Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 19

JURNAL

KOMUNIKASI KRISIS MELALUI NEW MEDIA

(Analisis Isi Tweet Akun Twitter @jokowi Sebagai Fungsi Komunikasi Krisis
Selama Pandemi Covid-19)

Oleh:

DAWUD ABDUL MAJID


D0214028

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2021
KOMUNIKASI KRISIS MELALUI NEW MEDIA

(Analisis Isi Tweet Akun Twitter @jokowi Sebagai Fungsi Komunikasi Krisis
Selama Pandemi Covid-19)

Dawud Abdul Majid

Andre Noevi Rahmanto

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Abstract

Covid-19 pandemic that is happening in Indonesia has a huge impact on it’s


country stability. There are changes since the existence of Covid-19. Spreads of the
information about Covid-19 is also very diverse, from the accurate one with science
backing it to opinion to hoax information or disinformation. In that case, the
government needs to do an effort to control the spreading of the information, by
releasing official inforrmation that is accurate, based on fact and and science
backed with massive scale to push down the number of hoaxes and disinformations.
One example that has been done is the crisis communication by twitter account of
@jokowi, that is managed by Presidential Digital Communication Team that also
works as public relations.
Crisis communcation by @jokowi is examined with content analysis
method, to find the type of crisis communication it did. In this research, all is framed
by Situational Crisis Communication Theory or in this research we stand it for
SCCT. SCCT has views that response or crisis communication to a form of crisis
should be done by referring to what attribution the public has for the crisis also in
what cluster the crisis is identified.
In this research, we found that there are five types of response strategies to
the crisis, those are instructing information, adapting information, diminishment
strategy, rebuilding strategy and bolstering strategy. In those 5 strategies that is
used, we found that there is a tendency to use adapting information strategy by
@jokowi account.
Key words: SCCT, Crisis communication, new media
Pendahuluan

Public relations atau umumnya dikenal dengan singkatan PR telah


mengalami perkembangan yang pesat beriringan dengan berkembangnya teknologi
informasi dan komunikasi. Dari bentuk proses komunikasi yang tradisional seperti
surat-menyurat dan pertemuan tatap muka menjadi publikasi atau kegiatan
komunikasi berbasis daring. Meskipun bentuk ataupun saluran komunikasi dari PR
sudah berkembang, namun PR tetap memiliki esensi yang sama, seperti yang
diungkapkan oleh Jenkins & Yadin (2004), bahwa keberadaan public relations
adalah salah satu usaha untuk menciptakan citra baru atau iklim pendapat umum
yang menyenangkan, atau mencoba memoles citra yang sudah ada dari sebuah
institusi atau perusahaan di mata masyarakat.
Di era informasi dan digital ini, disiplin ilmu komunikasi mengenali channel
pesan melalui sarana digital dengan istilah media baru. Dalam media baru, terdapat
platform yang disebut dengan media sosial. Dijelaskan oleh Van Dijk (2013, dalam
Nasrullah 2018), media sosial adalah platform media yang memfokuskan pada
eksistensi pengguna yang memfasilitasi mereka dalam beraktivitas maupun
berkolaborasi. Karena itu, media sosial dapat dilihat sebagai medium (fasilitator)
online yang menguatkan huubungan antar pengguna sekaligus sebagai ikatan sosial.
Dari pendapat di atas kita dapat memahami secara awam karakteristik dari media
sosial, yaitu setiap individu di dalamnya memiliki peluang yang sama untuk
beraktifitas. Hal tersebut tentunya mengharuskan pelaku PR untuk menyesuaikan
diri dalam hal perlakuan/treatment/strategi tertentu yang dianggap sesuai.
Munculnya media baru ini berdampak pada bagaimana cara public relations
menjaga hubungan organisasi dengan publik. Jika sebelumnya seorang public
relations hanya perlu memperhatikan media tradisional. Kini public relations harus
memonitor dan menganalisis semua channel, mulai dari Twitter, Linkedln,
Youtube, Facebook, LINE Today, hingga grup Whatsapp dengan media online
lainnya yang terus bertambah tiap harinya. Adanya pergesaran dalam penggunaan
media tersebut membuat munculnya konvergensi public relations dari yang
sebelumnya cenderung sebagai produser saja, menjadi bertambah perannya sebagai
publisher (Laksamana, 2018).
Berkaitan dengan hal yang akan diteliti, era Pandemi COVID-19 yang
berlangsung sejak Januari 2020 telah memaksa manusia untuk melakukan
penyesuaian dalam berkehidupan (Bramasta, 20120). Penetapan Covid-19 sebagai
bencana alam nasional telah secara resmi dikeluarkan oleh negara. Hal tersebut
disusul dengan penetapan-penetapan kebijakan lain yang berkaitan dengan Covid-
19, salah satunya aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). PSBB diatur
dalam Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 (Jogloabang, 2020). Pemerintah
Indonesia mengeluarkan aturan PSBB yang di dalamnya terdapat aturan untuk
menjaga jarak secara fisik, serta mengurangi atau bahkan menihilkan aktivitas
pekerjaan secara fisik dalam satu tempat. Hal tersebut mendorong peningkatan
penggunaan media digital dalam berbagai sektor, (VOI, 2020). Penggunaan internet
yang tadinya berpusat di perkantoran kini lebih banyak digunakan di pemukiman
dan meningkat sekitar 30 hingga 40 persen. Selain itu, penggunaan pada daerah
tertinggal juga memiliki peningkatan sebesar 23 persen. Artinya, sudah banyak
warga yang mengikuti anjuran untuk physical distancing yaitu bekerja, belajar, dan
beribadah dari rumah (Kominfo, 2020)

