbaikannya. Secara keseluruhan, seperti terlihat dalam Tabel 2,
waktu settling time tidak berpengaruh secara
signifikan dalam meningkatkan kemampuan
3. HASIL DAN PEMBAHASAN demulsifier. Dalam 5 menit ataupun 180 menit,
jumlah air yang dipisahkan relative sama.
3.1. Hasil Bottle Test Pemisahan air maksimal telah terjadi sempurna
Dalam eksperiment Bottle Test diamati efek dalam waktu 5 menit (Gambar 5 and Gambar 6)
demulsifikasi dari 3 larutan demulsifier yaitu: 25% kecuali untuk Tween 80 (Gambar 7). Performa
vol Tween 80, 25% vol NP- 9 and 25% berat SDS. Tween 80 meningkat seiring dengan waktu settling
Ketiganya dilarutkan dalam toluene. Pelumas yang diterapkan yang membuktikan bahwa efek
bekas yang telah diaduk rata dituangkan kedalam demulsifikasi dari Tween 80 tidak secepat dua
12 botol reaksi masing-masing sebanyak 100 mL. surfaktan yang lain. Tween 80 membutuhkan
Kemudian ditambahkan sebanyak 500, 700, 900 waktu lebih lama untuk memisahkan jumlah air
and 1100 ppm dari ketiga larutan demulsifier. yang sama dibandingkan NP-9 atau SDS.
Botol-botol tersebut kemudian diaduk hingga
diperoleh larutan yang homogen. Setelah langkah
ini, jumlah air yag dipisahkan kemudian diukur
dengan menuangkannya kedalam silinder ukur
dan membiarkannya selama beberapa waktu.
Proses pemisahan kemudian dilanjutkan dengan
memanaskannya dalam furnace hingga
temperatur 70oC selama 3 jam untuk mengamati
efek pemanasan terhadap pemisahan. Larutan
yang paling efektif dan paling efisien kemudian
ditentukan sebagai larutan demulsifier terpilih.
Hasil bottle tests dapat dilihat dalam Tabel 2.
Terlihat pada Tabel 2 performa yang ditunjukkan
ketiga larutan adalah jauh lebih baik dibandingkan
dengan hanya melakukan settling (blank) tanpa
larutan demulsifier yang hanya sebesar 4.5 mL. Gambar 5. Performa NP-9 vs Waktu Settling dan
Dapat dikatakan ini adalah jumlah air bebas yang setelah pemanasan
terkandung dalam sampel minyak pelumas bekas.
Kandungan air bebas dalam sampel adalah
sebesar 4.5%.

Table 2. Hasil eksperimen bottle test


Konsentras Air yang Dipisahkan
i (mL)
Demulsifier 5 30 60 120 180 Setelah
min min min min min Pemanasa
n
25% vol NP-9 in Toluene
1100 35 35 35 36 37
900 27.5 28 28 28.5 31 Gambar 6. Performa SDS vs settling waktu dan
700 31 31 31.5 32 34 setelah pemanasan
500 23 25 25 25.5 29
25% vol Tween 80 in Toluene
1100 12 13 13.5 14.5 17.5 31
900 17 17 18 18 18 33
700 11 12 14 16 16 31
500 10 12 18 19.5 22 26
25% weigh SDS in Toluene
1100 32 33 33 33 38
900 26 28 28.5 28.5 31
700 32 33 33 33 35
Gambar 7. Performa Tween 80 vs Waktu Settling
500 29 30 30 30 32 dan setelah pemanasan
Blank 4 4.5 4.5 4.5

