Professional Documents
Culture Documents
Korelasi Genotipik Dan Fenotipik Serta Pendugaan Parameter Genetik Percabangan Malai Padi
Korelasi Genotipik Dan Fenotipik Serta Pendugaan Parameter Genetik Percabangan Malai Padi
Korelasi Genotipik Dan Fenotipik Serta Pendugaan Parameter Genetik Percabangan Malai Padi
ABSTRACT
Panicle rice branching traits define the number of grains produced by the single
panicle. This research aimed to estimate genotypic and phenotypic correlations
among panicle rice branching traits and its genetic parameters. The trial was
conducted on December 2015 until May 2016 at the experimental farm of Bogor
Agricultural University at Sawah Baru, Dramaga, Bogor. Material used were 19
advanced generation lines and one variety. The trial arranged by completely
randomized design with three replications. Locally agronomic practices were
done in this trial. The traits observed were panicle lenght (PM), number of grains
panicle-1 (JGT), number of primary branches (JCP), number of secondary
branches (JCS), primary branches lenght (PCP), secondary branches lenght
(PCS), number of grains primary branches -1 (JGCP), number of grains secondary
branches-1 (JGCS), total of primary branches lenght (TPCP), and total of
secondary branches lenght (TPCS). Data were analyzed by varians and covarians
analysis. Varians analysis gave the information that genotype IPB175-F-6-1-1
showed the best result at all traits. The TPCS trait showed the highest genotypic
and phenotypic coefficient of variation 18.896 and 21.732 respectively. The PM
trait had the highest broad sense heritability (0.91). Negative genotypic
coefficient correlation only found on JCP vs JGCS, while negative phenotypic
coefficient correlation only found on JCP vs JGCS and PCS vs JCP. The TPCS trait
could be suggested as selection criteria because of the broad of genotypic
coefficient variations, the highly enough heritability (0.76) and showed the
significant and highly significant genotypic and phenotypic coefficient correlations
with others.
Keywords: panicle branching, primary branches, secondary branches
ABSTRAK
Karakter percabangan malai padi menentukan jumlah gabah yang dihasilkan dari
setiap malai. Penelitian ini bertujuan untuk menduga korelasi genotipik dan
fenotipik antar karakter percabangan malai padi serta parameter genetiknya.
Percobaan dilaksanakan pada Desember 2015 sampai dengan Mei 2016 di Kebun
Percobaan IPB Sawah Baru, Dramaga Bogor. Materi genetik yang digunakan
adalah 19 galur generasi lanjut dan satu varietas. Percobaan disusun dengan
rancangan kelompok lengkap teracak dengan tiga ulangan. Teknis budidaya
dilakukan sesuai petunjuk teknis spesifik lokasi. Pengamatan dilakukan terhadap
karakter percabangan malai yaitu panjang malai (PM), jumlah gabah total malai -1
(JGT), jumlah cabang primer (JCP), jumlah cabang sekunder (JCS), panjang
cabang primer (PCP), panjang cabang sekunder (PCS), jumlah gabah cabang
primer-1 (JGCP), jumlah gabah cabang sekunder-1 (JGCS), total panjang cabang
primer (TPCP), dan total panjang cabang sekunder (TPCS). Data dianalisis
menggunakan analisis ragam dan peragam. Hasil analisis ragam memberikan
informasi bahwa genotipe IPB175-F-6-1-1 menunjukkan hasil terbaik pada semua
karakter. Karakter TPCS menunjukkan koefisien keragaman genotipik dan
fenotipik tertinggi berturut-turut 18.896 dan 21.732. Heritabilitas arti luas
tertinggi terdapat pada karakter PM (0.91). Koefisien korelasi genotipik yang
negatif hanya terdapat pada karakter JCP vs JGCS sedangkan koefisien korelasi
fenotipik negatif hanya ditunjukkan oleh JCP vs JGCS dan PCS vs JCP. Karakter
TPCS dapat disarankan sebagai kriteria seleksi karena mempunyai koefisien
keragaman genotipik yang luas, heritabilitas cukup tinggi (0.76) serta
menunjukkan nilai koefisien korelasi genotipik dan fenotipik yang positif nyata
dan sangat nyata dengan karakter percabangan malai yang lain.
