Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

Jurnal Fokus Konseling , Volume 3, No.

2 (2017), 85-94
ISSN Cetak : 2356-2102
ISSN Online : 2356-2099
DOI: https://doi.org/10.26638/jfk.385.2099

Filsafat dan Sains dalam Pendidikan, Bimbingan dan Konseling


Wahidin
Bimbingan dan Konseling, IAIN Salatiga
E-mail koresponden: weaidin@gmail.com

Abstract: Philosophy and science into light for the human civilization. Both have a different
starting point, the philosophy developed using speculative-reflective approach, while science
using deductive-inductive approach. Relations binding both like two sides of a coin.
Philosophy gave birth to science and science contributed to philosophy. Besides, philosophy
and science have the same goal of seeking the truth for the sake of the welfare of mankind.
The results generated from both truths are relative and relative so that people will always
explore, revise, and reconstructed the philosophy and knowledge that already exists, the goal
is to find a new truth. Education and guidance and counseling is one branch of the ideas of
philosophy and science. The goal of both is to develop human potential and to make a
prosperous and happy human life. Oriented education in the process of making a man of
what their condition becomes the condition of how it should be. Guidance and counseling as
a branch of science education have different characteristics with education itself. The
education process emphasizes the cognitive aspects of counseling and guidance while
stressing the affective aspect. Making philosophy as a way of thinking and placing science as
a way of knowing in education, guidance, and counseling is something mandatory so that the
orientation and objectives of both can be achieved.
Keywords: Philosophy, science, education, guidance and counseling

Abstrak: Filsafat dan sains menjadi cahaya bagi peradaban manusia. Keduanya memiliki
titik awal yang berbeda, filosofi dikembangkan dengan menggunakan pendekatan spekulatif-
reflektif, sementara sains menggunakan pendekatan deduktif-induktif. Hubungan mengikat
keduanya seperti dua sisi mata uang. Filsafat melahirkan sains dan sains berkontribusi pada
filsafat. Selain itu, filsafat dan sains memiliki tujuan yang sama untuk mencari kebenaran
demi kesejahteraan umat manusia. Hasil yang dihasilkan dari kedua kebenaran itu relatif dan
relatif, sehingga orang akan selalu mengeksplorasi, merevisi, dan merekonstruksi filosofi dan
pengetahuan yang sudah ada, tujuannya adalah untuk menemukan kebenaran baru.
Pendidikan dan bimbingan dan konseling merupakan salah satu cabang dari gagasan filsafat
dan sains. Tujuan keduanya adalah mengembangkan potensi manusia dan menciptakan
kehidupan manusia yang sejahtera dan bahagia. Berorientasi pendidikan dalam proses
pembuatan manusia dari apa kondisinya menjadi kondisi bagaimana seharusnya. Bimbingan
dan konseling sebagai cabang pendidikan sains, memiliki karakteristik yang berbeda dengan
pendidikan itu sendiri. Proses pendidikan menekankan aspek kognitif konseling dan
bimbingan sambil menekankan aspek afektif. Membuat falsafah sebagai cara berpikir dan
menempatkan sains sebagai cara untuk mengetahui tentang pendidikan, bimbingan dan
konseling adalah sesuatu yang wajib, sehingga orientasi dan tujuan keduanya dapat tercapai.
Kata kunci: Filsafat, sains, pendidikan, bimbingan dan konseling

Artikel diterima: 14 Juni 2017; direvisi: 2 Agustus 2017; disetujui: 26 Agustus 2017

Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.


