Professional Documents
Culture Documents
Kelompok 5 HPB III
Kelompok 5 HPB III
DOSEN PENGAJAR
Pdt. Dr. Peggy Sandra Tewu, Th.M
DISUSUN OLEH
Kelompok 5 :
Sylant Kountul
Greithel Tambanaung
Reagen Pesik
Chevin Kaawoan
Miguel Taroreh
1. Penulis
1
Willi Marxsen, Pengantar Perjanjian Baru: Pendekatan Kritis Terhadap Masalah-masalahnya,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 342
2
Samuel Benyamin Hakh, Perjanjian Baru: Sejarah, Pengantar dan Pokok-pokok Teologisnya,
(Bandung: Bina Media Informasi, 2010), 370
3
Marxsen, 343
Ketika menerima Wahyu ini, Yohanes sedang berada di pulau Patmos (1:9, sekitar
satu hari perjalanan kapal dari pantai Asia kecil). Waktu penulisan dapat diperkirakan dari
intensitas penganiayaan yang dialami oleh jemaat di dalam Kitab Wahyu. Kaisar yang secara
terang-terangan menyuruh orang untuk menyembah dirinya sebagai “Tuhan dan Allah kami”
adalah Domitianus (81-96). Jemaat pada waktu itu harus menyembah dia sebagai Tuhan dan
Allah untuk membuktikan loyalitas mereka kepada kaisar. Mereka yang menolak untuk
menyembah patung kaisar akan dibuang, dianiaya, dan bahkan dibunuh. Tuntutan semacam
ini sesuai dengan gambaran yang diperoleh dari Kitab Wahyu (13:12). Jika demikian, Kitab
ini ditulis pada akhir masa pemerintahan Domitianus yaitu sekitar tahun 90-96 M. Kitab ini
mungkin ditulis di kota Efesus, karena di kota ini didirikan patung kaisar tersebut dan rakyat
dipaksa menyembahnya.
Ada dua alternatif penanggalan bagi penyusunan Kitab Wahyu: penanggalan awal
merujuk sekitar pertengahab tahun 60-an dan penanggalan terakhir merujuk sekitar
pertengahan tahun 90-an. Periode awal merujuk kepada penganiayaan orang Kristen selama
beberapa tahun terakhir pemerintahan Nero (64-68); periode yang terkemudian, yang juga
dipakai di sini, merujuk penganiayaan orang Kristen pada tahun-tahun terakhir Domitianus
(95-96).6
3. Penerima
4
Simon J. Kistemaker, Tafsiran Kitab Wahyu, (Surabaya: Momentum, 2014), 20
5
Marxsen, 343
6
Kistemaker, Tafsiran Kitab Wahyu, (Surabaya: Momentum, 2014), 28
4. Situasi
Peristiwa-peristiwa yang digambarkan dalam Kitab Wahyu memperlihatkan bahwa
kehiduan sosial masyarakat Yunani-Romawi ditentukan oleh praktek Paganisme yang telah
berakar dalam kehidupan masyarakat Yunani-Romawi. Dan hal ini berdampak yang cukup
serius dalam gereja mula-mula. Ada dua tipe paganism yang digambarka n oleh kitab Wahyu,
yakni : Penyembahan dewa-dewa dan penyembahan kaisar. Pengaruh paganisme dalam
gereja mula-mula di Asia kecil tercermin dari surat-surat yang dikirim kepada tujuh jemaat
itu dengan sebutan-sebutan seperti “jemaat setan” (2:9,3:9); tahta setan (2:13); “persinahan”
(2:14,20). Selain penyembahan dewa-dewa, penyembahan kaisar, yang juga dianggap dewa
atau ilah, juga marak dipraktekan di Asia kecil. Collins mengungkapkan bahwa penyembahan
kaisar begitu menjijikan bagi semua orang Kristen dan orang Yahudi (Collins, 1984:101).
Penyembahan kaisar menjadi sangat problematic bagi gereja-gereja di Asia kecil karena
partisipasi dalam penyembahan pada kaisar menjadi kriteria untuk menentukan kesetiaan
kepada Negara.
Pada waktu pemerintahan Kaisar Domitianus, pemujaan atau pengultusan terhadap
kaisar meningkat. Semua penduduk di seluruh wilayah kekaisaran Romawi diwajibkan untuk
sedikitnya sebulan sekali harus datang ke satu kuil yang sudah ditetapkan. Di sana mereka
menghadap ke patung kaisar lalu menyembahnya atau paling sedikit memberi hormat
Corak sastra dalam kitab Wahyu adalah apokaliptik, nubuat dan surat. Dalam teks
Wahyu 17, corak sastra yang dominan adalah penggunaan simbol-simbol dan kiasan-kiasan.
