Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 33

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/327588034

Komunikasi Antarbudaya dan Fenomena Culture Shock Mahasiswa Etnis Non-


Jawa di IAIN Salatiga

Article  in  Jurnal Askopis · March 2018


DOI: 10.32494/ja.v2i1.36

CITATIONS READS

0 123

1 author:

Mukti Ali
Institut Agama Islam Negeri Salatiga, Indonesia, Salatiga
11 PUBLICATIONS   8 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Dakwah Online: The Concept of Moderation and Wasathiya in Muhammadiyah and Nahdhatul Ulama Website View project

All content following this page was uploaded by Mukti Ali on 19 July 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


JURNAL ASKOPIS
Asosiasi Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam
Volume 12 Nomor 1 Tahun 2018 1-32
http://journal.askopis.id/ja

Komunikasi Antarbudaya dan Fenomena Culture Shock Mahasiswa Etnis


Non-Jawa di IAIN Salatiga
Mukti Ali*
Fakultas Dakwah, IAIN Salatiga
Email: mukti1975@yahoo.co.id

ABSTRACT
Intercultural intersections born from the meeting of various ethnic cultures will cause culture
shock on the culprit. Student entrants will experience culture shock or cultural problematika
differences in food culture, language, even religious rituals, although the problem was the
average can be anticipated. This paper discusses the perceptions and prejudices of non-
Javanese ethnic students on Javanese culture. This phenomenological research used the
research subjects of IAIN Salatiga students from non-Javanese ethnicity. Non-Javanese ethnic
categories are flexible. Non-Javanese flexibility can be based on birth place, life span of
childhood, or more clearly students either biologically or culturally from non-Javanese
regions. Various attitudes, indeed born of each of their individual. Perceptions and prejudices
in the culture they came across are quite diverse as well. Some have the perception or prejudice
that the Javanese are halu-refined and polite, some also assume or suspect that the Javanese
have never been straightforward. This is because they see that their culture is more valuable
than the culture they go to.
Keywords: Intercultural, Culture Shock, Ethnicity.

ABSTRAK
Persinggungan antarbudaya yang lahir dari pertemuan berbagai budaya etnis akan
menimbulkan culture shock pada pelakunya. Mahasiswa pendatang akan mengalami culture
shock atau problematika budaya perbedaan budaya makanan, bahasa, bahkan ritual keagamaan,
walaupun problem itu rata-rata dapat diantisipasinya. Tulisan ini menjelaskan persepsi dan
prasangka mahasiswa etnis non-Jawa terhadap budaya Jawa. Penelitian fenomenologis ini
menggunakan subyek penelitian mahasiswa IAIN Salatiga yang berasal dari etnis non-Jawa.
Kategori etnis non-Jawa bersifat fleksibel. Fleksibilitas non-Jawa bisa berdasarkan pada tempat
kelahiran, kurun waktu kehidupan masa kanak-kanak, atau yang lebih jelas adalah mahasiswa
baik secara biologis maupun secara kultural berasal dari daerah non Jawa. Berbagai sikap,
memang lahir dari setiap individu mereka. Persepsi dan prasangka pada budaya yang mereka
datangi cukup beragam pula. Ada yang memiliki persepsi atau prasangka bahwa orang Jawa
halu-halus dan sopan, ada juga yang menganggap atau berprasangka bahwa orang Jawa tidak
pernah berterus terang. Hal ini lahir karena mereka memandang bahwa budaya dirinya lebih
bernilai ketimbang budaya yang mereka datangi.
Kata Kunci: Antarbudaya, Gegar Budaya, Etnis.

*
Penulis Korespondensi
Diterima: Januari 2018. Disetujui: Februari 2018. Dipublikasikan: Maret 2018. 1
Mukti Ali
Motivasi-motivasi yang lahir bisa saja
PENDAHULUAN
bersifat tidak semestinya atau di luar nalar
Dunia tak selebar daun kelor. Sebuah kecenderungan masyarakat. Misalnya,
peribahasa sederhana yang dalam konteks mengapa seorang lulusan sekolah menengah
hari ini memiliki makna besar, bahwa ternama di Sumatera memilih kuliah di
persoalan ruang, jarak, dan waktu dalam Jawa, padahal di tempat asalnya terdapat
kehidupan masyarakat sudah tidak lagi universitas bagus yang siap
menjadi salah satu penyebab kuatnya menampungnya, begitu juga sebaliknya.
boundaries atau skat-skat yang Contoh lain, seorang mahasiswa berasal dari
membatasinya. Tidak terkecuali dalam Nusa Tenggara Timur tertarik kuliah di
tatanan kehidupan pendidikan masyarakat, Salatiga, padahal banyak alasan yang
terutama dalam menempuh pendidikan seharusnya tidak berkuliah di Salatiga.
tinggi, jenjang sarjana yang biasa disebut Banyak permisalan yang jika dirunut
mahasiswa. Sebuah fase pendidikan formal melalui berbagai alasan, maka semakin
tertinggi. memperjelas juga bahwa alasan itu semakin
Dalam menempuh pendidikan formal beragam walau bersifat tidak mendasar.
tertinggi, bagi sebagian mahasiswa lebih Secara teoretis, seseorang atau
nyaman dilakukan di luar daerahnya. seorang mahasiswa yang masuk pada
Mereka jarang melanjutkan kuliah di lingkungan budaya baru akan mengalami
kampus yang dekat dengan daerah asalnya, gegar budaya atau culture shock. Di mana
melainkan lebih memilih kampus yang seseorang itu akan mengalami berbagai
berada di luar daerahnya; luar kota, luar pengalaman hidup dan berlainan pula cara
provinsi, bahkan luar nergi. Posisi mereka di menyikapinya. Menurut Dodd, (1982:98)
tempat baru inilah yang mengkategorikan tahap-tahap yang dilalui seseorang dalam
mereka sebagi stranger atau pendatang, mengalami proses transisi paling pertama
yang dalam bahasa budaya adalah adalah memesuki tahap ‘harapan besar’ atau
masyarakat yang sedang memasuki budaya eager expectation. Dalam tahap ini, orang
lain. tersebut merencanakan untuk memasuki
Secara historis, tidak dapat dipungkiri kebudayaan kedua atau kebudayaan baru.
bahwa dari dulu hingga sekarang dunia Rencana tersebut dibuatnya dengan
pendidikan selalu saja membentuk budaya bersemangat, walaupun ada perasaan was-
baru, baik pada pelakunya sendiri maupun was dalam menyongsong kemungkinan
pada lingkungan sekitarnya. Misal yang bisa terjadi. Sekalipun demikian, ia
terjadinya proses datang dan terbukanya dengan optimis menghadapi masa depan
atas hadirnya budaya baru yang dibawa oleh dan perencanaan dilanjutkan. Kemudian
para pendatang sebagai individu penuntut fase everything is beautiful, semua terasa
ilmu dari kampung halaman asalnya menuju menyenangkan dengan ditandai dengan rasa
kampung halaman barunya yang menjadi keingintahuan yang kuat. Kemudian fase
tempat –transit- sementara. Individu- everything is awful atau semua tidak
individu yang hijrah dari kampung halaman menyenangkan. Setelah keingintahuan
asalnya untuk menuntut ilmu di lain tempat sudah mulai terjawab dan tahap bulan madu
itu harus menjadi warga sementara di daerah telah usai, ternyata segala sesuatu telah
sekitar tempat kampusnya, melalui kost, terasa tidak menyenangkan. Ketidakpuasan,
mengontrak, tinggal di family, atau bahkan ketidaksabaran, dan kegelisahan mulai
dengan mondok atau nyantri. terasa dan semakin sulit untuk
Berbagai motif alasan yang terjadi berkomunikasi, semuanya terasa asing.
bagi calon atau mahasiswa yang rela untuk Secara teoritis, biasanya untuk mengatasi
meninggalkan kehidupan asalnya dengan rasa ini ada beberapa cara yang ditempuh,
‘dibalut’ nilai dasar menuntut ilmu. misalnya melalui cara melawan yaitu;
2 Jurnal Askopis Volume 2 Nomor 1 Tahun 2018 1-32
Komunikasi Antarbudaya dan Fenomena Culture Shock ...
dengan mengejek, memandang rendah dan Selanjutnya adalah, hadirnya
bertindak secara etnosentrik, yang prasangka. Suatu kekeliruan persepsi
selanjutnya dengan melarikan diri dan terhadap orang yang berbeda adalah
mengadakan penyaringan serta pelenturan. prasangka, suatu konsep yang sangat dekat
Fase culture shock terakhir adalah fase dengan stereotip. Prasangka adalah sikap
everything is ok, semua berjalan lancar. yang tidak adil terhadap seseorang atau
Istilah lain dari gegar budaya yang suatu kelompok. Dapat juga dikatakan
hadir ketika terjadinya komunikasi antar bahwa stereotip merupakan komponen
budaya, secara teoretis dapat melalui kognitif (kepercayaan) dari prasangka,
lahirnya berbagai sikap; Etnosentisme. sedangkan prasangka juga berdimensi
Etnosentrisme didefinisikan sebagai perilaku. Jadi, prasangka ini konsekuensi
kepercayaan pada superioritas inheren dari stereotip, dan lebih teramati daripada
kelompok atau budayanya sendiri; stereotip. Prasangka sebagai sikap tidak
etnosentrisme mungkin disertai rasa jijik adil, menyimpang atau tidak toleran
pada orang-orang lain yang tidak terhadap sekelompok orang. Seperti juga
sekelompok; etnosentrisme cenderung stereotip, meskipun dapat positif atau
memandang rendah orang-orang lain yang negatif, prasangka umumnya bersifat
tidak sekelompok dan dianggap asing; negatif. Prasangka ini bermacam-macam,
etnosentrisme memandang dan mengukur yang populer adalah prasangka rasial,
budaya-budaya asing dengan budayanya prasangka kesukuan, prasangka gender, dan
sendiri. (Mulyana:2000;70). Misalnya, prasangka agama. Prasangka mungkin
cenderung menilai budaya orang lain dirasakan atau dinyatakan. Prasangka
sebagai budaya yang tidak baik. mungkin diarahkan pada suatu kelompok
Kemudian sikap Streotipe. Kesulitan secara keseluruhan, atau seseorang karena ia
komunikasi akan muncul dari anggota kelompok tersebut. Prasangka
penstereotipan (stereotyping), yakni membatasi orang-orang pada peran-peran
menggeneralisasikan orang-orang stereotipik. Misalnya pada prasangka rasial-
berdasarkan sedikit informasi dan rasisme semata-mata didasarkan pada ras
membentuk asumsi orang-orang dan pada prasangka gender-seksisme pada
berdasarkan keanggotaan mereka dalam gendernya.
suatu kelompok. Dengan kata lain, Kemudian timbulnya Rasialisme.
penstereotipan adalah proses menempatkan Rasialisme adalah suatu penekanan
orang-orang ke dalam kategori-kategori pada ras atau menitikberatkan
yang mapan, atau penilaian mengenai pertimbangan rasial. Kadang istilah ini
orang-orang atau objek-objek berdasarkan merujuk pada suatu kepercayaan adanya dan
kategori-kategori yang sesuai, ketimbang pentingnya kategori rasial. Dalam ideologi
berdasarkan karakteristik individual separatis rasial, istilah ini digunakan untuk
mereka. Banyak definisi stereotype yang menekankan perbedaan sosial dan
dikemukakan oleh para ahli, kalau boleh budaya antar ras. Walaupun istilah ini
disimpulkan, stereotip adalah kategorisasi kadang digunakan sebagai kontras
atas suatu kelompok secara serampangan dari rasisme, istilah ini dapat juga
dengan mengabaikan perbedaan-perbedaan digunakan sebagai sinonim rasisme. Jika
individual. Kelimpik-kelompok ini istilah rasisme umumnya merujuk pada sifat
mencakup: kelompok ras, kelompok etnik, individu dan diskriminasi institusional,
kaum tua, berbagai pekerjaan profesi, atau rasialisme biasanya merujuk pada
orang dengan penampilan fisik tertentu. suatu gerakan sosial atau politik yang
Stereotip tidak memandang individu- mendukung teori rasisme. Pendukung
individu dalam kelompok tersebut sebagai rasialisme menyatakan bahwa rasisme
orang atau individu yang unik. melambangkan supremasi rasial dan

