Professional Documents
Culture Documents
Jurnal Ndari Ade
Jurnal Ndari Ade
Jurnal Ndari Ade
ABSTRACT
The research aims to obtain phytoremediate that can reduce COD, TSS, N-Total, P and K in PKS
wastewater inlet anaerobic pond 3 and counting reduction of pollutants in PKS wastewater. The study was
conducted for 2 months from the month February to March 2020 at the Lampung State Polytechnic Analysis
Laboratory. In this research, anaerobic wastewater treatment system up-flow is conditioned on stagnant
laboratory scale carried out with descriptive testing with charts. Phytoremediation treatment given to PKS
liquid waste is water goiter (Eichhornia crassipes) (A1), apu wood (Pistia stratiotes L) (A2), genjer
(Limnocharis flava) (A3) and water water (Monochoria vaginalis) (A4). Variable observations in the study
include, pH, COD, TSS, N, P, and K. Research results showed that water hyacinth (Eichhornia crassipes)
was able to increase pH value and reduce levels of COD, TSS, P. waterhoused rice (Monochoria vaginalis)
able to reduce the values of COD, N, P, K.
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mendapatkan fitoremedian yang dapat mereduksi COD, TSS, N-Total, P dan K
pada limbah cair PKS inlet kolam anaerob 3 serta menghitung reduksi polutan pada limbah cair PKS.
Penelitian dilakukan selama 2 bulan dari bulan februari sampai maret 2020 di Laboratorium Analisis
Politeknik Negeri Lampung. Pada penelitian ini pengolahan limbah cair anaerob sistem up-flow dikondisikan
stagnant dilakukan skala laboratorium dengan pengujian secara deskriptif dengan grafik. Perlakuan
fitoremediasi yang diberikan pada limbah cair PKS yakni eceng gondok (Eichhornia crassipes) (A1), kayu
apu (Pistia stratiotes L) (A2), genjer (Limnocharis flava) (A3) dan eceng padi (Monochoria vaginalis) (A4).
Variabel pengamatan dalam penelitian meliputi, pH, COD, TSS, N, P, dan K. Hasil penelitian menunjukan
bahwa eceng gondok (Eichhornia crassipes) mampu meningkatkan nilai pH dan menurunkan kadar COD,
TSS, P. eceng padi (Monochoria vaginalis) mampu menurunkan nilai COD, N, P, K.
Gambar 2. Hasil pengamatan COD (Chemical Reduksi yang terjadi dalam ke empat perlakuan
Oxygen Demand) limbah cair PKS pada inlet bernilai akhir di atas 2666,67 mg/L. Nilai COD
kolam anaerob 3 selama percobaan. belum mencapai baku mutu yang telah ditentukan
Keterangan : pengamatan dilakukan 5 hari sekali. dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
Republik Indonesia dimana nilai maksimum COD
yang sesuai baku mutu adalan 350 mg/L. Karena
Pada Gambar. 3 terlihat fluktuasi yang terjadi bila parameter lainnya telah meningkat dan
pada reduksi COD di limbah cair PKS dimulai dari melebihi baku mutu, maka berarti ada indikasi
pengamatan pertama (5 hari setelah perlakuan) pencemaran di perairan. Hal ini dapat terjadi
sampai dengan pengamatan kelima (25 hari karena bila terdapat bahan-bahan toksik
setelah perlakuan). Pada pengamatan pertama (beracun) di perairan, logam berat misalnya
(5 hari setelah perlakuan) terjadi penurunan (Mays,1996; APHA, 1989). Namun, bila dibiarkan
kandungan COD pada setiap fitoremedian yaitu pada waktu yang lama reduksi bisa terjadi lebih
A2 (Pistia stratiotes L), A3 (Limnocharis flava), efektif.