Dalam prosesnya, terdapat berbagai noise yang mengganggu penyampaian


pesan tersebut. Seperti yang telah terjadi di Jepang, dalam penelitian oleh Acar dan
Muraki (2011), menemukan bahwa ketika terjadi krisis Tsunami di Jepang, terdapat
banyak noise di media sosial, salah satunya twitter, yang mengandung informasi
tidak akurat. Pemerintah Jepang sendiri tidak mengeluarkan pesan resmi melalui
media sosial. Sehingga yang terjadi adalah khalayak kesulitan mendapatkan
informasi yang akurat dan berguna. Keduanya menyarankan untuk mengeluarkan
pesan resmi di media sosial untuk menekan pembesaran informasi-informasi yang
mengganggu.
Sedangkan di Indonesia, salah satu noise yang ada adalah beredarnya opini-
opini kontra terhadap kebijakan pemerintah yang disuarakan oleh beberapa tokoh
masyarakat ataupun influencer. Sebagai contoh adalah kasus Jerinx, seorang musisi
yang gencar mengemukakan pendapat kontroversial terkait Covid-19.
Opini-opini tersebut menghambat ataupun mengganggu tercapainya pesan
pemerintah terhadap khalayak (masyarakat Indonesia). Padahal sebenarnya
sebagian opini tersebut tidak didasari dengan keilmiahan ataupun bersifat
konspirasi, tidak sedikit khalayak/masyarakat yang turut menyetujuinya. Itu
menjadi tugas bagi pemerintah untuk dapat menyampaikan pesan untuk menyaingi
noise-noise yang mengganggu. Dalam laporan pers Dinisari (Bisnis.com, 2021),
tercatat ada 646 macam hoax atau informasi tidak benar yang beredar dalam
masyarakat selama setahun per Maret 2021.
Pemerintah sebagai pihak paling utama dalam penanganan COVID-19
harus mampu mengatasi atau setidaknya mengimbangi noise yang ada, sehingga
pesan-pesan pemerintah terkait penanganan pandemi dapat tersampaikan kepada
masyarakat. Menurut Yustitia dan Ashrianto (2020), cara untuk mencegah
meluasnya paparan hoax dapat dilakukan dengan memonopoli trafik informasi,
secara praktis, cara tersebut bisa dilakukan dengan terus memberikan pesan kepada
khalayak melalui pesan yang disandikan secara tepat . Di sinilah fungsi dasar PR
dapat mengambil alih.
Peneliti menemukan bahwa akun twitter Presiden Joko Widodo adalah salah
satu akun terkait pemerintahan Indonesia yang memiliki jumlah followers
terbanyak. Hal tersebut memberikan peluang lebih besar untuk memperluas atau
memperbanyak jangkauan akun twitter untuk dipaparkan pesan-pesan dari
pemerintah. Di samping itu, berdasarkan undang-undang, Presiden juga merupakan
kepala pemerintahan. Sehingga apa yang disampaikan atas nama presiden dapat
diafiliasikan dengan pemerintahan.
Meskipun akun twitter @jokowi seolah menampilkan profil pribadi
Presiden Joko Widodo, akun ini sebenarnya dikelola oleh tim khusus yang
berfungsi sebagaimana public relations. Dikutip dari Pandiangan & Shafa (2020 :
25), sebagaimana akun media sosial Presiden Jokowi yang lain, akun Instagram
@jokowi juga dikelola oleh Tim Komunikasi Digital Presiden. Nama tim tersebut
adalah Tim Komunikasi Digital Presiden (TKDP) yang berada di bawah naungan
Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia dan berkantor di Jalan Veteran
No. 17-18, Jakarta Pusat. Anggota TKDP dipilih sendiri Presiden Joko Widodo
(Jokowi) dan bertugas untuk mengelola akun media sosial Presiden. Termasuk
konten yang berkaitan dengan COVID-19, semua merupakan kinerja dari TKDP
yang diolah sedemikian rupa untuk dapat diterima oleh masyarakat luas.

