Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 16

LABEL HALAL DAN HUKUM ASAL BAHAN PANGAN

Oleh: Arif Al Wasim


Dosen Program Studi Ilmu Qur’an dan Tafsir
Fakultas Syari’ah dan Hukum UNSIQ
Email: masasim_088@yahoo.com

Abstract
The consumption of halal is one of the important suggestions of the Sharia for
Muslims. Nowadays, public awareness of the importance of halal consumption is
increasing. The guarantee of foodstuffs in Indonesia is halal certificates and labels
as regulated in Undang-Undang No. 33 tahun 2014 on Guarantee of Halal
Products. Not all of food products circulating and distributed in Indonesia has halal
certificates and labels. This study was conducted to assess the assurance of halal
food that does not have halal certificates and labels, and how to consume it in
dealing with the law of sharia. The study was conducted with approach of
Jurisprudential Rules (Qawâ’id Fiqhiyyah), focusing the discussion of the status
of "legal origin" and it’s continuity of the validity on the foodstuffs, and to what
extent the effectiveness of the halal certificates and labels toward the guarantee of
halal food. Conclusions from the study shows that the “legal origin” of food is
halal and it is still valid as long as no valid and explicit information nor indications
that is prohibited. In case of consuming foods that are halal in origin, but it is
unknown the halal assurance, no need to complicate by questioning the validity and
legality of its halal status. By affirming the confidence and steadiness and
accompanied by reading Basmalah is enough to be a halal guarantee of food
consumed.

Keywords: Foodstuffs, Halal, Legal Origin

A. Pendahuluan kewajiban, terlebih jika motifasi dan


Pangan merupakan salah satu tujuan konsumsi bahan pangan untuk
kebutuhan primer manusia, disamping memunculkan energi guna melakukan
sandang dan papan. Dalam ritual-ritual ibadah syari’at (Wahbah
kesehariannya, manusia tidak dapat lepas Zuhaili, 1985: 3/505)
dari aktifitas konsumsi, terlebih konsumsi Konsumsi halal merupakan salah
bahan pangan. Konsumsi bahan pangan satu anjuran syari’at bagi umat Islam.
merupakan konsekuensi logis dari Dalam Al-Qur’an, kata halal terulang
eksistensi manusia sebagai mahluk hidup. sebanyak enam kali, dua di antaranya
Syari’at memandang bahwa konsumsi adalah kecaman atas orang-oang yang
bahan pangan dalam batas minimumnya mencampur-adukkan yang halal dengan
untuk menjaga eksistensi dan yang haram. Empat kata halal yang lain
melestarikan kehidupan merupakan suatu mempunyai ciri yang sama, yaitu dalam
Vol. II No. 02, November 2016

konteks perintah makan (konsumsi), dan Produsen dan distributor produk-produk


berbarengan dengan kata Thayyib. Kata konsumsi semakin berlomba-lomba
makan dalam Al-Qur’an sering diartikan dalam menyediakan produk-produk
“melakukan aktivitas apapun”. Hal ini yang terjamin kehalalannya, bukan
agaknya disebabkan bahwa makan hanya bahan pangan, produk-produk
merupakan sumber utama asupan energi fashion dan jasa bersertifikat dan
untuk menghasilkan aktivitas (Quraish berlabel halal pun semakin banyak
Shihab, 2002: 320). meramaikan pasar barang dan jasa di
Seiring perkembangan zaman Indonesia.
kesadaran masyarakat akan pentingnya Membanjirnya produk-produk
konsumsi halal semakin meningkat. Hal berlabel halal di masyarakat merupakan
tersebut tidak lepas dari peranan berbagai hal positif yang patut disyukuri.
pihak dalam mengembangkan dan Sayangnya, sertifikat dan label halal
meningkatkan awareness terhadap hanya menjangkau produk-produk dari
konsumsi halal. Kampanye terhadap industri besar, sementara industri kecil
konsumsi halal dapat dijumpai di dan rumah tangga masih banyak yang
berbagai media, baik media cetak belum memiliki sertifikat dan label halal,
maupun media elektronik. Hal ini sejalan terlebih produk-produk rumah tangga
dengan kebijakan pemerintah untuk yang beredar di pasar-pasar tradisional.
melindungi konsumen di Indonesia. Hal ini kemudian menimbulkan
Peraturan hukum terhadap konsumsi pertanyaan bagaimanakah jaminan
halal telah tertuang dalam Undang- kehalalan bahan pangan yang tidak
Undang Nomor 33 tahun 2014 tentang memiliki sertifikat dan label halal? Dan
Jaminan Produk Halal. bagaimana hukum mengkonsumsinya?
Dewasa ini konsumsi bahan pangan Tulisan ini akan mengangkat pertanyaan
halal tidak hanya menjadi kesadaran tersebut, dan mengkaji kehalalan bahan
konsumen, produsenpun berlomba- pangan dengan pendekatan qa’idah
lomba menawarkan beragam jenis fiqhiyah. Pembahasan difokuskan pada
produk halal kepada konsumen. Dari status “hukum asal” dan kontinuitas
sudut pandang ekonomi dan bisnis, keberlakuannya terhadap bahan pangan,
kesadaran masyarakat terhadap dan sejauh mana efektifitas label halal
konsumsi halal di Indonesia membuka terhadap jaminan kehalalan bahan
ruang tersendiri bagi perkembangan dan pangan.
pertumbuhan pasar dan peluang usaha.

