Agroindustrial Technology Journal

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 15

Agroindustrial Technology Journal 04 (01) (2020) 1-15 1

DOl http://dx.doi.org/10.21111/atj.v4i1.4093

AGROINDUSTRIAL TECHNOLOGY JOURNAL


Available online at : ejournal.unida.gontor.ac.id

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENJERNIHAN LIMBAH CAIR


UNIT PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA
(STUDI KASUS PG XYZ)

Analysis Factors Of Liquid Waste Treatment On Liquid Waste Processing Unit Sugar Industrial
(Case Study PG XYZ)

Eva Rusdiana1, Mohammad Fuad Fauzul Mu’tamar1*, Khoirul Hidayat1


1
Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pertanian
Universitas Trunojoyo Madura
*correspondence authors: mfuadfm@gmail.com

ARTICLE INFO : Diterima 13 April 2020, Diperbaiki 4 Mei 2020, Disetujui 5 Mei 2020

ABSTRACT

The Liquid waste sugar industry can cause pollution in the waters due to contamination,
deoxygenation by pollutants and strong odors caused by biodegradation of waste in the form of hydrogen
sulfide gas. Liquid sugar industry wastes can increase the levels of BOD (Biological Oxygen Demand), COD
(Chemical Oxygen Demand), and TSS (Total Suspended Solid) in the waters so that handling of these wastes
is needed. The purpose of this study is to determine the factors that influence each stage of the waste
treatment process so that wastewater treatment can run effectively and efficiently. The results showed that
the factors that could influence the purification of liquid waste were pH, temperature, discharge of
wastewater, and active sludge content. The pH value of inlet of wastewater that can be tolerated is between
7-9 with a maximum temperature of 40ºC with a debitt of wastewater in the aeration pond a maximum of 120
m3 / hour and a condition of active sludge volume of 30-40%..
Key Words : liquid waste, sugar industry, IPAL

ABSTRAK

Limbah cair industri gula dapat mengakibatkan polusi di perairan karena kontaminasi,
deoksigenisasi oleh polutan dan bau menyengat yang diakibatkan oleh biodegradasi limbah dalam bentuk
gas hidrogen sulfida. Limbah cair pada industri gula mampu meningkatkan kadar BOD (Biological Oxygen
Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), serta TSS (Total Suspended Solid) di perairan sehingga
diperlukan penanganan terhadap limbah tersebut. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui faktor faktor yang
berpengaruh pada masing-masing tahap proses pengolahan limbah cair berjalan secara efektif dan efisien.
Hasil penelitian menunjukkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penjernihan limbah cair yaitu pH,
suhu, debit air limbah, dan kandungan lumpur aktif. Nilai pH inlet air limbah yang dapat ditolerir yaitu
antara 7-9 dengan suhu maksimal 40ºC dengan debitt air limbah pada kolam aerasi maksimal 120 m3/jam
dan kondisi volume lumpur aktif sebesar 30-40%.

Kata Kunci : limbah cair, industri gula, IPAL


Agroindustrial Technology Journal 04 (01) (2020) 1-15 2
DOl http://dx.doi.org/10.21111/atj.v4i1.4093

PENDAHULUAN dapat dibagi menjadi tiga yakni proses


Limbah cair industri gula dapat biologis dengan biakan tersuspensi
mengakibatkan polusi di perairan karena (suspended culture), proses biologis
kontaminasi, deoksigenisasi oleh polutan dengan biakan melekat (attached culture)
dan bau menyengat yang diakibatkan oleh dan proses proses pengolahan dengan
biodegradasi limbah dalam bentuk gas sistem lagoon atau kolam (Said & Utomo,
hidrogen sulfida. Limbah cair industri gula 2007). Pada proses pengolahan limbah
pada umumnya tidak mengandung limbah cair terdapat beberapa persyaratan proses
berbahaya dan beracun akan tetapi limbah yang harus dipenuhi pada masing-masing
tersebut mampu meningkatkan kadar BOD tahapan. Beberapa persyaratan tersebut
(Biological Oxygen Demand), COD diantaarnya yaitu pH, kadar BOD, kadar
(Chemical Oxygen Demand), serta TSS COD, suhu, dan TSS. Hal ini dilakukan
(Total Suspended Solid) sehingga agar limbah dapat diproses ke tahap
diperlukan penanganan terhadap limbah berikutnya. Oleh karena itu, perlu
tersebut (Isyuniarto & Andrianto, 2009). dilakukan penelitian tentang “Analisis
Pada umunya penanganan limbah faktor-faktor penjernihan limbah cair pada
cair industri gula cukup dengan sistem Unit Pengolahan Limbah Cair (UPLC)”
biologis. Hal ini disebabkan karena yang bertujuan untuk mengetahui standar
polutannya merupakan bahan organik atau persyaratan pada masing-masing
seperti karbohidrat, vitamin, dan protein tahapan proses sehingga pengolahan
yang dapat didegradasi oleh polutan secara limbah cair dapat berjalan secara efektif
biologis. Proses pengolahan limbah cair dan efisien. Penelitian ini diharapkan dapat
secara biologis dapat dilakukan pada memberikan masukan dan kontribusi
kondisi aerobik (dengan udara), kondisi terhadap PG. XYZ dalam upaya
anaerobik (tanpa udara) atau kombinasi mengoptimalkan pengolahan limbah cair.
anaerobik dan aerobik. Proses biologis
METODE PENELITIAN
aerobik biasanya digunakan untuk
Penelitian ini dilaksanakan pada
pengolahan air limbah dengan beban BOD bulan September – November 2019 di PG.
yang tidak terlalu besar, sedangkan XYZ, Malang, dengan menggunakan
biologis anaerobik digunakan untuk metode penelitian deskriptif dengan
pengolahan air limbah dengan BOD yang pendekatan kuantitatif. Penelitian
sangat tinggi (Said & Utomo, 2007). deskriptif dalam penelitian ini
Pengolahan limbah cair dimaksudkan untuk menganalisa upaya
menggunakan proses biologis secara garis
Agroindustrial Technology Journal 04 (01) (2020) 1-15 3
DOl http://dx.doi.org/10.21111/atj.v4i1.4093

