Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

Status Hukum Tentara Anak dalam Konflik Bersenjata Berdasarkan Konvensi Jenewa Tahun 1949 dan Konvensi Hak

Anak Tahun
1989 (Suatu Tinjauan Normatif)

STATUS HUKUM TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA


BERDASARKAN KONVENSI JENEWA TAHUN 1949 DAN KONVENSI
HAK ANAK TAHUN 1989 (SUATU TINJAUAN NORMATIF)
Athina Kartika Sari
Fakultas Hukum, Universitas Esa Unggul, Jakarta
Jalan Arjuna Nomor 9, Kebon Jeruk, Jakarta - 11510
athina.sari@esaunggul.ac.id

Abstract
Armed conflict or known as "war" is a phenomenon that has occurred for hundreds of years ago and
not even known when exactly the war took place. In every war, there is action which is very cruel and
contrary to human values. One of the actions which also often occurs is the recruitment of children in
armed conflict or commonly known as a child soldier. In the regulation of child soldiers there are
differences in the age status between the Geneva Conventions of 1949 and their Additional Protocols
and the Convention on the Rights of the Child 1989 and the Optional Protocol. The differences in age
settings can affect legal protection efforts when the status of a child has become combatants, as well
as enforcement of International Law when a subject of International Law commits human rights
violations and war crimes. This research is normative research. The purposes of this research
determine the legal status of child soldiers in armed conflict based on the Geneva Conventions 1949
and the Convention on the Rights of the Child 1989, and determine the efforts to protect children who
become child soldiers in armed conflicts based on the perspective of International Law. From the
results of the analysis, the authors conclude that firstly, in terms of the time of enactment, the time of
the war, International Humanitarian Law is a lex specialis of International Human Rights Law, then
the rules used during armed conflict are the Geneva Conventions of 1949 and the Additional
Protocols. The legal status of child soldiers in armed conflict in terms of their relation to the age limit
is not less than 15 years so that children who have met the age requirements can be treated as
combatants with special treatment. Secondly, if a country that uses children into armed conflict has
ratified Additional Protocol 1977 and the Convention on the Rights of the Child 1989, then there must
be clear punishment from national law in that country, but if national law cannot be enforced, the
case of children involvement in armed conflict can be submitted to the International Criminal Court.
In the event that a country has not ratified the regulation, the state must immediately ratify so that a
country's national law in protecting children's rights can be enforced. Countries that do not want or
have not ratified the Rome Statute or even committed the crime before the Rome Statute came into
force, the perpetrators of these crimes can still be prosecuted because the prohibition on the
recruitment of children in armed conflict is an international custome.

Keywords: child soldiers, armed conflict, international law

Abstrak
Konflik bersenjata atau biasa yang dikenal dengan sebutan “perang” merupakan fenomena
yang telah terjadi sejak ratusan tahun lalu bahkan tidak diketahui dengan pasti kapan
sebenarnya perang itu terjadi. Dalam setiap perang terjadi tindakan-tindakan yang sangat
kejam dan bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Salah satu tindakan yang juga
sering terjadi adalah perekrutan anak dalam konflik bersenjata atau biasa dikenal dengan
tentara anak (child soldier). Dalam pengaturan tentara anak terdapat perbedaan status umur
antara Konvensi Jenewa 1949 beserta Protokol Tambahannya dengan Konvensi Hak Anak
1989 beserta Optional Protokolnya. Atas perbedaan pengaturan umur tersebut dapat
mempengaruhi upaya perlindungan hukum saat status anak telah menjadi kombatan serta
penegakan Hukum Internasional pada saat suatu subjek Hukum Internasional melakukan
pelanggaran hak asasi manusia maupun kejahatan perang. Penelitian ini merupakan
penelitian normatif. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui status hukum tentara anak
dalam konflik bersenjata berdasarkan Konvensi Jenewa Tahun 1949 dan Konvensi Hak
Anak Tahun 1989 serta mengetahui upaya perlindungan anak yang menjadi tentara anak
dalam konflik bersenjata berdasarkan perspektif Hukum Internasional. Dari hasil analisis,
penulis menyimpulkan bahwa pertama, dalam hal waktu pemberlakuannya, yaitu saat

Lex Jurnalica Volume 16 Nomor 1, April 2019 75


Status Hukum Tentara Anak dalam Konflik Bersenjata Berdasarkan Konvensi Jenewa Tahun 1949 dan Konvensi Hak Anak Tahun
1989 (Suatu Tinjauan Normatif)

terjadinya perang, maka Hukum Humaniter Internasional merupakan lex specialis dari
Hukum Hak Asasi Manusia Internasional, maka peraturan yang digunakan saat konflik
bersenjata berlangsung adalah Konvensi Jenewa Tahun 1949 beserta Protokol
Tambahannya. Status hukum tentara anak dalam konflik bersenjata dalam hal kaitannya
dengan batasan umur adalah tidak kurang dari 15 tahun sehingga anak yang telah
memenuhi persyaratan secara umur tersebut dapat diberlakukan sebagai kombatan dengan
perlakuan khusus. Kedua, apabila suatu negara yang menggunakan anak ke dalam konflik
bersenjata telah meratifikasi Protokol Tambahan Tahun 1977 dan Konvensi Hak Anak
Tahun 1989, maka harus ada tindakan hukuman yang jelas dari hukum nasional di negara
tersebut, namun bila hukum nasional tidak dapat ditegakkan, maka kasus pelibatan anak
dalam konflik bersenjatadapat diajukan ke Mahkamah Pidana Internasional. Dalam hal ada
negara yang belum meratifikasi peraturan tersebut, maka negara harus segera meratifikasi
agar hukum nasional suatu negara dalam melindungi hak-hak anak dapat ditegakkan.
Negara yang tidak mau atau belum meratifikasi Statuta Roma atau bahkan kejahatan
tersebut dilakukan sebelum Statuta Roma diberlakukan, maka para pelaku kejahatan
tersebut masih dapat dituntut dikarenakan larangan perekrutan anak dalam konflik
bersenjata sudah merupakan kebiasaan internasional.

