Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 15

Model Kompetensi Komunikasi Bisnis Lintas Budaya Indonesia dan Jerman

Merlyn Marantika Bamanty1, Puji Lestari2, Dewi Novianti3


Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
1,2,3

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta


1,2,3
Jalan Babarsari 2, Tambakbayan, Yogyakarta 55281, Indonesia
Email: bamantymerlyn@gmail.com1; puji.lestari@upnyk.ac.id2*; dewinoviantiupn916@gmail.com3
*corresponding author

Abstract
Kabul Art Gallery is a company that offers batik paintings in Yogyakarta. The majority of customers are
foreigners from several countries including Germany. The purpose of this study is to find a competences
model in cross-cultural business communication, especially between Indonesian sellers and German buyers.
This study uses descriptive qualitative methods with interviews, documentation, library research, and
observation as data collection methods. This research is based on Spitzberg’s cross-cultural communication
competences theory, which embraces motivation, knowledge, and skills. The results of this study found a
cross-cultural business communication competency model Kabul Art Gallery in the form of the motivation
of the seller of the painting, the knowledge of paintings and foreign languages, as well as the ability to
bargain with foreign languages ​​that are often won by Indonesian sellers. Successful cross-cultural business
communication brings benefits in developing business in a global scope. The contribution of this research is
in the form of a cross-cultural communication competences model that can be applied to other companies.
Keywords: Model of communication competition, Cross-curtural business communication, Communication of
Indonesia Germany

Abstrak
Kabul Art Gallery adalah perusahaan yang menawarkan lukisan batik di Yogyakarta. Mayoritas pelanggan
adalah orang asing dari sejumlah negara termasuk Jerman. Tujuan penelitian ini untuk menemukan model
kompetensi komunikasi bisnis lintas budaya, khususnya antara penjual Indonesia dan pembeli Jerman. Penelitian
ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan wawancara, dokumentasi, penelitian kepustakaan, dan
observasi sebagai metode pengumpulan data. Penelitian ini didasarkan pada teori kompetensi komunikasi
lintas budaya Spitzberg, yang menganut motivasi, pengetahuan, dan keterampilan. Hasil penelitian ini
menemukan model kompetensi komunikasi bisnis lintas budaya Kabul Art Gallery berupa adanya motivasi
penjual lukisan, adanya pengetahuan berupa lukisan dan bahasa asing, serta kemampuan dalam tawar menawar
dengan bahasa asing yang kerap dimenangkan oleh penjual Indonesia. Komunikasi bisnis lintas budaya
yang berhasil melahirkan manfaat dalam mengembangkan usaha dalam ruang lingkup global. Kontribusi
penelitian ini berupa model kompetensi komunikasi lintas budaya yang dapat diterapkan pada perusahaan lain.
Kata kunci: Model kompetisi komunikasi, komunikasi bisnis lintas budaya, Komunikasi Indonesia Jerman

Pendahuluan pegawai, pekerja sosial, mahasiswa di negara


Di era digital, kemajuan teknologi komunikasi lain ditentukan oleh kompetensi dalam mengatasi
dan transportasi telah memungkinkan manusia masalah-masalah budaya. Tanpa pemahaman
di berbagai penjuru dunia saling mengenal dan antarbudaya atau lintas budaya, seseorang
berinteraksi dengan erat hanya melalui ponsel yang tinggal di lingkungan budaya lain hanya
(Setiawan, 2018). Dewasa ini budaya asing mengalami frustasi dan bahkan mengalami
telah menjadi bagian penting bagi penduduk di kegagalan dalam pekerjaan. Hal ini serupa dengan
suatu negara. Komunikasi yang efektif harus penelitian Musannaa (2012) yang menyatakan
dilakukan untuk menjalin kerjasama dengan bahwa kearifan lokal mengandung nilai-nilai
pihak lain, seperti mitra bisnis, sejawat, atau potensial yang diperlukan untuk mewujudkan
orang manapun yang dapat memberikan pendidikan yang lebih bermakna dan relevan
keuntungan. Keberhasilan diplomat, pengusaha, dalam situasi lintas budaya. Proses kearifan lokal

1
2 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 1, April 2019, halaman 1-15

yang diperlukan dalam komunikasi lintas budaya seorang profesor Jerman haruslah dipanggil
guru harus ada, agar guru dapat memberikan dengan sebutan “Profesor” bukan “Bapak”,
perhatian yang seimbang. Pebisnis yang tidak Profesor Matinger bukan Bapak Matinger.
hanya menjual produknya dalam lingkup lokal Sebagaimana dalam konteks bisnis selain
atau nasional, namun pasarnya lebih luas yaitu bahasa verbal, adapula kerumitan etika dalam
internasional. Ketika pasarnya memasuki negara bahasa nonverbal, misalnya ketika orang Jerman
lain, maka mempelajari bahasa yang dimiliki mengetukkan jarinya di atas meja artinya sebuah
oleh negara tersebut menjadi penting. Setidaknya penghargaan atas penampilan atau pertunjukan
mampu menguasai bahasa internasional yaitu yang ditunjukan, sedangkan di Indonesia
bahasa Inggris meskipun negara yang sama- memberikan penghargaan dengan cara applause
sama berbahasa Inggris juga belum tentu saling atau tepuk tangan. Hal ini menjadi bagian dari
memahami. Kendala bahasa dapat terjadi etika komunikasi yang harus dipenuhi dalam
di antara dua negara yang berbahasa sama. proses komunikasi bisnis khususnya dalam lintas
Seorang pebisnis yang melakukan budaya. Cara berbicara di luar kata-kata yang
pekerjaannya di era digital harus dapat kita ucapkan, seperti volume suara, intonasi,
menyelesaikan kesulitan-kesulitan untuk nada suara, dan sebagainya juga mengandung
memahami etika komunikasi dengan lawan makna tertentu. Penggunaan ruang dan waktu
bisnis. Bangsa-bangsa berlainan mendefinisikan perlu diperhatikan. Tanpa memahami konsep
konsep-konsep kebenaran, tanggung jawab, waktu budaya calon mitra bisnis, seorang
rasionalitas, objektivitas, kesopanan, pebisnis yang datang ke suatu negara asing
penghinaan, kebebasan atau kebohongan secara mengalami kegagalan bisnisnya. Jadi, dalam
berlainan pula. Budaya-budaya bisnis yang negosiasi antarbudaya, proses komunikasi
berbeda menyarankan etika berbicara dan etika yang terjadi jelas lebih rumit daripada dalam
perilaku nonverbal yang berbeda. Contohnya, negosiasi dengan orang-orang yang berbudaya
berbohong untuk menjaga harmoni hubungan sama (Mulyana, 2015: 6-10). Hal ini serupa
sosial lebih dapat diterima dalam budaya timur dengan penelitian yang dilakukan Silintowe
daripada keterusterangan dalam budaya barat dan Pramudita (2017) yang menyatakan
yang akan menyinggung perasaan. Dengan bahwa proses komunikasi bisnis lintasbudaya
kata lain, apa yang dianggap kebohongan melibatkan persepsi, interpretasi, dan evaluasi
dalam budaya Barat mungkin dianggap sopan perilaku seseorang, serta mengacu pada low
santun dalam budaya Timur (Mulyana, 2015:5). context culture dan high context culture. Ketiga
Komunikasi antarbudaya memiliki hal tersebut tergantung pada budaya seseorang
kerumitan etika bahasa verbal. Kesulitan bisa yang nantinya menentukan makna yang melekat.
muncul saat pertama kali bertemu dengan Penelitian tersebut fokus pada Alila Hotel Solo,
calon mitra bisnis Salleh (2008). Bagaimana penelitian ini membahas mengenai model
cara menyapanya, menggunakan gelarnya komunikasi bisnis lintas budaya di Kabul Art
untuk menghormatinya atau memanggil nama Gallery. Penelitian lain yang membahas mengenai
pertama supaya cepat akrab. Orang Indonesia komunikasi bisnis lintas budaya dilakukan oleh
sering menyamaratakan budaya Amerika Lestari, Hendariningrum, dan Prayudi (2011).
dengan orang barat lainnya. Berbeda dengan Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa
negara Jerman, hal itu dianggap kasar karena pengusaha perak Jawa dan Padang saling
yang mempunyai gelar dipanggil berdasarkan berkomunikasi dengan melibatkan budaya
jabatan yang dimiliki (Mulyana, 2015:7). (nilai-nilai budaya), sosiobudaya (pengalaman
Salah satu contoh dari kasus di atas adalah antaretnik), dan psikobudaya (prasangka sosial).
Merlyn et al. Model Kompetensi Komunikasi Bisnis ... 3

