Professional Documents
Culture Documents
Bahaya Fitnah Dunia
Bahaya Fitnah Dunia
ِ ع ْال ُغر
ُور ُ ال ُّد ْنيَا إِاَّل َمتَا
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang
melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang
banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani;
kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi
hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-
Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. [Al-Hadid: 20]
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah dalam tafsirnya tentang ayat ini
mengatakan, ”Allah mengabarkan hakikat dunia dan seluruh isinya, dan Allah menjelaskan
kesudahan dunia dan kesudahan manusia yang menghuninya, bahwa dunia adalah “permainan
dan suatu yang melalaikan.”
Raga manusia bermain-main dengan dunia dan hati mereka lalai. Hal ini terjadi dan berlaku bagi
mereka yang mencintai dunia. Anda melihat mereka menghabiskan sebagian besar usia mereka
dengan kelalaian hati serta lalai untuk mengingat Allah serta lalai akan janji dan ancaman yang
ada di hadapan mereka.
Anda juga melihat mereka menjadikan agama sebagai permainan dan kelalaian. Lain halnya
dengan orang-orang yang sadar dan bekerja untuk akhirat. Hati mereka penuh dengan dzikir,
ma’rifah dan mahabbah.
Mereka gunakan sebagian besar waktu mereka untuk amalan-amalan yang mendekatkan mereka
kepada Allah sehingga tidak sempat melakukan perbuatan-perbuatan yang kurang bermanfaat.”
Allah Ta’ala juga berfirman,
َ َو َما ٰهَ ِذ ِه ْال َحيَاةُ ال ُّد ْنيَا إِاَّل لَ ْه ٌو َولَ ِعبٌ ۚ َوإِ َّن ال َّد
َار اآْل ِخ َرةَ لَ ِه َي ْال َحيَ َوانُ ۚ لَوْ َكانُوا يَ ْعلَ ُمون
Dan kehidupan dunia ini hanya senda gurau dan permainan. Dan sesungguhnya negeri akhirat
itulah kehidupan yang sebenarnya, sekiranya mereka mengetahui. [Al-‘Ankabut: 64]
Di dalam tafsir al-Mukhatashar disebutkan penjelasan ayat ini sebagai berikut, ”Tidaklah
kehidupan dunia ini – dengan segala syahwat dan kenikmatan yang ada padanya-melainkan
gurauan dan permainan bagi orang-orang yang tergantung kepadanya, yang tidak lama akan
segera sirna.
Dan sesungguhnya negeri Akhirat adalah kehidupan yang sebenarnya karena keabadiannya.
Kalau mereka mengetahuinya niscaya mereka tidak akan mendahulukan yang fana daripada
yang kekal.”
Permisalan Dunia
Jamaah Jumat rahimakumullah,
Allah Ta’ala telah memberikan perumpamaan tentang dunia tentang kehinaannya dan fananya
serta sirnanya keindahannya dengan berfirman,
ۗ ض فَأَصْ بَ َح هَ ِشي ًما ت َْذرُوهُ الرِّ يَا ُح
ِ ْات اأْل َر ْ ََواضْ ِربْ لَهُ ْم َمثَ َل ْال َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا َك َما ٍء أَ ْن َز ْلنَاهُ ِمنَ ال َّس َما ِء ف
ُ َاختَلَطَ بِ ِه نَب
َو َكانَ هَّللا ُ َعلَ ٰى ُك ِّل َش ْي ٍء ُم ْقتَ ِدرًا
Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia sebagai air hujan yang
Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi,
kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah
Allah, Maha Kuasa atas segala sesuatu. [Al-Kahfi: 45]
Orang-orang kafir sangat takjub dengan perhiasan dunia ini karena dia memang cenderung
kepada dunia dan menjadikan dunia sebagai tempat menetapnya. Sementara orang beriman
mengambil dunia ini sesuai dengan kebutuhannya dan tidak tertipu dengannya.
Hal ini karena orang mukmin itu yakin bahwa dunia itu tempat tinggal sementara bukan tempat
menetapnya. Bila dia terpukau dengan keindahan dunia, dia akan mengingat akhirat sehingga
dunia itu menjadi rendah nilainya bagi dirinya dan tidak terfitnah dengannya.
Tentang betapa rendahnya nilai dunia ini di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala digambarkan oleh
Rasulullah ﷺdengan sabdanya.
