Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 22

Analisis Kekuatan Struktur Jetty Akibat Tumbukan Kapal Berbobot 6000

DWT Dengan Kondisi Layan Tiang Sebesar 50%

HUMISAR PASARIBU,ST,.MT
Jurusan Teknik Sipil Universitas HKBP Nommensen, Medan
Jl. Rakyat No.61 Medan 20236, HP 081322431809
e-mail: pasaribu.humisar@yahoo.com

ABSTRACT

To be able to meet the needs of the loading and unloading of fuel oil ( BBM ) of the freighter
/tanker without increasing the BOR to bring in the type of tanker weighs more ; thus
expected to reduce the number of ship arrivals per month without reducing the volume of
fuel needed PT . PLN ( Persero ) Generation of Belawan, North Sumatra . Then almost all of
the existing jetty piling structures corroded and porous so that necessary steps per
renovations to the existing jetty structure strength. This study was made as a result of damage
to the structure of the existing jetty PT PLN ( Persero ) Power Sector Belawan where the
conditions found in the field today as follows :

1. Conditions steel pile foundation has experienced severe corrosion on a number of


which resulted in a thick pile surface becomes thin pole and will affect the strength of
the structure.

2. Concrete piers Fender mounting conditions many have experienced cracking.


With the conditions as mentioned in numbers 1 and 2 above , it is necessary to measure
for the prevention of structural damage is more severe jetty by performing structural
repairs / reconstruction of the existing jetty piles are experiencing corrosion.

Implementation of remedial work pile jetty construction is done in stages to carry out repairs
pole one by one, so from one pole first performed after completion of repair can only be
moved to another pole. Implementation of these improvements should not be done in parallel
multiple poles at once in the kingdom at the same time because of the condition of the
existing jetty structure.

Key word: Fender,Jetty,Welding

1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Lokasi pelabuhan khusus PT. PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian
Utara Sektor Belawan terletak di desa Sicanang, Kecamatan Medan Belawan atau di
Timur Laut Pantai Sumatera ± 27 km dari kota Medan ibu kota Provinsi Sumatera
Utara. Pelabuhan Khusus PT. PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Utara
Sektor Belawan berada di daratan semenanjung diantara 2 muara sungai yaitu sungai
Belawan dan sungai Deli; didalam Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan Belawan,
dengan posisi geografis 03˚ 47’ 00,00” LU dan 98˚ 42’ 00,00” BT. Lokasi
pelabuhan sangat strategis, berdekatan dengan Pelabuhan Utama Belawan dan jalur
pelayaran Internasional Selat Malaka.

1
Akhir-akhir ini pelabuhan khusus PT. PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera
Bagian Utara Sektor Belawan, tingkat pemakaian dermaga untuk kepentingan
sendiri sudah sangat tinggi, dimana Berthing of Ratio (BOR)-nya sudah mencapai
90%, bahkan sudah sering terjadi dalam satu waktu terjadi dua kapal sandar secara
bersamaan dengan posisi sandar kapal pararel, dimana keadaan tersebut tidak
direkomendasikan, sehingga diperlukan alternatif lain apakah dengan penambahan
dermaga untuk tempat sandar kapal atau alternatif lain, untuk bisa memenuhi
kebutuhan bongkar muat bahan bakar minyak (BBM) dari kapal pengangkut/tanker
tanpa meningkatkan BOR dengan mendatangkan jenis kapal tanker berbobot lebih
besar; sehingga diharapkan dapat menurunkan jumlah kedatangan kapal per-
bulannya tanpa mengurangi volume bahan bakar minyak yang dibutuhkan PT. PLN
(Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Utara Belawan. Kemudian hampir semua
struktur tiang pancang jetty eksisting mengalami korosi dan keropos seperti pada
Gambar 1.2, sehingga perlu dilakukan langkah-langkah renovasi untuk per-kuatan
struktur jetty eksisting.
Berkaitan dengan latar belakang tersebut di atas, maka dibutuhkan penelitian
kekuatan struktur dermaga/jetty yang sudah ada sekarang. Lokasi Pelabuhan Khusus
PT. PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Utara Sektor Belawan untuk
kepentingan sendiri dapat dilihat pada Gambar 1.1.

