ID Pengetahuan Sikap Dan Perilaku Masyaraka

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 7

ARTIKEL

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT


TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS (TB) PARU DI
KECAMATAN SUNGAI TARAB,
KABUPATEN TANAH DATAR
PROPINSI SUMATERA BARAT
Yulfira Media *

COMMUNITY KNOWLEDGE, ATTITUDE AND BEHAVIOUR RELATED TO TUBERKULOSIS (TB)


PARU IN SUNGAI TARAB SUBDISTRICT, TANAH DATAR REGENCY,
WEST SUMATERA REGENCY

Abstract
Tuberculosis (TB) Paru is still one of the major health problems in West Sumatera. Many efforts has been
conducted to outcome the problem, one of them is the DOTS strategy. The survey of community knowledge,
attitude and behaviour related to tuberkulosis Paru was conducted in Sungai Tarab subdistrict, Tanah
Datar Regency in 2010. The survey aims to explore community knowledge, attitude and behaviour as
well as their effort to prevent the disease the survey was designed was as a qualitative study, in which
data collection was done through indepth interview and Focus Group Discussion (FGD) with several
informants such community leaders.patients, traditional health provider, and caders. The results showed
that most of informant have known the TB symptons well, but some of them still believe the disease is
related to magic or genetic factor. Half informants also think that the TB symptom are usual, so that the
specific treatment is not needed. This perception makes them do not seek helplfor health services. The TB
pacients fell ashame to do regular spuktum check to health centre because the do not want other people
know that they suffered from TB.

Keywords: Tuberculosis, knowledge, attitude and behaviour

Pendahuluan 2007 (0,4%).1

P
enyakit tuberkulosis (TB) Paru merupakan Penyakit TB Paru juga masih menjadi
penyakit menular yang masih merupakan masalah bagi masyarakat di Propinsi Sumatera
masalah utama kesehatan masyarakat Barat. Menurut Profil Kesehatan Dinas Kesehatan
Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas ) Propinsi Sumatera Barat tahun 2007 jumlah kasus
tahun 2010 menunjukkan bahwa prevalensi TB BTA positif di Sumatera Barat adalah 3.693 orang."
berdasarkan pengakuan responden yang diagnosis Jumlah ini meningkat jika dibandingkan dengan
tenaga kesehatan secara nasional sebesar 0.7 data Profil Kesehatan tahun 2005 (3.084 orang)"
persen, dan dalam hal ini terjadi peningkatan dan tahun 2006 (3.410 orang).'
Angka Prevalensi dibandingkan dengan Riskesdas

