Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 16

LAPORAN PENDAHULUAN

BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA

A. Konsep Penyakit BPH (benigna prostat hyperplasia).

1. Definisi

Hiperplasia prostat adalah pembesanan jinak kelenjar prostat,

disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen

prostat meliputi jaringan kelenjar atau jaringan fibromuskuler yang

menyebabkan penyumbatan uretra pars prstatika (Padila, 2012).

Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah pembesaran progresif

dari kelenjar prostat, bersifat jinak disebabkan oleh hiperplasi beberapa

atau semua komponen prostat yang mengakibatkan penyumbatan uretra

prostatika (Muttaqin & Sari, 2011).

BPH (Benigna Prostat Hyperplasia) adalah pembesaran jinak

kelenjar prostate yang disebabkan karena hyperplasia beberapa atau

semua komponen prostate (Nugroho, 2011).

BPH adalah kondisi patologis yang paling umum pada pria lansia

dan penyebab kedua yang paling sering untuk intervensi medis pada pria

di atas usia 60 tahun (Potter & Perry, 2008).

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa BPH

adalah pembesaran atau hipertrofi prostat, kelenjar prostat membesar,

memanjang kearah depan kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran

keluar urine sehingga menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral

dan pembatasan aliran urinarius.

1
2

2. Etiologi

Menurut Padila (2012) penyebab yang pasti dari terjadinya

BPH belum diketahui secara pasti, beberapa hipotesis menyatakan

bahwa gangguan ini ada kaitannya dengan peningkatan kadar

dehidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan.

Hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasi

prostat adalah :

1. Dihydrotestosteron yaitu peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor

androgen menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat

mengalami hiperplasi.

2. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan

estrogen pada lanjut usia.

3. Interaksi stroma dan epitel, peningkatan epidermal.

4. Berkurangnya sel yang mati. Estrogen yang meningkat

menyebabkan peningkatan lama hidup sel-sel prostat.

5. Teori sel stem. Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi

sel transit.

3. Tanda dan Gejala

Menurut Digiulio dkk (2014) tanda dan gejala dari BPH (Benigna

Prostat Hyperplasia) adalah :

1. Gejala obstruktif

a. Hesitansi (sulit memulai miksi,harus menunggu lama)

b. Pancaran miksi lemah

c. Intermiten (Kencing terputus-putus)


3

d. Rasa tidak puas setelah miksi

e. Menetes setelah miksi

f. Waktu miksi memanjang sehingga terjadi retensi urine

2. Gejala iritasi

a. Sering miksi (frekuensi)

b. Terbangun pada malam hari karena keinginan untuk miksi

(nokturia).

c. Perasaan ingin miksi yang mendesak (urgensi)

d. Nyeri saat miksi (disuria)

4. Anatomi dari Benigna Prostat Hiperplasia

a. Fisiologi dari Benigna Prostat Hiperplasia

Pada laki-laki, traktus urinari tidak terpisah dari traktus

genitalis. Uretra meninggalkan kandung kemih dan melalui kelenjar

prostat yang bagian itu dikenal sebagai uretra pars prostatika,

berjalan ke uretra membranosa, kemudian menjadi uretra penis,

membelok dengan sudut 900 dan melalui perineum ke penis (Padila,

2012).

b. Struktur dari sistem reproduksi pria :

1). Testis

Organ kelamin tempat spermatozoa dan hormon laki-laki

dibentuk, kelenjar testis terdapat 2 buah seperti telur yang

menghasilkan sperma dan tersimpan dalam scrotum masing-

masing difunika albugenia terstis.


4

Fungsinya untuk membentuk gamet-gamet baru dan

menghasilkan hormon testosteron.

2). Vesika seminalis

Adalah kelenjar yang panjangnya 5-10 cm berupa kantong

huruf S berbelok-belok, sekretnya yang alkalis bersama dengan

cairan prostat merupakan bagian terbesar, segmen yang

mengandung fruktosa sebagai sumber energi spermatozoa.

3). Vas Deferens

Terletak dibawah vesika urinaria, melekat di dinding bawah

vesika urinaria disekitar uretra bagian atas.

