Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 1, Hlm.

1-10, Juni 2016

PERKEMBANGAN AKTIVITAS ENZIM PENCERNAAN LARVA IKAN KERAPU


RAJA SUNU (Plectropomus laevis)

DEVELOPMENT OF DIGESTIVE ENZYMES ACTIVITY ON BLACK SADDLED


CORAL GROUPER (Plectropomus laevis) LARVAE

Bejo Slamet1* dan Titiek Aslianti1


1
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut, Gondol-Bali.
*E-mail: bedjoselamet@yahoo.co.id

ABSTRACT
Protease, amylase, and lipase enzymes were used as biological indicators to measure larvae’s food
digestion. The aim of this study was to describe digestive enzyme activity development of black
saddled coral grouper (Plectropomus laevis) larvae. The just hatching larvae were reared in concrete
tank 2x3x1 m3 with stocking density of 10 larvae/L. In the larval rearing media were added with
Nanochloropsis oculata at 105 cel/ml started from 1 day old (D-1). The larvae was fed with rotifer
(Brachionus rotundiformis) at 10-20 ind/ml started from D-2 and artificial diet from D-10. To analyze
the protease, amylase, and lipase enzymes activities, samples were taken 0.5-1 g or about 1000 larvae
on D-3, D-4, D-6, D-8 and 500 larvae on D-10, D-12, D-16, and D-20. The result showed that the
protease, amylase, and lipase enzymes activity were positively correlated with the growth. Digestive
enzymes activity was increased when larvae started on endogenous feeding (D-3), become down on D-
6, stable on D-8 to D-10, increased on D-12, and reached the highest level on D-16. Digestive
enzymes activity was higher when larvae started feeding with artificial diet compared to the larvae
before feeding with artificial diet.

Keywords: digestive enzymes, development, larvae, blacksaddled coral grouper

ABSTRAK
Enzim protease, amilase dan lipase merupakan indikator biologis yang dapat menunjukkan kesesuaian
jenis pakan yang dikonsumsi larva melalui kemampuannya untuk mencerna. Penelitian ini bertujuan
untuk mengevaluasi perkembangan aktivitas enzim pencernaan larva ikan kerapu raja sunu
(Plectropomus laevis). Larva yang baru menetas dipelihara di bak beton ukuran 2x3x1m dengan
kepadatan 10 ekor/L. Pada wadah pemeliharaan larva mulai umur 1 hari (D-1) ditambahkan
Nanochloropsis oculata dengan kepadatan 105 cel/ml, mulai umur 2 hari diberi pakan rotifer
(Brachionus rotundiformis) dengan kepadatan 10-20 ind./ml, sedangkan pakan buatan (micropellet)
diberikan mulai umur 10 hari. Untuk pengukuran aktivitas enzim protease, amilase, dan lipase
dilakukan pengambilan sampel larva sebanyak 0,5-1 g atau sekitar 1000 ekor pada D-3, D-4, D-6, D-8,
dan 500 ekor pada D-10, D-12, D-16 dan D-20. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas enzim
protease, lipase dan amilase berkorelasi positif terhadap pertumbuhan larva. Aktifitas enzim
pencernaan meningkat saat larva mendapat makanan dari luar tubuh (D-3), menurun pada D-6, stabil
pada D-8 sampai D-10 dan mencapai level tertinggi pada D-16. Larva yang sudah diberi pakan buatan
cenderung memiliki aktivitas enzim yang lebih tinggi dibandingkan larva saat sebelum diberi pakan
buatan.

Kata kunci: enzim pencernaan, perkembangan, larva, kerapu raja sunu

I. PENDAHULUAN ini stok ikan kerapu raja sunu di alam sudah


sangat langka sebagai akibat penangkapan
Ikan kerapu raja sunu (Plectropomus yang berlebih. Usaha kearah budidaya ikan
laevis) merupakan komoditi ekspor yang ini perlu dilakukan dalam rangka perlin-
bernilai ekonomis tinggi di pasar Asia. Saat dungan populasinya di alam, pemenuhan

@Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia dan


Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB 1
Perkembangan Aktivitas Enzim Pencernaan Larva . . .

