Professional Documents
Culture Documents
Naskah Publikasi Unsyiah (Elly) - 2
Naskah Publikasi Unsyiah (Elly) - 2
META ANALISIS
Laily Rahmah
ABSTRACT
Previous studies have shown that organizational justice can affect job
satisfaction. Nevertheles the correlation between organizational justice and job
satisfaction showed varying results. The meta-analysis approach that used in
current study aims to see consistency of the correlation between procedural
justice, distributive justice and interactional justice and job satisfaction. Journals
used in this meta-analysis were 17 journals that includes 20 studies with 4606
subjects. The results of of meta-analysis showed that procedural justice,
distributive justice and interactional justice positivelly correlated with job
staisfaction. Procedural justice, distributive justice and interactional justice had
positive correlations were moderate {r1= 0,449; r2= 0,406 ;r3= 0,388) refers to a
95 % confidence interval, limits of acceptance are between 0,010<r1<0,888
;0,016<r2<0,829 ; -0,079<r3<0,856. So that the correlation coefficient of 0,449;
0,406 and 0,388 are within in the limits of acceptance. That is a significant
positive correlation between each of organizational justice aspects (procedural
justice, distributive justice , interactional justice) and job satisfaction are
acceptable. Finally, all of organizational justice aspects can act as predictor of job
satisfaction. a limited number of studies is the weaknesses of the study because
of the precision of a meta-analysis depends on the total sample used.
Keywords: organizational justice, procedural justice, distributive justice,
interactional justice, job satisfaction, meta analysis
PENDAHULUAN
Keadilan organisasi diidentifikasi sebagai salah satu nilai inti dari organisasi.
Selama puluhan tahun para peneliti telah menegaskan bahwa keadilan organisasi
merupakan perihal yang bersifat subjektif sebagai hasil dari persepsi karyawan
mengenai apa yang dianggap adil atau tidak adil dalam kehidupan organisasi.
Karyawan memiliki harapan yang tinggi terhadap keadilan yang diberikan organisasi
baik dalam hal pengalokasian, proses memutuskan dan perlakuan interaksional
pengambil keputusan dalam mengalokasikan sumber-sumber daya. Bahkan karyawan
akan bersedia untuk melakukan penyesuaian dengan berbagai kendala dan hambatan
yang terjadi dalam organisasi jika organisasi mampu menunjukkan kepercayaan,
kejujuran, simpati dan menjunjung tinggi martabat karyawan (Yadav dan Yadav, 2016).
Studi-studi awal tentang keadilan organisasi merujuk pada dua aspek yakni
1. Persepsi karyawan terhadap apa yang diterima sebagai (luaran) dan 2. Persepsi
karyawan terhadap proses yang menghasilkan luaran ( prosedur). Aspek yang
pertama dikenal sebagai Keadilan distributif (distributive justice) yakni persepsi
terhadap keadilan terkait pengalokasian sumber-sumber daya berdasarkan
pertimbangan antara masukan (Iput) dan luaran(Output). Aspek ini didasarkan hasil
studinya Adams. Aspek yang kedua dikenal sebagai keadilan prosedural (procedural
justice) yakni prosedur yang diadopsi organisasi dalam mengalokasikan sumber-
sumber daya yang menghasilkan luaran. Harapannya, luaran apapun harus bersifat
adil dan karyawan harus memiliki suara dan kontrol atas proses tersebut.
Selama lebih dari 40 tahun, keadilan organisasi telah diteliti secara intensif dan
menghasilkan bukti empiris terkait penyebab (anteceden) { seperti harapan terhadap
outcome, praktek organisasi ataupun karakteristik individu yang mempersepsi }
maupun dampaknya terhadap outcome {seperti performansi kerja, perilaku
kewargaan organisasi, intensi untuk keluar dari organisasi, komitmen organisasi dan
kepuasan kerja}. Temuan ini tidak terbatas hanya pada konteks organisasi bisnis
tetapi juga pada institusi pendidikan baik ditingkat pendidikan menengah maupun
pendidikan tinggi (Malik dan Naeem, 2011). Salah satu studi yang menyelidiki dampak
keadilan organisasi pada outcome adalah studi yang dilakukan oleh Charash &
Spector (2001). Studi tersebut membuktikan bahwa 1. keadilan prosedural merupakan
prediktor terbaik bagi performansi kerja dan perilaku kerja kontra produktif; 2. ketiga
aspek keadilan organisasi merupakan prediktor bagi kepuasan kerja dan komitmen
kerja afektif; dan juga menghasilkan temuan yang membuktikan bahwa 3. persepsi
terhadap ketidakadilan organisasi merupakan prediktor bagi reaksi emosi seperti
suasana hati and rasa marah.