326 Label Halal


Vol. II No. 02, November 2016

B. Hasil Temuan dan Pembahasan empiris dijadikan hukum terapan oleh

1. Dinamika Fiqih dan Qawa’id umat muslim di berbagai tempat. Hukum


Fiqhiyyah Islam mencakup berbagai dimensi, mulai
Syari'at dapat diartikan sebagai dari yang abstrak sampai kepada yang
Canon Law of Islam, keseluruhan kongkret, antara lain dimensi syari'ah,
perintah Allah. Perintah tersebut dimensi fiqih, dimensi qanun, dan
dinamakan hukum (jamak: aḣkâm), dimensi amal. Dimensi syari'ah bersifat
sedangkan fiqih, atau hukum Islam abstrak, dalam wujud segala perintah dan
adalah pengetahuan tentang hak-hak dan larangan Allah dan Rasul-Nya.
kewajiban seseorang, sebagaimana Sedangkan dimensi amal bersifat
diketahui dalam Al-Qur'an dan as- kongkret (terukur dan teramati dalan
Sunnah, atau yang disimpulkan dari wujud perilaku aktual di kalangan umat
keduanya, atau tentang apa yang telah Islam sebagai upaya untuk melaksanakan
disepakati oleh para ulama dan perintah Allah dan Rasul-Nya, baik
intelektual muslim (Cik Hasan Basri, individual maupun kolektif (Cik Hasan
2003: 3). Hukum Islam memiliki fungsi Basri, 2003: 4).
ganda, yaitu fungsi syari'ah dan fungsi Hukum-hukum syari'at yang tertuang
fiqih. Syari'ah merupakan fungsi dalam Al-Qur'an dan Sunnah Rasul
kelembagaan yang diperintahkan Allah dinyatakan dengan penunjukan yang pasti
untuk dipatuhi sepenuhnya, atau intisari (qaṭ'i) dan dugaan (ẓanni). Selain nash-
dari petunjuk Allah untuk perseorangan nash di dalam hukum-hukum syari'at,
dalam mengatur hubungannya dengan tersirat pula petunjuk-petunjuk yang
Allah, sesama muslim, sesama manusia, dapat dipahami dengan istiqra`
dan semua makhluk Allah yang ada di (pengkajian mendalam dan menyeluruh)
dunia ini. Fiqih merupakan usaha yang dijalin menjadi qaidah-qaidah
manusia yang dengan daya hukum dalam pembinaan hukum Islam
intelektualnya mencoba menafsirkan (Rachmat Djantnika dalam Amrullah
penerapan prinsip-prinsip syari'ah secara Ahmad (ed), 1996: 108).
sistematis (Hammudah Abd al-'Ati, Qaidah Fiqhiyah adalah kaidah
1984: 16). hukum yang bersifat umum yang meliputi
Fiqih diidentikkan sebagai salah satu seluruh cabang masalah-masalah fiqih
dimensi hukum Islam, yakni produk yang menjadi pedoman untuk
penalaran fuqaha yang dideduksi dari Al- menetapkan hukum setiap peristiwa fiqih
Qur'an dan as-Sunnah, yang secara atau kasus hukum, baik yang ditunjuk

Label Halal 327


Vol. II No. 02, November 2016

oleh nash yang sharih, maupun yang tidak sehingga mampu berperan dengan baik
ditemukan nashnya sama sekali. Qaidah- sebagai hamba Tuhan maupun sebagai
qaidah fiqhiyah berisikan prinsip-prinsip khalifah-Nya di bumi. Kata rijs
umum yang bisa menampung berbagai mengandung arti “keburukan budi pekerti
ketentuan yang sifatnya terinci. Artinya, dan kebobrokan moral”. Sehingga
suatu kaidah umum (kulli) bisa mencakup apabila Al-Qur’an menyebut makanan
sekian banyak kaidah-kaidah tertentu tertentu dan menilainya dengan rijs maka
(juz`i) yang lebih terinci. Kaidah-kaidah makanan tersebut dapat menimbulkan
itu dibangun berdasarkan prinsip-prinsip efek negatif terhadap budi pekerti dan
umum yang terdapat dalam sejumlah moral yang mengkonsumsinya.
nash, baik ayat-ayat Al-Qur`an maupun Bertolak dari Q.S. Al-Baqarah 29;
hadis Nabi. dan Q.S. Al-Jatsiyah 13; para ulama
berkesimpulan bahwa pada prinsipnya
2. Bahan Pangan Halal segala sesuatu yang ada di alam raya ini
Kehalalan merupakan jaminan adalah halal untuk digunakan, sehingga
ketenteraman batin seorang muslim makanan yang terdapat di dalamnya juga
dalam konsumsi bahan pangan. halal. Karena itu dengan tegas Al-Qur’an
Kehalalan dapat dipandang sebagai mengecam orang-orang yang
sebagai jaminan keamanan ruhani bagi mengharamkan rizqi yang telah Allah
konsumsi bahan pangan, sehingga untuk hamparkan untuk manusia. Pengharaman
kebutuhan fisik jasmani tetap harus segala sesuatu harus bersumber dari
memperhatikan keamanan dan kesehatan Allah, baik melalui Al-Qur’an maupun
(hygiene) bahan pangan yang Rasul. Pengharaman timbul dari kondisi
dikonsumsi. Keamanan merupakan manusia. Mengingat ada di antara
jaminan bahwa bahan pangan yang makanan yang dapat memberi dampak
dikonsumsi terbebas dari bahan-bahan negatif terhadap jasmani manusia
beracun, bibit penyakit, atau bahan-bahan (Quraish Shihab, 2002: 184-186).
lain yang membahayakan tubuh. Ketentuan hukum syari’at adalah hak
Kesehatan pangan merupakan kecukupan prerogatif Allah SWT. Demikain juga
nutrisi yang dibutuhkan tubuh dalam dalam ketetapan hukum makanan,
bahan pangan. Dengan memperhatikan minuman, atau barang-barang konsumsi
kehalalan dan keamanan pangan tentu yang lain. Namun sebagai bentuk
seorang muslim akan menjadi individu apresiasi terhadap eksistensi akal dan
yang sehat ruhani dan jasmaninya, rasionalitas, Allah SWT menetapkan