pengoptimalan pengolahan limbah cair di proses mulai dari screening, equalisasi,


PG. XYZ dengan pendekatan Statistical aerasi dan clarifier. Sedangkan pengujian
Process Control (SPC). nilai COD dilakukan pada pintu inlet dan
Objek penelitian adalah Unit outet UPLC. Data diperoleh dari proses
Pengolahan Limbah Cair PG. XYZ. pengujian.
Pengumpulan data dilakukan melalui
observasi yang dilakukan secara langsung
HASIL DAN PEMBAHASAN
di PG. XYZ, wawancara dengan bagian
Proses Pengolahan Limbah Cair
Quality Control (QC) serta petugas Unit Pengolahan limbah cair PG. XYZ
Pengolahan Limbah Cair (UPLC) dilakukan dengan menggunakan teknologi
mengenai data-data yang beruhubungan SAL (Sistem Aerasi Lanjut). Teknik
dengan pengolahan limbah cair, dan studi tersebut digunakan untuk mengurangi
pustaka untuk memperoleh pengetahuan kebutuhan luas lahan dan meningkatkan
secara teoritis mengenai pengolahan proses pengolahan menjadi lebih cepat
limbah cair pada suatu industri. sekaligus menghilangkan bau yang
Studi Pendahuluan mungkin timbul akibat proses oksidasi
Dilakukan dengan peninjauan lokasi yang tidak sempurna. Adanya surface
secara langsung untuk mengetahui kondisi aerator tidak hanya berfungsi sebagai
perusahaan yang akan diteliti sehingga tenaga pengadukan namun juga dapat
dapat mengetahui permasalahan yang akan menambahkan oksigen terlarut sehingga
dijadikan objek penelitian. mencegah timbulnya alga (Oktavia, 2012).
Tahap Analisis Data Secara umum proses pengolahan limbah
Langkah pertama yang dilakukan cair pada Unit Pengolahan Limbah Cair
dalam menganalisis faktor-faktor (UPLC) di PG. XYZ dapat dilihat pada
penjernihan limbah cair adalah membuat Gambar 1.
lembar periksa berupa tabel (checksheet)
data pengujian limbah cair pada Unit
Pengolahan Limbah Cair (UPLC) pada
tanggal 19 September sampai 18 Oktober
2019 yang bertujuan untuk mempermudah
proses pengumpulan dan analisis data.
Pengujian dilakukan menggunakan
parameter derajat keasaman (pH), suhu,
dan warna pada masing-masing tahapan
Agroindustrial Technology Journal 04 (01) (2020) 1-15 4
DOl http://dx.doi.org/10.21111/atj.v4i1.4093

Pembibitan Bakteri
Pembibitan bakteri merupakan
langkah awal pada pengolahan limbah cair
dengan sistem biologi yang sering disebut
dengan istilah seeding. Pembibitan bakteri
dilakukan di dalam kolam stabilisasi 1
minimal 2-3 minggu sebelum musim giling
tebu. Bakteri yang digunakan dalam
pengolahan limbah cair PG. XYZ yaitu
jenis INOLA-221. INOLA-221 merupakan
bibit mikroorganisme yang mampu
mereduksi polutan organik secara cepat.
Gambar 1 Diagram Alir Proses
INOLA-221 dapat bertahan pada pH 7-9.
Pengolahan Limbah Cair di
INOLA-221 mengandung beberapa bakteri
PG. XYZ
seperti Bacillus sp., Pseudomonas sp.,
Unit Pengolahan limbah cair PG.
Nitrosomonas sp., Aerobacter sp.,
XYZ memiliki kapasitas pengolahan
Azotosomonas sp., Azotobacter sp., dan
maksimal 120 m3/jam. Luas kolam telah
Saccharomyces sp., yang memiliki peran
disesuaikan dengan waktu tinggal atau
spesifik dalam menurunkan kandungan
waktu tunggu pada setiap proses, sehingga
bahan organik pada limbah cair industri
proses pengolahan limbah cair dapat
gula (Oktavia, 2012).
berjalan secara efektif dan efisien. Limbah
Proses awal pembiakan bakteri
cair yang diolah pada Unit Pengolahan
dilakukan dengan mengisi kolam
Limbah Cair (UPLC) berasal dari air
stabilisasi 1 dengan air bersih sampai
proses seperti air injeksi kondensor, air
volume 60 m3 dan mengaktifkan sistem
pencucian evaporator dan pencucian alat
aerasi pada kolam tersebut. Sebagai nutrisi
pemasak nira yang disalurkan melewati
ditambahkan gula sebanyak 100 kg dan
saluran tertutup dan masuk ke dalam bak
urea sebanyak 18 kg. Berikutnya dilakukan
tampung inlet. Air limbah akan melewati
pembibitan bakteri jenis INOLA-221
beberapa proses seperti tahap screening
sebanyak 15 kg dengan kondisi fisik air
(penyaringan), equalisasi, aerasi,
pada awal pembibitan yaitu pH 5 dan di
sedimentasi (jika diperlukan) dan clarifier
aerasi selama 48 jam. Setelah itu,
(pengendapan) untuk selanjutnya dialirkan
dilakukan pengisian kolam stabilisasi 2
melalui pintu outlet menuju sungai.
dengan volume 35 m3 dan bibit bakteri
Agroindustrial Technology Journal 04 (01) (2020) 1-15 5
DOl http://dx.doi.org/10.21111/atj.v4i1.4093