Model kompetensi komunikasi antarbudaya pengetahuan, dan keahlian komunikasi (Lestari,


Spitzberg yang meliputi; motivasi, pengetahuan, 2007). Seseorang atau pebisnis memahami dan
dan keahlian berkomunikasi, telah teruji untuk mengetahui cara-cara berkomunikasi bisnis
kasus di Indonesia, khususnya pengusaha yang baik dan efektif dengan lawan bisnisnya
perak etnik Jawa dan Padang. Penelitian yang berbeda budaya, misalnya segi bahasa,
ini berfokus pada komunikasi bisnis yang budaya, karakter, maka membuat bisnisnya
terjadi di mengenai model komunikasi bisnis berjalan lancar. Setelah pebisnis mengetahui
lintas budaya antara Indonesia dan Jerman. pengetahuan yang luas, motivasi akan muncul.
Penelitian yang dilakukan Nugroho, Motivasi adalah potensial kekuatan yang ada
Lestari, dan Wiendijarti (2012) mengenai dalam diri dan dapat dikembangkan sendiri
pola komunikasi antarbudaya Batak dan yang dapat memengaruhi hasil kinerja dalam
Jawa di Yogyakarta. Hasil penelitian tersebut bisnis (Sriwidodo dan Haryanto, 2010).
menyatakan bahwa pola budaya suku Batak di Kemudian yang terakhir adalah keahlian, yaitu
UPN “Veteran” Yogyakarta dan masyarakat kemampuan untuk mengetahui informasi tentang
asli Yogyakarta berbeda. Mahasiswa suku budaya partner bisnisnya. Menganalisis dan
Batak di UPN “Veteran” Yogyakarta memiliki memproses informasi tersebut menjadi perilaku
pola budaya low context dan masculinity, komunikasi bisnis anatarbudaya yang layak
sedangkan masyarakat asli Yogyakarta memiliki atau tepat. Dengan kata lain, mitra bisnis dapat
pola budaya high context dan femininity. Pola mengetahui apa yang ingin dikatakan dan dapat
komunikasi yang terjalin telah memasuki mengatakannya secara benar kepada mitra bisnis
tahap komunikasi antarbudaya yang dinamis, lainnya yang memiliki budaya yang berbeda
karena telah melalui tahap interaktif dan Kabul Art Gallery Yogyakarta adalah
transaksional. Masalah komunikasi antarbudaya perusahaan yang bergerak di bidang seni, yaitu
yang terjadi yaitu, dalam penggunaan bahasa, lukisan batik. Perusahaan tersebut berdiri sejak
persepsi, bentuk-bentuk komunikasi non-verbal, tahun 1980. Kabul Art Gallery Yogyakarta
makanan, dan interaksi sosial, tetapi keduanya yang sudah berkembang selama 37 tahun
mampu memaknai dan memahami bentuk mempunyai sebuah struktur yang sistematik
kebudayaan yang berbeda. Mahasiswa Batak dalam pengoperasian perusahaannya. Struktur
yang menjadi pendatang mau mempelajari, tersebut menjadi sebuah pola komunikasi
memahami, dan menyesuaikan diri dengan berbisnis. Ketika perusahaan sudah mengetahui
karakteristik serta bentuk-bentuk komunikasi pola yang dapat menaikkan perekonomian,
yang ada di masyarakat Yogyakarta. Penelitian maka pola itu tetap dipertahankan
ini fokus pada komunikasi binsis lintasbudaya agar berjalan meningkat secara statis.
yang terjalin antara Indonesia dan Jerman. Hasil wawancara pada 13 Oktober 2016
Menurut Spitzberg dan Cupach (Lestari, bersama pemilik Kabul Art Gallery Yogyakarta
2007), kompetensi komunikasi bisnis bernama Kabul sering di panggil dengan
antarbudaya adalah kemampuan dalam sebutan maestro. Kabul yang berasal dari kota
berperilaku komunikasi bisnis dengan tepat dan Klaten, terlahir dari keluarga di kampung yang
efektif dalam suatu hubungan, baik secara verbal memproduksi batik. Kabul belajar bagaimana
maupun non-verbal. Komunikasi dikatakan tepat cara membatik dari keluarga dan tetangganya.
apabila sesuai dengan harapan dalam hubungan Ketika orang tua tidak mampu untuk membiayai
tersebut. Dikatakan efektif bila bisa mencapai kuliah dan memilih untuk berprofesi sebagai
tujuan komunikasinya. Kompetensi komunikasi tukang becak yang berkeliling di kawasan
antarbudaya meliputi tiga hal yaitu motivasi, Malioboro dari sore hingga malam. Kemampuan
4 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 1, April 2019, halaman 1-15