Kata kunci: tentara anak, konflik bersenjata, hukum internasional

Pendahuluan bersenjata yang tetap atau anggota kelompok


Perang dan konflik bersenjata dapat politik bersenjata terdapat beberapa bentuk
ditemui hampir dalam tiap belahan dunia, keterlibatan tentara anak sebagai berikut: “Child
mulai dari benua Afrika, Asia, Amerika, hingga soldiers perform a range of tasks including
Eropa. Seperti dikemukakan oleh Mochtar participation in combat, laying mines and
Kusumaatmadja bahwa sejarah manusia explosives, scouting, spying, acting as decoys or
hampir tidak pernah bebas dari peperangan. guards, training, drill or other preparation, logistics
Selama 3400 tahun sejarah tertulis, umat manu- and support function, cooking and domestic labour,
sia hanya mengenal 250 tahun perdamaian. Hal and sexual slaverty or other recruitment for sexual
ini berarti perang merupakan salah satu hal purposes”. Perekrutan dan penggunaan tentara
yang sama tuanya dengan sejarah umat anak ini antara lain banyak terjadi di kawasan
manusia (Kusumaatmadja, 1980). Timur Tengah, Kongo, Republik Burundi, dan
Ketika perang atau konflik bersenjata sebagian negara di Asia Tenggara (Machel,
terjadi, tujuan utama dari negara yang terlibat 2000).
adalah memenangkan suatu peperangan, oleh Kasus keterlibatan anak sebagai tentara
karena itu tidak jarang bagi negara akan anak merupakan suatu fenomena sosial yang
menggunakan segala cara untuk memenangkan merupakan pelanggaran hak asasi manusia.
peperangan tersebut. Salah satu fenomena Dalam konteks Hukum Internasional, penga-
tragis dan memprihatinkan saat saat konflik turan masalah tentara anak ini secara khusus
bersenjata terjadi adalah penggunaan tentara telah diatur dalam Konvesi Jenewa 1949 beserta
anak untuk dijadikan tentara atau serdadu Protokol Tambahannya serta Konvensi Hak
perang (child soldiers). Tentara anak ini meru- Anak 1989 beserta Protokol Optional-nya.
pakan anak di bawah umur yang direkrut dan Pada kedua aturan tersebut terdapat
dipaksa untuk menjadi kelompok pembe- perbedaan mengenai pengaturan umur tentara
rontak, pejuang separatis, gerilyawan, anak. Berdasarkan Protokol Tambahan I
kelompok fundamentalis, bahkan angkatan Konvensi Jenewa dan Protokol Tambahan II
bersenjata milik pemerintah. Pelibatan anak di Konvensi Jenewa, diatur mengenai larangan
bawah umur ini kerapkali tidak hanya terjadi merekrut dan melibatkan anak yang belum
pada anak laki-laki saja namun juga anak mencapai usia 15 tahun ke dalam angatan
perempuan. bersenjata. Sedangkan dalam Protokol Opsional
Menurut The Coalition to Stop The Use of Konvensi Hak Anak mengenai Pelibatan Anak
Child Soldiers, seorang tentara anak yang men- dalam Konflik Bersenjata, diatur bahwa anak
jadi anggota atau diperkerjakan oleh angkatan yang berusia di bawah 18 tahun dilarang

Lex Jurnalica Volume 16 Nomor 1, April 2019 76


Status Hukum Tentara Anak dalam Konflik Bersenjata Berdasarkan Konvensi Jenewa Tahun 1949 dan Konvensi Hak Anak Tahun
1989 (Suatu Tinjauan Normatif)