LOKASI PENELITIAN

Gambar 1.1 Lokasi Kajian dan Peta Alur Pelayaran Pelabuhan Belawan

2
Gambar 1.2 Tiang Dermaga Yang Mengalami Korosi
1.2. Perumusan Masalah
Untuk mengurangi peningkatan Berthing of Ratio (BOR) yang sudah
mencapai 90% karena kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) yang semakin tinggi
maka dibutuhkan kapal dengan bobot yang lebih besar karena selama ini kapal yang
sandar berbobot 3200 s/d 5000 DWT, tetapi dalam penelitian ini yang digunakan
kapal dengan bobot 6000 DWT.
Untuk itu di dalam penelitian ini, peneliti akan meneliti kekuatan struktur jetty
untuk menahan tumbukan kapal dengan bobot 6000 DWT dengan kondisi layan
tiang dermaga/jetty sebesar 50%. Sehubungan dengan kondisi layan tiang
dermaga/jetty sebesar 50% maka dilakukan perbaikan dengan cara :
1. Pemotongan pipa existing di area pipa seluasan yang berkarat ± sepanjang 2
meter (tinggi area pasang surut). Adapun metode pemotongan dengan alat
potong di ambil 2 (dua) titik pemotongan, yaitu di ujung atas pipa dan di
bawah pada area yang terbaik materialnya.
2. Pemasangan pipa tiang pancang baru diameter 30 inchi menggantikan pipa
yang lama dan dilakukan pengelasan pada 2 lokasi joint pengelasan atas dan
bawah pada titik potongan.
3. Pengelasan dilakukan dengan metode khusus pengelasan bawah air (apabila
saat air pasang)
4. Dilakukan proteksi pada tiang pancang baru terhadap korosi dengan lapisan
galvanish sebelum dilakukan pemasangan tiang baru.

3
1.3. Tujuan Penelitian
Melakukan uji kekuatan struktur dermaga/jetty pada bagian tiang yang
disambung dengan cara pengelasan dengan beban tumbukan kapal berbobot 6000
DWT.

1.4. Kontribusi Penelitian


Hasil penelitian akan memberikan kontribusi antara lain :
a. Memberi masukan dari hasil penelitian ini mengenai kondisi dermaga/jetty
kepada pihak PT. PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Utara
Sektor Belawan sebagai pemilik dermaga/jetty.
b. Memberikan motivasi pada mahasiswa untuk mencoba melakukan
penelitian.
c. Sebagai kewajiban staf pengajar dan Perguruan Tinggi dalam melakukan
Tri Dharma Perguruan Tinggi.

I. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dapat dikelompokkan atas 2 (dua) kegiatan, yaitu
pengumpulan data-data sekunder dan data-data primer atau data survey lapangan.
Seluruh data tersebut akan diolah dan dianalisis sehingga siap digunakan untuk
penelitian.

2.1.1. Data Sekunder


Data sekunder dikumpulkan dari dokumen dari studi terdahulu yang terkait
langsung maupun tidak langsung dengan penelitian ini. Data sekunder lain yang
diperlukan antara lain; data angin dan data iklim diperoleh dari BMG Maritim
Pelabuhan Belawan. Data angin dan data yang dimaksud adalah data harian, yang
merupakan data mentah bukan informasi yang khusus dikeluarkan oleh BMG.
Resume data sekunder yang digunakan untuk studi ini adalah:
1. Peta laut
2. Laporan laporan studi yang terdahulu
Laporan tersebut menjadi referensi dalam pelaksanaan penelitian.

2.1.2. Data Primer


Survey ini dilakukan untuk mengetahui kondisi fisik lokasi studi terdiri dari 2
macam kegiatan, yakni:

1. Survey bathimetri.
2. Survey hidrooceanografi.
Survey akan menghasilkan produk akhir berupa data-data sebagai berikuit:
1. Peta bathimetri.
2. Karakteristik pasang surut, diperairan sekitar wilayah pelabuhan.