Jurnal Askopis Volume 2 Nomor 1 Tahun 2018 1-32 3


Mukti Ali
karenanya memiliki maksud buruk, budaya (co-cultures) adalah kelompok-
sedangkan rasialisme menunjukkan suatu kelompok individu yang merupakan bagian
ketertarikan kuat pada isu-isu ras tanpa dari kelompok kebudayaan yang lebih
konotasi-konotasi tersebut. Para rasialis besar—tetapi berbeda dalam hal ras, etnis,
menyatakan bahwa fokus mereka adalah orientasi seksual, agama, dan sebagainya—
pada kebanggaan ras, identitas politik , dan menciptakan kesempatan bagi diri
atau segregasi rasial. mereka sendiri. Istilah ko-budaya sekarang
Rasialisme di sini menjadi sangat lebih diterima dalam kalangan akademis
berbahaya karena selain menghambat sebagai pengganti dari istilah sub-budaya
keefektifan komunikasi antar budaya— (sub-cultures), yang seakan menyatakan
antar ras yang berbeda, rasialisme dapat sebuah kebudayaan mendominasi
menjadi pemicu pertikaian antar ras, di kebudayaan lain. (West & Turner, 2008: 42-
mana konflik yang terjadi akan sulit sekali 43)
untuk didamaikan dan berlangsung lama. Komunikasi antarbudaya sebenarnya
Masyarakat merupakan suatu tempat merupakan konteks akademik yang relatif
terjadinya interaksi sosial antara individu masih muda, jika dilacak, permulaanya
satu dengan individu lainnya, interaksi berawal dari tahun 1950. (Leed-Hurwitz
individu dengan kelompok, dan interaksi dalam West dan Turner) Walau demikian,
kelompok dengan kelompok lainnya untuk banyak sekali penelitian menarik
membentuk suatu masyarakat yang lebih dilaksanakan sejak saat itu, dan dengan
luas dan kompleks, sehingga sendirinya disiplin dan metode ini harus
keanekaragaman masyarakat tercipta, baik terus melintasi jalan panjang guna mencapai
keanekaragaman suku bangsa atau etnik, komunikasi yang harmonis antarbudaya
keanekaragaman ras, keanekaragaman karena tidak dipungkiri adanya
agama, dan keanekaragaman profesi. Semua perkembangan budaya dan sekaligus
keanekaragaman yang terjadi pada menghargai keberagaman budaya.
masyarakat merupakan salah satu indikasi Konteks antarbudaya berbeda dengan
bahwa nilai sebuah budaya semakin tinggi. konteks-konteks lainnya dalam beberapa
hal. Pertama, konteks ini adalah satu-
KAJIAN LITERATUR satunya yang secara khusus membahas
Diskursus Antara Culture shock dan tentang budaya. Walaupun beberapa kontek
Antarbudaya mencakup penelitian dalam budaya rasial
Memahami Komunikasi dan etnis misalnya konteks organisasi.
Antarbudaya. Komunikasi antarbudaya Penelitian ini seringkali melibatkan budaya
(intercultural communication) merujuk tidak sebagai permasalahan inti, melainkan
pada komunikasi antara individu-individu hanya dilihat sebagai pengaruh terhadap
yang latar belakang budayanya berbeda. konteks tersebut.
Individu-individu ini tidak harus selalu Komunikasi antarbudaya dapat
berasal dari negara yang berbeda, bukan dipahami sebagai perbedaan kebudayaan
pula rumpun, ras atau suku budaya, dalam mempersepsi objek-objek dan
melainkan pada realitasnya bahwa setiap kejadian-kejadian. Menurut Porter dan
individu sudah berbeda budaya. Bukan hal Samovar (1985:24) pengaruh budaya dapat
yang aneh lagi di dalam satu masyarakat ada terlihat dari cara berkomunikasi, bahasa dan
dua orang yang berbeda budaya berbicara gaya bahasa, serta perilaku nonverbal yang
satu sama lainnya. Pusat-pusat kota dapat merupakan bentuk respon atas budaya.
menjadi area kebudayaan yang menarik di Sutau prinsip yang perlu diperhatikan
mana komunikasi terjadi antara anggota- adalah bahwa masalah-masalah kecil dalam
anggota ko-budaya yang berbeda. Ko- komunikasi sering dipersulit oleh perbedaan
persepsi, dan untuk memahami dunia dan
4 Jurnal Askopis Volume 2 Nomor 1 Tahun 2018 1-32
Komunikasi Antarbudaya dan Fenomena Culture Shock ...
tindakan orang lain harus lebih dahulu kerjasama dengan kelompok bisnis.
memahami kerangka persepsinya. Persepsi Sesorang menjadi asing (stranger) karena
dan bahan yang akan dibangun dalam menghadapi lingkungan berbeda dengan
persepsi dipengaruhi oleh unsur-unsur sosio yang ia alami sebelumnya. Dalam
budaya, seperti; sistem kepercayaan (belief), diskusinya tentang stranger, Schutz
nilai (value) sikap (attitude), pandangan (1944:109) berteori berdasarkan perspektif
dunia (world view) dan organisasi sosial sosiologi tentang apa yang terjadi saat ada
(social organization). perubahan pada lingkungan seseorang;
Lebih lanjut, Porter dan Samovar keterasingan dan kedekatan (familiarity)
(1985:24) mengemukakan bahwa untuk tidak dibatasi oleh kondisi sosial namun
mengkaji komunikasi antarbudaya perlu oleh kategori-kategori umum dari
dipahami hubungan antara kebudayaan dan interpretasi kita tentang dunia. Jika kita
komunikasi. Budaya mempengaruhi menghadapi dalam pengalaman kita sesuatu
manusia dalam belajar berkomunikasi dan yang sebelumnya tidak kita ketahui dan ada
memandang dunia mereka melalui kategori- sesuatu yang menonjol dalam pengetahuan
kategori, konsep-konsep dari label-label kita tersebut, maka kita memulai suatu
yang dihasilkan budayanya. Komunikasi proses penyelidikan (inquiry). Awalnya kita
manusia terikat oleh budaya, sebagaimana menetapkan suatu fakta baru, kemudian kita
budaya berbeda antara satu dengan yang menangkap maknanya; selanjutnya kita
lainnya, maka praktek dan perilaku mengubah (mentransformasikan) lagkah-
komunikasi individu-individu yang diasuh langkah skema umum interpretasi tentang
budaya-budaya tersebut pun akan berbeda- dunia dengan suatu cara di mana fakta-fakta
beda pula. Semakin besar perbedaan budaya asing dan pemaknaan atas fakta tersebut
antara mereka semakin besar pula menjadi sesuai/cocok dan konsisten dengan
perbedaan mereka memandang realitas. keseluruhan fakta lain dari pengalaman kita
Pada unsur budaya, Porter dan dan pemaknaannya.
Samovar (1985:25) memandang terdapat Ketika mahasiswa menghadapi
enam unsur yang mempengaruhi lingkungan baru yang berbubah akibat
komunikasi antarbudaya, yaitu; adanya perbedaan interpretasi tentang
kepercayaan (belief), nilai (value) sikap lingkungan sosial, atau yang disebut Schutz
(attitude), pandangan dunia (world view) sebagai skema interpretasi. Ia membutuhkan
dan organisasi sosial (social organization), waktu untuk berfikir kembali ihwal peta-
tabiat manusia (human nature), orientasi peta atau gagasan yang telah diterima
kegiatan (activity orientation), dan persepsi sebelumnya dan kemudian menginterpretasi
tentang diri dan orang lain (perseption of kembali dan menetapkan peta-peta baru.
self and others). Dalam konteks pembentukan keluarga yang
Berbicara tentang penyesuaian diri menganut agama berbeda akan menemukan
yang dilakukan seseorang dalam hal ini banyak perbedaan, maka pemahaman
mahasiswa ketika menghadapi lingkungan budaya yang telah mereka terima sejak awal
yang berbeda dan tidak dikenal sebelumnya, kehidupan dalam budaya asal akan
menurut Alfred Schutz (1944), orang mengalami perubahan.
tersebut sedang meneliti dirinya sendiri Sementara itu dalam kerjanya untuk
karena ada perbedaan interpretasinya, di sampai ke wilayah komunikasi antarbudaya
mana seseorang menjadi asing di wilayah diperlukan beberapa pemahaman sebagai
asing. Contoh yang sangat jelas adalah sikap persiapan, sebagaimana diungkapkan oleh
para imigran yang memasuki wilayah Tsukasa Nishida (dalam West dan Turner,
negara asing. Namun bukan hanya para 2008) bahwa untuk memahami perilaku
imigran saja tapi juga dapat menganalisis komunikasi dari budaya manapun, sangat
seseorang yang akan mengadakan penting untuk mengkajinya menggunakan

