Professional Documents
Culture Documents
ID None
ID None
ABSTRACT
Mangroves has a special ability to adapt with extreme environmental conditions. This condition allows
mangroves to produce secondary metabolites as chemical defenses for their sustainability. Polyisoprenoid is one
of the secondary metabolites which unknown function. The purpose of this study is to analyze the growth of S.
alba seedling in responsse to shade variations and salinity concentration and its influence on the concentration
of long-chain polyisoprenoid. The research was conducted from August to December 2014 using Factorial
Completely Randomized design with shade treatment of 0%, 25%, 50%, and 75% along with salinity levels of
0%, 1.5% and 3%. Analysis of non-saponifiable lipid content and polyisoprenoid was done by comparing the
leaves and roots of S. alba seedlings in variation 0% shade and 3% with salinity variations and in 75% shade
with 3% salinity. The results showed that growth of S. alba seedling was optimum variation of 0% shade and 3%
salinity showing 100% growth, 2.6 cm height, 0.17 mm diameter, 0.113 g fresh weight root, 0, 08 g dry weight
root, 0.15 g wet weight shoot, 0.05 g dry weight shoot, 4 leaves number and ratio shoot and roots was 0.59.
Polyisoprenoid content obtained at 190,5 ml in leaves an 133,4 ml in roots from variation 0% shade and with 3%
salinity but in 75% shade with 3% salinity at 185,2 ml in leaves and 231,9 ml in roots. Polyisoprenoid may play
an important role in adapting the availability light intensity, which polyisoprenoid concentration increased with
reducing light intensity on S. alba seedlings.
M25
M50
M75
C25
C50
C75
H0
H25
H50
H75
C0
M0
0
M25
M50
M75
H0
C25
C50
C75
H25
H50
H75
M0
C0
Perlakuan
Perlakuan
Gambar 2. Hasil pengukuran respons pertumbuhan
Gambar 1. Hasil pengukuran persentase tumbuh tinggi tanaman S. alba pada umur 3
semai tanaman S. alba pada umur 3 bulan (n = 0 ± 13). Tanda *
bulan. mengindikasikan secara statistik
berbeda nyata pada P < 0,05
Pada Gambar 1, persentse pertumbuhan menurut uji Dunnet.
tertinggi semai S. alba terdapat pada perlakuan
tanpa naungan dengan tingkat salinitas 3% yakni Pada Gambar 2 terlihat bahwa respons
sebesar 100%. Hachinohe et al., (1999) pertumbuhan tinggi tanaman semai S. alba tertinggi
menyebutkan bahwa S. alba dapat tumbuh secara terdapat pada perlakuan naungan 25% dengan
maksimal apabila diberi naungan dengan intensitas tingkat salinitas 0%, dengan rata-rata tinggi 2,83
30% pada bulan pertama di persemaian dan pada cm, dan yang terendah pada perlakuan naungan
bulan berikutnya dilakukan pengurangan intensitas 75% dengan tingkat salinitas 0% dan 1,5% dengan
naungan secara berkala mengingat bahwa S. alba tinggi rata-rata 0 cm. Hal ini diduga disebabkan
akan membutuhkan intensitas cahaya yang lebih oleh ketersediaan cahaya yang cukup pada
tinggi di bulan-bulan berikutnya dan 2 sampai 3 naungan 25% maka intensitas cahaya yang masuk
bulan sebelum penanaman S. alba harus mencapai 75%, hal ini sesuai dengan studi
mendapatkan cahaya penuh agar dapat Hachinohe et al., (1999) yang menyarankan
beradaptassi dengan lingkungannya. persemaian S. alba menggunakan naungan
Menurut Kusmana et al., (2003) dengan intensitas 30% hal ini berkaitan dengan
Sonneratia merupakan spesies yang intoleran spesies S. alba yang merupakan spesies intoleran
terhadap naungan, pemberian naungan pada terhadap naungan selain itu, menurut Schmidt
waktu yang cukup lama akan mempengaruhi (2002) intensitas cahaya yang rendah akan
pertumbuhan dan persentase tumbuh semai S. menggangu proses fotosintesis sehingga
alba. Selain itu S. alba diduga tidak mampu menggangu pertumbuhan tanaman dan akan
bertahan dalam kondisi air tawar lebih dari 2 bulan menyebabkan tanaman mengalami etiolasi yang
sehingga diduga menjadi penyebab utama pada akhirnya akan mati.