Tersedia online di : http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus

85
Wahidin…

1. PENDAHULUAN manusia. Membicarakan pendidikan tidak


dapat dilepaskan dari membicarakan
Dalam kehidupan ini ada tiga hal
hakikat manusia, karena pendidikan
yang menjadi alat bagi manusia untuk
dibangun berlandaskan kepada hakikat
mencari kebenaran, yaitu filsafat, ilmu
manusia dan tujuan hidup manusia
dan agama (Wahid, 2012). Filsafat
(Kartadinata, 2016). Pendidikan
(philosophy) dianggap sesuatu yang
diselenggarakan untuk mengembangkan
sangat bebas karena ia berpikir tanpa
potensi manusia kearah yang positif,
batas. Agama (religion) mengedepankan
menjadi pribadi yang lebih baik,
wahyu/ilham dari Tuhan, yang
berbudaya dan manusiawi (Khasinah,
kebenaranya bersifat absolute atau
2013).
mutlak (Bagus, 1996). Sedangkan ilmu
Socrates menyebut manusia
(science) adalah sebuah perangkat
sebagai zoon politicon atau hewan yang
metode untuk mencari kebenaran.
bermasyarakat (Drijarkara, 1978). Lebih
Filsafat menggunakan pemikiran
lanjut Ilmu-ilmu humaniora termasuk
yang mendalam, sehingga seorang filosof
ilmu filsafat mencoba menjawab
mendapat kebenaran yang paling hakiki.
pertanyaan mendasar tentang manusia,
Sedangkan ilmu pengetahuan, sebuah alat
sehingga terdapat banyak rumusan
yang sangat sederhana, karena ia dapat
tentang manusia. Zuhairini (2009)
digunakan oleh semua orang dalam
mengumpulkan beberapa rumusan
kapasitas dan kemampuan masing-
tentang manusia, diantaranya homo
masing manusia. Pemahaman terhadap
sapiens (makhluk yang mempunyai
kedua aspek di atas (filsafat dan ilmu
budi), homo faber atau tool making
pengetahuan) sangat penting dalam
animal (binatang yang pandai membuat
kehidupan akademik. Filsafat memberi
bentuk peralatan dari bahan alam untuk
arah kemana pendidikan, bimbingan dan
kebutuhan hidupnya), homo economicus
konseling dikembangkan, demikian juga
(makhluk ekonomi), homo religious
sains untuk mengawal pengembangan
(makhluk beragama), dan homo laquen
dan peningkatan ilmu.
(mahluk yang pandai menciptakan
Pendidikan merupakan kegiatan
bahasa).
yang dilakukan oleh manusia, antar
manusia dan untuk memanusiakan

86
Filsafat-Sains Dalam Pendidikan Dan Bimbingan Konseling ……

Mursyi (1986) menambahkan lain, berkembangnya pandangan


rumusan lain tentang manusia yang diameteral dan cenderung mendewakan
dikemukan oleh tokoh filsafat, seperti manusia.
animal rationale (hewan yang rasional Untuk memberikan alternatif

atau berpikir), animal symbolicum pemahaman tentang hakikat manusia,

(hewan yang menggunakan symbol) dan perlu diketengahkan manusia menurut

animal educandum (hewan yang bisa perspektif agama Islam. Konsep Islam

dididik). memberikan term manusia dalam

Disamping itu, psikologi barat beberapa topik, diantaranya abd Allah,


memberikan rumusan tentang manusia al-ins, khalifah Allah, al-basyar, bani
berdasarkan paham yang Adam, dan al-Insan. Masing-masing term
dikembangkanya. Aliran psikoanalis memiliki focus dan dimensi yang berbeda
yang dikembangkan oleh Sigmund Freud, tapi membentuk satu kesatuan.
memandang hakikatnya manusia sebagai Sebagai Abd Allah (hamba Allah),
organisme yang digerakkan oleh manusia wajib mengabdi dan taat kepada
dorongan-dorongan dari dalam dirinya Allah selaku Pencipta (QS; 51:56).
yang bersifat instingtif. Sementara
Hakikat manusia sebagai hamba Allah
Behaviorisme memahami hakikat
menjadikan manusia yang taat, patuh dan
manusia sebagai makhluk yang reaktif
mampu menjalani perannya sebagai
dan tingkah lakunya dikendalikan oleh
hamba yang mengharapkan ridha Allah.
faktor-faktor dari luar dirinya, yaitu
Sementara konsep al-ins (manusia)
lingkungannya. Sedangkan Psikologi
humanistik yang dipelopori oleh cenderung mengacu pada status manusia