Jurnal Askopis Volume 2 Nomor 1 Tahun 2018 1-32 5


Mukti Ali
teori komunikasi yang telah berkembang di siapa saja, karena pada dasarnya tidak ada
dalam budayanya sendiri. Bagi West dan dua orang yang mempunyai budaya,
Turner, pemikiran Nishida terletak pada sosiobudaya dan psikobudaya yang persis
permasalahan etnosentrisme budaya yang sama.
muncul ketika pendukung sebuah teori tidak Gudykunst dan Kim mengasumsikan
memiliki nilai yang sama dengan budaya di dua orang yang setara dalam
mana mereka menerapkan teori tersebut. berkomunikasi, masing-masing sebagai
Karena itu sensitivitas dan kesadaran pengirim dan sekaligus sebagai penerima,
budaya sangat penting untuk atau keduanya sekaligus melakukan
dipertimbangkan dalam teori di masa depan penyandian (encoding) dan penyandian
mengenai komunikasi di dalam berbagai balik (decoding). Karena itu, tampak pula
budaya. bahwa pesan suatu pihak sekaligus juga
Lain dengan Stella Ting-Toomey dan umpan balik bagi pihak lainnya. Pesan atau
Leeva Chung (1996) dalam West dan umpan balik antara kedua peserta
Turner (2008:246) menyatakan bahwa komunikasi direpresentasikan oleh garis
identitas merupakan isu yang bermakna dari penyandian seseorang ke penyandian-
untuk berteori dalam bidang komunikasi di balik orang lain dan dari penyandian orang
masa depan. Mereka melihat bahwa dengan kedua ke penyandian-balik orang pertama.
adanya banyak pernikahan lintas budaya –di Kedua garis pesan pesan atau umpan balik
Amerika Serikat- beberapa pertanyaan menunjukkan bahwa setiap kita
menjadi penting. Terdapat berbagai berkomunikasi, secara serentak kita
persoalan yang harus dipikirkan; menyandi dan menyandi-balik pesan.
bagaimanakah anggota dari dua kelompok Artinya, komunikasi tidak statis, kita tidak
yang sangat kontras menegosiasikan menyandi suatu pesan dan tidak melakukan
perbedaan identitas mereka, bagaimana apa-apa hingga kita menerima umpan balik.
keturunan dari pernikahan antarkelompok Alih-alih, kita memproses rangsangan yang
ini mengonseptualisasikan identitas mereka. datang (menyandi-balik) pada saat kita juga
Lebih jauh lagi mereka mengamati bahwa menyandi pesan (Mulyana, 2007:156).
isu gender dan identitas etnis membutuhkan Gudykunst dan Kim berpendapat,
lebih banyak kerangka konseptual. Mereka pengaruh budaya dalam model itu meliputi
bertanya; bagaimana kita tahu ketika gender faktor-faktor yang menjelaskan kemiripan
dan, atau etnis menjadi penting ketika dan perbedaan budaya, misalnya pandangan
seseorang mengonstruksi identitasnya. dunia (agama), bahasa, juga sikap kita
Pemikiran teoritis akan membantu kita terhadap manusia, misalnya apakah kita
menemukan jawaban bagi pertanyaan- harus peduli terhadap individu
pertanyaan penting mengenai budaya dan (individualisme) atau terhadap kolektivitas
identitas ini. (kolektivisme). Faktor-faktor tersebut
Komunikasi antarbudaya merupakan mempengaruhi nilai, norma, dan aturan
model komunikasi yang dioperasionalkan yang mempengaruhi perilaku komunikasi
oleh William B. Gudykunst dan Young Yun kita. Pengaruh sosiobudaya adalah pengaruh
Kim. Model ini menekankan pada yang menyangkut proses penataan sosial
komunikasi antara orang-orang yang berasal (social ordering process). Penataan sosial
dari budaya yang berlainan, atau berkembang berdasarkan interaksi dengan
komunikasi dengan orang asing (stranger). orang lain ketika pola-pola perilaku menjadi
Komunikasi antarbudaya pada dasarnya konsisten dengan berjalannya waktu.
sesuai untuk komunikasi tatap muka, Sosiobudaya ini terdiri dari empat
khususnya antara dua orang. Model faktor utama; keanggotaan kita dalam
komunikasi tersebut dapat kelompok sosial, konsep diri kita,
mempresentasikan komunikasi antaraa ekspektasi peran kita, dan definisi kita
6 Jurnal Askopis Volume 2 Nomor 1 Tahun 2018 1-32
Komunikasi Antarbudaya dan Fenomena Culture Shock ...
mengenai hubungan antarpribadi. Dimensi pengertian intelektual bahwa setiap pihak
psikobudaya mencakup proses penataan mempunyai seperangkat kepercayaan,
pribadi (personal ordering process). kebiasaan, dan nilai yang berbeda. Kesulitan
Penataan pribadi ini adalah proses yang mulai muncul ketika orang-orang mulai
memberi stabilitas pada proses psikologis. bekerja sama dalam bidang yang bahkan
Faktor-faktor psikobudaya ini meliputi tidak penting. Sering, setelah bertahun-
streotip dan sikap (misalnya etnosentrisme tahun berhubungan dekat, masing-masing
dan prasangka) pada kelompok atau orang tidak dapat membuat sistem pihak lainnya
lain. Streotip dan sikap kita menciptakan berfungsi. Tanpa mengetahui sistem pihak
pengharapan mengenai bagaimana orang lain itu, mereka menganggap orang lain
lain akan berpreilaku. Pengharapan kita itu sebagai bagian dari diri mereka yang tidak
pada gilirannya mempengaruhi cara kita dapat dikendalikan dan tidak dapat
menafsirkan rangsangan yang datang dan diramalkan.
prediksi yang kita buat mengena perilaku Sementara itu, untuk menemukan
orang lain. Etnosentrisme, misalnya, efektivitas komunikasi antarbudaya,
mendorong kita menafsirkan perilaku orang Schram mengemukakan bahwa efektivitas
lain berdasarkan kerangka rujukan kita komunikasi antara lain tergantung pada
sendiri dan mengharapkan orang lain situasi dan hubungan sosial antara
berperilaku sama seperti kita. Hal ini akan komunikator dengan komunikan terutama
membuat kita salah menafsirkan pesan dalam lingkup referensi (kerangka rujukan)
orang lain dan meramalkan perilakunya maupun luasnya pengalaman di antara
yang akan datang secara salah pula. mereka. Lebih lanjut Scharman (dalam
Mengenai perbedaan budaya dan Rahmat dan Mulyana, 2009:7) mendedah
etnosentrisme, kita seringkali tidak bahwa komunikasi antarbudaya yang benar-
menyadarinya. Kecenderungan menghakimi benar efektif harus memperhatikan empat
nilai, adat istiadat, perilaku atau aspek- syarat, yaitu; pertama, menghormati
aspek budaya lain. Roger Brown (1986:534) anggota budaya lain sebagai manusia.
mengatakan, bukan hanya universalitas Kedua, menghormati budaya lain
etnosentrisme yang membuat kita berfikir sebagaimana apa adanya dan bukan
bahwa etnosentrisme sulit dihilangkan, sebagaimana yang dikehendaki. Ketiga,
namun karena ia bersumber pada psikologi menghormati hak anggota budaya yang lain
manusia, yakni usaha individu untuk untuk bertindak berbeda dari cara bertindak,
memperoleh dan memelihara penghargaan dan keempat, komunikasi lintas budaya
diri. Ini merupakan keinginan yang sangat yang kompeten harus belajar menyenangi
manusiawi sehingga kita hampir tidak dapat hidup bersama antar orang dari budaya yang
membayangkan yang sangat manusiawi lain.
sehingga kita hampir tidak dapat Tidak berbeda dengan (Barlund dalam
membayangkan tidak adanya keinginan ini. Porter, 1985:9) bahwa efektivitas
Sehingga apa yang menjadi penilaian komunikasi tergantung atas pengertian
Hall (1976:210) sangatlah logis, bahwa bersama antarpribadi sebagai suatu fungsi
sikap etnosentrisme menjadi faktor yang orientasi persepsi, sistem kepercayaan, dan
mempersulit komunikasi antarbudaya gaya komunikasi yang sama. Sementara
bahkan bila kedua pihak yang berinteraksi Devito (2001:261) mengemukakan
berusaha membuka pikiran mereka, secara beberapa faktor penentu efektifitas
teoritis, seharusnya tidak ada masalah ketika komunikasi antarbudaya adalah
budaya-budaya berbeda bertemu. Biasanya keterbukaan, empati, perasaan positif,
pertemuan antarbudaya itu diawali tidak dukungan, dan keseimbangan. Tema
hanya dengan persahabatan dan kemauan efektivitas komunikasi yang menekankan
baik pada kedua pihak, namun ada pada aspek situasi, hubungan sosial, dan