Rumusan masalah

1. Apa saja jenis strategi komunikasi krisis situational crisis


communication yang digunakan dalam tweet akun @jokowi pada
masa pandemi Covid-19?
2. Apa kecenderungan jenis strategi komunikasi krisis situational
crisis communication dalam tweet @jokowi pada masa pandemi
Covid-19?

Kajian pustaka

1. Public Relations

Public Relations adalah fungsi manajemen tersendiri yang membantu


mendirikan dan menjaga/merawat laju komunikasi secara mutual, pemahaman,
penerimaan serta kerjasama antara organisasi dan khalayaknya; termasuk di
dalamnya membantu manajemen masalah atau isu, membantu pihak
manajemen untuk memantau opini publik, menjelaskan dan menekankan
tanggung jawab pihak manajemen untuk melayani kepentingan publik,
membantu manajemen tetap mengikuti dan secara efektif memanfaatkan
perubahan situasi, sebagai pengingat akan tren yang akan berlangsung serta
diharuskan menggunakan riset dan teknik komunikasi yang etis sebagai prinsip
utama (Harlow, dalam Theaker, 2012).
Menurut ahli lain, yaitu Lamb & McKee (2004), praktek public relations
yang efektif erat kaitannya dengan kesehatan organisasi/instansi. Public
relations memberikan jalan bagi organisasi untuk secara efektif memantau,
berinteraksi, dan bereaksi terhadap kelompok kunci dalam lingkungan
organisasi. Hubungan masyarakat di sini dianggap sebagai bentuk komunikasi
dan tindakan/aksi dari pihak organisasi yang mendukung pengembangan dan
pemeliharaan hubungan yang saling menguntungkan antara organisasi dan
kelompok, yang keduanya saling bergantung. Dari dua pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa Public Relations menjadi sebuah fungsi penjembatan
antara organisasi dengan khalayaknya, atau dengan organisasi lain.

2. Situational Crisis Communication Theory

Public Relations memiliki nilai strategis yang penting dalam


keterlibatannya terhadap manajemen resiko, isu dan krisis bagi perusahaan, artinya
akan ada konsekuensi yang signifikan atas tindakan yang diambil oleh public
relations (Holtzhausen 2007, dalam Theaker 2012). Sebenarnya, resiko, isu dan
krisis adalah satu fenomena yang berkesinambungan, akan tetapi, peneliti
memutuskan untuk fokus pada krisis, karena fenomena yang tengah diamati telah
mencapai tahap krisis.
Krisis menurut Coombs (2010, dalam Theaker, 2012) adalah persepsi akan
hal-hal yang tidak terprediksi yang dapat mengancam ekspektasi penting dari
stakeholder/pemangku kepentingan (dalam fenomena kali ini adalah masyarakat
Indonesia) dan akan berdampak serius pada kinerja organisasi dan menciptakan
hasil yang negatif. Membantu menghindari atau menyelesaikan krisis dapat dilihat
sebagai puncak dari peran public relations.
Tokoh lain, yaitu Barton (2001) menegaskan bahwa krisis adalah ancaman
bagi reputasi organisasi. Sedangkan reputasi tentunya berharga, karena reputasi
adalah sumber aset intangibles (aset tak berwujud) bagi sebuah organisasi (Davies,
dkk, 2003)
Coombs dalam bukunya Handbook of Crisis Communication (2010) telah
mengembangkan teori terkait respon terhadap terjadinya krisis, yang disebut
dengan Situational Crisis Communication Theory (SCCT). Dalam pandangan
SCCT, krisis adalah hal keadaan negatif, stakeholder memiliki atribusi terkait
krisis, dan atribusi tersebut akan mempengaruhi bagaimana stakeholder bersikap
terhadap organisasi selama masa krisis. Maka dari itu, inti dari SCCT adalah
pertanggung-jawaban terhadap krisis (Coombs, 2010:38). Sebelum menentukan
respon/strategi apa yang akan digunakan terhadap stakeholder, instansi/organisasi
harus menentukan karakteristik krisis dan variabel-variabel yang ada di sekitar
krisis terlebih dahulu.
Oleh Coombs (2007) dijelaskan, klaster krisis dapat dibagi menjadi 3, yang
pertama adalah klaster korban (victim cluster). Dalam klaster ini pihak organisasi
juga menjadi korban dari adanya krisis. Kedua adalah klaster tanpa kesengajaan
atau kecelakaan (accidental cluster). Klaster ini terjadi karena ketidak sengajaan
dari organisasi yang mengarahkan keadaan ke dalam krisis. Klaster ketiga adalah
klaster kesengajaan (intentional cluster), dalam klaster ini organisasi menyadari
bahwa dirinya menyelakukan kesalahan, dan menempatkan orang-ornag dalam
bahaya. Setiap klaster memiliki tingkat pertanggung-jawaban yang berbeda-beda,
hal itu dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Level of likely attributed Disaster/crisis Disaster/crisis subtypes