pada kolam stabilisasi 1 ditransfer menuju memisahkan material yang berukuran


kolam stabilisasi 2 sebanyak 50% (30 m3). besar seperti plastik, daun-daunan, ranting
Penambahan air bersih dilakukan pada pohon, kayu dan lain-lain sehingga proses
masing-masing kolam sebanyak 35 m3 pengolahan utama tidak terganggu dan
sehingga volume total kolam stabilisasi 1 tidak terjadi penyumbatan pada pipa-pipa
3
dan stabilisasi 2 mencapai 130 m serta air limbah. Proses ini diawali dengan
dilakukan aerasi selama 48 jam hingga mengalirkan air limbah melalui saluran
mencapai pH 7. AML (Air Masuk Limbah) dan selanjutnya
Setelah ditambahkan air bersih mengalir melewati screening untuk
sampai volume 130 m3, biasanya pH akan memisahkan material-material tersebut.
mengalami penurunan sehingga Unit ini merupakan proses yang bersifat
ditambahkan NaOH ± 15 L. Berikutnya kontinyu dan tidak membutuhkan waktu
pengisian air menuju kolam aerasi 1 tinggal (detensi). Material yang tidak
sampai volume 270 m3 dan hasil tersaring pada screening akan dibawa
pembiakan mikroba dimasukkan sehingga menuju kolam equalisasi.
volume total adalah 400 m3. Sebelum Proses Equalisasi
mikroba dimasukkan pada kolam aerasi, Proses equalisasi merupakan
dilakukan penambahan nutrisi berupa urea tahapan setelah pengolahan primer dan
sebanyak 40 kg dan gula sebanyak 400 kg sebelum pengolahan secara biologis yang
serta di aerasi selama 48 jam. Air limbah berfungsi untuk menstabilkan inlet
pada kolam equalisasi mulai dialirkan sebelum masuk ke kolam aerasi. Equalisasi
menuju kolam aerasi menggunakan merupakan bak pengendapan material pasir
pompa dengan prinsip overflow. yang tidak tersaring pada proses screening.
Temperatur limbah maksimal 40 ºC Pada kolam equalisasi dilakukan
dengan pH ≥ 7 dan dalam kondisi tidak pengukuran pH setiap 2 jam sekali yang
terkontaminasi oleh minyak. Apabila bertujuan untuk memastikan bahwa
limbah pada kolam aerasi dibawah pH 7 kondisi air limbah telah sesuai dengan
maka inlet dari kolam equalisasi akan persyaratan proses. Apabila pH kurang dari
dihentikan sampai mencapai pH 7 atau bila syarat yang telah ditentukan maka
perlu dilakukan penambahan nutrisi pada dilakukan penambahan susu kapur. Hasil
kolam tersebut. pengukuran pH pada kolam equalisasi
Proses Screening dapat dilihat pada Gambar 2.
Proses screening merupakan
tahapan primer yang berfungsi untuk
Agroindustrial Technology Journal 04 (01) (2020) 1-15 6
DOl http://dx.doi.org/10.21111/atj.v4i1.4093

9 37

Suhu (ºC)
8,5 36
pH 35
8
34
7,5 33

19-Sep
21-Sep
23-Sep
25-Sep
27-Sep
29-Sep
01-Okt
03-Okt
05-Okt
07-Okt
09-Okt
11-Okt
13-Okt
15-Okt
17-Okt
7

01-Okt
03-Okt
05-Okt
07-Okt
09-Okt
11-Okt
13-Okt
15-Okt
17-Okt
21-Sep
19-Sep

23-Sep
25-Sep
27-Sep
29-Sep
Waktu Pengujian (hari)
Waktu Pengujian (hari)

Gambar 3 Pengujian suhu pada kolam


Gambar 2 Hasil Pengujian pH pada kolam
Equalisasi
Equalisasi
Hasil pengukuran suhu pada kolam
Berdasarkan hasil pengujian derajat
equalisasi menunjukkan bahwa nilai suhu
keasaman (pH) pada kolam equalisasi nilai
air limbah berkisar antara 34 sampai 36 ºC.
pH berkisar antara 8,23 sampai 8,67. Nilai
Suhu air limbah yang tinggi dipengaruhi
pH air limbah cenderung bersifat basa
oleh penggunaan mesin pabrik terutama
namun termasuk pada kisaran nilai pH
mesin pencucian. Selain itu, suhu air
yang masih memenuhi standar baku mutu
limbah yang tinggi disebabkan oleh
air untuk lingkungan. Kondisi ini sesuai
intensitas sinar matahari yang masuk ke
dengan rentang nilai yang ditolerir yakni
badan air sehingga membuat suhu air
pada kisaran 7-9. Karena pada tahap
limbah akan semakin tinggi (Marlina et al.,
equalisasi berhubungan dengan proses
2017). Sebelum masuk ke kolam aerasi,
aerasi yang menggunakan jenis bakteri
pengukuran nilai COD dilakukan untuk
INOLA-221. Bakteri jenis INOLA-221
memastikan bahwa air limbah dapat
dapat bertahan hidup pada pH 7-9
diproses ke tahap berikutnya, kadar COD
(Oktavia, 2012). Agar dapat diproses ke
maksimal yaitu 4000 mg/L. Berdasarkan
tahap berikutnya temperatur air limbah
hasil pengujian COD pada kolam
pada kolam equalisasi maksimal 40 ºC,
equalisasi dapat dilihat pada Gambar 4
sehingga pada kolam ini dilengkapi dengan
spray yang berfungsi untuk mengurangi
2400
COD (mg/L)

perbedaan suhu. Pengujian temperatur air 1800


1200
limbah pada kolam equalisasi dapat dilihat
600
pada Gambar 3. 0
01-Okt
03-Okt
05-Okt
07-Okt
09-Okt
11-Okt
13-Okt
15-Okt
17-Okt
19-Sep
21-Sep
23-Sep
25-Sep
27-Sep
29-Sep