328 Label Halal


Vol. II No. 02, November 2016

hukum-hukum syari’at berdasarkan menghilangkan nyawa, atau merusak


alasan-alasan yang rasional (ma’qûl). kesehatan.
Makanan yang halal adalah makanan Jenis-jenis binatang yang dagingnya
yang baik dan bermanfaat, sebaliknya boleh dimakan terdiri atas dua kelompok,
makanan yang haram adalah makanan yaitu : (1) Binatang yang boleh dimakan
yang buruk dan berbahaya. Demikain tanpa melalui proses penyembelihan, yaitu
juga jika di dalam bahan makanan belalang dan semua jenis ikan; dan (2)
terdapat manfaat dan bahaya, maka perlu Binatang yang hanya boleh dimakan
dikaji proporsi atau perbandingan melalui proses penyembelihan, seperti
manfaat dan bahayanya, jika manfaatnya binatang ternak pada umumnya, selain
lebih besar maka hukumnya halal, jika babi. Binatang-binatang laut berstatus
bahayanya lebih besar maka hukumnya hukum halal dan boleh dikonsumsi,
haram. (Yusuf Qardhawi, 1980: 28). sedangkan binatang darat memiliki status
Al-Ghazali (Tt: 2/92) menjelaskan hukum berbeda-beda. Dari semua jenis
bahwa secara umum sumber bahan binatang darat, Al-Qur’an menyebutkan
makanan dan minuman dapat secara gamblang 4 (empat) bahan-bahan
dikelompokkan menjadi 3 (tiga) hewani yang diharamkan untuk
golongan, yaitu (1) sumber bahan pangan dikonsumsi, yaitu bangkai, darah, daging
yang dihasilkan dari bumi secara babi, dan binatang yang disembelih bukan
langsung, dalam hal ini air yang memang karena Allah SWT. Dengan demikian,
keluar dari tanah; (2) sumber bahan semua deferensiasi produk olahan pangan
pangan nabati, yang berasal dari yang berasal dari keempat bahan-bahan
tetumbuhan; dan (3) sumber bahan hewani tersebut adalah haram.
pangan hewani, yang berasal dari hewan Quraish Shihab (2002: 185-188)
yang berupa susu, telur, dan/atau olahan menyatakan bahwa pengharaman
daging dan produk sampingannya. terhadap beberapa jenis hewan darat
Semua jenis bahan pangan yang merupakan perbedaan pendapat para
bersumber dari bumi secara langsung ulama. Bahkan pengharaman ini bukan
jelas kehalalannya. Bahan pangan dari dari Al-Qur’an, tetapi berdasarkan
tetumbuhan tidak diharamkan kecuali riwayat yang dinisbatkan kepada
jenis-jenis tetumbuhan yang Rasulullah SAW. Keharaman binatang-
membahayakan, dalam hal ini yang binatang darat didasarkan pada beberapa
dapat menghilangkan kesadaran, hal, yaitu:

Label Halal 329


Vol. II No. 02, November 2016

1) Adanya nash yang secara ṣarîh Dalam hadits tersebut terdapat dua
melarang konsumsi daging binatang masalah: (1) Haramnya keledai jinak,
tersebut. Binatang yang termasuk dimana hal ini merupakan pendapat
dalam kategori ini adalah babi dan jumhur ulama dari kalangan sahabat,
anjing. Pengaharaman daging babi tabi’in dan ulama berdasarkan hadits
disebutkan dalam al-Qur’an (Q.S. Al- tersebut. Adapaun keledai liar, maka
Maidah: 3). Sedangkan pengharaman hukumnya halal, sesuai dengan
anjing bedasarkan ayat (Q.S. Al-A’raf: kesepakatan para ulama fiqih; dan (2)
157) dan hadits Riwayat Muslim dari Halalnya daging kuda.
Rafi’ ibn Khudaij. 5) Al-jallâlah, yaitu setiap hewan baik
2) Binatang buas bertaring atau berkuku hewan berkaki empat maupun berkaki
tajam yang digunakan untuk melawan dua yang makanan pokoknya adalah
manusia seperti serigala, singa, macan kotoran-kotoran seperti kotoran
tutul, harimau, beruang, kera dan manuasia, hewan dan sejenisnya.
sejenisnya. Hal ini berdasarkan hadits (Muhammad Rawwas Qal’aji &
riwayat Muslim Dari Abu Hurairah Hamid Shadiq Qunaibi, 1988: 165).
dari Nabi saw bersabda: “Setiap Sebab diharamkannya jallâlah adalah
binatang buas yang bertaring adalah perubahan bau dan rasa daging dan
haram dimakan” (HR. Muslim no. susunya. Apabila pengaruh kotoran
1933) pada daging hewan yang membuat
3) Burung yang berkuku tajam. Hal ini keharamannya itu hilang, maka tidak
berdasarkan kepada keumuman lagi haram hukumnya, bahkan
redaksi hadits : Dari Ibnu Abbas hukumnya halal. Hal ini berdasarkan
berkata: “Rasulullah melarang dari hadits : “Dari Amr bin Syu’aib dari
setiap hewan buas yang bertaring dan ayahnya dari kakeknya berkata:
berkuku tajam” (HR Muslim no. Rasulullah melarang dari keledai jinak
1934) dan jallâlah, menaiki dan memakan
4) Khimâr ahliyyah (keledai jinak). Hal dagingnya” (HR Ahmad (2/219) dan
ini berdasarkan hadits: “Dari Jabir dihasankan Al-Hafidz Ibnu Hajar
berkata: “Rasulullah melarang pada dalam Fathul Bari 9/648).
perang khaibar dari (makan) daging Menghukumi suatu hewan yang
khimar dan memperbolehkan daging memakan kotoran sebagai jallâlah
kuda”. (HR Bukhori no. 4219 dan perlu diteliti. Apabila hewan tersebut
Muslim no. 1941). memakan kotoran hanya bersifat