4
2.2. Analisa Kelayakan Struktur Jetty
2.2.1. Umum
Dermaga berfungsi sebagai tempat membongkar-muat (loading-unloading)
dan berlabuh (berthing). Dipelabuhan modern, biasanya ketiga fungsi ini dipisahkan
sehingga dikenal istilah dermaga bongkar, dermaga muat, dan dermaga berlabuh.
Namun tidak demikian dengan pelabuhan sederhana yang biasanya kapal datang,
membongkar, dan berangkat menggunakan dermaga yang sama.
Dasar pertimbangan dalam perencanaan dermaga:
1. Arah angin, arah arus, dan perilaku kestabilan pantai.
2. Panjang dan lebar dermaga disesuaikan dengan kapasitas/jumlah kapal
berlabuh.
3. Letak dermaga dipilih sedemikian rupa sehingga paling menguntungkan
terhadap fasilitas darat yang tersedia dengan mempertimbangkan kedalaman
perairan.
4. Elevasi lantai dermaga dengan memperhitungkan kondisi pasang surut
Dermaga adalah fasilitas untuk pendaratan kapal sehingga bisa melakukan
aktivitas bongkar muat atau untuk lalu-lintas penumpang. Beberapa hal
untuk perhatikan dalam perencanaan dermaga diuraikan di bawah ini.
5. Elevasi dermaga
Elevasi dermaga dibuat sedemikian rupa sehingga pada saat pasang tinggi
air tidak melimpas ke permukaan dermaga. Penentuan elevasi lantai
dermaga sesuai dengan kondisi pasang surut yaitu:

E=HHWL+1/2H+F
dimana:
HHWL = Highest high water level = elevasi pasut tertinggi.
H = Tinggi gelombang
F = Free board = tinggi jagaan (biasanya diambil = 0.5)

2.2.2. Sistem Fender


Sistem fender ditujukan untuk menjamin kapal pada saat berlabuh dari
kerusakan yang mungkin terjadi karena benturan antara lambung kapal dengan
dermaga. Berdasarkan fungsinya fender dibagi menjadi:

1. Protective fender, berfungsi sebagai landasan pelindung yang meredam


energi benturan antara kapal dengan dinding dermaga pada saat kapal
bertambat.
2. Impact fender, ditujukan untuk meredam benturan pada saat kapal
melakukan gerak manuver.

5
Gambar 2.1 Fender

i. Alat-alat Penambat (Mooring Devices)


Alat-alat penambat berfungsi untuk menjaga kapal yang berlabuh dari gerakan
yang dapat mengganggu aktivitas bongkar muat. Gerakan-gerakan yang biasanya
paling mengganggu operasional kapal adalah gerak vertikal (heave) dan gerak
horisontal (surge), dapat dilihat seperti pada gambar.

Gambar 2.2 Gerakan Kapal

Penambatan kapal dilakukan denghan tali manila yang diikatkan pada bollard.
Bollard. Terbuat dari kayu atau baja yang ditanam pada blok beton pada lantai
dermaga. Peralatan penambatan didesain dengan memperhitungkan gaya-gaya tarik
yang ditimbulkan oleh kapal. Gaya tarik oleh kapal pada saat ditambat dipengaruhi
oleh bobot kapal, gelombang, angin dan arus.

ii. Gaya-Gaya Yang Bekerja Pada Dermaga


Gaya-gaya yang bekerja pada dermaga dapat dibedakan menjadi gaya lateral
dan vertikal. Gaya lateral meliputi gaya benturan kapal pada dermaga, gaya tarikan
kapal dan gempa; sedangkan gaya vertikal adalah berat sendiri bangunan dan beban
hidup.
1. Beban Mati
Beban yang diakibatkan oleh gravitasi yang bersifat permanen dalam hal ini berat
sendiri struktur. Beban mati yang diperhitungkan adalah:
Beton = 2400 kg/m3
Baja = 7850 kg/m3

6
2. Beban Hidup
Baban yang diakibatkan oleh orang atau peralatan yang bergerak sifat sementara
yang membebani struktur . Beban hidup yang dipertimbangkan adalah berat
kenderaan + muatan lalu lalang di atas dermaga.
Untuk beban lalu-lintas ini ditinjau kasus simetrik dan asimetrik. Beban tersebar
merata UDL (untuk seluruh jalur rencana)
- Untuk L ≤ 30 m maka q=8 kN/m2
- Untuk L > 30 m maka q=8(0.5 + 15/L) kN/m2
3. Gaya Benturan Kapal
Pada waktu merapat ke dermaga kapal masih mempunyai kecepatan sehingga
akan terjadi benturan kapal dan dermaga. Dalam perencanaan dianggap bahwa
benturan maksimum terjadi apabila kapal berkekuatan penuh menghantam
dermaga pada sudut 100 terhadap sisi depan demaga.