dan A4 (Monochoria vaginalis). Namun, pada A1
(Eichornia crassipes) tidak terjadi penurunan hal Menurut Nugrojo, dkk (2014), semakin tinggi nilai
ini bisa disebabkan oleh faktor lingkungan dimana COD maka semakin tinggi kandungan organik
A1 (Eichornia crassipes) masih beradaptasi pada dalam limbah cair. Menurut penelitian Kandi
permukaan air yang sudah berganti menjadi (2019), nilai COD yang tinggi pada limbah
limbah cair PKS dan pada tajuk tanaman A1 menyebabkan penurunan kandungan oksigen
(Eichornia crassipes) belum terlalu menutupi terlarut di dalam medium sehingga menghambat
permukaan air limbah sehingga cahaya bisa aktivitas fitoremediasi di bak sedimentasi.
masuk dan terjadi proses fotosintesis. Untuk Konsentrasi COD yang tinggi dapat menyebabkan
pengamatan kedua (10 hari setelah perlakuan), oksigen (O2) terlarut di dalam air menjadi rendah
A1 (Eichornia crassipes) mengalami penurunan atau bahkan habis. Oksigen mengurangi sumber
yang sangat signifikan pada proses reduksi COD kehidupan sebagai organisme akuatik, sebagai
ini yang dari sebelumnya 16000 mg/L menjadi akibatnya mengurangi kebutuhan organisme
13333,33 mg/L dan A3 (Limnocharis flava) terjadi akuatik dan mengakibatkan kematian (Alfreda
penurunan proses reduksi, namun penurunan ini dkk, 2016). COD yang cukup tinggi dan melebihi
tidak terlalu signifikan. Pada pengamatan ketiga baku mutu, maka sudah dapat diduga ada indikasi
(15 hari setelah perlakuan) terjadi fluktuasi pencemaran bahan organik.
daripada perlakuan A1 (Eichornia crassipes), A2
(Pistia stratiotes L) dan A4 (Monochoria Pengukuran Penurunan Kadar Total
vaginalis). Terlihat pada grafik bahwa A1 Suspended Solid (TSS) Limbah Cair PKS
(Eichornia crassipes) mengalami kenaikan kadar
COD yang tadinya 8000,00 mg/L menjadi Salah satu karakteristik air limbah cair PKS
10666,67 mg/L sedangkan A2 (Pistia stratiotes L) adalah kandungan bahan organik yang ditandai
juga mengalami peningkatan nilai yang sama dengan tingginya kadar Total Suspended Solid
dengan A1 dan A4 (Monochoria vaginalis) (TSS). Merupakan padatan melayang dalam
mengalami peningkatan juga dari angka 9333,33 cairan limbah. Semakin tinggi TSS maka bahan
mg/L menjadi 10666,67 mg/L. Kejadian fluktuasi organik membutuhkan oksigen untuk perombakan
ini masih dapat disebabkan terjadinya proses yang lebih tinggi. Oleh karena itu pada upayakan
fotosintesis di masing- masing perlakuan atau TSS lebih mini menggunakan penyaringan,
pengaruh organisme yang berada pada limbah pengendapan atau penambahan bahan kimia
cair PKS tersebut. Menurut Haberl dan flokulan. Padatan tersuspensi pada air umumnya
Langergrab (2002), proses fotosintesis tumbuhan terdiri dari fitoplankton, zooplankton, residu flora
memungkinkan terjadinya pelepasan oksigen di dan limbah industri. Tanaman air mempunyai
zona perakaran (rhizosfer). Kondisi rhizosfer yang kemampuan menyaring bahan-bahan yang larut
kaya oksigen mengarah pada perkembangan dalam air limbah sehingga potensial untuk
bakteri aerob di zona tersebut (Suriawiria, 1993). pengolahan air limbah. Tingginya nilai TSS pada
pengolahan POME secara anaerob akan fitoremedian mengalami penurunan kadar TSS.