Lambang-lambang tersebut dapat memperoleh berbagai pemaknaan tergantung dari konteks
yang ada. Sebagai sebuah tulisan apokaliptik, bagian ini memiliki ciri-ciri: eskatologis,
dualisme, determinisme dan esoteris.
Eka Darmaputera, Menyingkap Janji Tuhan: Pemahaman Kitab Wahyu Tentang Iman dan
7
Pengharapan di Tengah Penganiayaan dan Penderitaan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2013), 14
8
Hakh, 374
V. POKOK PIKIRAN
Ayat 3-6
“ Penggoda yang menyesatkan “
Dalam Alkitab, padang gurun mempunyai arti tertentu dan istimewa. Di dalamnya bahkan
dikatakan padang gurun sering kali menjadi tempat banyak tokoh Alkitab bertemu secara
pribadi dengan Allah. Apa sebenarnya arti dari padang gurun ini, padahal tempat itu tidak
enak, tidak menarik, sepi, tandus, dan gersang? Jika seseorang sudah hidup di padang gurun,
seolah-olah nasib dan hidupnya tergantung kepada keajaiban. Barangkali suasana yang
digambarkan oleh padang gurun itulah yang membuat orang dapat mengalami perjumpaan
pribadi dengan Allah. Artinya, dalam kehidupan rohani kita seolah-olah berada di padang
gurun: sepi, kering, rawan, ringkih, tidak tertarik kepada hal-hal lain, mudah terkena
serangan. Pada saat seperti itu biasanya kita dapat benar-benar berkonsentrasi dan bergantung
hanya kepada Allah. Pada saat demikian, orang dapat mengalami perjumpaan dengan Allah
secara sungguh-sungguh.15
Menurut Kistemaker ada banyak tafsiran untuk padang gurun, di antaranya: Gurun
Arab, tempat tinggal para setan; tempat pencobaan; tempat yang terlindung dari dusta Iblis;
dan daerah yang cocok untuk menerima pengelihatan. Dari beragam tafsiran, Kistemaker
menyarankan untuk merujuk kepada latar belakang Perjanjian Lama, yaitu Yesaya 21:1-10.
Baik di Kitab Yesaya maupun kitab Wahyu, gurun merupakan pusat dari pengelihatan itu,
meskipun dalam Yesaya pengelihatan datang dari padang gurun sementara dalam kitab
Wahyu, Yohanes dibawa ke padang gurun untuk mendapat pengelihatan.16
“Dan aku melihat seorang perempuan duduk di atas seekor binatang yang merah
ungu, yang penuh tertulis dengan nama-nama hujat. Binatang itu mempunyai tujuh kepala
dan sepuluh tanduk”. Ayat ini berfokus pada perempuan yang dikenal sebagai pelacur besar.
12
Darmaputera, 350-352
13
Kistemaker, 500
14
Peter Wongso, Eksposisi Doktrin Alkitab Kitab Wahyu, (Malang: Departemen Literatur SAAT, 1999),
673
15
Darmaputera, 354
16
Kistemaker, 502
17
Kistemaker, 502-503
18
A. Pos, Tafsiran Wahju, (Jakarta: BPK, 1966), 159-160
19
Barclay, 216
20
Kistemaker, 503
21
Dave Hagelberg, Tafsiran Kitab Wahyu dari Bahasa Yunani, (Yogyakarta: ANDI, 2013), 239
22
Barclay, 277
23
Kistemaker, 504
Ayat 7-11
“ Penjelasan Malaikat “
Yohanes terkejut melihat pelacur besar yang disebut Babel itu. Ia memerlukan penjelasan
akan apa yang ia lihat, supaya bisa memahami arti dari gambaran keseluruhan perempuan dan
binatang itu. Melihat kebingungan Yohanes, malaikat yang mengajak Yohanes melihat
perempuan yang duduk di atas binatang itu menafsirkan pengelihatannya. Dengan nada
retorika malaikat itu bertanya mengapa Yohanes heran. Pertanyaan ini tidak bernada
menyalahkan karena ia bermaksud menjelaskan misteri pengelihatan itu. Menurut Kistemaker
agaknya binatang itu lebih penting daripada si pelacur, meski perempuan itu duduk di atas
punggungnya. Iblis alias naga itu memberikan kekuatan, takhta, dan otoritas kepadanya.