kebutuhan pasar dan diversifikasi usaha bu- kakap merah (Diplodus puntazzo) (Savona et
didaya ikan kerapu. Pembenihan ikan ke- al., 2011), bawal bintang (Trachinotus
rapu raja sunu perlu dilakukan guna men- blochii) (Pranata et al., 2014), yang memper-
dukung pemenuhan kebutuhan benih. lihatkan bahwa aktivitas enzim pencernaan
Pada pemeliharaan massal larva ikan meningkat dengan semakin meningkatnya
kerapu, periode kritis terjadi pada umur 1 umur larva. Pada larva kerapu, telah diteliti
hingga 20 hari. Apabila larva tidak berhasil aktivitas enzim tripsin meningkat selama pro-
melewati periode kritis tersebut, maka larva ses penyerapan kuning telur (Adriyanto dan
akan mengalami kematian. Pada umumnya Marzuqi, 2012), aktivitas enzim tripsin juga
kegagalan dalam produksi benih ikan kerapu berhubungan dengan perkembangan dan di-
terjadi akibat kematian pada stadia awal ferensiasi organ larva (Andrianto dan Mu-
larva. Salah satu faktor yang diduga menjadi zaki, 2013). Penelitian perkembangan enzim
penyebabnya adalah masalah fisiologis larva pencernaan khususnya protease, amilase dan
yang berkaitan dengan enzim pencernaannya, lipase pada larva ikan kerapu belum banyak
karena pada periode kritis stadia larva ter- dilakukan.
sebut mengalami perubahan sumber dan jenis Dari hal tersebut perlu dilakukan
pakan. Perkembangan enzim pencernaan lar- penelitian yang terfokus pada aktivitas enzim
va ikan merupakan hal yang sangat penting pencernaan larva kerapu raja sunu yang me-
untuk diketahui terutama dalam menentukan liputi enzim protease, amilase, dan lipase.
kesesuaian pakan dengan sistem pencernaan Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi
larva, dan untuk mengevaluasi efek nutrisi perkembangan aktivitas enzim larva kerapu
yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan raja sunu yang berhubungan dengan kesiapan
ikan. Enzim-enzim yang terkait dengan pro- larva dalam mencerna pakan yang diberikan.
ses pencernaan merupakan tolok ukur yang
menunjukkan seberapa jauh peran pakan II. METODE PENELITIAN
dalam mendukung pertumbuhan larva se-
hingga dapat meningkatkan kelangsungan Penelitian dilakukan di hatchery Ba-
hidupnya. Pada stadia larva, sistem pencer- lai Besar Penelitian dan Pengembangan Bu-
naan dan fungsi enzimatik pencernaannya didaya Laut (BBPPBL) Gondol, Buleleng,
masih sangat sederhana dan belum berkem- Bali, pada bulan Maret sampai Mei 2015.
bang secara sempurna. Hal ini diduga menye- Pemeliharaan larva menggunakan bak beton
babkan kemampuan larva untuk mencerna ukuran 2x3x1m (volume 6 m3) yang diisi air
pakan masih sangat terbatas. laut yang telah disaring dengan saringan
Aktifitas enzim merupakan indikator pasir dan filter bag, kemudian larva ikan
biologi dalam mendeteksi kemampuan larva kerapu raja sunu yang baru menetas ditebar
untuk mencerna makanan, sehingga aktivitas dengan kepadatan 10 ekor/liter. Pada bak
enzim protease, amilase, dan lipase merupa- pemeliharaan larva diberikan Nanochloropsis
kan indikator kemampuan larva untuk men- oculata dengan kepadatan 105 sel/ml mulai
cerna protein, karbohidrat dan lemak (Wang umur 1 hari, pakan berupa rotifer (Brachio-
et al., 2006). nus rotundiformis) diberikan pada larva
Profil enzim pencernaan merupakan mulai umur 2 hari dengan kepadatan 10-20
salah satu aspek biologis yang penting untuk ind/ml; sedangkan pakan buatan (khusus
diamati karena berkorelasi dengan peman- untuk larva ikan laut dengan kadar protein
faatan pakan dan pertumbuhan ikan. Penga- 56%) diberikan pada larva mulai umur 10
matan aktivitas enzim pencernaan larva bebe- hari, dengan jumlah dan ukuran disesuaikan
rapa jenis ikan laut telah dilakukan antara dengan umur larva. Pergantian air pemeliha-
lain pada larva ikan kuwe kuning (Gnatha- raan dilakukan mulai larva umur 7 hari seba-
nodon speciosus) (Aslianti dan Afifah, 2012), nyak 5% volume media dan selanjutnya