Waktu Pengujian (hari)

Gambar 4 Pengujian kadar COD


Agroindustrial Technology Journal 04 (01) (2020) 1-15 7
DOl http://dx.doi.org/10.21111/atj.v4i1.4093

Hasil pengukuran nilai COD mengontakkan semaksimal mungkin


menunjukkan bahwa nilai polutan organik permukaan air limbah dengan udara untuk
dalam air limbah berkisar antara 912 menaikkan jumlah oksigen, sehingga pada
sampai 2.000 mg/L. Nilai tersebut masih masing-masing kolam dilengkapi dengan
tergolong tinggi, namun bervariasi pada aerator. Sebagai nutrisi bakteri dilakukan
setiap pengukuran. Nilai COD yang penambahan urea secara kontinyu pada
berbeda menunjukkan bahwa beban kolam aerasi.
cemaran yang terkandung dalam air limbah Analisis air limbah pada kolam
berbeda pula. Nilai COD tertinggi terjadi aerasi dilakukan setiap 2 jam untuk
pada hari ke-12 yaitu mencapai 2000 memastikan bahwa volume lumpur aktif
mg/L. Tingginya kadar COD dipengaruhi (activated sludge) tidak melebihi standar
oleh kondisi lingkungan, kondisi pabrik, yang ditentukan. Ideal volume lumpur aktif
dan kinerja dari IPAL (Hasanudin & (activated sludge) pada kolam aerasi
Suroso, 2013). Limbah cair organik yang adalah 30-40% (Ningtyas, 2015). Apabila
mengandung COD tinggi mengindikasikan melebihi batas yang ditentukan maka
bahwa pada air limbah tersebut banyak dilakukan pengurangan dengan cara
mengandung hidrokarbon. Hidrokarbon recycle pada bak sedimentasi untuk
yang berasal dari industri gula yaitu mengendapkan kandungan lumpur aktif.
karbohidrat, sakarosa, fruktosa, atau Media pada bak sedimentasi adalah tanah
turunan disakarida lainnya yang harus atau pasir, sehingga bakteri akan tersaring
dihilangkan melalui proses pengolahan air pada media tersebut dan air akan dipompa
limbah (Agustinus et al., 2014). kembali ke kolam equalisasi. Endapan
Proses Aerasi padat pada kolam sedimentasi kemudian
Air limbah dialirkan menuju kolam dikeringkan dan dimanfaatkan menjadi
aerasi dengan pompa secara bertahap, pupuk tanaman oleh petugas Bina
diawali dengan kolam aerasi 1 dan Lingkungan disekitar Unit Pengolahan
dialirkan ke kolam aerasi 2 sampai kolam Limbah Cair (UPLC).
aerasi 4 dengan prinsip overflow. Warna Setelah melalui beberapa tahapan
air pada kolam aerasi harus diamati agar proses pada kolam aerasi diperoleh nilai
tidak menjadi hitam dengan pH air limbah mengalami penurunan dan
mengendalikan debit air yang masuk semakin mendekati netral yakni berkisar
(maksimal 120 m3/jam) dan penambahan antara 7,3 sampai 7,4. Hasil pengujian pH
waktu tunggu pada masing-masing kolam pada kolam aerasi dapat dilihat pada
aerasi. Tujuan proses aerasi adalah Gambar 5.
Agroindustrial Technology Journal 04 (01) (2020) 1-15 8
DOl http://dx.doi.org/10.21111/atj.v4i1.4093

8 32

Suhu (ºC)
7,8 31
pH 7,6
7,4 30
7,2 29

01-Okt
03-Okt
05-Okt
07-Okt
09-Okt
11-Okt
13-Okt
15-Okt
17-Okt
23-Sep
19-Sep
21-Sep
25-Sep
27-Sep
29-Sep
7

27-Sep
19-Sep
21-Sep
23-Sep
25-Sep

29-Sep
01-Okt
03-Okt
05-Okt
07-Okt
09-Okt
11-Okt
13-Okt
15-Okt
17-Okt
Waktu Pengujian (hari) Waktu Pengujian (hari)