Fungsi : Menambah cairan alkalis pada caiiran seminalis yang

berguna melindungi protozoa terhadap tekanan yang terdapat

pada uretra.

c. Struktur dari sistem traktus urinaries :

1). Ginjal

Kelenjar dibagian scrotum, bagian yang disebut glans penis,

bagian tengah korpus penis dan pangkalnya serabut radix

penis.

2). Ureter

Terdiri dari 2 saluran pipa, masing-masing bersambung dari

ginjal ke VU, panjang ± 25-30 cm dan panampang ± 0,5 cm.

3). Vesica urinaria

Berbentuk kerucut dan dilindungi otot yang kuat, terdiri

dari fundus, korpus, korteks.


5

4). Uretra

Saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih

yang berfungsi menyalurkan urine keluar.

5. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda

gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor

gagal berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga

mengakibatkan: pancaran miksi melemah, rasa tidak puas sehabis

miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus

mengejan (straining) kencing terputus-putus (intermittency), dan

waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin dan

inkontinen karena overflow.

Gejala iritasi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna

atau pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga

sering berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai

hipersenitivitas otot detrusor dengan tanda dan gejala antara lain:

sering miksi (frekwensi), terbangun untuk miksi pada malam hari

(nokturia), perasaan ingin miksi yang mendesak (urgensi), dan nyeri

pada saat miksi (disuria) (Digiulio dkk, 2014)

Derajat berat BPH menurut Aspiani (2014) dibedakan

menjadi 4 stadium :

1. Stadium I

Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan

urine sampai habis.


6

2. Stadium II

Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine

walaupun tidak sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada

rasa ridak enak BAK atau disuria dan menjadi nocturia.

3. Stadium III

Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.

4. Stadium IV

Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine

menetes secara periodik (over flow inkontinen).

6. Patofisiologi

Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan seiring

dengan bertambahnya usia sehingga terjadi perubahan keseimbangan

hormonal yaitu terjadi reduksi testosteron menjadi dehidrotestosteron

dalam sel prostat yang kemudian menjadi faktor terjadinya penetrasi

DHT kedalam inti sel. Hal ini dapat menyebabkan inskripsi pada RNA

sehingga menyebabkan terjadinya sintesis protein yang kemudian

menjadi hiperplasia kelenjar prostat (Manjoer, 2008).

Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, maka akan

terjadi penyempitan lumen uretra prostatika dan akan menghambat

aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intra

vesikal.untuk dapat mengeluarkan urine buli-buli harus berkontraksi

lebih kuat guna melawan tekanan tersebut, sehingga akan terjadi

resistensi pada buli-buli dan daerah prostat meningkkat, serta otot

detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka


7

detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan

tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urine

(Padila, 2012).

Tekanan intravesikal yang tinggi akan diteruskan keseluruh

bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan

pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari

buli-buli ke ureter atau terjadi refluks-vesiko ureter. Keadaan ini jika

berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis

bahkan akhirnya dapat terjadi gagal ginjal (Prabowo, 2010).


8

1. Pathways BPH (Benigna Prostat Hiperplasia)

Sumber : Prabowo dan Pranata, (2014).

7. Komplikasi

Menurut Wijaya & Putri (2013) komplikasi dari BPH adalah :

1. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter,

hidroureter, hidronefrosis, serta gagal ginjal.


9

2. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada saat

miksi.

3. Hernia atau haemorhoid.

4. Terbentuknya batu, karena selalu terdapat sisa urine di kandung

kemih.

5. Hematuria.

6. Sistitis dan pielonefritis.

8. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk penyakit BPH menurut Rendy &

Margareth (2012) adalah :

1. Pengukuran besarnya hipertrofi prostat dengan cara :

a. Rectal garding, yaitu dengan rectal toucher diperkirakan berapa

cm prostat yang menonjol ke dalam lumen rektum yang

dilakukan sebaiknya pada saat buli-buli kosong.