rendahnya persentase hidup pada perlakuan
dengan salinitas 0% dan 1,5%. Pengaruh tingkat Respons Pertumbuhan Diameter Semai S. alba
salinitas juga sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan S. alba mengingat bahwa Pengukuran respons pertumbuhan
berdasarkan zonasi S. alba berada pada zona diameter tanaman dilakukan pada akhir
paling dekat dengan laut bersamaan dengan pengamatan bulan ketiga. Pengukuran diameter
Avicennia. S. alba merupakan spesies yang dilakukan pada bidang tumbuh daun tembaga
intoleran terhadap air tawar dalam waktu yang (kotiledon), Pengukuran respons pertumbuhan
lama dan menyukai tingkat salinitas yang tinggi diameter dapat dilihat pada Gambar 3.
0.25 Diameter semai (mm) 0.2 Berat basah akar (g)
A*
0.2 * * *
* * 0.15
0.15
0.1 0.1
*
0.05 0.05 * *
0 * * * * *
M25
M50
M75
C25
C50
C75
H0
M0
H25
H50
H75
C0
C25
M25
C50
M50
C75
M75
H0
M0
H25
H50
H75
C0
Perlakuan Perlakuan
0.12 * Berat kering akar (g)
Gambar 3. Hasil pengukuran respons pertumbuhan 0.1 B
diameter tanaman S. alba pada umur 0.08 *
0.06 *
3 bulan (n = 0 ± 13). Tanda *
mengindikasikan secara statistik 0.04 * *
0.02 * * * *
berbeda nyata pada P < 0,05 *
0
menurut uji Dunnet.
C25
M25
C50
M50
C75
M75
H0
M0
H25
H50
H75
C0
Berdasarkan Gambar 3, bahwa respons Perlakuan
pertumbuhan diameter tertinggi berada pada
perlakuan variasi naungan 50% dengan salinitas Gambar 4. Hasil pengukuran respons pertumbuhan
3% dengan diameter rata-rata mencapai 0,18 mm berat basah akar tanaman S. alba
dan tinggi rata-rata dari perlakuan denga variasi (A). Hasil pengukuran respons
naungan 50% dengan tingkat salinitas 3% pertumbuhan berat kering akar
mencapai 2,78 mm, sedangkan diameter terendah tanaman S. alba (B) pada umur 3
berada pada perlakuan dengan variasi naungan bulan (n = 4 ± 13). Tanda *
75% dengan tingkat salinitas 0% dan 1,5% dengan mengindikasikan secara statistik
diameter rata-rata 0 mm. Hal ini sesuai dengan berbeda nyata pada P < 0,05
penelitian Simorangkir (2000) bahwa laju menurut uji Dunnet.
pertumbuhan diameter batang pada tanaman akan
sejalan dengan laju efektifitas dari fotosintesis yang Berdasarkan grafik pertumbuhan berat
erat kaitannya dengan banyaknya intensitas basah akar tanaman semai S. alba menunjukkan
cahaya yang masuk karena akan mempengaruhi berat basah akar tanaman semai S. alba tertinggi
diameter atau tinggi serta morfologi tanaman pada perlakuan dengan variasi tanpa naungan
secara keseluruhan. Secara keseluruhan dengan tingkat salinitas 3% dengan berat basah
perbedaan tinggi setiap perlakuan variasi naungan mencapai 0,113 gr sedangkan berat basah
didominasi oleh tingkat salinitas 3%, menunjukkan tanaman semai S. alba terkecil berada pada
bahwa semai S. alba lebih menyukai kondisi perlakuan dengan variasi naungan 75% dengan
salinitas tinggi dibandingkan dengan kondisi air tingkat salinitas 1,5% dengan berat hanya 0,011 g.