Jurnal Askopis Volume 2 Nomor 1 Tahun 2018 1-32 7


Mukti Ali
pengertian bersama. Santoso S. Hamijojo pada hambata-hambatan komunikasi
(1993:177) menjelaskan, konsepsi antarbudaya, pengkajian jenis dan intensitas
kebersamaan penting bahkan menentukan suatu faktor penghambat telah terjadi.
dalam proses komunikasi. Komunikasi itu Sementara yang ketiga, memberikan
sendiri antara lain didefinisikan sebagai rekomendasi yang bersifat aplikatif
proses atau usaha untuk menciptakan sehingga lebih dapat dijadikan pedoman
kebersamaan dalam makna. Dengan dalam berkomunikasi antarbudaya.
demikian komunikasi dipahami serta Culture shock antara Kelahiran
diterima dan dilaksanakan bersama, harus Problematika
dimungkinkan adanya peran serta untuk Ketika kita masuk dan mengalami
mempertukarkan dan merundingkan makna kontak dengan budaya lain, dan merasakan
di antara semua pihak dari unsur-unsur ketidaknyamanan psikis dan fisik karena
dalam komunikasi, yaitu exchange dan kontak tersebut, kita telah mengalami gegar,
negotiation of meaning. kejutan budaya, culture shock (Mulyana,
Barna dalam Asente, dkk. (1979:20) 2006; Littlejohn, 2004). Banyak
mengemukakan, efektivitas komunikasi pengalaman dari orang-orang yang
antarbudaya sangat tergantung pada faktor- menginjakan kaki pertama kali di
faktor luar yang mempengaruhinya. Seperti lingkungan baru, walaupun sudah siap, tetap
bahasa, pesan nonverbal, prasangka dan merasa terkejut begitu sadar bahwa
streotip, kecenderungan untuk disekelilingnya begitu berbeda dengan
mengevaluasi, dan tingginya kecemasan. lingkungan lamanya. Orang biasanya akan
Senada dengan apa yang dikatakan merasa terkejut atau kaget begitu
(Samovar dan Porter, 2003) bahwa suatu mengetahui bahwa lingkungan di sekitarnya
keinginan yang tulus untuk melakukan telah berubah. Orang terbiasa dengan hal-
komunikasi efektif adalah penting, sebab hal yang ada di sekelilingnya, dan orang
komunikasi yang berhasil mungkin tidak cenderung suka dengan familiaritas
hanya terhambat oleh perbedaan budaya, tersebut. Familiaritas membantu seseorang
tetapi juga oleh sikap yang tidak bersahabat mengurangi tekanan karena dalam
atau bermusuhan. Perhatian kita terutama familiaritas, orang tahu apa yang dapat
tertuju pada situasi mana terdapat perbedaan diharapkan dari lingkungan dan orang-
budaya dalam penyandian dan penyandian orang di sekitarnya. Maka, ketika seseorang
balik atas pesan verbal dan nonverbal meninggalkan lingkungannya yang nyaman
selama interaksi antarbudaya serta masalah dan masuk dalam suatu lingkungan baru,
yang melekat pada situasi-situasi tersebut. masalah komunikasi akan dapat terjadi
Pesan dalam komunikasi antarbudaya
(Mulyana, 2006).
merupakan simbol-simbol yang di dalamya Gegar budaya (culture shock) adalah
terkandung karakteristik komunikator yang suatu penyakit yang berhubungan dengan
terdengar atau terlihat dalam pengalaman pekerjaan atau jabatan yang diderita orang-
proses komunikasi antarpribadi di antara orang yang secara tiba-tiba berpindah atau
mereka yang berbeda budaya. Penelitian dipindahkan ke lingkungan yang baru.
komunikasi antarbudaya menurut Asante Gegar budaya ditimbulkan oleh kecemasan
(1970:20) dapat dilakukan dengan dua yang disebabkan oleh kehilangan tanda-
pendekatan; Pertama, dialog budaya tanda dan lambang-lambang dalam
(cultural dialog) yang penelitiannya pergaulan social. Misalnya kapan berjabat
menekankan pada masalah hubungan tangan dan apa yang harus kita katakan bila
(komunikasi) antar ras atau antar etnik bertemu dengan orang, kapan dan
secara transnasional atau international.
bagaimana kita memberikan tip, bagaimana
Kedua, kritik budaya (cultural critics) yang berbelanja, kapan menolak dan menerima
lebih menekankan pada pengelompokan
8 Jurnal Askopis Volume 2 Nomor 1 Tahun 2018 1-32
Komunikasi Antarbudaya dan Fenomena Culture Shock ...
undangan, dan sebagainya. Petunjuk- budaya orang lain sebagai budaya yang
petunjuk ini yang mungkin berbentuk kata- tidak baik.. Kemudian sikap Streotipe.
kata, isyarat-isyarat, ekspresi wajah, Kesulitan komunikasi akan muncul dari
kebiasaan-kebiasaan, atau norma-norma, penstereotipan (stereotyping), yakni
kita peroleh sepanjang perjalanan hidup kita menggeneralisasikan orang-orang
sejak kecil. Bila seseorang memasuki suatu berdasarkan sedikit informasi dan
budaya asing, semua atau hampir semua membentuk asumsi orang-orang
petunjuk ini lenyap. Ia bagaikan ikan yang berdasarkan keanggotaan mereka dalam
keluar dari air. Orang akan kehilangan suatu kelompok. Stereotip tidak
pegangan lalu mengalami frustasi dan memandang individu-individu dalam
kecemasan. Pertama-tama mereka akan kelompok tersebut sebagai orang atau
menolak lingkungan yang menyebabkan individu yang unik. Selanjutnya hadirnya
ketidaknyamanan dan mengecam prasangka. Prasangka adalah sikap yang
lingkungan itu dan menganggap kampung tidak adil terhadap seseorang atau suatu
halamannya lebih baik dan terasa sangat kelompok, menyimpang atau tidak toleran
penting. Orang cenderung mencari terhadap sekelompok orang, dan prrasangka
perlindungan dengan berkumpul bersama membatasi orang-orang pada peran-peran
teman-teman setanah air, kumpulan yang stereotipik. Misalnya pada prasangka rasial-
sering menjadi sumber tuduhan-tuduhan rasisme semata-mata didasarkan pada ras
emosional yang disebut stereotip dengan dan pada prasangka gender-seksisme pada
cara negatif (Mulyana, 2006). gendernya.
Adapun reaksi terhadap culture shock Kemudian timbulnya Rasialisme.
bervariasi antara satu individu dengan Rasialisme adalah suatu penekanan
individu lainnya, dan dapat muncul pada pada ras atau menitikberatkan
waktu yang berbeda. Reaksi-reaksi yang pertimbangan rasial. Kadang istilah ini
mungkin terjadi, antara lain; merujuk pada suatu kepercayaan adanya dan
antagonis/memusuhi terhadap lingkungan pentingnya kategori rasial. Dalam ideologi
baru; rasa kehilangan arah; rasa penolakan; separatis rasial, istilah ini digunakan untuk
gangguan lambung dan sakit kepala; menekankan perbedaan sosial dan
homesick/ rindu pada rumah/lingkungan budaya antar ras. Rasialisme di sini menjadi
lama; rindu pada teman dan keluarga; sangat berbahaya karena selain
merasa kehilangan status dan pengaruh; menghambat keefektifan komunikasi
menarik diri; menganggap orang-orang antarbudaya, antarras yang berbeda,
dalam budaya tuan rumah tidak peka rasialisme dapat menjadi pemicu pertikaian
Istilah lain dari gegar budaya yang antar ras, di mana konflik yang terjadi akan
hadir ketika terjadinya komunikasi sulit sekali untuk didamaikan dan
antarbudaya, secara teoretis dapat melalui berlangsung lama (Mulyana:2000;70).
lahirnya berbagai sikap etnosentisme. Banyak pengalaman dari orang-orang
Etnosentrisme didefinisikan sebagai yang menginjakan kaki pertama kali di luar
kepercayaan pada superioritas inheren dari wilayah atau daerah yang biasa
kelompok atau budayanya sendiri; ditinggali, walaupun sudah siap, tetap
etnosentrisme mungkin disertai rasa jijik merasa terkejut begitu sadar bahwa
pada orang-orang lain yang tidak disekelilingnya banyak orang asing di
sekelompok; etnosentrisme cenderung sekitarnya. Orang biasanya akan merasa
memandang rendah orang-orang lain yang terkejut atau kaget begitu mengetahui
tidak sekelompok dan dianggap asing; bahwa lingkungan di sekitarnya telah
etnosentrisme memandang dan mengukur berubah. Inilah kesadaran awal ketika
budaya-budaya asing dengan budayanya individu berada di lingkungan yang baru
sendiri. Misalnya, cenderung menilai baginya. Inilah yang kemudian dinamakan