2 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt81
Slamet dan Aslianti

pergantian air dinaikkan 5% per hari. Untuk dihasilkan tirosin yang dibebaskan. Pengu-
menjaga kualitas air di dalam media pemeli- kuran dilakukan dengan menggunakan kasein
haraan, dilakukan penyifonan, yang dilaku- sebagai substrat dan tirosin sebagai standar,
kan secara periodik, mulai larva umur 10 yang dibaca dengan menggunakan alat spek-
hari. trofotometer pada panjang gelombang 560
Untuk pengamatan pertumbuhan dan nm. Aktivitas enzim amilase diketahui
penyerapan cadangan makanan (kuning telur dengan mengukur kemampuan enzim untuk
dan butir minyak) dilakukan pengambilan menghidrolisis larutan pati hingga dibebas-
sampel 10 ekor larva tiap hari menggunakan kan gula pereduksi. Gula pereduksi yang
pipet plastik yang bermulut lebar (diameter 5 dihasilkan diukur dengan metode Shaffer
mm). Selanjutnya dilakukan pengamatan Hartman dan automatic analysis Bochringer
morfologi pengukuran panjang total, diame- Mannheim amylase PNP. Aktivitas enzim
ter kuning telur (yolk) dan butir minyak (oil lipase diukur dengan menggunakan substrat
globule), duri sirip punggung serta duri sirip triolein. Asam lemak yang dibebaskan akan
dada larva menggunakan mikroskop stereos- membentuk garam asam lemak yang me-
kopis yang dilengkapi dengan mikrometer. ngendap, selanjutnya garam tersebut diukur
Data yang diperoleh dari hasil pengukuran secara turbidimetrik pada panjang gelombang
dianalisis secara diskriptif dan ditampilkan 340 nm. Aktivitas enzim protease, amilase
dalam bentuk grafik antara umur dengan dan lipase masing-masing dinyatakan dalam
variabel pengamatan. Sebagai data dukung unit aktivitas enzim/mL sampel/menit.
dalam penelitian ini setiap hari dilakukan
pengamatan kualitas air antara lain suhu, III. HASIL DAN PEMBAHASAN
salinitas, pH, DO, amonia, nitrit, nitrat dan
fosfat. Selanjutnya data kualitas air media Aktivitas enzim protease sudah terli-
pemeliharaan larva di bandingkan dengan hat mulai umur 3 hari dan relatif tinggi
acuan kualitas air untuk media pemeliharaan sampai umur 4 hari (D-4) yaitu 0,106-0,110
larva ikan kerapu macan (Epinephelus fusco- unit mL/menit. Selanjutnya sedikit turun
guttatus) menurut Sugama et al. (2013) yai- pada D-6 sampai D-10 (0,088-0,096 unit mL/
tu suhu 28-30 oC; pH 8-8,3; D0 >5ppm; am- menit) dan meningkat mulai D-12 (0,110 unit
monia <0,1 ppm; nitrit <1,0 ppm. mL/menit) dan tertinggi pada D-16 (0,16 unit
Untuk mengetahui aktivitas enzim mL/menit) serta menurun lagi pada D-20
pencernaan larva (protease, amilase dan (0,10 unit mL/menit) (Gambar. 1).
lipase) dilakukan pengambilan sampel larva Aktivitas enzim lipase sudah terlihat
sebanyak 0,5-1 g atau sekitar 1000 ekor pada tinggi pada umur 3 hari (D-3) (0,183 unit
larva umur 3 (D-3), D-4, D-6, dan D-8, serta mL/menit) dan menurun pada D-4 yaitu
500 ekor pada larva D-10, D-12, D-16, D-20. 0,054 unit mL/menit. Selanjutnya stabil pada
Pengambilan sampel dilakukan secara hati- D-6 sampai D-10 (0,088-0,117 unit mL/
hati untuk mencegah larva mengalami stres. menit), meningkat mulai D-12 (0,142 unit
Pengambilan sampel dikerjakan pada kondisi mL/menit) dan tertinggi pada D-16 (0,217
suhu 0-4°C, selanjutnya sampel disimpan unit mL/menit) serta menurun lagi pada D-20
pada suhu -80°C hingga saat pelaksanaan (0,021 unit mL/menit) (Gambar 2).
analisis. Analisis aktivitas enzim pencernaan Aktivitas enzim amylase sudah ter-
larva dilakukan mengikuti metode Berg- lihat pada D-3 dan relatif tinggi sampai (D-4)
meyer et al. (1983). Analisa menggunakan yaitu 0,68-0,81 unit mL/menit. Selanjutnya
alat spektrofotometer dengan panjang gelom- sedikit turun pada D-6 sampai D-10 (0,51-
bang 340-560 nm. Analisa aktivitas protease 0,55 unit mL/menit) dan meningkat mulai D-
ditentukan dengan mengukur kemampuan 12 (0,60 unit mL/menit) dan tertinggi pada
enzim dalam menghidrolisis protein sehingga D-16 (0,76 unit mL/menit) serta menurun

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 1, Juni 2016 3
Perkembangan Aktivitas Enzim Pencernaan Larva . . .

Gambar 1. Aktivitas enzim protease larva ikan kerapu raja sunu (Plectropomus laevis) pada
umur 3 hari (D-3) hingga D-20.