menghasilkan biogas dan menurunkan nilai TSS. Terjadinya fluktuasi pada kandungan TSS pada
Mengingat tingginya potensi pencemaran perairan POME yang merupakan limbah cair PKS dan
akibat limbah cair, maka dibutuhkan strategi masih mengandung zat padat terlarut dalam
pengendalian pencemaran perairan tadi jumlah besar. Sebagian besar padatan terlarut ini
menggunakan mengolah limbah cair sebelum berasal dari bahan Lignoselulosa yang
dibuang ke lingkungan menjadi salah satu upaya mengandung minyak buah sawit Lignoselulosa
penyehatan lingkungan. Senyawa organik yang dalam POME merupakan komponen terbesar
berada dalam limbah adalah senyawa yang bisa pada tumbuhan berkayu maka penyerapan oleh
diuraikan secara sempurna melalui proses hayati fitoremedian tidak maksimal karena kandungan
baik aerob juga anaerob. Instalasi Pengolahan Air Lignoselulosa yang tinggi tersebut. Lignoselulosa
Limbah yang kurang efektif akan mengakibatkan sulit diserap oleh akar tanaman karena
pendangkalan atau endapan (TSS) lumpur yang partikelnya yang besar.
terjadi pada dasar kolam limbah sehingga
menyebabkan berkurangnya daya tampung atau Menurut Padmaningrum, dkk (2014), proses
efektifitas kolam limbah dan LCPKS tidak terurai penyerapan unsur hara oleh akar tanaman,
semua karena pendangkalan tersebut akan pembusukan akar, sebaran debu di udara ke
menempati volume kolam limbah sekian persen. limbah dan sebaran serangga ke limbah belum
Hasil pengamatan penurunan TSS (Total diamati, serta tidak akan mempengaruhi jumlah
Suspended Solid) setelah perlakuan dapat dilihat padatan tersuspensi dalam limbah. Zat padat
pada Gambar 3. tersuspensi (Total Suspended Solid) dengan kata
lain, semua benda padat atau partikel yang
tersuspensi di air mungkin menjadi bagian darinya
kehidupan (organisme), seperti fitoplankton,
zooplankton, bakteri, jamur atau komponen mati
(non-biologis), seperti puing-puing dan partikel
anorganik. Apabila jumlah materi tersuspensi ini
akan mengendap, maka pembentukan lumpur
akan sangat merusak aliran di saluran,
pendangkalan terjadi dengan cepat (Soemirat,
2004).
Gambar 3. Hasil pengamatan TSS (Total Pengukuran penurunan N-total limbah cair
Suspended Solid) limbah cair PKS pada inlet kelapa sawit
kolam anaerob 3 selama percobaan.
Keterangan : pengamatan dilakukan 5 hari sekali. Hampir sebagian besar limbah cair baik limbah
cair yang berasal dari industri, rumah tangga
Pada Gambar 3 terlihat bahwa kadar TSS pada maupun industri pertanian mengandung bahan
pengamatan pertama (5 hari setelah perlakuan) pencemar nitrogen. Jika tidak dikontrol, polutan
sampai dengan pengamatan kelima (25 hari ini merangsang eutrofikasi memiliki dampak
setelah perlakuan) mengalami penurunan. negatif terhadap lingkungan seperti perairan yang
Namun, pada pengamatan kedua (10 hari setelah merusak kehidupan akuatik karena tumbuhnya
perlakuan) sampai dengan pengamatan keempat lumut atau alga itu menghabiskan oksigen, jadi
(20 hari setelah perlakuan) terjadi fluktuasi pada pasokan oksigen ke biota perairan akan
keempat fitoremedian A1 (Eichornia crassipes), berkurang (Kim dan George, 2012). Siklus
A2 (Pistia stratiotes L), A3 (Limnocharis flava), nitrogen sangat dibutuhkan dalam ekologi, karena
dan A4 (Monochoria vaginalis). Pada ketersediaan nitrogen mempengaruhi tingkat
pengamatan kedua (10 hari setelah perlakuan) proses ekosistem (termasuk proses dekomposisi).