dilibatkan dalam suatu pertempuran. Atas beserta adanya perbedaan aturan umur tentara
perbedaan pengaturan umur tersebut dapat anak dalam Hukum Internasional. Selanjutnya
mempengaruhi upaya perlindungan hukum penulis mencoba mencari solusi atas
saat status anak telah menjadi kombatan. permasalahan tersebut yang dikaitkan dengan
Permasalahan lainnya dari perbedaan penga- perpektif Hukum Internasional.
turan umur tentara anak akan berpengaruh
juga terhadap penegakan Hukum Inter- Hasil dan Pembahasan
nasional. Disparitas umur tentara anak antara Status Hukum Tentara Anak dalam
15 sampai dengan 18 tahun akan menjadi ruang Konflik Bersenjata Berdasarkan Konvensi
perdebatan pada saat suatu subjek Hukum Jenewa Tahun 1949 dan Konvensi Hak
Internasional telah melakukan pelanggaran hak Anak Tahun 1989
asasi manusia maupun kejahatan perang. Konflik bersenjata atau biasa yang
Pada Pasal 8 ayat (2) butir (b.XXVI) dikenal dengan sebutan “perang” merupakan
Statuta Roma menyebutkan bahwa salah satu fenomena yang telah terjadi sejak ratusan tahun
pelanggaran serius terhadap hukum dan lalu bahkan tidak diketahui dengan pasti kapan
kebiasaan yang berlaku dalam sengketa ber- sebenarnya perang itu terjadi. Perang yang
senjata internasional, yaitu memberlakukan pada dasarnya merupakan suatu kejadian yang
wajib militer atau mendaftarkan anak di bawah tidak diinginkan manusia ini menimbulkan
umur 15 tahun ke dalam angkatan bersenjata kesengsaraan dan kerugian yang tidak ternilai
atau menggunakannya untuk ikut serta secara harganya. Dalam setiap perang terjadi
aktif dalam pertikaian. Berkaitan dengan hal tindakan-tindakan yang sangat kejam dan
tersebut, masalah tentara anak kiranya penting bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan.
untuk dijadikan perhatian suatu negara, Salah satu tindakan yang juga sering terjadi
khususnya negara yang sedang terjadi konflik adalah perekrutan anak dalam konflik
bersenjata serta subjek Hukum Internasional bersenjata atau biasa dikenal dengan tentara
lainnya dalam melindungi hak-hak setiap anak anak (child soldier).
dan mencegah terjadinya perekrutan tentara Masyarakat internasional telah mem-
anak. buat Protokol yang mengatur khusus perlin-
Berdasarkan latar belakang di atas, dungan keterlibatan anak dalam peperangan,
maka permasalahan yang diangkat dalam yaitu Optional Protocol on Involvement of Children
penulisan ini adalah bagaimana status hukum in Armed Conflict pada tahun 2000, namun
tentara anak dalam konflik bersenjata berda- dalam Protokol ini tidak mendefiniskan menge-
sarkan Konvensi Jenewa Tahun 1949 dan nai tentara anak. Protokol ini hanya menje-
Konvensi Hak Anak 1989 serta bagaimana laskan bahwa seorang anak yang belum
upaya perlindungan anak yang dijadikan ten- mencapai usia 18 tahun dilarang terlibat dalam
tara anak dalam konflik bersenjata berdasarkan suatu peperangan. Selain itu,berdasarkan The
perspektif Hukum Internasional. Coalition to Stop The Use of Child Soldiers,
seorang tentara anak didefinisikan sebagai
Metodologi Penelitian seseorang di bawah usia 18 tahun yang menjadi
Metodologi penelitian yang digunakan anggota atau dipekerjakan oleh angkatan
dalam penulisan ini adalah normatif, yaitu bersenjata yang tetap atau anggota kelompok
penelitian yang dilakukan dengan cara meng- politik bersenjata, apakah dalam situasi konflik
kaji bahan pustaka atau data sekunder melalui bersenjata ada atau tidak ada (Anonim, 2001: 1).
buku, peraturan, majalah, internet, makalah, Definisi tentara anak juga termuat
dan dokumen terkait lainnya yang berhu- dalam Cape Town Principles diambil dari
bungan dengan Hukum Humaniter Inter- konferensi internasional tentang tentara anak
nasional dan Hukum Hak Asasi Manusia yang diadakan di Afrika Selatan tahun 1977,
Internasional. Sifat penelitian ini merupakan dan diterima secara luas oleh Child Protection
penulisan deskriptif yang menggambarkan dan Agencies, Non-Governmental Organization and
menganalisis masalah yang didasarkan pada United Nation Agencies, termasuk UNICEF dan
fakta yang tampak mengenai fenomena perek- World Bank. Berdasarkan Cape Town Principles
rutan tentara anak di berbagai belahan dunia 1977 ini definisi tentara anak adalah: Any child,

Lex Jurnalica Volume 16 Nomor 1, April 2019 77


Status Hukum Tentara Anak dalam Konflik Bersenjata Berdasarkan Konvensi Jenewa Tahun 1949 dan Konvensi Hak Anak Tahun
1989 (Suatu Tinjauan Normatif)

boy or girl, under 18 years of age, who is part of any yang dijadikan tentara anak tumbuh dan
kind of reguler or irregular armed force or armed berkembang di antara lingkungan sekolah dan
group in any capacity, including but not limited to: di rumah-rumah dengan menggunakan
cooks, parters, messengers, and anyone accompaying peralatan militer dan diajarkan metode ber-
such groups other than family members. It includes perang (Bagaskara Majer. 2001). Bentuk keter-
girls and boys recruited for force sexual purposes libatan tentara anak dapat sebagai mata-mata,
and/or for marriage. sabotase, kurir, pengirim berita mengenai
Secara historis, munculnya tentara anak keadaan musuh, pembawa amunisi, penjaga
sebagai kombatan dan terlibat dalam konflik pos militer, atau bahkan bertempur langsung
bersenjata dimulai sekitar abad ke-18. Anak- ke medan perang. Faktor keterlibataan anak
anak secara tidak langsung telah turut serta menjadi tentara anak antara lain dapat
dalam konflik bersenjata. Pada waktu itu anak- disebabkan karena faktor ekonomi, sosial
anak hanya dapat dikatakan penggembira saja politik, atau lingkungan sekitar.
sebagai penabuh genderang perang. Dimulai Dalam suatu konflik bersenjata, pihak
dari sinilah perkembangan selanjutnya anak- yang bertikai dibagi menjadi dua status, yaitu
anak ikut serta aktif dalam kancah peperangan sebagai kelompok yang berstatus sebagai
baik secara sukarela maupun dipaksa. kombatan dan kelompok yang berstatus
Pada dasarnya, fenomena anak-anak sebagai civilian. Kombatan merupakan pihak
yang disiapkan menjadi tentara anak yang yang secara langsung ikut berperang, boleh
dimulai pada abad ke-18 berbeda dengan membunuh, dibunuh, dan apabila tertangkap
penggunaan anak-anak yang dilibatkan dalam diperlakukan sebagai tawanan perang sedang-
suatu peperangan pada masa sebelum abad ke- kan civilian tidak boleh turut dalam perang
18. Perbedaan ini meliputi tujuan dan cara serta harus dilindungi dan tidak boleh
perekrutan anak-anak yang dilibatkan dalam dijadikan sasaran perang (Permanasari, dkk,
suatu kemiliteran. Pada abad ke-18, anak-anak 1999). Menurut Konvensi Den Haag 1907, pihak
bangsawan sengaja diberikan pendidikan dan yang boleh turut serta secara aktif dalam
latihan militer untuk dipersiapkan menjadi pertempuran adalah armies (tentara), militia and
“pejabat kerajaan”. Konsep kemiliteran yang volunteer corps (milisi dan korps sukarela
tumbuh berkembang adalah identik dengan dengan memenuhi persyaratan tertentu), serta
kekuasaan dan pertahanan keamanan suatu levee en masse.
kerajaan. Berbeda halnya dengan fenomena Seorang anak yang dijadikan tentara
tentara anak yang terjadi pada abad ke-18 dan anak, baik oleh angkatan bersenjata peme-
setelahnya. Anak-anak dilibatkan dalam suatu rintah, angkatan bersenjata non pemerintah
peperangan karena angkatan atau kelompok maupun levee en masse, dapat dikategorikan
bersenjata tersebut kekurangan serdadu/ sebagai kombatan apabila telah memenuhi
prajurit perang. Selain itu, tentara anak persyaratan sebagaimana pada Konvensi
merupakan tenaga prajurit yang murah dan Jenewa Tahun 1949, yaitu:
mudah dikendalikan. Perekrutan anak pada 1. Mereka yang memliki pemimpin yang
masa ini banyak terjadi pada anak-anak yang bertanggung jawab atas bawahannya;
keluarganya pada tingkat ekonomi menengah 2. Mereka yang mengenakan tanda-tanda
ke bawah dan negaranya dalam keadaan tertentu yang dapat dikenal dari jarak jauh;
konflik bersenjata (Anonim, 2006). 3. Mereka dalam beroperasinya mmeatuhi
Permasalahan tentara anak ini pada hukum dan kebiasaan perang; dan
dasarnya telah mendunia, tidak hanya di benua 4. Mereka yang membawa senjata secara
Afrika namun juga di Asia, Eropa, bahkan di terbuka.
Amerika. Pada tahun 1990-an di Amerika Latin Dalam pemberlakuan hukum, hak dan
terdapat tentara anak yang tergabung dalam kewajiban anak yang dijadikan tentara anak
angkatan bersenjata di El Savador, Ekuador, akan sama dengan pembelakukan hukum ter-
Guetamala, Mexico, Nikaragua, Paraguay, hadap tentara, milisi, atau korps sukarela
Kolombia, dan Peru, bahkan di Kolombia dewasa, hanya saja akan ada perlakuan khusus
sebutan khusus untuk tentara anak yakni Little yang diberikan kepada tentara anak bila
Bells. Contoh lain terjadi di Afghanistan, anak tertangkap oleh musuh. Adapun bentuk perla-