Gradasi ini adalah :

1)      0-1 cm : grade 0

2)      1-2 cm : grade 1

3)      2-3 cm : grade 2

4)      3-4 cm : grade 3

5)      4 cm : grade 4

b. Clinical grading, dalam hal ini urine menjadi patokan. Pada pagi

hari setelah bangun pasien disuruh kencing sampai selesai,

kemudian di masukan kateter ke dalam buli-buli untuk mengukur

sisa urine.
10

1)   Sisa urine 0 cc : normal

2)   Sisa urine 0-50 cc : grade 1

3)    Sisa urine 50-150 cc : grade 2

4)    Sisa urine > 150 cc : grade 3

5)    Tidak bisa kencing : grade 4

c. Intra uretral grading, dengan alat perondoskope dengan

diukur/dilihat berapa jauh penonjolan lobus lateral ke dalam

lumen uretra.

1)      Grade 1 : Clinical grading sejak berbulan-bulan, berbulan-

bulan, bertahun-tahun, mengeluh kalau kencing tidak lancar,

pancaran lemah, nokturia.

2)      Grade 2 : Bila miksi terasa panas, sakit, disuria.

3)      Grade 3 : Gejala makin berat.

4)      Grade 4 : Buli-buli penuh, disuria, overflow inkontinence.

Bila overflow inkontinence dibiarkan dengan adanya infeksi

dapat terjadi urosepsis berat. Pasien menggigil, panas 40-

41°C, kesadaran menurun.

2. Pemeriksaan laboratorium

Analisis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting

untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri, dan infeksi. Bila terdapat

hematuria, harus diperhitungkan etiologi lain seperti keganasan

pada saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH

sendiri dapat menyebabkan hematuria.


11

3. Pemeriksaan Radiologis

a. USG (Transuretal Ultrasonografi Prostat) untuk menentukan

volume prostat.

b. Trans-abdominal USG : untuk mendeteksi bagian prostat yang

menonjol ke buli-buli yang dapat dipakai untuk meramalkan

derajat berat obstruksi apabila ada batu dalam vesika.

c. Cystocopy adalah prosedur pemeriksaan dengan sebuah tabung

fleksible berlensa yang dimasukkan melalui uretra ke

dalam kandung kemih untuk melihat adanya penebalan pada

dinding kandung kemih.

4. Interpretasi hasil tes

Menurut Digiulio (2014) interpretasi hasil tes benigna prostat

hyperplasia adalah sebagai berikut :

a. Urografi menunjukkan volume urine residu paksa pengosongan

tinggi

b. PSA (Prostate Specific Antigen) dapat naik perlahan

c. Prostate ultrasound menunjukkan hipertrofi

d. Pemeriksaan rectal digital menunjukkan penuhnya prostat dan

hilangnya mediam sulkus (Midline groove antara dua lubang

prostat yang sejajar)

e. Urinalysis (analisis urine) mungkin menunjukkan hematuria

mikroskopis.

f. Kadar BUN dan kreatinin dapat naik, jika fungsi ginjal

terganggu.
12

9. Penatalaksanaan

Menurut Prabowo dan Pranata, (2014) dalam penatalaksanaan pasien

dengan BPH tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis :

1. Stadium I

Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah,

diberikan pengobatan konservatif, misalnya menghambat

adrenoresptoralfa seperti alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat

ini adalah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak

mempengaruhi proses hiperplasi prostat. Sedikitpun kekurangannya

adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.

2. Stadium II

Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan

pembedahan biasanya dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra

(trans uretra).

3. Stadium III

Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila

diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan

selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka.

Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika,

retropubik dan perineal.

4. Stadium IV

Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan

penderita dari retensi urin total dengan memasang kateter

atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut amok


13

melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive dengan TUR atau

pembedahan terbuka.

Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan

dilakukan pembedahan dapat dilakukan pengobatan konservatif

dengan memberikan obat penghambat adrenoreseptor alfa.

Pengobatan konservatif adalah dengan memberikan obat anti

androgen yang menekan produksi LH.

Menurut Grace & Borley (2008), penatalaksanaan pada BPH dapat

dilakukan dengan :

1. Observasi

Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat

dekongestan, kurangi kopi, hindari alkohol, tiap 3 bulan kontrol

keluhan, sisa kencing dan colok dubur.