kenaikan hanya terjadi pada fitoremedian A1 Kandungan nitrogen pada badan air baik pada
(Eichornia crassipes) dengan kadar TSS bentuk Amonia (NH3), Nitrat (NO3) dan Nitrit (NO2)
mencapai 1360 mg/L. Lalu, pada 15 (hari setelah sangat berpengaruh terhadap kualitas suatu
perlakuan) kadar TSS daripada fitoremedian lain badan air. Siklus-daur nitrogen yg terjadi pada
yaitu Pistia stratiotes naik sedikit dari sebelumnya suatu badan air terkadang mengkonsumsi sangat
yaitu 1120,0 mg/L menjadi 1133,3 mg/L dan kadar banyak oksigen terlarut dibandingkan dengan
TSS pada A4 (Monochoria vaginalis) naik dari reaksi-reaksi biokimia lain yg terjadi pada air
angka 1073,33 mg/L menjadi 1073,0 mg/L. (Dahruji dkk, 2017). Menurut Kanagaratnan
Fitormedian A3(Limnocharis flava) pada 20 (hari (1981) dalam Siregar dan Liwang
setelah perlakuan) mengalami peningkatan kadar (2001) LCPKS mengandung N sebanyak 1,495
TSS yang dimana sebelumnya adalah 1060,0 mg/l, P2O5 sebanyak 1,056 mg/l, K2O sebanyak
mg/L menjadi 1286,7 mg/L dan pada pengamatan 2,865 mg/l dan MgO sebanyak 1,665 mg/l. Pada
kelima (25 hari setelah perlakuan) keempat
Fitoremedian Sebagai Alternatif Pengolahan Limbah Cair 32
Agrosains : Jurnal Penelitian Agronomi 22(2): 27-33, 2020, pISSN: 1411-5786; eISSN: 2655-7339
pengamatan pertama (5 hari setelah perlakuan) coolingpond dan mengendap di kolam aerobic
sampai dengan pengamatan kedua (10 hari dan anerobik. Endapan limbah cair di kolam
setelah perlakuan) mengalami penurunan. limbah inilah yang disebut dengan konsentrat atau
Namun, pada pengamatan ketiga (15 hari setelah disebut slurry (Rahardjo, 2006). Agar tidak terjadi
perlakuan) terjadi peningkatan kembali kadar P pendangkalan pada kolam limbah system flatbed
pada limbah cair PKS dimana proses penyerapan ataupun longbed, maka secara periodic dilakukan
P oleh fitoremedian tidak stabil. Keempat pengerukkan lumpur (slurry) yang tertinggal atau
fitoremedian yaitu A1 (Eichornia crassipes), mengendap. Konsentrat yang berwarna hitam
A2(Pistia stratiotes L), A3 (Limnocharis flava), dan mengandung nutrisi N-total 1,86%, P 2O5
A4 (Monochoria vaginalis) memiliki lonjakan kadar 1,51%,dan K2O 0,51% dapat digunakan sebagai
P pada masing-masing box perlakuan sebanyak unsur hara N,P, dan K sedangkan abu boiler
311,05 mg/L, 340,00 mg/L, 361,30 mg/L dan dapat digunakan sebagai sumber hara K dan
281,30 mg/L. Lonjakan tertinggi terjadi pada A3 dapat meningkatkan pH tanah ultisol (Elia dkk. ,
(Limnocharis flava). Lalu, pada pengamatan 2015).
keempat (20 hari setelah perlakuan) dan kelima
Pada Gambar Penelitian ini terlihat kandungan K
(25 hari setelah perlakuan) kadar P pada A3
pada limbah cair PKS yang telah diberi perlakuan
(Limnocharis flava) mengalami penurunan paling
fitoremedian A1 (Eichornia crassipes), A2 (Pistia
rendah yaitu 207,80 mg/L tanaman Genjer
stratiotes L), A3 (Limnocharis flava), dan A4
(Limnocharis flava) memiliki kemampuan
(Monochoria vaginalis) terjadi peningkatan pada
menyerap logam berat dengan efektif maka dari
pengamatan pertama (5 hari setelah perlakuan).
