Jurnal Tin Budaya, Vol. 6, No. 1 Tahun 2009 : 1 - 66
DASAR DAN STRATEGI PENERAPAN MUATAN LOKAL
BUDAYA MELAYU DI SEKOLAH DAN
PERGURUAN TINGGI
Oleh: Junaidi
Dekan Fakulas mu Budaya Universitas Lancang Kuning
ABSTRACT
Keyword: Centre, Malay culture, local subject, strategy,
A. PENDAHULUAN
Teori pembangunan menyata-
kan bahwa pembangunan tidak
hanya berfokus pada sektor fisik
tetapi juga berfokus pada pem-
bangunan manusia itu sendiri.
Sebenarnya potensi yang paling
penting untuk memajukan suatu
bangsa lebih ditentukan oleh kualitas
manusianya. Banyak negara di dunia
ini yang tidak mempunyai sumber
daya alam yang cukup tetapi
tergolong dalam negara maju sebab
negara itu dikelola oleh orang-orang
yang mempunyai kemampuan yang
baik. Oleh karena itu, pemberdayaan
sumber daya manusia (human
capital) perlu diberikan perhatian
secara serius dalam proses pem-
bangunan ini. Realitas di Indonesia
12
termasuk-Riau telah menunjukkan
bahwa sumber daya alam terus saja
berkurang sebab terus dieksploitasi
secara besar-besaran tanpa
memperhatikan keseimbangan alam.
Akibatnya, alam pun tidak lagi
bersahabat dengan manusia sebab
manusia telah berbuat zalim kepada
alam. Bencana akan terus
menghantui_kehidupan orang
Indonesia karena orang Indonesia
hanya pandai mengeksploitasi tetapi
tidak pandai merawat alam. Bila
alam tidak lagi bersahabat dengan
manusia, bagaimana kita bisa hidup
dengan tenang di dunia ini?
Bagaimana pula kita dapat
melaksanakan pembangunan bila
alam tidak mendukung kita?
Pilihannya adalah kita’ harusJurnal Ilmu Budaya, Vol. 6, No. 1 Tahitn 2009 : 1 - 66
meningkatkan potensi kemanusian
kita sendiri supaya kita tidak lagi
mengeksploitasi alam untuk men-
dapat keuntungan ekonomi saja.
Mari kita gali sumber daya manusia
yang mempunyai kekuatan yang
maha besar dengan cara mempelajari
hakekat kebudayaan sebagai dasar
untuk memahami kehidupan ini.
Berkaitan dengan pemikiran di atas,
tulisan ini bertujuan untuk:
1. Mengungkapkan dasar pemikiran
penerapan budaya Melayu di
sekolah dan perguruan tinggi
2. Menyampaikan strategi penerap-
an budaya Melayu di sekolah dan
perguruan tinggi
DASAR PEMIKIRAN DAN
PERATURAN MUATAN LOKAL,
BUDAYA MELAYU
Mempelajari kebudayaan
akan lebih membuat kita menyadari
betapa perlunya keseimbangan dalam
kehidupan ini. Adanya pengetahuan
kebudayaan akan lebih membuat
manusia menyadari hakekat
kehidupan ini. Kehidupan tidak
hanya bersifat fisik atau mateni tetapi
kehidupan itu juga mempunyai jiwa.
Bahkan jiwa itulah yang merupakan
hakekat kehidupan itu sendiri. Jiwa
itu pulalah yang berkaitan dengan
kebudayaan. Oleh karena itu,
manusia perlu memberikan perhatian
secara khusus kepada kebudayaan
dengan cara mempelajari kebudayaan
itu.
Kebudayaan memang kita
warisi dari generasi sebelum kita.
Tetapi bukan berarti kebudayaan
tidak perlu dipelajari sebab
kebudayaan itu terus berkembang
sesuai dengan perkembangan
pemikiran manusia. Kebudayaan itu
bersifat dinamis bukan statis
sehingga kebudayaan itu terus
berubah mengikuti perubahan
kehidupan manusia itu sendiri.
Bahkan dapat pula dikatakan bahwa
hanya dua yang bersifat statis di dunia
ini, yaitu Tuhan dan perubahan itu
sendiri. Dengan kata lain, perubahan,
pasti terus berlangsung sehingga akal
manusia harus mampu beradaptasi
dengan perubahan itu. Oleh karena
itu, kebudayaan itu harus dipelajari
dan terus dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan manusia. Justru
siapa yang tidak mempelajari
kebudayaan, maka ia akan tertinggal.