ُوض ٍة َما َسقَى َكافِرًا ِم ْنها شَرْ بَةَ َما ٍء َ لَوْ َكانَت ال ُّد ْنيَا تَ ْع ِد ُل ِع ْن َد هَّللا َجن
َ َاح بَع
“Seandainya dunia ini sama nilainya di sisi Allah dengan sebuah sayap nyamuk, Allah tidak
akan memberikan minum satu teguk pun kepada seorang kafir.” [Hadits riwayat At-Tirmidzi]
Suatu kali Rasulullah ﷺmemberikan gambaran yang sangat membekas dalam jiwa
para sahabat tentang betapa hinanya dunia ini di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalam hadits
Jabir radhiyallahu ‘anhu disebutkan:
ت َّ ي أَ َس
ٍ ِّك َمي ٍ فَ َم َّر بِ َج ْد.ُْض ْال َعالِيَ ِة َوالنَّاسُ َكنَفَتَه
ِ َاخاًل ِم ْن بَع
ِ قد ِ ْصلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َم َّر بِالسُّو َ ِأَ َّن َرسُوْ َل هللا
((: َما نُ ِحبُّ أَنَّهُ لَنَا بِ َش ْي ٍء َو َما نَصْ نَ ُع بِ ِه؟ قال: أَيُّ ُك ْم يُ ِحبُّ أَ َّن هَ َذا لَهُ بِ ِدرْ ه ٍَم؟ (( فَقَالُوْ ا: ثُ َّم قَا َل،فَتَنَا َولَهُ فَأ َ َخ َذ بِأ ُ ُذنِ ِه
(( فَ َوهللاِ لَل ُّد ْنيَا:ال ٌ فَ َك ْيفَ َوهُ َو َمي. أِل َنَّهُ أَ َس ُّك، َوهللاِ لَوْ َكانَ َحًي„ًّا َكانَ َع ْيبًا فِ ْي ِه:أَتُ ِحبُّوْ نَ أَنَّهُ لَ ُك ْم؟ )) قَالُوْ ا
َ َِّت؟ فَق
أَ ْه َونُ َعلَى هللاِ ِم ْن هَ َذا َعلَ ْي ُك ْم.
Sesungguhnya Nabi ﷺberjalan melewati pasar saat banyak orang berada di dekat
Beliau ﷺ. Beliau berjalan melewati bangkai anak kambing jantan yang kedua
telinganya kecil.
Sambil memegang telinganya Nabi ﷺbersabda, “Siapa diantara kalian yang
bersedia membeli ini dengan satu dirham?” Orang-orang berkata, “Kami sama sekali tidak
tertarik kepadanya. Apa yang bisa kami perbuat dengannya?” Nabi ﷺbersabda,
“Apakah kalian mau jika ini menjadi milik kalian?” Orang-orang berkata, “Demi Allah, kalau
anak kambing jantan ini hidup, pasti ia cacat, karena kedua telinganya kecil, apalagi ia telah
mati?”
Nabi ﷺbersabda:
َ فَ َوهللاِ لَل ُّد ْنيَا أَ ْه َونُ َعلَى هللاِ ِم ْن هَ َذا
علَ ْي ُك ْم
“Demi Allah, sungguh, dunia itu lebih hina bagi Allah daripada bangkai anak kambing ini bagi
kalian.” [Hadits riwayat Muslim, no. 2957]
Dalam ayat ini Allah Ta’ala menegaskan bahwa apa saja yang Allah ciptakan di atas dunia ini,
baik berupa hewan, tumbuhan, berbagai benda dan barang berharga berupa emas, perak dan
berlian dan apa saja yang sangat menyenangkan hati dan jiwa manusia itu berfungsi sebagai alat
uji keimanan.
Sebagai alat tes siapakah di antara umat manusia itu yang paling baik amalnya, yang paling taat
kepada Allah Ta’ala sesuai dengan sunnah Rasul-Nya ﷺdan siapa yang durhaka
kepada Allah dan menyimpang dari ajaran Rasul-Nya ﷺ.