tawar. Untuk berat kering akar tanaman semai S. alba
berat tertinggi berada pada perlakuan dengan
Respons Pertumbuhan Berat Basah dan Berat variasi tanpa naungan dengan tingkat salinitas 3%
Kering Akar Semai S. alba dengan berat mencapai 0,087 g sedangkan untuk
berat kering tanaman semai S. alba terkecil berada
Pengukuran berat basah akar tanaman pada perlakuan variasi naungan 75% dengan
semai S. alba dilakukan dengan memotong bagian tingkat salinitas 0% yakni sebesar 0,012 g.
akar tanaman pada sisi tempat daun tembaga Penurunan berat basah dan bering kering
tumbuh yang kemudian ditimbang. Untuk berat akar tanaman semai S. alba pada setiap perlakuan
kering tanaman semai S. alba diperoleh dari hasil variasi naungan diduga akibat adanya pengalihan
pengovenan akar tanaman semai S. alba. hasil dari fotosintesis. Dimana hasil dari kegiatan
Pengukuran berat basah dan berat kering akar fotosintesis digunakan untuk kegiatan metabolisme
semai S. alba dapat dilihat pada Gambar 4 yang berada di atas permukaan tanah hal ini
disebabkan karena tanaman semai S. alba lebih
memfokuskan pada pertumbuhan tajuk dan
pertumbuhan daun untuk mencukupi atau
memaksimalkan cahaya matahari yang masuk. Hal Berdasarkan Gambar 5 pertumbuhan
ini sesuai dengan peryataan Marjenah (2001) yang berat basah tajuk tanaman semai S. alba
menyatakan bahwa tanaman yang ternaungi akan menunjukkan berat basah tajuk tanaman semai
membentuk jumlah daun lebih banyak, lebar dan S. alba tertinggi pada perlakuan dengan variasi
tipis dan akan menghambat pertumbuhan di sistem naungan 50% dengan tingkat salinitas 3% dengan
perakarannya, sehingga energi matahari yang berat basah mencapai 0,191 g sedangkan berat
diperoleh tanaman dapat lebih maksimal. Selain itu basah tajuk tanaman semai S. alba terkecil berada
menurut Djukri dan Purwoko (2003) keberadaan pada perlakuan variasi naungan 75% dengan
naungan akan mengakibatkan pertambahan luas tingkat salinitas 0% dan 1,5% dengan berat 0 g.
dan bentuk daun untuk mengefisienkan tangkapan Untuk berat kering tajuk tertingi tanaman semai S.
cahaya yang masuk sehingga pertumbuhan tajuk alba berada pada perlakuan dengan variasi tanpa
lebih cepat dibandingkan pertumbuhan akar. naungan dengan tingkat salinitas 3% dengan berat
basah mencapai 0,050 g sedangkan untuk berat
Respons Pertumbuhan Berat Basah dan Berat kering tajuk tanaman semai S. alba terkecil berada
Kering Tajuk Semai S. alba pada perlakuan variasi naungan 75% dengan
Pengukuran berat basah akar tanaman tingkat salinitas 0% dan 1,5% yakni sebesar 0 g.