Kebudayaan dan pendidikan
(belajar) merupakan dua kata kunci
yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Kedua kata
kunci ini pun seharusnya tidak boleh
dipisahkan sebab kedua-duanya
mempunyai hakekat yang sama, yang
bertujuan untuk mengangkat potensi
insan yang terdapat dalam diri
manusia. Di Indonesia dahulu telah
ada kesadaran untuk menempatkan,
kebudayaan dan pendidikan secara
bersamaan, yaitu dengan adanya
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Tetapi kemudian
13Jurnal Ime Budaya, Vol. 6, No. 1 Tahun 2009 : 1 - 66
berubah dengan memisahkan
kebudayaan dari pendidikan dan
menempatkan kebudayaan setara
dengan pariwisata. Ini tampaknya
memberikan implikasi bahwa
kebudayaan dikaitkan dengan
kegiatan pariwisata yang bertujyan
menghasilkan materi atau uang
sehingga pemerintah mengharapkan
setiap kegiatan kebudayaan mem-
berikan keuntungan materi, Kondisi
Seperti ini sebenarnya dapat
mereduksi hakekat dari kebudayaan
itu sendiri. Aktivitas kebudayaan
tidak lagi dilakukan sebagai manifes-
tasi dari potensi yang terdapat dalam
diri manusia. Aktivitas kebudayaan
cenderung dilakukan hanya untuk
mendapat kepentingan ekonomi, Bila
ini terjadi maka hakekat kebudayaan
yang bersifat humanistik telah
berubah menjadi materialistil. Oleh
karena itu, satu cara untuk mengem-
balikan hakekat kebudayaan itu
adalah melibatkan institusi pen-
didikan seperti sekolah dan
Perguruan tinggi dalam penerapan
kebudayaan. Sektor pendidikan
mempunyai tanggung jawab moral
untuk memajukan kebudayaan sebab
pendidikan akan dapat mengubah
pemikiran dan pandangan hidup
seseorang, Bila sektor pendidikan
dapat memainkan perannya dalam
memajukan kebudayaan, maka
manusia Indonesia akan mempunyai
kemampuan yang luar biasa untuk
membangun bangsa ini.
14
Dalam konteks Riau, kebudaya-
an Melayu haruslah dikembangkan
di seluruh tingkat pendidikan di
Riau, Ini sebenamya sesuai dengan
Visi Riau 2020 untuk menjadikan
Riau sebagai pusat kebudayaan
Melayu. Kebudayaan Melayu hatus
dijadikan pengetahuan dasar bagi
semua sekolah dan perguruan tinggi
yang terdapat di Riau. Gagasan
untuk menjadikan kebudayaan
Melayu sebagai suatu materi pem-
belajaran di sekolah dan perguruan
tinggi tidak bertujuan untuk
membangkitkan semangat kedaerah-
an, tetapi ini bertujuan untuk
memberikan penghargaan secara
khusus pada kearifan lokal yang
terdapat di Riau; Semua orang harus
menghargai bahwa kebudayaan
Melayu telah menjadi dasar per-
adaban Riau. Penghargaan terhadap
kearifan lokal itu harus terus
dilakukan meskipun tren global terus
berkembang di dunia. Hakekat
globalisasi sebenarnya tidak
mengabaikan potensi lokal dan
bahkan potensi lokal itu justru
mendapat pengakuan dan peng-
hargaan dalam dunia global sebab
setiap orang pada hakekatnya merupa-
kan bagian dari suatu kelompok
(lokal) sehingga lokalitas itu perl:
dihargai. Dengan kata hain, kondisi
global tidak menolak kearifan lokal
sehingga kita perlu mengangkat
secara bersungguh-sungguh kebudaya-
an Melayu yang terdapat di Riau.Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 6, No. 1 Tahun 2009 : 1 - 66
Era otonomi daerah yang
berangkat dari sentralisasi menuju
desentralisasi juga memberikan
dukungan terhadap penerapan
muatan budaya Melayu di Riau. Di
era otonomi, potensi lokal atau
budaya lolal mendapatkan perhatian
yang khusus sebab ini sesuai dengan
semangat otonomi untuk mengelola
potensi dan kemampuan diri sendiri.
Sebelum era otonomi, budaya lokal
atau daerah sering terpinggirkan dan
tidak mendapatkan tempat yang
layak. Sistem sentralisasi telah
mengkebiri perkembangan budaya
daerah sehingga pada saat itu hanya
budaya daerah yang mempunyai
kedekatan dengan pusat saja yang
berkembang sedangkan budaya
daerah yang jauh dari kepentingan
pusat cenderung dilupakan, Namun
demikian, seiring perubahan sistem
politik, budaya lokal dibangkitkan
kembali dengan tujuan memberikan
pengakuan dan penghargaan pada
potensi lokal.