Allah Ta’ala bahkan menegaskan bahwa harta dan anak pun juga Allah jadikan sebagai fitnah,
yaitu sebagai sarana ujian dan cobaan kepada orang-orang beriman. Allah Ta’ala berfirman,
ِ َوا ْعلَ ُموا أَنَّ َما أَ ْم َوالُ ُك ْم َوأَوْ اَل ُد ُك ْم فِ ْتنَةٌ َوأَ َّن هَّللا َ ِع ْن َدهُ أَجْ ٌر ع
َظي ٌم
Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan
sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. [Al-Anfal : 28]
Dr. Sayyid Quthub rahimahullah saat menjelaskan ayat ini dalam tafsirnya Fi Zhilalil Quran
mengatakan, ”Allah mengetahui titik-titik kelemahan pada diri manusia. Dia mengetahui bahwa
ambisi terhadap harta dan anak-anak itu merupakan titik kelemahan paling dalam pada diri
mereka.
Oleh karena itu, di sini, Allah mengingatkan hakikat pemberian harta dan anak-anak itu. Allah
memberikan harta dan anak-anak kepada manusia untuk menguji dan memberi cobaan kepada
mereka dengannya.
Harta dan anak termasuk perhiasan dunia yang notabene adalah ujian dan cobaan. Karena Allah
hendak melihat apa yang diperbuat dan dilakukan seorang hamba terhadap harta dan anak ini.
Apakah dia mau mensyukurinya dan menunaikan hak-hak nikmat yang diperolehnya itu?
Ataukah malah sibuk dengannya sehingga lupa menunaikan hak-hak Allah?
Allah Ta’ala berfirman,
َت ۗ َونَ ْبلُو ُك ْم بِال َّش ِّر َو ْالخَ ي ِْر فِ ْتنَةً ۖ َوإِلَ ْينَا تُرْ َجعُون
ِ ْس َذائِقَةُ ْال َمو
ٍ ُكلُّ نَ ْف
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan
kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu
dikembalikan. [Al-Anbiya’: 35]
Dengan demikian fitnah dan cobaan itu bukan hanya dengan kesulitan, kesengsaraan dan
sejenisnya saja. Tetapi fitnah itu juga bisa berupa kemakmuran dan kekayaan. Termasuk
kemakmuran dan kesenangan itu adalah harta dan anak.” Demikian penjelasan Dr. Sayyid
Quthub rahimahullah tentang kandungan ayat ini.
Rasulullah ﷺtelah memperingatkan dalam sejumlah kesempatan tentang
berbahayanya fitnah dunia. Di antaranya sebagaimana dalam hadits Abu Sa’id Al-Khudri
radhiyallahu ‘anhu dari Nabi ﷺ, beliau bersabda,
ض َرةٌ َوإِ َّن هَّللا َ ُم ْست َْخلِفُ ُك ْم فِيهَا فَيَ ْنظُ ُر َك ْيفَ تَ ْع َملُونَ فَاتَّقُوا ال ُّد ْنيَا َواتَّقُوا النِّ َسا َء فَإِ َّن أَ َّو َل فِ ْتنَ ِة بَنِي ِ إِ َّن ال ُّد ْنيَا ح ُْل َوةٌ َخ
ْ يل َكان
َت فِي النِّ َسا ِء َ ِإِ ْس َرائ
Sesungguhnya dunia itu manis lagi hijau, dan sesungguhnya Allah menjadikan kamu sebagai
khalifah di dunia ini, lalu Dia akan melihat bagaimana kalian berbuat. Maka jagalah diri
kalian dari dunia, dan jagalah dirimu dari wanita. Sesungguhnya penyimpangan pertama kali
yang dilakukan Bani Israil adalah dalam hal wanita. [Hadits riwayat Muslim, no. 2742].
Indahnya dunia dalam pandangan manusia ini sudah dirinci oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala
bentuk-bentuknya dengan firman-Nya,
ض ِة َو ْال َخ ْي ِل ْال ُم َس َّو َم ِة َواأْل َ ْن َع ِام
َّ ِب َو ْالف
ِ َير ْال ُمقَ ْنطَ َر ِة ِمنَ ال َّذه
ِ ت ِمنَ النِّ َسا ِء َو ْالبَنِينَ َو ْالقَنَا ِط ِ اس حُبُّ ال َّشهَ َوا ِ َُّزيِّنَ لِلن
ِ ع ْال َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا ۖ َوهَّللا ُ ِع ْن َدهُ ُحسْنُ ْال َمآ
ب ُ ث ۗ ٰ َذلِكَ َمتَا
ِ َْو ْال َحر
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-
binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah
tempat kembali yang baik (surga). [Ali-‘Imran : 14].
Rasulullah ﷺdalam sebuah kesempatan menegaskan bahwa yang dia khawatirkan
dari umatnya adalah bila dibuka seluas-luasnya kesenangan dunia untuk umat Islam ini, bukan
kefakiran dan kemiskinan.