melukis Kabul sudah terlihat sejak umur 11 tahun. Faktanya tidak semua pegawai menguasai bahasa
Kabul pun memberanikan diri menawarkan hasil Jerman, atau setidaknya bahasa Inggris sebagai
lukisan pada pelanggan becaknya. Sejak itu bahasa internasional. Menurut Anica Nabe (25),
beliau mulai dikenal oleh banyak orang terutama salah satu informan sekaligus konsumen Kabul
tukang becak sejawatnya. Menabung sedikit Art Gallery Yogyakarta asal Jerman, terkadang
demi sedikit akhirnya beliau dapat membeli dirinya tidak memahami bahasa yang digunakan
sebuah gudang di jalan Timoho nomor 29- oleh pegawai Kabul Art Gallery Yogyakarta.
A, Baciro, Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Aksen bicara pegawai yang kurang jelasan
Daerah Istimewa Yogyakarta. Selama 36 tahun dalam pengucapan. Indonesia terkenal dengan
berjalan Kabul Art Gallery Yogyakarta pernah penduduknya yang sangat ramah namun penuh
mengalami penurunan yaitu pada saat bom Bali maksud, sehingga informan merasa kurang
tahun 2002 dan 2005. Dua tahun kemudian setelah nyaman ketika pegawai memperbolehkan
keamanan negara telah dibersihkan dari ancaman melakukan apa saja di dalam tokonya. Sebagai
teroris, pariwisata di Indonesia mulai membaik contoh ketika ada simbol dilarang memotret,
dan berkembang. Prinsip kesuksesan dari Pak pemilik Kabul Art Gallery Yogyakarta memaksa
Kabul selama ini ialah jujur, pantang menyerah informan untuk berfoto bersama dengan salah
dan konsisten. Tak ada hari esok jika hari ini bisa satu lukisan. Informan sempat mencurigai
dilakukan, tidak ada nanti jika sekarang bisa. jikalau setelah foto informan harus membeli
Menurut data yang diperoleh dari perusahaan lukisan tersebut. Bagi pembeli Jerman ini sikap
KabulArt Gallery, saat ini rata-rata 90% pelanggan yang tidak konsisten. Pernyataan yang sama pula
terdiri dari warga negara asing (30% orang oleh Antje (51) sebagai informan lainnya. Antje
Jerman) dan 10% dari Warga Negara Indonesia. dibingungkan oleh faktor bahasa, bahwa tidak
Omset pun telah mencapai miliaran rupiah memahami ketika pegawai memberitahu dimana
pertahun, maka dari itu pentingnya komunikasi letak toilet. Antje memahami setelah pegawai itu
serta pelayanan yang baik harus dilakukan. Hal menjelaskan dengan bahasa non-verbal, dengan
tersebut dapat meningkatkan kepuasan pelanggan tangannya yang menunjukkan ke arah toilet berada.
dan memperluas pangsa pasar. Uniknya tanpa Melihat kebudayaan orang Jerman yang
melalui media internet Kabul Art Gallery sedikit pendiam, kaku dan displin, pegawai
Yogyakarta selalu mendapati satu bus setiap Kabul Art Gallery Yogyakarta harus memahami
minggu. Pola komunikasi bisnis yang Kabul Art karakter tersebut. Sehingga tidak menimbulkan
Gallery Yogyakarta ambil, ialah melalui word rasa bingung, cemas dan pikiran yang tidak
of mouth (mulut ke mulut) juga bermitra atau konsisten pada orang Indonesia. Menurut
kerjasama dengan agent tour. Terbiasa dengan sekretaris sekaligus tangan kanan Kabul Art
kehidupan yang keras, Kabul menggunakan Gallery Yogyakarta, Suprapti, terdapat 30%
pendekatan secara langsung pada pembeli, pengunjung berasal dari Jerman dan 50%
yaitu memberikan penawaran dan memasarkan diantaranya berbahasa Jerman. Diperlukan sales
produk dengan harga bersahabat. Pendekatan atau pegawai yang dapat menguasai bahasa
ini baik bagi bisnisnya karena mampu membuat Jerman, baik bahasa formal maupun non-formal
pembeli lebih nyaman jika ingin bernegosiasi. termasuk slang. Faktanya ada sales yang tidak
Sebagian wisatawan mancanegara kompeten dalam berbahasa dengan benar dan
khususnya berasal dari Jerman yang berlibur tidak mengetahui banyak mengenai budaya dari
ke Indonesia datang ke Kabul Art Gallery negara lain khususnya negara Jerman. Walaupun
Yogyakarta. Pegawai dan pekerja harus mampu mengalami kendala bahasa, Kabul Art Gallery
menguasai bahasa dan budaya orang Jerman. Yogyakarta selalu mempunyai pengunjung setiap
Merlyn et al. Model Kompetensi Komunikasi Bisnis ... 5

hari. Dapat dikatakan saat ini Kabul menjadi Definisi dalam ketiga komponen tersebut
seorang millyader. Keunikan lainnya ialah sebagai berikut (Lestari, 2007: 90-91): (1)
justru 90% pengunjung terdiri dari orang asing, motivasi komunikasi bisnis antarbudaya,
sedangkan gudang dan toko ada di dalam negeri. yaitu keinginan untuk membuat kesan yang
Masalah di atas membuat penulis tertarik untuk bagus dalam berkomunikasi bisnis dengan orang
melakukan penelitian tentang model kompetensi yang berbeda budaya agar komunikasi berjalan
komunikasi bisnis lintas budaya antara penjual secara efektif; (2) pengetahuan komunikasi
Indonesia dan pembeli Jerman di Kabul Art bisnis antarbudaya yaitu pengetahuan
Gallery Yogyakarta. Dari latar belakang yang seseorang pebisnis tentang cara berkomunikasi
telah dipaparkan, tujuan penelitian ini untuk bisnis yang baik dan efektif dengan pebisnis
menemukan model kompetisi dalam komunikasi lainnya yang berbeda budaya; dan (3) keahlian
bisnis lintas budaya, khususnya antara penjual komunikasi bisnis antarbudaya yaitu
Indonesia dan pembeli Jerman. kemampuan untuk mengetahui informasi tentang
Teori Spitzberg dan Willian Cupach, budaya mitra bisnisnya, dapat menganalisis dan
Kompetensi Komunikasi Antarbudaya: memproses informasi tersebut menjadi perilaku
Komponen Kompetensi Komunikasi Brian komunikasi bisnis antarbudaya yang layak
Spitzberg dan William Cupach (Lestari, 2007:90) atau tepat. Dengan kata lain, mitra bisnis dapat
menyatakan perilaku komunikasi itu tepat dan mengetahui apa yang ingin dikatakan dan dapat
efektif dalam satu hubungan tertentu, baik secara mengatakannya secara benar kepada mitra bisnis
verbal maupun nonverbal. Komunikasi dikatakan lainnya yang memiliki budaya yang berbeda.
tepat apabila sesuai dengan apa yang diharapakan Dalam penjelasan model kompetensi
dalam hubungan tersebut. Dikatakan efektif komunikasi antarbudaya menurut Spitzberg
apabila bisa mencapai tujuan komunikasinya (Lestari, 2007: 82) mengemukakan beberapa
(Lestari, 2007:90). Terdapat tiga komponen dalil, antara lain: (1) apabila motivasi meningkat,
kompetensi komunikasi yang menurut Spitzberg maka kompetensi komunikasi meningkat;
dan Cupach (Wirman, Yozani, Sari, dan Yesicha, artinya kompetensi yang dirasakan sebagian
2018), berupa: (1) motivation (reward potential, tergantung pada seberapa besar keinginan
objectives and goals, & anxiety); (2) knowledge seseorang untuk membuat kesan yang baik dan
functions (interactions, speech act, linguistic, berkomunikasi secara efektif. Orang mungkin
management, homeostatic, coordinative), lebih termotivasi jika mereka percaya diri dan
dan (3) skills (composure, interaction melihat adanya harapan untuk memperoleh
management, altercentrism, expressiveness). penghargaan tertentu; (2) apabila pengetahuan
Ketiga hal tersebut saling terkait satu komunikasi meningkat, kompetensi komunikasi
sama lainnya dalam menentukan outcomes meningkat; selain harus termotivasi, orang juga
(sppropriateness, effectiveness) dalam context membutuhkan pengetahuan tentang komunikasi
(culture, place, relations, purpose). Lebih yang efektif. Semakin orang memahami
jelas dapat dilihat pada model gambar 1. bagaimana berperilaku dalam situasi tertentu,
Kombinasi antara motivasi, pengetahuan dianggap semakin kompeten. Pengetahuan
dan keterampilan komunikasi mengarahkan komunikasi ini diperoleh dengan mengamati
seseorang untuk tampil secara meyakinkan apa yang dilakukan oleh orang lain, dengan
dalam berbagai pertemuan dengan orang lain. bertanya bagaimana seharusnya berperilaku,
Melihat penampilan seseorang, orang lain dengan mengikuti studi formal, maupun dengan
yang terlibat dalam komunikasi akan menilai belajar secara trial and error; dan (3) apabila
kompetensi komunikasi orang tersebut. keahlian komunikasi si aktor meningkat,
6 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 1, April 2019, halaman 1-15

