Professional Documents
Culture Documents
43-Article Text-128-2-10-20210702
43-Article Text-128-2-10-20210702
43-Article Text-128-2-10-20210702
2, Oktober 2020
ISSN:2722-6026
Abstract
Poecilia reticulata is a type of small ornamental fish that lives in the dam located in the
Riau University campus. This study aims to understand the reproductive biology aspects of
that fish, especially sex ratio, gonadal developmental, fecundity, and egg diameter. The
fish was sampled 2 times/ week from March to May 2019. Total fish captured was 71 (44
males and 27 females). The ratio between male and female was 1 : 2.23 Male was bigger
than female. In males, the anal fin area modified into gonopodium, and there is a prominent
genital papilla. The males captured were in the 2st to 4th gonad maturity levels, while the
female ovaries filled with eggs that have developed embryos in several stages of
development (superfetation). The fecundity of the fish ranged from 10-60 eggs/fish. The
eggs were divided into five groups based on embryo development. The egg diameter in the
2nd stage was cream colored, no embryo inside, egg diameter was 1.03-1.78 mm. The eggs
in the 3nd stage were cream colored, 1.53-2.01 mm diameter, embryo unclear. In the 4nd
stage, the egg diameter was 2.01-2.25 mm, a small embryo present in each egg. In the 5nd
stage, the egg diameter was 2.29-2.48 mm, embryo well developed, eyes and backbone are
prominent and the eggs might be delivered soon.
1. PENDAHULUAN
menarik dibandingkan dengan betina sehingga ikan jantan lebih diminati oleh
masyarakat (Herawati, 2013).
Salah satu organisme yang hidup di perairan Waduk sekitar area kampus
Universitas Riau adalah ikan guppy (P. reticulata). Ikan guppy ini merupakan jenis
ikan yang sangat populer sebagai ikan hias. Ikan guppy ini awalnya berasal dari
Kepulauan Karibia dan Amerika Selatan yang juga dikenal sebagai million fish atau
rainbow fish, kemudian menyebar ke berbagai negara khususnya daerah tropis yaitu
salah satunya Indonesia. Ikan guppy yang di budidayakan masyarakat tersebut ada
yang lepas ke perairan umum seperti sungai, parit, danau, waduk dan lain-lain.
Ikan guppy berkembang biak dengan cara beranak, harga ikan ini juga relatif
murah, yakni sekitar Rp. 2.000,- sampai 3.000,-/ekor. sebagian ikan guppy yang lepas
ke perairan umum adalah ke Waduk Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas
Riau. Ikan guppy yang ada di waduk tersebut merupakan ikan introduksi, dimana
ikan guppy ini bukanlah ikan asli dari perairan waduk Faperika.
Untuk mendukung upaya pengelolaan sumber daya ikan guppy adalah
pengetahui dasar mengenai biologi reproduksi. namun sejauh ini, penelitian
mengenai biologi ikan guppy yang terdapat di waduk Fakultas perikanan dan
Kelautan Universitas Riau belum pernah dilakukan. Berdasarkan hal tersebut maka
penulis tertarik melakukan penelitian mengenai Biogi Reproduksi Ikan Guppy
(Poecilia reticulata) di Waduk Fakultas Perikanan dan Kelautan.
2. METODE PENELITIAN
Universitas Riau merupakan salah satu Universitas negeri yang ada di kota
Pekanbaru. Secara geografis Universitas Riau terletak diantara 101022’4” Bujur
Timur sampai 101023’09” Bujur Timur dan 0028’41” Lintang Utara sampai 0029’09”
Lintang Utara. Kampus Universitas Riau memiliki luas wilayah bangunan sekitar 20
ha dan sisanya berupa ruang terbuka hijau (RTH). Kampus Universitas Riau secara
104
104
104
Jurnal Sumberdaya dan Lingkungan Akuatik Vol.1, No.2, Oktober 2020
ISSN:2722-6026
105
105
105
Jurnal Sumberdaya dan Lingkungan Akuatik Vol.1, No.2, Oktober 2020
ISSN:2722-6026
Terdapat perbedaan papilla genital pada ikan guppy jantan dan betina. Ikan
guppy jantan memiliki papilla genital yang meruncing dan menonjol, sedangkan
papilla genital pada ikan guppy betina berbentuk bulat dan mempunyai lubang agak
besar. Papilla genital terletak di belakang anus dan di depan andropodium pada ikan
guppy.
