Menerobos Wacana-Wacana Teologis Kristiani Tentang Misteri Allah Tritunggal Dalam Rangka Mengonstruksi Moderasi Dalam Berteologi

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 18

Menerobos Wacana-Wacana Teologis Kristiani tentang Misteri Allah Tritunggal

dalam Rangka Mengonstruksi Moderasi dalam Berteologi

Petrus Lakonawa
Binus University
plakonawa@binus.edu

Abstract: This paper will briefly explore the main discourses about the triune God in the
development of Christian theology to propose some theological moderation about the Divine
mystery which Augustine called as the beauty ever ancient but ever new and increasingly alluring.
Some of the moderation approaches offered by the author in this article are first, the talk about the
Triune God, though imperfect, is finally done so that those who believe in it do not remain silent
about mysteries that are very close but also far transcending in their faith and life experiences.
Second, ethical kriteria are needed as principles that could guide theological effort so that
theologies will be able to produce positive impacts on the real life of all creation. Third, the need to
be aware of the limitations of symbols, expressions, metaphors, definitions and discourses about
God for God transcends human understanding (apophatic theology). Fourth, because God is a
mystery beyond the reach of human understanding, therefore, it needs to be realized that no
theology is absolute and monopolizing all discourses rather it is necessary to talk about God in
various ways and symbols in order to complement one another. Fifth, apophatic awareness that
God is incomprehensible leads to the humility of mystical theology. The study in this paper will
begin by briefly describing the development of the theology of the Trinity from the Early Church to
the Enlightenment, followed by critical notes and proposals developed by contemporary theologians
on the discourse about the Triune God and end up with a concluding note in the form of a way of
moderation in doing theology.

Keywords: Trinity Theology, Classical Theology, Contemporary Theology, Trinity Theology


Modalities, Social Trinity Theology, Moderation, Apophatic Theology, Mystical Paths.

Abstrak: Tulisan ini hendak mengeksplorasi secara singkat wacana-wacana utama tentang Allah
Tritunggal dalam perkembangan teologi Kristen untuk mengusulkan beberapa moderasi teologis
tentang misteri Ilahi yang oleh Agustinus disebut sebagai keindahan lama yang selalu baru dan
semakin memikat. Beberapa pendekatan moderasi yang ditawarkan penulis dalam artikel ini
adalah pertama, pembicaraan tentang Allah Tritunggal, meskipun tidak sempurna, akhirnya
dilakukan agar orang yang mengimaninya tidak berdiam diri tentang misteri yang sangat dekat
namun juga jauh dalam pengalaman hidup dan imannya. Kedua, kriteria etis diperlukan sebagai
prinsip yang memandu upaya berteologi agar sanggup memberikan dampak positif pada kehidupan
nyata seluruh alam ciptaan. Ketiga, perlunya kesadaran akan keterbatasan simbol-simbol,
ungkapan, metafora, definisi dan wacana tentang Allah karena Allah melampaui pemahaman
manusia (teologiapofatik). Keempat, karena Allah adalah misteri di luar jangkauan pemahaman
manusia, oleh karena itu, perlu disadari bahwa tidak ada satu teologi pun yang bersifat mutlak dan

125
126 Ilmu Ushuluddin, Volume 4, Nomor 2, Juli 2017

memonopoli semua diskursus melainkan perlunya berbicara tentang Tuhan dalam berbagai cara
dan simbol agar dapat saling melengkapi. Kelima, kesadaran apofatik akan Allah yang merupakan
misteri maha akbar menuntun proses pencarian akan Allah dalam bentuk kerendahan hati mistikal
(mystical theology). Kajian dalam tulisan ini akan dimulai dengan menggambarkan secara singkat
perkembangan teologi Tritunggal sejak Gereja Perdana hingga Abad Pencerahan, yang diikuti
oleh catatan kritis dan usulan yang dikembangkan oleh para teolog kontemporer atas diskursus
tentang Allah Tritunggal selama ini dan diakhiri oleh catatan penutup berupa jalan moderasi
dalam berteologi.

Kata Kunci: Teologi Allah Tritunggal, Teologi Klasik, Teologi Kontemporer, Teologi Tritunggal
Modalitas, Teologi Tritunggal Sosial, Moderasi, Teologi Apofatik, Jalan Mistikal.

Pendahuluan Namun sebagai pengikut Yesus, mereka


Yesus dan para pengikut-Nya yang mengalami Allah dalam tiga pola pengalaman
pertama adalah orang-orang Yahudi. Mereka iman: Allah yang transenden yang disapa oleh
memeluk iman Yahudi pada YAHWEH, Yesus sebagai Bapa, yang telah lahir sebagai
Allah yang SATU, Allah leluhur mereka, manusia dan tinggal bersama mereka dalam
Allah yang namanya tidak disebutkan, yang diri Yesus, dan tetap berjalan serta
membebaskan mereka dari perbudakan di menginspirasi mereka melalui Roh
Mesir, yang membuat perjanjian dengan Kudus. Pengalaman hidup bersama Yesus,
mereka, membimbing mereka melalui para SABDA yang menjadi daging, menghasilkan
nabi, membebaskan mereka dari perspektif iman yang baru akan Allah yang
pembuangan, dan menjanjikan mereka tanah SATU namun dalam TIGA PRIBADI
yang diberkati dan masa depan yang (ALLAH TRITUNGGAL).2
gemilang. Singkatnya, mereka hidup dengan Injil Yohanes, sebagai contoh,
salah satu doktrin agama yang paling menggambarkan iman ini. Ia menegaskan
penting : Tuhan itu satu! Mereka beriman bahwa Yesus berasal dari Bapa (Yohanes
monoteis secara ketat. Perintahnya 8:42). Ada kesatuan kehendak antara Bapa
berbunyi, “Dengarlah Oh Israel: TUHAN dan Yesus (Yohanes 4:34; 6:38). Misi Yesus
(YAHWEH) itu Allah kita, TUHAN adalah untuk melaksanakan kehendak
(YAHWEH) itu satu ...” (Ulangan 6: Bapa. Yesus juga mengklaim kesatuannya
4).1Perintah itu dipertegas dalam ayat dengan Bapa. “Siapa yang melihat Anak
selanjutnya: “Kasihilah TUHAN melihat Bapa” (Yohanes 14: 9). Lebih dari
(YAHWEH), Allahmu, dengan segenap itu, dengan menggunakan pola pewahyuan
hatimu, dan dengan segenap jiwamu dan diri, Yesus mengidentifikasikan Diri-Nya
dengan segenap kekuatanmu.” (Ulangan 6:5) sebagai TUHAN (YAHWEH) yakni:
Allah Abraham, Ishak, dan Yakub; Allah
1
Paulus, misalnya, menegaskan bahwa Allah itu
2
adalah Allah yang sama-sama diimani oleh orang Kitab Perjanjian Baru menggambarkan bahwa
Yahudi dan bukan Yahudi (Roma 3:29- pergeseran iman ini perlahan-lahan menyebabkan
30). Menghadapi kepercayaan lain akan banyak Dewa, perpisahan komunitas Kristen dari induknya
Paulus menegaskan bahwa “hanya ada satu Allah”. (1 (Yudaisme) yang diwarnai dengan persekusi terhadap
Korintus 8:4-6) para pengikut Yesus.
Petrus Lakonawa, Menerobos Wacana-wacana Teologis Kristiani... 127