Lex Jurnalica Volume 16 Nomor 1, April 2019 78


Status Hukum Tentara Anak dalam Konflik Bersenjata Berdasarkan Konvensi Jenewa Tahun 1949 dan Konvensi Hak Anak Tahun
1989 (Suatu Tinjauan Normatif)

kuan khusus tersebut adalah penempatan Menurut teori Integritas, sistem hukum
markas yang berbeda dengan orang dewasa yang satu berasal dari yang lain. Dalam teori ini
dan larangan penjatuhan hukuman mati (Pasal mengemukakan kaitan antara Hubungan
77 Protokol Tambahan I Tahun 1977). Hukum Internasional dan Hukum Hak Asasi
Larangan perekrutan tentara anak Manusia Internasional dalam dua kemung-
dalam suatu konflik bersenjata pada dasarnya kinan, yaitu: (1) Hak Asasi Manusia Inter-
telah diatur dalam Hukum Internasional, nasional menjadi dasar bagi Hukum Humaniter
khususnya dalam Hukum Humaniter dan Internasional dimana Hukum Hak Asasi
Hukum Hak Asasi Manusia Internasional. Pada Manusia Internasional merupakan hak dasar
dua instrumen peraturan Hukum Internasional bagi setiap orang, setiap waktu, dan berlaku di
tersebut, yaitu Protokol Tambahan Konvensi segala tempat yang menjadi genus-nya dan
Jenewa 1949 dan Protokol Opsional Konvensi Hukum Humaniter merupakan species-nya
Hak Anak 1949 terdapat perbedaan pengaturan karena hanya berlaku untuk golongan tertentu
mengenai batas umur anak yang boleh saja serta dalam keadaan tertentu; dan (2)
diikutsertakan dalam konflik bersenjata. Hukum Humaniter Internasional merupakan
Dalam Pasal 77 ayat (2) dan (3) Protokol dasar Hukum Hak Asasi Manusia dikarenakan
Tambahan I Konvensi Jenewa Tahun 1949 Hukum Humaniter Internasional lahir terlebih
tentang Perlindungan Korban dalam Konflik dahulu daripada Hukum Hak Asasi Manusia
Bersenjata Internasional serta Pasal 4 ayat (3) Internasional (Permanasari, 1999).
Protokol Tambahan II Konvensi Jenewa Tahun Teori kedua, yaitu Teori Separatis men-
1949 tentang Perlindungan Korban dalam jelaskan bahwa Hukum Humaniter Inter-
Konflik Bersenjata Non Internasional disebut- nasional dan Hukum Hak Asasi Manusia
kan bahwa batas usia anak yang tidak boleh Internasional sebagai sistem hukum yang sama
direkrut dan digunakan dalam konflik ber- sekali tidak berkaitan karena keduanya ber-
senjata adalah di bawah 15 tahun. Di dalam beda. Perbedaan kedua sitem ini terletak pada
melatih anak-anak yang telah mencapai usia 15 obyeknya (Hukum Humaniter Internasional
tahun tetapi yang belum mencapai usia 18 mengatur sengketa bersenjata antara negara
tahun, maka pihak-pihak dalam sengketa harus dengan kesatuan (entity) lainnya sedangkan
berusaha memberikan pengutamaan kepada Hukum Hak Asasi Manusia Internasional
mereka yang tertua. Hal ini berbeda dengan mengatur hubungan antara pemerintah dengan
aturan dalam Protokol Optional Konvensi Hak warganegaranya di dalam negara tersebut),
Anak mengenai Keterlibatan Anak dalam sifatnya (Hukum Humaniter Internasional
Konflik Bersenjata Tahun 2000 serta aturan bersifat mandatory-a political serta peremptory
terkait lainnya yang menyebutkan bahwa sedangkan dan Hukum Hak Asasi Manusia
orang-orang yang belum mencapai usia 18 Internasional bersifat declarotory-political), dan
tahun tidak boleh ambil bagian secara langsung saat berlakunya (Hukum Humaniter Inter-
dalam pertempuran. Dari kedua aturan nasional berlaku pada saat perang sedangkan
tersebut terdapat perbedaan yang mendasar Hukum Hak Asasi Manusia Internasional
mengenai batasan umur anak untuk tidak berlaku pada saat damai).
dilibatkan dalam konflik bersenjata, yaitu 15 Teori ketiga, yaitu Teori Komplemetaris
tahun dan 18 tahun. mengemukakan bahwa Hukum Humaniter
Dalam menanggapi perbedaan aturan Internasional dan Hukum Hak Asasi Manusia
mengenai batas usia anak yang tidak boleh Internasional melalui proses yang bertahap,
terlibat dalam konflik bersenjata dapat di- berkembang sejajar, dan saling melengkapi.
kaitkan dengan teori mengenai Hubungan Hak Asasi Manusia melindungi pribadi orang
Hukum Humaniter Internasional dan Hukum pada masa perang atau sengketa bersenjata
Hak Asasi Manusia Internasional. Ada tiga sekalipun. Teori ini mengakui teori separatis
teori hubungan Hukum Humaniter Inter- dan menambahkan perbedaan lainnya, yaitu:
nasional dan Hukum Hak Asasi Manusia Inter- 1. Dalam Pelaksanaan dan Penegakan
nasional, yaitu Teori Integritas, Teori Separatis, Hukum Humaniter Internasional mene-
dan Teori Komplementaris. rapkan sistem negara pelindung (protecting
power) sedangkan Hukum Hak Asasi