itu penurunan kadar P pada A3 (Limnocharis
Peningkatan bisa terjadi karena adanya proses
flava) tergolong efektif karena kemampuan
adaptasi tanaman yang dimana akarnya masih
penyerapan dari tanaman genjer itu sendiri. Pada
belum terlalu menyebar dan kokoh pada lapisan
hasil penurunan kadar P oleh masing- masing
topsoil jadi penyerapan kadar K pada limbah PKS
fitoremedian nilai penurunan tersebut masih
tidak maksimal. Fitoremedian A3 (Limnocharis
terbilang cukup tinggi daripada baku mutu yang
flava) menunjukan tingkat kenaikan kadar K
telah ditetapkan yaitu 0,087 mg/L sebagai batas
paling tinggi pada pengamatan pertama (5 hari
atas pada air yang tidak tercemar
setelah perlakuan) sebanyak 30,94 mg/L.
Penyerapan kadar K pada pengamatan kedua (10
Penurunan atau kenaikan pada kadar P ini
hari setelah perlakuan) sampai dengan
disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme.
pengamatan kelima (25 hari setelah perlakuan)
Mikroorganisme selain merombak P organik
sudah mulai maksimal dimana tidak ada lagi
menjadi P anorganik juga menggunakan unsur P
peningkatan kadar K pada bak perlakuan yang
untuk aktivitas metabolisme hidupnya
berisi limbah cair PKS beserta fitoremediannya
(Notohadiprawiro, 1999) sehingga mengurangi
masing- masing. Kandungan salah satu bahan
kandungan P tersedia dalam limbah cair. Selain
organik K dapat merangsang cepat pertumbuhan
itu kemungkinan kandungan fosfor yang
fitoremedian sesuai dengan pernyataan (Wijaya
terkandung pada limbah cair terkikis dan
dkk, 2015). Pengaruh nyata pemberian limbah
mengendap sehingga pada saat pengukuran
cair pabrik kelapa sawit terhadap jumlah daun dan
sebagian kadar P tidak terukur karena
total luas daun bibit kelapa sawit disebabkan
mengendap di dasar bak. Fosfor diambil tanaman
karena pemberian limbah cair pabrik kelapa
terutama dalam bentuk senyawa H2PO4- dan
menjamin ketersediaan unsur hara N, P, K, Mg
HPO42-. Pada umumnya rata-rata tumbuhan air
yang dapat merangsang pertumbuhan daun.
mengandung Nitrogen dan Fosfor masing-masing
Kalium berperan sebagai pengatur proses fisiologi
0,7% dan 0,09% dari berat basah. Fosfor
tanaman seperti fotosintesis, akumulasi,
membatasi eutrofikasi jika kadar Nitrogen lebih
translokasi, transportasi karbohidrat, membuka
dari delapan kali kadar Fosfor, Nitrogen
menutupnya stomata, atau mengatur distribusi air
membatasi proses eutrofikasi jika kadarnya
dalam jaringan dan sel. Menurut Subandi (2013),
kurang dari delapan kali kadar Fosfor (UNEP-
kalium berperan penting dalam proses biofisik dan
IETC/ILEC, 2001). Klorofil-a adalah pigmen
biokimia. Dalam proses biofisik, peran kalium
tumbuhan hijau yang diperlukan untuk
sangat penting dalam mengatur tekanan osmotik
fotosintesis. Parameter Klorofil-a
dan tekanan vaskuler yang akan mempengaruhi
mengindikasikan kadar biomassa algae, dengan
pertumbuhan dan perkembangan sel serta
perkiraan rata-rata beratnya adalah 1% dari
membuka dan menutup stomata. Kekurangan
biomassa.
unsur ini menyebabkan daun seperti terbakar dan
akhirnya gugur. Jika unsur kalium berlebih,
Pengukuran penurunan K (kalium) limbah cair
gejalanya mirip tanaman kekurangan kalsium.