Pada saat sistem otonomi
berkembang di Indonesia, di dunia
global berkembang pula multilul-
turalisme yang memberikan
pengakuan dan penghormatan
kepada semua perbedaan budaya.
Sebenarnya prinsip multikulturalisme
tidak bertentangan dengan semangat
otonomi sebab dalam multi-
kulturalisme justeru diakui identitas
dan potensi lokal. Yang terpenting
dalam multikulturalisme adalah
adanya pengakuan dan penerimaan
perbedaan yang terdapat dalam
masyarakat. Dengan demikian,
pengajaran budaya Melayu di
sekolah tidak bersifat ego sentris,
tetapi malah dapat mendorong
adanya pengakuan terhadap
pluralisme. Pengajaran budaya
Melayu di sekolah dapat membentuk
modal budaya yang tidak ternilai
harganya. Bahkan dengan modal
budaya itu pula manusia dapat
menghadapi tantangan alam dan
manusia pada era globalisasi saat
ini!
Pengajaran budaya Melayu
di sekolah juga akan dapat
memberikan pemahaman kepada
anakcanak dan masyarakat umum
bahwa kebudayaan bukan milik
orang tertentu saja dan hanya perlu
diketahui oleh pakar budaya dan
budayawan. Kebudayaan tidak
harus ditampilkan secara eksklusif
sebab kebudayaan itu milikk semua
orang sehingga siapa pun perlu
mengetahuinya. Dulu kebudayaan
memang dipandang berkaitan
'Tilar, Multikulturalisme: Tantangan-tantangan Global masa depan dalam
transforrusi pendidikan nasional (Jakarta: 2004) hal. 117Jurnal Iimu Budaya, Vol. 6, No. 1 Tahun 2009 i1- 66
dengan sekelompok ahli saja
sedangkan masyarakat umum tidak
ikut campur dalam urusan ke-
budayaan. Tetapi sekarang konsep
kebudayaan telah diperluas dan
dikembangkan sehingga kebudayaan
dapat dimiliki oleh semua orang,
Dengan kata lain, kebudayaan itu
bersifat publik atau “merakyat”
sehingga setiap orang mempunyai
hak untuk mempelajari_ dan
mengetahui kebudayaan.
Selain dasar pemikiran di
atas, pelaksanaan muatan lokal
budaya Melayu di sekolah dapat
didasari oleh beberapa peraturan:
1. Keputusan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor: 069/1993
tanggal 25 Februari 1993 tetang
Kurikulum Pendidikan Dasar 20
% Materi Muatan Lokal,
2. Keputusan Kepala Kantor
Wilayah Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Provinsi Riau
Nomor: 24/KPTS/KEP/ 1994.
tetang Mata Pelajaran Muatan
Lokal pada Tingkat Pendidikan
Dasar di Provinsi Riau
3. Undang-undang Nomor: 22 tahun
1999 dan Peraturan Pemerintah
Nomor: 25 tahun 2002,
—
*Peursen, Ciltur in Stroomersnelling,
Kebudayaan”. (Jakarta: 1988), hal. 13
4. Undang-undang Nomor 20 tahun
2003 tetang Sistem Pendidikan
Nasional Republik Indonesia
- Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor: 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 37 ayat (1) dan
pasal 38 ayat (2)
6. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor: 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional
Pendidikan
Adanya keenam peraturan di
atas sebenarnya telah cukup
memadai untuk melaksanakan
tuatan lokal budaya Melayu di
sekolah. Baik peraturan yang
keluarkan oleh pemerintah pusat
maupun pemerintah provinsi Riau
telah secara jelas memberikan
dukungan terhadap pengajaran
budaya Melayu. Adanya keinginan
pemerintah untuk memasulskan
materi yang berkaitan dengan
kehidupan sosial-budaya masyarakat
di dunia pendidikan sangat bail
sebab dapat membantu siswa itu
menghadapi —masyarakatnya.3
Sekarang tinggal komitmen pihake
pihak terkait untuk bekerja secara
sungguh-sungguh dalam mewujud-
kan budaya Melayu sebagai muatan
wn
terj. Dick Hartoko, “strategi
* UU. Hamidy, Bahasa Melayu dan Kreativitas Sastra di Riau.
(Pekanbaru:2003) hal. 9
16Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 6, No. 1 Talun 2009 : 1 - 66
lokal di sekolah. Peranan pemerintah
tetap menjadi kunci utama dalam
mewujudkan ini sebab pemerintah
mempunyai kekuatan dan dana.