Penggunaan Surfaktan ................ (Ade Syafrinaldy) 57


3.1.2. Pemisahan Air vs Konsentrasi untuk dianalisa.
Performa terbaik dari masing-masing larutan
demulsifier tercapai bukan pada konsentrasi 3.2.4 Hasil Eksperimen Pemisahan Air
tertinggi (lihat Gambar 5 – 7) yang mana Untuk setiap larutan demulsifier yang digunakan,
membuktikan hipotesis awal bahwa akan ada separator sentrifugal bekerja selama 6 jam.
konsentrasi optimal bagi setiap larutan demulsifier. Viskositas dari pelumas bekas ternyata cukup
Konsentrasi optimal dari larutan NP-9 terletak tinggi, pompa tidak mampu untuk mensirkulasinya
pada 700 ppm, SDS juga pada 700 ppm dan sehingga dibutuhkan pemanasan. Hasil
Tween 80 pada 500 ppm. Secara sekilas, Tween ditunjukkan pada Tabel 3 :
80 tampak lebih effisien dan efektif, namun jumlah
air yang dipisahkan oleh 500 ppm larutan Tween Table 3. Kandungan air dan kandungan sedimen
80 hanyalah sejumlah sepertiga daripada jumlah dari setiap sample yang diproses
air yang dipisahkan oleh NP-9 dan SDS
Sedime
3.1.3. Pemisahan Air dengan Pemanasan Water
Pelumas n
Setelah pengendapan, semua sample eksperimen No content Method Method
Bekas content
dipanaskan selama 3 jam pada temperatur 70oC. (% vol)
(% wt)
Pemanasan tidak terlalu mempengaruhi performa
NP-9 ataupun SDS. Ada sedikit perbaikan yang ASTM D ASTM D
1 Untreated 34.00% 12.30%
terjadi namun kuantitasnya sangat minimal 95 1796-11
sehingga dapat dikatakan tidak ekonomis ASTM D ASTM D
dibanding energi yang diberikan untuk pemanasan 2 6 hrs, NP-9 0.08% 6.56%
1744-92 1796-11
(Gambar 5 dan Gambar 6). Dilain pihak Gambar 7
menunjukkan performa Tween 80 meningkat ASTM D ASTM D
3 6 hrs, SDS 0.43% 5.11%
secara signifikan hampir dua kali lebih baik dengan 1744-92 1796-11
adanya pemanasan tersebut.

3.1.4. Konsentrasi Optimal dari Surfaktan 3.2.5 Karakterisasi Pelumas Bekas


Berdasarkan eksperimen Bottle Test, konsentrasi Karakterisasi dari pelumas bekas yang digunakan
optimal dari masing-masing demulsifier dapat meliputi 5 parameter yaitu :
ditentukan sebagai berikut: Ÿ Water content (WC)
o
Ÿ NP-9 : 700 ppm Ÿ Volatile Hydrocarbon Content (VHC, 105 C)
o
Ÿ SDS : 700 ppm Ÿ Solid Content (SC, 600 C)
Ÿ Tween 80 : 500 ppm Ÿ Non-volatile Hydrocarbon Content (NVHC)
o
Dengan pertimbangan lebih jauh, Tween 80 Ÿ Kinematic Viscosity (KV, 40 F)
dianggap tidak sebaik NP-9 ataupun SDS
dikarenakan performanya yang kurang baik. Tabel 4. Karakterisasi sample pelumas bekas
Tween 80 membutuhkan pemanasan dan waktu sebelum treatment
settling yang lebih lama untuk menyamai performa
demulsifier yang lain. WC VHC NVHC SC KV
(%vol) (%wt) (%wt) (%wt) (cSt)
3.2. Penggunaan Separator Sentrifugal