yang memperkenalkan diri sebagai Korintus13:13) dan dalam perintah dan


YAHWEH kepada Musa dalam peristiwa formula pembaptisan: “Karena itu pergilah,
pembebasan bangsa Israel dari perbudakan di jadikanlah semua bangsa murid-Ku, dan
Mesir.3 baptislah mereka dalam nama Bapa dan
Injil juga menggambarkan peran Roh Putra dan Roh
Kudus dalam hubungan antara Bapa dan Kudus” (Matius28:19) sementara pada saat
Yesus. Roh Kudus adalah Roh Bapa (Matius yang sama mereka memegang teguh
10:20; 12:28). Roh Kudus juga adalah Roh kepercayaan pada satu Allah.
Yesus (Yohanes 14:26; 16:7,14). Perjanjian Perjanjian Baru berkali-kali
Baru menceritakan peran Roh Kudus dalam menggarisbawahi iman monoteistik tersebut
momen-momen penting Yesus. Dia dan terus mendengungkan perintah iman akan
dikandung oleh Roh Kudus. Saat dibabtis, Ia Allah yang Satu dengan mengulangi perintah
melihat langit terbuka dan Roh Kudus turun agung dalam tradisi Yahudi yang dikenal
atas-Nya (Markus 1: 10) dan suara Bapa sebagai “Syema Israel” yang sering muncul
memproklamirkan bahwa Yesus adalah Putra juga dalam Injil, misalnya dalam Markus
Bapa yang terkasih (Markus 1:11).4 Roh 12:29: “Hukum yang terutama ialah
Kudus turun atas-Nya dan bersemayam di dengarlah, hai Israel, TUHAN adalah Allah
dalam-Nya (Yohanes1:32- kita, TUHAN itu satu.” Walter Kasper,
33). Ringkasnya, Kitab Suci Perjanjian seorang teolog Kristen terkemuka abad ini,
Baru mengandung berbagai bentuk menyimpulkan dengan sangat gamblang,
hubungan internal Allah Tritunggal: antara “Tritunggal adalah bentuk Kristen dari
Yesus dan Bapa; Yesus dan Roh Kudus; Bapa monoteisme” (“Trinity is the Christian form
dan Roh Kudus; Bapa, Putra dan Roh Kudus; of monotheism”).5
Roh Kudus dan Bapa; Roh Kudus dan Yesus; Perkembangan kepercayaan akan Allah
dan sebagainya. Tritunggal dan pengajarannya
Iman akan Allah Tritunggal ini diwarnai dengan banyak problematik, tidak
mengkristal dalam pengakuan iman kristiani hanya secara teologis melainkan juga politik,
yang hadir dalam doa-doa, himne, ungkapan sosial dan budaya. Hal yang tragis adalah
liturgis, doksologi, artikel iman, khotbah, bahwa karena iman seperti ini maka para
doktrin dan salam yang sangat popular di pengikut Yesus dianggap telah menista agama
antara para pengikut Yesus sejak Gereja Yahudi dan karena itu mereka dipersekusi,
Perdana: “Kasih karunia Tuhan kita Yesus meninggalkan Yudaisme dan mengungsi serta
Kristus, cinta Allah, dan persekutuan dengan menyebar keluar Israel.
Roh Kudus menyertai kamu sekalian” (2 Tulisan ini, sesuai fokus dan ruang
lingkup kajiannya yang mengarah kepada
3
Yohanes 4:26; 6:20; 8:24, 28, 58; 13:19; 18: 5, kajian teologis, tidak akan masuk ke dalam
6, 8 ; 6:35, 41, 48, 51; 8:12, 18, 23; 10:7, 9, 11, area historis tentang pertikaian yang terjadi
14; 11:25; 14: 6; 15: 1, 5. Ungkapan “AKU adalah…”
yang dipakai dalam pernyataan-pernyataan ini baik antara kelompok Yahudi dengan
menggemakan pewahyuan diri YAHWEH dalam pengikut Yesus maupun antara kelompok
Perjanjian Lama seperti tercatat dalam Keluaran 3:14;
6:2; Ulangan 32:39; Yesaya 43:25; 48:12; 51:12; dan
5
lain-lain. Elizabeth A. Johnson, Quest for the Living God:
4
Peristiwa ini menggemakan nubuat Nabi Yesaya Mapping Frontiers in the Theology of God (New York,
(Yesaya 42: 1; 61,1). London: Continuum, 2007), 203.
128 Ilmu Ushuluddin, Volume 4, Nomor 2, Juli 2017

Kristen mayoritas dan dominan pada masa adopsionisme,6 aliran doketisme,7 aliran
setelah itu dengan para penggagas teologi sabellianisme,8 dan sebagainya karena
Tritunggal yang dipandang sesat/bid’ah. dianggap melenceng dari pengertian dasar
yang termaktub dalam Kitab Suci dan menista
Perkembangan Teologi Klasik tentang ajaran resmi yang diyakini dalam gereja
Allah Tritunggal dan Isu-isu Kritis yang perdana dan diteruskan oleh para
Menyertainya pemeluknya.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, Kontroversi dan pertikaian yang lebih
diskursus tentang Allah Tritunggal dimulai serius terjadi di abad keempat. Seorang imam
ketika para pengikut Yesus merenungkan di Mesir bernama Arius menolak keilahian
tentang sejarah keselamatan dalam terang Yesus berdasarkan pada keyakinan utama dan
pengalaman iman mereka akan Yesus yang premis dasarnya bahwa Allah itu satu dan
diyakini sebagai Allah yang menjadi manusia, tidak dapat dibagi, bahwa tidak ada makhluk
Sabda yang menjadi daging (inkarnasi) dan lain yang bias disetarakan dengan
kesaksian-Nya tentang Allah Bapa dan Roh Tuhan. Arius menyangkal gagasan bahwa
Kudus. Kitab Suci Perjanjian Baru tidak Putra ada bersama dengan Bapa dalam
memformulasikan teologi tentang Allah keabadian. Baginya, Bapa tidak memiliki
Tritunggal secara penuh. Adalah generasi permulaan, tidak diasalkan (unoriginated)
Kristen selanjutnya yang secara bertahap sedangkan putra berasal dari Bapa. Dalam
menghadapi kebutuhan yang lebih mendesak pernyataannya yang tersohor dan menjadi
untuk mendefinisikannya. kidung yang populer di masa itu, ia
1. Titik Kritis Pertama: Dari menyebutkan bahwa: “Ada suatu masa ketika
Perdebatan Awal hingga dia tidak ada.”(“There was a time when he
Pengembangan Konsep yang Abstrak was not.”).9 Ia berargumen bahwa Yesus,
tentang Allah Tritunggal Logos Ilahi, sesungguhnya hanyalah makhluk
Pada periode pasca-Alkitablah wacana ciptaan meskipun ia adalah makhluk unggul
teologis tentang Tritunggal dikembangkan
6
yaitu ketika para pengikut Yesus berhadapan Adopsionisme percaya bahwa Yesus adalah
manusia biasa, bukan ilahi melainkan seorang yang
dengan pertanyaan-pertanyaan tentang berbudi luhur, dan karena keluhurannya itu, ia diadopsi
siapakah Dia? Apakah Dia juga Allah? Kalau oleh Allah menjadi Putra Allah dengan turunnya Roh
Kudus atas-Nya. Aliran keyakinan ini dikemukakan
Yesus juga Allah, bagaimana dengan Allah oleh Theodotusdari Byzantium sekitar tahun 190 dan
Bapa yang di surga? Dan Roh Kudus yang dihidupkan kembali oleh Paul dari Samosata,
diwartakan dan dijanjikan-Nya? Byzantium (200-275). Ajaran ini dikutuk sebagai
bid’ah; Theodotus dikucilkan oleh Paus Victor
Orang Kristen pada masa itu kemudian sedangkan Paulus dari Samosata dikutuk oleh Konsili
berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan Antiokhia pada tahun 268.
7
tersebut dan merumuskan iman kepercayaan Doketisme percaya bahwa Yesus adalah roh
murni dan tidak berwujud. Tubuh-Nya hanyalah
atau syahadatnya. Beberapa aliran dianggap sebuah ilusi. Demikian pun penderitaan dan
sesat dan dikutuk, para pendukungnya penyaliban-Nya.
8
Sabellianisme percaya bahwa Bapa, Putra, dan
ditindak dan dipersekusi, seperti: aliran Roh Kudus hanyalah penokohan dari Tuhan Yang Satu
dan Satu-satunya.
9
Lihat, Gerald O'Collins,SJ, The Tripersonal
GOD: Understanding and Interpreting the Trinity
(New York/Mahwah, N.J: Paulist Press, 1999), 112.
Petrus Lakonawa, Menerobos Wacana-wacana Teologis Kristiani... 129