330 Label Halal


Vol. II No. 02, November 2016

kadang-kadang, maka ini tidak tersebut halal dagingnya tentu


termasuk kategori jallâlah dan tidak dialarang membunuhnya dalam
haram dimakan, seperti ayam dan keadaan ihram.
sejenisnya. (Al-Baghawi 3891, 8) Hewan yang dilarang untuk dibunuh.
11/254) Berdasarkan hadits “Dari Ibnu Abbas
6) Aḍ-ḍab (hewan sejenis biawak) bagi berkata: Rasulullah melarang
yang merasa jijik terhadapnya. membunuh 4 hewan : semut, tawon,
Berdasarkan hadits: “Dari Abdur burung hud-hud dan burung surad. ”
Rahman bin Syibl berkata: Rasulullah (HR Ahmad (1/332,347). Setiap
melarang dari makan ḍab (hasan. HR hewan yang dilarang dibunuh berarti
Abu Daud (3796). Adapun jika tidak tidak boleh dimakan, karena
measa jijik maka boleh memakannya. seandainya boleh dimakan, tentu tidak
Hadits Abdullah bin Umar secara akan dilarang membunuhnya.
marfu’ (sampai pada nabi) “Dhab, Untuk mendapatkan produk pangan
saya tidak memakannya dan saya juga halal yang berasal dari daging,
tidak mengharamkannya.” (HR disyaratkan agar daging yang menjadi
Bukhari no.5536 dan Muslim no. bahan baku produk olahan harus benar-
1943). benar daging yang halal. Kehalalan
7) Hewan yang diperintahkan untuk daging dapat diperoleh dengan
membunuhnya. Berdasarkan hadits melakukan prosedur pemotongan hewan
“Dari Aisyah berkata: Rasulullah yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan
bersabda: Lima hewan fasik yang syari’at. Dalam melaksanakan
hendaknya dibunuh, baik di tanah penyembelihan Yusuf Qardhawi (1980:
halal maupun haram yaitu ular, tikus, 55-57) menjelaskan bahwa
anjing hitam. ” (HR. Muslim no. 1198 penyembelihan menurut syari’at harus
dan Bukhari no. 1829 dengan lafadz memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
kalajengking’ sebagai ganti dari lafadz 1) Binatang tersebut harus disembelih
“ular”). Setiap binatang yang atau ditusuk (naḣr) dengan suatu alat
diperintahkan oleh Rasulullah supaya yang tajam yang dapat mengalirkan
dibunuh maka tidak berlaku hukum darah dan mencabut nyawa binatang
sembelihan, karena Rasulullah tersebut, baik berupa senjata tajam,
melarang membunuhnya baik dalam batu, ataupun kayu.
keadaan ihram ataupun tidak. 2) Penyembelihan atau penusukan (naḣr)
Seandainya binatang-binatang itu harus dilakukan di leher binatang

Label Halal 331


Vol. II No. 02, November 2016

tersebut, kematian binatang tersebut 4) Harus disebutnya nama Allah


benar-benar disebabkan oleh (membaca basmalah) ketika
terputusnya urat nadi dan/atau menyembelih. Ini menurut zahir nash
kerongkongannya. Penyembelihan al-Quran yang menyatakan:
yang paling sempurna adalah "Makanlah dari apa-apa yang disebut
asma' Allah atasnya, jika kamu benar-
penyembelihan yang meutuskan
benar beriman kepada ayat-ayatNya."
kerongkongan, tenggorokan dan urat (al-An'am: 118)
nadi. Persyaratan ini dapat gugur "Dan janganlah kamu makan dari
apabila penyembelihan itu ternyata apa-apa yang tidak disebut asma'
Allah atasnya, karena sesungguhnya
tidak dapat dilakukan pada tempatnya dia itu suatu kedurhakaan." (al-
An'am: 121)
yang biasa, misalnya karena binatang
tersebut jatuh dalam sumur, sedang Sebagaian ulama ada yang

kepalanya berada di bawah dan tidak berpendapat, bahwa penyebutan asma'

memungkinkan untuk melaksanakan Allah (membaca basmalah)

penyembelihan pada lehernya; atau merupakan suatu keharusan, akan

karena binatang tersebut berontak dan tetapi tidak harus dilakukan ketika

menyerang. Jika hal ini terjadi, boleh proses penyembelihan itu, penyebutan

diperlakukan seperti binatang buruan, asma' Allah dapat juga dilakukan

yang cukup dilukai dengan alat yang ketika hendak mengkonsumsinya.

tajam di bagian manapun yang


mungkin. 3. Sistem jaminan halal

3) Tidak disebut selain asma' Allah; ini Penjaminan bahan pangan yang

merupakan konsensus semua ulama. berlaku di Indonesia adalah sertifikat

Hal ini disebabkan karena kebiasaan dan label halal pada produk-produk

orang-orang jahiliah melakukan bahan pangan. Undang-Undang Nomor

pemujaan kepada Tuhan dan 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk

berhalanya dengan cara menyembelih Halal telah mengatur mekanisme untuk

binatang, yang ada kalanya mereka menjamin penyediaan bahan,

sebut berhala-berhala itu ketika penyimpanan, pengemasan,

menyembelih, dan ada kalanya pendistribusian, penjualan, dan

penyembelihannya itu diperuntukkan penyajian Produk Halal. Undang-

kepada sesuatu berhala tertentu. Untuk Undang tersebut diantaranya

itulah maka al-Quran melarang hal dilatarbelakangi oleh masih banyaknya

tersebut. produk bahan pangan yang beredar di

332 Label Halal


Vol. II No. 02, November 2016

masyarakat yang belum terjamin benar-benar terjamin kehalalannya.


kehalalannya. Jaminan produk halal Adapun bahan pangan yang tidak
dapat diketahui oleh masyarakat dalam bersertifikat dan berlabel halal, memiliki
bentuk sertifikat halal dan label halal 2 (dua) kemungkinan, yaitu (1) bahan
yang terdapat pada kemasan produk. pangan yang tidak didaftarkan oleh
Untuk mendapatkan sertifikat halal dari produsennya untuk mendapatkan
Lembaga Penyelenggara Jaminan sertifikat dan label halal; atau (2) bahan
Produk Halal, Pelaku Usaha dapat pangan yang tidak lulus dalam uji halal.
mengajukan permohonan sertifikat halal, Khusus untuk bahan pangan yang dalam
selanjutnya akan dilakukan pengujian proses produksi atau ingredients-nya
terhadap produk yang didaftarkan. Jika mengandung bahan-bahan yang haram,
produk yang didaftarkan lulus Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014
uji kehalalan, maka Lembaga mengharuskan pencantuman informasi
Penyelenggara Jaminan Produk Halal mengenai kandungan ingredients atau
akan menerbitkan sertifikat halal, proses produksi yang haram, sehingga
sebaliknya jika produk yang tidak konsumen muslim dapat menghindari
didaftarkan tidak lulus uji halal, maka konsumsi bahan pangan tersebut.
berkas permohonan sertifikat halal akan
dikembalikan kepada pemohon dengan 4. Hukum Asal Bahan Pangan
disertai alasan. Ketika menjumpai bahan pangan
Dengan adanya sertifikat halal dan yang tidak bersertifikat dan berlabel
label halal pada kemasan produk, dapat halal (dalam hal ini produk industri
diperoleh jaminan dan kepastian hukum rumahan yang tidak didaftarakan
bahwa produk yang dimaksud adalah sertifikat dan label halal, atau jajanan
halal. Namun demikian tidak serta merta tradisional) kita dihadapkan kepada
dapat diasumsikan bahwa produk yang kemungkinan-kemungkinan hukum
tidak memiliki sertifikat halal dan label yang dikandung oleh bahan pangan
halal pada kemasannya adalah produk tersebut. Keterbatasan informasi
yang haram dikonsumsi. Implikasi logis mengenai ingredients bahan pangan
yang muncul dari penerapan peraturan produk industri rumah tangga, atau
perundang-undangan tersebut adalah jajanan tradisional tersebut sering kali
bahwa bahan pangan yang telah mengaburkan status kehalalannya.
mendapatkan sertifikat dan label halal Dalam kajian fiqih mubâḣ
merupakan bahan pangan yang sudah didefinisikan sebagai sesuatu yang boleh