Gambar 1 Model Kompetensi Komunikasi Antarbudaya Spitzberg


Sumber: Samovar dan Porter, (2000:377); Lestari, (2007: 81)

kompetensi komunikasi aktor meningkat. berikut: a) Motivasi komunikasi, diukur melalui


Orang yang termotivasi untuk menjadi efektif hal-hal yang mendukung motivasi komunikasi
dan yang mempunyai pengetahuan tentang bisnis antarbudaya yaitu: (1) adanya percaya
komunikasi masih harus bertindak dengan cara diri dalam berkomunikasi bisnis dengan orang
yang konsisten dengan pengetahuan komunikasi yang berbeda budaya, (2) harapan akan adanya
mereka. Ketrampilan adalah tindakan atau imbalan yang relevan dalam berkomuniakasi
serangkaian tindakan yang berorientasi pada bisnis dengan orang dari budaya lain, (3) adanya
tujuan yang bisa dikuasai dan diulang dalam pendekatan kepribadian yang relevan dalam
situasi yang tepat. Semakin banyak ketrampilan berbisnis dengan orang yang berbeda budaya,
yang dipunyai, orang semakin mampu menyusun (4) Harapan adanya rasio antara biaya yang
pesan agar komunikasi tepat dan efektif. dikeluarkan dengan keuntungan yang akan
Indikator yang digunakan untuk melihat diperoleh; b) Pengetahuan komunikasi bisnis
kompetensi komunikasi bisnis antar penjual antarbudaya, diukur dengan: (1) pengetahuan
Indonesia dengan pembeli Jerman (diadaptasi tentang prosedur komunikasi bisnsis dengan
dari Spitzberg dalam Samovar dan Porter, orang yang berbeda budaya, (2) pengetahuan
2000:377; dalam Lestari, 2007:91-92) sebagai tentang penguasaan strategi komunikasi bisnis
Merlyn et al. Model Kompetensi Komunikasi Bisnis ... 7

dengan orang yang berasal dari budaya yang dari Jerman; 2) Penyajian data dilakukan dengan
berbeda, (3) pengetahuan tentang identitas diri mendeskripsikan data yang sudah direduksi, serta
dan perbedaan peranan dalam komunikasi bisnis menyajikan dalam bentuk gambar; 3) Penarikan
antarbudaya, (4) pengetahuan tentang perbedaan kesimpulan dilakukan dengan menarik inti terkait
watak dan perilaku komunikasi bisnis dnegan data yang sudah dikumpulkan berupa mengenai
orang yang berbeda budaya, (5) pengetahuan cara Kabul Art Gallery Yogyakarta dalam
tentang relasi yang akrab dngan mitra bisnis dari menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi
budaya yang berbeda; c) Keahlian komunikasi oleh perusahaan, serta model komunikasi
bisnis antarbudaya, diukur dengan: (1) fokus kompetensi lintasbudaya yang tercipta; dan
pada orang yang diajak berkomunikasi bisnis 4) Validitas data dengan teknik trianggulasi
antarbudaya, (2) koordinasi komunikasi dengan sumber dalam menguji kevaliditasan dari data
orang yang berbeda budaya, (3) ketenangan yang ada, yaitu dengan meminta pertimbangan
dan kepercayaan dalam berperilaku, (4) penuh pihak lain atas isu yang sedang diteliti.
perhatian dan penuh perasaan (empati), dan (5)
adaptasi pembicaraan (verbal dan nonverbal). Hasil Penelitian dan Pembahasan
Segmentasi Pasar Kabul Art Gallery
Metode Penelitian Yogyakarta
Jenis penelitian ini adalah deskriptif Pembeli lukisan Kabul Art Gallery yang
kualitatif. Lokasi penelitian di kantor Kabul datang mempunyai latar belakang kepentingan:
Art Gallery Yogyakarta di Jalan Timoho (1) bisnis: seseorang yang melakukan jual beli
nomor 29-A, Baciro, Gondokusuman, Kota barang. Dalam kasus ini pebisnis ialah pembeli
Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta lukisan dari kabul Art Gallery kemudian pembeli
55165. Objek penelitian ini adalah model tersebut menjual kembali. Pembeli ini akan
komunikasi kompetensi lintasbudaya. Teknik mendapatkan harga khusus sebagai reseller.
pengumpulan data dilakukan dengan (Hamidi, Seorang pebisnis akan memperhatikan kualitas
2004): 1) wawancara mendalam dengan dari lukisan yang dibelinya dan juga lukisan
pemilik Kabul Art Gallery Yogyakarta, pihak yang bersertifikat. Sehingga ketika pebisnis
pemasaran atau sales, dan sepuluh konsumen tersebut membeli lukisan yang kualitas yang
Kabul Art Gallery Yogyakarta yang berasal bagus dan punya sertifikat asli, maka pebisnis
dari Jerman; 2) observasi mengenai model tersebut dapat menjualnya dengan harga tinggi.
kompetensi komunikasi bisnis lintasbudaya Apalagi jika menjual lukisan tersebut di Eropa
antara penjual Indonesia dan pembeli Jerman di atau Amerika, pembeli Eropa dan Amerika akan
Kabul Art Gallery Yogyakarta dengan metode mementingkan segi kualitas barang atau lukisan;
observasi nonpartisipan; 3) Dokumentasi (2) kolektor: seseorang yang mengumpulkan
berupa dokumen-dokumen menyangkut dana atau orang yang mengumpulkan benda untuk
upaya yang dilakukan pendiri sekaligus koleksi (prangko, benda bersejarah, lukisan dan
pemilik Kabul Art Gallery Yogyakarta dalam sebagainya yang sering dikaitkan dengan minat
menjalankan komunikasi bisnis lintasbudaya atau hobi). Kolektor disini ialah seseorang yang
diantara penjual Indonesia dan pembeli Jerman. mempunyai hobi untuk mengoleksi lukisan unik,
Teknik analisis data dilakukan dengan antik, dan juga dengan motif yang hanya satu-
(Moleong, 2011): 1) Reduksi data yang satunya di dunia. Kolektor berani membayar
menggolongkan data dan membuang data yang dengan harga tinggi. Bagi Kabul Art Gallery
tidak terkait hasil pengumpulan data dengan akan sangat menyenangkan jika mendapat
penelitian ini, misalnya data umur pengunjung pelanggan kolektor; (3) wisatawan: seseorang
8 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 1, April 2019, halaman 1-15