Gaya benturan kapal yang harus ditahan dermaga tergantung pada energi benturan
yang diserap oleh sistem fender yang dipasang pada dermaga. Gaya benturan
bekerja secara horisontal dan dapat dihitung berdasarkan energi benturan pada tipe
fender yang digunakan. Besar energi benturan diberikan oleh rumus berikut:
Ek = Cm Ce Cc Cs
2g
Energi yang bekerja pada fender secara umum dihitung dengan formula, dimana:
Ek = Energi kinetik akibat tumbukan saat kapal berlabuh (ton)
Wa = Massa air yang dipindahkan saat kapal berlabuh (ton)
V = Kecepatan berthing (m/s)
g = Percepatan gravitasi (m2/s)
Cm = Koefisien massa semu
Ce = Koefisien eksentrisitas
Cc = Faktor bentuk tempat berlabuh (=1.0 sebagai standart)
Cs = Softness Coefisient (=1.0 sebagai standart)
Kecepatan merapat kapal merupakan salah satu faktor penting dalam perencanaan
dermaga dan sistem fender, yang dapat ditentukan dari nilai pengukuran atau
pengalaman. Secara umum kecepatan merapat kapal dalam tabel berikut ini.

Tabel 2.1 Kecepatan Merapat Kapal Pada Dermaga


Ukuran Kapal Kecepatan Merapat
(DWT) Pelabuhan (m/s) Laut Terbuka (m/s)
Sampai 500 0.25 0.30
500-10.000 0.15 0.20
10.000-30.000 0.15 0.15
Diatas 30.000 0.12 0.15

Koefisien massa tergantung gerakan air di sekeliling kapal, yang dapat dihitung
dengan persamaan berikut :
π d
Cm =1+
2Cb B

7
dengan :
W
Cb =
Lpp Bdγ0

dimana :
Cb = Koefisien blok kapal
d = daft kapal (m)
B = lebar kapal (m)
Lpp = panjang garis air (m)
ϒ0 = berat jenis air laut (t/m3)

kapal yang merapat ke dermaga membentuk sudut terhadap dermaga, sehingga pada
waktu bagian kapal menyentuh dermaga, kapal akan berputar sehingga sejajar
dengan dermaga. Sebagai energi benturan yang ditimbulkan 0leh kapal akan hilang
oleh perputaran tersebut. Sisa energi akan diserap oleh dermaga.
Koefisien eksentrisitas adalah perbandingan antara energi sisa dan energi kinetik
kapal yang merapat dan dapat dihitung dengan rumus berikut:

1
Ce = 2
l
1+ r

dimana :
l = jarak sepanjang permukaan air dermaga dari pusat berat kapal sampai titik
sandar kapal
seperti terlihat dalam gambar.
r = jari-jari putaran disekeliling pusat berat kapal pada permukaan air, dan
diberikan oleh gambar.

Gambar 2.3 Sudut Merapat Kapal

8
panjang garis air (LPP) dapat dihitung dengan rumus di bawah ini :
Kapal barang: LPP = 0.846L1.0193
oa
Kapal tanker ∶ L = 0.852L .
titik kontak pertama antara kapal dan dermaga adalah suatu titik dari ¼ panjang
kapal pada dermaga dan 1/6 panjang kapal pada dolphin, dan nilai l adalah :
Dermaga : l = 1/4 Loa
Dolphin : l = 1/6 Loa

Gambar 2.4 Grafik Hubungan Antara Jari-Jari Girasi L Panjang Kapal Dan
Koefisien Blok

r= (0.19Cb + 0.11)Lpp

4. Gaya Akibat Angin


Angin yang berhembus ke badan kapal yang ditambatkan akan menyebabkan
gerakan kapal yang bisa menimbulkan gaya pada dermaga. Apabila arah angin
menuju kedermaga, maka gaya tersebut berupa gaya benturan ke dermaga;
sedangkan jika arahnya meninggalkan dermaga akan menyebabkan gaya tarikan
kapal pada alat penambat. Besar gaya angin tergantung pada arah hembusan
angin, dan dapat dihitung dengan rumus berikut ini.
1. Gaya longitudinal apabila angin datang dari arah haluan ( =0o)
Rw = 0.42 Qa Aw
2. Gaya longitudinal apabila angin datang dari arah buritan ( =180o)
Rw = 0.5 Qa Aw
3. Gaya lateral apabila angin datang dari arah lebar ( =90o)
Rw = 1.1 Qa Aw
dimana:
Qa = 0.063V2