yang diciptakan sebelum segala sesuatu Kudus se hakikat dan bahwa ketiganya adalah
diciptakan dan bahwa semua ciptaan dibuat satu Allah. Allah Tritunggal yang Maha
melalui dia.10 Putra menunaikan kehendak Kudus.
Bapa dengan menciptakan segala sesuatu Iman akan Allah Tritunggal
yang lain dan bertindak sebagai demiurge11, dikembangkan ke dalam penjelasan dan
yakni Logos yang ditempatkan paling tinggi doktrin teologis yang lebih terperinci. Upaya
dalam hierarki antar-makhluk ciptaan. ini dipimpin oleh tiga teolog terkemuka dari
Menghadapi ajaran ini dan untuk Timur yang dikenal sebagai para teolog dari
melindungi ortodoksi atau ajaran iman yang Kapadokia, Turki modern, yaitu Basilius
resmi dan asali, konsili ekumenis (330-379), Gregorius dari Nazianzen (329-
pertama dalam sejarah Kekristen-an diadakan 389), dan Gregorius dari Nissa (±335-395),15
di Nicea pada tahun 325. Konsili ini serta seorang teolog terkemuka dari Barat
menegaskan bahwa Yesus itu bernama Agustinus (354-430).16
‘homoousios’ dengan Bapa: se hakikat
15
dengan Bapa. Artinya, Yesus memiliki esensi Ketiga teolog ini meskipun berbeda satu sama
atau substansi atau nature yang sama dengan lain, pada dasarnya memiliki pandangan teologis yang
sama tentang Allah Tritunggal. Pertama, Allah adalah
Bapa.12 Konsili ini melahirkan pernyataan satu. Kedua, Allah memanifestasikan Diri-Nya dalam
iman bahwa Yesus Kristus adalah "Allah dari tiga cara yang berbeda. Ketiga, Bapa adalah sumber
eksistensi Putra dan Roh Kudus. Putra berasal dari
Allah, Terang dari Terang, Allah yang Sejati Bapa sebagai sumber dan Roh Kudus berasal dari Bapa
dari Allah yang Sejati.”13 Selanjutnya, pada melalui Putra. Ketiga, cara berada itulah yang
tahun 381 konsili ekumenis yang kedua membedakan ketiganya. Keempat, Ketiganya saling
berhubungan dalam relasi saling memberi dan
diadakan di Konstantinopel dan dalam konsili menerima yang dikenal sebagai hubungan
ini pengakuan iman/syahadat iman ‘perikoretik’. John Thompson, Modern Trinitarian
Perspectives (New York, Oxford: Oxford University
memasukkan pengakuan serupa
Press, 1994), 126-127.
tentang keilahian roh Kudus.14 16
Selain dipengaruhi oleh aliran pemikiran Neo-
Singkatnya, gereja menegaskan secara formal Platonisme (filsafat yang dominan di abad ketiga
sampai dengan keenam yang memandang bahwa
dan mengajarkan bahwa Bapa, Yesus dan Roh semua makhluk mendapatkan tempatnya dalam
lingkaran konsentris yang diasalkan dari sumber
spiritual yang tunggal yang disebut sebagai Yang Satu
10
Sebagaimana orang-orang di masanya di (The One)atau Yang Baik(The Good)), terutama
Aleksandria-Mesir, Arius dipengaruhi oleh ajaran Plotinus, Agustinus mengembangkan teologi
Origen yang mengklaim subordinasi Putra dan Roh Tritunggalnya berdasarkan Kitab Suci. Ia
Kudus di bawah Bapa. Ibid., 111-112. mengembangkan berbagai analogi untuk
11
Dalam Gnostisisme dan filsafat Platonis, membahasakan misteri Allah Tritunggal. Menurutnya,
demiurge (Yunani: demiourgos) dipahami sebagai Tritunggal memiliki satu kesatuan tindakan dan
makhluk surgawi tetapi lebih rendah dari Yang Maha kehendak. Itulah keesaan-Nya. Tetapi kemauan dan
tinggi. Dalam filsafat Plato, demiourgos adalah arsitek tindakan yang sama itu diungkapkan sesuai dengan
ilahi yang merancang dan membangun. Sedangkan subsistensi masing-masing. Setiap subsisten berbeda
dalam pandangan Gnostisisme, demiourgos adalah satu sama lain dalam
dewa rendah yang mengambil peran menciptakan dan kerangka relatio oppositarum yakni suatu hubungan
mengendalikan dunia fisik agar sesuai dengan cita-cita yang merupakan kebalikan dari dua lainnya: Bapa
rasional dan abadi. bukan Putra. Putra itu bukan Bapa. Putra itu bukan Roh
12
Dari kata bahasa Yunani: ‘homo’ yang berarti Kudus. Bapa bukanlah Roh Kudus. Bapa bukanlah
sama, dan ‘ousios’ yang berarti esensi atau substansi. Putra; dan seterusnya. Agustinus juga menggambarkan
13
Elizabeth A. Johnson, Quest for the Living bahwa Roh Kudus adalah cinta timbal balik antara
God., 205. Bapa dan Putra dalam analogi Kekasih (Lover), Yang
14
Elizabeth A. Johnson, Quest for the Living Dikasihi (Beloved) dan Kasih Timbal Balik (Love)
God., 206. yang menyatukan keduanya. Selain itu, ia juga
130 Ilmu Ushuluddin, Volume 4, Nomor 2, Juli 2017

Secara umum, para teolog Timur olah Allah Bapa terpisah dari Putra dan Roh
mengembangkan gambaran Allah yang Kudus dan seolah-olah Allah Bapa bersikap
monarkis yang bersumber pada Bapa, apatis terhadap penderitaan di dunia dan
yang dari-Nya hadir Putra dan Roh Kudus begitu transenden hingga tidak terlibat dalam
laksana dua buah tangan Ilahi untuk sejarah keselamatan dunia. Lebih dari itu,
menjangkau dunia.17 Sedangkan teolog Barat secara metodologis, pendekatan filosofis,
menempatkan kesatuan Allah (satu hakikat abstrak dan konseptual yang biasanya dipakai
Ilahi yang sama) sebagai prioritas ontologis oleh Aquinas dan para teolog pada zamannya
kemudian menempatkan tiga pribadi ke dalam menghasilkan apa yang Elizabeth A.
kerangka itu. Johnson amati sebagai: "Semakin terpisah
Para teolog abad-abad dari doa dan kehidupan sakramental, doktrin
berikutnya membedakan Allah dalam diri- kehilangan pijakannya dalam pengalaman
Nya (Trinity in se) dan Allah dalam sejarah religius tentang keselamatan dan mulai
keselamatan (Trinity pro nobis). Pembedaan menjadi sesuatu yang rumit dan
18
ini berkembang luas dalam spekulasi teologis elite." Alhasil, pendekatan ini tidak menarik
abad pertengahan. Thomas Aquinas minat umat beriman.
membahas kedua topik tersebut secara Abad Pencerahan (abad ketujuh belas
terpisah. Ia memulai dengan spekulasi tentang dan kedelapan belas di Eropa) memiliki
De Deo Uno (doktrin umum tentang Allah kecenderungan untuk menghasilkan
yang Satu beserta atribut-atribut-Nya) pemikiran yang jelas dan terpilah-pilah
kemudian berbicara tentang Allah sebagai (clara et distincta) tentang segala sesuatu
Allah Tritunggal: De Deo Trino. Pendekatan termasuk tentang Tuhan dengan
Aquinas ini dikritik dalam diskursus teologi menggunakan metode filosofis. Gerakan
kontemporer karena memberi kesan seolah- Pencerahan memiliki ciri khas menolak
otoritas dogmatis agama dan
tradisi demi melakukan investigasi rasional
mengusulkan untuk menggambarkan Tuhan dalam
analogi pikiran, pengetahuan dan kemauan. John berdasarkan kemampuan akal manusia untuk
Thompson, Modern Trinitarian Perspectives., 128. mencari tahu dan menjawab pertanyaan-
17
Basilius, misalnya, mempertahankan urutan pertanyaan kehidupan. Sejalan dengan
internal dalam Allah Tritunggal: Bapa sebagai asal dan
sumber, Putra sebagai pengirim, dan Roh Kudus semangat zaman ini, para teolog Kristen pun
sebagai pembawa pesan. Lihat, Gerald O’Collins, S.J., menggunakan argumen rasional untuk
The Tripersonal GOD.,133. Irenaeus dari
Smyrna (130-±202), seorang uskup Yunani, misalnya,
menjelaskan tentang Allah dan pertanyaan-
ketika menafsirkan Kejadian 1:26 berusaha untuk pertanyaan teologis lainnya; hal mana berbeda
mempertahankan konsep transendensi Bapa. Ia dengan kecenderungan masa sebelumnya
berbicara tentang Putra dan Roh Kudus dalam analogi
dua tangan Allah: “Dalam melaksanakan karya yang membangun teologi di atas dasar Kitab
penciptaan yang dimaksudkannya, Allah tidak Suci, ibadat sakramental, dan tradisi.
membutuhkan bantuan malaikat, seolah-olah Allah Pendekatan Abad Pencerahan berupaya
tidak memiliki tangannya sendiri. Allah senantiasa
memiliki di sisi-Nya: Firman (Putra) dan Roh Kudus mencari pengetahuan yang obyektif tentang
(Kebijaksanaan). Melalui Mereka dan di dalam
Mereka, Allah menciptakan semua hal atas kehendak-
18
Nya sendiri. Dan kepada Mereka, Allah berkata, mari Elizabeth A. Johnson, Quest for the Living
kita membuat manusia menurut gambar dan rupa Kita.” God., 207. Bandingkan dengan para teolog Gereja
(AdversusHaereses, 4.20.1). Lihat, Gerald O’Collins, Timur yang mengembangkan doktrin Tritunggal
S.J., The Tripersonal GOD., 99. melalui ibadah, liturgi, doksologi, dan cerita-cerita.
Petrus Lakonawa, Menerobos Wacana-wacana Teologis Kristiani... 131