Binatang itu mendapat luka mematikan, tetapi ia tetap bisa sembuh dan hidup. Binatang itu
berjuang untuk menjadi seperti Allah, “yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang”.
Istilah ini dipakai untuk Allah dan Kristus. Serupa itu, binatang itu juga dijelaskan sebagai ia
yang “telah ada, namun tidak ada, ia akan muncul dari jurang maut, dan ia menuju kepada
kebinasaan”. Dia adalah “yang telah ada, namun tidak ada, dan akan muncul lagi”. Binatang
itu sekarang tidak ada. Allah menyatakan diri sebagai “Aku ada”, artinya: Ia tidak berawal
24
Wongso, 683
25
Kistemaker, 504-505
26
Barclay, 218
27
Darmaputera, 358
Meskipun telah ada daftar para Kaisar Romawi, namun Kistemaker sendiri pun yang
menyodorkan daftar di atas, mengakui bahwa sulit untuk menentukan dari mana menghitung
dan di manakah akhirnya. Namun menurut Kistemaker, saat menulis “lima telah jatuh”,
Yohanes tampaknya tidak sedang berpikir tentang para raja yang telah mati, tetapi tentang
kerajaan-kerajaan yang telah berakhir dan hancur. Dalam kitab Wahyu jika orang-orang
kudus jatuh, maka mereka jatuh dalam penyembahan dengan wajah ke tanah; tetapi jika verba
jatuh dipakai untuk orang-orang tidak percaya, maka kata ini berarti binasa, seperti seruan,
“sudah rubuh, sudah rubuh, Babel, kota yang besar itu”. Raja itu mewakili kerajaan, dan
kerajaan lebih besar dari raja. Lima kerajaan yang telah binasa berturut-turut adalah: Babel
kuno, Asyur, Babel Baru, Media-Persia, Yunani-Makedonia; Roma adalah yang keenam,
yang ada pada masa hidup Yohanes dan kemudian satu lagi, yang ketujuh belum datang.
Mengenai kerajaan ketujuh ini fokusnya terletak pada istilah apokaliptik tinggal seketika saja
yang dalam kitab Wahyu memiliki arti tersendiri. Tinggal seketika saja bukanlah masa
kronologis tetapi merujuk kepada jangka waktu keseluruhan. Kerajaan ketujuh adalah
“sebutan kolektif bagi semua pemerintahan anti-Kristen antara kejatuhan Romawi hingga
kerajaan terakhir Antu-Kristus yang akan menindas Gereja pada hari-hari menjelang Kristus
datang kembali. Dalam teks Yunani, frasa dan jika ia datang menyatakan bahwa Allah
memegang kendali penuh selama berdirinya kerajaan ketujuh. Hal ini sungguh merupakan
28
Kistemaker, 507-508
29
Kistemaker, 509
Ayat 12-14
“ Kedaulatan Anak Domba “
Menurut Barclay, bagian ini berbicara tentang sepuluh raja yang dilambangkan dalam makna
sepuluh tunduk. Mereka adalah penguasa dari Timur dan Persia yang akan dipimpin oleh si
Antikristus, Nero yang bangkit lagi, dan berusaha menyerang Roma. Atau, mungkin mereka
hanya melambangkan seluruh kekuasaan dunia yang pada akhirnya menyerang Roma dan
menghancurkannya.32 Lebih berhati-hati, Darmaputera menafsirkan sepuluh tanduk itu adalah
raja-raja yang datang dari timur.33
Bagi Kistemaker, sepuluh tanduk ini adalah sepuluh raja yang melayani si jahat.
Yohanes menulis bahwa sepuluh raja ini akan menerima kuasa bersama-sama binatang itu
selama satu jam, kuasa para raja ini untuk melawan Kristus sangatlah singkat. Istilah satu jam
jangan diartikan harafiah sebagai enam puluh menit, sebab waktu di sini bukanlah waktu
kronologis, tetapi sekedar menunjukkan masa yang singkat. Yohanes menambahkan bahwa
raja-raja itu memiliki satu pikiran dan satu tujuan. Mereka sepakat memberikan kuasa kepada
binatang itu untuk melawan Kristus dan kerajaanNya.34
Seolah-olah malaikat yang menjelaskan tidak dapat menutup penjelasan tentang
Pelacur Besar tanpa menjelaskan bahwa raja-raja itu akan dikalahkan oleh Anak Domba,
walaupun kemenangan tersebut baru dikisahkan dalam bagian selanjutnya yaitu pasal 19:14. 35
Bentuk future tense di sini tidak hanya bersifat nubuat, tetapi memastikan apa yang akan
terjadi. Penjelasan dari segala tuan dan dari segala raja menyatakan ide superlatif. Di sini,
sebutan ini diperuntukkan bagi Anak Domba. Raja di atas segala raja merujuk kepada
kedaulatan dan otoritas; Tuhan di atas segala tuan merujuk kepada kekuasaan dan kuasa.