Lex Jurnalica Volume 16 Nomor 1, April 2019 79


Status Hukum Tentara Anak dalam Konflik Bersenjata Berdasarkan Konvensi Jenewa Tahun 1949 dan Konvensi Hak Anak Tahun
1989 (Suatu Tinjauan Normatif)

Manusia Internasional sudah mempunyai seyogyanya perekrutan tentara anak ini tidak
aparat dan mekanisme yang tetap. terjadi di belahan dunia manapun. Setiap
2. Dalam Hal Sifat Pencegahan negara dan organisasi internasional perlu
Hukum Humaniter Internasional dalam melakukan upaya preventif dan perlindungan
kaitannya dengan pencegahan menggu- hukum bagi setiap anak yang akan dijadikan
nakan pendekatan preventif dan korektif, tentara anak saat konflik bersenjata.
sedangkan Hukum Hak Asasi Manusia
Internasional secara fundamental meng- Upaya Perlindungan Anak yang
gunakan pendekatan korektif yang Dijadikan Tentara Anak dalam Konflik
diharapkan akan mempunyai efek preventif. Bersenjata Berdasarkan Perspektif
Berdasarkan penjelasan atas ketiga teori Hukum Internasional
di atas, pada dasarnya Hukum Humaniter Pada dasarnya hak-hak anak bukan
Internasional dan Hukum Hak Asasi Manusia sekedar hak untuk mendapatkan perlindungan
Internasional memiliki tujuan yang sama, yaitu (protection rights) dan mempertahankan eksis-
memberikan jaminan perlindungan terhadap tensi kehidupan (survival rights). Seorang anak
setiap manusia. Hal yang paling mendasar dari juga mempunyai hak untuk berkembang fisik,
perbedaan kedua bidang hukum tersebut psikis, biologis, dan hak untuk mengete-
adalah waktu pemberlakuannya. Hukum ngahkan pandangan subjektif, memperoleh
Humaniter Internasional diberlakukan pada akses informasi, berkreasi, termasuk peng-
saat konflik bersenjata berlangsung sedangkan hargaan tentang pandangannya mengkons-
Hukum Hak Asasi Manusia Internasional truksikan budaya dan informasi (Joni dan
diberlakukan pada saat damai. Pemberlakuan Zulchaina, 1999).
Hukum Hak Asasi Manusia Internasional pada Dalam keadaan konflik bersenjata,
saat damai ini tetap akan menjamin per- pelanggaran terhadap hak-hak anak menjadi
lindungan meskipun saat konflik bersenjata lebih rentan sehingga anak memerlukan peme-
berlangsung dalam hal non-derogable rights liharaan, perlakuan khusus, serta bergantung
berupa hak-hak yang tidak boleh dikurangi pada bantuan dan pertolongan orang dewasa.
dalam bentu apapun, antara lain: hak hidup, Tidaklah cukup anak-anak diberikan hak-hak
prinsip perlakuan non diskriminasi, larangan dan kebebasan asasi yang sama dengan orang
penyiksaan, hak untuk tidak dipenjarakan dewasa, terutama saat dalam situasi
karena ketidakmampuan melaksanakan keten- peperangan. Perbedaan hak-hak inilah yang
tuan perjanjian, perbudakan, dan penjatuhan menjadikan anak-anak mempunyai perlakuan
hukuman tanpa putusan proses pengadilan khusus saat terjadi peperangan.
(Sudjatmoko, 1999). Salah satu bentuk perlakuan khusus
Dalam hal waktu pemberlakuannya, terhadap anak-anak yang dijadikan tentara
yaitu saat terjadinya perang, maka Hukum anak dalam konflik bersenjata adalah apabila
Humaniter Internasional merupakan lex anak yang dijadikan tentara anak tertangkap
specialis dari Hukum Hak Asasi Manusia oleh musuh, maka hak-hak anak tersebut harus
Internasional, maka peraturan yang digunakan tetap diperhatikan dan tidak boleh dijatuhkan
saat konflik bersenjata berlangsung adalah hukuman mati. Apabila ditangkap, ditahan,
Konvensi Jenewa Tahun 1949 beserta Protokol atau diasingkan sehingga menjadi tawanan
Tambahannya. Dengan demikian, berdasarkan perang karena alasan-alasan yang berhubungan
analisis atas teori yang ada, status hukum dengan sengketa bersenjata, maka anak-anak
tentara anak dalam konflik bersenjata dalam harus ditempatkan di markas yang terpisah
hal kaitannya dengan batasan umur, maka dari markas orang dewasa, kecuali jika
mengacu pada Protokol Tambahan Konvensi keluarga-keluarga ditempatkan sebagai satuan-
Jenewa 1949 bahwa umur tentara anak tidak satuan keluarga sebagaimana ditetapkan dalam
kurang dari 15 tahun. Artinya, ketika ber- Pasal 75 ayat (5) Protokol Tambahan Tahun
hadapan di medan pertempuran, anak yang 1977 (Bathlimus, 2003).
telah memenuhi persyaratan secara umur Kerentanan terhadap perlindungan hak-
tersebut dapat diberlakukan sebagai kombatan hak anak dalam konflik bersenjata memerlukan
dengan perlakuan khusus. Namun demikian, upaya yang optimal, utamanya dalam tahap