Allah tanpa memperhatikan rekaman biblis olah Allah sudah ditangkap dengan akal budi
akan peristiwa-peristiwa pewahyuan Allah dan penjelasan yang mumpuni. Allah
dalam sejarah keselamatan yang diriwayatkan diteropong, dianalisis dan dipahami secara
dalam Kitab Suci. Melalui metode deduktif komprehensif.21 Elizabeth A. Johnson,
dan logika yang ketat, para teolog di Abad seorang teolog feminis terkemuka masa kini,
Pencerahan menarik kesimpulan untuk menyindir pendekatan ini dengan mengatakan
mengonstruksi konsep-konsep tentang Tuhan, bahwa “Istilah-istilah Trini tarian yang jelas
contohnya: “Allah itu tidak terbatas (infinite)” dan terpilah-pilah memberi kesan bahwa
sebagai kesimpulan dari kontras yang teologi telah menyelidiki Allah melalui
disandingkan dengan realitas alam ciptaan teleskop berkemampuan tinggi, dengan
yang terbatas (finite). Dari situ memberikan deskripsi-deskripsi tentang tiga
dipertanggungjawabkanlah gagasan-gagasan Pribadi Ilahi dari Allah Tritunggal untuk
seperti Allah itu kekal (hanya makhluk dipahami secara harfiah.”22
ciptaanlah yang berubah); Allah itu Selama berabad-abad, para teolog klasik
inkorporeal (tubuh atau materi fisik alam mencabut wacana tentang Allah Tritunggal
ciptaanlah yang dapat berubah); Allah tidak dan memutuskan kaitannya dengan
dapat menderita (makhluklah yang pengalaman iman Kristiani. Allah Tritunggal
menderita); Allah maha kuasa, maha tahu, ditelaah layaknya teka-teki matematika dan
hadir di mana saja, berbeda dengan makhluk dipecahkan secara intelektual, abstrak dan
yang terbatas dalam kuasa, dalam konseptual. Cara ini membuat doktrin tentang
pengetahuan, dan terbatasi pula oleh ruang Allah Tritunggal tidak relevan bagi
dan waktu.19 kehidupan.23 Hasilnya, diskursus teologi
Sekarang ini, wacana-wacana teologi Allah Tritunggal terpinggirkan dalam arena
klasik tentang Allah Tritunggal mendapat akademis. Sebagaimana yang diamati oleh
banyak sorotan dan kritik. Pertama-tama, Elizabeth A. Johnson, pada abad kedelapan
karena konsep mereka tentang Allah belas, seorang teolog hebat bernama Friedrich
cenderung mengabaikan pengalaman konkret Schleiermacher bahkan menempatkan topik
sejarah keselamatan umat beriman, sementara Tritunggal ke beberapa halaman terakhir dari
pada kenyataannya, iman kepada Allah buku maha karyanya yang berjudul The
Tritunggal lahir dari pergumulan hidup Christian Faith lantaran diskusi tentang Allah
konkret dari komunitas Kristen Perdana akan Tritunggal dianggap tidak memberikan
pelayanan penebusan Yesus. Melupakan dampak besar bagi kehidupan kristiani dan
pengalaman sejarah keselamatan dalam Kitab kurang memiliki hubungan dengan iman
Suci membuat teologi menjadi semata-mata Kristen.
analisis muskil, rumit namun tidak relevan Karl Rahner (1904-1984), teolog besar
karena kurang dikaitkan dengan kehidupan Katolik abad ini, menyesalkan perkembangan
sehingga tidak memiliki dampak bagi teologi tentang Allah Tritunggal sejauh ini
kehidupan manusia.20 Kedua , teologi ini
21
menyajikan penjelasannya dalam tendensi Ibid.
22
Elizabeth A. Johnson, She Who Is: The Mystery
yang literal, harfiah dan menyeluruh seolah- of God in Feminist Theological Discourse (New York:
Crossroad, 1994), 192.
19 23
Ibid.,15. Elizabeth A. Johnson, Quest for the Living
20
Ibid., 207-208. God., 203.
132 Ilmu Ushuluddin, Volume 4, Nomor 2, Juli 2017

yang dinilainya telah mengasingkan Allah kita pahami sekarang yakni sebagai individu
dari keseharian hidup orang-orang Kristen. dengan kesadaran dan kebebasan independen.
Konsepnya begitu sulit dicerna sehingga pada Dengan demikian, titik kritis dari
akhirnya tidak digubris orang. Sehingga, penggunaan istilah tiga Pribadi dalam
seloroh Rahner, jika pun secara resmi Tritunggal adalah bahwa ia cenderung berarti
diumumkan bahwa telah ditemukan lagi tritheism. Di sisi lain, penekanan yang
Pribadi Ilahi yang keempat maka mungkin berlebihan terhadap kesatuan Tuhan juga
pengumuman resmi itu tidak akan dapat merugikan konsep keanekaragaman dan
menimbulkan reaksi apa-apa. Doktrin tentang independensi dari ketiga pribadi di dalam
Allah Tritunggal telah menjadi ajaran yang Allah Tritunggal. Oleh karena itu, Karl Barth
esoteris dan abstrak. Hal ini sangatlah ironis dan Karl Rahner mencoba menghidupkan
karena semestinya ajaran ini merupakan kembali istilah ‘cara-cara berada’ atau modes
ajaran inti, fundamental dan sentral dari iman of being yang pernah dipopulerkan oleh para
Kristen lantaran ia menyangkut gambaran Bapa Gereja dan teolog dari
tentang Allah yang dipercayai oleh pemeluk Kapadokia. Namun, istilah modes of being
agama Kristen. atau cara-cara berada ini pun memiliki nuansa
impersonal. Para teolog lain, dengan begitu,
2. Titik Kritis yang Kedua: Metafora- tetap memilih istilah Pribadi dalam kerangka
metafora yang Problematis serta kesatuan relasional antar-Pribadi-Pribadi Ilahi
Struktur yang Tidak Adil yang yang beragam dalam kesatuan persekutuan
Dibangun di dalam Teologi tentang atau koinonia. Pendekatan terakhir ini dikenal
Allah Tritunggal dengan sebutan teologi Tritunggal sosial
a.Istilah Pribadi (‘Persona’ dalam (social Trinity) dan merupakan pendekatan
Bahasa Latin) yang paling kontemporer dalam diskursus
Istilah pribadi atau person dalam teologi belakangan ini yang menekankan
menyebut Allah Tritunggal sebagai satu Allah aspek Allah dalam komunitas (God in
tiga ‘Pribadi’ sesungguhnya merupakan communion) dan Allah yang berelasi
terjemahan (atau salah terjemahan) yang (relasional God) untuk mengkritik
popular dari kata Bahasa Yunani, hypostasis. individualisme dan konsep Allah yang apatis.
Terjemahan tersebut bermasalah karena kata
hypostasis tidak memaksudkan pribadi b. Istilah Bapa
sebagai mana dimengerti dalam perspektif Istilah 'Bapa' tentu saja jelas bermasalah,
psikologi modern dewasa ini. terutama dari perspektif teologi
Hypostasis (ὑπόστασις) sesungguhnya berarti feminis. Melekatkan istilah ini secara
keadaan atau substansi yang mendasar; atau eksklusif dan dominan kepada Pribadi
realitas fundamental yang menunjang segala Pertama dalam Tritunggal serta merta
sesuatu; atau dasar yang kuat dari mana memberi kesan bahwa Kekristenan
sesuatu berdiri dan berada (the firm ground menjunjung, mempromosikan,
from out of which a thing stands forth and memperjuangkan dan melanggengkan sistem
exists).24 Pengertian ini sangat berbeda dari patriarki. Harus ditegaskan bahwa Allah itu
makna semantik kata Pribadi sebagaimana bukan bapa. Allah itu bukan manusia. Kitab
Suci Perjanjian Lama misalnya dengan jelas
24
Ibid., 211.
Petrus Lakonawa, Menerobos Wacana-wacana Teologis Kristiani... 133

menekankan bahwa Allah benar-benar 1:1-2:4). Melalui Sabda Allah, segala hal
transenden dan tidak memiliki menjadi tertata rapi dan teratur (Sirakh
seksualitas. Tuhan bukan laki-laki atau 43:26). “Oleh Firman TUHAN langit telah
perempuan. Sabda TUHAN dalam Hosea 11: dijadikan, semua tentara-Nya dibentuk oleh
9 berbunyi: "Aku adalah Tuhan dan bukan Nafas mulut-Nya.” (Mazmur 33: 6).
manusia, yang Kudus di tengah-tengah Kata Roh yang dalam bahasa
kamu". Tuhan melampaui representasi apa Ibrani disebut Ruah dan dalam bahasa
pun di dunia ini. Yunani Pneuma adalah juga berbentuk
Dengan demikian, sebutan Bapa feminin. Kata Roh sering digunakan juga
hanyalah sebuah metafora yang tidak patut untuk berbicara tentang Allah. Saat
dipahami secara harfiah. Metafora ini penciptaan alam semesta sebagaimana
hanyalah satu dari sekian banyak yang ada digambarkan dalam Kitab Kejadian 1:2, Roh
untuk membahasakan tentang Allah. Tersedia Allah melayang-layang di atas permukaan air.
pula metafora lain dari pengalaman khas Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru, Yesus
perempuan yang bisa digunakan dan sering sendiri membandingkan kegiatan
digunakan untuk itu. Allah misalnya penyelamatan Allah dengan seorang
dianalogikan sebagai seorang perempuan perempuan yang mencari uang koin yang
yang sedang menderita sakit bersalin (Yesaya hilang (Lukas 15: 8-10) atau seorang
42:14). Allah juga digambarkan sebagai bidan perempuan yang membuat roti (Lukas 13:20-
perempuan (Mazmur 22:9-10), dan 21; Matius 13:33). Injil Yohanes
sebagainya. Selain itu, tradisi alkitabiah menggambarkan momen Yesus di kayu salib
menggambarkan Allah dalam berbagai dalam gambaran pengalaman persalinan yang
personifikasi perempuan seperti: menyakitkan dengan potret yang jelas tentang
Kebijaksanaan, Sabda/Firman dan Roh. darah dan air yang mengucur dari lambung-
Dalam Perjanjian Lama, Allah kerap kali Nya. Gambaran ini mengonotasikan
disebut dalam konotasi feminine sebagai pengalaman perempuan saat bersalin
Kebijaksanaan atau Hokmah (dalam tradisi (Yohanes 7:37-39; 19:34) yang oleh para
dan Bahasa Ibrani) atau Sophia (dalam tradisi teolog diinterpretasikan sebagai momen
dan Bahasa Yunani) yang diterjemahkan kelahiran gereja dan sakramen-sakramennya.
sebagai Lady Wisdom dalam Bahasa Inggris Oleh karena itu, sebutan Bapa perlu
atau Perempuan Kebijaksanaan dalam Bahasa disikapi secara kritis dan kreatif. Sebutan
Indonesia. Tradisi ini sangat banyak tersebut bukan untuk dimaknai secara lateral
ditemukan dan menjadi bagian utama dalam melainkan simbolis. Selain itu, ia mendorong
kitab Ayub, Amsal, Pengkhotbah, Yesus bin upaya-upaya kreatif guna mencari dan
Sirakh dan Kebijaksanaan. menemukan sebutan, metafora, simbol
Di samping itu, Allah juga sering kali maupun analogi lain yang kaya dan beragam
disebut sebagai Sabda atau Firman dalam untuk menyebut tentang Tuhan agar terhindar
tradisi Alkitabiah yang menggunakan bentuk dari dominasi, pemutlakan atau pengkultusan
tata bahasa feminin. Sabda dipersonifikasikan dan sakralisasi simbol atau cara bicara
sebagai ada bersama Allah dan berkreasi tertentu.
bersama Allah sejak awal mula dalam
menciptakan seluruh alam semesta (Kejadian
134 Ilmu Ushuluddin, Volume 4, Nomor 2, Juli 2017