*Peneliti Bappeda Sumatera Barat

82 Media Litbang Kesehatan Volume 21 Nomor 2 Tahun 2011


Sementara itu, dari hasil Riskesdas tahun gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku
2010 di Propinsi Sumatera Barat diketahui masyarakat tentang penyakit TB Paru.
bahwa prevalensi TB berdasarkan pengakuan
responden yang diagnosis tenaga kesehatan adalah
Bahan dan Cara
sebesar 0,37%.1 Selanjutnya jika ditinjau dari
angka cakupan penemuan penderita TB Paru, Penelitian Pengetahuan, Sikap dan
data Dinas Kesehatan Tahun 2009 menunjukkan Perilaku Masyrakat tentang Penyakit TB Paru ini
bahwa temyata cakupan penemuan penderita merupakan bagian dari Kajian Pengembangan
TB (CDR TB) yang diharapkan 70%, hanya bisa Model Penanggulangan Penyakit TB Paru melalui
dicapai sebesar 49,43% dengan success rate 88,75 Pendekatan Sosial Budaya, yang dilakukan pada
(Dinkes, 2009).5 Kondisi masih rendahnya cakupan 4 (empat) lokasi penelitian (kabupaten/kota) di
penemuan TB Paru tersebut memberikan dampak Propinsi Sumatera Barat yang termasuk rendah
pada peningkatan penyebaran penyakit TB Paru. dalam cakupan penemuan TB Paru, dan salah
satunya dilakukan di Kabupaten Tanah Datar
Salah satu penyebab rendahnya cakupan
dengan angka cakupan penemuan TB Paru pada
penemuan penderita TB Paru tersebut adalah
Tahun 2009 hanya mencapai 25%.9 Selanjutnya
masih rendahnya kesadaran penderita dalam
dengan berdasarkan pertimbangan angka cakupan
menjalani proses pengobatan dan penyembuhan.
yang rendah, biaya dan waktu, maka dari
Penularan penyakit TB Paru juga tidak terlepas dari
Kabupaten Tanah Datar diambil satu kecamatan
faktor sosial budaya, terutama berkaitan dengan
(satu puskesmas) yaitu Kecamatan Sungai Tarab,
pengetahuan, sikap dan perilaku dari masyarakat
tepatnya di wilayah kerja Puskesmas Sungai Tarab
setempat. 6
II dengan angka cakupan penemuan TB Paru
Di Indonesia telah dilakukan berbagai upaya pada tahun 2009 hanya sebesar 7%.9 Penelitian
untuk menanggulangi penyakit TB Paru, antara Pengetahuan Sikap dari Perilaku Masyarakat
lain dengan melaksanakan strategi DOTS, yang tentang Penyakit TB Paru di wilayah kerja
telah dilaksanakan semenjak tahun 1995. Upaya ini Puskesmas Sungai Tarab II tersebut dilaksanakan
merupakan cara yang paling efektif memberantas pada tahun 2010.
penyakit TB paru yaitu dengan menghentikan TB
Penelitian mi merupakan penelitian
pada sumbernya. Upaya penanggulangan TB paru
lapangan yang berbentuk deskriptif-interpretatif,
dengan strategis DOTS ini, prioritasnya ditujukan
yang menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik
pada peningkatan mutu pelayanan dan penggunaan
pengumpulan data dilakukan dengan Fokus Grup
obat yang rasional guna memutuskan mata rantai
Diskusi (FGD) dan wawancara mendalam (indepth
penularan serta mencegah meluasnya resistensi
interview).
kuman TB paru di masyarakat. Puskesmas dalam
hal ini merupakan ujung tombak program sebagai Informan untuk wawancara mendalam terdiri
unit pelaksana operasional pemberantasan penyakit dari penderita TB Paru (yang sedang menjalani
TB Paru." pengobatan, suspek dan mantan penderita), Tokoh
masyarakat (TOMA), dan pengobat tradisional
Kebijakan pembangunan kesehatan telah
(Batra). Jumlah informan adalah berdasarkan
diarahkan dan diprioritaskan pada upaya kesehatan
kecukupan informasi. Fokus Grup Diskusi (FGD)
dasar, yang lebih menitikberatkan pada upaya
dilakukan kepada kelompok Kader Kesehatan dan
pencegahan dan penyuluhan kesehatan. Namun,
kelompok Tokoh Masyarakat. Masing-masing
persepsi masyarakat cenderung masih tetap
kelompok FGD terdiri dari 6 peserta.
berorientasi pada upaya penyembuhan penyakit
dan pemulihan kesehatan. Upaya meningkatkan Pengolahan dan analisis data dilakukan
kesadaran masyarakat untuk dapat menciptakan secara manual oleh peniliti dengan pendekatan
pola hidup sehat (Paradigma Sehat) sulit dicapai kualitatif.
karena tidak ditunjang oleh faktor sosial, ekonomi,
tingkat pendidikan dan budaya Hasil Penelitian
8
masyarakat. A. Karakteristik Informan
Sehubungan dengan hal tersebut, maka
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hasil wawancara mendalam dengan
informan tokoh masyarakat diketahui bahwa