Gambar 5 Hasil Pengujian nilai pH pada Gambar 6 Pengujian suhu pada kolam
kolam Aerasi Aerasi
Penurunan nilai derajat keasaman Berdasarkan hasil di atas, nilai suhu
(pH) pada pengolahan air limbah industri pada proses aerasi mengalami penurunan
gula dipengaruhi oleh beberapa faktor berkisar antara 30 sampai 31ºC dari nilai
yang meliputi aktivitas mikroorganisme, awal sebesar 36ºC. Hasil penurunan suhu
meningkatnya kadar oksigen terlarut (DO) pada proses ini berbanding terbalik dengan
dan lingkungan. Kondisi pH netral pada penelitian yang menyatakan bahwa suhu
proses pengolahan dengan menggunakan air limbah akan meningkat seiring
metode biologi (menggunakan bakteri) berlangsungnya proses aerasi. Peningkatan
dipengaruhi oleh penambahan nutrisi suhu ini terjadi karena kadar oksigen
berupa urea yang mengandung kandungan terlarut yang semakin tinggi (Batara et al.,
N (Nitrogen). Dalam proses intermediate 2017). Perbedaan nilai suhu pada
kandungan N akan menghasilkan NH3 penelitian disebabkan oleh pengaruh udara
yang terikat oleh molekul air (H2O) dan angin disekitar proses pengolahan
sehingga menjadi NH4OH. Senyawa limbah.
NH4OH yang dihasilkan dapat menetralisir Clarifier (Pengendapan)
pengaruh asam. Pengujian suhu air limbah Pada tahap ini air limbah akan
pada kolam aerasi juga terjadi penurunan. mengalir melalui pipa vertikal yang
Hasil pengujian suhu dapat dilihat pada terdapat pada tangki clarifier. Tujuan dari
Gambar 6. proses ini yaitu untuk memisahkan
sejumlah partikel-partikel halus
(suspended solid) yang terdapat pada air
limbah. Pemisahan partikel-partikel halus
dilakukan menggunakan prinsip gravitasi,
karena dalam pengolahan menggunakan
sistem biologi, mikroorganisme akan
tumbuh secara koloni membentuk flok atau
Agroindustrial Technology Journal 04 (01) (2020) 1-15 9
DOl http://dx.doi.org/10.21111/atj.v4i1.4093

gumpalan-gumpalan kecil yang mudah 31

Suhu (ºC)
mengendap (Ratnani, 2012). Air limbah 30

29
yang telah jernih akan mengalir melalui
28
bagian samping tangki clarifier dan

19-Sep
21-Sep
23-Sep
25-Sep
27-Sep
29-Sep
01-Okt
03-Okt
05-Okt
07-Okt
09-Okt
11-Okt
13-Okt
15-Okt
17-Okt
dialirkan ke outlet UPLC dengan sistem Waktu Pengujian (hari)
overflow menuju sungai. Dalam
meningkatkan efektifitas pengolahan Gambar 8 Pengujian suhu pada pintu

apabila endapan partikel-partikel halus outlet

pada tangki clarifier telah mencapai 50%, Berdasarkan hasil pengujian suhu

maka akan dipompa menuju bak pada pintu outlet menunjukkan penurunan

sedimentasi. Pengujian pH dan suhu juga nilai suhu yaitu berkisar antara 29 sampai

dilakukan pada pintu outlet setiap 2 jam 30ºC. Hasil tersebut menunjukkan nilai

sekali. Hasil pengujian nilai pH dapat yang konstan dalam setiap pengujian.

dilihat pada Gambar 7. Penurunan nilai suhu dapat dipengaruhi


oleh beberapa faktor yang meliputi

8
pengaruh udara dan angin disekitar proses
7,8
7,6
pengolahan limbah.
pH

7,4
7,2
Pengujian nilai COD dilakukan
7
pada pintu outlet dengan hasil akhir nilai
13-Okt
27-Sep

01-Okt
03-Okt
05-Okt
07-Okt
09-Okt
11-Okt

15-Okt
17-Okt
19-Sep
21-Sep
23-Sep
25-Sep

29-Sep

COD dapat dilihat pada Gambar 9.


Waktu Pengujian (hari)
100
COD (mg/L)

75
Gambar 7. Pengujian pH pada pintu outlet 50
25
0
01-Okt
03-Okt
05-Okt
07-Okt
09-Okt
11-Okt
13-Okt
15-Okt
17-Okt
29-Sep
19-Sep
21-Sep
23-Sep
25-Sep
27-Sep

Berdasarkan hasil pengujian


menunjukkan bahwa nilai pH mengalami Waktu Pengujian (hari)
penurunan berkisar antara 7,2 sampai 7,3
(dalam kondisi netral) yakni sesuai dengan Gambar 9 Pengujian COD pada pintu

baku mutu yang telah ditetapkan. inlet

Penurunan juga terjadi pada parameter Hasil pengukuran nilai COD pada

suhu yang dapat dilihat pada Gambar 8. bak outlet diperoleh nilai COD mengalami
penurunan yang jauh lebih kecil yaitu
berkisar antara 32 sampai 80 mg/L.
Penurunan nilai COD dipengaruhi oleh
peningkatan jumlah oksigen terlarut
Agroindustrial Technology Journal 04 (01) (2020) 1-15 10
DOl http://dx.doi.org/10.21111/atj.v4i1.4093

selama proses aerasi dan menunjukkan 9 100


8,5 80

COD (mg/L)
adanya aktifitas mikroorganisme dalam 8
60

pH
7,5
mendegradasi senyawa organik (Fitri et al., 40
7
6,5 20
n.d.). Nilai COD outlet hasil pengujian air
6 0

01-Okt
03-Okt
05-Okt
07-Okt
09-Okt
11-Okt
13-Okt
15-Okt
17-Okt
21-Sep
19-Sep

23-Sep
25-Sep
27-Sep
29-Sep
limbah telah memenuhi syarat untuk
dibuang ke badan air sesuai dengan SK Waktu Pengujian (hari)