c. Angka 'Satu' dan 'Tiga' daripada masing-masing secara


Penggunaan istilah matematika tunggal. Dan satu memiliki jumlah emas
satu dan tiga sangatlah sarat makna. Pertama- yang kurang dari dua. Tetapi dalam
tama, harus disebutkan bahwa kedua istilah Tuhan tidak demikian. Karena Bapa,
itu tidak untuk dihitung secara matematis Putra dan Roh Kudus secara bersama
melainkan dimengerti secara simbolis. Ketika tidaklah berarti memiliki esensi yang
digunakan untuk berbicara tentang tiga lebih besar daripada Bapa sendiri saja,
Pribadi dalam satu Tuhan, istilah satu dan atau Putra sendiri saja. Melainkan ketiga
tiga ini tidak memaksudkan angka Pribadi ini –jika mereka harus dipanggil
hitungan. Istilah satu digunakan demikian- bersama-sama adalah sama
untuk menegaskan keesaan Allah. Istilah tiga dengan setiap Pribadi, yang tidak
digunakan untuk menandaskan keberbagaian dipahami oleh pikiran manusia seperti
dalam misteri Allah Tritunggal yang merujuk biasa, karena kita tidak dapat berpikir
kepada hakikat Tritunggal Allah yang kecuali dalam kondisi jumlah dan ruang,
terungkap dalam pengalaman Kristiani akan fantasi atau seolah gambar-gambar tubuh
Allah: Bapa, Putra dan Roh Kudus. yang melayang-layang dalam pikiran
Selain itu, kita."26 (On the Trinity 7.11)
istilah satu dan tiga menegaskan konsep Istilah-istilah yang digunakan untuk
teologis bahwa Allah itu satu tetapi membahasakan Allah Tritunggal
Allah tidak soliter, apatis dan individualistis seperti hipostasis, pribadi, satu, dan tiga
melainkan relasional, empati dan terlibat digunakan hanya karena kebutuhan
dalam persekutuan (communion atau manusiawi untuk berbicara tentang misteri
koinonia). Tuhan itu satu tetapi tinggal dalam Allah yang tidak dapat dipahami. Karena itu,
persekutuan25. Oleh karena itu, angka-angka teologi Tritunggal tidak dimaksudkan untuk
tersebut secara teologis menunjuk pada dimengerti secara harfiah. Anselmus dari
misteri Ilahi. Satu namun tiga adalah pola Canterbury, dalam Monologion-nya berbicara
coincidentiaoppositarum yang pada tentang Allah Tritunggal sebagai "tiga
gilirannya mau mengatakan bahwa Allah sesuatu-atau-yang lain" (three something-or-
melampaui pemahaman, penalaran, daya other), atau sebagai "tiga yang aku-tahu-
tangkap dan imajinasi manusia. bukan-apanya," (“three I-know-not-
Agustinus memberikan ilustrasi yang what”/”tres nescio quid”). 27

menarik tentang misteri ini:


“Dalam ukuran patung yang sama, tiga
memiliki jumlah emas yang lebih banyak
26
“In equal size statues, three amount to more of
gold than each singly. And one amounts to less of gold
than two. But in God it is not so. For the Father, the
25
Ide ini menggaungkan istilah dan konsep Son and the Holy Spirit together is not a greater
Yunani tentang relasi antar-Pribadi Allah Tritunggal essence than the Father alone, or the Son alone. But
yang disebut sebagai ‘perikoresis’ (perichoresis) yang these three persons -if such they must be called-
sangat populer teristimewa dalam kalangan Gereja together are equal to each singly, which the natural
Timur. ‘Perikoresis’ merujuk kepada saling keterkaitan human mind does not understand, for we cannot think
antara tiga pribadi ilahi dalam bentuk saling kait keling except under conditions of bulk and space, phantasm
dan, masuk keluar, menerima memberi dalam relasi or as it were images of bodies flitting about in our
persekutuan yang setara, aktif dan resiprokal, mind.” (On the Trinity 7.11)
27
menyenangkan dan hidup. Elizabeth A. Johnson, She Elizabeth A. Johnson, Quest for the Living
Who Is., 220-221. God., 212.
Petrus Lakonawa, Menerobos Wacana-wacana Teologis Kristiani... 135

Karena itu, sebagaimana diamati oleh seolah-olah kelelakian itu sakral dan
Agustinus, pembicaraan tentang Allah superioritas laki-laki diinstitusikan secara
Tritunggal dilakukan bukan untuk Ilahi menurut gambar dan rupa (citra) Ilahi.
memberikan gambaran yang lengkap dan Jika hal ini diterima begitu saja maka simbol
akurat tentang Allah tetapi agar kita tidak Allah Tritunggal dapat disalahgunakan untuk
tinggal diam28 di hadapan misteri yang melegitimasi sistem patriarkal yang merepresi
mengagumkan sekaligus menggetarkan itu. perempuan.
Hal mana dibahasakan oleh Leonardo Boff Struktur hierarkis yang terbangun dalam
lebih jauh, Teologi Klasik oleh gagasan bahwa Putra dan
“Berhadapan dengan misteri persekutuan Roh Kudus diasalkan dari Bapa atau lebih lagi
Allah Tritunggal yang mengagumkan, Putra menerima segalanya dari Bapa
kita harus diam. Tetapi kita dapat diam, kemudian Bapa dan Putra menghembuskan
hanya setelah mencoba berbicara Roh Kudus (dalam tradisi Gereja Barat30) atau
secukup mungkin tentang realitas yang Bapa saja (dalam tradisi Gereja Timur31)
tidak dapat diungkapkan oleh kata-kata sebagai primus inter pares menghembuskan
manusia secara tepat. Mari kita diam di Roh Kudus mengukuhkan hierarki dalam diri
akhir dan bukan di awal. Hanya diakhiri persekutuan Allah Tritunggal seolah-olah
diam itu layak dan suci. (Diam) di awal Bapa memiliki superioritas atas dua Pribadi
itu akan merugikan dan tidak sopan."29 Ilahi yang lainnya. Sebagaimana simbol
tentang Allah menjadi rujukan hidup umat
Simbol-simbol Patriarkal dan Struktur beriman maka konsep hierarki semacam ini
Hirarkis dalam Teologi Allah Tritunggal dapat melanggengkan relasi-relasi asimetris
Penggunaan simbol-simbol laki-laki yang dan represif di dalam gereja, keluarga,
dominan dan cenderung memonopoli serta masyarakat dan dunia.
sistem hierarki yang dibangun dalam teologi Sadar akan potensi bahaya serta dampak
Allah Tritunggal merupakan salah satu isu dari visi asimetris dan subordinatif yang dapat
utama yang diangkat para teolog feminis. dihasilkan oleh teologi ini, dan akan konteks
Metafora Bapa yang secara eksklusif zaman yang makin berkembang dan semakin
digunakan untuk menggambarkan Pribadi mempertanyakan isu-isu ketidakadilan dan
Pertama Allah yang digambarkan sebagai ketimpangan sosial, hak-hak asasi manusia,
fonsdivinitatis (sumber keilahian) dari mana diskriminasi, rasialisme, kolonialisme,
Putra dan Roh Kudus diasalkan memberikan patriarki, seksisme dan sebagainya membuat
pesan yang menyesatkan seolah-olah banyak teolog kontemporer mencari cara-cara
kelelakian adalah inti dari Allah Tritunggal; bicara baru untuk merumuskan teologi
tentang misteri Allah Tritunggal. Elizabeth A.
28
On the Trinity 5.10. Johnson, misalnya, menggali tradisi klasik
29
“Faced with the awesome mystery of trinitarian
communion, we should be silent. But we can be silent,
30
only after trying to speak as adequate as possible of Gereja Barat adalah gereja yang berbasis pada
that reality which no human words can properly bahasa dan budaya Latin dan berpusat di Vatikan,
express. Let us be silent at the end and not at the Roma. Gereja ini sekarang dikenal dengan sebutan
beginning. Only at the end is silent worthy and holy. At Gereja Katolik.
the beginning it would be prejudicial and irreverent.” 31
Gereja Timur adalah gereja yang berbasis pada
Leonardo Boff, Trinity and Society, tr. Paul Burns bahasa dan budaya Yunani. Gereja ini sekarang dikenal
(Maryknoll, New York: Orbis Books, 1988), 8. dengan sebutan gereja Ortodoks.
136 Ilmu Ushuluddin, Volume 4, Nomor 2, Juli 2017