Abraham Maslow menyatakan bahwa dalam kaitannya dengan lingkungan


manusia memiliki dorongan-dorongan masyarakat di sekitarnya. Berdasarkan
dari dalam dirinya untuk mengarahkan fitrahnya manusia makhluk sosial. Dalam
dirinya mencapai tujuan yang positif. hidupnya manusia membutuhkan
Rumusan tentang manusia di atas pasangan, dan diciptakan berpasang-
bersifat parsial dan cenderung pasangan (QS; 4:1).
merendahkan derajat manusia. Hakikat Kedudukan manusia sebagai
manusia direndahkan falsafah yang khalifah Allah (wakil Allah) merupakan
dibangunya. Sutoyo (2007) mengkritik
puncak anugerah dari Allah kepada
hakikat manusia dalam pandangan Barat
manusia. Dalam posisi ini, manusia
karena bersifat deterministik, pesimistik,
diberikan beban memikul amanah yang
mekanistik dan reduksionalistik. Disisi
87
Wahidin…

harus dipertanggungjawabkan (Shihab, Tafsiran teologis meletakkan


1994). Manusia sebagai khalifah lebih manusia dari segi keunikan atau
unggul dari makhluk lain, karena hubunganya dengan alam, tapi lebih
manusia berbuat tidak sekedar melihat manusia sebagai makhluk ciptaan
menjalankan perintah tanpa pemikiran Tuhan, dan dibuat menurut aturan Tuhan.
dan kesadaran (Kartadinata, 2011). Dalam tulisan ini diwakili oleh manusia
Sementara itu, manusia dalam al- dalam perspektif Islam.
Qur’an juga disebut sebagai al-Insan, Kembali pada hakikat manusia
yakni mengacu pada potensi yang dalam proses pendidikan, pemikiran
diberikan Tuhan kepadanya. Potensi tentang hakikat manusia sebagaimana
antara lain adalah kemampuan berbicara dijelaskan diatas akan membawa
(QS; 55:4), kemampuan menguasai ilmu implikasi bagi pendidikan here and now
pengetahuan melalui proses tertentu (QS; (disini dan saat ini). Meminjam bahasa
6:4-5), dan lain-lain. Drijarkara (1978), implikasi hakikat
Apabila dipetakan dari uraian di manusia dalam pendidikan
atas, Titus dalam Kartadinata (2011) memungkinkan manusia memiliki
menggolongkan hakikat manusia menjadi kemerdekaan untuk bereksistensi.
tiga aliran penafsiran. Ketiga penafsiran Dari uraian diatas, maka dapat
tersebut ialah tafsiran klasik atau dipahami bahwa manusia adalah makhluk
rasionalistik, tafsiran ilmiah dan tafsiran ciptaan Allah, dengan tujuan penciptaan
teologis. Tafsiran klasik atau untuk menyembah dan mengabdi kepada-
rasionalistik, bersumber pada filsafat Nya. Hakikat manusia yang demikian
Yunani atau romawi, memandang terbentuk apabila manusia sadar akan
manusia sebagai makhluk rasional. keberadaan dirinya sebagai abd Allah dan
Tafsiran ilmiah mewakili variasi sekaligus khalifah Allah.
tentang sudut pandang ilmu yang Proses penyadaran tersebut
digunakan dalam melihat manusia membutuhkan campur tangan orang lain,
(psikonalisis, behaviorisme, dan atau lebih tepatnya adalah pendidikan
humanisme). Manusia dalam dimensi ini atau bimbingan. Meletakkan pendidikan
dipahami berdasarkan hukum-hukum dalam bingkai hakikat manusia sangat
fisis dan kimiawi. penting, karena pendidikan tidak