Kata kunci: cabang primer, cabang sekunder, percabangan malai
PENDAHULUAN
Pelaksanaan Percobaan
Percobaan dilaksanakan pada Desember 2015 sampai dengan Mei 2016 di
Kebun Percobaan IPB Sawah Baru, Dramaga Bogor. Percobaan menggunakan 19
genotipe galur padi sawah generasi lanjut dan satu varietas yaitu Mekongga.
Galur-galur yang digunakan dalam percobaan ini yaitu IPB161-F-6-1-1, IPB160-F-
82-2-1, IPB175-F-2-2-1, IPB160-F-28-3-1, IPB160-F-54-22-1, IPB160-F-3-3-1,
IPB160-F-36-1-1, IPB160-F-54-5-1, IPB160-F-95-1-1, IPB160-F-7-1-1, IPB160-F-
22-2-1, IPB175-F-6-1-1, IPB160-F-54-4-1, IPB175-F-13-2-1, IPB160-F-21-1-1,
IPB160-F-75-2-1, IPB175-F-1-1-1, IPB160-F-47-1-1, dan IPB160-F-110-1-1.
Sebagai rancangan lingkungan digunakan rancangan acak lengkap dengan
genotipe sebagai perlakuan dan diulang tiga kali. Teknis budidaya dilakukan
sesuai petunjuk teknis spesifik lokasi. Pengamatan dilakukan terhadap karakter
percabangan malai yaitu panjang malai (PM), jumlah gabah total per malai
(JGT), jumlah cabang primer (JCP), jumlah cabang sekunder (JCS), panjang
cabang primer (PCP), panjang cabang sekunder (PCS), jumlah gabah cabang
primer-1 (JGCP), jumlah gabah per cabang sekunder (JGCS), total panjang
cabang primer (TPCP), dan total panjang cabang sekunder (TPCS). Pengamatan
dilakukan terhadap lima malai dari setiap rumpun dan tiga rumpun dari setiap
ulangan, sehingga terdapat 45 malai dari setiap genotipe yang diamati. Total
malai yang diamati secara keseluruhan adalah 900 buah.
Analisis Data
Analisis ragam peragam menggunakan acuan dari Singh & Chaudary
(1979). Analisis ragam digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan antar
genotipe pada suatu karakter. Jika terdapat perbedaan antar genotipe, maka
dilakukan uji lanjut menggunakan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada
taraf 5%. Analisis ragam juga digunakan untuk menghitung nilai ragam genotipe
dan ragam fenotipe.
Nilai ragam genotipe (2g) diperoleh dengan cara mengurangkan kuadrat
tengah perlakuan dengan kuadrat tengah galat pada analisis ragam, dan
kemudian dibagi dengan jumlah ulangan. Nilai ragam fenotipe (2p) merupakan
penjumlahan nilai ragam genotipe dengan nilai ragam lingkungan (2e), dan nilai
ragam lingkungan adalah kuadrat tengah galat pada analisis ragam Singh &
Chaudary (1979).
2e = KTG
2g =
2p = 2g + 2e
2e : ragam lingkungan
2g : ragam genotipe
2p : ragam fenotipe
KTG : Kuadrat tengah galat
KTP : Kuadrat tengah perlakuan
r : jumlah ulangan
Nilai koefisien keragaman genotipik (KKG) dihitung sebagai:
√
KKG = ; adalah rataan umum.