Gambar 2. Aktivitas enzim lipase larva kerapu raja sunu (Plectropomus laevis) pada umur 3
hari (D-3) hingga D-20.

menurun lagi pada D-20 (0,58 unit mL/ pai pada ukuran diameter 45-56 m. Pada 90
menit) (Gambar 3). jam SM sebagian larva butir minyaknya ha-
Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa bis terserap dan pada 95 jam SM semua larva
dari D-0 sampai D-2 terjadi penyerapan ku- butir minyaknya habis terserap. Dengan
ning telur yang tinggi, hingga pada D-2 pagi demikian dapat dikatakan bahwa penyerapan
seluruh kuning telur hampir habis terserap, kuning telur berlangsung selama 77-85 jam
hingga ukuran diameter 245 ± 32 m. Pada dan butir minyak selama 90-95 jam.
69 jam setelah menetas (SM) dari penga- Berdasarkan hasil pengamatan per-
matan isi lambung didapatkan hampir semua tumbuhan setiap hari terhadap 10 sampel
larva sudah makan rotifer, semuanya masih larva, terlihat bahwa pertumbuhan larva ke-
mempunyai kuning telur, namun pada malam rapu raja sunu D-1 sampai D-6 relatif lambat,
harinya (79 jam SM) sebagian larva kuning kemudian meningkat pada D-7 sampai D-10,
telurnya sudah habis terserap. Pada 88 jam dan tertinggi pada D-11 sampai D-16 (Gam-
SM semua larva kuning telurnya sudah habis bar 5). Duri sirip dada dan sirip punggung
terserap; hasil pengamatan isi lambung dida- sebenarnya sebagian larva sudah mulai
patkan semua larva sudah terlihat makan roti- terlihat sejak D-8 sore, namun semua larva
fer, butir minyak sudah banyak terserap sam- baru tumbuh umur D-10 pagi sehingga

4 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt81
Slamet dan Aslianti

Gambar 3. Aktivitas enzim amylase larva kerapu raja sunu (Plectropomus laevis) pada umur
3 hari (D-3) hingga D-20.

Gambar 4. Penyerapan kuning telur (yolk) dan butir minyak (oil globule) larva ikan kerapu
raja sunu (Plectropomus laevis).

pada Gambar 5 data panjang duri dada dan pertumbuhan panjang total larva pada umur
duri punggung baru terlihat mulai umur 10 1-6 hari dikarenakan pada umur 1-4 hari
hari. Pada Gambar 5 terlihat bahwa pada (Gambar 4 dan 6) terjadinya perubahan
mulanya (D-10 sampai D-11) pertumbuhan sumber pakan dari dalam tubuh (endogenus)
duri dada lebih tinggi dari duri punggung berupa kuning telur (yolk) dan butir minyak
namun mulai D-12 pertumbuhan duri (oil globule) ke sumber pakan dari luar
punggung lebih tinggi dari duri dada. Calon tubuh (eksogenus) berupa rotifer; dan pada
duri sirip dada (Gambar 6) mulai terbentuk larva umur 5-6 hari (Gambar 6) terjadi pro-
pada D-6 dan duri sirip dada mulai terlihat ses pembentukan calon duri dada dan duri
pada sebagian kecil larva pada D-8 pagi; punggung. Kedua proses tersebut memer-
sedangkan duri sirip pungggung mulai lukan energy yang tinggi, sehingga pertum-
terlihat pada D-8 sore. Lebih lambatnya buhan panjangnya agak terhambat.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 1, Juni 2016 5
Perkembangan Aktivitas Enzim Pencernaan Larva . . .

Gambar 5. Pertumbuhan panjang total, duri sirip punggung dan duri sirip dada larva ikan
kerapu raja sunu (Plectropomus laevis)

D-3 D4 D6 D-8

D-10 D-12 D16 D20

Gambar 6. Perkembangan morfologi larva ikan kerapu raja sunu (Plectropoma laevis).

Hasil pengamatan Slamet et al. sudah sempurna, sel goblet dan sel mucosa
(2015) secara histology larva kerapu raja sudah terlihat pada farink dan esophagus.
sunu pada D-7 belum begitu berkembang Pada larva ikan kerapu bebek (Cromileptes
dimana dinding ususnya baru mulai menebal altivelis), jumlah sel goblet pada esophagus,
dan baru mulai terbentuk microfili pada per- midgut dan hidgut akan terus bertambah
mukaan usus. Hal ini mengindikasikan pe- jumlahnya seiring dengan perkembangan sis-
nyerapan makanan baru mulai optimal, la- tem pencernaan dan berhenti hingga ter-
pisan intestine mulai melipat, lipid vocuola bentuknya kelenjar pencernaan (gastric
mulai terbentuk yang menunjukkan mulai gland) (Andriyanto dan Muzaki, 2013).
adanya berlangsungnya proses pencernaan. Dari Gambar 1, 2 dan 3 secara umum
Gelembung renang sudah terbentuk dan pada dapat dilihat bahwa aktivitas enzim protease,
bagian mulut baru terbentuk sel epitel ber- lipase dan amylase hubungannya dengan per-
lapis yang akan membentuk taste bud. Pada kembangan umur larva, menunjukkan pola
larva D-10 dan D-12, saluran pencernaan yang hampir sama (kecuali lipase pada D-4
larva telah terbentuk phili-phili usus yang yang lebih rendah); dimana terlihat tinggi