2. Medikamentosa

a. Penghambat alfa (alpha blocker)

Prostat dan dasar buli-buli manusia mengandung

adrenoreseptor-α1, dan prostat memperlihatkan respon mengecil

terhadap agonis. Komponen yang berperan dalam mengecilnya

prostat dan leher buli-buli secara primer diperantarai oleh

reseptor α1a. Penghambatan terhadap alfa telah memperlihatkan

hasil berupa perbaikan subjektif dan objektif terhadap gejala dan

tanda (sing and symptom) BPH pada beberapa pasien.

Penghambat alfa dapat diklasifikasikan berdasarkan selektifitas

reseptor dan waktu paruhnya


14

b. Penghambat 5α-Reduktase (5α-Reductase inhibitors)

Finasteride adalah penghambat 5α-Reduktase yang

menghambat perubahan testosteron menjadi dihydratestosteron.

Obat ini mempengaruhi komponen epitel prostat, yang

menghasilkan pengurangan ukuran kelenjar dan memperbaiki

gejala. Dianjurkan pemberian terapi ini selama 6 bulan, guna

melihat efek maksimal terhadap ukuran prostat (reduksi 20%)

dan perbaikan gejala-gejala

c. Terapi Kombinasi

Terapi kombinasi antara penghambat alfa dan penghambat

5α-Reduktase memperlihatkan bahwa penurunan symptom

score dan peningkatan aliran urin hanya ditemukan pada pasien

yang mendapatkan hanya Terazosin. Penelitian terapi kombinasi

tambahan sedang berlangsung

d. Fitoterapi

Fitoterapi adalah penggunaan tumbuh-tumbuhan dan ekstrak

tumbuh-tumbuhan untuk tujuan medis. Penggunaan fitoterapi

pada BPH telah popular di Eropa selama beberapa tahun.

Mekanisme kerja fitoterapi tidak diketahui, efektifitas dan

keamanan fitoterapi belum banyak diuji.

3. Terapi Bedah

Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria,

penurunan fungsi ginjal, infeksi saluran kemih berulang, divertikel

batu saluran kemih, hidroureter, hidronefrosis jenis pembedahan:


15

a. TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)

Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat

melalui sitoskopi atau resektoskop yang dimasukkan malalui

uretra.

b. Prostatektomi Suprapubis

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat

pada kandung kemih.

c. Prostatektomi retropubis

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen

bagian bawah melalui fosa prostat anterior tanpa memasuki

kandung kemih.

d. Prostatektomi Peritoneal

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi

diantara skrotum dan rektum.

e. Prostatektomi retropubis radikal

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula

seminalis dan jaringan yang berdekatan melalui sebuah insisi

pada abdomen bagian bawah, uretra dianastomosiskan ke leher

kandung kemih pada kanker prostat.

f. Terapi Invasif Minimal

1) Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT)

Yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro yang

disalurkan ke kelenjar prostat melalui antena yang dipasang

melalui/pada ujung kateter.


16

2)  Trans Uretral Ultrasound Guided Laser Induced

Prostatectomy (TULIP)

3) Trans Uretral Ballon Dilatation (TUBD).

Menurut Digiulio (2014) intervensi keperawatan yang dapat

dilakukan pada pasien Benigna Prostat Hyperplasia yaitu :

1. Pertahankan 3 port catheter postop. Port satu untuk irigasi, lainnya

untuk pengeringan, dan port tiga untuk memompa satu balon yang

menahan kateter tetap pada posisi.

2. Monitor asupan dan pengeluaran

3. Monitor tanda-tanda vital perubahan

4. Monitor irigasi kandung kemih pasien pasca operasi

5. Catat warna urine yang keluar

6. Monitor kejang kandung kemih yang dapat mengindikasikan

pengeringan kateter yang terhalangi setelah operasi

7. Mengajarkan kepada pasien

a). Menghindari kafein, alkohol, decongestan, anticholinergic yang

dapat meningkatkan gejala-gejala BPH

b). Katerer urine yang tepat dan benar

c). Monitor tanda-tanda infeksi kandung kemih

You might also like