semai S. alba dilakukan dengan memotong bagian Pengaruh naungan dapat dilihat secara
tajuk tanaman pada sisi tempat daun tembaga jelas pada respons pertumbuhan berat basah dan
tumbuh yang kemudian ditimbang. Untuk berat berat kering tanaman, dimana setiap peningkatan
kering tanaman semai S. alba diperoleh dari hasil persentase naungan terjadi penurunan bobot
pengovenan tajuk semai S. alba. Pengukuran berat kering tajuk (Gambar 5B). Hal ini sesuai dengan
basah dan berat kering tajuk semai S. alba dapat pernyataan Lakitan (1994), yang menyatakan
dilihat pada Gambar 5. bahwa bobot kering tanaman merupakan efisiensi
pemanfaatan dan penyerapan radiasi matahari
0.25 Berat basah tajuk (g) yang tersedia. Pernyataan tersebut didukung oleh
0.2 * A * pernyataan Magfoer dan Koesrihartati (1998) yang
0.15 * * menyatakann bahwa kondisi tanaman ternaungi
akan meningkatkan kadar air pada tanaman
0.1
tersebut karena keberadaan naungan akan
0.05 mengakibatkan penurunan laju transpirasi tanaman
0 sehingga apabila terjadi peningkatan cahaya
C25
M25
M50
M75
C50
C75
H0
M0
H25
H50
H75
C0
M50
M75
H0
C25
C50
C75
M0
H25
H50
H75
C0
M25
M50
M75
C25
C50
C75
H0
M0
H25
H50
H75
C0
M25
M50
M75
H0
C25
C50
C75
M0
H25
H50
H75
C0
Perlakuan Perlakuan
Gambar 6. Hasil pengukuran respons pertumbuhan Gambar 7. Hasil pengukuran rasio berat kering
jumlah daun tanaman semai S. alba tajuk dan akar (n = 0 ± 13). Tanda *
pada umur 3 bulan (n = 0 ± 13). Tanda mengindikasikan secara statistik
* mengindikasikan secara statistik berbeda nyata pada P < 0,05 menurut
berbeda nyata pada P < 0,05 menurut uji Dunnet.
uji Dunnet.
Rasio tajuk dan akar terbesar berada
Berdasarkan Gambar 6 respons pada perlakuan variasi naungan 50% dengan
pertumbuhan jumlah daun semai S. alba tertinggi tingkat salinitas 1,5% dengan nilai 1,91 (Gambar
berada pada perlakuan tanpa naungan dengan 7), menunjukkan berat kering tajuk lebih besar
salinitas 3% dengan rata-rata jumlah daun nilainya jika dibandingkan dengan berat kering
mencapai 4 helai. Respons pertumbuhan jumlah akar. Hal ini diduga disebabkan karena kurangnya
daun tanaman tanaman semai S. alba terkecil intensitas cahaya matahari untuk proses
berada pada perlakuan dengan naungan 75% fotosintesis serta karena sifat S. alba yang intoleran
dengan salinitas 0% dan 1,5% dengan rata-rata 0. terhadap air tawar. Pada perlakuan dengan variasi
Di setiap perlakuan naungan tingkat naungan 50% dengan tingkat salinitas 3% (Gambar
salinitas 3% merupakan perlakuan dengan rata- 7) menunjukkan bahwa pertumbuhan tajuk dan
rata jumlah daun terbanyak dengan rata-rata setiap akar semai S. alba berkembang secara normal dan
naungannya mencapai 3 daun. Hal ini seimbang dengan nilai rasio akar dan tajuk 1,015,
menunjukkan bahwa pemberian salinitas 3% diduga dengan ketersediaan unsur hara yang
merupakan tingkat salinitas yang optimum untuk sedikit pada media pasir yang telah disterilkan dan
pertumbuhan tanaman semai S. alba selain itu cadangan makanan yang sedikit pada kotiledon
tingkat intensitas cahaya yang tinggi juga semai S. alba maka energi cahaya matahari yang
merupakan kebutuhan bagi pertumbuhan tanaman sesuai adalah sebesar 50%. Hal ini sesuai dengan
semai S. alba. Hal ini sesuai dengan pernyataan pernyataan Mulyani et al. (1999) yang menyatakan
Dwijoseputro (1978) yang menyatakan bahwa bahwa pertumbuhan semai suatu tanaman sangat
perbedaan jumlah daun yang tumbuh dibawah dipengaruhi oleh cadangan makanan yang ada
naungan dipengaruhi oleh adanya perbedaan dalam jaringan sel tanaman tersebut dan
intensitas cahaya yang diperoleh dengan adanya ketersediaan unsur hara pada media tumbuhnya.