9
dengan :
Rw = Gaya akibat angin (kg)
Qa = Tekanan angin (kg/m2)
V = Kecepatan angin (m/s)
Aw = Proyeksi bidang yang tertiup angin (m2)

Gambar 2.5 Akibat Angin

5. Gaya Akibat Arus


Seperti halnya angin, arus yang bekerja pada bagian kapal yang terendam air juga
akan menyebabkan terjadinya gaya pada kapal yang kemudian diteruskan pada
dermaga dan alat penambat. Besar gaya yang timbulkan oleh arus diberikan oleh
persamaan berikut ini.

1. Gaya tekanan karena arus yang bekerja dalam arah haluan :


Rf = 0.14 SV2
2. Gaya tekanan karena arus yang bekerja dalam arah sisi kapal :
Rf = 0.5 ρCV2B’
dengan :
R = Gaya akibat arus (kgf)
S = Luas tampang kapal yang terendam air (m2)
Ρ = Rapat massa air laut, ρ = 104,5 (kgf d/m4)
C = Koefisien tekanan arus
V = Kecepatan arus (m/s)
B’ = Luas sisi kapal di bawah muka air (m2)

Gambar 2.6 Akibat Arus

6. Beban Gempa
Beban gempa ditentukan sesuai dengan yang diisyaratkan oleh Tata cara
perencanaan ketahanan Gempa untuk bangunan Gedung. Bangunan akan
dimodelkan 3 dimensi dan dilakukan analisis dinamis dengan metoda modal dan

10
respon spektrum dimana respon spektrum diambil dari grafik koefisien dari Tata
cara perencanaan ketahanan Gempa untuk bangunan Gedung.

C1 I
V= Wt
R

dimana :
C1 = Nilai Faktor Respons Gempa yang didapat dari Spektrum Respons Gempa
Rencana
I = Faktor Keutamaan.

R = Faktor reduksi gempa 11epresentative dari struktur gedung yang


bersangkutan.
W = Berat total gedung, termasuk beban hidup yang sesuai.

Wi Zi
Fi =
∑i=1 Wi Zi
n

dimana :
Wi = Berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai.
Zi = ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral.
N = Nomor lantai tingkat paling atas.

Gambar 2.7 Respons Spektrum Gempa Rencana

a. Sambungan Las
i. Umum
Pengelasan adalah suatu proses penyambungan bahan logam yang
menghasilkan peleburan bahan dengan memanasinya hingga suhu yang tepat dengan
atau tanpa pemberian tekanan dan dengan atau tanpa bahan pengisi. Meskipun
pengetahuan tentang las sudah ada sejak beberapa ribu tahun silam, namun
pemakaian las dalam bidang konstruksi dapat terbilang masih baru, hal ini antara
lain disebabkan pemikiran para ahli mengenai beberapa kerugian las yaitu bahwa las
dapat mengurangi tahan lelah bahan (fatigue strength) dibandingkan paku keeling

11
dan mereka juga berpendapat bahwa tidak mungkin untuk memastikan kualitas las
yang baik.
Melalui banyak penelitian tentang las, belakangan las mulai banyak digunakan
dalam bidang konstruksi. hal ini antara lain karena proses penyambungan dengan las
memberikan beberapa keuntungan, yakni:
1. Dari segi ekonomi, harga konstruksi dengan menggunakan las lebih murah
dibandingkan dengan pemakaian baut atau keling, hal ini dikarenakan
pemakaian pelat-pelat sambungan maupun pelat buhul dapat dikurangi.
2. Pada beberapa jenis elemen struktur tertentu, tidak mungkin memakai baut
atau keeling untuk menyambungnya, seperti contoh adalah proses
penyambungan kolom bundar, tentu lebih memungkinkan untuk memakai las.
3. Struktur yang disambung dengan las akan lebih kaku daripada baut/keeling.
4. Komponen struktur dapat tersambung secara kontinu.
5. Mudah untuk membuat perubahan desain dalam struktur.
6. Tingkat kebisingan dalam pekerjaan las lebih rendah daripada baut/keeling.