6 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt81
Slamet dan Aslianti

pada umur D-3, menurun pada D-6 selanjut- enzim lipase, amylase dan protease terjadi
nya stabil pada D-8 sampai D-10 kemudian pada umur 10 dan 15 hari (Haryati et al.,
meningkat mulai D-12 dan dan tertinggi pada 2003), hal ini disebabkan larva bandeng
D-16. Cenderung meningkat aktivitas enzim bersifat omnivore sedangkan larva bawal
pencernaan (protease, lipase dan amylase) bintang dan kuwe bersifat karnivor. Menu-
larva ikan raja sunu pada saat D-3 dan D-4, runnya aktivitas enzim pada umur 6 hari
diduga berhubungaan dengan terserapnya dikarenakan tumbuhnya calon duri punggung
hampir seluruh cadangan makanan larva D-3 dan duri dada (Gambar 6), dimana larva pada
sampai D-4 (endogen) berupa kuning telur umur ini merupakan fase kritis kedua setelah
(yolk) dan butir minyak (oil globule) melalui masa kritis pertama pada umur 2-3
(Gambar 4 dan 6), serta mulai menerima hari saat terjadi pergantian sumber makanan
pakan dari luar (eksogen) berupa jasad pakan dari dalam tubuh (endogenus) ke makanan
rotifer. Menurut Slamet et al. (2011) bahwa dari luar tubuh (eksogenus). Menurut
pada saat larva kerapu raja sunu D-3 sore Moguel-Hernandez et al. (2013), bahwa pada
cadangan makanan berupa kuning telur awal perkembangan larva ikan kakap memi-
(yolk) sudah habis terserap dan pada D-4 liki kemampuan untuk mencerna protein,
cadangan makanan berupa butir minyak (oil lemak, dan karbohidrat yang terdapat pada
globule) sudah habis terserap; pada saat ini kantong kuning telur dan oil globule. Enzim
larva sudah mulai makan pakan alami berupa pencernaan larva kerapu bebek mulai fung-
rotifer. Di samping itu tingginya aktivitas sional sekitar umur 25 hari setelah mene-
enzim pada larva D-3 sampai D-4, diduga tas/HSM (Munafi et al., 2011). Hasil yang
berasal dari enzim pencernaan yang terdapat sama juga dilaporkan pada spesies ikan yang
pada rotifer yang dikonsumsi oleh larva. lain, seperti yellow kingfish, Seriola lalandi
Rotifer yang merupakan satu-satunya sumber (Chen et al., 2006), red drum (Lazo et al.,
pakan bagi larva, memiliki aktivitas enzim 2007) dan California halibut (Alvarez-
pencernaan yang relatif tinggi, di mana González et al., 2006). Selain itu peningkatan
zooplankton ini memiliki kemampuan au- aktivitas enzim protease ini diduga juga
tolisis sekaligus membawa enzim eksogen disebabkan adanya substrat makanan yang
bagi proses pencernaan larva (Melianawati, dimakan oleh larva terutama kontribusi
2009). Pola aktifitas enzim pada larva ikan enzim endogenous dari pakan alami yang
kerapu raja sunu ini hampir sama bila diban- dikonsumsi terhadap peningkatan aktivitas
dingkan pada larva ikan kuwe (Gnatha- enzim tersebut di dalam saluran pencernaan.
nodon speciosus), dimana aktivitas enzim Larva kerapu sunu yang diberi pakan kope-
pencernaannya cenderung meningkat pada poda dan rotifer mempunyai aktifitas enzim
saat larva mulai menerima pakan eksogen pencernaan yang lebih tinggi dibanding yang
(D-3), kemudian menurun pada D-4 sampai diberi pakan kopepoda saja atau rotifer saja
D-8 selanjutnya relatif stabil hingga D-30 (Melianawati et al. 2015).
(Aslianti dan Afifah, 2012). Pola ini juga Bila dilihat aktivitas enzim pada larva
hampir sama dengan pola aktivitas enzim kerapu raja sunu yang belum diberi pakan
pencernaan pada larva ikan bawal bintang buatan yaitu sebelum umur 11 hari (D-3, D-
dimana aktivitas enzim protease sudah mulai 4, D-6, D-8, dan D-10) dan yang sudah di-
terdeteksi tinggi pada hari-1, kemudian beri pakan buatan yaitu setelah umur 11 hari
menurun sampai hari ke-6. Pada hari ke-9 (D-12, D-16 dan D-20) (Gambar 1, 2 dan 3)
aktivitas enzim protease cenderung terus menunjukkan adanya perbedaan; di mana
meningkat sejalan bertambahnya umur larva larva setelah diberi pakan buatan cenderung
ikan sampai hari ke-30 (Pranata et al., 2014). memiliki aktivitas enzim yang lebih tinggi
Bila dibandingkan pada larva ikan bandeng dibandingkan larva yang belum diberi pakan
adalah berbeda dimana peningkatan aktivitas buatan. Demikian juga bila dilihat dari