organizational responsibility cluster type
Low responsibility Victim cluster Natural disaster

Rumor

Workplace violence

Malevolence toward the


organization

Moderate responsibility Accidental Challenges


cluster
Technical-error accident

Technical-error product harm

High responsibility Preventable Human error accident


cluster
Human error product harm

Organizational misdeeds

(Sumber: Coombs, 2010:103)

Dalam tabel di atas dapat dilihat macam-macam jenis krisis, klaster krisis dan
tingkat atribusi atau tingkat tanggung jawab. Dapat dilihat bahwa krisis dalam
klaster korban (victim cluster) memiliki tingkat atribusi pertanggung-jawaban yang
rendah. Klaster tanpa kesengajaan/kecelakaan (accidental cluster) memiliki tingkat
tanggung jawab yang menengah dan krisis dalam klaster (preventable) atau
(intentional cluster) memiliki tingkat atribusi pertanggung-jawaban yang tinggi.
Dalam SCCT terdapat daftar respon terhadap terjadinya krisis, respon
disesuaikan dengan atribusi publik dan klaster krisis. Berikut daftar respon SCCT
yang telah dibuat dan disempurnakan oleh pihak National Center for Food
Protection (NCFPD) (Adkins, dalam Coombs, 2010:102):

Response strategy type Response strategy subtype


Denial strategy Attack the accuser

Deny disaster/crisis situation exist

Scapegoat

Diminishment strategy Provide escuse for the situation


Provide justification for the situation

Rebuilding strategy Compensate the victims


Offer apology/accept responsibility

Bolstering strategy Remind stakeholders of past good


deeds
Ingratiation

Claim victim status

(Sumber: Coombs, 2010:103)