14
12
jUumlah (Ekor)
10
8
Jantan
6 Betiina
4
0
M1 M2 M3 M4
Waktu
Dari Gambar 5 diatas dapat dilihat bahwa adanya perbedaan dari jumlah
tangkapan ikan guppy jantan dan betina pada setiap minggunya. Ikan guppy paling
banyak tertangkap pada minggu ketiga, yaitu berjumlah sekitar 25 ekor, yang
terdiri dari (12
ekor ikan jantan dan 13 ekor ikan betina). Sedangkan pada minggu pertama, kedua
dan keempat jumlahnya tidak jauh berbeda yaitu 15 ekor (9 jantan dan 6 betina),
106
106
106
Jurnal Sumberdaya dan Lingkungan Akuatik Vol.1, No.2, Oktober 2020
ISSN:2722-6026
21 ekor (15 jantan dan 6 betina), dan 10 ekor pada minggu keempat (8 ekor pada
ikan jantan dan 2 pada ikan betina).
Perbedaan jumlah tangkapan ikan guppy pada setiap minggunya berbeda-
beda mungkin disebabkan oleh keadaan cuaca dan ketersediaan makanan.
Pengambilan sampel minggu 1 dan ke 4 dilakukan pada saat terjadi hujan dengan
intensitas air yang tinggi. Pada saat terjadi hujan kedalaman perairan waduk
menjadi naik dan volume air menjadi tinggi, sehingga ikan guppy menyebar
kemana-mana, dan jumlah ikan guppy yang didapatkan juga sedikit. Sedangkan
pada minggu ke 2 dan 3 pengambilan sampel dilakukan pada saat cuaca mendung
tapi tidak terjadi hujan. Hal ini sesuai dengan pendapat Prasetyo et al dalam Asyari
dan Utomo (2006) yang menyatakan bahwa hasil penangkapan ikan di perairan
umum sangat tergantung pada musim atau cuaca. Pada saat cuaca mendung keadaan
perairan waduk dalam kondisi tenang dan ikan guppy banyak berada di sekitar
pinggiran waduk yang banyak tumbuhan air untuk ikan mencari makan, bermain,
dan menempelkan telurnya pada saat melakukan pemijahan. Kondisi seperti ini
merupakan habitat hidup yang sesuai dengan ikan guppy.
Nisbah Kelamin
Selama penelitian ikan guppy jantan lebih banyak tertangkap dibandingkan
ikan guppy betina (44 ekor ikan jantan dan 27 ekor ikan betina). Persentase ikan
guppy yang tertangkap selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.
107
107
107
Jurnal Sumberdaya dan Lingkungan Akuatik Vol.1, No.2, Oktober 2020
ISSN:2722-6026
mempengaruhi nisbah kelamin adalah pola makan, perbedaan distriusi, aktifitas dan
gerakan ikan.
Saputra et al. (2009) menyatakan apabila jumlah jantan dan betina seimbang
atau jantan lebih banyak didapat diartikan bahwa populasi tersebut masih sesuai
untuk mempertahankan kelestariannya.
Persentase nisbah kelamin ikan guppy jantan dan betina yang didapatkan
selama penelitian ini bervariasi setiap minggunya, ikan guppy jantan selalu lebih
banyak diperoleh dibandingkan dengan ikan guppy betina, tetapi tidak jauh berbeda
pada setiap sampling. Sex rasio dari ikan guppy jantan dan betina, dimana jumlah
jantan dan betina tidak begitu jauh berbeda menunjukkan bahwa pada saat memijah
ikan ini sifatnya berpasangan.
Perkembangan Gonad
Berdasarkan Cassei dalam Effendi (2006), tingkat perkembangan gonad ikan
jantan yang ditemukan pada penelitian ini adalah TKG II-IV. Karakteristik
perkembangan gonad jantan pada tiap tingkat perkembangan dapat dilihat pada
Gambar 7 di bawah ini.