Media Litbang Kesehatan Volume 21 Nomor 2 Tahun 2011 83


sebagian besar umur dari tokoh masyarakat adalah dirahasiakan. Sedangkan sebagian masyarakat
diantara kelompok umur 60-65 tahun. Latar lainnya beranggapan bahwa penyakit TB Paru tidak
belakang pendidikan informan adalah Sekolah berbahaya dan merupakan penyakit bias. Karena
Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dan Perguruan kesibukannya mereka berlama-lama/ membiarkan
Tinggi, sedangkan pekerjaan adalah Pensiunan! saja batuk yang dirasakan. Selanjutnya penyakit
Pegawai Negeri. Selanjutnya penderita adalah TB Paru/TBC menurut sebagian masyarakat adalah
penyakit akibat guna-guna/kiriman dari perbuatan
berada pada kelompok usia yang masih produktif
manusia dan setan.
30-60 tahun, yang berlatar belakang pendidikan
Penyakit TB Paru di daerah ini disebut dengan
Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Lanjutan Tingkat batuk songkah atau batuk 100 hari dan ini biasanya
Pertama (SLTP) serta Sekolah Lanjutan Tingkat karena keturunan. Penyakit ini juga disebut dengan
Atas (SLTA), dan mempunyai pekerjaan sebagai manciok angoknyo (batuk kering), tamakan , isak,
wiraswasta, ibu rumah tangga dan petani. Informan dan penyakit kotor sebagai akibat dari memakan
dari pengobat tradisional (Batra) atau dukun sesuatu yang bukan haknya. Penyakit ini biasanya
kampung sebagian besar berada pada kelompok ditemukan kelompok masyarakat yang secara
umur yang relatif usia lanjut (50-60 tahun). Dari ekonomi kemampuannya masih kurang.
segi pendidikan, berlatar belakang pendidikan dan Gejala penyakit TB Paru menurut sebagian
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) serta masyarakat adalah batuk-batuk yang tidak sembuh-
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). sembuh lebih dari tiga minggu, kadang-kadang
sesak nafas, badan panas dingin pada malam
hari, nafsu makan berkurang, dan berat badan
Peserta FGD dari kelompok tokoh
makin lama makin menurun. Masyarakat lainnya
masyarakat sebagian besar berada kelompok usia
menyatakan bahwa gejala penyakit TB Paru adalah
30-65 tahun, dengan latar belakang pendidikan
batuk yang mengeluarkan darah dan sesak nafas.
adalah SLTA dan Perguruan Tinggi. Dari segi Penyebab dari penyakit tersebut menurut
pekerjaan, adalah bervariasi, pensiunan, guru, persepsi sebagian masyarakat adalah karena
wiswasta, dan ibu rumah tangga. Peserta FGD kuman yang ditularkan oleh penderita TB Paru,
dari kelompok kader kesehatan, sebagian besar kiriman/guna-guna atau magic (perbuatan
berada kelompok umur 30-45 tahun, dengan latar manusia dan setan), dan karena faktor keturunan
belakang pendidikan adalah SLTP dan SLTA, dan (dari orang tua). Hal lain menurut informan yang
pada umumnya adalah ibu rumah tangga. juga dianggap menjadi penyebab penyakit TB Paru
adalah kebiasaan keluar malam (duduk di kedai)
atau kena angin malam, merokok, minum kopi dan
alkhohol, lingkungan rumah yang kurang bersih,
B. Pengetahuan Masyarakat tentang Penyakit bekerja di lingkungan yang banyak mengeluarkan
debu, bekerja terlalu berat dan makan tidak teratur
TB Paru
Cara penularan penyakit TB Paru adalah
Hasil wawancara mendalam dengan melalui pernafasan dan percikan air ludah! percikan
informan dan Fokus Grup Diskusi (FGD) dengan dahak dari penderita. Lebih lanjut dikatakan
kelompok tokoh masyarakat dan kader kesehatan bahwa biasanya penderita akan menghindar dari
diketahui bahwa ada perbedaan konsep sehat orang lain, karena penyakitnya termasuk penyakit
dan sakit di masyarakat, dimana pengertian sehat menular.
menurut sebagian besar masyarakat adalah jika Sebagian besar masyarakat memiliki
kondisi fisik seseorang tidak terganggu/stabil dan kepercayaan untuk kesembuhan penyakitnya pada
bisa melaksanakan pekerjaaannya sehari-hari. tenaga kesehatan, karena mereka berkeyakinan
Pengertian sakit menurut sebagian besar informan bahwa penyakit TB Paru dapat disembuhkan
adalah di mana kondisi fisik seseorang sudah parah oleh tenaga kesehatan. Namun sebagian kecil
dan tidak bisa lagi melakukan aktifitas sehari- masyarakat lainnya memiliki kepercayaan
hari. Dengan kata lain bahwa selagi mereka bisa kesembuhan penyakitnya melalui jasa pengobat
melaksanakan pekerjaannya sehari-hari, maka tradisional, dengan alasan bahwa ada beberapa
tidak dikatakan sakit. gejala penyakit yang hanya dapat disembuhkan
Sebagian masyarakat sudah mengetahui oleh tenaga pengobat tradisional (penyakit
dan menganggap penyakit TB Paru merupakan berkaitan dengan hal-hallkekuatan di luar medis).
penyakit menular dan berbahaya yang sangat
memalukan, sehingga penyakit itu perlu untuk