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 1, Juni 2016 7
Perkembangan Aktivitas Enzim Pencernaan Larva . . .

peningkatan pertumbuhan larva pada D-12 pula dengan rendahnya produksi enzim
sampai D-16 tampak lebih tinggi dibanding- pencernaan (Handayani, 2006). Peningkatan
kan pada D-3 sampai D-11 (Gambar 5). Sa- aktivitas enzim juga dapat menunjukkan
lah satu faktor yang dapat mempengaruhi bahwa larva semakin banyak mengkonsumsi
tingkat pertumbuhan ikan secara umum pakan buatan. Hasil penelitian Melianawati
adalah aktivitas enzim. Bila dikaitkan dengan dan Suwirya (2006) menyatakan bahwa
hasil analisis aktivitas enzim, nampak adanya pemberian pakan buatan mampu menstimu-
keterkaitan antara aktivitas ketiga enzim ter- lasi peningkatan aktivitas protease.
sebut dengan pertumbuhan larva. Peningkat- Aktifitas enzim pencernaan dipenga-
an aktivitas enzim pada larva yang mulai ruhi beberapa faktor yaitu umur larva (Wang
diberi pakan buatan yaitu setelah umur 11 et al., 2006), jenis dan komposisi pakan (Wei
hari (D12, D-16, dan D-20) menunjukkan et al., 2010; Tillner et al., 2014; Navarro-
bahwa sistem pencernaan larva telah mampu Guillén et al., 2015). Enzim eksogenous
menghidrolisis pakan buatan yang diberikan, umumnya bervariasi tergantung pada jenis
dan hal tersebut nampak pada pertumbuhan pakan yang dikonsumsi oleh larva, enzim
larva yang lebih besar dibandingkan dengan eksogenous dapat mengaktivasi meningkat-
saat larva belum diberi pakan buatan yaitu nya aktifitas enzim dengan mengaktifkan
sebelum umur 11 hari (D3, D6, D-8 dan D- zymogen, memproduksi protease (Srichanun
10). Hal ini sangat terkait antara aktivitas et al., 2012). Produksi enzim pencernaan
enzim pencernaan dengan kecepatan makan berkorelasi erat dengan perkembangan struk-
larva yang cenderung lebih tinggi pada larva tur sistem pencernaan dan umur larva. Hal ini
umur lebih dari 11 hari dibandingkan dengan juga terjadi pada larva ikan kerapu bebek,
larva sebelum umur 11 hari. Cromileptes altivelis (Melianawati, 2010).
Menurut McBride (2004), bahwa je- Hasil pengukuran kualitas air pemeli-
nis pakan yang diberikan memberi pengaruh haraan larva selama pengamatan didapatkan
terhadap aktivitas enzim pencernaan, dimana bahwa suhu berkisar antara 28,1-29,7 oC;
jenis pakan tertentu dapat meningkatkan salinitas berkisar antara 33-34 ppt; pH
aktivitas enzim pencernaan larva. Pemberian berkisar antara 8,16-8,24; dan DO berkisar
pakan buatan harus disesuaikan dengan antara 5,9-6,8 ppm, amonia (NH3) 0,026-
kesiapan larva secara fisiologis karena pakan 0,125 ppm. nitrit (NO2) 0,026-0,884 ppm.;
buatan terdiri dari nutrien yang mempunyai nitrat (NO3) 0,182-1,65 ppm dan fosfat (PO4)
struktur molekul yang kompleks dan tidak 0,039-0,243 ppm. Kualitas air ini diasumsi-
mengandung enzim sehingga diperlukan kan masih dalam kisaran yang layak untuk
ketersediaan enzim untuk mencernanya. pemeliharaan larva ikan kerapu raja sunu,
Kemampuan ikan dalam mencerna pakan karena masih dalam batas-batas toleransi
sangat bergantung pada kelengkapan organ yang mendukung pertumbuhan dan kelang-
pencernaan dan ketersediaan enzim pencer- sungan hidup larva kerapu. Menurut acuan
naan. Perkembangan saluran pencernaan ber- kualitas air untuk media pemeliharaan larva
langsung secara bertahap dan setelah ikan ikan kerapu macan (Epinephelus fuscogut-
mencapai ukuran atau umur tertentu, maka tatus) suhu 28-30 oC; pH 8-8,3; D0 >5ppm;
saluran pencernaannya akan mencapai ammonia <0,1 ppm; nitrit <1,0 ppm (Sugama
kesempurnaan. Perkembangan struktur alat et al., 2013).
pencernaan larva kerapu raja sunu pada larva
umur 12 hari sudah berkembang baik, IV. KESIMPULAN
dimana pada dinding usus larva sudah ter-
bentuk phili-phili (Slamet et al., 2015). Pada Aktivitas enzim protease, lipase dan
stadia awal larva struktur sistem pencernaan amylase sejalan dengan fase perkembangan
yang masih sederhana pada larva berkorelasi larva ikan kerapu raja sunu yaitu tinggi pada