3.2.1. Penyiapan Sample Pelumas Bekas Pelumas 54 22.73 10.97 12.30 6,593
Sekitar 65 liter pelumas bekas dimasukkan Bekas
kedalam drum sentrifugal dan dipanaskan hingga
temperatur 60oC. Viskositas sample pelumas bekas memang
ternyata sangat tinggi seperti yang diduga
3.2.2 Penyiapan larutan Demulsifier sebelumnya. Untuk menurunkannya dibutuhkan
Surfaktan yang terpilih, NP-9 and SDS, dilarutkan panas sehingga pompa separator mampu
kedalam toluene hingga membentuk larutan mensirkulasinya.
demulsifier 25%. Campuran diaduk dengan
menggunakan agitator hingga homogen. Tabel 5. Karakterisasi sample pelumas bekas
setelah treatment dengan NP-9, 6 hrs
3.2.3 Penggunaan Larutan Demulsifier
Kira-kira 45 ml larutandemulsifier ditambahkan
kedalam 65 L pelumas bekas sementara motor
WC VHC NVHC SC KV
sentrifugal bekerja. Larutan 45 ml ini membentuk (%vol) (%wt) (%wt) (%wt) (cSt)
konsentrasi larutan total sebesar. 700 ppm.
Temperatur kerja separator sentrifugal diatur pada Pelumas 0.08 84.53 8.83 6.56 12,470
at 60oC. Campuran kemudian dibiarkan selama Bekas
satu jam. Lapisan atas dari campuran yang
merupakan lapisan minyak diambil samplenya

58 Jurnal Energi dan Lingkungan Vol. 13, No. 2, Desember 2017 Hlm. 53-60
Tabel 6. Karakterisasi sample pelumas bekas 4. KESIMPULAN
setelah treatment dengan SDS, 6 hrs Asumsi bahwa jika surfaktan dapat membentuk
emulsi minyak dalam air, ada kemungkinan
WC VHC NVHC SC KV surfaktan juga dapat memisahkan air dalam emulsi
(%vol) (%wt) (%wt) (%wt) (cSt) air dalam minyak dapat dikatakan terbukti secara
ilmiah.
Pelumas 0.43 71.83 22.63 5.11 14,130 Melalui beberapa eksperimen, 2 (dua) jenis
Bekas surfaktan yang biasa digunakan, NP-9 dan SDS
menunjukkan kinerja terbaik dalam memisahkan
3.2.6. Baku Mutu Air Limbah air dari minyak pelumas bekas. Minyak pelumas
Untuk memberikan informasi yang lebih bekas yang diproses menggunakan kedua jenis
komprehensif, air limbah yang dipisahkan surfaktan diatas dan separator sentrifugal
kemudian juga dianalisa dan dibandingkan dengan memenuhi target 5% kandungan air.
standar dari Peraturan Menteri Negara Kandungan air dapat diturunkan dari 34% ke
Lingkungan Hidup No. 19 Tahun 2010, tanggal 30 0.08% menggunakan NP-9 dan ke 0.43%
November 2010, Lampiran III. A. Quality Standard menggunakan SDS, masing-masing dengan
Waste Water Disposal from Petroleum Processing konsentrasi 700 ppm.
Activities. Namun untuk penurunan kandungan sedimen
tidak berjalan sesukses kandungan air. Target 3%
kandungan sedimen tidak dapat dicapai.
Tabel 7. Air Limbah yang dipisahkan menggunakan Penjelasan yang paling logis adalah bahwa
NP-9 and SDS sebagian besar zat padat yang terkandung dalam
pelumas bekas adalah berupa debu (ash).
Parameter Konsentrasi Metode Kandungan sedimen dalam pelumas bekas
Maksimum berkurang dari 12.30% ke 6.56% menggunakan
(mg/L) NP-9 dan ke 5.11% menggunakan SDS. Riset
lanjutan perlu dilakukan menggunakan coagulan
Standard NP-9 SDS
untuk membuat agglomerasi dari debu-debu
BOD 5 80 7380 7210 APHA Method tersebut sehingga dapat lebih cepat mengendap
5210 C Air limbah yang dihasilkan masih perlu
COD 160 9220 9220 APHA Method mendapatkan penanganan lebih lanjut sebelum
5220 D pembuangan. Konsentrasi BOD 5, COD, oil and
fat, dan ammonia masih jauh diatas standar kriteria
yang diijinkan.
Oil and Fat 20 560 1080 USEPA
Method 9071 B
DAFTAR PUSTAKA
Abdel Azim, A. Raheim, et.al., Demulsifier Systems Applied to
Dissolved 0.5 < 0.01 < 0.01 SNI 19-6964.4 Breakdown Petroleum Sludge, Journal of Petroleum Science
Sulfide and Engineering 78 (2011) 364-370, 2011