Pada penelitian ini, ciri-ciri dari testes yang didapatkan selama penelitian adalah :
pada TKG II ukuran testes mulai membesar dan memanjang, berwarna cream dan
bentuk permukaannya halus. Pada TKG III ukuran testes lebih besar, berwarna
putih bening transparan dan bentuk permukaan bergerigi. Sedangkan pada TKG IV
ukuran testes besar dengan warna putih susu dan testis makin pejal.
Adapun tahap perkembangan ovari pada betina ditentukan berdasarkan
perkembangan embrio yang ada pada masing-masing telur.
Perkembangan embrio pada ikan guppy betina pada penelitian ini dibagi
menjadi 5 tahap. Dimana ikan betina dengan tingkat perkembangan ovari tahap I
tidak ditemukan. Sementara pada tahap perkembangan II ukuran ovari kecil,
berwarna putih cream, pada bagian ujung posterior ovari ikan terdapat telur yang
sudah besar, tapi embrio belum kelihatan. Pada tahap III ukuran telur sudah besar,
berwarna kuning, pada bagian ujung posterior ovari telur lebih besar, embrio kecil,
belum kelihatan dengan jelas. Pada tahap IV ukuran telur sudah besar, mata dan
tulang punggung pada embrio sudah mulai
108
108
108
Jurnal Sumberdaya dan Lingkungan Akuatik Vol.1, No.2, Oktober 2020
ISSN:2722-6026
terlihat, telur berwarna cream pekat. Pada tahap V telur sudah besar dan embrio
terlihat sangat jelas, warna hitam, di dalam telur sudah ada embrio yang
berkembang dengan sempurna dan anak ikan akan segera dilahirkan. Tahap
perkembangan embrio ikan guppy sesuai dengan tahap perkembangan embrio ikan
julung-julung (Santiani, 2018). Pada ikan guppy dalam satu ovari terdapat embrio
dalam berbagai tingkatan perkembangan yang tidak sama (Superfetation).
Fekunditas
Hubungan Fekunditas dengan Panjang Total (TL), Berat Tubuh (BT) dan
Berat Gonad (BG) pada ikan guppy dapat dilihat pada Gambar 8, 9 dan 10 dibawah
ini.
80 y = 0,8398x + 15,642
60 R² = 0,1671
Fekunditas (Butir)
r = 0,41
40
20
0
Fekunditas
0 20 40 60
TL (mm)
r= 0,83
40
20
0
0,00 0,50 1,00
109
109
109
Jurnal Sumberdaya dan Lingkungan Akuatik Vol.1, No.2, Oktober 2020
ISSN:2722-6026
80 y = 978,55x + 32,475
60 R² = 0,1003
Fekunditas (Butir) 40
r= 0,32
20
0
0,00 0,01 0,02 0,03
Diameter Telur
Tingkat perkembangan telur pada ikan guppy betina dibagi menjadi lima
tahap sesuai dengan tahap perkembangan embrio. Semakin bertambah tingkat
perkembangan embrio maka diameter telur akan semakin membesar. Telur pada
tahap II berwarna putih bening transparan, belum ada embrio yang terlihat di bawah
mikroskop, memiliki ukuran diameter 1,03-1,78 mm. Pada telur tahap III ukuran
telur sudah besar, berwarna cream, embrio kecil belum kelihatan dengan jelas,
ukuran diameter telur 1,53-2,01 mm. Pada telur tahap IV tubuh dan mata pada
embrio sudah terbentuk, dan tulang punggung juga sudah terlihat jelas, ukuran
diameternya 2,01-2,25 mm. Selanjutnya, pada telur tahap V tubuh larva sudah
terbentuk sempurna dan terlihat jelas, berwarna hitam, telur memiliki ukuran
diameter 2, 29-2,48 mm.