Lex Jurnalica Volume 16 Nomor 1, April 2019 80


Status Hukum Tentara Anak dalam Konflik Bersenjata Berdasarkan Konvensi Jenewa Tahun 1949 dan Konvensi Hak Anak Tahun
1989 (Suatu Tinjauan Normatif)

pencegahan. Hukum Internasional sebagai Upaya represif lain dalam hal melin-
instrumen pengendalian sosial masyarakat dungi anak-anak yang dijadikan tentara anak
internasional telah mewadahi persoalan saat terjadi konflik bersenjata adalah larangan
perlindungan anak-anak dari dampak konflik penjatuhan hukuman mati terhadap anak-anak
bersenjata. Pada Pasal 77 Protokol Tambahan yang terlibat dalam konflik bersenjata sebagai-
Konvensi Jenewa Tahun 1949 telah mengatur mana telah diatur dalam Pasal 6 ayat (4)
secara jelas mengenai larangan melibatkan dan Protokol Tambahan II tentang larangan men-
melatih anak-anak di bawah umur 15 tahun ke jatuhkan hukuman mati terhadap orang-orang
dalam suatu konflik bersenjata sebagai upaya yang berusia di bawah 18 tahun pada saat
pencegahan (preventif), mengenai perlakuan pelanggaran itu dilaksanakan. Pada Pasal 6
khusus bagi anak-anak yang dijadikan tentara Protokol Opsional Konvensi Hak Anak tentang
jika tertangkap oleh musuh dan mengenai Pelibatan Anak dalam Konflik Bersenjata
pelarangan hukuman mati bagi tentara anak mengatur tentang kewajiban setiap pihak
yang jatuh ke tangan musuh. Pada tataran untuk memberikan semua bantuan yang tepat
praktek, ketentuan ini seringkali diabaikan untuk recovery fisik dan psikologis serta peng-
sehinga banyak terjadi pelanggaran terhadap integrasian kembali kehidupan sosial anak-
hak-hak anak yang dijadikan tentara. Pelang- anak yang telah direkrut dan digunakan dalam
garan yang terjadi dapat termasuk sebagai pertempuran.
kejahatan kemanusiaan maupun kejahatan Dalam hal memberikan kepastian
perang sehingga melanggar ketentuan Hukum hukum akan tanggung jawab suatu negara
Humaniter Internasional dan Hukum Hak untuk melindungi hak-hak anak yang tidak
Asasi Manusia. boleh dilibatkan dalam konflik bersenjata,
Ketentuan lain mengenai kewajiban maka Pasal 8 ayat (2) butir (e.VII) Statuta Roma
suatu negara untuk mencegah pelibatan anak- menetapkan apabila suatu negara terbukti
anak yang belum dewasa dalam konflik ber- menggunakan anak-anak dalam perang akan
senjata berdasarkan perspektif Hukum Hak dinyatakan sebagai kejahatan perang. Keja-
Asasi Manusia terdapat di dalam Pasal 38 ayat hatan perang adalah pelanggaran pidana atas
(2) Konvensi Hak Anak Tahun 1989. Pasal ini jus in bello, yaitu hukum mengenai cara
menyebutkan bahwa pihak negara akan meng- melaksanakan operasi militer (Hata, 2015).
ambil langkah-langkah nyata bahwa seorang Dengan ketetapan ini, negara-negara yang ter-
yang belum mencapai usia 15 tahun tidak boleh bukti melibatkan anak-anak dalam peperangan
berpartisipasi langsung dalam peperangan. dapat diproses ke pengadilan internasional.
Dalam Pasal 6 Protokol Optional Konvensi Hak Kasus mengenai perekrutan dan peli-
Anak mengenai Pelibatan Anak dalam Seng- batan anak ke dalam suatu konflik bersenjata
keta Bersenjata diatur pula tentang kewajiban yang pernah sampai pada Pengadilan
negara-negara peserta Protokol untuk meng- Mahkamah Pidana Internasional (International
ambil semua tindakan dalam menghentikan Criminal Court) salah satunya adalah kasus
perekrutan dan penggunaan anak-anak yang Thomas Lubanga Dyilo. Thomas Lubanga
belum berusia 18 tahun dalam pertempuran. Dyilo adalah panglima perang asal Kongo yang
Selanjutnya, upaya represif yang dapat menjadi terdakwa pertama dalam Sidang
dilakukan saat konflik bersenjata terjadi dalam Pengadilan ICC. Dia memimpin salah satu
hal perlindungan hukum terhadap anak-anak kelompok perang sipil di Kongo tahun 1988.
yang dijadikan tentara anak disebutkan dalam Lubanga dituduh merekrut anak-anak di
Pasal 38 ayat (4) Konvensi Hak Anak 1989 yang bawah umur 15 tahun menjadi tentara dna
menyatakan bahwa pihak negara sesuai dengan mengirim mereka ke medan perang. Pada
kewajibannya dalam hukum kemanusiaan tanggal 29 Januari 2007 Thomas Lubangan di-
internasional wajib melindungi masyarakat jatuhkan hukuman atas pelanggaran kema-
sipil dalam konflik bersenjata dan akan meng- nusiaan oleh Mahkamah Pidana Internasional
ambil semua langkah-langkah nyata untuk di Den Haag, Belanda (Anonim. 2007).
menjamin perlindungan dan pemeliharaan Secara teoritis, setiap subyek hukum
anak-anak di bawah umur 15 tahun yang yang berkewajiban untuk menghormati dan
terlibat dalam konflik bersenjata. melindungi hak asasi manusia, berpotensi pula