Gub. Jatim No. 52 Tahun 2014. Equalisasi Aerasi


Pintu Outlet COD

Pengaruh pH terhadap Penjernihan


Gambar 10 Hasil Pengujian pH terhadap
Limbah Cair
Penurunan COD
Pengujian kadar keasaman (pH)
Berdasarkan hasil pengujian derajat
pada Unit Pengolahan Limbah Cair
keasaman (pH) air limbah menunjukkan
(UPLC) dilakukan pada masing-masing
bahwa nilai pH pada kolam equalisasi
tahapan proses dengan tujuan untuk
cenderung bersifat basa yaitu berkisar
mengetahui pengaruh setiap tahapan proses
antara 8,2 sampai 8,7. Penurunan nilai pH
terhadap kualitas air limbah yang
terjadi pada proses aerasi dengan nilai pH
dihasilkan. Salah satu faktor yang dapat
yang mendekati netral yaitu berkisar antara
mempengaruhi nilai pH pada suatu
7,3 sampai 7,4. Penurunan nilai pH pada
perairan adalah konsentrasi nilai COD.
pengolahan air limbah industri gula
Kandungan COD berlebihan yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
terkandung dalam air limbah dapat
aktivitas mikroorganisme, meningkatnya
menurunkan kandungan oksigen terlarut
oksigen terlarut (DO), aerasi dan
(DO) dan pH sehingga akan berpengaruh
lingkungan (Hasanudin & Suroso, 2013).
terhadap penurunan kualitas air. Hasil
Dengan meningkatnya kandungan oksigen
pengujian kadar keasaman (pH) terhadap
terlarut (DO) akan berpengaruh terhadap
nilai COD pada pintu outlet UPLC dapat
penurunan kadar COD karena nilai COD
dilihat pada Gambar 10.
menunjukkan jumlah oksigen yang
dibutuhkan oleh bakteri untuk
menguraikan zat-zat organik maupun
anorganik pencemar (Atima, 2015).
Hasil akhir nilai pH yang keluar
pada pintu outlet berkisar antara 7,2
sampai 7,3 (dalam kondisi netral). Dengan
hasil nilai COD akhir yang sangat
Agroindustrial Technology Journal 04 (01) (2020) 1-15 11
DOl http://dx.doi.org/10.21111/atj.v4i1.4093

bervariasi, pH memiliki nilai yang relatif Hasil pengukuran suhu selama satu
konstan dalam setiap pengujian. Sehingga bulan pada masing-masing tahapan proses
dari hasil tersebut menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa pada kolam equalisasi
terdapat faktor lain yang dapat nilai suhu air limbah berkisar antara 34
mempengaruhi efektifitas penurunan nilai sampai 36ºC. Nilai suhu yang tinggi pada
COD diantaranya meliputi debit air dan kolam equalisasi dipengaruhi oleh
volume lumpur aktif serta kinerja dari penggunaan mesin pabrik terutama mesin
IPAL (Hasanudin & Suroso, 2013). pencucian dan intensitas sinar matahari
Pengaruh Suhu terhadap Penjernihan yang masuk ke badan air (Marlina et al.,
Limbah Cair 2017). Pada proses aerasi nilai suhu air
Pengujian temperatur dilakukan limbah mengalami penurunan menjadi 30
pada masing-masing tahapan proses yaitu sampai 31ºC. Dengan nilai suhu yang
pada proses equalisasi, bak inlet dan aerasi mengalami penurunan dan memiliki nilai
serta bak outlet yang bertujuan untuk yang relatif sama pada setiap pengujian,
mengetahui pengaruh pada masing-masing berbeda dengan hasil COD yang
tahapan proses dan memastikan bahwa air dihasilkan. Hasil COD akhir pada proses
limbah dapat diproses ke tahap berikutnya. pengolahan limbah memiliki nilai yang
Hasil pengujian suhu pada tanggal 19 sangat bervariasi.
September sampai 18 Oktober 2019 (30 Adanya penurunan suhu pada
hari) yang dibandingkan dengan nilai COD proses aerasi juga berbanding terbalik
akhir pada bak outlet dapat dilihat pada dengan penelitian (Batara et al., 2017)
Gambar 11. yang menyatakan bahwa hasil pengujian
37 90 suhu terhadap masing-masing variasi debit
80
35
70 dan waktu aerasi menunjukkan adanya
COD (mg/L)
Suhu (ºC)

33 60
50
31
40 kenaikan suhu pada air limbah. Pada
29 30
27
20
10
variasi debit 4 liter/menit pada pengujian
25 0
ke-1 dengan waktu 0 menit menunjukkan
04-Okt
01-Okt
02-Okt
03-Okt
05-Okt
06-Okt
07-Okt
08-Okt
09-Okt
10-Okt
11-Okt
12-Okt
13-Okt
14-Okt
15-Okt
16-Okt
17-Okt
18-Okt
28-Sep
19-Sep
20-Sep
21-Sep
22-Sep
23-Sep
24-Sep
25-Sep
26-Sep
27-Sep
29-Sep
30-Sep

nilai suhu sebesar 27,8ºC, pada pengujian


Waktu Pengujian (hari)
ke-2 dengan waktu 15 menit nilai suhu air
Equalisasi Aerasi Outlet COD
limbah mengalami kenaikan menjadi
Gambar 11 Hasil Pengujian Suhu 28,3ºC, pengujian ke-3 dengan waktu 30
terhadap Penurunan COD menit menunjukkan nilai suhu sebesar
28,2ºC, pada pengujian ke-4 dengan waktu
45 menit nilai suhu mengalami kenaikan
Agroindustrial Technology Journal 04 (01) (2020) 1-15 12
DOl http://dx.doi.org/10.21111/atj.v4i1.4093

menjadi 28,4ºC dan pada pengujian ke-5 Pengujian kadar COD pada bak
dengan waktu 60 menit nilai suhu outlet UPLC dilakukan untuk memastikan
mengalami kenaikan menjadi 28,6ºC. bahwa limbah yang dibuang ke lingkungan
Kenaikan suhu semakin meningkat seiring telah sesuai dengan baku mutu yang telah
dengan kenaikan kadar oksigen, karena ditetapkan yaitu sesuai dengan keputusan
suhu dalam air dipengaruhi oleh tingkat Gub Jatim No. 52 Tahun 2014 tentang
difusi, tegangan permukaan dan kekentalan baku mutu air limbah bagi industri gula
air. Kemampuan difusi oksigen akan dengan kapasitas antara 2500 sampai
meningkat dengan kenaikan suhu. dengan 10.000 ton/hari. Hasil penurunan
Sedangkan tegangan permukaan dan nilai COD yang telah melalui beberapa
kekentalan menurun seiring dengan tahapan proses dapat dilihat pada Gambar
kenaikan suhu. Perbedaan nilai suhu pada 12.
penelitian ini dapat disebabkan oleh 2500
Penurunan Nilai COD (mg/L)