yang dibangun oleh para pujangga Gereja untuk menjelaskan keberbagaian Pribadi Ilahi
yang justru bertentangan dengan cara pandang sambil menggarisbawahi kesatuan Ilahi dalam
seperti itu. Ia menunjukkan bahwa Agustinus, analogi subyek aktif yang tunggal. Yang
seorang Bapa Gereja yang tersohor kedua, membicarakan misteri Allah
menegaskan tentang kesetaraan radikal dalam Tritunggal dalam analogi komunitas atau
Tritunggal. persekutuan Ilahi (divine communion atau
“...memang benar bahwa ketika kita divine koinonia) sambil menggunakan konsep
mengucapkan kata-kata Bapa, Putra dan psikologi modern tentang pribadi (person
Roh Kudus, setiap suku kata dipisahkan atau persona) untuk menggambarkan suatu
dari yang lain dalam urutan waktu; tetapi komunitas yang dibangun dan dihidupi oleh
interval-interval tersebut adalah bagian ketiga Pribadi dengan identitas yang terpilah-
dari hakikat kata-kata sebagai suara jasad pilah, sadar dan independen guna menjadikan
insani dan tidak berlaku dalam Allah pola relasi dalam persekutuan Allah
Tritunggal. Di dalam Tuhan tidak ada Tritunggal sebagai model bagi komunitas
yang lebih cepat atau lebih lambat, tidak sosial di dunia ini. Tren yang kedua ini
ada sebelum atau sesudah, tidak ada popular dikenal sebagai Teologi Tritunggal
interval waktu atau tempat... Urutan, Sosial (Social Trinity).
dengan demikian, tidak mengharuskan
subordinasi.”32 Tren yang Pertama: Pendekatan
Gagasan-gagasan seperti ini Modalitas (Cara Berada Allah Tritunggal)
dikembangkan secara lebih jauh dalam Dua teolog besar abad kedua puluh yakni
wacana-wacana kontemporer tentang Allah Karl Barth (1886-1968)33 dan
34
Tritunggal. Karl Rahner (1904-1984) mengusung
pendekatan ini. Mereka membangun ide-ide
Diskursus Teologi mereka di atas pandangan dasar tentang Allah
Kontemporer tentang Allah Tritunggal sebagai Misteri Absolut yang ada dan
Secara umum, teologi bertindak dalam tiga-cara-yang-dapat-
kontemporer berusaha mengatasi dibeda-bedakan (God as an absolute mystery
kecenderungan teologi klasik yang esoterik who exists and acts in three self-differentiated
dan abstrak dan isu-isu kritis yang sudah ways).35 Dalam pewahyuan diri-Nya, menurut
dipaparkan di atas. Diskursusnya dapat Karl Barth (teolog besar Protestan asal Swis),
digolongkan ke dalam dua trend: Allah mengungkapkan diri-Nya melalui diri-
yang pertama, menjelaskan misteri Allah Nya dalam tiga mode/cara berada yang Ilahi
Tritunggal dengan menggunakan kategori sebagai Yang Mewahyukan Diri (Revealer),
modalitas (dari kata ‘mode’) atau cara berada Wahyu itu Sendiri (Revelation), dan Yang
Terwahyukan (Revealedness). Bukan hal lain
“…it is true that when we say the words Father,
32 yang Allah wahyukan melainkan diri-Nya
Son and Spirit, each syllable is separated from the sendiri. Karena itu, teologi tentang Allah
other in a sequence of time; but these intervals belong
to the nature of words as bodily sounds and not to
God’s Trinity. In God there is no sooner or later, no 33
Karl Barth, Church Dogmatics, trans. G. T.
before or after, no intervals of time or place… Thomson (Edinburg: T & T Clark, 1936).
34
Sequence, then, does not necessitate Karl Rahner, The Trinity (New York: Seabury,
subordination.”Elizabeth A. Johnson, She Who Is., 1974).
35
196. Ibid., 205.
Petrus Lakonawa, Menerobos Wacana-wacana Teologis Kristiani... 137

Tritunggal memiliki dasar dalam wahyu Tren Kedua: Pendekatan Tritunggal


Allah. Karena Allah menyatakan diri-Nya Sosial, Allah dalam
dalam tiga cara maka mau tak mau kita Persekutuan (Koinonia)
berbicara tentang Allah Tritunggal. Karl Pendekatan yang dikembangkan Barth
Barth menyebut Tritunggal sebagai tiga kali dan Rahner menuai berbagai kritik khususnya
pengulangan Allah dalam peristiwa-peristiwa karena pandangan mereka memiliki
pewahyuan. Dia menyatakan, kecenderungan subordinasi walau halus
“Nama Bapa, Putra dan Roh Kudus (subtle subordinationist tendency).
berarti bahwa Allah adalah satu-satunya Pengamatan ini mendorong lahirnya
Allah dalam tiga pengulangan; dan ini perspektif baru yang lebih berfokus pada
terjadi sedemikian rupa sehingga aspek sosial dari simbol Tritunggal. Para
pengulangan itu sendiri didasarkan pada teolog aliran ini bukannya takut atau
Ketuhanan Allah sendiri, sehingga hal ini menghindari makna semantik dari istilah
tidak menyebabkan perubahan dalam ‘pribadi’ atau person dalam psikologi
Ketuhanan-Nya; namun demikian juga modern, mereka malah memanfaatkan
bahwa Dia adalah Allah yang satu hanya kekuatan positif dari istilah tersebut untuk
di dalam pengulangan ini."36 mempromosikan keadilan
Karl Rahner, teolog besar Katolik asal dan kesetaraan. Pola ini dikenal
Jerman, yang menyusun teologinya dalam dikembangkan antara lain oleh Jürgen
kategori-kategori teologis yang Moltmann37 dan Leonardo Boff.38
transendental, menafsirkan bahwa Allah Moltmann menentang
memberikan diri-Nya dalam konsep apatheia Ilahi atau Allah yang
inkarnasi kepadaYesus dan dalam kasih apatis. Ia menolak gagasan tentang Allah
karunia kepada seluruh alam ciptaan. Hal ini yang tidak tergerak (unmoved mover), yang
terjadi sedemikian rupa sehingga tidak ada puas dengan diri-Nya sendiri, yang
batas antara Tuhan dan makhluk dikembangkan dalam kategori-kategori
ciptaan. Yang diwahyukan adalah Tuhan di filsafat Yunani dan lebih memilih
dalam diri-Nya itu sendiri. Dengan mengelaborasi tentang Allah yang
demikian, melalui Allah yang mewahyukan diperkenalkan dalam Alkitab sebagai Allah
diri-Nya (economic Trinity) kita dapat yang hidup dan berjalan bersama umat-Nya.
mengenal Allah di dalam diri-Nya sendiri Ia menggarisbawahi gagasan passio Dei.
(immanent Trinity). Allah yang ikut menderita (Passionate and
Compassionate God). Kasih Allah yang
melibatkan penderitaan-Nya itu ditunjukkan
tidak hanya dalam penebusan dan penderitaan
di kayu salib melainkan sejak awal
penciptaan. Allah begitu mencintai dunia
36
“The name of Father, Son and Spirit means that sehingga membatasi dan mengosongkan diri-
God is the one God in threefold repetition; and this in
37
such a way that the repetition itself is grounded in this Jürgen Moltmann, The Trinity and the
Godhead, so that it implies no alteration in His Kingdom: The Doctrine of God (New York: Harper &
Godhead; and yet in such a way also that He is the one Row, 1981).
38
God only in this repetition.”Ibid., 206. Barth, Church Leonardo Boff, Trinity and Society (Maryknoll,
Dogmatics, 402. N.Y.: Orbis, 1988).
138 Ilmu Ushuluddin, Volume 4, Nomor 2, Juli 2017