Dengan kekuatan dan dana
pemerintah dapat bekerjasama
dengan pihak-pihak lain untuk
merencanakan, mengelola, melak-
sanakan, dan mengevaluasi program
pelajaran muatan lokal budaya
Melayu di Riau.
STRATEGI PENERAPAN
MUATAN LOKAL BUDAYA
MELAYU
Untulsmewujudkan pembelajar-
an kebudayaan Melayu di sekolah
dan perguruan tinggi diperlukan
strategi-strategi tertentu agar cita-
cita ini memberikan hasil yang positif
dalam upaya memajukan pem-
bangunan kebudayaan di Riau.
Berikut ini akan disampaikan
beberapa strategi yang dapat
dipertimbangkan untuk mewujudkan
itu.
Pertama, perlunya kebijakan
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kota/Kabupaten di Riau tentang
kewajiban untuk mengajarkan
budaya Melayu di sekolah. Peme-
rintah Provinsi Riau sudah
sewajarnya mewajibkan setiap
sekolah di Riau untuk mengajarkan
budaya Melayu sebab bagaimana
mungkin orang yang tinggal di Riau
tidak memahami sistem sosial dan
kebudayaan Riau. Sistem pendidikan
sebenarnya telah memberikan
kesempatan kepada setiap daerah
untuk mengajarkan — budaya
tempatan. Di sebagian daerah di
Provinsi Riau sebenarnya sudah
dimulai mengajarkan budaya Melayu
di sekolah. Meskipun telah ada Surat
Keputusan Kakanwil Depdikbud
Provinsi Riau Nomor 24/KPTS/
KEP-1994 tentang kebudayaan
daerah sebagai mata pelajaran
pilihan, tidak semua sekolah di Riau
yang melaksanakan itu. Oleh karena
itu, pihak pemerintah perlu
bersungguh-sungguh untuk meng-
angkat budaya Melayu sebagai
muatan lokal. Pemerintah perlu
memprakarsai pembuatan buku
panduan khusus tentang muatan
lokal budaya Melayu. Pembuatan
buku itu harus melibatkan pihak-
pihak yang benar-benar mempunyai
kompetensi tentang pengajaran dan
budaya Melayu seperti, Dinas
Pendidikan, Dinas Kebudayaan,
Lembaga Adat Melayu Riau, per-
guruan tinggi, dan lembaga kesenian
atau kebudayaan lainnya. Meskipun
beberapa sekolah di Riau berada
dalam masyarakat yang mayoritas
tidak berasal dari Riau, seperti
adanya masyarakat transmigrasi dari
Jawa atau masyarakat dari Sumatera
Utara, muatan lokal budaya Melayu
harus tetap diajarkan di sekolah itu
dengan dasar bahwa orang yang
berasal dari lar Riau pun perlu
memahami budaya Melayu itu sebab
17Jurnal Iimu Budaya, Vol. 6, No. 1 Tahun 2009 : 1 - 66
mereka berada dan hidup di wilayah
kebudayaan Melayu,
Kedua, penyediaan tenaga
Pengajar dan beasiswa khusus
Pendidikan Melayu. Untuk
mewujudkan budaya Melayu sebagai
muatan lokal di Riau, sangat
diperlukan tenaga pengajar yang
mempunyai kemampuan untuk
mengajarkan itu, Penyediaan guru
muatan lokal budaya Melayu dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu
dengan mengangkat guru khusus
untuk mengajarkan budaya Melayu.
Cara ini memang akan memerlukan
kebijakan khusus dari pemerintah
daerah dan akan memerlukan wakeu
beberapa tahun untuk mencari orang
yang mempunyai latar pendidikan
budaya Melayu sebab saat ini orang
yang mempunyai latar belakang
pendidikan budaya Melayu sangat
terbatas. Kedua adalah dengan cara
memberikan pelatihan atau
pendidikan khusus tentang budaya
Melayu secara terstruktur kepada
guru-guru yang telah diangkat di
sekolah-sekolah sehingga nantinya
mereka mempunyai pengetahuan
yang memadai untuk mengajarkan
budaya Melayu kepada para siswa.
Untuk menyediakan tenaga pengajar
yang mempunyai kompetensi budaya
Melayu, pihak pemerintah harus
mempunyai program kerjasama
dengan pihak perguruan tinggi
khususnya perguruan tinggi yang
mempunyai Program Studi Sastra/
18
Budaya Melayu seperti di Fakultas
Umu Budaya Universitas Lancang
Kuning. Pemerintah harus menye-
diakan beasiswa atau bantuan dana
untuk penyelenggaraan pendidikan
atau pelatihan tenaga pengajar
budaya Melayu. Tanpa adanya dana
Khusus dari pemerintah sangat sulit
untuk mewujudkan budaya Melayu
sebagai muatan lokal di sekolah.