PKS
Pada perairan, seperti unsur nitrogen dan
phospat, kelebihan kalium juga dapat
Limbah cair luaran dari pabrik sawit dialirkan ke
menimbulkan terjadinya eutrofikasi pada badan
kolam limbah untuk dibiarkan dingin di
Fitoremedian Sebagai Alternatif Pengolahan Limbah Cair 34
Agrosains : Jurnal Penelitian Agronomi 22(2): 27-33, 2020, pISSN: 1411-5786; eISSN: 2655-7339
air seperti sungai, sehingga menyebabkan penurunan dan pada pengamatan kelima (25 hari
pertumbuhan tanaman air yang diluar kendali. setelah perlakuan) setiap perlakuan yaitu A1
Oksigen yang seharusnya digunakan bersama (Eichornia crasipes), A2 (Pistia stratiotes L), A3
oleh seluruh hewan/tumbuhan air, menjadi (Limnocharis flava), dan A4 (Monocharia
berkurang akibat ledakan pertumbuhan tersebut. vaginalis) mengalami penurunan. Penurunan
terkecil didapatkan oleh A1 (Eichornia crassipes)
Perbandingan hasil analisis penelitian dengan yaitu 2666,67 mg/L namun nilai tersebut belum
bahan baku mutu termasuk kedalam baku mutu sesuai dengan
Permen L. H No. 5, (2014). Nilai TSS atau
Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau padatan yang tidak terlarut pada limbah PKS ini
kadar unsur pencemar dan/atau jumlah unsur bernilai tinggi sedangkan baku mutu yang
pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam diberlakukan bernilai 250 mg/L. Penurunan TSS
air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke terjadi pada setiap perlakuan namun, nilai akhir
dalam media air dari suatu usaha dan/atau terendah terjadi pada pengamatan kelima
kegiatan. Standar kualitas air adalah baku mutu perlakuan A4 (Monocharia vaginalis) yaitu 560
yang ditetapkan berdasarkan sirat-sifat fisik, mg/L. Nilai tersebut belum memasuki baku mutu
kimia, radioaktif maupun bakteriologis yang sesuai dengan Permen L. H No. 5, (2014).
menunjukkan persyaratan kualitas air tersebut. Nitrogen, Fosfor dan Kalium merupakan unsur
Parameter baku mutu terdiri atas parameter fisik organik yang dibutuhkan dalam pertumbuhan
berupa : bau, rasa, warna, suhu, TSS, kekeruhan. tanaman. Terlalu tingginya kadar N, P, dan K
Sedangkan parameter kimia berupa : kimia akan berpengaruh dalam system eutrofikasi. Nilai
anorganik dan kimia organik. Perbandingan ini N yang dibutuhkan pada baku mutu adalah 50
dilakukan untuk mengetahui variabel pencemar mg/L sedangkan nilai N pada limbah cair PKS
pada limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) sudah termasuk sangat rendah yaitu sekitar 1,17
inlet kolam anaerob 3 sudah sesuai atau belum mg/L pada perlakuan A1 (Eichornia crassipes).
dengan baku mutu Peraturan Menteri Lingkungan Nilai P dan K memiliki baku mutu yang sangan
Hidup No. 5 tahun 2014. Perbandingan antara rendah yaitu di bawah 1 mg/L. Untuk baku mutu P
hasil analisis penelitian pH, COD, TSS, N-total, P 0,087 mg/L sedangkan nilai terendah yang
dan K dengan baku mutu dapat dilihat pada Tabel didapat dari perlakuan yaitu 207, 80 mg/L pada
2 A3 (Limnocharis flava) angka tersebut sangat jauh
dari baku mutu P pada batas air tidak tercemar
menurut Ketchum (1969). Nilai K pada limbah cair
PKS inlet anaerob 3 >20 mg/L namun dapat turun
pada pengamatan terakhir di angka 10,16 mg/L
pada perlakuan A4 (Monocharia vaginalis).
Namun nilai tersebut belum termasuk dalam baku
mutu yang telah ditetapkan menurut Ihsan dkk,
(2013) dimana baku mutu N itu hanya bernilai
0,38 mg/L
KESIMPULAN
Kesimpulan
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen Elia, I., Mukhlis dan Razali. 2015. Kajian
Pembimbing yang telah membantu dalam Pemanfaatan Konsentrat Limbah Cair dan
penulisan dan terimakasih juga kepada seluruh Abu Boiler Pabrik Kelapa Sawit Sebagai
Dosen Jurusan Budidaya Tanaman Perkebunan Unsur Hara Tanah Ultisol. Jurnal
yang telah memberikan ilmu dan arahan dalam Agroekoteknologi. 3(4):1525-1530.
penulisan.