8 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt81
Slamet dan Aslianti

saat awal mulai makan (D-3), menurun pada Bergmeyer, H.U., M. Grossi, and H.E. Wal-
masa kritis saat tumbuh calon duri dada dan ter. 1983. Reagents for enzymatic
duri punggung (D-6), selanjutnya stabil pada analysis. In: H.U. Bergmeyer (ed.)
D-8 sampai D-10 kemudian meningkat mulai Methods in enzymatic analysis vol. II.
D-12 (saat mulai diberi pakan buatan) dan 3th (eds.). Weinheim. 274-275pp.
tertinggi pada D-16. Larva setelah diberi pa- Chen B.N., J.G. Qin, M.S. Kumar, W.G.
kan buatan cenderung memiliki aktivitas en- Hutchinson, and S.M. Clarke. 2006.
zim yang lebih tinggi dibandingkan dengan Ontogenetic development of digestive
larva yang sebelum diberi pakan buatan. enzymes in yellowtail kingfish Serio-
la lalandi larvae. Aquaculture, 260:
UCAPAN TERIMAKASIH 364-271.
Handayani, S. 2006. Studi efisiensi peman-
Terima kasih yang tak terhingga kami faatan karbohidrat pakan bagi partum-
sampaikan kepada Sdr. Ahmad Gufron Arief buhan ikan gurame (Osphronemus
dan Sdr. Made Suparya yang telah berperan gouramy Lac.) sejalan dengan peru-
aktif dalam membantu pelaksanaan peneli- bahan enzim pencernaan dan insulin.
tian ini khususnya di bidang pemeliharaan Thesis. Institut Pertanian Bogor.
larva ikan kerapu raja sunu hingga penelitian Bogor. 97hlm.
berakhir. Kami juga mengucapkan terima ka- Haryati, S. Kusman, I. Mokoginta, T.M. Su-
sih kepada para reviewer yang telah banyak hartono, D. Darnas, dan S. Dedi.
memberikan saran dan komentar dalam 2003. Perkembangan aktivitas enzim
memperbaiki kualitas paper ini. ikan bandeng, Chanos chanos Forss-
kal selama periode larva. J. Torani,
DAFTAR PUSTAKA 13(4):174-181.
Lazo J.P., R. Mendoza, G.J. Holt, C. Agui-
Alvarez-Gonzalez C.A. and M. Cervantes- lera, and C.R. Arnold. 2007. Charac-
Trujano. 2006. Development of diges- terization of digestive enzymes during
tive enzymes in California halibut larval development of red drum (Sci-
Paralichthys californicus larvae. Fish aenops ocellatus). Aquaculture, 265:
Physiol Biochem., 31:83-93. 194-205.
Andriyanto, W. dan M. Marzuqi. 2012. McBride, S. 2004. The activity of digestive
Periode bukaan mulut dan laju sera- enzymes in larval grouper and live
pan kuning telur kaitannya dengan feed. In: Rimmer, M.A et al. (eds.).
aktivitas enzim pencernaan pada sta- Advances in grouper aquaculture.
dia awal kerapu bebek hasil turunan Canberra. 41-46pp.
ke-2. J. Ilmu dan Teknologi Kelautan Melianawati, R. dan K. Suwirya. 2006.
Tropis, 4(2):198-207. Pengaruh perbedaan frekuensi pem-
Andriyanto, W. dan A. Muzaki. 2013. berian pakan terhadap pertambahan
Diferensiasi organ pencernaan larva bobot yuwana kakap merah Lutjanus
kerapu bebek turunan ke-3 dan bebe- argentimaculatus. J. Riset Akuakul-
rapa aktifitas enzim yang terkait. J. tur, 1(2):151-159.
Ris. Akuakultur, 8(1):51-63. Melianawati, R. 2009. Aktivitas enzim pen-
Aslianti, T. dan Afifah. 2012. Studi aktifitas cernaan larva ikan kerapu macan
enzim pencernaan larva ikan kuwe, (Epinephelus fuscogutattus Forsskal,
Gnathanodon speciosus yang dipeli- 1775) terkait dengan perbedaan jenis
hara dengan jenis pakan awal ber- pakan. Program Pascasarjana Univer-
beda. J. Riset Akuakultur, 7(1):49-59. sitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 165
hlm.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 1, Juni 2016 9
Perkembangan Aktivitas Enzim Pencernaan Larva . . .