88
Filsafat-Sains Dalam Pendidikan Dan Bimbingan Konseling ……

dilakukan dalam ruang hampa, tetapi Perkembangannya ilmu menjadi


harus bersentuhan dengan sosial, budaya, semakin spesifik dan teknis yang
kultur, politik, hukum, dan nilai di suatu bergerak sendiri-sendiri.
bangsa. Dalam konteks ini filsafat
mempunyai dua pengertian: Pertama
2. PEMBAHASAN
filsafat sebagai produk. Dalam konteks
Philosophy as a way of thinking ini filsafat sebagai jenis ilmu
Philosophy is mother of science, pengetahuan, konsep-konsep, teori,
Filsafat adalah induk dari segala ilmu sistem aliran yang merupakan hasil
pengetahuan (DeBlassie, 1969), oleh proses berfilsafat. Kedua filsafat
karena itu setiap metode, objek, dan sebagai suatu proses. Dalam hal ini
sistematika filsafat itu harus mempunyai filsafat diartikan sebagai bentuk
arti fungsional bagi setiap aktivitas berfisafat sebagai proses
pengembangan ilmu pengetahuan yang pemecahan masalah dengan
lainnya. menggunakan cara dan metode tertentu
Kata filsafat untuk pertama kali (Kaelan, 1987).
diperkenalkan oleh salah seorang Filsafat adalah ilmu pengetahuan
filosof Yunani, Pythagoras (Mulkan, dengan objek materialnya yang
1993). Kata filsafat adalah kata yang mencakup manusia, alam, Tuhan
berasal dari bahasa Yunani (Grik), yang (anthropos, cosmos, Theos) beserta
terdiri dari dua kata, yaitu kata philos problematika di dalamnya, sedangkan
yang berarti cinta dan kata shopos yang objek formal filsafat adalah menelaah
berarti bijaksana. Secara bahasa filsafat objek materialnya secara mendalam
seringkalai kali diartikan dengan cinta sampai ditemukan hakekat/intisari
kebijaksanaan (Poedjawijatna, 1980). permasalahan. Kegiatan berpikir secara
Filsafat juga bisa diartikan sebagai rasa kefilsafatan memiliki ciri-ciri Kritis,
ingin tahu secara mendalam tentang asal Radikal, Konseptual, Koheren, Rasional,
muasal sesuatu, bagaimana sesuatu dan Spekulatif, Sistematis, Komprehensif,
untuk apa sesuatu. Bebas, dan Universal.
Dalam perkembangannya filsafat filsafat pada intinya adalah
melahirkan cabang-cabang ilmu berusaha mencari kebenaran tentang
(science), yang berkembang menjadi segala sesuatu, baik yang ada maupun
ranting-ranting ilmu, sub-ranting ilmu. yang mungkin ada, dari mana asal

89
Wahidin…

sesuatu, bagiamana sesuatu itu muncul dapat dipungkiri bahwa dalam proses
dan untuk apa sesuatu itu ada. Dari untuk memperoleh suatu ilmu adalah
pemikiran seperti itu, maka muncullah dengan melalui pendekatan filsafat.
beraneka macam pandangan, pendapat Metode ilmiah digunakan untuk
dan pemikran serta tanggapan, yang mengembangkan pengetahuan. Metode
akhirnya menjadi suatu kesepakatan ilmiah diartikan sebagai suatu perangkat
untuk diketahui secara bersama-sama asumsi dan aturan tentang pengumpulan
dan berlaku dilingkunganya. dan evaluasi data (Ruch & Zimbardo,
1970). Asumsi, perangkat pengumpulan
Sains Sebagai Cara Mengetahui
dan evaluasi dari data merupakan sistem
Secara bahasa, Ilmu berasal dari
yang terstandard dengan metode
bahasa Arab, ‘alima, ya’lamu, ‘ilman
sistematis. Inti dari metode ilmiah adalah
yang berarti mengetahui, memahami dan
pengumpulan data dengan menggunakan
mengerti benar-benar. Dalam bahasa
tes empirik, yang terbebas dari bias
Inggris disebut science, dari bahasa
prasangka peneliti.
Latin yang berasal dari kata scientia
Dengan menggunakan metode
(pengetahuan) atau scire (mengetahui).
ilmiah, akan dihasilkan generalisasi dan
Sedangkan dalam bahasa Yunani
teori yang bisa diuji berulang-ulang
adalah episteme (pengetahuan). Dalam
secara empirik. Metode seperti ini
kamus Bahasa Indonesia, ilmu adalah
dikenal dengan sebutan pendekatan
pengetahuan tentang suatu bidang yang
ilmiah dalam rangka mencari kebenaran.
tersusun secara bersistem menurut
Fakta-fakta yang dihimpun melalui
metode-metode tertentu yang dapat
metode inkuiri (observasi, pengujian
digunakan untuk menerangkan gejala-
hipotesis, deduksi dan validasi) akan
gejala tertentu di bidang itu
menghasilkan generalisasi.
(Poerwadarminto, 1954).
Generalisasi yang teruji berulang-
Hornby (2000) mengartikan ilmu
ulang secara konsisten akan membangun
sebagai susunan atau kumpulan
sebuah teori, yang selanjutnya teori akan
pengetahuan yang diperoleh melalui
digunakan sebagai landasan untuk
penelitian dan percobaan dari fakta-
memahami dan menguji berbagai
fakta. Ilmu berisi kaidah-kaidah dalam
fenomena atau fakta. Berfikir keilmuan
arti definisi yang tersembunyi. Tidak