EPA. 2000. Introduction to
REFERENSI Phytoremediation. Diakses di http: // www.
cluin. org/ download/remed/introphyto.pdf
Anand, P. , C. Chellaram, S. Kumaran, pada 27 September 2019.
dan C. F. Shanthini. 2010. Biochemical
Composition and Antioxidant Activity of EPA. 2001. Themephos Facts, United
Pleuroploca trapezium Meat. J. Chem. States Prevention, Pesticides EPA
Pharm. Res. , 2(4):526-535. Environmental Protection and Toxic
Substances Agency.
Aniek, S. 2003. Kerajinan Tangan Enceng Hanafiah, K. 2005. Dasar dasar Ilmu
Gondok. Jawa Tengah: Balai Tanah. Jakarta.
Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah
dan Pemuda (BPPLSP). Hasanah dan Hilda. 2011. Penurunan
Beban Pencemar Limbah Cair Kelapa
Apha. 1989. Standard methods for the Sawit Melalui Proses Fermentasi Anaerob
examination of waters and wastewater. Menggunakan Digester Anaerob
17th ed. American Public Health DuaTahap. Skripsi. Fakultas Teknologi
Association, American Water Works Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Association, Water Pollution Control
Federation. Washington, D. C. 1467 p. Henry, J. R. 2000. In An Overview of
Phytoremediation of Lead and Mercury.
Chaney, R, L. 1995. Potential use of metal NINEMS Report. Washington, D. C. PP. 3
hyperaccumulators. Mining Environ Manag - 9.
3:9-11.
Ihsan, T. , S. Indah, dan D. Helard. 2013.
Dalimartha, S. 2009. Atlas Tumbuhan Penyisihan kalium dari limbah cair
Obat Indonesia Jilid 1. Jakarta : Trubus persawahan dengan metode multi soil
Agriwidya. layering (MSL). Jurusan Teknik
Lingkungan Universitas Andalas. Jurnal
Deublein, D. dan A. Steinhauster. 2008. Teknik Lingkungan UNAND. Vol. 10 (2):
Biogas from Waste and Renwable 133-141.
Resources. Winley-VCH Verlag GmbH &
Co. KGaA. Wetnhetm. ITRC. 2001. Technical and regulatory
guidance document, phytotechnology.
Dissya, A. 2016. Penggunaan Interstate Technology Regulatory Council
Fitoremediasi Untuk Mereduksi Polutan USA.
Pada Limbah Cair Industri Kelapa Sawit
(Elaeis guinensis Jacq. ). Skripsi. Jurusan Jiang, B. 2006. The Effect of Trace
Budidaya Tanaman Perkebunan. Politeknik Elements on the Metabolisms of
Negeri Lampung. Lampung. AnaerobicMicrobial Consortia. Thesis
Fitoremedian Sebagai Alternatif Pengolahan Limbah Cair 36
Agrosains : Jurnal Penelitian Agronomi 22(2): 27-33, 2020, pISSN: 1411-5786; eISSN: 2655-7339
Wageningen University.
Samekto, R. 2008. Pemupukan. PT Citra
Ketchum, D. H. 1969. Eutrophication of Aji Prama. Yogyakarta. 44 Hal.
estuaries. In: Eutrophication Causes,
Consequences, Corrective National Soemirat, 2004. Kesehatan Lingkungan.
Academy of Sciences. Washington, D. C. Yogyakarta: Gadjah Mada University.
197-209pp.
Steenis, V. 2006. Flora. Cetakan Kelima.
Kim, G. S. , dan George. D. B. 2012. Jakarta: PT. Pradya Paramita.