110
110
110
Jurnal Sumberdaya dan Lingkungan Akuatik Vol.1, No.2, Oktober 2020
ISSN:2722-6026
Hasil pengukuran suhu pada perairan Waduk Universitas Riau yaitu 28-290C. Suhu
tersebut masih dapat mendukung untuk pertumbuhan ikan guppy. Hal ini sesuai dengan
pendapat Kusumah et al. (2014) yang menyatakan bahwa, suhu yang baik untuk
pertumbuhan ikan guppy adalah berkisar 27,5-29,30C.
Hasil pengukuran kecerahan yaitu, berkisar 35-52 cm. Hal ini dikarenakan warna
perairan waduk di Universitas Riau yang jernih, sehingga tidak ada yang menghambat
intensitas cahaya matahari yang masuk kedalam perairan.
Kedalaman perairan waduk akan mempengaruhi intensitas cahaya yang masuk ke
dalam kolom air. Pescod dalam Sitorus (2009) menyatakan bahwa kedalaman perairan
yang baik untuk organisme berkisar 74-125 cm, hal ini disebabkan karena daya tembus
sinar matahari masih dapat tembus pada kedalaman tersebut, sehingga proses fotosintesis
dapat berlangsung dengan baik. Kedalaman perairan Waduk Universitas Riau berkisar
antara 70-100 cm. Kedalaman tersebut cukup sesuai dengan batas optimum untuk habitat
hidup ikan guppy.
Hasil pengukuran pH di Waduk Faperika adalah 6. Artinya kondisi perairan Waduk
Faperika bersifat asam. Hal ini sesuai dengan pendapat Effendie (2003) yang mengatakan
bahwa perairan dengan nilai pH = 7 adalah netral, pH<7 bersifat asam, sedangkan pH>7
bersifat basa. Biarpun kondisi perairan di Waduk Faperika agak asam, tetapi masih
dijumpai ikan guppy serta berbagai organisme lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa
keadaan waduk Faperika masih menunjang untuk kelangsungan hidup ikan guppy.
Hasil pengukuran karbondioksida bebas di perairan waduk Universitas Riau
selama penelitian berkisar 12-12,20 mg/L. berdasarkan hasil pengukuran tersebut
menunjukan bahwa perairan tersebut masih mendukung bagi kehidupan ikan guppy. Hal
ini sesuai dengan pendapat Fajri dan Agustina (2014) yang menyatakan bahwa
kandungan karbondioksida bebas sebesar 10 mg/L atau lebih masih dapat ditolerir oleh
ikan bila kandungan oksigen perairan juga cukup tinggi. Kebanyakan spesies dari biota
masih dapat hidup pada perairan ynag memiliki kandungan C02 bebas 60 mg/L.
Hasil pengukuran oksigen terlarut di perairan waduk Universitas Riau yaitu,
berkisar 3-3,5 mg/l. Kadar Oksigen terlarut tersebut masih dapat mendukung kehidupan
ikan guppy. Wardana dalam Sitorus (2009) menyatakan bahwa kandungan oksigen
terlarut yang masih mendukung bagi kehidupan organisme perairan secara normal adalah
minimum 2 mg/L.
Kesimpulan
Jumlah ikan guppy yang tertangkap selama penelitian adalah 71 ekor yang terdiri
dari 44 jantan dan 27 betina. Nisbah kelamin ikan guppy yaitu 1 : 0,61 dengan presentase
(62% : 28%). Ikan guppy jantan memiliki tubuh yang lebih kecil dibandingkan ikan
betina, sirip anal pada ikan guppy jantan mengalami modifikasi membentuk gonopodium
dan terdapat papilla genital yang menonjol. Ikan jantan hanya ditemukan pada TKG II-
IV. Ikan betina yang ditemukan berada pada tahap perkembangan ovari II – V. Ciri-ciri
ikan dengan ovari pada tahap II yaitu, ovari kecil, cream, ukuran telur hampir sama,
embrio belum kelihatan dan diameter telur 1,03-1,78 mm. Pada tahap III ukuran telur
membesar, cream, sebagian besar telur berisi embrio tapi belum kelihatan jelas,
diameter telur 1,53-2,01 mm. Pada tahap IV sebagian besar telur sudah besar, mata dan
tulang punggung pada embrio sudah terlihat, telur berwarna cream pekat, ukuran
diameter telur 2,01-2,25 mm. Selanjutnya, pada tahap V, sebagian besar telur sudah besar,
111
Jurnal Sumberdaya dan Lingkungan Akuatik Vol.1, No.2, Oktober 2020
ISSN:2722-6026
berwarna hitam, di dalam telur sudah ada embrio yang berkembang dengan sempurna dan
ukuran diameter telur 2,29-2,48 mm. Pada satu ovari terdapat telur dengan embrio yang
berada dalam berbagai tingkat perkembangan yang berbeda (superfetation). Fekunditas
ikan guppy berkisar antara 10-60 butir telur/ikan. Kualitas air di lokasi penelitian ini
masih cukup baik untuk mendukung kelangsungan hidup ikan guppy (P.reticulata).