Salah satu variabel yang banyak diteliti sebagai dampak dari keadilan
organisasi adalah kepuasan kerja. Banyak studi yang membuktikan bahwa keadilan
organisasi merupakan prediktor bagi kepuasan kerja. Di antaranya adalah yang
dilakukan oleh Charash dan Spector ,2001; Whisenant dan Smucker, 2009; Zainalpur,
2010; Dundar dan Tabancali, 2012; Imani Nojani dkk, 2012; Taheri dan Soltani, 2013;
serta Divkan , dkk (2013).
Metode
1. Formulasi masalah
Masalah yang muncul dalam studi meta analisis ini adalah adanya variasi hasil
penelitian-penelitian primer mengenai korelasi keterkaitan antara ketiga aspek keadilan
organisasi, yakni keadilan prosedural, keadilan ditributif dan keadilan interaksional
dengan kepuasan kerja. Oleh karena itu studi meta analisis dilakukan untuk melihat
hubungan antara dua variabel ( keadilan organisasi beserta tiga aspek-aspeknya
dengan kepuasan kerja) melalui metode meta analisis .
3. Evaluasi Data
Dari hasil penelitian yang diperoleh secara langsung dapat diketahui nilai r
sehingga transformasi harga nilai F dan t ke dalam nilai r tidak dilakukan.
Hasil Penelitian
2. Analisis Data
Pembahasan
Dalam studi meta analisis ini, dilakukan koreksi terhadap dua artefak yaitu
kesalahan pengambilan sampel (sampling error) dan kesalahan pengukuran (error
measurement). Pada artefak kesalahan pengambilan sampel, secara umum temuan
dari hasil studi dengan pendekatan meta analisis ini menunjukkan bahwa korelasi
ketiga aspek keadilan organisasi yakni keadilan prosedural, keadilan distributif dan
keadilan interaksional dengan kepuasan kerja tergolong sedang (moderate effect size)
berdasarkan kriteria dari Davis (dalam Kortlik, dkk, 2011). Korelasi antara ketiga aspek
keadilan organisasi (prosedural, distributif dan interaksional) dengan kepuasan kerja
secara berturut-turut adalah : 0,449; 0,406 dan 0,388. Angka-angka tersebut berada
dalam daerah penerimaan interval 95 % { 0,010 < r1 < 0,888; -0,016 < r2< 0,829 dan
-0,079<r<0,856}. Ini berarti terdapat hubungan positif dengan taraf sedang antara
keadilan prosedural, keadilan distributif dan keadilan interaksional dengan kepuasan
kerja. Keadilan prosedural dapat menjelaskan kepuasan kerja kira-kira 20% dari total
varians. Sedangkan keadilan distributif dan keadilan interaksional masing-masing
sekitar 16 % dan 11 %.