84 Media Litbang Kesehatan Volume 21 Nomor 2 Tahun 2011


C. Sikap dan Perilaku Masyarakat yang keluhan penyakit, masyarakat biasanya akan
berkaitan dengan Penyakit TB Paru mencan pengobatan dengan membeli obat di
Sebagian masyarakat kurang peduli dengan warung, dengan alasan karena masih penyakit
gejala yang dialaminya dengan membiarkan batuk ringan. Selanjutnya jika kondisi penyakitnya tidak
yang lebih dari tiga minggu dan tidak menganggap ada perubahan/parah, maka biasanya mereka akan
hal tersebut sebagai penyakit yang serius, sehingga mencari pengobatan ke puskesmas atau ke tenaga
tidak segera mencari upaya pengobatan. Dalam pengobat tradisional.
hal ini biasanya mereka hanya dengan meminum Alasan informan memilih puskesmas/
obat yang dibeli di warung, dan jika tidak sembuh tenaga kesehatan untuk pengobatan penyakit
dan cukup parah barulah mereka akan mencari TB Paru adalah karena keyakinan mereka akan
pengobatan ke pelayanan kesehatan atau pengobat kesembuhan penyakit dengan melalui tenaga medis
tradisional. serta biaya pengobatan gratis. Sedangkan alasan
Sikap keluarga dan masyarakat sekitar mereka yang memilih pengobatan tradisional
tentang penyakit TB Paru, menurut sebagian adalah karena penyakit TB Paru berkaitan dengan
penderita biasa-biasa saja, di mana dalam hal gaib/magic, pengobatannya lebih cepat, obat
pergaulan sehari-hari baik bertetangga maupun yang diberikan tidak ada efek samping, sudah
pergaulan dengan teman sebaya tetap menunjuk- merupakan kebiasaan keluarga, pelayanannya
kan hal yang wajar. Namun demikian, ada sebagian bersifat kekeluargaan, jarak untuk mencapai lokasi
keluarga penderita yang melakukan pemisahan pengobatan relatif dekat dan murah.
pemakaian alat-alat untuk makan dan minum. Faktor lain yang menjadi salah satu
Begitu juga dengan lingkungan masyarakat/ penghambat penderita mencari upaya pengobatan
pergaulan penderita ada juga yang berupaya ke puskesmas yaitu dari segi kemampuan ekonomi.
menghindari penderita untuk berkomunikasi. Sebagian masyarakat beranggapan bahwa biaya
transportasi untuk mencapai pelalayanan kesehatan
Upaya Pencegahan dan Kebiasaan yang relatif mahal, karena harus ditempuh dengan
berkaitan dengan Penularan Penyakit dan kendaraan roda dua (ojeg), dan hal ini berkaitan
upaya Pencegahan dengan lokasi tempat tinggal mereka yang relatif
Upaya pencegahan yang dilakukan jauh untuk mencapai akses pelayanan kesehatan.
masyarakat agar terhindar dari penyakit TB Paru Apabila ditinjau dari kepatuhan minum
diantaranya adalah dengan membiasakan pola obat, sebagian besar penderita patuh dan taat untuk
hidup bersih dan sehat. Pola hidup bersih dan minum obat. Namun, sebagian kecil penderita ada
sehat sebenamya sudah diajarkan dalam agama yang drop out, karena kesibukan dengan pekerjaan
Islam, di mana kebersihan adalah sebagian dari sehingga lupa untuk meminum obat secara teratur.
iman. Selain itu upaya pencegahan yang dilakukan N amun, menurut informan penderita yang drop out
adalah jika batuk harus tutup mulut dan tidak disebabkan karena penderita tersebut merasa malu
meludah di sembarangan tempat, mengisolasikan sehingga tidak datang-datang lagi ke puskesmas
secara langsung peralatan makan dan minuman untuk mengambil obat.
penderita, mengurangi hubungan/ komunikasi
dengan penderita.
Pembahasan
Kebiasaan masyarakat yang dianggap
berkaitan dengan penularan penyakit adalah Konsep sehat menurut sebagian besar
kebiasaan untuk tidak menutup mulut ketika batuk masyarakat adalah jika kondisi fisik seseorang
dan meludah di sembarangan tempat. Di samping kuat, stabil dan tidak terganggu serta bisa
itu, kebiasaan anggota keluarga atau masyarakat melaksanakan pekerjaan dengan semangat.
yang cenderung menutup jendela rumah pada
Sedangkan pengertian sakit adalah jika terjadi
siang hari dengan alasan keamanan, dan jarak
berkomunikasi yang relatif dekat dengan penderita ketidak stabilan kondisi fisik seseorang, badan
juga dianggap dapat menularkan penyakit tersebut. letih, lemah, kurang bergairah, banyak tidur, dan
tidak bisa melaksanakan pekerjaan sehari-hari.
Perilaku Pencarian Pengobatan Hal ini sejalan dengan konsep sakit menurut
Sebagian besar masyarakat menyatakan Foster(1998)1O yaitu seseorang dinyatakan sakit,
bahwa ketika penderita merasakan adanya gejala/