ii. Jenis-Jenis Sambungan


Beberapa jenis sambungan yang sering ditemui dalam sambungan las adalah :
1. sambungan sebidang ( butt joint), sambungan ini umumnya dipakai untuk
pelat-pelat datar dengan ketebalan sama atau hampir sama, keuntungan
sambungan ini adalah tak adanya eksentrisitas. Ujung-ujung yang hendak
disambung harus dipersiapkan terlebih dulu (diratakan atau dimiringkan) dan
elemen yang disambung harus dipertemukan secara hati-hati.
2. Sambungan lewatan (Lap joint), jenis sambungan ini paling banyak dijumpai
karena sambungan ini mudah disesuaikan keadaan dilapangan dan juga
penyambungan relatif mudah. Juga cocok untuk tebal pelat yang berlainan.
3. Sambungan tegak (tee joint), sambungan ini banyak dipakai terutama untuk
membuat penampang tersusun seperti bentuk I, pelat girder, Stiffener.
4. Sambungan sudut (corner joint), dipakai untuk penampang tersusun
berbentuk kotak yang digunakan untuk kolom atau balok yang menerima gaya
torsi yang besar.
5. Sambungan sisi (edge joint), sambungan ini bukan jenis struktural dan
digunakan untuk menjaga agar dua atau lebih pelat tidak bergeser satu sama
lainnya.

12
Gambar 2.8 Jenis-Jenis Sambungan

iii. Jenis-Jenis Las


Jenis-jenis las yang sering dijumpai antara lain:
1. Las tumpul (groove weld), las ini dipakai untuk menyambung batang-batang
sebidang, karena las ini harus menyalurkan secara penuh beban yang bekerja,
maka las ini harus memiliki kekuatan yang sama dengan batang yang
disambungnya. Las tumpul dimana terdapat penyatuan antara las dan bahan
induk sepanjang tebal penuh sambungan dinamakan las tumpul penetrasi
penuh. Sedangkan bila tebal penetrasi lebih kecil daripada tebal penuh
sambungan dinamakan las tumpul penetrasi sebagian.
2. Las sudut (fillet welds), tipe las ini paling banyak dijumpai dibandingkan tipe
las yang lain, 80% sambungan las menggunakan tipe las sudut. Tidak
memerlukan presisi tinggi dalam pengerjaannya.
3. Las baji dan pasak (slot and plug welds), jenis las ini biasanya digunakan
bersama-sama dengan las sudut. Manfaat utamanya adalah menyalurkan gaya
geser pada sambungan lewatan bila ukuran panjang las terbatas oleh panjang
yang tersedia untuk las sudut.

iv. Tahanan Nominal Sambungan Las


Filosofi umum dari LRFD terhadap persyaratan keamanan suatu struktur,
dalam hal ini terutama untuk las, adalah terpenuhinya persamaan:

13
∅R nw ≥ R u

Dengan:
∅ = Faktor tahanan
R nw = Tahanan nominal per satuan panjang las
R u = Beban terfaktor per satuan panjang las

7. Las Tumpul
Kuat las tumpul penetrasi penuh ditetapkan sebagai berikut :
a. Bila sambungan dibebani dengan gaya tarik atau gaya tekan aksial
terhadap luas efektif, maka:
∅ = 0.9. . (bahan dasar)
∅ = 0.9. . (las)
b. Bila sambungan dibabani dengan gaya geser terhadap luas efektif, maka:
∅ = 0,9. . (0,6. ) (bahan dasar)
∅ = 0,8. . (0,6. ) (las)
dengan dan adalah kuat leleh dan kuat tarik putus.