Lex Jurnalica Volume 16 Nomor 1, April 2019 81


Status Hukum Tentara Anak dalam Konflik Bersenjata Berdasarkan Konvensi Jenewa Tahun 1949 dan Konvensi Hak Anak Tahun
1989 (Suatu Tinjauan Normatif)

untuk melakukan pelanggarannya. Namun dari larangan perekrutan anak dalam konflik
semua subyek hukum yang sudah umum bersenjata sudah merupakan kebiasaan
diketahui, negaralah yang memiliki peranan internasional sebagai salah satu sumber
sentral dalam penghormatan dan perlindungan Hukum Internasional.
hak asasi manusia dikarenakan negara memi-
liki kedaulatan dan dari kedaulatan inilah lahir Kesimpulan
kekuasaan dan kewenangan (I Wayan Par- Berdasarkan hasil analisis normatif
thiana, 2003: 90). Boer Mauna menjelaskan pada pembahasan di atas, dapat disimpulkan
bahwa kedaulatan memiliki tiga aspek, yaitu sebagai berikut:
(Boer Mauna. 2005: 181): Pada permasalahan terkait status
1. Aspek ekstern kedaulatan, yaitu hak bagi hukum tentara anak dalam konflik bersenjata
setiap negara untuk secara bebas berdasarkan Konvensi Jenewa Tahun 1949 dan
menentukan hubungannya dengan berbagai Konvensi Hak Anak Tahun 1989, disimpulkan
negara atau kelompok lain tanpa kekangan bahwa Hukum Humaniter Internasional dan
atau pengawasan dari negara lain. Aspek ini Hukum Hak Asasi Manusia Internasional
dikatakan sebagai kebijakan atau tindakan memiliki tujuan yang sama, yaitu memberikan
pemerintah yang bersifat bilateral (dua jaminan perlindungan terhadap setiap manu-
negara) atau multilateral; sia. Hal yang paling mendasar dari perbedaan
2. Aspek intern kedaulatan, yaitu hak atau kedua bidang hukum tersebut adalah waktu
wewenang eksklusif suatu negara untuk pemberlakuannya. Hukum Humaniter Inter-
menentukan bentuk lembaga tersebut dan nasional diberlakukan pada saat konflik ber-
hak untuk membuat Undang-Undang yang senjata berlangsung sedangkan Hukum Hak
diinginkan serta tindakan untuk mematuhi Asasi Manusia Internasional diberlakukan pada
kebijakan pemerintah yang bersifat saat damai. Pemberlakuan Hukum Hak Asasi
unilateral; dan Manusia Internasional pada saat damai ini
3. Aspek territorial kedaulatan, berarti tetap akan menjamin perlindungan meskipun
kekuasaan penuh dan eksklusif yang saat konflik bersenjata berlangsung dalam hal
dimiliki oleh negara atas individu dan benda non-derogable rights berupa hak-hak yang tidak
yang terdapat dalam wilayah tersebut. boleh dikurangi dalam bentu apapun, antara
Untuk itu, apabila suatu negara yang lain: hak hidup, prinsip perlakuan non
menggunakan anak ke dalam konflik bersenjata diskriminasi, larangan penyiksaan, hak untuk
telah meratifikasi Protokol Tambahan Tahun tidak dipenjarakan karena ketidakmampuan
1977 dan Konvensi Hak Anak Tahun 1989, melaksanakan ketentuan perjanjian, perbu-
maka harus ada tindakan hukuman yang jelas dakan, dan penjatuhan hukuman tanpa
dari hukum nasional di negara tersebut untuk putusan proses pengadilan.
mengadili para pihak yang telah menggunakan Dalam hal waktu pemberlakuannya,
anak dalam konflik bersenjata, namun bila yaitu saat terjadinya perang, maka Hukum
hukum nasional tidak dapat ditegakkan, maka Humaniter Internasional merupakan lex
kasus pelibatan anak dalam konflik bersenjata specialis dari Hukum Hak Asasi Manusia
ini dapat diajukan ke Mahkamah Pidana Internasional, maka peraturan yang digunakan
Internasional. Dalam hal ada negara yang saat konflik bersenjata berlangsung adalah
belum meratifikasi Protokol Tambahan Tahun Konvensi Jenewa Tahun 1949 beserta Protokol
1977, Konvensi Hak Anak Tahun 1989 serta Tambahannya. Dengan demikian, berdasarkan
peraturan terkait lainnya, maka negara tersebut analisis atas teori yang ada, status hukum
harus segera meratifikasi peraturan tersebut tentara anak dalam konflik bersenjata dalam
agar hukum nasional suatu negara dalam hal kaitannya dengan batasan umur, maka
melindungi hak-hak anak dapat ditegakkan. umur tentara anak tersebut tidak kurang dari
Negara-negara yang tidak mau atau belum 15 tahun. Artinya, ketika berhadapan di medan
meratifikasi Statuta Roma atau bahkan keja- pertempuran, maka anak yang telah memenuhi
hatan tersebut dilakukan sebelum Statuta Roma persyaratan secara umur tersebut dapat diber-
diberlakukan, maka para pelaku kejahatan lakukan sebagai kombatan dengan perlakuan
tersebut masih dapat dituntut dikarenakan khusus.