Media Litbang Kesehatan Volume 21 Nomor 2 Tahun 2011 85


bukanlah dikarenakan oleh hadirnya suatu penyakit pasrah yang ditunjukan dengan kurang giatnya
patogen, melainkan karena rusaknya fungsi tubuh. melakukan upaya pengobatan." Dengan demikian
Hal ini berarti bahwa ketika seseorang masih dapat disini pengawas minum obat diharapkan sangat
menjalankan perannya sehari-hari seperti biasa, berperan untuk melakukan pengontrolan terhadap
maka tidak dapat dikatakan sebagai orang yang penderita.
sakit, meskipun di dalam dirinya secara medis Di samping itu, sebagian masyarakat
terdapat penyakit. Namun, apabila peranan tersebut juga mempunyai persepsi bahwa penyakit TB
tidak dapat dilaksanakan secara wajar, maka Paru bukanlah penyakit yang membahayakan,
barulah orang tersebut dinyatakan tidak sehat, dan melainkan dianggap sebagai penyakit batuk biasa
selanjutnya dilakukan upaya mencari pengobatan. dan tidak perlu penanganan yang serius. Hal yang
Pengetahuan sebagian masyarakat tentang tidak jauh berbeda juga ditemukan dari hasil
penyakit TB di daerah lokasi penelitian sudah penelitian yang dilakukan Tobing di Tapanuli Utara,
cukup baik. Bahkan sudah mengetahui prosedur di mana perilaku sebagian masyarakat di Tapanuli
pengobatan TB yang memakan jangka waktu yang Utara juga menganggap bahwa penyakit TB Paru
cukup lama yaitu lebih kurang 6 (enam) bulan. merupakan penyakit memalukan, sehingga tidak
Penyakit TB Paru adalah penyakit berbahaya yang mau segera mengunjungi pelayanan kesehatan
menyerang paru-paru, menular dan mematikan. untuk mendapatkan pengobatan. Selanjutnya
Sebagian besar masyarakat sudah mengetahui masyarakat juga masih ada yang percaya terhadap
gejala-gejala dari penyakit TB Paru atau yang kekuatan gaib, sehingga penderita TB Paru
mereka sebut sebagai TBC, yaitu batuk lebih dari melakukan pengobatan secara tradisional. 13
tiga minggu, batuk darah, sesak nafas, nafsu makan Sikap sebagian masyarakat jika merasakan
menurun, cepat lelah dan lain-lain. gejala batuk cenderung kurang peduli terhadap
Walaupun sebagian besar masyarakat sudah penyakit tersebut, sehingga mereka hanya
mengetahui bahwa salah satu gejala dari penyakit mengobatinya dengan membeli obat di warung.
TB Paru adalah batuk darah, namun pengetahuan Umumnya mereka beranggapan bahwa penyakit
sebagian masyarakat mengenai penyebab penyakit batuk adalah hal yang biasa dan tidak merupakan
TB Paru masih kurang. Masyarakat masih penyakit yang serius, yang bisa sembuh dengan
beranggapan bahwa penyakit TB Paru disebabkan membeli obat batuk di warung. Selanjutnya jika
oleh adanya kekuatan gaib atau magic (guna- tidak sembuh dan cukup parah barulah mereka
guna/kiriman). Data dari Depkes (2001)11 juga akan mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan
mengungkapkan bahwa sebagian masyarakat atau pengobat tradisional. Hasil penelitian yang
masih ada yang beranggapan bahwa penyakit dilakukan Tobing di Tapanuli Utara pada tahun
TB Paru terjadi akibat dibuat oleh orang lain. 2009 juga menemukan hal yang sama, dimana
Terutama ketika penyakit tersebut sudah mencapai sikap masyarakat yang beranggapan bahwa TB
stadium lanjut, sehingga penderita batuk keras Paru penyakit batuk biasa yang dapat sembuh
disertai dahak berdarah. Apabila kondisinya sudah dengan sendirinya melalui konsumsi obat batuk
demikian, maka segera muncul anggapan bahwa biasa yang dijual bebas. 13
penyakit tersebut dikirimkan oleh orang lain untuk Sebagian masyarakat sudah mengetahui
mencelakakan penderita. bahwa penularan penyakit TB Paru adalah melalui
Sebagian masyarakat juga beranggapan pernafasan dan percikan air ludah. Namun sebagian
bahwa penyakit TB Paru disebabkan oleh masyarakat ada yang belum tahu cara penularan
keturunan. Hal ini dimaksudkan bahwa seseorang penyakit TB Paru tersebut, sehingga jika tidak ada
bisa menderita TB Paru karena sebelumnya pembatasan jarak yang aman dalam berkomunikasi
orangtua mereka juga menderita TB Paru. Hal ini (lebih kurang satu meter) dengan penderita TB
juga ditemukan dari hasil penelitian yang dilakukan Paru, maka dianggap dapat beresiko tertularnya
Elfemi (2003) di Kabupaten Ciamis (Jawa Barat) penyakit tersebut.
bahwa penyakit TB Paru adalah penyakit yang Pemutusan rantai cara-cara penularan
disebabkan karena keturunan. Adanya pandangan melalui udara menurut Noor (Woro )14 bahwa dapat
bahwa penyakit TB Paru disebabkan karena dihindari jika penderita mempunyai pengetahuan
keturunan telah berdampak pada munculnya sikap dan kesadaran yang tercermin pada perilaku