atau kelompok yang berwisata; pelancong dan tersebut. Diimbangi dengan proses penyampaian
turis. Wisatawan terdiri dari dua yaitu wisatawan pesan secara non verbal, diantaranya; senyuman,
mancanegara yang berasal dari luar negeri dan kontak mata, jabat tangan, gerakan tangan,
wisatawan domestik yang berasal dari dalam anggukan, penjual membelai atau menyentuh
negeri. Para wisawatan yang datang ke Kabul gambar pada lukisan, nada suara dan volume
Art Gallery mayoritas berasal dari mancanegara, suara pembeli yang lebih keras sehingga
terbanyaknya dari negera Belanda, Jerman, pembeli memberikan perhatian yang dijelaskan
Perancis. Wisatawan mengenal Kabul Art Gallery oleh penjual mengenai produk atau lukisan.
dari agen tour and travel yang sudah bekerja Pada gambar 2, pesan juga disampaikan
sama dengan perusahaan Kabul Art Gallery. secara non-verbal melalui sebuah sign/
Rombongan wisatawan yang biasanya datang tanda. Tanda tersebut berarti pembeli yang
menggunakan bus besar ini paling disenangi oleh datang ke Kabul Art Gallery Yogyakarta
Bapak Kabul karena rombongan ini berpotensi dilarang mengambil foto gambar lukisan.
untuk berhasil melakukan transaksi pembelian Tujuannya untuk menghindari adanya plagiasi
lukisan. Setelah transaksi selesai, lukisan yang karya. Penyampaian pesan dapat dikatakan
dibawa pulang akan terpromosikan dengan efektif ketika terjadi secara langsung, proses
sendirinya melalui word of mouth oleh para komunikasi yang terjadi di Kabul Art Gallery
pembeli. Promosi ini menjadi media yang bagus berlangsung secara tatap muka. Hal ini
bagi kemajuan eksistensi Kabul Art Gallery; dan dikarenakan ketika berkomunikasi secara
(4) accidentally: arti kata accidentally dalam tatap muka maka penjual dan pembeli akan
bahasa Indonesia adalah secara kebetulan. menggunakan lisan untuk saling bertukar
Kabul Art Gallery terkadang mempunyai pikiran dan pesan, keuntungannya adalah
pembeli yang secara kebetulan melewati atau kecepatan. Artinya penjual akan mengetahui
sedang mencari toko lukisan Kabul Art Gallery, ekspresi, tanggapan atau respon dengan segera
kemudian mengunjungi kabul Art Gallery yang diberikan oleh pembeli. Pembeli secara
yang terletak di kota Yogyakarta. Pembeli aktif merespon atau memberikan umpan balik
accidental seperti ini biasanya dibawa oleh para dalam bentuk pertanyaan dan penyataan.
tukang becak dari malioboro, secara Kabul Art Media
Gallery sudah diketahui banyak tukang becak. Kabul Art Gallery Yogyakarta masih
Elemen-elemen Komunikasi Bisnis mengunakan strategi pemasaran konvensional
Pesan dalam penjualan. Kabul Art Gallery tidak
Proses komunikasi yang terjadi antara
penjual dan pembeli di Kabul Art Gallery
menciptakan komunikasi secara verbal dan
non-verbal. Penyampaian pesan secara verbal
berupa kata-kata terjadi pada saat penyampaian
materi produk atau lukisan terkait mengenai
keunggulan, harga produk atau lukisan, keunikan,
kualitas, cara merawat, dan jumlah produk yang
terbatas (hanya ada satu setiap gambar). Penjual
juga menyampaikan keunggulan atas produk
yang ditawarkan, bahwa lukisan yang dijual Gambar 2 Larangan memotret lukisan di dalam
dijamin tidak akan ada yang menyamai. Setiap Kabul Art Gallery Yogyakarta
pembeli mendapat sertifikat keaslian atas lukisan Sumber : Dokumen Penelitian, (2016)
Merlyn et al. Model Kompetensi Komunikasi Bisnis ... 9

menggunakan jasa internet seperti website, toko pegawai cleaning service, pegawai tersebut tidak
online, dan lainnya melalui internet. Penjualan dapat menjawab dengan bahasa Inggris. Akhirnya
lukisan Kabul Art Gallery kini hanya disediakan hanya dengan jawaban gerakan tubuh dan bantuan
di Kabul Art Gallery Yogyakarta, juga saat sales lainnya dengan bahasa yang terbata-bata.
ada pameran-pameran kesenian. Media yang Masalah dalam segi bahasa pun beragam.
digunakan oleh Kabul Art Gallery yaitu media Selain kurangnya memahami bahasa lawannya,
ceta. Selain media cetak Kabul Art Gallery juga bahasa “slang” pun kerap menjadi hambatan
menggunakan beberapa cara diantaranya: (1) dalam berkomunikasi. Terkadang pembeli
brosur. Brosur adalah suatu alat untuk promosi mengunakan bahasa slang. Hal ini menjadi suatu
barang, jasa dan lain-lain, yang terbuat dari kertas masalah ketika penjual tidak mengerti dengan
yang dimana di dalamnya terdapat sejumlah bahasa tersebut. Bahasa slang adalah bahasa yang
informasi dan juga penawaran mengenai tidak resmi dan belum baku. Biasanya anak-anak
jasa atau produk tersebut. Kabul Art Gallery muda menggunakan bahasa ini. Bahasa slang
memanfaatkan brosur dengan cara menyebarkan dapat membingungkan karena multitafsir. Selain
ke berbagai perusahaan agen perjalanan, dan bahasa slang, pengucapan bahasa/pronounce
pada pengunjung saat pameran berlangsung; (2) yang tidak jelas atau clear juga menjadi noise.
bermitra. Mengajak kerja sama dengan tour Pengucapan yang tidak jelas membuat pembeli
and travel, tukang becak di kawasan Malioboro bertanya berulang kali atau menanyakan kembali
supaya membawa pembeli ke Kabul Art Gallery apa yang telah diucapkan oleh penjual.
Yogyakarta, mengajukan proposal kerjasama ke Gangguan atau noise lainnya berasal
kedutaan Indonesia sehingga dapat bergabung dari sisi kebudayaan, yaitu negosiasi dan
di pameran kesenian Luar Negeri secara gratis; toleransi. Kebudayaan warga Indonesia selalu
(3) word of mouth, menjaga hubungan menolerir dan berlakunya tawar-menawar
dengan pembeli. Hal utama yang membuat atau negosiasi dalam kehidupan sehari-hari.
perusahaannya besar ialah media pemasaran Terlihat dalam kehidupan sehari-hari, mulai
melalui mulut ke mulut (word of mouth) dari para dari yang terkecil misalnya ketika berada
pembeli yang puas, juga bekerja sama dengan di pasar pembeli Indonesia akan menawar
teman-temannya yang dulu sesama tukang becak harga barang menjadi lebih murah meskipun
untuk membawa pelanggan mereka ke galery-nya. harga sudah sangat murah. Bagi warga Eropa
Menurut Kabul media yang paling efektif dengan kebudayaan langsung membeli,
ialah bermitra. Media ini dapat mendatangkan tawar-menawar masihlah asing, khususnya
setidaknya tiga bus yang setiap bus berisi kurang warga Jerman. Nilai-nilai warga Jerman yang
lebih 30 orang. Setelah dijumlahkan minimal lurus, disiplin, dan kaku membuat perbedaan
terdapat 90 orang yang akan datang mengunjungi dengan nilai-nilai di lingkungan masyarakat
Kabul Art setiap minggunya. Dari 90 orang, Kabul Indonesia. Contoh sebuah kejadian di
selalu mendapati pembeli setidaknya 10 orang. lapangan saat ada gambar larangan memotret.
Noise atau Gangguan Pengunjung yang berasal dari Jerman menaati
Berdasarkan hasil observasi selama penelitian peraturan. Tidak disangka pemilik Kabul
terdapat berbagai hambatan atau noise dan Art Gallery mengijinkan bahkan menyuruh
kendala dalam proses penyampaian pesan oleh seorang pembeli Jerman untuk mengambil
penjual Kabul Art Gallery. Hal tersebut meliputi gambar lukisan. Kejadian ini membuat
bahasa dan kebudayaan. Dalam segi bahasa, pembeli Jerman sedikit menjadi canggung dan
ketika pengunjung menanyakan letak toilet bingung. Pembeli Jerman tersebut berpikir
menggunakan bahasa Inggris kepada salah satu ketidakkonsistenan dalam membuat aturan.
10 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 1, April 2019, halaman 1-15