Hal ini sebagaimana dalam sabda Nabi ﷺ
ْ َأن تُ ْب َسطَ َعلَ ْي ُك ُم ال ُّد ْنيَا كما ب ُِسط
فَتَنَافَسُوهَا،ت علَى َمن كانَ قَ ْبلَ ُك ْم ْ فَ َوهَّللا ِ ما الفَ ْق َر
ْ ولَ ِكنِّي،أخ َشى علَ ْي ُكم
ْ أخ َشى
متفق عليه.» وتُ ْهلِ َك ُك ْم كما أ ْهلَ َك ْتهُ ْم،كما تَنَافَسُوهَا
”Demi Allah, bukanlah kefakiran yang aku khawatirkan atas diri kalian. Akan tetapi aku
khawatir dunia ini dibuka lebar untuk kalian sebagaimana dunia ini sudah dibuka lebar untuk
orang-orang sebelum kalian.
Setelah itu kalian menjadi saling bersaing sebagaimana mereka telah bersaing dalam hal
dunia. Maka duni ini akan membinasakan kalian sebagaimana dunia ini telah membinasakan
mereka.” [Hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim]
Dan di dalam Shahih Muslim dari sahabat ‘Amr bin Al’Ash bahwa Rasulullah ﷺ
bersabda,
ِ ال َرسُو ُل هَّللا َ َف نَقُو ُل َك َما أَ َم َرنَا هَّللا ُ ق
ٍ ْال َع ْب ُد الرَّحْ َم ِن بْنُ عَوَ َ ق.» ارسُ َوالرُّ و ُم أَىُّ قَوْ ٍم أَ ْنتُ ْم ْ إِ َذا فُتِ َح
ِ َت َعلَ ْي ُك ْم ف
َ ِك تَتَنَافَسُونَ ثُ َّم تَت ََحا َس ُدونَ ثُ َّم تَتَدَابَرُونَ ثُ َّم تَتَبَا َغضُونَ أَوْ نَحْ َو َذل
ك ثُ َّم َ ِ « أَوْ َغي َْر َذل-صلى هللا عليه وسلم-
ْض
ٍ ب بَع َ تَ ْنطَلِقُونَ فِى َم َسا ِكي ِن ْال ُمهَا ِج ِرينَ فَتَجْ َعلُونَ بَع
ِ ْضهُ ْم َعلَى ِرقَا
“Apabila Persia dan Romawi telah ditaklukkan untuk kalian, lantas bagaimanakah keadaan
kalian? ‘Abdurrahman bin ‘Auf berkata, ”Sebagaimana Allah perintahkan kepada kami.
Rasulullah ﷺbersabda, “Tidak seperti itu, kalian akan saling besaing, kemudian
saling dengki, lalu saling menjauhi, setelah itu saling memusuhi, atau semacam itu.
Kemudian kalian berangkat ke tempat-tempat tinggal kaum muhajirin dan kalian menjadikan
sebagian mereka membunuh sebagian yang lain.” [Hadits riwayat Muslim no. 2962).
Adapun keadaan fakir dan sempit maka fitnah dan perselisihan itu lebih sedikit karena tidak
adanya faktor yang mendorong kepada persaingan dan saling menjauhi. Oleh karenanya secara
umum jiwa-jiwa manusia itu berdekatan dan saling menolong, berdamai dan bertoleransi.
Seorang mukmin sejati menjadikan cita-cita dan ambisinya itu terfokus pada beramal untuk
akhirat sehingga dia sangat keras upayanya dalam memanfaatkan waktunya dalam berbagai
amal shalih dan berlomba-lomba dalam kebaikan tanpa melupakan bagiannya dari dunia ini.
Seorang mukmin sejati mengambil bagian dari dunia ini sekadar apa yang bisa memenuhi
kebutuhannya dan tidak menjadikan dunia ini sebagai sesuatu yang fundamental dalam hatinya
dan menjadikan akhiratnya sebagai perkara sampingan. Orang mukmin sejati tidak akan pernah
bersikap semacam ini.
Bagaimana Menyikapi Peringatan Fitnah Dunia?
Jamaah Jumat rahimakumullah,
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menggariskan sikap yang benar dalam mensikapi dunia dan
segala perhiasannya sehingga kita tidak terjebak kepada sikap yang berlebihan dalam
meninggalkan dunia dan tidak pula bersikap melampaui batas dalam mencari dunia hingga
hanyut dan tenggelam dalam kenimatannya yang melenakan.