Penggunaan dari berbagai variasi aspek keadilan organisasi dalam berbagai
studi sejak awal sudah menjadi perihal yang diperdebatkan. Para peneliti ada yang
mengajukan dua aspek yakni keadilan distributif dan keadilan prosedural (Greenberg,
1990; Sweeney dan McFarlin, 1993 ). Dalam studinya, Sweeney dan McFarlin
menemukan bukti bahwa keadilan distributif lebih berkorelasi dengan person-level-
outcomes (seperti: kepuasan pada sistem gaji) dan keadilan prosedural lebih
berkorelasi dengan organization-level-outcomes(seperti komitmen organisasi). Peneliti
yang mengajukan dua aspek keadilan organisasi beranggapan bahwa keadilan
interaksional sudah termasuk dalam aspek keadilan prosedural. Ada pula yang
mengajukan empat aspek keadilan organisasi yakni keadilan distributif , keadilan
prosedural,keadilan interpersonal dan keadilan informasional (Colquitt, 2001). Namun
mayoritas para peneliti keadilan organisasi mengajukan tiga aspek yakni keadilan
distributif, keadilan prosedural dan keadilan interaksional (DeConinck, 2010; Liljegren
& Ekberg, 2009). Ada pula yang beranggan bahwa keadilan organisasi merupakan
multi aspek jadi tidak hanya sekedar dua, tiga atau empat aspek (Byrne dan
Cropanzano, 2000). Dalam studi meta analisis ini digunakan tiga aspek keadilan
organisasi. Hal ini didasarkan pertimbangan bahwa mayoritas studi tentang keadilan
organisasi menggunakan tiga aspek keadilan organisai.
Nilai korelasi dari tiap-tiap aspek keadilan organisasi terhadap kepuasan kerja
berbeda-beda namun perbedaannya tidak signifikan karena efek kekuatan ketiganya
dalam memprediksi kepuasan kerja masih dalam kategori yang sama yakni tergolong
sedang. Temuan ini menjadi bukti adanya kekuatan memprediksi yang sama dari
ketiga prediktor kepuasan kerja yang menjadi objek studi meta analisis ini. Hal ini juga
mengindikasikan bahwa ternyata individu menganggap keadilan organisasi baik
secara distributif, prosedural maupun kualitas hubungan interaksional dengan pihak
organisasi (dalam hal ini pihak manajemen ) sama pentingnya dalam menghasilkan
kepuasan yang dirasakan di organisasi tempat bekerja. Hal ini mendukung temuan dari
salah satu studi terdahulu yakni studi dari Tziner,Oren, Bar, dan Kadosh (2011) yang
membuktikan adanya kekuatan pengaruh yang relatif sama antara ketiga aspek
keadilan organisasi terhadap kepuasan kerja. Namun kontras dengan mayoritas
temuan studi-studi terdahulu yang menemukan kekuatan pengaruh yang lebih besar
pada salah satu aspek keadilan organisasi terutama aspek keadilan prosedural dan
aspek keadilan distributif yang secara bergantian menjadi prediktor yang paling
berpengaruh (Fatt, 2010; Nadiri dan Tanova, 2010; Yaghoubi, dkk 2012; Demir, 2016;
Kashif, Mahmood dan Aijaz, 2016; Hedidari dan Saeedi, 2012; Karimi, Alipour, Pour
dan Azizi, 2013; Abasi, Mohammadipour dan Aidi, 2014; Shafiee dan Gitifar, 2015).
Kepuasan kerja merupakan perasaan senang atau perasaan positif individu
sebagai hasil dari evaluasi terhadap pekerjaannya. Perasaan seperti ini akan muncul
manakala nilai yang ingin diperoleh dari organisasi (outcome) sebanding dengan nilai
yang dibutuhkan individu (Basaran, 1992 dalam Akbolat, Isik, Yilmaz & Akca, 2015).
Organisasi sangat menginginkan dimilikinya sikap kerja positif yang terekspresikan
sebagai kepuasan kerja pada karyawannya. Hal ini mengingat bahwa individu
merupakan aset penting organisasi yang dapat membantu memberikan keunggulan
kompetitif agar organisasi tetap dapat berumur panjang. Indiviu yang puas dengan
pekerjaannya diyakini cenderung memunculkan performansi kerja yang optimal. Untuk
itu organisasi perlu mengupayakan keadilan baik secara distributif, prosedural maupun
secara interaksional dalam praktek organisasi agar dapat dipersepsi secara positif oleh
karyawan. Praktek organisasi yang dianggap adil oleh karyawan akan memicu
munculnya kepuasan kerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Yildrim (2007 dalam
Akbolat, Isik, Yilmaz & Akca, 2015) yang menegaskan bahwa keadilan organisasi
berfungsi sebagai prediktor yang signifikan dari kepuasan kerja.