90
Filsafat-Sains Dalam Pendidikan Dan Bimbingan Konseling ……

sebagai sebuah dialektika, yang akan dikembangkan secara sistematis.


selalu melahirkan tesis, antithesis dan Penggunaan model sistem formal
hipotesis (Kartadinata, 2011). biasanya menggunakan tiga langkah,
yakni (1) mengidentifikasi sistem filosofi
Filosofi Pendidikan
mendasar seperti realisme atau idealisme,
Penggunaaan filsafat dalam
(2) pemberian contoh sistem filosofi, dan
pendidikan setidaknya menganut tiga hal
(3) menyajikan filosofi pendidikan yang
mendasar, yakni (1) melalui sebuah
diimplikasikan atau dicakup di dalam
proses aktif dalam berfilosofi pendidikan
berbagai sistem filosofi.
dengan menggunakan analisis problema
Sementara itu, penggunaan
atau pendekatan analitis, (2) melalui
rumusan filosofi-filosofi pendidikan
sebuah pendekatan sistem formal filosofi
menekankan pada rumusan hal yang
yang dapat diterapkan dalam pendidikan,
bersifat metafisika dalam pendidikan.
dan (3) melalui penggunaan filosofi-
Metafisika dalam pendidikan
filosofi pendidikan yang mengandung
berhubungan dengan kenyataan tertinggi
berbagai warna dalam pendidikan (O'neill
dan kebenaran puncak. Disamping itu,
& Naomi, 2001).
perumusan filosofi dengan menekankan
O'neill & Naomi (2001)
metafisika dipakai untuk menggambarkan
menguraikan, dalam analisis problema
sebuah posisi metafilosofis yang
tidak ada upaya untuk merumuskan
mencakup sistem filosofis formal yang
filosofi pendidikan tertentu, berfilsafat
berbeda-beda. Dalam rumusan filosofi
berkaitan dengan permasalahan
ini premis utamanya adalah esensi
pendidikan. Analisis problema seringkali
mendahului dan menentukan eksistensi.
menggunakan analisis semantic, analisis
rasional, dan analisis empiric. Filosofi Bimbingan dan Konseling
Sedangkan penggunaan sistem formal Menurut Brubacher (1939)
dengan menerima sistem filosofi menyatakan ada dua sumber utama
tradisional dalam pengembangan filsafat yang relevan dalam konseling,
pendidikan, seperti idealisme, realisme, yakni essensialisme dan progressivisme.
eksistensialisme dan pragmatism. Filsafat esensialisme muncul pada
Penggunaan sistem-sistem tersebut zaman Renaissance, dengan ciri-ciri
diintegrasikan untuk mengorganisir dan utama berpijak pada nilai-nilai yang
pelaksanaan pendidikan yang memiliki kejelasan, tahan lama,