Label Halal 333


Vol. II No. 02, November 2016

dilakukan atau dijauhi oleh mukallaf. sesuatu adalah haram (as-Suyuti, 1990:
Sesuatu yang memiliki hukum mubah 60). Namun demikian pendapat Imam
tidak memiliki konsekuensi dosa atau Abu Hanifah tersebut tidak populer,
pahala jika dilakukan atau ditinggalkan. ulama-ulama Hanafiyah lebih cenderung
Ketetapan hukum mubah dapat berasal kepada pendapat bahwa hukum asal
dari hukum asalnya, atau indikasi dalam segala sesuatu adalah boleh (Ali Burnu,
nash yang menggunakan redaksi 1996: 194).
“boleh”, “tidak ada dosa” (Wahbah Landasan argumen yang
Zuhaili, 1986: 88). dikemukakan oleh para ulama mengenai
Istishab adalah kontinuitas hukum asal sesuatu adalah boleh, adalah
pemberlakuan hukum asal terhadap sebagai berikut (Ali Burnu, 1996: 190-
sesuatu sampai ada dalil-dalil yang 193):
merubah status hukumnya. Jika tidak ada 1) QS. Al-Baqarah [2] : 29
nash atau indikasi hukum yang merubah
‫ﯬ ﯭ ﯮﯯﯰﯱ ﯲ ﯳ‬
status hukum sesuatu maka hukum yang
“Dan Dialah Allah yang telah
berlaku adalah tetap pada hukum
menciptakan segala sesuatu di muka
asalnya, dalam hal ini jika hukum bumi untukmu sekalian”
asalnya boleh maka kebolehan itulah Partikel iḍâfah yang terdapat dalam
status hukum yang berlaku. Namun jika ayat tersebut adalah lam (dalam lafadz
terdapat nash yang mengindikasikan lankum) yang mengandung faidah makna
haram, maka dengan sendirinya status kepemilikan atau kemanfaatan. Konteks
hukum asal terhapus oleh nash tersebut. yang dikandung ayat tersebut adalah
Sebagai contoh adalah keharaman kasih sayang Allah SWT. kepada umat
daging babi yang disebutka secara jelas manusia, sehingga konsekuensi yang
di dalam Al-Qur`an. Dengan adanya ditimbulkan adalah kebolehan
nash keharaman “lahm al-khinzîr” maka memanfaatkan segala sesuatu yang
status hukum asal terhadap daging babi diciptakan oleh Allah SWT.
tidak dapat diterapkan. 2) QS. Al-A’raf [7] : 32
Dalam hal hukum asal sesuatu,
‫ﭣﭤﭥﭦﭧ ﭨﭩﭪ ﭫ‬
ulama-ulama pemuka mazhab berbeda
pendapat. Imam Syafi’i berpendapat ‫ﭬ ﭭﭮ‬
bahwa hukum asal sesuatu adalah boleh, "Katakanlah:Siapakah yang berani
mengharamkan perhiasan Allah yang
sementara Imam Abu Hanifah telah dikeluarkan untuk hambaNya
berpendapat bahwa hukum asal segala dan rezeki-rezeki yang baik itu?"

334 Label Halal


Vol. II No. 02, November 2016

3) Q.S. Al-An’am [6]: 145 itu adalah haram; sedang apa yang Ia
diamkannya, maka dia itu dibolehkan
‫ﮙﮚ ﮛ ﮜ ﮝ ﮞﮟ ﮠ ﮡ ﮢ‬ (ma'fu). Oleh karena itu terimalah
dari Allah kemaafannya itu, sebab
‫ﮣ ﮤ ﮥ ﮦ ﮧﮨﮩﮪ ﮫ‬ sesungguhnya Allah tidak bakal lupa
sedikitpun."
‫ﮬ ﮭ ﮮﮯ ﮰ ﮱ ﯓ ﯔ ﯕ‬
6) Hadits riwayat Daraquthni, yang
‫ﯖﯗ ﯘ ﯙ ﯚ ﯛ ﯜ ﯝ ﯞ ﯟ ﯠ‬ dihasankan oleh an-Nawawi.
ْ ْ
‫ﯡ‬ ‫ن أ َّشياء ف َّ ََّل‬ ‫ و َّنى َّع‬،‫ض ِي ُع ْو َّها‬ َّ ُُ ‫ض ف َّ ََّل‬
َّ ‫الّل ف َّ َّر‬ ‫إن‬
َّ َّ َّ َّ َّ َّ ِ
‫ت‬ ْ ْ ً ْ ‫ وحد‬،‫ُنتك ْوها‬
ْ
َّ ‫ك‬ َّ ‫ َّو َّس‬،‫ح ُدودا ف َّ ََّل َُّ ع َّت ُدو َّها‬ ُ َّ َّ َّ َّ ُ ِ َّ َّ
"Katakanlah! Aku tidak menemukan