beberapa faktor yang meliputi udara dan 2000


1500
angin disekitar proses pengolahan.
1000
Pengaruh Kadar COD terhadap 500

Penjernihan Limbah Cair 0

01-Okt
03-Okt
05-Okt
07-Okt
09-Okt
11-Okt
13-Okt
15-Okt
17-Okt
19-Sep
21-Sep
23-Sep
25-Sep
27-Sep
29-Sep
Nilai COD menunjukkan jumlah
Waktu Pengujian (hari)
total oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi bahan organik secara kimia Gambar 12 Penurunan nilai COD
menjadi CO2 dan H2O. Nilai COD Hasil penurunan nilai COD sangat
mencerminkan kandungan bahan organik fluktuatif pada setiap pengujian.
air limbah termasuk bahan organik yang Penurunan paling tinggi terjadi pada
tidak dapat diuraikan secara biologi. Bila pengujian hari ke-12 dengan nilai COD
nilai COD rendah maka pencemaran akhir pada bak outlet sebesar 64 mg/L dari
tersebut rendah. Pengujian nilai COD nilai awal sebesar 2000 mg/L. Penurunan
hanya dilakukan pada bak inlet dan outlet nilai COD menunjukkan banyaknya
UPLC. Pengujian pada bak inlet bertujuan konsentrasi bahan organik yang mampu
untuk memastikan bahwa sebelum masuk didegradasi oleh bakteri. Menurut
kolam aerasi kadar COD maksimal yaitu penelitian (Danil et al., 2017) yang
4000 mg/L. Jika melebihi batas yang telah menyatakan bahwa pada kontrol suhu
ditetapkan maka akan dilakukan penurunan sebesar 55ºC dan nilai pH 5,5 didapatkan
kadar COD dengan menambahkan air hasil COD sebesar 1.602,7600 mg/L. Hasil
bersih pada kolam equalisasi.
Agroindustrial Technology Journal 04 (01) (2020) 1-15 13
DOl http://dx.doi.org/10.21111/atj.v4i1.4093

tersebut menunjukkan kondisi kontrol suhu masing tahapan proses. Warna air limbah
dan pH memiliki efektifitas penurunan disebabkan adanya kandungan bahan
COD yang lebih tinggi dibandingkan tanpa organik yang terkandung didalamnya. Bila
menggunakan kontrol. Kondisi kontrol warna berubah menjadi hitam maka hal itu
suhu dan pH dapat menurunkan kadar menunjukkan telah terjadi pencemaran.
polutan dan dapat mengendapkan senyawa Adapun hasil pengujian warna dapat
yang teroksidasi dalam COD. dilihat pada Tabel 1.
Dalam meningkatkan efektifitas Tabel 1 Perubahan warna air limbah pada
pengolahan limbah cair, PG. XYZ telah setiap tahapan proses
mengontrol kondisi suhu dan pH air Proses Warna
Screening Coklat kehitaman
limbah sebelum masuk ke kolam aerasi
Equalisasi Coklat kehitaman
yaitu <40ºC dan pH antara 7-9. Hal ini Aerasi 1 Coklat
Aerasi 2 Coklat
berhubungan dengan proses aerasi yang
Aerasi 3 Coklat
menggunakan jenis bakteri INOLA-221. Aerasi 4 Coklat
Clarifier Agak Jernih
Bakteri ini merupakan kumpulan bakteri
Bak Outlet Jernih
gram negatif, berbentuk batang, dan jenis
Sumber : Analisis Lapangan (2019)
heterotrof yang mengonsumsi bahan
Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa
organik sebagai sumber karbon. Bakteri
pada proses screening, air limbah yang
INOLA-221 hidup spesifik pada suhu 29-
masuk berwarna coklat kehitaman karena
32ºC dan pH netral (Oktavia, 2012).
pada tahap ini merupakan tahapan primer
Faktor lain yang dapat
untuk memisahkan material padat seperti
mempengaruhi efesiensi penurunan nilai
daun, ranting pohon, kayu dan plastik
COD yaitu debit air dan kandungan bahan
sehingga air limbah masih mengandung
organik yang terkandung dalam air limbah.
padatan terlarut maupun bahan organik
Selain itu, penurunan efisiensi nilai COD
lain yang cukup tinggi. Pada proses
juga dipengaruhi oleh waktu tinggal air
equalisasi air limbah masih berwarna
limbah pada setiap proses, semakin pendek
coklat kehitaman karena proses ini hanya
waktu tinggal maka efisiensi penyisihan
digunakan untuk menstabilkan air limbah
COD semakin turun (Said 2002).
sebelum masuk ke kolam aerasi.
Pengaruh Warna terhadap Penjernihan
Pada kolam aerasi 1, 2, 3, dan 4 air
Limbah Cair
limbah berubah warna menjadi coklat.
Pada penelitian ini, warna air limbah
Warna coklat pada air limbah disebabkan
diamati secara langsung di lapangan.
karena adanya lumpur aktif (activated
Perbedaan warna terjadi pada masing-
Agroindustrial Technology Journal 04 (01) (2020) 1-15 14
DOl http://dx.doi.org/10.21111/atj.v4i1.4093