hambatan cahaya masuk mengakibatkan energi Hal ini didukung oleh pernyataan Jumin (2002)
foton yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman tidak
menjadi berkurang sehingga fotosintat yang terlepas dari ketersediaan unsur hara di dalam
dihasilkan berkurang oleh karena itu pertumbuhan tanah yang akan menentukan produksi berat kering
vegetatif terutama pertumbuhan daun terhambat tanaman. Menurut Nyakpa et al. (1986)
dan dapat bisa mengakibatkan kematian jaringan pertumbuhan tanaman ditandai dengan
tanaman dan diikuti kematian tanaman itu sendiri. pertambahan berat kering tanaman, ketersediaan
hara yang optimal bagi tanaman akan diikuti
Rasio Tajuk dan Akar Semai S. alba peningkatan aktifitas fotosintesis yang
Pengukuran rasio tajuk dan akar dilakukan menghasilkan asimilat yang mendukung berat
pada saat tajuk dan akar telah dipisahkan dan kering tanaman.
pengukuran berat basah telah dilakukan, sampel S. alba merupakan spesies yang
kemudian dioven di selama 24 jam dengan suhu 75 berkembang biak dengan biji (generatif) sehingga
oC yang kemudian ditimbang beratnya. Grafik rasio
meskipun diperoleh dari pohon yang sama setiap
berat tajuk dan akar dapat dilihat pada Gambar 7. biji memiliki sifat genetik yang berbeda oleh karena
itu kemampuan untuk hidup dan beradaptasi dari Tabel 3. Nonsaponifiable Lipids (NSL) dan
setiap semai tanaman S. alba berbeda-beda. Hal polyisoprenoid pada semai S. alba.
ini sesuai dengan pernyataan Mohr dan Schopfer
Jenis Perlakuan Jaringan Berat NSL Polyisoprenoid
(1995) yang menyatakan bahwa kemampuan suatu Sampel (mg) (ml)
tanaman dalam beradaptasi untuk tumbuh dan (g)
Daun 0,350 66.66 190,5
berkembang sangat dipengaruhi oleh faktor H0
Akar 0,400 53.33 133,4
genetik. Dimana pertumbuhan dan perkembangan S.
alba Daun 0,090 16.66 185,2
tanaman dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan H75
Akar 0,115 26.66 231,9
faktor genetik. Di lingkungannya S. alba tumbuh
dengan tingkat salinitas dan intensitas cahaya yang
tinggi dengan media tumbuh substrat berpasir. Tabel 3 menunjukkan kandungan
Oleh karena itu perlakuan perbedaan variasi polyisoprenoid dari daun dan akar semai S. alba
naungan dan tingkat salinitas diduga menjadi pada perlakuan tanpa naungan dengan salinitas
penyebab randahnya persentase tumbuh bibit 3% (H0) dan perlakuan naungan 75% dengan
semai S. alba karena kurang dapat beradaptasi. salinitas 3% (H75). Kandungan polyisoprenoid
Media tanam berupa pasir juga sangat pada perlakuan tanpa naungan dengan salinitas
mempengaruhi pertumbuhan tanaman semai S. 3% pada jaringan daun adalah sebesar 190,5 ml
alba mengingat bahwa Sonneratia tumbuh paling dan sebesar 133,4 ml pada jaringan akar
dekat dengan laut dengan substrat agak berpasir sedangkan pada perlakuan dengan variasi
(Bengen, 1999). Meskipun pasir sungai yang naungan 75% dengan salinitas 3% adalah sebesar
digunakan telah diseterilkan sehingga bakteri dan 185,2 ml pada jaringan daun dan sebesar 231,9 ml
jamur potogen yang ada pada pasir tersebut telah pada jaringan akar.