8. Las Sudut
Kuat rencana per satuan panjang las sudut, ditentukan sebagai berikut:
∅ = 0,75. . (0,6. ) (bahan dasar)
∅ = 0,75. . (0,6. ) (las)

9. Las Baji dan Pasak


Kuat rencana per satuan panjang las sudut, ditentukan sebagai berikut:
∅ = 0,75. (0,6. ). (bahan dasar)
Dengan:
= Luas geser efektif las
= Kuat tarik putus logam las

3. METODE PENELITIAN
a. Metode Penelitian
Untuk menyelesaikan penelitian ini, terdapat beberapa langkah yang harus
dikerjakan. Berikut ini adalah diagram alir dalam penelitian ini.

14
PENDAHULUAN

PENGUMPULAN DATA
&
ANALISA DATA

EVALUASI LAYOUT
TIANG YANG KOROSI

PERHITUNGAN STRUKTUR TIANG


JETTY

METODE PERBAIKAN TIANG

KESIMPULAN

Gambar 3.1 Diagram Alir

4. ANALISIS STRUKTUR

a. Perhitungan Gaya Benturan Kapal


Fender merupakan sistem konstruksi yang dipasang didepan konstruksi
tambahan. Berfungsi sebagai penahan beban tumbukan kapal pada waktu merapat
serta memindahkan beban akibat tumbukan menjadi gaya reaksi yang mampu
diterima konstruksi dan kapal secara aman.
Besarnya energi benturan kapal terhadap dermaga dapat dilihat pada Table berikut.

15
Tabel 4.1 Energi Benturan kapal
URAIAN DIMENSI SATUAN
DWT 6000.000 (ton)
Displacement Tonnage Kapal (DT) 8788.456 (ton)
Panjang kapal (Loa) 108.000 m
Panjang Perpendicular Kapal (Lpp) 102.227 m
Breadth (B) 17.800 m
Draft (D) 6.700 m
Kecepatan (V) 0.150 m/s
Block Koefisien (Cb) 0.700 -
Virtual Mass Factor (Cm) 1.845 -
Softness Factor (Cs) 1.000 -
Berth Configuration (Cc) 1.000 -
Jarak Pusat Berat Kapal sampai Titik
Benturan (Dermaga = Loa/4), (Dolphin = m
Loa/6) 27.000
Jari-jari Putaran di Sekeliling Pusat Berat
m
Kapal 24.839
Eccentricity Factor (Ce) untuk Dermaga
-
Ce=0.5 0.458
Berat Jenis Air Laut (Wo) 1.030 ton/m3

Displacement Tonnage (DT) dari kapal tanker yang sandar dihitung dengan formula:
Log DT= 0.332 + 0.956 x Log (DWT)
Log Lpp = 0.793 + 0.322 x Log (DWT)

Tabel 4.2 Hasil Energi Benturan kapal Terhadap dermaga


DWT
DT (ton) Cb Cm Ce V (m/s) Ef (ton.m)
(ton)
6000 8788.456 0.700 1.845 0.458 0.150 8.523

Setelah perhitungan energi tumbukan yang timbul dapat ditentukan, selanjutnya


dilakukan tipe fender yang spesifikasinya dapat dilihat pada gambar berikut.

16
Gambar 4.1 Tipe Fender

17
Gambar 4.2 Performa Fender

18
Dari hasil perhitungan diperoleh energi benturan kapal terhadap dermaga sebesar :
Ef = 8.523 Ton.m
Ef = 83.5254 kN.m
Bila energy fender 83.5254 kN.m, dalam kondisi terkritis fender harus mampu
menerima energy 83.5254kn.m/0,5 m = 167.0508 kN.m. yaitu saat tidak semua
fender mengenai badan kapal seperti saat kondisi surut. Untuk Ef yang ditimbulkan
akibat tumbukan kapal tanker 6000 DWT dalam kondisi kritis sebesar 167.0508
kN.m maka tipe fender yang dapat dipilih adalah bentuk AD ARCH Rubber
Fender AD 800 dengan Rubber Grade G2 dengan data-data sebagai berikut :
Energi fender = 181 kN-m > 167.0508 kN.m
Reaksi fender = 539 kN = 55 ton.

Gambar 4.3 3D Struktur Jetty

Gambar 4.4 2D Struktur Jetty (LayOut Tiang Jetty)

19
b. Perhitungan Kekuatan Sambungan
P
α Tiang yang Paling
besar memikul
10,34 m beban
4,22 m

4,02 m

Gambar 4.5 Gaya Benturan Kapal Terhadap Struktur Dermaga

Jadi gaya benturan kapal terhadap struktur dermaga sebesar P = 55 ton.