86 Media Litbang Kesehatan Volume 21 Nomor 2 Tahun 2011


sehatnya, misalnya menutup mulut saat batuk, Selanjutnya sebagian masyarakat masih
membuang riak pada tempat khusus yang kemudian merasa malu untuk memeriksakan dahak dan
disterilkan atau dihindarkan supaya tidak terjadi mengakui penyakitnya (malu divonis penyakit TB
pencemaran bahteri ke tempat lainnya. Paru serta malu jika ada anggota yang memiliki
Berkaitan dengan upaya pencegahan yang penyakit TB Paru). Bahkan Lingkungan sosial
dilakukan masyarakat agar tidak tertular atau juga turut membentuk adanya pengucilan terhadap
terhindar dari penyakit TB Paru, khususnya bagi penderita TB Paru ini. Adanya alasan rendah
keluarga penderita adalah dengan cara mengisolasi diri, dan takut akan dikucilkan oleh masyarakat
segala bentuk peralatan makanan yang digunakan mengakibatkan mereka mendiamkan saja penyakit
penderita, dan menutup mulut jika bersin. Di yang dialaminya. Besarnya stigma akan penyakit
samping itu upaya yang dapat dilakukan adalah TB akan menghambat penemuan dan pengobatan
dengan membiasakan perilaku hidup bersih, penderita. Hal ini yang menimbulkan adanya
menjaga kebersihan lingkungan. Hasil penelitian "fenomena gunung es". Permasalahan TB tertutup
yang dilakukan Elfemi (2003) juga mengungkapkan oleh stigma yang berkembang di masyarakat.
bahwa upaya pencegahan yang dilakukan Sebagian besar masyarakat di lokasi
masyarakat agar tidak tertular penyakit TB Paru penelitian mempunyai kepercayaan kesembuhan
dengan memisahkan tempat tidur penderita dan kepada tenaga kesehatan, karena pengobatannya
peralatan makan dan minum, supaya penyakitnya gratis, petugas kesehatan lebih berperan dalam
tidak menular." Namun demikian, tidak semua penyembuhan penyakit TB Paru, dan karena
masyarakat di lokasi penelitian mengetahui cara penyuluhan yang diberikan oleh petugas. Meskipun
pencegahan penyakit tersebut. demikian sebagian masyarakat lainnya mempunyai
Persepsi sebagian masyarakat bahwa kepercayaan kesembuhan kepada tenaga pengobat
penyakit yang dialaminya adalah bukan penyakit tradisional atau dukun, karena penyakit tersebut
berbahaya, melainkan penyakit batuk biasa, dianggap bukan karena medis, untuk mengurangi
temyata berpengaruh pada munculnya sikap gunjingan orang lain, pengobatannya tidak berbelit-