berkurang (Fahmi, 2011), namun karena kurangnya Kandungan polyisoprenoid pada
keberadaan unsur hara pada media tersebut perlakuan tanpa naungan dengan salinitas 3%
diduga mengakibatkan pertumbuhan tanaman pada yang terakumulasi pada jaringan daun lebih
semai S. alba tidak dapat tumbuh dengan banyak dibandingkan dengan kandungan
maksimal dan rentan terkena hama dan penyakit. polyisoprenoid pada jaringan akar hal ini diduga
Selain itu S. alba juga memiliki biji dengan karena pada perlakuan ini semai S. alba
kotiledon yang kecil hal ini diduga menyebabkan mendapatkan intensitas cahaya yang tinggi untuk
pertumbuhan semai kurang maksimal pada media fotosintesis namun karena penggunaan media
pasir yang miskin unsur hara dan rentan mati. pasir yang miskin hara menyebabkan hasil
Secara keseluruhan perlakuan variasi fotosintesis difokuskan untuk pertumbuhan akar
naungan dan tingkat salinitas yang diberikan ke dibandingkan pertumbuhan tajuk. Sehingga lipid
tanaman semai S. alba berbeda nyata yang merupakan salah satu hasil fotosintesis
pengaruhnya terhadap respons pertumbuhan digunakan sebagai energi untuk metabolisme
tanaman semai S. alba. Hal ini menunjukkan pertumbuhan akar. Hal ini sesuai dengan studi
bahwa tanaman semai S. alba sangat respons Estiti (1995) bahwa lipid berfungsi sebagai
terhadap ketersediaan intensitas cahaya dan pembentuk struktur membran sel, sebagai bahan
salinitas, hal ini sesuai dengan pernyataan cadangan makanan dan sebagai sumber energi
Kusmana (2003) yang menyatakan bahwa dalam metabolisme pertumbuhan.
tanaman semai S. alba merupakan tanaman Tingginya kandungan polyisoprenoid pada
intoleran terhadap naungan dan lebih menyukai perlakuan perlakuan variasi naungan 75% dengan
intensitas cahaya yang tinggi. Pernyataan salinitas 3% dibandingkan tanpa naungan dengan
berhubungan dengan penelitian Smith (1987) dan salinitas 3% (Tabel 3) diduga disebabkan oleh
Clarke dan Allaway (1993) yang menyatakan rendahnya intensitas cahaya yang diterima oleh S.
bahwa pertumbuhan bibit mangrove lebih cepat di alba yang merupakan tanaman yang lebih
celah-celah tajuk yang memiliki sedimentasi yang menyukai intensitas cahaya yang tinggi. Hal ini
tidak tercemar sesuai dengan studi Sudha dan Ravishankar
(2002) yang menyatakan bahwa faktor biotik dan
Polyisoprenoid abiotik yang bersifat mencekam pertumbuhan
Dari hasil ekstraksi daun dan akar S. alba dapat meningkatkan senyawa lipid sebagai
diperoleh nilai NSL (Nonsaponifiable Lipids) dan metabolit sekunder.
polyisoprenoid. Adapaun hasil ekstraksi yang Polyisoprenoid yang dihasilkan dari S.
diperoleh dapat dilihat pada Tabel 3. alba pada standar dolichol dapat dilihat pada
Gambar 8.
perubahan yang disebabkan oleh perbedaan umur
dan musim.
Berdasarkan penelitian Basyuni et al.
(2012a) setiap metabolit sekunder pada hutan
mangrove memiliki perananya masing-masing.
Diduga polyisoprenoid merupakan senyawa
metabolit sekunder yang ada pada mangrove yang
digunakan untuk beradaptasi dengan ketersediaan
enegri matahari untuk fotosintesis, dimana
senyawa polyisoprenoid meningkat keberadaanya
dengan berkurangnya intensitas cahaya matahari.