Allah Ta’ala berfirman,
صيبَكَ ِمنَ ال ُّد ْنيَا ۖ َوأَحْ ِس ْن َك َما أَحْ َسنَ هَّللا ُ إِلَ ْيكَ ۖ َواَل تَب ِْغ ْالفَ َسا َد فِي َ َوا ْبت َِغ فِي َما آتَاكَ هَّللا ُ ال َّدا َر اآْل ِخ َرةَ ۖ َواَل تَ ْن
ِ َس ن
َض ۖ إِ َّن هَّللا َ اَل يُ ِحبُّ ْال ُم ْف ِس ِدين
ِ ْاأْل َر
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat,
dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan. [Al-Qashash: 77]
Dari ayat ini bisa diketahui bahwa dunia ini tidak tercela sepenuhnya. Ada bagian dari dunia ini
yang bisa menjadi alat bantu bagi orang-orang mukmin untuk mendapatkan kebaikan akhirat.
Dunia ini memang tercela di sisi Allah kecuali dunia yang dipakai untuk mentaati Allah atau
membantu ketaatan kepada-Nya berupa berdzikir kepada Allah dan mencari ilmu agama.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatka oleh Imam At-Tirmidzi , Rasulullah ﷺ
bersabda,
ٌ َم،ٌأَال إِ َّن ال ُّد ْنيَا َم ْلعُونَة
َوعال ًما َو ُمتَعلِّ ًما، إِاَّل ِذ ْك َر هَّللا تَ َعالَى و َما َوااَل ه،لعون َما فِيهَا
”Ketahuilah sesungguhnya dunia itu terlaknat dan terlaknatlah apa saja yang ada di dalamnya
kecuali dzikrullah Ta’ala dan apa saja yang mendukungnya dan orang yang berilmu dan orang
yang mempelajari ilmu.”
Yang dimaksud dengan ayat-ayat dan hadits-hadits yang mencela dunia adalah sebagai
penjagaan dari fitnahnya, tidak berlebihan dalam mencintainya dan cenderung kepadanya serta
mengikat kesetiaan atau kecintaan berdasarkan persoalan dunia.
Namun, mencari rezeki yang halal, mengupayakan sebab-sebab untuk mendapatkannya dalam
rangka memenuhi masalahat-maslahat agama dan dunia, maka ini diperbolehkan secara syar’i
dan tidak termasuk dalam celaan tersebut.
Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala,
َ ْهُ َو الَّ ِذي َج َع َل لَ ُك ُم اأْل َر
ض َذلُوالً فَا ْم ُشوا فِي َمنَا ِكبِهَا َو ُكلُوا ِمن ر ِّْزقِ ِه َوإِلَ ْي ِه النُّ ُشو ُر
Dia-lah yang Menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka jelajahilah di segala
penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali
setelah) dibangkitkan. [Al-Mulk: 15]
Rasulullah ﷺbersabda,
Sedangkan tokoh ulama terkemuka Tabi’in yaitu Sa’id bin Al-Musayyib berpandangan
demikian,
ال خير فيمن ال يحب هذا المال يصل به رحمه ويؤدي به أمانته ويستغني به عن خلق ربه
Tidak ada kebaikan pada diri orang yang tidak menyukai harta yang bisa menjadi sarana
bersilaturrahim dan menunaikan amanatnya serta tidak membutuhkan kepada (bantuan) orang
lain.”
Kita sebagai orang beriman dilarang merasa takjub dengan harta dan anak-anak dari orang kafir
yang begitu banyak dan berlimpah karena semua hanyalah kesenangan yang disegerakan untuk
mereka di dunia ini.
Allah Ta’ala berfirman,
َق أَ ْنفُ ُسهُ ْم َوهُ ْم َكافِرُون
َ َك أَ ْم َوالُهُ ْم َوأَوْ اَل ُدهُ ْم ۚ إِنَّ َما ي ُِري ُد هَّللا ُ أَ ْن يُ َع ِّذبَهُ ْم بِهَا فِي ال ُّد ْنيَا َوت َْزه ِ َواَل تُع
َ ْج ْب
Dan janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah
menghendaki akan mengazab mereka di dunia dengan harta dan anak-anak itu dan agar
melayang nyawa mereka, dalam keadaan kafir. [At-Taubah: 85]