dan peragam fenotipik antara karakter x1 dan x2 adalah 2p1p2 = 2g 1g2 + 2e 1e2
Selanjutnya korelasi dihitung menggunakan formula:
( )
√ ( ) ( )
r(x1x2) : korelasi antara x1 dan x2
Cov x1x2 : peragam antara x1 dan x2
V(x1) : ragam x1
V(x2) : ragam x2
Beda nyata setiap nilai koefisien korelasi dihitung dengan
membandingkan nilai r absolut hasil perhitungan dengan r tabel pada taraf nyata
5% dan 1% dengan derajat bebas (n-2). Jika nilai r hitung lebih besar dari nilai r
tabel, maka dikatakan koefisien korelasi tersebut berbeda nyata pada taraf nyata
tersebut (Gomez & Gomez, 1995).
adanya perbedaan. Pada karakter jumlah gabah pada cabang primer terdapat
tiga genotipe yaitu IPB160-F-47-1-1, IPB160-F-7-1-1 dan IPB175-F-6-1-1)
mempunyai jumlah terbanyak masing-masing 21.22, 21.32 dan 23.63 butir dan
tidak menunjukkan perberbedaan yang nyata. Genotipe IPB175-F-6-1-1 juga
mempunyai jumlah gabah pada cabang sekunder tertinggi (4.12 butir), dan
genotipe lain yang tidak berbeda adalah IPB160-F-7-1-1, IPB175-F-1-1-1,
IPB160-F-36-1-1, IPB160-F-22-2-1, IPB160-F-47-1-1, IPB175-F-2-2-1 dan
IPB160-F-28-3-1. Pada karakter total panjang cabang primer dalam satu malai
yang terpanjang pada genotipe IPB175-F-6-1-1 (202.63 cm) dan genotipe lain
yang tidak berbeda adalah IPB175-F-13-2-1 (194.79 cm).
Penampilan genotipe yang berbeda-beda disebabkan oleh dua faktor, yaitu
faktor genetik dan faktor lingkungan. Kedua faktor tersebut tidak dapat berdiri
sendiri dalam kontribusinya mempengaruhi penampilan tanaman, namun saling
berinteraksi. Penampilan tanaman yang disebabkan oleh faktor lingkungan tidak
akan dapat diturunkan, namun hanya penampilan tanaman yang disebabkan oleh
faktor genetik sajalah yang dapat diturunkan kepada generasi berikutnya
(Phoelman, 1987; Acquaah, 2007).
Koefisien keragaman menunjukkan luas keragaman genotipe yang diuji
pada karakter yang diamati. Semakin besar nilai koefisien keragaman, maka
semakin beragam pula karakter tersebut. Koefisien keragaman genotipe tertinggi
terdapat pada TPCS sebesar 18.896, demikian juga pada koefisien keragaman
fenotipe (21.732). Karakter PM mempunyai heritabilitas paling luas yaitu 0.91,
diikuti oleh TPCP (0.89), PCP (0.85), PCS (0.85) dan JCP (0.81). Karakter yang
mempunyai heritabilitas rendah adalah JGCP dan JGCS. Heritabilitas yang rendah
menunjukkan bahwa seleksi secara langsung pada karakter tersebut tidak akan
efektif (Akinwale et al., 2011).
Menurut Yakub et al. (2012), nilai duga heritabilitas yang tinggi
mengindikasikan bahwa faktor genetik lebih besar mempengaruhi penampilan
suatu karakter dibandingkan faktor lingkungan. Informasi nilai duga heritabilitas
yang tinggi dapat digunakan sebagai acuan bahwa seleksi pada karakter tersebut
dapat dilakukan pada generasi awal.
Tabel 3 menampilkan nilai koefisien korelasi genotipik dan fenotipik pada
10 karakter yang diamati pada 20 genotipe. Secara umum, korelasi genotipik
maupun fenotipik antar karakter menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf
1%. Perbedaan yang nyata pada taraf 5% pada korelasi genotipik terdapat pada
PM vs JCP, JGT vs JGCS, JCP vs TPCS, PCS vs TPCP, JGCP vs TPCP dan JGCS vs
TPCS, sedangkan JGT vs PCS, JCP vs PCP, JCP vs PCS, JCP vs JGCP, JCP vs
JGCS, JCS vs JGCS dan JGCS vs TPCP tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.