Jurnal Askopis Volume 2 Nomor 1 Tahun 2018 1-32 9


Mukti Ali
dengan culture shock atau gagar budaya atau yang digunakan untuk menjelaskan
juga kekagetan terhadap budaya baru. perasaan bingung dan ragu-ragu yang
Riset dengan mengambil informan mungkin dialami seseorang setelah ia
mahasiswa IAIN Salatiga yang berasal dari meninggalkan budaya yang dikenalnya
luar etnis Jawa; Sumatera, Sunda, Sulawesi, untuk tinggal di budaya yang baru dan
Nusa Tenggara, dan Kalimantan. berbeda.
mahasiswa terbiasa dengan hal-hal yang ada Culture Shock adalah Realitas
di sekelilingnya, dan orang cenderung suka Komunikasi Antarbudaya
dengan familiaritas tersebut. Familiaritas Komunikasi antarbudaya
membantu seseorang mengurangi tekanan (intercultural communication) merujuk
karena dalam familiaritas, orang tahu apa pada komunikasi antara individu-individu
yang dapat diharapkan dari lingkungan dan yang latar belakang budayanya berbeda.
orang-orang di sekitarnya, maka ketika Individu-individu ini tidak harus selalu
seseorang meninggalkan lingkungannya berasal dari negara yang berbeda, bukan
yang nyaman dan masuk dalam suatu pula rumpun, ras atau suku budaya,
lingkungan baru, masalah komunikasi akan melainkan pada realitasnya bahwa setiap
dapat terjadi. individu sudah berbeda budaya. Bukan hal
Pengalaman culture shock ini yang aneh lagi di dalam satu masyarakat ada
sebenarnya dianggap hal yang wajar yang dua orang yang berbeda budaya berbicara
banyak dialami oleh individu yang berada satu sama lainnya. Pusat-pusat kota dapat
dalam lingkungan yang baru. Bukan pula menjadi area kebudayaan yang menarik di
hal yang dianggap tabu karena hasil riset mana komunikasi terjadi antara anggota-
menunjukan bahwasannya individu dari anggota ko-budaya yang berbeda. Ko-
latar belakang sosial, budaya yang telah budaya (co-cultures) adalah kelompok-
melekat pada dirinya akan pasti akan kelompok individu yang merupakan bagian
mengalami culture shock ketika mengalami dari kelompok kebudayaan yang lebih
perpindahan tempat tinggal. Hanya saja, besar—tetapi berbeda dalam hal ras, etnis,
tingkat gangguan yang dialami oleh orientasi seksual, agama, dan sebagainya—
individu tersebut bisa berbeda dari satu dan menciptakan kesempatan bagi diri
orang ke orang yang lain, tergantung dari mereka sendiri. Istilah ko-budaya sekarang
beberapa faktor yang ada dalam diri lebih diterima dalam kalangan akademis
individu tersebut. Namun hal tersebut sebagai pengganti dari istilah sub-budaya
tidaklah menjadi sebuah masalah besar jika (sub-cultures), yang seakan menyatakan
ada kemauan yang kuat serta semangat yang sebuah kebudayaan mendominasi
tinggi dari setiap individu untuk mau dan
kebudayaan lain. (West & Turner, 2008: 42-
terus belajar tentang kebudayaan yang baru 43)
sehingga individu tersebut akan lebih Komunikasi antarbudaya sebenarnya
nyaman menempati tempat tinggal yang merupakan konteks akademik yang relatif
baru meskipun tempat tinggal yang baru masih muda, jika dilacak, permulaanya
jauh memiliki kebudayaan yang berbeda. berawal dari tahun 1950. (Leed-Hurwitz
Dari pemaparan para ahli serta dalam West dan Turner) Walau demikian,
definisi-definisi diatas, maka kelompok banyak sekali penelitian menarik
menyimpulkan Culture shock/gegar dilaksanakan sejak saat itu, dan dengan
budaya/kekagetan terhadap budaya baru sendirinya disiplin dan metode ini harus
merupakan suatu reaksi negatif terhadap terus melintasi jalan panjang guna mencapai
berbagai segi kehidupan suatu masyarakat komunikasi yang harmonis antarbudaya
asing yang dirasakan rumit. Culture shock
karena tidak dipungkiri adanya
bukanlah istilah klinis ataupun kondisi perkembangan budaya dan sekaligus
medis. Culture shock merupakan istilah
10 Jurnal Askopis Volume 2 Nomor 1 Tahun 2018 1-32
Komunikasi Antarbudaya dan Fenomena Culture Shock ...
menghargai keberagaman budaya. Pada unsur budaya, Porter dan
Konteks antarbudaya berbeda dengan Samovar (1985:25) memandang terdapat
konteks-konteks lainnya dalam beberapa enam unsur yang mempengaruhi
hal. Pertama, konteks ini adalah satu- komunikasi antarbudaya, yaitu;
satunya yang secara khusus membahas kepercayaan (belief), nilai (value) sikap
tentang budaya. Walaupun beberapa kontek (attitude), pandangan dunia (world view)
mencakup penelitian dalam budaya rasial dan organisasi sosial (social organization),
dan etnis misalnya konteks organisasi. tabiat manusia (human nature), orientasi
Penelitian ini seringkali melibatkan budaya kegiatan (activity orientation), dan persepsi
tidak sebagai permasalahan inti, melainkan tentang diri dan orang lain (perseption of
hanya dilihat sebagai pengaruh terhadap self and others).
konteks tersebut. Berbicara tentang penyesuaian diri
Komunikasi antarbudaya dapat yang dilakukan seseorang dalam hal ini
dipahami sebagai perbedaan kebudayaan mahasiswa ketika menghadapi lingkungan
dalam mempersepsi objek-objek dan yang berbeda dan tidak dikenal sebelumnya,
kejadian-kejadian. Menurut Porter dan menurut Alfred Schutz (1944), orang
Samovar (1985:24) pengaruh budaya dapat tersebut sedang meneliti dirinya sendiri
terlihat dari cara berkomunikasi, bahasa dan karena ada perbedaan interpretasinya, di
gaya bahasa, serta perilaku nonverbal yang mana seseorang menjadi asing di wilayah
merupakan bentuk respon atas budaya. asing. Contoh yang sangat jelas adalah sikap
Sutau prinsip yang perlu diperhatikan para imigran yang memasuki wilayah
adalah bahwa masalah-masalah kecil dalam negara asing. Namun bukan hanya para
komunikasi sering dipersulit oleh perbedaan imigran saja tapi juga dapat menganalisis
persepsi, dan untuk memahami dunia dan seseorang yang akan mengadakan
tindakan orang lain harus lebih dahulu kerjasama dengan kelompok bisnis.
memahami kerangka persepsinya. Persepsi Sesorang menjadi asing (stranger) karena
dan bahan yang akan dibangun dalam menghadapi lingkungan berbeda dengan
persepsi dipengaruhi oleh unsur-unsur sosio yang ia alami sebelumnya. Dalam
budaya, seperti; sistem kepercayaan (belief), diskusinya tentang stranger, Schutz
nilai (value) sikap (attitude), pandangan (1944:109) berteori berdasarkan perspektif
dunia (world view) dan organisasi sosial sosiologi tentang apa yang terjadi saat ada
(social organization). perubahan pada lingkungan seseorang;
Lebih lanjut, Porter dan Samovar keterasingan dan kedekatan (familiarity)
(1985:24) mengemukakan bahwa untuk tidak dibatasi oleh kondisi sosial namun
mengkaji komunikasi antarbudaya perlu oleh kategori-kategori umum dari
dipahami hubungan antara kebudayaan dan interpretasi kita tentang dunia. Jika kita
komunikasi. Budaya mempengaruhi menghadapi dalam pengalaman kita sesuatu
manusia dalam belajar berkomunikasi dan yang sebelumnya tidak kita ketahui dan ada
memandang dunia mereka melalui kategori- sesuatu yang menonjol dalam pengetahuan
kategori, konsep-konsep dari label-label kita tersebut, maka kita memulai suatu
yang dihasilkan budayanya. Komunikasi proses penyelidikan (inquiry). Awalnya kita
manusia terikat oleh budaya, sebagaimana menetapkan suatu fakta baru, kemudian kita
budaya berbeda antara satu dengan yang menangkap maknanya; selanjutnya kita
lainnya, maka praktek dan perilaku mengubah (mentransformasikan) lagkah-
komunikasi individu-individu yang diasuh langkah skema umum interpretasi tentang
budaya-budaya tersebut pun akan berbeda- dunia dengan suatu cara di mana fakta-fakta
beda pula. Semakin besar perbedaan budaya asing dan pemaknaan atas fakta tersebut
antara mereka semakin besar pula menjadi sesuai/cocok dan konsisten dengan
perbedaan mereka memandang realitas. keseluruhan fakta lain dari pengalaman kita