91
Wahidin…

kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mendorong konseli untuk bertanggung


mempunyai tata yang jelas. Nilai-nilai jawab atas pilihannya. Sehingga
yang digunakan adalah yang berasal dari komunikasi antar konselor dan klien
kebudayaan dan filsafat yang korelatif. adalah kunci dari keberhasilan konseling
Idealisme, rasionalisme dan (Adiputra dan Saputra, 2015)
realisme adalah aliran-aliran filsafat yang Sementara filsafat progresivisme
membentuk corak esensialisme. mengakui dan berusaha mengembangkan
Sumbangan yang diberikan oleh masing- asas progesivisme dalam sebuah realita
masing bersifat eklektik, artinya tiga kehidupan, agar manusia bisa survive
aliran filsafat ini bertemu sebagai menghadapi semua tantangan hidup
pendukung Esensialisme, tetapi tidak (Blocher, 1974). Aliran ini meletakkan
lebur menjadi satu. dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan
Blocher (1974) menambahkan kepada klien. Klien diberikan kebebasan
filsafat eksistensialisme merupakan baik secara fisik maupun cara berpikir,
kekuatan ketiga dalam psikologi. guna mengembangkan bakat dan
Eksistensialisme melihat manusia dalam kemampuan yang terpendam dalam
dimensi yang lebih dalam. Filsafat ini dirinya tanpa terhambat oleh rintangan
menekankan keseimbangan antara yang dibuat oleh orang lain.
kebebasan dan tanggung jawab. Dalam
Sains, Bimbingan dan Konseling
proses konseling, pendekatan dengan
Sains memainkan peran penting
eksistensial menghargai prinsip-prinsip
dalam pengembangan ilmu pengetahuan
demokrasi, menekankan proses dialogis,
bagi profesi konseling (Hepner, et.all,
karena kebebasan juga merupakan sebuah
2008). Penggunaan ilmu-ilmu sosial
pilihan.
memberi kontribusi filosofi bagi
Berdasarkan prinsip ini, maka
penelitian untuk pemahaman yang lebih
konselor bertanggung jawab terhadap
baik dalam pengambilan keputusan
sistem nilai yang dianut konseli, selama
dalam bidang pendidikan (Schouten &
tidak berlawanan dengan prinsip-prinsip
Brighouse, 2015).
moral. Konselor dituntut untuk
Kontribusi ilmu sosial dalam
berperilaku etis, berperilaku rasional,
pengembangan dan peningkatan mutu
membangun nilai secara mendalam dan
pendidikan, bimbingan dan konseling

92
Filsafat-Sains Dalam Pendidikan Dan Bimbingan Konseling ……

sudah diakui. Pendidikan sebagai tools kejadian dan pengembangan teori, dalam
agar ilmu sosial yang ada dapat rangka membantu professional untuk
dimanfaatkan dengan baik oleh manusia. memprediksi kemungkinan hal yang akan
Sebagai disiplin ilmu yang tidak terjadi di masa yang akan datang.
terikat oleh sistem dan nilai, maka ilmu-
3. KESIMPULAN
ilmu sosial bebas untuk mengembangkan
dirinya dengan menggunakan pendekatan Filsafat menjadi landasan bagi
ilmiah. Metode ilmiah dengan seluruh ilmu pengetahuan, termasuk
menunggangi filsafat positivism bebas didalamnya sains. Filsafat dan sains
untuk mengembangkan keilmuan tanpa berfungsi sebagai alat untuk mencari
ada tekanan dari pihak lain. Dalam kebenaran. Filsafat menggunakan
kondisi yang demikian, hakikat manusia pendekatan reflektif-intuitif, sedangkan
terkadang tereduksi oleh hasil penelitian sains menggunakan pendekatan scientific
dengan dalih pengembangan keilmuan. method (metode ilmiah). Filsafat sebagai
Dalam situasi yang demikian, maka pedoman bagi proses pendidikan serta
dibutuhkan tools (alat) untuk bimbingan dan konseling. Sementara
mengaplikasikan ilmu-ilmu sosial agar sains memberikan bentuk untuk
sesuai dengan hakikat dan tabiat manusia. pengembangan ilmu pendidikan dan
Dalam pandangan filsafat maupun bimbingan konseling melalui metode
agama, manusia adalah mahluk yang ilmiah.
memiliki nilai jauh diatas nilai-nilai yang
4. DAFTAR PUSTAKA
ada dalam kehidupan. Dalam bahasa
agama manusia adalah khalifatullah, Adiputra, S., & Saputra, W. N. E. (2015).
Teori Dasar Konseling.
dalam bahasa filsafat manusia adalah
Lampung: Aura Publishing.
homoeructus (makhluk yang berfikir). Bagus, Lorens. (1996). Kamus Filsafat.
Jakarta: Gramedia.
Menurut Heppner & Kivlighan
Blocher, D. H. (1974). Developmental
(2008), setidaknya ada dua fungsi sains counseling. USA: John Wiley &
Sons, Inc.
bagi pendidikan, bimbingan dan
Brubacher, J. S. (1939). Modern
konseling. Kedua fungsi tersebut adalah philosophies of education.
DeBlassie, R. R. (1969). Guidance
pertama sains untuk menemukan dan
Theory And Philosophy:
mempelajari tentang fakta yang perlu Implications For Counselors.
Journal of Employment
dikembangkan dalam aspek kehidupan.
Counseling, 6(4), 169-172. doi:
Kedua, menjaga stabilitas hubungan antar