ْ ْ ‫نغ‬ ْ ْ
tentang sesuatu yang telah
ْ ْ ْ ْ
‫نا‬َّ ‫ان ف َّ ََّل َُّب َّحث ُوا َّع‬
ٍ ‫ي ن ِس َّي‬ِ َّ ‫اء ِم‬
diwahyukan kepadaku soal makanan ‫ن أ َّشي‬ ‫َّع‬
yang diharamkan untuk dimakan, َّ َّ
melainkan bangkai, atau darah yang "Sesungguhnya Allah telah
mengalir, atau daging babi; karena mewajibkan beberapa kewajiban,
sesungguhnya dia itu kotor (rijs), maka jangan kamu sia-siakan dia; dan
atau binatang yang disembelih bukan Allah telah memberikan beberapa
karena Allah. Maka barangsiapa batas, maka jangan kamu langgar dia;
yang dalam keadaan terpaksa dengan dan Allah telah mengharamkan
tidak sengaja dan tidak melewati sesuatu, maka jangan kamu
batas, maka sesungguhnya Tuhanmu pertengkarkan dia; dan Allah telah
Maha Pengampun dan Maha Belas- mendiamkan beberapa hal sebagai
kasih." tanda kasihnya kepada kamu, Dia
tidak lupa, maka jangan kamu
4) Hadits riwayat Bukhari dan Muslim. perbincangkan dia."
‫َش ٍء َّل ْم‬
ْ ‫ن‬ ْ ‫ن سأ ل ع‬ْ ‫إن أ ْعظم الْم ْسلمني ج ْر ًما م‬
َّ
َّ َّ َّ َّ َّ ُ َّ ِ ِ ُ َّ َّ َّ َّ ِ 7) Hadits riwayat Tarmizi dan lbnu
ْ ‫نأ‬
‫ج ِل م ْسأ َّ َّل ِت ِه‬ ْ
َّ ‫ح ِر َّم ِم‬
ْ
َّ ُ َّ ‫ ف‬،‫ُي َّح َّرم‬
Majah

“Sesungguhnya kecelakaan terbesar ْ ‫أن رس ْو ل الّل ص َّل الّل عليْه وسلم سئل ع‬
‫ن‬ َّ َّ ِ ُ َّ َّ َّ َّ ِ َّ َّ ُ َّ ِ َّ ُ َّ َّ َّ
ْ ْ ْ
kaum muslimin adalah ketika
‫ ( َّا ل َّح ََّل ُل ما أ َّح َّل‬:‫ال‬
َّ َّ ‫ق‬ َّ ‫ف‬ ،‫ء‬ِ ‫ا‬ ‫ر‬ ‫ف‬ ‫ال‬ ‫و‬ ‫ن‬
ِ ‫م‬ ‫الس‬ ‫و‬ ‫جنب‬ ‫ال‬
َّ َّ َّ َّ َّ َّ َّ َّ
seseorang mempertanyakan sesuatu
ْ
yang tidak diharamkan, kemudian
‫وما‬.‫اب ِه‬ ‫ِت‬ ِ ‫ف‬ ‫الّل‬ ‫م‬ ‫ر‬ ‫ح‬ ‫ا‬ ‫م‬ ‫ام‬ ‫ر‬ ‫ح‬ ‫ وال‬،‫الّل ف ِتابه‬
َّ َّ ِ َّ ِ ُ َّ َّ َّ َّ ُ َّ َّ َّ ِ ِ َّ ِ ِ ُ
menjadi diharamkan karena
ْ ْ
pertanyaannya itu”.
‫ت َّعن ُه ف َّ ُهو ِم َّما َّع َّفا َّعن ُه‬
5) Hadits riwayat Abu Daud, Al-Bazzar, َّ َّ ‫ك‬
َّ ‫َّس‬

dan Thabrani. "Rasulullah s.aw. pernah ditanya


tentang hukumnya keju, samin, dan
ٌ
‫الّل ف َّ ُهو ح ََّل ل وما حرم ف َّ ُهو حرامٌ وما‬ ‫ما أَّح َّل‬
َّ َّ ُ َّ
keledai hutan, maka jawab beliau:
َّ َّ َّ َّ َّ َّ َّ َّ َّ َّ َّ َّ “Apa yang disebut halal ialah:
ْ ْ ٌْ ْ
‫ن‬
َّ ‫الّل َّعافِ َّي َّت ُه ف َّ ِإ‬
ِ َّ ‫ فَّاق َّبلُوا ِمن‬،‫ت َّعن ُه ف َّ ُه َّو َّعفو‬ َّ ‫ك‬َّ ‫َّس‬
sesuatu yang Allah halalkan dalam

ْ ْ
kitabNya; dan yang disebut haram
‫ن ِلينسى َّشيْ ًئا‬ ‫الّل ل ْم يك‬ َّ
َّ َّ ُ َّ َّ َّ
ialah: sesuatu yang Allah haramkan
dalam kitabNya; sedang apa yang Ia
"Apa saja yang Allah halalkan dalam diamkan, maka itu merupakan salah
kitabNya, maka dia adalah halal, dan satu yang Allah maafkan untuk
apa saja yang Ia haramkan, maka dia kamu."

Label Halal 335


Vol. II No. 02, November 2016

Qaidah keberlakuan hukum asal binatang penghasil daging tersebut


boleh tersebut mengikat segala sesuatu, disembelih dengan penyembelihan yang
termasuk di dalamnya adalah bahan syar’i. Penyembelihan atau pemotongan
pangan baik bahan pangan nabati adalah alur proses untuk memproduksi
maupun bahan pangan hewani. daging yang aman dan halal. Daging yang
Demikian juga keberlakuan hukum asal aman berarti aman untuk dikonsumsi dan
tersebut berlaku tetap selama tidak ada tidak mengandung bahan berbahaya,
dalil atau indikasi-indikasi yang sedangkan halal berarti kejelasan dan
merubah status hukumnya. Dalil-dalil kepastian hukum bahwa daging tersebut
yang merubah status hukum tersebut benar-benar halal baik zat/substansinya
adalah dalil-dalil nash. Disamping itu, ataupun cara penyembelihannya. Dengan
status hukum dapat berubah menjadi demikian hukum asal yang berlaku
terlarang jika terdapat indikasi adanya terhadap produk-produk pangan yang
bahaya, dalam hal ini berubahnya hukum berasal dari olahan daging adalah haram,
tidak disebabkan oleh indikasi bahaya selama tidak ada jaminan bahwa daging
tersebut secara langsung, tetapi sebagai bahan baku produk diperoleh
bergesernya hukum asal yang diterapkan dengan metode dan sistem yang halal,
dimana hukum asal sesuatu yang namun jika ada jaminan kehalalan maka
berbahaya adalah terlarang. status hukumnya berubah menjadi halal.
Pemberlakuan qaidah hukum asal Dalam hal Bacaan basmalah dalam
terhadap bahan pangan, khususnya bahan penyembelihan terdapat perbedaan
pangan hewani juga dibatasi oleh qaidah pendapat mengenai hukumnya. Ibnu
yang lain yang menyatakan : Rusyd (2001: 2/211) menjelaskan