Nya (kenosis) untuk membuat ruang bagi pemerintahan kelas dan tanpa penindasan
alam semesta mengambil tempat.39 Demikian diktator. Itu adalah dunia di mana orang
juga yang terjadi dalam inkarnasi, karena didefinisikan oleh hubungan sosial
kasih Allah yang begitu besar kepada dunia, mereka dan bukan oleh kekuatan atau
maka Ia mengirimkan Putra-Nya untuk kepemilikan mereka. Itu adalah dunia di
menebus dunia. Kasih-Nya ini mengantarkan- mana manusia memiliki semua hal dalam
Nya ke dalam penderitaan di dunia. kebersamaan dan berbagi segala
Menurut Moltmann semua pengalaman sesuatunya dengan satu sama lain kecuali
itu adalah pengalaman bersama Allah kualitas pribadi mereka.”41
Tritunggal. Pada peristiwa di kayu salib, Dari perspektif yang sama tentang
misalnya, tidak hanya Yesus yang persekutuan dalam bingkai dan latar belakang
menanggung penderitaan itu melainkan juga teologi pembebasan,
Bapa dan Roh Kudus. Adalah Bapa yang Leonardo Boff merefleksikan misteri Allah
mengutus Putra-Nya, Yesus, ke dunia dan di Tritunggal dan melihat bahwa teologi
atas salib itu dalam persatuan dengan Bapa Tritunggal merupakan sebuah simbol yang
melepaskan Roh Kasih. Setiap pengalaman sangat potensial dan menjanjikan untuk
dialami secara bersama-sama dalam cara mengakhiri struktur sosial yang tidak adil
masing-masing. Ketiganya bukan sekedar dalam masyarakat. Baginya simbol komunitas
cara berada (modes of being) melainkan Allah Tritunggal adalah simbol pembebasan,
memiliki kesadaran, kemauan, pemikiran simbol transformasi.
individual. Meskipun berbeda-beda mereka Simbol ini merupakan kritik terhadap
hidup dalam persekutuan Ilahi. Allah dalam dominasi yang tidak adil dan
koinonia. Allah dalam komunitas. eksploitatif. Teristimewa juga bahwa Allah
Bagi Moltmann, teologi tentang Allah Tritunggal digambarkan sebagai komunitas
Tritunggal membangun paradigma yang inklusif dan penuh kasih menjangkau
sosial. Persekutuan Allah Tritunggal menjadi orang-orang yang miskin dan
"contoh komunitas manusia sejati, pertama- menderita. Melalui inkarnasi, Allah
tama di gereja dan juga di masyarakat."40 mengungkapkan kasih-Nya yang inklusif dan
https://translate.googleusercontent.com/transl solidaritas serta keberpihakannya kepada
ate_f - _ftn53. Ia berargumen, orang-orang lemah dan tertindas.42
“Allah Tritunggal tercermin hanya dalam
komunitas orang-orang Kristen yang 41
“The triune God is reflected only in a united
bersatu dan menyatukan tanpa dominasi and uniting community of Christians without
dan penaklukan dan komunitas manusia domination and subjection and a united and uniting
humanity without class rule and without dictatorial
yang menyatukan dan bersatu tanpa oppression. That is the world in which people are
defined by their social relationships and not by their
power or their property. That is the world in which
39
Jurgen Moltmann, God in Creation: An human beings have all things in common and share
Ecological Doctrine of Creation, tr. Margaret Kohl everything with one another except their personal
(London: S.C.M. Press, 1985), 102. qualities.”Ibid., 57.
40
Jürgen Moltmann, “The Reconciling Powers of 42
Adapun gagasan ini merupakan gagasan dasar
the Trinity in the Life of the Church and the World,” in dalam bangunan pemikiran teologi pembebasan yang
The Reconciling Power of the Trinity. Geneva dikembangkan oleh Leonardo Boff dan para teolog
Conference of European Churches, C.E.C. Occasional pembebasan lainnya di tengah konteks kemiskinan dan
Paper No. 15 (Geneva: C.E.C, 1983), 56. ketidakadilan sosial di Amerika Latin.
Petrus Lakonawa, Menerobos Wacana-wacana Teologis Kristiani... 139

Teologi Tritunggal sosial menekankan Teologi Tritunggal Sosial ini sangat


gagasan utama bahwa Allah adalah menarik, teristimewa untuk konteks
persekutuan kasih yang inklusif. Allah komunitas masyarakat atau bangsa yang
sungguh-sungguh relasional ad intra et ad tertindas. Namun, bagaimanapun juga ia tidak
extra, ke dalam diri-Nya maupun keluar diri- luput dari kelemahan yang menuai berbagai
Nya. Setiap Pribadi Ilahi itu unik dan kritikan. Karen Kilby, seorang teolog Katolik
berbeda. Mereka memiliki identitas masing- dari Amerika yang masih aktif mengajar di
masing. Mereka jamak tetapi mereka Durham University, misalnya, menilai bahwa
bersatu. Persekutuan mereka tidak konsep ini mengandung proyeksi tingkat
menghancurkan identitas pribadi mereka. Ada tinggi (‘high level of projection’) di mana ide-
rasa saling menghormati. Ada interaksi timbal ide tentang apa dan bagaimana seorang teolog
balik. Setiap orang saling memberi dan atau masyarakat inginkan dalam masyarakat
menerima; tetapi pada saat yang diproyeksikan kepada Allah. Gagasan seperti
sama, mereka inklusif keluar diri-Nya, ke ini menurutnya memiliki risiko untuk
dunia dan seluruh ciptaan. Allah yang memproyeksikan nilai-nilai budaya yang ada
Tritunggal itu menjangkau dunia untuk kepada Allah untuk mendapatkan legitimasi
membagikan kasih dan suka cita cinta mereka dan justifikasi Ilahi, ketimbang membaca dan
kepada dunia. Dalam peristiwa inkarnasi, mengkaji nilai-nilai sosial yang normatif yang
Allah yang sama memberikan contoh ada dari sudut pandang Allah. Menurut Kilby,
merawat, menyembuhkan, membenahi, dan doktrin tentang Allah Tritunggal tidak dapat
menebus dunia. dan tidak boleh digunakan dalam cara seperti
Gambaran Allah relasional yang penuh itu karena dengan demikian doktrin Allah
kasih dalam persekutuan Ilahi ini menentang Tritunggal dapat dijadikan dalih untuk
konsep Allah yang apatis yang digagas dalam mengklaim pemahaman tertentu sebagai
bangunan Filsafat Yunani yang memandang inspirasi Ilahi untuk disalahgunakan dalam
Allah sebagai penggerak yang tidak bergerak, mempromosikan kekuasaan dan kepentingan
tidak berubah, asal yang tidak diasalkan, yang gerejani, politik, sosial dan budaya tertentu.44
memiliki kekuatan unilateral yang dengannya
Allah dapat memengaruhi yang lain tetapi Simpulan
tidak dapat dipengaruhi oleh yang lain.43 Kajian tentang diskursus mengenai Allah
https://translate.googleusercontent.com/transl Tritunggal sebagaimana dipaparkan secara
ate_f - _ftn55. Sebaliknya, Allah adalah singkat di atas mengarah kepada lima
Immanuel (‘Allah yang berada bersama kita’) keinsafan untuk mencari jalan moderasi
yang empati dan berbelas kasih. Allah yang dalam berteologi. Pertama, nyatalah bahwa
ikut menderita dengan dunia yang menderita tidak ada teologi yang sempurna. Tidak ada
untuk menebusnya. Allah mengosongkan diri pembicaraan, diskusi, metafora atau simbol
untuk menjadi sesama manusia untuk Allah yang utuh dan lengkap pada dirinya
memberi teladan mengubah dan sendiri. Namun bagaimanapun juga
menyelamatkannya. sebagaimana yang dipikirkan oleh Agustinus,

43 44
C. Robert Mesle, Process Theology: A Basic Alister E. McGrath, Christian Theology: An
Introduction. (St. Louis, Missouri: Chalice Press, Introduction, 4th Edition (West Sussex: John Wiley &
1993), 25-32. Sons Ltd Blackwell, 2018), 145-146.
140 Ilmu Ushuluddin, Volume 4, Nomor 2, Juli 2017

tidak dapat dihindari oleh manusia untuk wacana tentang Allah. Dengan kata lain,
berbicara tentang Allah. Sebagai makhluk tidak ada konsep yang benar 100% tentang
yang memiliki akal budi dan fasilitas berpikir Allah karena Allah tidak dapat ditangkap
serta berkomunikasi, manusia tidak bias sepenuhnya oleh akal budi dan indera
terhindar dari upaya mencari, merenung dan manusia. God is incomprehensible (teologi
membahasakan tentang Allah. Bagi apofatik). Pewahyuan yang membentuk Kitab
Agustinus, teologi Tritunggal ditekuni agar Suci tidak sepenuhnya mengungkapkan
kita tidak membisu di hadapan misteri yang misteri Allah. Sebaliknya, seperti yang
dekat sekaligus begitu jauh dari kita. direfleksikan oleh Walter Kasper, wahyu
“Ketika ditanya tiga apa, maka justru mengantarkan kita lebih dalam kepada
keterbatasan besar yang dialami oleh misteri.46 Pada pusat pewahyuan, Allah
bahasa kita menjadi jelas. Tetapi Tritunggal justru diperkenalkan sebagai
rumusan Tiga Pribadi dibuat bukan untuk misteri. Deus Revelatus mengungkapkan diri
memberikan penjelasan yang lengkap sebagai Deus Absconditus. Allah yang
(tentang Allah-pen) dengan diwahyukan adalah Allah yang Akbar
menggunakan rumusan tersebut, tetapi melampaui daya tangkap manusia.
agar kita tidak harus tinggal diam.”45 (De Kitab Suci Perjanjian Lama maupun
Trinitate 5.10) Perjanjian Baru sama-sama
Kedua, terhadap setiap upaya berteologi menekankan gagasan tentang Allah yang
selalu ada kebutuhan akan adanya kriteria tidak bias dipahami. Allah tidak terduga
etis sebagai prinsip yang memandu para (Keluaran 3:14; Ayub 36:26). Tidak ada yang
teolog dalam merumuskan pemikirannya agar sanggup melihat Allah (Ulangan 4:12, 15-16;
sanggup memberikan dampak positif bagi 1 Timotius 6:16). Allah tidak ada
kehidupan nyata seluruh alam bandingannya dengan apa pun atau siapa pun
ciptaan. Prinsip-prinsip etik membantu (Yesaya 40:18, 25; 45:15). Allah tidak dapat
memurnikan elemen negatif dalam simbol dan ditangkap dalam representasi imajinasi
konsep tentang Allah. Teologi yang baik manusia (Kisah Para Rasul
membuat orang-orang baik. Teologi yang 17:29). Jadi, pembicaraan tentang Allah itu
baik menginspirasi kehidupan yang lebih baik bersifat analogi, metaforis, dan
di alam semesta. Gloria Dei vivens simbolis. Teologi tidak pantas dimengerti
homo. Kemuliaan Allah ada ketika umat secara harfiah. Selalu ada ketidaksamaan
manusia hidup sejahtera. Gloria Dei vivens antara simbol dan yang disimbolkan. Selalu
Creatura. Kemuliaan Allah dinyatakan dalam ada perbedaan antara Allah dan teologi
kesentosaan hidup seluruh alam ciptaan. tentang-Nya. Si comprehendis non est Deus.
Ketiga , selalu ada Jika engkau memahaminya maka itu bukan
keterbatasan/kelemahan dalam simbol dan Allah. Di dunia ini kita hidup dengan iman,
bukan oleh penglihatan (2 Korintus 5:
45
“When it is asked three what, then the great 7). Kata-kata Gregorius dari Nazianzen
poverty from which our language suffers becomes menjadi pengingat yang berarti:
apparent. But the formula three persons was coined
not in order to give a complete explanation by means
46
of it, but in order that we might not be obliged to Walter Kasper, The God of Jesus Christ, tr.
remain silent.”Lihat, Elizabeth A. Johnson, She Who Matthew J. O’Connell (New York: Crossroad, 1989),
Is., 203. 268.
Petrus Lakonawa, Menerobos Wacana-wacana Teologis Kristiani... 141