Metodologi

Penelitian akan dilakukan menggunakan pendekatan kuantitatif. Menurut


Silalahi (2012:76), pendekatan kuantitatif dapat dikonstruksi sebagai penelitian
yang menekankan kuantifikasi dalam pengumpulan dan analisis data dengan
pendekatan deduktif untuk hubungan antara teori dan penelitian dengan
menempatkan pengujian teori (testing of theory). Untuk itu, dalam penelitian kali
ini peneliti akan melakukan pengujian teori berdasarkan variabel/indikator
kuantitatif yang dapat diukur dengan angka untuk membuktikan kebenaran teori
yang prediktif.
Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian deskriptif.
Berdasarkan Silalahi (2012:27), penelitian menyajikan gambaran terperinci tentang
satu situasi khusus, setting sosial, atau hubungan. Desksriptif kuantitatif memiliki
skema klasifikasi seperti itu, penyelidik kemudian mengukur besar atau distribusi
sifat-sifat itu di antara anggota-anggota kelompok tertentu (Silalahi, 2012:28).
Dalam penelitian ini, akan dilihat penerapan strategi komunikasi krisis pada periode
awal pandemi Covid-19 dan pertengahan pandemi Covid-19.
Sedangkan penelitian ini menggunakan metode penelitian analisis isi.
Barelson (1952, dalam Eriyanto, 2011) mendefinisikan analisis isi sebagai suatu
teknik penelitian yang dilakukan secara objektif, sistematis dan deskripsi kuantitatif
dari isi komunikasi yang tampak (manifest). Tweet dari akun twitter @jokowi akan
dianalisis untuk mendapatkan hasil yang bisa diinferensikan menjadi makna berupa
pemanfaatan tweet tersebut dalam menjalankan fungsi komunikasi krisis selama
pandemi COVID-19.
Berdasarkan tujuannya, penelitian ini menggunakan desain penelitian
analisis isi deskriptif, yaitu menggambarkan secara detail deskripsi dari suatu
pesan. Desain analisis isi ini tidak dimaksudkan untuk menguji suatu hipotesis
tertentu, atau menguji hubungan di antara variabel (Eriyanto, 2011:47).
Unit analisis penelitian ini ditentukan menggunakan unit analisis tematik.
Unit analisis tematik adalah unit analisis yang lebih melihat tema (topik)
pembicaraan dari suatu teks. Unit tematik secara sederhana berbicara mengenai
“teks berbicara tentang apa atau mengenai apa”. Ia tidak berhubungan dengan
kandungan kata atau kalimat (Eriyanto, 2011:84).
Menurut Holsti (1969, dalam Eriyanto:85), tematik dari suatu teks dapat
dilihat dari subjek yang terdapat dalam teks. Jika dalam teks terdapat tiga subjek,
berarti dalam teks tersebut terdapat tiga tema. Peneliti tinggal melihat rangkaian
kata dan kalimat dalam teks ketika berbicara mengenai subjek tersebut. Pendapat
dari Holsti tersebut mendukung operasionalisasi ganda satu tahap. Dalam
operasionalisasi ganda satu tahap, variabel dioperasionalisasikan langsung menjadi
sejumlah sejumlah indikator tertentu (Eriyanto, 2011:188). Dalam penelitian ini,
operasionalisasi ganda satu tahap digunakan karena dimungkinkan dalam satu teks
terdapat lebih dari satu kategori, (seperti yang telah dikutip dari unit tematik, bahwa
satu teks dapat mengandung lebih dari satu tema).

Sajian Data

Grafik persentase strategi komunikasi krisis


80,00%
64,30% 62,70%
60,00%
37,30%
40,00% 31,70%

20,00%
3,20%
0,00%
1 Maret - 1 April 2020

Instructing Information Adapting Information


Denial Strategy Diminishment Strategy
Rebuilding Strategy Bolstering Strategy

Dari penelitian yang dilakukan, didapat sebaran persentase seperti di atas.


Sedangkan diftribusi tiap-tiap kategori adalah sebagai berikut.

Tabel 1.1
Distribusi Frekuensi Instructing Information
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid tidak ada 79 62.7 62.7 62.7
instruksi untuk menerapkan pola hidup 37 29.4 29.4 92.1
sehat atau protokol kesehatan atau new
normal
instruksi untuk melakukan isolasi mandiri 2 1.6 1.6 93.7
bagi penderita Covid-19
Instruksi untuk melakukan rapid-test atau 2 1.6 1.6 95.2
cek-up Covid-19

Instruksi untuk tetap berada di rumah 3 2.4 2.4 97.6


Gabungan instruksi terkait Covid-19 3 2.4 2.4 100.0
Total 126 100.0 100.0

Dari tabel di atas kita dapat melihat jenis strategi instructing information
terbanyak dipakai adalah instruksi untuk menerapkan protokol kesehatan atau pola
hidup sehat atau new normal, yaitu sebanyak 29,4% atau 37 utas tweet dari total
keseluruhan 126 tweet yang diteliti. Adapun jenis-jenis strategi instructing
information lain hanya digunakan 2-3% dari keseluruhan tweet, yaitu instruksi
isolasi mandiri sebanyak 2 tweet, instruksi untuk rapid test sebanyak 2 tweet,
instruksi untuk tetap berada di rumah 3 tweet dan gabungan instruksi terkait Covid-
19 sebanyak 3 tweet.
Strategi instructing information digunakan untuk menghindarkan stakeholder dari
dampak fisik akibat krisis yang terjadi. Itu adalah prioritas ketika terjadi krisis
(Coombs, 2010). Strategi ini sebenarnya bukan termasuk dalam strategi utama yang
dikenal dalam SCCT, melainkan strategi dasar yang pada dasarnya harus ada ketika
terjadi krisis. Dalam strategi ini, terdapat beberapa bentuk informasi instruksi yang
dikeluarkan oleh akun @jokowi untuk menghindarkan stakeholder yaitu
masyarakat Indonesia dari krisis.
Tabel 1.2
Distribusi Frekuensi Adapting Information