ketidakpedulian masyarakat terhadap akibat belit, dan prosedurnya tidak membutuhkan waktu
yang dapat ditimbulkan oleh penyakit TB Paru. yang membosankan penderita, sudah merupakan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian kebiasaan/tradisi keluarga, dan pelayanannya lebih
masyarakat tidak segera mencari upaya pengobatan bersifat kekeluargaan.
ketika merasakan adanya gejala penyakit. Selama
Dari gambaran di atas tampak bahwa
mereka masih bisa melaksana-kan pekerjaan
kesadaran sebagian masyarakat untuk memeriksa-
sehari-hari, maka mereka ber-anggapan bahwa
kan dahak dan menggunakan fasilitas pelayanan
mereka adalah tidak sakit dan tidak perlu ke dokter
kesehatan seperti Puskesmas dalam upaya
atau ke pelayanan kesehatan. Namun, jika kondisi
penyakitnya sudah parah, dimana mereka sudah penanggulangan penyakit TB Paru masih kurang,
tidak bisa melaksanakan pekerjaan sehari-hari, karena mereka malu dan takut divonis menderita
mereka akan berupaya untuk mencari pengobatan TB Paru. Hal ini dapat dilihat dari perilaku sebagian
ke dukun atau ke dokter. Hal ini juga dipengaruhi masyarakat yang percaya dan memanfaatkan
oleh adanya kepercayaan masyarakat bahwa dukun dalam pencarian pengobatan. Kondisi ini
penyakit batuk darah berkaitan dengan magic yang menunjukkan bahwa masyarakat pada dasarnya
hanya dapat disembuhkan dengan bantuan tenaga lebih percaya pada hal-hal yang empirik dan
dukun, dan bukan dengan pengobatan medis. praktis. Dalam kebudayaannya, upaya peningkatan
Persepsi ini berbeda dengan konsep kesehatan, kualitas hidup yang diketahui masyarakat adalah
di mana penyakit TB Paru adalah penyakit yang yang menguntungkan secara jelas dan gamblang,
berbahaya dan bahkan bisa mengakibatkan serta seimbang dengan kondisi bidang kesehatan
kematian. Hasil penelitian WHO pada tahun 1996 masyarakatnya. Dalam kelestrarian bidang
menunjukkan bahwa tanpa pengobatan, setelah 5 kesehatan masyarakat, masyarakat sendirilah yang
(lima) tahun, 50% dari penderita TB Paru akan paling mengetahuinya. 11 Hal ini dianggap berkaitan
meninggal dunia, 25% akan sembuh sendiri dengan latar belakang pendidikan dan kurangnya
dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25% akan penyuluhan yang diberikan oleh petugas kesehatan.
menjadi kasus kronik yang tetap menular. 12