Setelah peneliti melakukan konfirmasi kepada


Kabul, ternyata larangan memotret berlaku
untuk foto close up secara rinci (detail) dengan
kamera professional misalnya SLR. Sedangkan
memotret hanya untuk mengabadikan diri sendiri
di ruangan penuh lukisan tersebut menggunakan
ponsel tidaklah menjadi sebuah masalah.
Penjual atau pemasaran Kabul Art Gallery
memiliki beberapa kiat untuk meminimalisir
hambatan-hambatan tersebut, diantaranya: (1)
terus berlatih berbicara dengan orang-orang Gambar 3 (sales) yang mengenakan pakaian batik,
Jerman yang tinggal di Indonesia. Sering saat menjelaskan pada pengunjung Jerman dengan
bahasa Jerman.
mendengarkan percakapan orang Jerman supaya
Sumber: Dokumen Peneliti, (2016)
paham dan fasih mengucapkan bahasa Jerman,
oleh pembeli Jerman berupa; kerutan dalam
(2) update dengan perkembangan negara
dahi yang menandakan kebingungan, senyuman
Jerman atau negara lainnya supaya dapat lebih
mengartikan ketertarikan, mengangkat tangan
memahami kondisi pembeli Jerman atau pembeli
karna ada yang ingin diketahui. Secara verbal,
mancanegara lainnya yang datang, dan (3)
respon yang diberika pembeli Jerman ialah
menjalin hubungan dan komunikasi yang baik
dengan menanyakan mengenai kualitas produk
dengan setiap pembeli, menyesuaikan bahasa
dan proses membatik atau pembuatan lukisan.
yang digunakan dengan umur lawan bicaranya.
Model kompetensi komunikasi bisnis Kabul
Feedback atau respon dan dampak
Art Gallery Yogyakarta
Proses interaksi dalam komunikasi yang
Di dalam konteks penelitian ini, penjual
dilakukan oleh penjual Indonesia terlihat
harus memiliki kompetensi atau kemampuan
ketika pemasaran atau sales yang langsung
berkomunikasi untuk mengajak pengunjung
berhadapan (face to face) terhadap pembeli
tertarik untuk membeli produk tersebut. Adapun
Jerman. Pihak sales menyampaikan materi
indikasi dalam kompetensi komunikasi penjual
produk yang meliputi harga produk, keunikan,
Indonesia dan pembeli Jerman yaitu motivation,
keunggulan, kualitas, cara merawat, dan jumlah
knowledge, skills, digambarkan sebagai berikut:
produk yang terbatas (hanya ada satu setiap
Perbandingan nilai-nilai budaya dan
gambar). Hal ini dilakukan supaya pembeli
kompetensi antara penjual Indonesia dan
tertarik untuk membeli produk yang ditawarkan.
pembeli jerman dijelaskan sebagai berikut:
Pemasaran atau sales juga harus menyampaikan
(1) motivation atau motivasi, adanya sebuah
keunggulan atas produk yang ditawarkan. Setiap
keinginan untuk mendapatkan penghargaan
pembeli mendapatkan sertifikat keaslian atas
potensial, tujuan objektif, ataupun sebuah
lukisan tersebut. Pembeli yang datang ke Kabul
kecemasan. Menuntut dan mendorong
Art Gallery Yogyakarta-pun dilarang untuk
seseorang untuk berani melakukan interaksi
mengambil foto gambar lukisan. Tujuannya
kepada orang lain. Penjual Indonesia terdorong
untuk menghindari adanya plagiat dalam gambar
memiliki kompetensi karena munculnya
lukisan. Kabul bahkan tidak ingin mengambil
keinginan meraih keuntungan dari penjualan
resiko dengan berpromosi melalui website.
produk yang ditawarkan, target penjualan
Interaksi yang dilakukan terkadang searah dan
dalam sebulan, dan meraih peringkat tertinggi
terkadang dua arah dengan respon yang cukup
sehingga mendapatkan bonus. Berbagai hal
baik. Respon yang diberikan secara non-verbal
Merlyn et al. Model Kompetensi Komunikasi Bisnis ... 11

Gambar 4 Model komunikasi dua arah antara penjual Indonesia dan pembeli Jerman
Sumber: Riset lapangan, (2016)
yang membuat pembeli Jerman termotivasi Yogyakarta memberikan kursus bahasa asing
untuk membeli produk yang ditawarkan, tambahan untuk para pegawai pemasaran. Hal
yaitu keunikan, harga murah, berkualitas, dan ini diberikan karena pengetahuan pegawai
pride. Pembeli yang berkepentingan untuk mengenai kebudayaan negara masing-masing
bisnis/menjadi reseller tentu melihat dari sisi pembeli tidak sepenuhnya dimengerti.
kualitas barang, pembeli yang membeli untuk Sehingga penjual harus mengikuti tata cara
sebuah oleh-oleh yang mementingkan harga budaya orang barat yaitu Amerika dan Eropa
yang murah, pembeli kolektor mencari sifat sehingga pembeli dapat lebih nyaman dan
keunikan barang dan pembeli accidentally tidak ada kesalahpahaman dalam bernegosiasi
yang datang secara kebetulan misalnya karena dan berkomunikasi. Salah satunya mempelajari
melewati Kabul Art Gallery kemudian singgah tata cara budaya barat dari nilai-nilai budaya
untuk melihat. Pembeli Jerman yang berlibur Jerman: disiplin, tepat waktu, sulit bernegosiasi
di Indonesia tentunya menginginkan buah maka menawarkan harga harus sewajarnya.
tangan atau handycraft khas Indonesia yaitu Informasi pengetahuan yang didapatkan
batik. Namun terkadang batik berupa pakaian pembeli Jerman mengenai Indonesia yaitu
susah untuk dikenakan di negaranya. Sehingga tentang produk olahan batik yang berkualitas.
mereka tertarik untuk mengunjungi pabrik Hal ini membuat pembeli Jerman tertarik
batik yang dapat digunakan sebagai hiasan dengan keunikan, keunggulan, dan proses
dinding atau lukisan. Lukisan dengan teknik produksi batik. Pembeli pun juga mengerti
membatik jauh berbeda dengan lukisan yang mengenai sifat kebudayaan Indonesia, bahwa
ada dinegaranya dengan cara dilukis dengan kebudayaan Indonesia yang selalu bernegosiasi
kuas pewarna. Alasan inilah yang memotivasi dalam segala hal, ramah, dan tentunya selalu
pembeli untuk datang ke Kabul Art Gallery menaikkan harga pasar ketika seorang warga
Yogyakarta; (2) knowledge atau pengetahuan, negara asing membeli produk di Indonesia.
setelah termotivasi seseorang harus memiliki Maka pembeli Jerman yang sudah mulai
pengetahuan tentang lawan bicaranya. terbiasa dengan keadaan negara Indonesia
Penjual Indonesia di Kabul Art Gallery akan mencoba menawar sedikit harga yang
harus paham mengenai product knowledge, diberikan oleh penjual. Saat peneliti mencoba
dari harga, kualitas barang, kuantitas, dan bergabung dengan penjual dan menyimak
cara perawatannya. Tidak hanya itu, penjual apa yang sedang dibicarakan, ternyata ada
Indonesia pun harus mengetahui asal lawan juga salah satu pembeli Jerman yang sedang
bicaranya, sehingga bahasa dan kebudayaannya berusaha bernegosiasi soal harga dengan
bisa diselaraskan. Pemilik Kabul Art Gallery penjual di Kabul Art Gallery Yogyakarta.
12 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 1, April 2019, halaman 1-15