Saran
Pada Penelitian ini tingkat kematangan gonad ikan guppy (P.reticulata) hanya
diketahui berdasarkan morfologi gonad saja. Untuk penelitian biologi reproduksi ikan
guppy selanjutnya, disarankan untuk melakukan pengamatan tentang struktur testes dan
ovari secara histologi, untuk mengetahui tingkat perkembangan gonad secara jelas dan
detail.
DAFTAR PUSTAKA
Alda, S. N. 2012. Studi Pembagunan Hutan Kota Universitas Riau Berdasarkan Persepsi
dan Preferensi Masyarakat Kampus. [Skripsi]. Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor. 52 hal.
Araujo, F. G., M. G Peixoto, B. C. T. Pinto, and T. P. Teixeira. 2009. Distribution of
guppies Poecilia reticulata (Peters, 1860) and Phalloceros Caudimaculatus
(Hensel, 1868) Along a Polluted stretch of the Paraiba do Sul River, Brazil. Braz.
J. Biol. 69 (1):41-48.
Asyari dan A. D. Utomo. 2005. Karakteristik, Habitat dan Stok Ikan Pada Beberapa Suaka
Perikanan Sungai dan Rawa Banjiran Di Kabupaten Oki, Sumatera Selatan.
Prosiding Forum Perairan Umum Indonesia Ke-1 Pusat Riset Perikanan Tangkap.
Jurnal Perikanan Indonesia. Vol. 8. (1). 293-298.
Effendie. M. I. 2006. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Bogor. 157 hal.
Effendie, H. 2003. Telaah Kualitas Biologis Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogjakarta. 148 hal.
Fajri, N. E dan R. Agustina. 2014. Penuntun Praktikum Ekologi Perairan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Riau. Pekanbaru. 136 hal.
Herawati, T. A. Yustiati. K. H Haq. 2013. Pengaruh Lama Waktu Perendaman Induk
Dalam Larutan Madu Terhadap Pengalihan Kelamin Anak Ikan Guppy (Poecilia
reticulata). Jurnal Perikanan dan Kelautan. Vol. 4. (3). (117-125).
Huwoyon, G. 2008. Pengaruh Pemberian Hormon Methyl testosterone pada Larva Ikan
Guppy (Poecilia reticulata) Terhadap Perubahan Jenis Kelamin. Jurnal Zoo
Indonesia. Volume XVII, Nomor 2: 49-54.
Kusumah, R.V. 2014. Biologi, Potensi, dan Upaya Budidaya Guppy (Poecilia reticulata)
Sebagai ikan Hias Asli Indonesia. Jurnal Balai Penelitian dan Pengembangan
Budidaya Ikan Hias. Vol. 6. (1). (7-26).
Putra, R. M., Windarti dan D. Efizon. 2016. Buku Ajar Biologi Perikanan. Unri Press.
Pekanbaru. 148 hal.
Putra, R. M., Windarti dan Efawani. 2017. Buku Ajar Ikhtiologi. Unri Press. Pekanbaru.
126 hal.
Santiani, Y. 2018. Aspek Biologi Reproduksi Ikan Julung-Julung di Perairan Umum
Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau. [Skripsi]. Fakultas perikanan
dan Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru. 65 hal.
112
Jurnal Sumberdaya dan Lingkungan Akuatik Vol.1, No.2, Oktober 2020
ISSN:2722-6026
113