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Ada 45 35.7 35.7 35.7

Corrective actions= informasi 61 48.4 48.4 84.1


mengenai aksi perbaikan atau
penanganan oleh pemerintah terkait
Covid-19

Informasi seputar Covid-19 atau 20 15.9 15.9 100.0


sektor terdampak Covid-19 yang
bersifat positif

Total 126 100.0 100.0

Dari tabel di atas diketahui sebesar 48,4% atau 61 tweet menggunakan


strategi adapting information berjenis corrective actions, yaitu sorotan terhadap
tindakan perbaikan atas krisis yang terjadi. Lalu 15,9% atau 20 tweet yang lain
adalah pemberian informasi positif seputar Covid-19.
Strategi adapting information digunakan untuk menghindarkan stakeholder
dari dampak psikis akibat krisis yang terjadi. Itu adalah prioritas ketika terjadi krisis
(Coombs, 2010). Strategi ini sebenarnya bukan termasuk dalam strategi utama yang
dikenal dalam SCCT, melainkan strategi dasar yang pada dasarnya harus ada ketika
terjadi krisis. Dalam strategi ini, terdapat beberapa bentuk informasi instruksi yang
dikeluarkan oleh akun @jokowi untuk menghindarkan stakeholder yaitu
masyarakat Indonesia dari dampak psikis krisis.

Tabel 1.3
Distribusi Frekuensi Denial Strategy

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak ada 126 100.0 100.0 100.0
Dari tabel di atas diketahui bahwa tidak ada satu pun jenis strategi denial
digunakan dalam tweet @jokowi. Tidak adanya satupun pemakaian strategi denial
karena strategi denial selayaknya digunakan untuk merespon krisis yang masih
menjadi rumor dan belum terbukti. Jika organisasi memang tidak terlibat dengan
rumor, maka tidak akan ada dampak buruk yang akan mempengaruhi organisasi
tersebut (Coombs, 2007). Adapun pandemi Covid-19 telah dinyatakan ada dan
diakui secara resmi menjadi bencana nasional oleh pemerintah Indonesia dan bukan
merupakan rumor (setkab.go.id, 2020).

Tabel 1.4

Distribusi Frekuensi Diminishment Strategy

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak ada 122 96.8 96.8 96.8

Mencari-cari alasan terhadap 1 .8 .8 97.6

terjadinya situasi krisis Covid-19 di

Indonesia

Pembenaran atas aksi pemerintah 1 .8 .8 98.4

atau terjadinya covid-19

Menyampaikan bahwa dampak dari 2 1.6 1.6 100.0

Covid-19 tidak separah yang

masyarakat pikirkan

Total 126 100.0 100.0

Dari tabel di atas, dapat dilihat hanya terdapat sedikit sekali strategi
diminishment yang diterapkan. Hanya ada masing-masing satu tweet menggunakan
strategi “mencari-cari alasan terhadap situasi pandemi dan “pembenaran terhadap
aksi pemerintah terkait Covid-19. Lalu ada 2 utas tweet yang merupakan
penyampaian bahwa dampak dari covid tidak seburuk yang dipikirkan masyarakat.
Ketiganya hanya mencapai total 3,2% dari keseluruhan 126 tweet yang diteliti.
Diminishment strategy adalah strategi yang ditujukan untuk mengurangi
tingkat tanggung terhadap krisis (Holladay, dalam Coombs, 2010:166).
Diminishment strategy dapat untuk digunakan jika krisis yang terjadi adalah klaster
korban atau klaster ketidak-sengajaan (Adkins, dalam Coombs, 2010:104). Krisis
Covid-19 terkategorikan sebagai klaster korban sekaligus klaster ketidak-
sengajaan. Dalam tabel di atas dapat dilihat terdapat 3,2% tweet yang
terkategorikan sebagai strategi diminishment. Hal tersebut menunjukkan bahwa
pemerintah hampir sepenuhnya mampu dalam menangani krisis pandemi Covid-19
dan tidak berusaha mengurangi tuntutan tanggung jawab dari masyarakat,
walaupun strategi atau respon ini layak digunakan.
Tabel 1.5