Nampaknya negosiasi tersebut dimenangkan Seorang penjual harus dapat bernegosiasi produk
oleh pihak penjual Indonesia, terbukti dengan yang ditawarkan dengan harga tinggi, mengolah
kelihaian cara berbicara dan pengaturan bahasa kalimat dengan halus untuk menggiring
penjual Indonesia dapat mempertahankan harga penjualnya ikut tertarik dengan keunikan dan
yang ditawarkan sejak awal dan pembeli Jerman keunggulan atas produk yang dijual. Penjual
yang menyerah; (3) skills atau keahlian. Indonesia yang telah terbiasa sehari-hari dengan
Kabul Art Gallery Yogyakarta saat ini hanya kehidupan tawar-menawar atau negosisasi lebih
menyediakan penjualan secara langsung di mampu mempertahankan harga yang penjual
galery Yogyakarta dan juga pameran di berbagai Indonesia tawarkan. Setelah peneliti amati di
negara. Sehingga memberikan kursus di sekolah lapangan, keberhasilan kemampuan tawar-
bahasa pada setiap pegawainya adalah cara menawar penjual Indonesia dengan pembeli
terbaik bisa mempromosikan lukisannya pada Jerman adalah mayoritas. Keberhasilan yang
pembeli mancanegara. Setiap bagian sales harus diraih oleh pihak penjual Indonesia lebih
menguasai setidaknya dua bahasa yaitu bahasa besar dibandingkan pihak pembeli Jerman.
Inggris dan bahasa asing lainnya. Setiap sales Penjual Indonesia dapat memainkan harga yang
dikursuskan dengan bahasa yang berbeda-beda, ditawarkan dengan keuntungan yang tetap besar,
antara lain bahasa Jerman, Belanda, Mandarin, cara yang paling berhasil ialah menaikkan harga
Spanyol dan Perancis. Hal ini dimaksudkan kemudian memberikan diskon seolah-olah
supaya pembeli dari mancanegara tidak kesulitan orang Indonesia mengikuti kemauan pembeli
berkomunikasi dengan penjual Indonesia di supaya merasa puas telah berhasil menurunkan
Kabul Art Gallery Yogyakarta. Pegawai yang harga, namun dibalik tawar menawar itu penjual
dapat berbahasa lebih dari satu diantaranya; Indonesia sudah merasa terpuaskan dengan
Priyo (50) sebagai sales dengan spesialis bahasa nilai yang didapat. Skill seorang penjual harus
Jerman dan Spanyol, Agus (41) sebagai sales selalu diasah untuk mendukung komunikasi
dengan kemampuan bahasa Belanda dan Perancis, lintas budaya dengan wisatawan asing, seperti
Tukiman (52) sebagai kepala kebersihan juga halnya penelitian yang dilakukan oleh Astina
dapat menjadi bagian pemasaran dapat berbahasa dan Ketut (2016) tentang komunikasi lintas
Mandarin dan melayani tamu domestik. Bahasa budaya antara pedagang lokal dengan wisatawan
yang pemasaran miliki cukup dimengerti lawan asing di Pantai Sanur. Hasil tersebut menyatakan
bicaranya. Melalui pelatihan dan pembelajaran bahwa pedagang harus memiliki karakter
bahasa dan budaya di tempat kursus membuat yang terbuka dan ramah terhadap orang asing,
semakin hari kemampuan pegawai semakin serta menguasai bahasa dalam bernegosiasi.
membaik. Dari sisi keahlian pembeli Jerman, Kabul Art Gallery sudah terbukti dapat
data yang diperoleh yaitu pembeli Jerman bernegoisasi dengan baik ditunjukkan dalam
yang sudah berusia lanjut lebih kesulitan untuk keberhasilan memenangkan harga jual beli.
berbahasa Inggris. Ini menjadi masalah dan Model kompetensi komunikasi bisnis
mengganggu proses komunikasi antara pembeli lintasbudaya antara penjual Indonesia dan
dan penjual, dimana lebih banyak yang datang pembeli Jerman di Kabul Art Gallery yang telah
pembeli Jerman yang berusia lanjut sedangkan peneliti amati dapat disimpulkan pada gambar 5.
tidak semua penjual Indonesia di Kabul Art Model kompetensi komunikasi bisnis
Gallery berbahasa Jerman. Keahlian bahasa lintasbudaya yang digambarkan sesuai
menjadi hal yang penting dalam bernegosisasi. dengan komponen kompetensi komunikasi
Skill berikutnya yang harus dimiliki oleh penjual Brian Spitzberg dan William (Adha, 2017)
dan pembeli yaitu cara bernegosiasi dengan baik. yang menyatakan bahwa individu yang
Merlyn et al. Model Kompetensi Komunikasi Bisnis ... 13