Melianawati, R., R. Andamari, dan I. Setya- Slamet, B., T. Aslianti, K.M. Setiawati, W.
di. 2010. Identifikasi profil enzim Andrianto, dan A. Nasukha. 2015.
pencernaan untuk optimasi peman- Pemeliharaan larva kerapu raja sunu
faatan pakan dalam usaha budidaya (Plectropomus laevis) dengan awal
ikan kerapu bebek (Cromileptes alti- pemberian pakan buatan. J. Riset
velis). Laporan penelitian progam in- Akuakultur, 10(4):531-540.
sentif peningkatan kemampuan pene- Srichanun, M., C. Tantikitti, V. Vatanakul,
liti dan perekayasa Dewan Riset Na- and P. Musikarune. 2012. Digestive
sional Kementerian Riset dan Tek- enzyme activity during ontogenetic
nologi tahun 2010. 17hlm. development and effect of live feed in
Melianawati, R., R. Pratiwi, N. Puniawati, green catfish larvae (Mystus nemurus
and P. Astuti. 2015. The effect of Cuv. & Val.). Songklanakarin J. Sci.
various kind of live feeds to digestive Technol., 34(3):247-254.
enzymes activity of coral trout Plec- Sugama, K., M.A. Rimmer., S. Ismi, I.
tropomus leopardus (Lacepède, 1802) Koesharyani, K. Suwirya, N.A. Giri,
larvae. J. fisheries and aquatic stu- dan V.R. Alava. 2013. Pengelolaan
dies, 3(2):83-88. pembenihan kerapu macan (Epine-
Munafi, A.B., W. Andriyanto, S. Ismi, A.Y. phelus fuscoguttatus): suatu panduan
Nirmala, I. Mastuti, A. Muzaki, and praktik terbaik. Monograf ACIAR
A.W.M. Effendy. 2011. The ontogeny No. 149a. Australian Centre for Inter-
of the digestive tract and associated national Agricultural Research. Can-
organs of Humpback Grouper (Cro- berra. 66hlm.
mileptes altivelis) larvae. Asian Fi- Tillner, R., I. Ronnestad, P. Dhert, and B.
sheries Science, 24:379-386. Ueberschar. 2014. The regulatory
Navarro-Guillen C., F.J. Moyano, and M. loop between gut cholecystokinin and
Yufera. 2015. Diel food intake and tryptic enzyme activitcxuy in sea bass
digestive enzyme production patterns (Dicentrarchus labrax) trigger subs-
in Solea senegalensis larvae. Aqua- tances. Aquaculture, 421:139-146.
culture. 435:33-42. Wang C., S. Xie, X. Zhu, W. Lei, Y. Yang,
Pranata, A., Haryati, dan M. Y. Karim, and J. Liu. 2006. Effects of age and
2014. Perkembangan aktivitas enzim dietary protein level on digestive en-
pada larva ikan bawal bintang (Tra- zyme activity and gene expression of
chinotus blochii, Lacepede 1801). J. Pelteobagrus fulvidraco larvae. Aqua-
Sains & Teknologi, 14(3):199-208. culture, 254:554-562.
Savona B., C. Tramati, and A. Mazzola. Wei L., Z. Xiu-Mei, and W. Li-Bo. 2010.
2011. Digestive Enzymes in Larvae Digestive enzyme and alkaline phos-
and Juveniles of Farmed Sharpsnout phatase activities during the early
Seabream (Diplodus puntazzo) (Cetti, stages of Silurus soldatovi develop-
1777). The Open Marine Biology J., ment. Zoological Research, 31(6):
5:47-57. 627-632.
Slamet, B., K. Suwirya, R. Melianawati, S.
Ismi, dan R. Andamari. 2011. Penga- Diterima: 20 Oktober 2015
matan perkembangan morfologi, pe- Direview: 21 Maret 2016
nyerapan energi endogenous, dan isi Disetujui: 9 Mei 2016
perut larva ikan kerapu raja sunu
(Plectropomus laevis). Prosiding Se-
minar Forum Inovasi Teknologi Aku-
akultur. Denpasar. Hlm.:1217-1223.

10 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt81

You might also like