ْ
‫التح ِر ْي‬ ْ ْ‫ا‬
perbedaan-perbedaan pendapat tersebut
َّ ‫ائ ِح‬
ِ ‫اذب‬
ََّّ ‫لص ُل ِف‬
َّ َّ
ُ sebagai berikut:
“Hukum asal binatang sembelihan 1) Bacaan basmalah dalam
adalah haram.” penyembelihan binatang wajib secara
Pada dasarnya hukum asal daging mutlak, jika penyembelih tidak
binatang yang boleh dikonsumsi adalah membaca basmalah, maka binatang
halal apabila telah melalui proses sembelihan haram dikonsumsi.
penyembelihan yang sesuai dengan 2) Basmalah wajib dibaca ketika
tuntunan syari’at. Dengan kata lain hukum penyembelih dalam keadaan ingat,
asal daging adalah haram, status hukum ketika terlupa maka kewajiban
haram tersebut dapat berubah jika tersebut gugur. Konsekuensi hukum

336 Label Halal


Vol. II No. 02, November 2016

yang ditimbulkan adalah jika sengaja mendokumentasikan bukti kongkrit


tidak membaca basmalah maka bahwa tasyri' senantiasa dilandasi
binatang sembelihan haram prinsip kemudahan. Dua prinsip
dikonsumsi, namun jika timbul dari kemudahan yang dapat ditelusuri dalam
ketidaksengajaan maka binatang jejak-jejak pensyari'atan hukum Islam
sembelihan halal dikonsumsi. adalah menghilangkan kesukaran ('adam
3) Bacaan basmalah sunah pada al ḣaraj) dan penahapan pensyari'atan
penyembelihan. Artinya adalah (at-tadarruj fî at-tasyrî'). (Zainal Abidin
bahwa motivasi penyembelihan Amir, 2004: 48-50)
adalah benar-benar karena Allah Tujuan hukum Islam adalah
SWT, meskipun dalam mencegah kerusakan pada manusia dan
pelaksanaannya tidak membaca mendatangkan kemaslahatan bagi
basmalah. Dalam hal ini konsekuensi mereka; mengarahkan mereka kepada
hukumnya lebih ringan, binatang kebenaran, keadilan, dan kebijakan,
sembelihan halal dikonsumsi serta menerangkan jalan yang harus
sepanjang proses penyembelihan ditempuh manusia. Tujuan pensyari’atan
dilakukan karena Allah, bukan hukum Islam adalah pemeliharaan
dengan motif yang lain. terhadap 5 (lima) hal yang penting, yang
berdasarkan skala prioritas diurutkan
5. Kemudahan dalam Islam. antara (1) agama; (2) jiwa; (3) akal; (4)
Syari’at diturunkan oleh Allah SWT keturunan; dan (5) harta. pengertian
senantiasa memperhatikan aspek-aspek pemeliharaan mencakup dua aspek, yaitu
keseimbangan. Salah satu aspek (1) memperkuat unsur-unsurnya yang
keseimbangan dalam syari'at adalah mengokohkan landasannya (hifẓ min
keseimbangan tasyri', dimana penentuan jânib al-wujûd), dan (2) mengantisipasi
halal dan haram yang selalu mengacu agar hal-hal yang dipelihara tidak
kepada asas manfa'at-madharat, suci- terganggu dan tetap terjaga (hifẓ min
najis, dan bersih-kotor. tolok ukur yang jânib al-‘adam). Dalam menggali dan
digunakan dalam penentuan halal-haram mencari hukum untuk masalah yang
adalah mashlahat, yang dalam bahasa belum ada nash-nya, umat Islam harus
qaidah fikih menggunakan redaksi jalbu berpegang pada prinsip berfikir dan
al-maṣâliḣ wa dar`u al-mafâsid. bertindak demi terwujudnya tujuan
Keseimbangan dalam Islam menyiratkan hukum, yaitu kemaslahatan/
kelapangan. Sejarah pensyari'atan Islam kesejahteraan hamba di dunia dan

Label Halal 337


Vol. II No. 02, November 2016

akhirat. aktivitas berpikir hendaknya Dalam beberapa kejadian, ada


berpegang ada asas-asa hukum Islam, sebagaian orang yang karena
yaitu (1) meniadakan kepicikan; (2) kekhawatirannya kemudian mencari-cari
tidak memperbanyak beban; dan (3) masalah syubhat hingga permasalahan-
menempuh jalan pentahapan (tadarruj) permasalahan yang sangat detil, sehingga
(Rachmat Djatmika, dalam Ahmad ditemukan hal-hal yang mengindikasikan
Amrullah, 1996: 106-107) keharaman. Hal tersebut justru akan
Allah SWT dalam menurunkan mempersempit ruang gerak yang
hukum-hukum syari’at menghendaki sebenarnya diluaskan oleh Allah SWT.
kemudahan, dan tidak menghendaki dan mempersulit dirinya sendiri. Dalam
kesukaran bagi hamba-hamba-Nya. hal mengkonsumsi makanan yang status
Dalam praktik dan kesehariannya, hukum asalnya adalah halal, namun tidak
Rasulullah senantiasa memilih hal-hal diketahui jaminan kehalalannya, tidak
yang lebih mudah di antara hal-hal perlu mempertanyakan keabsahan dan
lainnya selama tidak berdosa dan legalitas status halalnya. Dengan
bertentangan dengan nilai-nilai syari'at. meneguhkan keyakinan dan kemantapan
Selama proses pewahyuan Al-Qur'an, hati dan diiringi bacaan Basmalah, cukup
umat Islam dilarang bertanya-tanya menjadi jaminan kehalalan bahan pangan
tentang sesuatu yang apabila dijawab yang dikonsumsi. Hal ini dapat dilakukan
justru akan memberatkan mereka, dengan landasan Hadits riwayat Bukhari
sebagaima tercermin dalam Q.S. Al- dan Muslim dari Umar bin Abi Salamah:
ْ
‫يك‬ ‫ل‬
ِ ‫ي‬ ‫ا‬ ‫م‬ ‫م‬
ِ ‫ل‬ ِ
ُ ‫ َّو‬،‫الّل‬
َّ ‫سم‬
َّ ِ َّ
Ma`idah [5]: 101).
َّ َّ َّ
‫ﮮﮯﮰﮱﯓ ﯔﯕ ﯖ ﯗ‬ “sebutlah nama Allah dan makanlah”.