Jurnal Askopis Volume 2 Nomor 1 Tahun 2018 1-32 11


Mukti Ali
dan pemaknaannya. manusiawi sehingga kita hampir tidak dapat
Ketika seseorang atau mahasiswa membayangkan yang sangat manusiawi
menghadapi lingkungan baru yang sehingga kita hampir tidak dapat
berbubah akibat adanya perbedaan membayangkan tidak adanya keinginan ini.
interpretasi tentang lingkungan sosial, atau Sehingga apa yang menjadi penilaian
yang disebut Schutz sebagai skema Hall (1976:210) sangatlah logis, bahwa
interpretasi. Ia membutuhkan waktu untuk sikap etnosentrisme menjadi faktor yang
berfikir kembali ihwal peta-peta atau mempersulit komunikasi antarbudaya
gagasan yang telah diterima sebelumnya bahkan bila kedua pihak yang berinteraksi
dan kemudian menginterpretasi kembali dan berusaha membuka pikiran mereka, secara
menetapkan peta-peta baru. Dalam konteks teoritis, seharusnya tidak ada masalah ketika
pembentukan keluarga yang menganut budaya-budaya berbeda bertemu. Biasanya
agama berbeda akan menemukan banyak pertemuan antarbudaya itu diawali tidak
perbedaan, maka pemahaman budaya yang hanya dengan persahabatan dan kemauan
telah mereka terima sejak awal kehidupan baik pada kedua pihak, namun ada
dalam budaya asal akan mengalami pengertian intelektual bahwa setiap pihak
perubahan. mempunyai seperangkat kepercayaan,
Sementara itu dalam kerjanya untuk kebiasaan, dan nilai yang berbeda. Kesulitan
sampai ke wilayah komunikasi antarbudaya mulai muncul ketika orang-orang mulai
diperlukan beberapa pemahaman sebagai bekerja sama dalam bidang yang bahkan
persiapan, sebagaimana diungkapkan oleh tidak penting. Sering, setelah bertahun-
Tsukasa Nishida (dalam West dan Turner, tahun berhubungan dekat, masing-masing
2008) bahwa untuk memahami perilaku tidak dapat membuat sistem pihak lainnya
komunikasi dari budaya manapun, sangat berfungsi. Tanpa mengetahui sistem pihak
penting untuk mengkajinya menggunakan lain itu, mereka menganggap orang lain
teori komunikasi yang telah berkembang di sebagai bagian dari diri mereka yang tidak
dalam budayanya sendiri. Bagi West dan dapat dikendalikan dan tidak dapat
Turner, pemikiran Nishida terletak pada diramalkan.
permasalahan etnosentrisme budaya yang Sementara itu, untuk menemukan
muncul ketika pendukung sebuah teori tidak efektivitas komunikasi antarbudaya,
memiliki nilai yang sama dengan budaya di Schram mengemukakan bahwa efektivitas
mana mereka menerapkan teori tersebut. komunikasi antara lain tergantung pada
Karena itu sensitivitas dan kesadaran situasi dan hubungan sosial antara
budaya sangat penting untuk komunikator dengan komunikan terutama
dipertimbangkan dalam teori di masa depan dalam lingkup referensi (kerangka rujukan)
mengenai komunikasi di dalam berbagai maupun luasnya pengalaman di antara
budaya. mereka. Lebih lanjut Scharman (dalam
Mengenai perbedaan budaya dan Rahmat dan Mulyana, 2009:7) mendedah
etnosentrisme, kita seringkali tidak bahwa komunikasi antarbudaya yang benar-
menyadarinya. Kecenderungan menghakimi benar efektif harus memperhatikan empat
nilai, adat istiadat, perilaku atau aspek- syarat, yaitu; pertama, menghormati
aspek budaya lain. Roger Brown (1986:534) anggota budaya lain sebagai manusia.
mengatakan, bukan hanya universalitas Kedua, menghormati budaya lain
etnosentrisme yang membuat kita berfikir sebagaimana apa adanya dan bukan
bahwa etnosentrisme sulit dihilangkan, sebagaimana yang dikehendaki. Ketiga,
namun karena ia bersumber pada psikologi menghormati hak anggota budaya yang lain
manusia, yakni usaha individu untuk untuk bertindak berbeda dari cara bertindak,
memperoleh dan memelihara penghargaan dan keempat, komunikasi lintas budaya
diri. Ini merupakan keinginan yang sangat yang kompeten harus belajar menyenangi
12 Jurnal Askopis Volume 2 Nomor 1 Tahun 2018 1-32
Komunikasi Antarbudaya dan Fenomena Culture Shock ...
hidup bersama antar orang dari budaya yang Pesan dalam komunikasi antarbudaya
lain. merupakan simbol-simbol yang di dalamya
Tidak berbeda dengan (Barlund dalam terkandung karakteristik komunikator yang
Porter, 1985:9) bahwa efektivitas terdengar atau terlihat dalam pengalaman
komunikasi tergantung atas pengertian proses komunikasi antarpribadi di antara
bersama antarpribadi sebagai suatu fungsi mereka yang berbeda budaya. Penelitian
orientasi persepsi, sistem kepercayaan, dan komunikasi antarbudaya menurut Asante
gaya komunikasi yang sama. Sementara (1970:20) dapat dilakukan dengan dua
Devito (2001:261) mengemukakan pendekatan; Pertama, dialog budaya
beberapa faktor penentu efektifitas (cultural dialog) yang penelitiannya
komunikasi antarbudaya adalah menekankan pada masalah hubungan
keterbukaan, empati, perasaan positif, (komunikasi) antar ras atau antar etnik
dukungan, dan keseimbangan. secara transnasional atau international.
Tema efektivitas komunikasi yang Kedua, kritik budaya (cultural critics) yang
menekankan pada aspek situasi, hubungan lebih menekankan pada pengelompokan
sosial, dan pengertian bersama. Santoso S. pada hambata-hambatan komunikasi
Hamijojo (1993:177) menjelaskan, konsepsi antarbudaya, pengkajian jenis dan intensitas
kebersamaan penting bahkan menentukan suatu faktor penghambat telah terjadi.
dalam proses komunikasi. Komunikasi itu Sementara yang ketiga, memberikan
sendiri antara lain didefinisikan sebagai rekomendasi yang bersifat aplikatif
proses atau usaha untuk menciptakan sehingga lebih dapat dijadikan pedoman
kebersamaan dalam makna. Dengan dalam berkomunikasi antarbudaya.
demikian komunikasi dipahami serta Gegar budaya adalah fenomena yang
diterima dan dilaksanakan bersama, harus alamiah. Intesitasnya dipengaruhi oleh
dimungkinkan adanya peran serta untuk faktor-faktor, baik internal (ciri-ciri
mempertukarkan dan merundingkan makna kepribadian orang yang bersangkutan)
di antara semua pihak dari unsur-unsur maupun eksternal (kerumitas budaya baru
dalam komunikasi, yaitu exchange dan atau lingkungan baru yang dimasuki). Gegar
negotiation of meaning. budaya sebenarnya merupakan titik pangkal
Barna dalam Asente, dkk. (1979:20) untuk mengembangkan keprbadian dan
mengemukakan, efektivitas komunikasi wawasan budaya kita, sehingga kita dapat
antarbudaya sangat tergantung pada faktor- menjadi orang-orang yang luwes dan
faktor luar yang mempengaruhinya. Seperti terampil dalam bergaul dengan orang-orang
bahasa, pesan nonverbal, prasangka dan dari berbagai budaya, tanpa harus
streotip, kecenderungan untuk mengorbankan nilai-nilai budaya kita
mengevaluasi, dan tingginya kecemasan. sendiri.
Senada dengan apa yang dikatakan
(Samovar dan Porter, 2003) bahwa suatu HASIL DAN PEMBAHASAN
keinginan yang tulus untuk melakukan Memasuki Budaya Baru Mahasiswa
komunikasi efektif adalah penting, sebab Etnis Non-Jawa
komunikasi yang berhasil mungkin tidak Ketika pertama kali menginjakkan
hanya terhambat oleh perbedaan budaya, kaki di Salatiga Nur Maya Sari tak
tetapi juga oleh sikap yang tidak bersahabat merasakan perbedaaan, secara geologis ia
atau bermusuhan. Perhatian kita terutama merasakan mudah, karena Salatiga terletak
tertuju pada situasi mana terdapat perbedaan di antara Solo dan Semarang, sedang dirinya
budaya dalam penyandian dan penyandian banyak memilki keluarga di Semarang. Dan
balik atas pesan verbal dan nonverbal transportasinya pun juga mudah dengan
selama interaksi antarbudaya serta masalah naik bus jurusan Solo-Semarang sehingga ia
yang melekat pada situasi-situasi tersebut. merasa nyaman ketika tinggal di Salatiga
Jurnal Askopis Volume 2 Nomor 1 Tahun 2018 1-32 13
Mukti Ali
karena mudah untuk bertemu dengan mencampuri urusan orang lain. Sifat inilah
keluarganya yang di Jawa. Secara teologis ia yang bisa membuatnya cepat beradaptasi