Distribusi Frekuensi Rebuilding Strategy

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak ada 47 37.3 37.3 37.3

Mengkompensasi masyarkat yang menjadi 9 7.1 7.1 44.4

korban/terdampak krisis Covid-19

Meminta maaf / bertanggung jawab atas 70 55.6 55.6 100.0

terjadinya krisis Covid-19 di Indonesia

Total 126 100.0 100.0

Sebanyak 55,6% tweet berupa strategi meminta maaf atau bertanggung


jawab terhadap krisis Covid-19, itu berarti tweet ini digunakan sekiranya separuh
lebih dari keseluruhan tweet. Adapun strategi berupa pemberian kompensasi
kepada masayarakat terdampak mencapai 7,1% atau sebanyak 9 utas tweet.
Strategi rebuilding atau membangun kembali berada pada urutan persentase
kedua terbanyak, yaitu sebanyak 62,7%. Unsur yang terbanyak ditampilkan adalah
pertanggung jawaban pemerintah dalam menangani situasi Covid-19. Hal tersebut
sekaligus menunjukkan bahwa atribusi masyarakat dalam hal pertanggung jawaban
terhadap situasi krisis adalah cukup besar. Strategi ini dapat digunakan dalam
klaster kecelakaan atau klaster korban (Adkins, dalam Coombs, 2010:104).
Kasus wabah pernah terjadi di Indonesia, yang artinya Indonesia pernah
memiliki riwayat krisis yang serupa. Adanya riwayat krisis yang serupa, disertai
klaster termasuk dalam klaster tanpa kesengajaan dan penggunaan strategi
rebuilding sesuai dengan rekomendasi dari Adkin yang juga menyatakan demikian
(Dalam Coombs, 2010:104).
Jenis strategi rebuilding khususnya pertanggung-jawaban sekaligus
merangkap fungsi komunikasi digital presiden, sesuai dalam penelitian oleh
Pandiangan dan Shafa (2020), yaitu sebagai penyampaian hasil kinerja
pemerintahan sehingga masyarakat bisa mengetahui sampai mana progress kinerja
yang dilakukan pemerintahan. Dalam hal ini adalah kinerja pemerintah dalam
menangani krisis Covid-19.

Tabel 1.6

Distribusi Frekuensi Bolstering Strategy

Valid Cumulative

Frequency Percent Percent Percent

Valid Tidak ada 86 68.3 68.3 68.3

Bersikap/bercitra baik untuk 26 20.6 20.6 88.9

menyenangkan masyarakat

Memuji masyarakat atau pihak lain 9 7.1 7.1 96.0

dalam berperan menghadapi Covid-19

Mengklaim bahwa kedua belah pihak 5 4.0 4.0 100.0

(pemerintah & masyarakat) sama-sama

merupakan korban dari krisis Covid-19

Total 126 100.0 100.0


Sebesar 20,6% atau 26 utas tweet menunjukkan sikap atau bercitra baik
untuk menyenangkan masyarakat. Lalu 7,1% atau 9 utas tweet berupa pujian
kepada masyarakat atau pihak lain dalam berperan menghadapi Covid-19. Lalu ada
sebesar 4,0% tweet yang isinya klaim bahwa kedua belah pihak (pemerintah &
masyarakat merupakan korban dari krisis Covid-19.

Strategi ini digunakan untuk mencari dukungan berupa asosiasi positif dari
publik/stakeholder (Fediuk, Pace & Botero, dalam Coombs, 2010:227). Terdapat
31,7% tweet terkategorisasikan sebagai bolstering stategy. Dapat diartikan bahwa
melalui akun @jokowi pemerintah pusat berusaha mendapatkan penguatan citra
positif selama masa pandemi Covid-19.
Dalam penelitian oleh Liu (dalam Coombs, 2010), ditemukan bahwa
strategi bolstering berupa pujian (ingratiation) cukup tinggi digunakan dalam
situasi krisis klaster korban. Tweet berisi pemberian pujian juga ditemukan dalam
tweet presiden Amerika Serikat Donald Trump dalam tweetnya selama pandemi
Covid-19, dalam penelitian analisis isi oleh Fanni Kertész and Zane Berzleja
(2020). Namun dalam rekomendasi oleh Coombs (2007), bolstering lebih baik
digunakan untuk mendukung strategi lain dan tidak berdiri sendiri.
Strategi O E O-E (O-E)2 (O-E)2 / E

Instructing Information 47 50,2 -3,2 10,24 0,20

Adapting Information 81 50,2 30,8 984,64 19,61

Diminishment Strategy 4 50,2 -46,2 2134,44 42,51

Rebuilding Strategy 79 50,2 28,8 829,44 16,52

Bolstering Strategy 40 50,2 -10,2 104,04 2,07

X2= 80,91
Tabel di atas adalah tabel perhitungan nilai chi kuadrat. Digunakan untuk
membuktikan apakah setiap strategi memiliki peluang yang sama. Dari hasil yang
ada, didapat perhitungan bahwa nilai chi kuadrat melebihi angka kritis, yaitu
80,91>0,05. Dengan demikian didapat kesimpulan bahwa peluang amsing-masing
strategi tidak sama besar, hal tersebut dapat menunjukkan kemungkinan bahwa
dapat terjadi kecenderungan.