Lex Jurnalica Volume 16 Nomor 1, April 2019 82


Status Hukum Tentara Anak dalam Konflik Bersenjata Berdasarkan Konvensi Jenewa Tahun 1949 dan Konvensi Hak Anak Tahun
1989 (Suatu Tinjauan Normatif)

Dalam kaitan dengan upaya perlin- Anonim. (2007). Report of the Special
dungan anak yang dijadikan tentara dalam Representative of the Secretary-General for
konflik bersenjata berdasarkan perspektif Children and Armed Conflict, diakses
Hukum Internasional, apabila suatu negara melalui www.unitednations.org tanggal
yang menggunakan anak ke dalam konflik 1 Maret 2019.
bersenjata telah meratifikasi Protokol Tam-
bahan Tahun 1977 dan Konvensi Hak Anak Arlina Permanasari, dkk. (1999). Pengantar
Tahun 1989, maka harus ada tindakan Hukum Humaniter. International
hukuman yang jelas dari hukum nasional di Committe of The Red Cross. Jakarta.
negara tersebut untuk mengadili para pihak
yang telah menggunakan anak dalam konflik Bagaskara Majer. (2001). Tentara Anak: Perspektif
bersenjata, namun bila hukum nasional tidak Hukum Internasional, diakses melalui
dapat ditegakkan, maka kasus pelibatan anak http://uiihukum.multiply.com/journal
dalam konflik bersenjata ini dapat diajukan ke tanggal 10 Februari 2019.
Mahkamah Pidana Internasional. Dalam hal
ada negara yang belum meratifikasi Protokol Bathlimus. (2003). “Perlindungan Hukum
Tambahan Tahun 1977, Konvensi Hak Anak tehadap Anak dalam Konflik
Tahun 1989, serta peraturan terkait lainnya, Bersenjata” Makalah. Disampaikan pada
maka negara harus segera meratifikasi per- Penataran Tingkat Lanjut Hukum
aturan tersebut agar hukum nasional suatu Humaniter Internasional dan Hak Asasi
negara dalam melindungi hak-hak anak dapat Manusia.
ditegakkan. Negara-negara yang tidak mau
atau belum meratifikasi Statuta Roma atau Boer Mauna. (2005). Hukum Internasional
bahkan kejahatan tersebut dilakukan sebelum Pengertian, Peranan dan Fungsi dan Era
Statuta Roma diberlakukan, maka para pelaku Dinamika Global. PT. Alumni Bandung.
kejahatan tersebut masih dapat dituntut Bandung.
dikarenakan larangan perekrutan anak dalam
konflik bersenjata sudah merupakan kebiasaan Graca Machel. (2000). International Conference on
internasional. War Affected Children, diakses melalui
https://www.unicef.org/media/media
Daftar Pustaka _11863.html, tanggal 8 Maret 2019.
Andrey Sudjatmoko. (1999). “Perlindungan
Hak Asasi Manusia dalam Hukum Hak Hata. (2015). Hukum Internasional Sejarah dan
Asasi Manusia dan Hukum Humaniter Perkembangan Hingga Pasca Perang
Internasional” Kumpulan Tulisan. Dingin. Setara Press. Malang.
Jakarta: Fakultas Hukum Trisakti.
I Wayan Parthiana. (2003). Hukum Pidana
Anonim. (2001). A Country Analysis of Child Internasional dan Ekstradisi. Yrama
Recruitment and Participation in Armed Widya. Bandung.
Conflict, diakses melalui
http://www.child- Konvensi Hak Anak Perserikatan Bangsa-
soldiers.org/childsoldiers/some-facts, Bangsa Tahun 1989.
tanggal 8 Maret 2019.
Konvensi Jenewa Tahun 1949 tentang
Anonim. (2006). Children Right-Child Soldier, Perlindungan Orang Sipil Pada Masa
diakses melalui Perang.
www.hrw.org/campaigns/crp/index.ht
m+human+rights+watchchild+soldier& Mochtar Kusumaatmadja. (1980). “Hukum
hl=id&ct=clnk&cd=1&gl=id, tanggal 1 Humaniter dalam Pelaksanaan dan
Maret 2019. Penerapannya di Indonesia” Makalah.
Disampaiakan pada Simposium tentang
Hukum Humaniter.

Lex Jurnalica Volume 16 Nomor 1, April 2019 83


Status Hukum Tentara Anak dalam Konflik Bersenjata Berdasarkan Konvensi Jenewa Tahun 1949 dan Konvensi Hak Anak Tahun
1989 (Suatu Tinjauan Normatif)

Muhammad Joni dan Zulchaina Z, Tanaman.


(1999). Aspek Hukum Perlindungan Anak
dalam Perspektif Konvensi Hak Anak. Citra
Afitya. Bandung.

Protokol I Tahun 1977 tentang Perlindungan


Korban Konflik Bersenjata
Internasional.

Protokol II Tahun 1977 tentang Perlindungan


Konflik Bersenjata Non-internasional.

Protokol Opsional Konvensi Hak Anak Tahun


2000 tentang Keterlibatan Anak dalam
Konflik Bersenjata.

Lex Jurnalica Volume 16 Nomor 1, April 2019 84

You might also like