Yohanes pun merujuk kepada orang-orang kudus yang adalah para pengikut Tuhan.36
Ayat 15-18
“ Maksud Allah “
30
Kistemaker, 510-512
31
Kistemaker, 512
32
Barclay, 221
33
Darmaputera, 363
34
Kistemaker, 514-515
35
Hagelberg, 243
36
Kistemaker, 516
Pada dasarnya dan pada akhirnya kemahakuasaan Allah berarti bahwa para penguasa dunia
tidak berdaya. Kadang-kadang ada pemikiran bahwa Allah melaksanakan rencana-Nya,
sementara mereka hanya harus mengerjakan apa yang Allah ingin mereka kerjakan. Dalam
suatu pengelihatan yang mencakup sepuluh raja dan binatang Yohanes berkata “Allah
menerangi hati mereka untuk melakukan kehendak-Nya. Allah itu benar-benar terlalu kuat
37
Hagelberg, 244
38
Kistemaker, 517
39
Wongso, 687
40
Kistemaker, 517
41
Kistemaker, 518
42
Darmaputera, 365
43
Kistemaker, 519
IX. RELEVANSI
Kita menyadari bahwa kita hidup di dunia yang penuh dengan keberagaman. Banyak
hal yang terjadi di sekitar kita yang terkadang berdampak buruk bagi kita. Sering kali kita
telah mencoba untuk mempertahankan iman kita, mencoba untuk hidup sesuai dengan
kehendak Tuhan, namun terkadang kuasa jahat yang mempengaruhi kita begitu hebat
melanda kita, sehingga jika kita tidak berpegang kuat pada apa yang kita imani maka mudah
saja kita terbawa arus kehidupan duniawi. Karena kita menyadari Iblis dengan kuasanya
begitu licik untuk menggunakan berbagai cara, berbagai media untuk membawa kita pada
dosa yang berujung pada penderitan. Namun dengan sadarnya kita akan betapa hebatnya Iblis
maka akan membawa kita pada kesadaran iman pula bahwa Allah yang kita imani memiliki
kuasa melebih apapun juga, Dia yang berdaulat atas dunia ini.
Dalam kehidupan berjemaat mungkin kita akan diperhadapkan dengan sekelompok
orang yang merencanakan sesuatu yang buruk terhadap kita. Kita telah membayangkan apa
yang akan terjadi, karena kita tau mereka punya kuasa untuk menekan dan menindas kita,
namun kita hendaknya percaya bahwa Allah dapat memakai apa saja dan siapa saja untuk
menyatakan kehendaknya bagi kita. Persekongkolan yang bertujuankan kejahatan akan
dihancurkan Allah. Sekuat dan sehebat apapun kuasa dunia tidak akan menandingi kuasa
Allah.
Demikian di fakultas Teologi, mungkin kita akan diperhadapkan dengan ‘pelacur yang duduk
di atas binatang’ yang mewujud dalam berbagai bentuk persoalan yang kita hadapi dalam
44
Leon Morris, Teologi Perjanjian Baru, (Malang: Gandum Mas, 2006), 411
X. DAFTAR PUSTAKA
Barclay, William. Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Kitab Wahyu kepada Yohanes pasal 6-
22. Jakarta. Gunung Mulia. 2007
Darmaputera, Eka. Mengungkap Janji Tuhan: Pemahaman Kitab Wahyu tentang Iman dan
Pengharapan di Tengah Penganiayaan dan Penderitaan. Jakarta. Gunung Mulia. 2012
Hagelberg, Dave. Tafsiran Kitab Wahyu dari Bahasa Yunani. Yogyakarta. ANDI. 2013
Hakh, Samuel Benyamin. Perjanjian Baru: Sejarah, Pengantar dan Pokok-pokok
Teologisnya. Bandung. Bina Media Informasi. 2010
Literatur
Sutanto, Hasan. Perjanjian Baru Interlinear Yunani-Indonesia Jilid I. Jakarta: LAI. 2014
____________. Perjanjian Baru Interlinear Yunani-Indonesia Jilid II. Jakarta: LAI. 2014