Kesimpulan

1. Berdasarkan prosedur coding dan olah data distribusi frekuensi yang telah
dilakukan sebagai rangkaian analisis isi, diketahui terdapat 5 jenis strategi
komunikasi krisis berdasarkan SCCT yang digunakan oleh akun @jokowi
dalam pandemi Covid-19. 5 strategi tersebut adalah instructing information,
adapting information, diminishment strategy, rebuilding strategy dan
bolstering strategy.
2. Berdasarkan uji chi kuadrat univariat yang telah dilakukan, diketahui terdapat
perbedaan peluang digunakannya tiap-tiap strategi komunikasi krisis SCCT
dalam tweet akun @jokowi selama pandemi Covid-19. Hal tersebut dibuktikan
dengan lebih tingginya angka chi kuadrat dibanding dengan angka kritis, yaitu
80,91 > 9,48.
Lalu berdasarkan olah data berupa distribusi frekuensi, didapat kesimpulan
bahwa strategi komunikasi krisis SCCT yang paling banyak digunakan adalah
adapting information dengan angka persentase 64,3%. Hal tersebut
menunjukkan akun @jokowi memiliki kecenderungan untuk menggunakan
strategi adapting information sebagai strategi respon komunikasi krisis dari
krisis Covid-19 yang sedang terjadi.

Daftar Pustaka

Jenkins, F., & Yadin, D. (2008). Public Relations 5th Edition. Jakarta: Erlangga.
Nasrullah, R. (2018). Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan
Sosioteknologi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Laksamana, (2018). Public Relations in The Age of Disruptions. Sleman: Bentang
Pustaka
Jogloabang (2020). Permenkes 9 Tahun 2020 Tentang Pedoman PSBB dalam
rangka Percepatan Penanganan Covid-19
VOI. (2020). Trafik Pengguna Media Sosial Naik 40 Persen Selama Pandemi
Corona. Diakses dari: https://voi.id/teknologi/4227/trafik-pengguna-media-
sosial-naik-40-persen-selama-pandemi-corona
Agustini, P. (2020). Penggunaan Internet Naik 40% akibat Physical Distancing.
Diakses dari: https://aptika.kominfo.go.id/2020/04/penggunaan-internet-
naik-40-akibat-physical-distancing/
Acar, A. & Yuya, M. (2011). Twitter for crisis communication: lessons learned
from Japan’s tsunami disaster. Kobe: Inderscience Enterprise Ltd.
Dinisari M. G. (2021). Setahun Covid-19 di Indonesia : 646 Hoax Beredar.
Diakses dari:
https://lifestyle.bisnis.com/read/20210302/106/1362608/setahun-covid-19-
di-indonesia-646-hoax-beredar
Yustitia & Ashrianto (2020). An Analysis on COVID-19 Disinformation Triangle
in Indonesia. Yogyakarta: Jurnal Komunikator
Theaker A. (2012). The Public Relations Handbook Fourth Edition. London &
Newyork: Routledge.
Lamb L. F. & McKee, K. B. (2004). Applied Public Relations: Cases in
Stakeholder. New Jersey: Lawrence Elbraum Associates Publisher
Barton, L. (2001). Crisis in organizations II (2nd edn.). Cincinnati: College
Divisions
Coombs, W. T. (2007). Protecting Organization Reputations During a Crisis: The
Development and Application of Situational Crisis Communication Theory.
Illinois. Eastern Illinois University
Coombs, W. T. & Holladay, S. J. (2010) The Handbook of Crisis Communication.
United Kingdom : Blackwell Publishing.
Eriyanto. (2011). Analisis Isi: Pengantar Metodologi untuk Penelitian Ilmu
Komunikasi dan Ilmu-ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana.
Silalahi, U. (2012). Metode Penelitian Sosial. Bandung: Relika Aditama.

You might also like