Removal of nitrogen, phosphorus and
prodiamine from a container nursery by a Subandi. 2013. Peran dan pengelolaan
subsurface flow constructed wetland. hara kalium untuk produksi pangan di
Journal of Bioremediation and Indonesia. Balai Penelitian Kacang-
Biodegradation, 7(2), 1-5. kacangan dan Umbiumbian. Malang.
Volume. 6(1);1-10.
Lasat, M. 2000. The Use of Plants for the
Removal of Toxic Metals from Subroto, M. A. 1996. Fitoremediasi.
Contaminated Soil. Diakses di htt://clu-in. Dalam: Prosiding Pelatihan dan Lokakarya
org/dounload/remed/lasat. pdf pada tanggal Peranan Bioremediasi Dalam Pengelolaan
27 September 2019). Lingkungan, Cibinong, 24-25 Juni 1996.
Mamonto, H. 2013. Uji Potensi Kayu Apu Sumirat, U. dan A. Solehudin. 2009.
(Pistia Stratiotes L. ) Dalam Penurunan Nitrous Oksida (N2O) dan Metana (CH4)
Kadar Sianida (CN) Pada Limbah Cair sebagai Gas Rumah Kaca. Jurnal TORSI.
PenambanganEmas. Skripsi tidak Vol. VIII, No. 2, Juli 2009.
dipublikasikan. Gorontalo : Universitas
NegeriGorontalo. Sundaru, M. Syam, M., dan Bakar, J.
1976. Beberapa Jenis Gulma Padi Sawah.
Manurung, G. M. E. 2004. Teknik Lembaga Pusat Penelitian Pertanian Bogor.
pembibitan kelapa sawit. Makalah pada Buletin Teknik No. 1.
pelatihan Life Skill Teknik Pembibitan
Kelapa Sawit. Pekanbaru. Suryati dan Budhi. 2003. Eliminasi Logam
Berat Kadmium Dalam Air Limbah
Mays, L. W. 1996. Water resources Menggunakan Tanaman Air. Badan
handbook. McGraw-Hill. New York. p: 827. Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Serpong.
Muladi, S. 2001. Kajian Eceng-eceng
sebagai Bahan Baku Industri dan Tetrapoik, O. M. , 2011. Hubungan Antara
Penyelamat Lingkungan Hidup di Perairan. Amoniak, pH,CO2, Alkalitas. Universitas
Prosiding Seminar Nasional IV Masyarakat Padjajaran.
Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI).
Samarinda. Thompson LM, Troeh FR. 1978. Soil and
Ferility. New York. Mc Graw-Hill book
Naibaho dan M. Ponten. 1996. Teknologi company.
Pengolahan Kelapa Sawit, Medan : Pusat
Penelitian Kelapa Sawit. Titi dan Juhaeti. 2005. Inventarisasi
Notohadiprawiro, T. 1999. Tanah dan Tumbuhan Potensial Untuk Fitoremediasi
Lingkungan. Jakarta: Direktorat Jenderal Lahandan Air Terdegradasi Penambangan
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Emas. Biodiversitas (31-33).
dan Kebudayaan.
UNEP-IETC/ILEC. 2001. Lakes and
Romayanto, M. E. W. , Wiyanto & Sajidan. Reservois. Water Quality: The impact
2006. Pengolahan limbah domestik Eutrophication, Shiga-Japan. Vol. 3.
dengan aerasi dan penambahan bakteri ISBN4-906356-31-1.
Pseudomonas putida. Jurnal: Bioteknologi,
3(2), hlm. 42-49. Yusuf dan Guntur. 2001. Proses
bioremediaasi limbah rumah tangga dalam
Said, E. G. 1996. Penanganan dan skala kecil dengan kemampuan tanaman
Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit. air pada sistem simulasi. Tesis. Institut
Cetakan Pertama. Bogor: Trubus Pertanian Bogor.
Agriwidya.
Fitoremedian Sebagai Alternatif Pengolahan Limbah Cair 37
Agrosains : Jurnal Penelitian Agronomi 22(2): 27-33, 2020, pISSN: 1411-5786; eISSN: 2655-7339