Dampak kesalahan pengambilan sampel pada ketiga korelasi secara berturut-
turut 5,26 % ; 6,15 % dan 5, 24 % sebesar. Terlihat ketiga angka tersebut tidak
berbeda secara signifikan, ketiganya tergolong relatif kecil . Hal ini menunjukkan
bahwa bias kesalahan yang terjadi karena kesalahan pengambilan sampel pada studi
ini adalah kecil. Salah satu kemungkinannya karena adanya heterogenitas sampel
yang digunakan oleh penelitian. Sebagaimana dapat dilihat pada tabel karakteristik
sampel, penelitian ini melibatkan beragam karakteristik subjek penelitian mulai dari
pegawai perusahaan ( di sektor publik dan swasta ; sektor industri dan jasa ) hingga
staf pengajar di institusi pendidikan mulai dari sekolah menengah hingga perguruan
tinggi.
Koefisien korelasi populasi setelah dilakukan koreksi kesalahan pengukuran
baik yang terdapat pada variabel indepen-den dan dependen dari ketiga hubungan
antara ketiga aspek keadilan organisasi dan kepuasan kerja secara berturut-turut
adalah 0,526027; 0,478813 dan 0,449587. Korelasi populasi sesungguhnya (ρ) secara
berturut-turut diestimasikan sebesar 0,068315; 0,063449; dan 0,0075875 dan SD
secara berturut-turut sebesar 0,261371; 0,251891 dan 0, 275454. Dengan
menggunakan interval kepercayaan sebesar 95% maka korelasi sebesar 0,526027;
0,478813 dan 0,449587 masih dalam batas yang diterima. Kesimpulan dari
perhitungan ini adalah ada hubungan yang positif antara ketiga aspek keadilan
organisas dengan kepuasan kerja. Dengan dampak variasi reliabilitas sebesar 0,776
% ; 1,281 % dan 0,483% . Variasi sebesar ini menunjukkan korelasi yang berbeda
antara mean populasi dan mean studi dalam penelitian yang disebabkan adanya
kesalahan pengukuran sebesar 0,776 % untuk keadilan prosedural dengan kepuasan
kerja; 1,281 % untuk keadilan distributif dengan kepuasan kerja serta 0,483% untuk
keadilan interaksional dengan kepuasan kerja.
Simpulan
Hasil meta analisis memberikan dukungan kepada mayoritas studi
sebelumnya, yakni terdapat hubungan positif yang signifikan antara ketiga aspek
keadilan organisasi yakni: keadilan distributif, keadilan prosedural dan keadilan
interaksional dengan kepuasan kerja. Ketiga aspek keadilan organisasi tersebut
memiliki kekuatan pengaruh dalam taraf yang sedang.
Saran
Studi-studi yang dianalisis dalam meta ini menggunakan tiga aspek keadilan
organisasi secara bersamaan. Sebaiknya untuk penelitian mendatang perlu dilakukan
meta analisis secara khusus dengan menggunakan salah satu aspek keadilan untuk
dapat melihat dampaknya secara lebih spesifik pada kedua aspek kepuasan kerja
yakni kepuasan internal dan kepuasan eksternal. Hal ini untuk menguji temuan
penelitian yang menegaskan bahwa tiap-tiap aspek keadilan organisasi memberikan
dampak yang berbeda-beda pada luaran (outcomes) organisasi termasuk pada
variabel kepuasan kerja (Colquitt, dkk, 2001).
Minimnya jumlah studi yang digunakan dalam meta analisis ini menjadi salah
satu keterbatasan. Ada kemungkinan jika sampel yang digunakan lebih banyak dapat
memaksimalkan koreksi terhadap kesalahan pengambilan sampel dari studi-studi
terkait. Untuk itu sebaiknya untuk penelitian mendatang perlu dilakukan penambahan
jumlah studi mengingat keakurasian dari pendekatan meta analisis sangat dipengaruhi
jumlah sampel terutama untuk koreksi kesalahan pengambilan sampel (sampling
error).
DAFTAR PUSTAKA