merasakan ada perbedaan. Menurunya di meskipunu ada satu dua yang mengatakan
NTB Islam hanya satu aliran yakni lebih sesuatu yang negatif terhadapnya.
condong ke tradisi-tradisi Nahdlotul Ulama, Berbeda dengan ketika Yasep Hendra
sedang di Salatiga menurutnya komplek Sutrisna menginjakkan kaki di kampus
karena banyak aliran yang ia temukan di IAIN Salatiga, ia sangat kesulitan dalam
sini. Di samping itu, di Salatiga juga banyak berkomunikasi. Ia menginjakkan kaki di
pondok pesantren. Namun aliran yang ia Salatiga ia sangat bingung dengan orang-
ikuti tak jauh beda secara budaya dan adat orang yang berbahasa Jawa. Sulit untuk
sehingga ia dengan mudah menyesusaikan memahaminya, namun dengan kesabaran
diri hidup di sini. Banyaknya aliran tak dan kegigihannya ia mulai belajar sedikit
menjadikannya menjadi goyah akan demi sedikit. Dalam waktu setahun ia baru
terkikisnya aliran yang selama ini ia ikuti. mulai paham dengan bahasa Jawa walau
Dan ia merasakan sekali rasa kekeluargaan hanya sedikit. Dan bahasa isyarat di Jawa
selama tinggal di Salatiga, karena di sini ia pun tak beda jauh dengan di sana. Namun
mendapat keluarga angkat istilahnya karena sejalan dengan waktu, ia sekarang sudah
akrab dan dekat hubungannya dengannya. terbiasa dengan bahasa dan budaya Jawa
Secara makanan ia juga tidak merasakan yang dulu ia anggap sulit dan aneh.
kesulitan karena ia sudah terbiasa keliling Semua orang yang ia temui berbicara
luar NTB. Sehingga secara global, ia tidak dengan bahasa Jawa, yang dirinya sendiri
merasakan kesulitan ketika pertama kali bukan keturunan suku ini. Namun dengan
datang di Salatiga secara geografis, teologis, tekad yang kuat, ia berusaha untuk bisa tetap
makanan, lingkungan dan lain sebagainya. masuk menjadi mahasiswa IAIN Salatiga,
Untuk masalah bahasa, ia tak mungkin agak sedikit aneh, dari daerah asal
merasakan kesulitan. Karena ia juga sering ia tinggal banyak universitas ternama, salah
keliling daerah sehingga ia mudah dalam satunya UIN Bandung, kenapa ia tak
beradaptasi dengan bahasa setempat. Ia juga memilih di sana? Tuturnya ia bosan berada
bisa berbahasa Jawa, namun hanya bahasa di daerah sendiri dan ia ingin mencari
Jawa ngoko bukan krama. Dan mengenai pengalaman baru, budaya baru, dan yang
simbol-simbol daerah seperti bendera merah pasti pengalaman hidup yang sangat
tanda ada kematian dan lain sebagainya ia menantang, hidup dengan suku yang
sudah paham karena tak jauh beda dengan berbeda dan memilki ciri khas yang sangat
simbol di tempat kelahirannya. Dia beda pula dengan keadaan dirinya sendiri.
memiliki sedikit keluhan dari omongan Untuk bisa memahami budaya dan
orang Jawa yang mungkin dia tak lingkungan sekitar ia membutuhkan waktu
mengetahui seluk beluk orang NTB dan satu tahun.
NTT. Ada yang berprasangka bahwa orang Begitu juga dengan Toyib, ketika
NTB itu Kristen, padahal kenyatannya pertama kali ia menginjakkan kaki di
tidak. Malah yang terkenal Kristennya Salatiga, ia tak merasakan sesuatu yang
adalah di NTT. Lalu ada yang bilang kalau asing. Kemungkinan karena ia sudah
orang NTB itu berkulit hitam. Padahal yang merasakan hidup di Jawa tepatnya di Bogor
berkulit hitam itu orang NTT. Inilah yang selama tujuh tahunan. Pertama kali orang
terkadang menyinggung perasaannya ketika yang dihubungi adalah Pak Hafidz, salah
ia berinteraksi dengan orang Jawa di satu dosen Bahasa Arab di IAIN Salatiga.
Salatiga. Namun itu hanya tutur kata salah Pak Hafidz menyarankan dirinya agar
seorang saja, tidak semuanya. Ia tinggal di Ma’had Putra IAIN Salatiga. Lalu
menuturkan bahwa orang Jawa itu ramah- ia dijemput salah satu pengurus Ma’had
ramah dan memuliakan tamu serta tak suka untuk dintar ke sana. Pertama kali datang, ia
14 Jurnal Askopis Volume 2 Nomor 1 Tahun 2018 1-32
Komunikasi Antarbudaya dan Fenomena Culture Shock ...
merasa tak nyaman. Lingkungan yang dengan orang yang tidak dikenalnya serta
menurutnya kurang nyaman, asap rokok tutur katanya kasar. Diibaratkan selembut-
yang membuatnya tak jenak di situ. Tak lembutnya orang Lampung itu sekasar-
lebih dari tiga jam, ia memutuskan diri kasarnya orang Jawa dan bicara biasanya
untuk pindah ke SPBU milik yayasannya orang Lampung itu, ditangkap seperti orang
dulu ketika SMA. Di SPBU ini ia tinggal marah oleh orang Jawa. Agak lucu rasanya,
bersama dua saudaranya yang juga sama- tetapi memang itulah perbedaan budaya.
sama asli NTT, namanya Dzulfikar dan Dan satu hal lagi yang membuatnya ia
Mursalin. Mereka tinggal di mushola SPBU kagum dengan orang Jawa adalah sikap
ini dan selalu bersama kemana pun mereka sopan santunnya kepada orang yang lebih
pergi karena mungkin tak ada teman lain tua dan saling menyayangi kepada ynag
yang bisa diajak bermain apalagi mereka lebih muda serta sikap saling sapanya
adalah pendatang. Tahun pertama ia kepada siapa saja, baik yang sudah dikenal
bertempat tinggal di SPBU. Lalu memasuki maupun belum dikenalnya.
tahun kedua sampai sekarang ia menjadi Tidak jauh dengan teori pendatang
takmir masjid di Masjid Darul Amal (stranger) tentang kondisi dan perilaku
Salatiga. Letak masjid ini berada di area pendatang pada umumnya. Tepat tanggal 16
kampus satu IAIN Salatiga, di jalan Tentara Agustus 2013 itu, pertama kali Syamsul
Pelajar. Sehingga memudahkannya kuliah Ma’arif, menginjakkan kaki di IAIN
dan tak perlu repot-repot mengendarai Salatiga. Jika dilihat dari tanggalnya, maka
sepeda atau ngangkot, dengan jalan kaki sudah tak ada kesempatan lagi untuk bisa
saja bisa sampai kampus karena Masjid mendaftar di IAIN Salatiga. Namun takdir
tersebut menyatu dengan kampus. Allah berkata lain. Ketika ia memasuki
Awal pertama kali ia menginjakkan kampus IAIN Salatiga, tak satu pun orang
kaki di Salatiga Siti Aisyah, agak kesulitan yang ia kenal. Lalu ia memberanikan
dalam memahami bahasa Jawa krama alus. bertanya kepada salah satu mahasiswa,
Ketika ia naik bus menuju Salatiga sempat Wafa namanya merupakan anak dari Ibu Siti
ia ditanyai oleh nenek tua yang kebetulan Asdiqoh, dosen PAI IAIN Salatiga. Ia
berada di belakang tempat duduknya. Nenek bertanya bagaimana cara transfer kuliah
tersebut menanyai Aisyah, “Ajeng badhe karena sebelumnya ia sudah kuliah satu
tindak pundi mbak?” Aisyah bingung mau tahun di Darussalam University. Lalu
menjawab apa, apalagi ia juga tak paham dengan ramah Wafa mengantarkan ke
apa yang ditanyakan oleh nenek tersebut. akademik untuk mengurusi adminitrasi
Hanya senyuman manis ia berikan tanpa pendaftarannya. Saat pendaftran ia bertemu
sepatah kata pun. Namun pamannya yang dengan ibu Siti Asdiqoh dan Pak Muyazin
menemani Aisyah menyahut,”Mau ke untuk mengurusi ujian masuk dan sampai
Temanggung mbah, niki tiyang Lampung akhirnya ia masuk Kelas Khusus
mboten saget basa Jawi”. Dalam hati Internasional (KKI). Sehingga ia mengulang
Aisyah ia hanya tersenyum malu karena masa kuliahnya dari semester satu, yang
tidak paham bahasa Jawa krama alus. awalnya mau lanjut ke semester tiga namun
Sebenarnya ia juga paham bahasa Jawa tak jadi. Ketika ia berada di kampus, ia
namun hanya sebatas bahasa Jawa ngoko. sempat ngobrol-ngobrol dengan salah satu
Karena kebanyakan orang Jawa di mahasiswa, dan ia disambut dengan
lingkungannya mengunakan bahasa Jawa mahasiswa tersebut dengan tutur kata yang
ngoko. Namun kesan pertama di Jawa, lembut lagi sopan. Baginya itu merupakan
orang-orangnya ramah-ramah dan lembut sampel kalau orang Salatiga itu memang
tutur katanya walau dengan orang yang baik-baik. Dan semakin mantap hatinya
belum dikenalnya. Berbeda orang Lampung untuk bisa kuliah di IAIN Salatiga. Tak tahu
kasar dan cuek jika bertemu orang apalagi kenapa hatinya serasa mantap ketika ia