Pada korelasi fenotipik, perbedaan pada taraf nyata 5% terdapat pada korelasi
PM vs JCS, PM vs JGCP, PM vs JGCS, JGT vs JGCS, JCP vs TPCS, PCS vs TPCP,
JGCP vs TPCP dan JGCS vs TPCS, sedangkan korelasi yang tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata terdapat pada PM vs JCP, JGT vs PCS, JCP vs PCP, JCP vs
PCS, JCP vs JGCP, PCP vs JGCS, JCS vs JGCS, JGCP vs TPCP dan JGCS vs TPCP.
Arah korelasi genotipik maupun fenotipik antar karakter pada umumnya
positif, sedangkan arah yang negatif pada korelasi genotipik maupun fenotipik
terdapat pada hubungan JCP vs JGCS. Arah korelasi genotipik yang negatif juga
terlihat pada JCP vs PCS dan pada korelasi fenotipik terlihat pada hubungan JCS
vs PCS. Seluruh hubungan korelasi yang negatif tersebut tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata dengan nilai koefisien korelasi (r hitung) jauh di bawah
nilai r tabel.
Tabel 1 Rata-rata 10 karakter percabangan malai dan perbandingan rata-rata berdasarkan uji DMRT taraf 5%
PM JGT JCP JCS PCP PCS JGCP JGCS TPCP TPCS
Genotipe
Nilai rata-rata ± simpangan baku
IPB161-F-6-1-1 25.72±0.43 h 223.96±25.41 b-f 12.62±0.53 a 46.53±5.42 b 13.36±0.32 d-g 3.25±0.02 f-i 17.74±1.25 cde 3.53±0.16 ef 168.72±10.93 b 153.48±18.20 B
IPB160-F-82-2-1 25.44±0.69 gh 207.53±18.77 c-f 10.80±1.25 c-f 36.76±3.18 d-g 12.75±0.35 f-i 3.18±0.06 g-j 18.26±1.97 cde 3.80±0.23 bcd 138.34±19.65 c-f 117.07±8.71 e-h
Mekongga 24.23±0.67 hi 166.51±9.04 g 10.33±0.24 def 31.38±2.41 g 11.22±0.25 k 3.03±0.15 j 15.95±0.79 e 3.35±0.09 f 115.78±2.62 g 104.52±9.06 h
IPB175-F-2-2-1 27.23±0.83 c-f 256.27±10.25 b 12.87±0.37 a 46.98±1.98 b 13.66±0.30 def 3.19±0.08 g-j 19.54±0.55 bcd 3.89±0.09 a-d 176.42±6.58 b 135.72±7.13 bc
IPB160-F-28-3-1 26.59±0.78 d-g 188.84±0.45 fg 10.44±0.14 def 33.00±0.47 fg 12.98±0.27 e-h 3.67±0.03 bc 18.12±0.41 cde 3.88±0.06 a-d 135.52±4.18 def 122.35±2.78 d-g
IPB160-F-54-22-1 24.31±0.39 hi 191.29±21.33 efg 10.58±0.08 def 33.91±3.74 efg 11.90±0.48 ijk 3.08±0.09 hij 18.16±1.79 cde 3.77±0.17 b-e 125.68±5.77 fg 105.10±14.28 gh
IPB160-F-3-3-1 26.43±0.65 efg 240.40±19.68 bcd 12.31±0.21 ab 46.04±4.34 bc 12.12±0.63 h-k 3.28±0.07 e-h 19.52±1.39 bcd 3.73±0.10 cde 149.15±9.69 ed 151.86±16.67 b
IPB160-F-36-1-1 27.11±0.27 c-f 198.89±10.08 d-g 11.04±0.10 cde 33.60±2.84 efg 13.69±0.19 def 3.74±0.01 b 17.96±0.96 cde 3.94±0.04 abc 151.26±0.74 c 126.71±9.06 b-g
IPB160-F-54-5-1 23.23±0.33 i 169.87±10.80 g 10.07±0.50 f 30.07±2.45 g 11.62±1.26 jk 3.04±0.23 ij 16.87±2.13 de 3.64±0.23 de 116.88±6.88 g 92.78±14.73 h