“... Dan siapakah kita untuk melakukan “... satu cara berbicara sendiri tidak
hal-hal ini, kita yang bahkan tidak dapat pernah memadai. Model psikologis dan
melihat apa yang ada di kaki kita, atau sosial, simbol laki-laki dan perempuan
menghitung pasir di laut, atau tetesan atau keduanya bersama-sama, referensi
hujan, atau hari-hari keabadian, apalagi personal dan impersonal -setiap orang
masuk ke kedalaman Allah, dan menyumbangkan wawasan yang tidak
memberikan laporan tentang hakikat dimiliki oleh orang lain, karena
Allah yang begitu tak terkatakan dan kehidupan Allah bergerak dalam
melampaui semua kata-kata?"47 relasionalitas yang menyelamatkan yang
lolos dari imajinasi kita."49
Keempat, menyadari bahwa Allah itu
melampaui kata-kata dan imajinasi kita serta Dengan demikian, teologi perlu terbuka
bahwa simbol dan teologi yang kita bangun dan toleran pada berbagai simbol, ungkapan,
tidak sempurna dan tidak sanggup pemahaman, pandangan, iman, keyakinan dan
menggambarkan Allah secara penuh, maka gagasan serta wacana tentang Allah.
merangkul ketidakterelakan kita untuk Sebagaimana yang diperingatkan oleh
berpikir dan berbicara tentang Tuhan berarti Thomas Aquinas: kita perlu memberi banyak
kita harus menggulirkan berbagai bentuk dan nama yang baik tentang Allah karena Allah
cara berbicara atau berteologi. Memutlakkan itu melampaui setiap nama.50
salah satu dari antara mereka dapat Agustinus, misalnya, menggunakan
mengakibatkan pada kejatuhan berbagai istilah untuk menyebut tiga Pribadi
menjadikannya berhala hal mana melanggar Ilahi dalam misteri Tritunggal: Kekasih, Yang
perintah pertama dan kedua dari 10 Dikasihi, dan Kasih; atau Pikiran, Pengertian,
perintah Allah yang tercantum dalam Kitab dan Kehendak. Para teolog kontemporer juga
Keluaran 20:1-548. Pengagung-agungan dan secara kreatif memformulasikan banyak nama
pemutlakan teologi dengan menganggapnya untuk menyimbolkan Allah Tritunggal. Gail
sebagai paling benar, paling menang dan Ramshaw Schmidt, dalam
secara radikal tidak menerima pandangan lain artikelnya “Naming the Trinity: Orthodoxy
dapat mengarah kepada fanatisme, and Inclusivity” menggunakan istilah
dan kekerasan terhadap yang lain Abba (Bapa)-Servant (Hamba) dan Paraclete
sebagaimana telah terjadi dalam sejarah (Penolong) untuk berbicara dan menyebut
persekusi terhadap para pencari Tuhan yang ketiga Pribadi dalam Allah Tritunggal.
dianggap sesaat, bid’ah dan penista agama. John Macquarrie menggunakan istilah
eksistensial-ontologis seperti Primordial
Being, Expressive Being, dan Unitive
47
“…And who are we to do these things, we who
cannot even see what lies at our feet, or number the 49
“…one way of speaking alone is never
sands of the sea, or the drops of rain, or the days of adequate. Psychological and social models, male and
eternity, much less enter into the depths of God, and female images or both together, personal and
supply an account of that nature which is so impersonal references -everyone contributes insight
unspeakable and transcending all words?” that the others do not, for God’s livingness moves in a
Lihatkutipanini pada Elizabeth A. Johnson, She Who saving relationality that escapes our
Is., 201. imagination.”Elizabeth A. Johnson, She Who Is., 221.
48 50
Jangan ada pada muallah lain di hadapan-Ku! Thomas Aquinas, Summa Contra Gentiles I. 31:
Dan, Jangan menyembah berhala! 4.
142 Ilmu Ushuluddin, Volume 4, Nomor 2, Juli 2017

Being; Gordon Kaufman menggunakan Pustaka Acuan


istilah: Kemutlakan Ilahi, Kemanusiaan Ilahi, Barth, Karl. Church Dogmatics, trans. G. T.
dan Hadirat/Kehadiran Ilahi; Nicholas Lash Thomson. Edinburg: T & T Clark, 1936.
Boff, Leonardo. Trinity and Society.
mengusulkan metafora Eklips, Sabda/Firman
Maryknoll, N.Y: Orbis, 1988.
dan Kehadiran; Raimundo Panikkar Carabine, Deirdre. The Unknown God:
menginterpretasi Efesus 4:6 dan Negative Theology in the Platonic
mempromosikan: "Di atas Segalanya, Melalui Tradition: Plato to Eriugena. Louvain:
Segalanya, dan Dalam Segalanya"; Bernard Peeters Press, 1995.
Lonergan menyebutnya sebagai Pemberi, Edwards, Denis. The God of Evolution: A
Pemberian, dan Tindakan Trinitarian Theology. New
York/Mahwah, N.J: Paulist Press, 1999.
Memberi; Heribert Mühler menggunakan
McGrath, Alister E. Christian Theology: An
istilah-istilah yang diambil dari teori Introduction, 4th Edition. West Sussex:
komunikasi: Saya (I), Dikau (Thou), dan Kita John Wiley & Sons Ltd Blackwell, 2018.
dari Cinta(We of Love); Letty Russell Mesle, C. Robert. Process Theology: A Basic
menggunakan istilah Pencipta, Pembebas, dan Introduction. St. Louis, Missouri:
Pembela.51Semuanya mengafirmasi Chalice Press, 1993.
kebijaksanaan dalam berteologi: semua hal Johnson, Elizabeth A. Quest for the Living
God: Mapping Frontiers in the Theology
yang baik, utama, indah dan bernilai dapat
of God. New York, London: Continuum,
digunakan secara analogi atau simbolis untuk 2007.
berbicara tentang Allah karena Allah itu baik, -------. She Who Is: The Mystery of God in
utama, indah dan bernilai. Feminist Theological Discourse. New
Kelima, kesadaran apofatik dalam York: Crossroad, 1994.
teologi, sebagaimana terungkap di atas, Moltmann, Jürgen. The Trinity and the
Kingdom: The Doctrine of God. New
menginspirasi jalan kerendahan hati
York: Harper & Row, 1981.
mistikal. Karena Allah berada di luar -------. The Crucified God: The Cross of
pemahaman manusia, maka Allah tidak Christ as the Foundation and Criticism
sanggup didekati oleh pikiran melainkan oleh of Christian Theology, trans. R. A.
hati, via amoris, melalui jalan mistikal, jalan Wilson and John Bowden. New York:
cinta sang sufi: melalui kontemplasi, Harper & Row, 1973.
permenungan, doa dan tindakan kebajikan. Rahner, Karl. The Trinity. New York:
Seabury, 1974.
“Lidah telah melakukan apa yang dapat
Zizioulas, John. Being as Communion:
dilakukan, membunyikan kata-kata: maka
Studies in Personhood and the Church.
biarkan sisanya dipikirkan oleh hati. ”52
Crestwood, N.Y: St. Vladimir’s Seminary
Press, 1985.

51
Elizabeth A. Johnson, Quest for the Living
God., 219-221.
52
“The tongue has done what it could, has
sounded the words: let the rest be thought by the
heart.”Lihat pada Deirdre Carabine, The Unknown
God: Negative Theology in the Platonic Tradition:
Plato to Eriugena (Louvain: Peeters Press, 1995), 277.
Augustine, Epist. John. IV.6.

You might also like