Gambar 5 Model kompetensi komunikasi bisnis lintasbudaya penjual Indonesia dan pembeli Jerman di
Kabul Art Gallery
Sumber: Dokumen Peneliti, (2016)

ingin berkomunikasi secara tepat dan efektif penelitian tersebut menyatakan bahwa
harus memiliki motivasi, pengetahuan, dan kompetensi komunikasi antarbudaya dapat
kemampuan. Gambar 5 memiliki arti, yaitu: tercapai melalui proses kepekaan antarbudaya,
penjual atau pembeli harus memiliki sebuah kesadaran antarbudaya, dan ketrampilan
alasan untuk termotivasi melakukan komunikasi berkomunikasi antarbudaya. Perusahaan yang
bisnis; setelah termotivasi penjual atau pembeli memiliki kompetensi antarbudaya mampu
harus memiliki sebuah pengetahuan tentang sukses dan mempertahankan kesuksesan dalam
apa yang akan dikomunikasikan, pada siapa bisnis global. Hal ini terlihat dari pemiliki
akan berbicara sehingga penjual atau pembeli Kabul Art Gallery yang dalam meningkatkan
dapat menentukan bahasa dan topik percakapan kompetensi komunikasi melalui pelatihan dan
yang tepat saat berkomunikasi; motivasi dan pembelajaran bahasa dan budaya di tempat
pengetahuan harus didukung pula dengan kursus. Faktor-faktor yang dapat memengaruhi
keahlian yaitu, kemampuan dalam berbahasa kemampuan dalam berbahasa adalah motivasi
jerman, kemampuan dalam bersikap ketika pekerja sebelum berinteraksi, pengetahuan
berhadapan dengan pembeli Jerman dan komunikasi dari pekerja, kesan pekerja dan
kemampuan dalam bernegosiasi nilai harga. interaksi yang dilakukan (Vidyarini, 2017).
Apabila motivation, knowledge dan skills sudah Meskipun terdapat hambatan dari segi bahasa,
terpenuhi maka komunikasi akan berlangsung pengucapan yang kurang jelas dan kurangnya
secara dua arah dengan baik. Hal ini sesuai alat bantu pengeras suara, hal itu tidak terlalu
dengan penelitian yang dilakukan oleh Luthfia menjadi masalah bagi pembeli Jerman dan
(2014) mengenai pentingnya kesadaran penjual Indonesia untuk saling berinteraksi.
antarbudaya dan kompetensi komunikasi Keberhasilan dari proses komunikasi bisnis
antarbudaya dalam dunia kerja global. Hasil tersebut ialah dengan adanya transaksi jual beli.
14 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 1, April 2019, halaman 1-15

Simpulan Lestari, P. (2007). Stereotip Dan


P e n e l i t i a n i n i menghasilkan model Kompetensi Komunikasi Bisnis
komunikasi kompetensi bisnis pada Kabul Art Antarbudaya Bali Dan Cina (Studi Di
Gallery, yaitu menggunakan model kompetensi Kalangan Pengusaha Perak Bali Dan
komunikasi bisnis lintasbudaya yang tidak Cina). Jurnal Ilmu Komunikasi, 4(1).
berbeda dengan teori Spitzberg yaitu model https://doi.org/10.24002/jik.v4i1.230
kompetensi komunikasi antarbudaya. Kabul Lestari, P., Hendariningrum, R., &
Art Gallery Yogyakarta menggunakan konsep Prayudi, P. (2011). Kompetensi
tersebut diawali dengan rasa motivasi ingin Komunikasi Bisnis Lintas Budaya.
menjual lukisan, mendapatkan keuntungan dan Jurnal Ilmu Komunikasi, 9(3), 250-265.
mendapatkan sebuah bonus. Kemudian setelah Luthfia, A. (2014). Pentingnya Kesadaran
termotivasi maka penjual akan mempelajari Antarbudaya dan Kompetensi Komunikasi
pengetahuan mengenai latar belakang pembeli Antarbudaya dalam Dunia Kerja Global.
Jerman seperti bahasa yang berbeda, kebudayaan Humaniora, 5(1), 9-22. https://doi.
cara melayani pembeli Jerman. Kemudian org/10.21512/humaniora.v5i1.2976
setelah mempunyai knowledge maka penjual Moleong, Lexy J. (2011). Metodologi Penelitian
Indonesia akan mempelajari mengenai pembeli Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung.
Jerman sehingga akan muncul keahlian. Melalui Mulyana, Deddy. (2015). Komunikasi Lintas
kursus bahasa Jerman, penjual Indonesia Budaya. Bandung: Remaja Rosdakarya.
memiliki keahlian yang baik untuk mengawali Musanna, A. (2012). Artikulasi Pendidikan
berkomunikasi dengan pembeli jerman. Guru Berbasis Kearifan Lokal untuk
Selain itu penjual Indonesia juga memiliki Mempersiapkan Guru yang Memiliki
keahlian dalam tawar menawar dan transaksi Kompetensi Budaya. Jurnal Pendidikan
tersebut sering kali dimenangkan oleh penjual dan Kebudayaan, 18(3), 328-341.
Indonesia dalam bernegosiasi dengan pembeli https://doi:10.24832/jpnk.v18i3.92
Jerman. Kontribusi penelitian ini berupa Nugroho, A. B., Lestari, P., & Wiendijarti,
model kompetisi komunikasi lintas budaya I. (2012). Pola komunikasi antarbudaya
yang dapat diterapkan pada perusahaan lain. Batak dan Jawa di Yogyakarta. Jurnal
ASPIKOM, 1(5), 403-418. http://
Daftar Pustaka dx.doi.org/10.24329/aspikom.v1i5.44
Adha, S. (2017). Kompetensi Komunikasi Salleh, Lailawati Mohd. (2008).
Fasilitator Kecamatan dalam Program Communication Competence: A
Nasional Pemberdayaan Masyarakat Malaysian Perspective. Human
Mandiri Pedesaan di Langkat. JURNAL Communication, 11(3). 303-312.
SIMBOLIKA: Research and Learning in Setiawan, D. (2018). Dampak perkembangan
Communication Study, 3(1), 55-65. https:// teknologi informasi dan komunikasi
doi.org/10.31289/simbollika.v3i1.1218 terhadap budaya. JURNAL SIMBOLIKA:
Astina, M. A., & Ketut, K. (2016, November). Research and Learning in Communication
Komunikasi Lintas Budaya antara Study, 4(1), 62-72. https://doi.
Pedagang Lokal dengan Wisatawan org/10.31289/simbollika.v4i1.1474
Asing di Pantai Sanur. In Prosiding Silintowe, Y. B. R., & Pramudita, M. C. C.
Seminar Nasional INDOCOMPAC. (2017). Komunikasi bisnis lintas budaya
Hamidi. (2004). Metode Penelitian Kualitatif. sekretaris pada atasan (studi pada Alila
Universitas Muhammadiyah Malang, Malang. Hotel Solo). Jurnal Komunikasi, 8(2), 147-
Merlyn et al. Model Kompetensi Komunikasi Bisnis ... 15

158. https://doi.org/10.24912/jk.v8i2.67 Scriptura, 7(2), 71-79. https://doi.


Sriwidodo, U., & Haryanto, A. B. (2010). org/10.9744/scriptura.7.2.71-79
Pengaruh kompetensi, motivasi, komunikasi Wirman, W., Yozani, R. E., Sari, G. G.,
dan kesejahteraan Terhadap kinerja pegawai & Yesicha, C. (2018). PELATIHAN
dinas pendidikan. Jurnal Manajemen KOMPETENSI KOMUNIKASI
Sumber Daya Manusia, 4(1), 47-57. LINTAS BUDAYA DALAM
Vidyarini, T. N. (2017). ADAPTASI MEMPERSIAPKAN MASYARAKAT
BUDAYA OLEH MAHASISWA SADAR WISATA DI KOTA SIAK
INTERNASIONAL: PERSPEKTIF SRI INDRAPURA KABUPATEN
KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA. SIAK. Jurnal Ilmu Komunikasi, 8(4).

You might also like