IPB160-F-95-1-1 27.95±0.85 c 196.58±22.64 d-g 10.22±0.32 ef 36.09±5.91 d-g 13.75±0.46 de 3.40±0.02 def 19.15±1.77 bcd 3.81±0.06 bcd 140.92±8.50 cde 123.82±19.56 c-g
IPB160-F-7-1-1 25.93±0.16 fg 211.47±15.40 c-f 9.87±0.40 f 38.62±3.20 def 12.92±1.06 e-h 3.59±0.07 bcd 21.32±0.75 ab 4.01±0.05 ab 133.10±4.27 ef 139.87±13.38 b-f
IPB160-F-22-2-1 26.21±0.42 fg 200.78±19.51 d-g 10.53±0.27 def 34.24±3.45 efg 13.75±0.68 de 3.76±0.20 b 19.08±1.97 bcd 3.97±0.21 abc 145.00±9.37 cde 129.88±19.21 b-g
IPB175-F-6-1-1 32.76±0.82 a 296.84±33.77 a 12.47±0.46 a 54.49±5.12 a 16.27±0.17 a 4.01±0.07 a 23.63±1.94 a 4.12±0.16 a 202.63±9.50 a 220.40±22.11 a
IPB160-F-54-4-1 27.88±0.94 cd 199.33±7.90 d-g 10.22±0.39 ef 36.62±1.06 d-g 14.14±0.38 cd 3.46±0.14 cde 19.53±1.19 bcd 3.80±0.11 bcd 144.54±1.66 cde 127.30±7.62 b-g
IPB175-F-13-2-1 30.23±0.72 b 223.73±17.43 b-f 13.13±0.69 a 40.04±3.62 cde 14.79±0.52 bc 3.51±0.19 cd 16.95±2.16 de 3.65±0.16 de 194.79±3.97 a 141.89±20.16 b-e
IPB160-F-21-1-1 26.43±0.98 efg 228.02±15.04 bcd 11.58±0.43 bc 42.42±3.13 bcd 12.49±0.20 g-j 3.30±0.04 efg 19.45±0.82 bcd 3.79±0.02 bcd 145.48±6.64 cde 141.53±11.15 b-e
IPB160-F-75-2-1 28.41±1.03 c 196.09±27.38 d-g 10.33±0.57 def 34.98±5.45 efg 14.10±0.57 cd 3.49±0.13 cde 18.87±2.01 bcd 3.81±0.14 bcd 146.00±12.25 cde 123.99±22.62 c-g
IPB175-F-1-1-1 30.15±0.79 b 227.11±8.93 b-e 11.27±0.52 cd 39.47±2.02 def 15.46±0.38 ab 3.74±0.22 b 20.08±1.06 bc 4.01±0.14 ab 174.34±5.96 b 149.08±8.92 bcd
IPB160-F-47-1-1 27.62±0.68 cde 215.64±29.98 c-f 10.13±0.55 ef 39.49±5.04 def 14.15±0.55 cd 3.58±0.14 bcd 21.22±2.08 ab 3.97±0.15 abc 143.58±10.67 cde 142.60±22.77 b-e
IPB160-F-110-1-1 27.84±0.25 cd 200.87±8.99 d-g 11.51±0.40 bc 34.89±1.37 efg 13.10±0.16 efg 3.24±0.00 f-i 17.43±0.33 cde 3.68±0.07 de 150.81±3.32 c 113.55±4.27 fgh
KK (%) 2.58 8.62 4.42 9.06 3.83 3.28 7.83 3.45 5.23 10.74
Keterangah: PM : panjang malai, JGT : jumlah gabah total, JCP : jumlah cabang primer, JCS : jumlah cabang sekunder, PCP : panjang cabang primer, PCS : panjang
cabang sekunder, JGCP : jumlah gabah cabang primer, JGCS : jumlah gabah cabang sekunder, TPCP : total panjang cabang primer, TPCS : total panjang cabang sekunder,
KK : koefisien keragaman
malai yang berkorelasi sangat erat dan mempunyai arah yang sama. Satu
karakter yang berkorelasi positif dan nyata atau sangat nyata baik secara
genotipik maupun fenotipik dengan karakter lain adalah TPCS. Berdasarkan nilai
KKG yang besar serta nilai koefisien korelasi genotipik dan fenotipik yang positif
nyata dan sangat nyata, karakter TPCS dapat disarankan untuk digunakan
sebagai kriteria seleksi karakter percabangan malai.