93
Wahidin…

10.1002/j.2161-1920.1969.tb00 O'neill, W. F., & Naomi, O. I. (2001).


530.x Ideologi-ideologi pendidikan.
Drijarkara, (1978). Percikan Filsafat. Pustaka Pelajar.
Semarang: Kanisius. Poedjawijatna, I. R. (1980). Pembimbing
Hepner, P. P., Wampold, E., & ke Alam Filsafat. Jakarta: PT.
Kivlighan, D. M. (2008). Poerwadarminta, W. J. S. (1954). Kamus
Research Design In Counseling. umum bahasa Indonesia.
Belmont, CA: Brooks/Cole. Perpustakaan Perguruan
Hornby, S. and Atkins, J. (Eds.). (2000). Kementerian PP dan K.
Collaborative Care: Ruch, F. L., & Zimbardo, P. G. (1971).
Interprofessional, Interagency, Psychology and Life (8thed.).
and Interpersonal. Oxford: Mexico: Editorial Trillas.
Blackwell Science (UK). Schouten, G., & Brighouse, H. (2015).
Kaelan,. (1987). Pancasila Yuridis The relationship between
Kenegaraan. Yogyakarta: philosophy and evidence in
Liberty. education. Theory and Research
Kartadinata, Sunaryo. (2011). Menguak in Education, 13(1), 5-22. doi:
Tabir Bimbingan dan Konseling 10.1177/1477878514562149
Sebagai Upaya Paedagogis, Kiat Shihab, M. Quraish. (1994). Wawasan
Mendidik Sebagai Landasan Al-Quran. Bandung: Mizan.
Profesional Tindakan Konselor. Sutoyo, Anwar. (2007). Bimbingan dan
Bandung: UPI Press. Konseling Islami (Teori dan
Kartadinata, Sunaryo. (2016). Praktek). Semarang: Cipta Prima
Membangun Kesiapan Manusia Nusantara.
Indonesia Hidup Dalam Wahid, Abd. (2012). Korelasi Agama,
Masyarakat Ekonomi Asean Filsafat Dan Ilmu. Jurnal
(MEA) dan Dunia Kerja Global: Substantia, Vol. 14, No. 2,
Tantangan Bagi Pendidikan dan Oktober 2012.
Pendidikan Guru. Bandung: Zuhairini (2009). Filsafat Pendidikan
Makalah Orasi Ilmiah, Dies Islam. Jakarta: Bina Aksara.
Natalis ke-62 UPI 20 Oktober
2016.
Khasinah, Siti, (2013). Hakikat Manusia
Menurut Pandangan Islam Dan
Barat. Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA
Februari 2013 VOL. XIII, NO. 2,
296-317.
Mulkan, Abdul Munir. (1993).
Paradigma Intelektual Muslim,
Pengantar Filsafat Pendidikan
Islam dan Dakwah. Yogyakarta:
Sipres.
Mursyi, Muhammmad Munir. (1986). Al-
Tarbiyat al-Islamiyyat: Ushuluha
wa Tathawwuruha fil bilad al-
‘Arab, Kahirat: ‘Alam al-Kitab.

94

You might also like