Bengen, D. 1999. Pedoman Teknis Pengenalan Kusmana, C., Wilarso, S., Hilwan, I., Pamoengkas,
dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. P., Wibowo, C., Tiryana, T., Triswanto, A.,
PKSPL. IPB. Bogor. dan Yunasfi, H. 2003. Teknik rehabilitasi
mangrove. Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.
Bennet, R.N. dan Wallsgrove, R.M. 1994.
Secondary metabolites in plant defence Lakitan, B. 1994. Dasar-Dasar Klimatologi. Penerbit
mechanisms. New Phytologist 127 (4) : 617 PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
± 633.
Marjenah. 2001. Pengaruh perbedaan naungan di
Clarke, P.J. dan Allaway, W.G. .1993. The persemaian terhadap pertumbuhan dan
regeneration niche of the grey mangrove respons morfologi dua jenis semai meranti.
(Avicennia marina): effects of salinity, light Jurnal Ilmiah Kehutanan Rimba Kalimantan
and sediment factors on establishment, 6 : 16 ± 23.
growth and survival in the field. Oecologia
93 : 548 ± 556. Mohr, H., dan P. Schopfer. 1995. Plant physiology.
Springer-Verlag: Berlin.
Djukri, B.S. dan Purwoko. 2003. Pengaruh
naungan paranet terhadap sifat toleransi Mulyani, N., Kusmana, C., dan Supriyanto. 1999.
tanaman talas (Colocasia esculenta (L.) Pengkajian penerapan teknik budidaya
Schott). Ilmu Pertanian 10 : 17±25. Rhizophora mucronata dengan stek
hipokotil. Jurnal Manajemen Hutan Tropika
Duke, N.C. 1992. Tropical Mangrove Ecosystems. 5 (1) : 57 ± 65.
American Geophysical Union: Washington,
D. C. Nyakpa, M. Y., Pulung, M. A., Amrah, A. G.,
Munawar, A., Hong, G. B., dan Hakim, N.
Dwidjoseputro, D. 1978. Pengantar Fisiologi 1988. Kesuburan Tanah. Badan Kerjasama
Tumbuhan. PT Gramedia: Jakarta. Perguruan Tinggi Negeri/United States
Agency for International Development/
Estiti, B.H. 1995. Anatomi tumbuhan biji. ITB: Western Universities Agricultural Education
BandungFahmi, Z.I., 2011. Studi Teknik Project. Lampung.
Pematahan Dormansi dan Media
Perkecambahan Terhadap Viabilitas Benih Maghfoer, M.D. dan Koesriharti, 1998. Rekayasa
Aren (Arena pinnata Merr.). Balai Besar 12 teknologi penaungan dalam sistem
Perbenihan dan Proteksi Tanaman budidaya tanaman paprika (Capsicum
Perkebunan: Surabaya. annum L.). Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu
Teknik (Enginering) 10 : 89 ± 95.
Giri C., Ochieng E., Tieszen L.L., Zhu Z., Singh A.,
Loveland T., Masek J., dan Duke, N. Noor, Y., M. Khazali, dan Suryadiputra. 1999.
2011.Status and distribution of mangrove Panduan Pengenalan Mangrove di
forests of the world using earth observation Indonesia. Perlindungan Hutan dan
satellite data. Global Ecology and Konservasi Alam/Wetlands International
Biogeography 20 : 154 ± 159. Indonesia Programme: Bogor.
Hachinohe, H.,Suko, O., dan Ida, A.1999. Nursery Nugroho, H. 2012. 1,8 juta hektare hutan mangrove
manual for mangrove species at Benoa Port di Indonesia rusak. Kompas, 5 November
in Bali. The Development Of Sustainable 2012.
Mangrove Management Project. Ministry of
Schmidt. L. 2002. Pedoman penanganan benih
tanaman hutan tropis dan subtropis. Ditjen
Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial.
Jakarta.