‫ﯘ ﯙ ﯚ ﯛ ﯜ ﯝ ﯞ ﯟﯠﯡ‬ Imam Ibnu Hazm mengambil hadits


ini sebagai suatu kaidah : suatu perkara
‫ﯢ ﯣ ﯤﯥ ﯦ ﯧ ﯨ‬
yang tidak ada pada kami, maka
“Hai orang-orang yang beriman, kami tidak akan menanyakannya.
janganlah kamu menanyakan (kepada
Nabimu) hal-hal yang diterangkan Diriwayatkan bahwa Umar r.a. bersama
kepadamu, (justru) menyusahkan kamu. seorang rekannya pernah melintasi
Jika kamu menanyakannya ketika Al-
Qur`an sedang diturunkan, (niscaya) sebuah jalan, kemudian ia tersiram air
akan diterangkan kepadamu. Allah telah dari saluran air rumah seseorang. Maka
memaafkan (kamu) tentang hal itu. Dan
Allah Maha Pengampun, Maha kawannya berkata “hai pemilik saluran
Penyantun”. air, airmu ini suci atau najis?” kemudian

338 Label Halal


Vol. II No. 02, November 2016

Umar berkata “Hai pemilik saluran air, Hukum Asal dari bahan pangan
jangan beri tahu kami karena kami adalah halal. Berdasarkan prinsip
dilarang mencari-cari masalah” kontinuitas (istiṣḣâb) status hukum
(Nadirsyah Hosen, 2015: 15). halal tersebut tetap berlaku selama tidak
ada informasi yang valid dan gamblang
C. Simpulan
atau indikasi yang menunjukkan
Kehalalan merupakan jaminan
keharaman atau larangan untuk
ketenteraman batin seorang muslim
mengkonsumsi. Dalam hal
dalam konsumsi bahan pangan.
mengkonsumsi makanan yang status
Penjaminan bahan pangan yang berlaku
hukum asalnya adalah halal, namun tidak
di Indonesia adalah sertifikat dan label
diketahui jaminan kehalalannya, tidak
halal pada produk-produk bahan pangan.
perlu mempersulit diri sendiri dengan
Sertifikat halal dan label halal pada
mempertanyakan keabsahan dan legalitas
kemasan produk merupakan jaminan
status halalnya. Dengan meneguhkan
bahwa produk yang dimaksud adalah
keyakinan dan kemantapan hati dan
halal. Namun demikian tidak serta merta
diiringi bacaan Basmalah cukup menjadi
dapat diasumsikan bahwa produk yang
jaminan kehalalan bahan pangan yang
tidak memiliki sertifikat halal dan label
dikonsumsi.
halal pada kemasannya adalah produk
yang haram dikonsumsi.
***

DAFTAR PUSTAKA
Abd al 'Ati, Hammudah. 1984. The Arifi, Ahmad. 2008. Pergulatan
Family Structure in Islam. Pemikiran Fiqih "Tradisi" Pola
Diterjemahkan oleh Anshari Thayib. Madzhab. Yogyakarta: Bidang
Keluarga Muslim. Surabaya: Bina Akademik UIN SUKA.
Ilmu.
Basri, Cik Hasan. 2003: Model
Al-Baghawi, Abu Muhammad al-Husain Penelitian Fiqih. Jakarta: Prenada
bin Mas’ud. 1983. Syarḣ as-Sunnah. Media.
Beirut: al-Maktab al-Islami. Cet. II. Djatnika, Rachmat. 1996. Jalan Mencari
Ali Burnu, Muhammad Shidqi. 1996. Al- Hukum Islami Upaya ke Arah
Wajîz fî Iḍâḣ Qawâ’id al-Fiqh al- Pemahaman Metodologi Ijtihad.
Kulliyah. Beirut : Muassasah ar- dalam Ahmad, Amrullah (et.al).
Risalah. Cet. IV. 1996. Dimensi Hukum Islam dalam
Amir, Zainal Abidin. 2004. Islam Sistem Hukum Nasional: Mengenang
65 tahun Prof. Dr. H. Busthanul
Akomodatif: Rekonstruksi
Pemahaman Islam sebagai Agama Arifin, S.H. Jakarta: Gema Insani
Press. Cet I.
Universal. Yogyakarta: LkiS. Cet I.

Label Halal 339


Vol. II No. 02, November 2016

Al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad bin Qal’aji, Muhammad Rawwas dan Hamid
Muhammad. Tt. . Iḣyâ` ‘ulûm ad-Dîn. Shadiq Qunaibi. 1988. Mu’jam Lughat
Juz III. Beirut: Dar Ihya` al-Kutub. Fuqahâ`. Tp: Dar an-Nafais li aṭ-
Ṭab’ah wa an-Nasyr wa at-Tauzi’
Hasan, Muhammad Thalhah. 2005:
Ahlussunnah wal Jama'ah dalam Qardhawi, Yusuf. 1980. Al-Halâl wa al-
Persepsi dan Tradisi NU. Jakarta: Harâm fi al-Islâm. Beirut: al-Maktab
Lantabora Press. al-Islami. Cet XIII.
Hosen, Nadirsyah. 2015. Dari Hukum Quraish Shihab. 2002. Wawasan Al-
Makanan tanpa Label Halal hingga Qur’an. Tafsir Tematik atas Pelbagai
Memilih Mazhab yang Cocok. Persoalan Umat. Bandung: Mizan.
Bandung 2015. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014
Ibnu Rusyd, Muhammad bin Az-Zuhaili, Wahbah. 1985. al-Fiqh al-
Muhammad. 2004. Bidâyat al- Islâm wa `Adillatuhu, Juz III.
Mujtahid wa Nihâyat al-Muqtaṣid. Juz Damascus: Dar al Fikr. Cet II.
II. Cairo: Dar al-Hadits.
________________. 1986. Uṣûl al-Fiqh
An-Nawawi, Yahya bin Syaraf. Tt. Kitâb al-Islâmi. Juz I. Damascuss: Dar al-
al-Majmû’ Syarḣ al-Muhażżab. Fikr.
Jeddah: Dâr al-Irsyâd.

340 Label Halal

You might also like