sludge). Perubahan tersebut menunjukkan (penyaringan), equalisasi, aerasi dan


adanya proses dekomposisi atau clarifier (pengendapan). Sedangkan faktor-
penguraian bahan-bahan organik oleh faktor yang mempengaruhi penjernihan
bakteri INOLA-221. Warna air limbah limbah cair yaitu pH (kadar keasaman),
pada proses aerasi dipengaruhi oleh suhu, debit air limbah, dan kandungan
beberapa faktor antara lain debit air, nutrisi lumpur aktif. Nilai pH inlet yang dapat
yang cukup dan volume lumpur aktif. ditolerir yaitu antara 7-9 dengan suhu
Debit air limbah maksimal pada maksimal pengolahan 40ºC. Debit air
kolam aerasi yaitu 120 m3/jam. limbah pada kolam aerasi maksimal 120
Pengendalian debit air dilakukan agar air m3/jam dengan ideal volume lumpur aktif
limbah tidak berwarna hitam. Pemberian yaitu 30-40% sehingga diperoleh rata-rata
nutrisi akan disesuaikan dengan debit air nilai COD akhir sebesar 58 mg/L.
yang masuk, apabila pemberian nutrisi
DAFTAR PUSTAKA
tidak sesuai maka akan terjadi kematian Agustinus, E. T. S., Sembiring, H., &
bakteri yang menjadikan air limbah Effendi, E. (2014). Implementasi
berubah warna menjadi hitam dan dapat
Material Preservasi Mikroorganisme
mengurangi efektifitas pengolahan (Mpmo) Dalam Pemrosesan Limbah
(Agustinus et al., 2014). Kandungan Cair Organik Pada Instalasi
lumpur aktif pada kolam aerasi juga Pengolahan Air Limbah. RISET
mempengaruhi efisiensi proses pengolahan Geologi Dan Pertambangan, 24(1),
limbah, sehingga apabila melebihi batas 65–76.
yang ditentukan yaitu 30-40%, limbah Atima, W. (2015). BOD dan COD sebagai
akan di recycle pada bak sedimentasi. parameter pencemaran air dan baku
Berikutnya pada tangki clarifier air limbah mutu air limbah. Biosel (Biology
berubah menjadi agak jernih karena pada Science and Education): Jurnal
proses ini terjadi pembentukan flok dan Penelitian Sains Dan Pendidikan,
pengendapan partikel-partikel halus pada
4(1), 83–93.
tangki clarifier sehingga pada bak oulet air Batara, K., Zaman, B., & Oktiawan, W.
limbah menjadi jernih (Ratnani, 2012). (2017). Pengaruh Debit Udara dan
PENUTUP Waktu Aerasi Tehadap Efisiensi
Proses pengolahan limbah cair PG. Penurunan Besi dan Mangan
XYZ terdiri dari beberapa tahapan proses, Menggunakan Diffuser Aerator pada
dimulai dari proses screening Air Tanah. Diponegoro University.
Agroindustrial Technology Journal 04 (01) (2020) 1-15 15
DOl http://dx.doi.org/10.21111/atj.v4i1.4093

Danil, R., Kirom, M. R., & Qurtobi, A. Teknologi Lingkungan, 9(2), 122–
(2017). Analisis Pengaruh Suhu Dan 133.
Ph Terhadap Penurunan Kadar Ningtyas, R. (2015). Pengolahan Air
Chemical Oxygen Demand Dalam Limbah dengan Proses Lumpur Aktif.
Sistem Temperature Phased Jurusan Teknik Kimia, Institut
Anaerobic Digestion Dengan Substrat Teknologi Bandung, Indonesia.
Limbah Makanan. EProceedings of Oktavia, L. (2012). Pengolahan Limbah
Engineering, 4(2). Cair Pabrik Gula Menggunakan
Fitri, H. M., Hadiwidodo, M., & Kholiq, Kolam Aerasi Dengan Penambahan
M. A. (n.d.). Penurunan Kadar Cod, Inola-121. Jurnal Purifikasi, 13(1), 9–
Bod, Dan Tss Pada Limbah Cair 16.
Industri MSG (Monosodium Ratnani, R. D. (2012). Kecepatan
Glutamat) Dengan Biofilter Anaerob Penyerapan Zat Organik Pada Limbah
Media Bio-ball. Diponegoro Cair Industri Tahu Dengan Lumpur
University. Aktif. Jurnal Ilmiah Momentum, 7(2).
Hasanudin, U., & Suroso, E. (2013). Said, N. I., & Utomo, K. (2007).
Kajian Efektifitas Penggunaan Pengolahan Air Limbah Domestik
Tanaman Eceng Gondok (Eichornia Dengan Proses Lumpur Aktif Yang
crassipes) Dalam Menurunkan Beban Diisi Dengan Media Bioball. Jurnal
Pencemar Air Limbah Industri Gula Air Indonesia, 3(2).
Tebu. Jurnal Teknologi & Industri Said, N. I. 2002. Teknologi Pengolahan
Hasil Pertanian, 18(2), 157–167. Limbah Cair Industri. Pusat
Isyuniarto, I., & Andrianto, A. (2009). Pengkajian dan Penerapan
Pengaruh Waktu Ozonisasi Terhadap Teknologi Lingkungan. ISBN :
Penurunan Kadar Bod, Cod, Tss Dan 979- 8465-38-5.
Fosfat Pada Limbah Cair Rumah
Sakit. GANENDRA Majalah IPTEK
Nuklir, 12(1).
Marlina, N., Hudori, H., & Hafidh, R.
(2017). Pengaruh Kekasaran Saluran
dan Suhu Air Sungai pada Parameter
Kualitas Air COD, TSS di Sungai
Winongo Menggunakan Software
QUAL2Kw. Jurnal Sains &

You might also like