Media Litbang Kesehatan Volume 21 Nomor 2 Tahun 2011 87


Kesimpulan 2. Dinas Kesehatan, 2007. Profil Kesehatan
Pengetahuan sebagian masyarakat di Tahun Sumatera Barat 2007. Dinas Kesehatan
Propinsi Sumatera Barat.
lokasi penelitian mengenai tanda-tanda penyakit
TB Paru relatif cukup baik. Namun, sebagian 3. Dinas Kesehatan, 2005. Profil Kesehatan
masyarakat lainnya masih beranggapan bahwa Propinsi Sumatera Barat Tahun 2005. Dinas
Kesehatan Propinsi Sumatera Barat.
penyebab penyakit TB Paru adalah berkaitan
dengan hal-hal yang ghaib/magic dan karena 4. Dinas Kesehatan, 2006. Profil Kesehatan
keturunan. Persepsi sebagian masyarakat bahwa Tahun Sumatera Barat 2006. Dinas Kesehatan
Propinsi Sumatera Barat.
penyakit yang dialaminya adalah bukan penyakit
berbahaya, melainkan penyakit batuk biasa, 5. Dinas Kesehatan, 2009. Kebijakan Dinas
temyata berpengaruh pada munculnya sikap Kesehatan Propinsi Sumatera Barat Dalam
Penanggulangan Penyakit TB.
kurang peduli dari masyarakat terhadap akibat
yang dapat ditimbulkan oleh penyakit TB Paru. 6. Departemen Kesehatan, 2006. Studi
Prevalensi dan Faktor Resiko Penyakit
Perilaku dan kesadaran sebagian masyarakat untuk
Tuberkulosis (TB) Paru di Sumatera Barat.
memeriksakan dahak dan menggunakan fasilitas
Pali Teknik Kesehatan Padang
pelayanan kesehatan masih kurang, karena mereka
7. Departemen Kesehatan, 2007. Pedoman
malu dan takut divonis menderita TB Paru.
Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi
2, cetakan pertama.
Saran 8. Departemen Kesehatan, 1999. Rencana
Dalam rangka peningkatan pengetahuan, Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia
pemahaman dan kesadaran masyarakat mengenai Sehat 2010.
penyakit TB Paru perlu ditingkatkan penyuluhan 9. Dinas Kesehatan, 2008. Profil Kesehatan
secara lebih intensif, dan untuk itu tentunya Kabupaten Tanah Datar Tahun 2008. Dinas
dibutuhkan tenaga kesehatan yang memiliki Kesehatan Kabupaten Tanah Datar
kemampuan komunikasi yang sesuai dengan 10. Foster, George M. dan Anderson, B. G., 1986.
kondisi sosial budaya dari masyarakat setempat. Antropologi Kesehatan (Terjemahan oleh
Adanya perbedaan konsep sehat sakit dan penyakit Priyanti Pakan S. dan Meutia F. Hatta. Jakarta
UI Press.
yang terdapat di masyarakat, maka diperlukan
upaya pemahaman yang holistik dan integratif di 11. Departemen Kesehatan, 2001. Buku Pedoman
kalangan berbagai pihak, khususnya dalam upaya Penyusunan Strategi KIE. Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular dan
penanggulangan penyakit TB Paru, agar berbagai
Penyehatan Lingkungan Pemukiman.
intervensi yang diwujudkan adalah merupakan
kebutuhan masyarakat 12. Elfemi, Nilda, 2003. Aspek Sosial Kultural
Dalam Perawatan Kesehatan, di Kabupaten
Ciamis, Jawa Barat. Tesis pada Program Pasca
Ucapan Terima Kasih Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Universitas Indonesia.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 13. Tobing, Tonny L, 2009. Pengaruh Perilaku
(Bappeda) Propinsi Sumatera Barat, Kepala Penderita TB Paru dan Kondisi Rumah
Bidang Penelitian dan Pengembangan Bappeda terhadap Pencegahan Potensi Penularan TB
Propinsi Sumatera Barat beserta Kasubid serta Paru pada Keluarga di Kabupaten Tapanuli
teman-teman yang terlibat dalam penelitian ini. Utara. Tesis Pasca Sarjana Universitas
Demikian pula ucapan terima kasih disampaikan Sumatera Utara.
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tanah 14. Woro, oktia, 2005. Tuberkulosis (TB)
Datar dan Kepala Puskesmas Sungai Tarab II. dan Faktor-faktor yang Berkaitan. Jurnal
Epidemiology Indonesia, Volume 7 Edisi I.
Daftar Pustaka
1. Departemen Kesehatan, 2010. Laporan Hasil
Riset Kesehatan Dasar tahun 2010.

88 Media Litbang Kesehatan Volume 21 Nomor 2 Tahun 2011

You might also like