Karakter yang sangat erat berhubungan dengan JGT adalah PM, JCP, JCS,
PCP, JGCP, TPCP dan TPCS, sedangkan PCS berkorelasi positif namun tidak
nyata. Hasil analisis sesuai dengan hasil penelitian Yamagishi et al. (2003) yang
menyatakan korelasi JGT vs JCS serta JGT vs JGCS adalah nyata pada taraf 1%,
meskipun korelasi JGT vs JGCS pada penelitian ini terlihat nyata pada taraf 5%.
Berdasar hal tersebut dapat diduga, meskipun terdapat perbedaan latar belakang
genetik antara jenis padi yang digunakan dalam penelitian ini dengan jenis padi
yang digunakan dalam penelitian Yamagishi et al. (2003) namun pola korelasi
antar karakter percabangan malai relatif tidak berbeda. Padi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah O. sativa var indica, sedangkan padi yang digunakan
dalam penelitian Yamagishi et al (2003) adalah O. sativa var japonica. Hasil
penelitian memperkuat dugaan bahwa karakter percabangan malai padi serta
korelasi antar karakter percabangan malai cukup stabil, dan lebih ditentukan oleh
faktor genetik daripada oleh faktor lingkungan.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Karim, D., M.N.A. Siddque, U. Sarkar, M.Z. Hasnat, J. Sultana. 2014. Phenotypic
and genotypic correlation co-efficient of quantitative characters and
character association of aromatic rice. Journal of Bioscience and
Agricultural Research. 01(01):34–46.
Komatsu, M., M. Maekawa, K. Shimamoto, J. Kyozuka. 2001. The LAX1 and
FRIZZY PANICLE 2 genes determine the inflorescense architecture of rice
by controlling rachis-branch and spikelet development. Developmental
Biology. 231:364–373.
Marie, A.J.I., G.H. Mohammed. 2010. Correlation, path coefficient and regression
analysis in summer squash. Mesopotamia J. of Agric. 38.
Phoelman, J.M. 1987. Breeding Field Crops. 3rd ed. Van Nostrand Reinhold, New
York, London, Victoria, Ontario.
Rashwan, A.M.A. 2011. Study of genotypic and phenotypic correlation for some
agro-economic traits in okra (Abelmoschus esculents (L.) Moench). Asian J.
Crop Sci. 3(2):85–91.
Singh, R.K., B.D. Chaudary. 1977. Biometrical Methods in Quantitative Genetic
Analysis: Kalyani Publishers Ludhiana. New Delhi
Wu, Q., D. Li, D. Li, X. Liu, X. Zhao, X. Li, S. Li, L. Zhu. 2015. Overexpression of
OsDof12 affects plant architecture in rice (Oryza sativa L.). Front. Plant Sci.
6:833.
Yakub, S., A.M. Kartina, S. Isminingsih, M.L. Suroso. 2012. Pendugaan parameter
genetik hasil dan komponen hasil galur-galur padi lokal asal Banten. Jurnal
Agrotropika. 17(1):1–6.
Yamagishi, J., K. Nemoto, C. Mu. 2003. Diversity of the rachis-branching system
in a panicle in japonica rice. Plant Production Science 6(1):59–64.