Maka tiang yang berada paling jauh dari titik pusat berat tiang memikul beban
sebesar :
e = 10,5*cos(10o) = 10,34 m
M = P.e
M = 55*10,34 = 568,7 ton.m

M.Y
Rx=
∑ X 2+
∑ Y2

M.X
Ry=
∑ X2+∑ Y2

∑ X 2 + ∑ Y 2 = 10(4,022) + 6(4,222) + 6(8,442) = 695,856

568,7× 8,44
Rx= = 6,898 ton
695,856

568,7× 4,02
R = = 3,285 ton
695,856

Gaya geser akibat beban eksentris seperti pada gambar, maka pengaruh gaya
memberikan kontribusi gaya kepada tiap tiang sebesar :
P cos α 55× cos (10o )
Rh= = = 3,611 ton
n 15
P sin (α) 55 × sin(10 )
Rv= = = 0,637 ton
n 15

n= Jumlah tiang dalam satu segmen


n = 15 tiang

20
Total resultan gaya pada tiap tiang yang mengalami gaya eksentris adalah :
R= (R x + R h ) 2 + (R y + R v ) 2

R= (6,898+ 3,611) 2 + (3,285+ 0,637) 2


R = 11,217 ton

Gambar 4.6 Bentuk Penampang Tiang yang Dilas

Akibat Geser Langsung


R R
f= =
A 2πr
11,217× 9,8× 1000
f= = 45,92 N/mm
762π

Akibat Momen R.e


T× r
σ=
Ip
11,217× 9,8× 1000× 300× 381
σ= = 37,91 N/mm
(0,5π(369+ 381)(3692 + 3812 ))

Resultan Tegangan= f 2 + σ2
Resultan Tegangan = 45,92 + 37,91 N/mm
Resultan Tegangan = 59,55 N/mm
Tahanan Sambungan Las
∅R nw = 0,8× t e × 0,6fuw
∅R nw = 0,8× 12× 0,6× 490 = 2822,4 N/mm

Check Kekuatan :
Tegangan Total < ∅R nw  OK
Artinya dari hasil Perhitungan bahwa sambungan las tesebut kuat menahan beban
benturan kapal yang menimbulkan tegangan pada permukaan las sebesar 59,55
N/mm.

21
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Gaya benturan kapal terhadap struktur dermaga sebesar 55 ton, maka tiang
yang berada paling luar memikul beban yang paling besar yaitu sebesar
11,217 ton.
2. Timbul Resultan Tegangan Akibat geser langsung dan momen sebesar
59,55 N/mm di tiang yang berada paling jauh dari titik berat tiang.
3. Tahanan sambungan las sebesar 2822,4 N/mm
4. Resultan Tegangan = 59,55 N/mm < Tahanan sambungan las = 2822,4
N/mm artinya tiang eksisting yang diperbaiki dengan cara dipotong pada
bagian yang korosi kemudian digantikan dengan tiang dengan dimensi
yang sama dengan menggunakan sambungan las kuat menahan gaya reaksi
sebesar 55 ton akibat benturan kapal.

5.2 Saran
Lakukan perawatan pada tiang secara rutin terlebih pada tiang yang diberi
perbaikan agar jangan terjadi kelelahan (Fatigue) pada sambungan akibat
beban berulang (sicklic) pada saat kapal merapat.

DAFTAR PUSTAKA
Bruun, P.,1981, Port Engineering, Gulf Publishing Company, London.
CivilTech Software, 2011. AllPile Version 7 User’s Manual Volume 1 and 2, Civil
Tech Software, USA.
Japan International Cooperation Agency, 1995, Standar Teknis untuk sarana-sarana
Pelabuhan di Jepang.
Prof.Dr.Ir. Bambang Triatmodjo, 1996, CES.,DEA, Pelabuhan.
SNI 03-1729-2002, Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD (SNI 03-
1729-2002)
The Overseas Coastal Area Development Institute of Japan, 2002, Technical
Standards and Commentaries for Port and Harbour Facilities in Japan,
Daikousha Printing Co., Ltd., Japan,
www.trelleborg.com/marine

22

You might also like