Ketiga, penulisan/penelitian
dan penerbitan buku ajar budaya
Melayu. Bila budaya Melayu
diajarkan di sekolah maka diperk-
kan buku ajar sebagai panduan bagi
guru dan siswa dalam mempelajari
budaya Melayu. Penulisan buku ajar
budaya Melayu perlu melibatkan tim
khusus yang benar-benar memahami
budaya Melayu dan pendidikan sebab
materi yang akan disampaikan itu
harus dikemas dengan semenarik
mungkin agar siswa dan guru benar-
benar mempunyai perhatian terhadap
materi yang disampaikan itu. Selain
itu, penulisan buku ajar budaya
Melayu harus mempertimbangkan
kondisi kekinian atau dunia anak
muda supaya para siswa tidak merasa
bosan terhadap materi budaya
Melayu. Bagi sebagian orang, materi
budaya bisa membosankan sehingga
materi budaya Melayu harus
ditampilkan dengan cara-cara yang
clegan. Dalam proses penulisan buku
ajar perlu juga dilakukan kegiacan
penelitian tentang budaya Melayu
sebab dengan melakukan penelitianJurnal Ilmu Budaya, Vol. 6, No. 1 Tahun 2009 : 1 - 66
akan dapat diungkap makna-makna
luhur yang terkandung dalam
kebudayaan, Penelitian juga akan
membangkitkan kembali perhatian
kita tethadap pentingnya memahami
budaya.
Penyusunan buku ajar budaya
Melayu harus mengacu kepada
icunikulum yang telah ditetapkan oleh
instansi terkait agar materi yang
disampaikan mempunyai standar.
Kurikulum yang disusun itu harus
pula mempertimbangkan aspek-
aspek budaya Melayu yang penting
dan nyata dalam kehidupan sehari-
hari agar para siswa dapat langsung
mempunyai pengalaman tentang
pelaksanaan budaya Melayu sehari-
~ hari, Aspek muatan-lokal-itu tidak
hanya bahasa seperti yang dulu
pernah diterapkan, yaitu Arab
Melayu. Arab Melayu hanyalah salah
satu unsur budaya Melayu. Masih
banyak unsur budaya Melayu lainnya
yang perlu diketahui oleh orang-
orang yang tinggal di Riau. Selain itu,
pembelajaran budaya Melayu tidak
hanya mengangkat budaya fisik
tetapi yang lebih terpenting adalah
mengangkat nilai-nilai filosofis yang
terkandung dalam budaya itu.
Dengan berkunjung secara langsung
ke tempat-tempat yang mempunyai
nilai budaya dan sejarah juga akan
dapat membantu siswa untuk
memahami budaya Melayu itu.
Melibatkan siswa dalam kegiatan
budaya atau pertunjukkan budaya
juga akan dapat mendorong siswa
untuk menghargai budaya Melayu
yang terdapat di Riau.
Keempat, sosialisai pelajaran
muatan lokal budaya Melayu.
Sosialisasi secara intensif dan terus
menerus perlu dilakukan untuk
memberikan pemahaman kepada
seluruh orang Riau tentang
pentingnya pengajaran muatan lokal
budaya Melayu di sekolah. Selama ini
ada kecenderungan bahwa muatan
lokal budaya Melayu dilaksanakan di
kota saja akibat kurangnya sosialisasi
dan bimbingan yang dilakukan oleh
pihak terkait. Masyarakat umum
perlu diberikan pemahaman tentang,
tujuan pembelajaran budaya Melayu
di-sekolah agar mereka tidak
menganggap pengajaran budaya
Melayu bertujuan untuk mengutama-
kan budaya Melayu dan meng-
abaikan budaya dari etnis lain.
Dengan adanya sosialisasi, masya-
rakat akan dapat memahami bahwa
mereka tinggal di tanah Melayu,
sehingga mereka perlu mempelajari
dan memahami budaya Melayu.
Kelima, pembelajaran muatan
lokal budaya Melayu harus
mempertimbangkan kondisi multi-
kultural pada saat ini. Dengan kata
lain, pembelajaran budaya Melayu
harus berdasarkan prinsip peng-
akuan dan penghargaan terhadap
budaya etnis lain, Pembelajaran
budaya Melayu harus bersifat terbuka
sebab salah satu sifat luhur orang
19