Ammonia 8 65.6 45.3 APHA 400 Bancroft, W.D., 1913. The theory of emulsification. J. Phys.
(NH3-N) NH3 F Chem. 17, 501–519

Bridjanian H., Sattarin M., Modern Recovery Methods in Used


Total 0.8 0.158 0.252 USEPA Oil Re-refining, Research Institute of Petroleum Industry,
Phenol Method 8041-A Tehran, I.R. of Iran, Petroleum & Coal 48(1), 40-43, 2006
Cheryan M. and Rajagopalan N., Membrane Processing of oily
Streams. Wastewater Treatment and Waste Reduction, J.
pH 6-9 7.08 6.65 SNI 06- Membr. Sci., 151 (1), 13-28, 1998
6989.11 C.N. Mulligan., Recent advances in the environmental
applications of bio-surfactants, Curr. Opin. Colloid Interface
Total 1000 856 1080 USEPA Sci. 14: 372-378, 2009
Organic Method 9060-A
C.N. Mulligan., Environmental applications for bio-surfactants,
Carbon Environmental Pollutant, 133: 183-198, 2005

Griffin, W. C. Classification of Surface Active Agents by HLB., J.


Tabel 7 menunjukkan bahwa mutu air limbah Soc. Cosmet. Chem., 1949, 1, 311-326.
yang dipisahkan gagal memenuhi kriteria baku
Griffin, W. C. Calculation of HLB valuess of Nonionic
mutu hampir di semua parameter utama. Air limbah Surfactants, J. Soc. Cosmet. Chem., 1954, 5, 249-256
hanya memenuhi kriteria parameter pH, Dissolved
Sulfide and Total Phenol. Sedangkan konsentrasi http://mdskribo.blogspot.com/2013/04/field-trial-
parameter BOD 5, COD, oil and fat, dan ammonia demulsifier.html
berada jauh diatas standar kriteria yang diijinkan http://petrowiki.org/Emulsion_treating_methods
Dapat disimpulkan secara jelas bahwa air limbah
yang dihasilkan harus ditangani lebih lanjut http://petrowiki.org/Oil_demulsification
sebelum dapat dibuang ke lingkungan.

Penggunaan Surfaktan ................ (Ade Syafrinaldy) 59


Hu,Guangji, et. al., Recent development in the treatment of oily Roodbari, Nastaran Hayati et. al., Tweens Demulsification
sludge from petroleum industry: A review, Journal of Effect on Heavy Crude Oil/Water Emulsion, Arabian Journal
Hazardous Material 261, 470-490, 2013 of Chemistry, King Saud University, 2011

ICI Americas Inc., The HLB System: A time-saving guide to Schramm, Laurier L., Emulsions, Foams and Supensions,
emulsifier selection, 1980 Fundamentals and Applications, Wiley-VCH Verlag GmbH &
Co, KGaA, 2005
Joseph, P.J. and Joseph, A., Microbial enhanced separation of
oil from a petroleum refinery sludge. Journal of Hazardous William C. Griffin, Classification of Surface-Active Agents by
Materials, 2008 HLB, 1949

Martins, I.M., Rodrigues, S.N., Barreiro, M.F., Rodrigues, A.E., Zaki, N.N., Abdel-Raouf, M.E., Abdel Azim, A. A., Propylene-
Polylactide-based thyme oil microcapsules production: oxide ethylene oxide block copolymers as demulsifiers in
evaluation of surfactants. Ind. Eng. Chem. Res. 50, 898, 2011 water in oil emulsions, I. Effects of molecular weight and
hydrophilic-lipophilic balance on demulsification efficiency,
Pyotr M. Kruglyakov, Hydrophile - Lipophile Balance of Monatsh Chem., 127, 621-629, 1996
Surfactants and Solid Particles: Physicochemical aspects
and applications. Studies in Interface Science Vol. 9: 1-391,
2000

60 Jurnal Energi dan Lingkungan Vol. 13, No. 2, Desember 2017 Hlm. 53-60

You might also like