Jurnal Askopis Volume 2 Nomor 1 Tahun 2018 1-32 15


Mukti Ali
mulai mendaftar di Salatiga, serasa dituntun sangat lemah lembut atau bahasa Sundanya
oleh Allah bahwa takdirnya memang di semeuh. Dalam benaknya, orang Jawa itu
Salatiga. Mulai dari pendaftran sampai gesit, keras dalam bertutur kata, namun jika
berinteraksi dengan orang-orang sekitar, ia sudah kenal sebenarnya ramah dan baik-
merasa diperalkuakan sangat sopan dan baik. Selain itu, menurutnya lingkungan di
disambut dengan baik. Sehingga semakin Salatiga itu dingin dan strategis. Berbeda
kuat tekadnya untuk bisa menuntut ilmu di dengan wilayah Sunda yang gersang dan
IAIN Salatiga. sudah terkesan kota metropolitan. Dan ia
Awal di Salatiga, Danil Ja’far juga merasa mudah ketika akan pulang dari/ke ke
sama dengan beberapa mahasiswa IAIN Salatiga. Seperti yang ia lihat bahwa di
Salatiga yang bukan etnis Jawa. belum bisa Salatiga beragam agama dan kepercayaan.
berbahasa Jawa sehingga selama tiga tahun Seperti yang dapati di lingkungan sekitar
mengeyam bangku SMA ia berkomunikasi rumah pak Adang tempat ia tinggal, ada
hanya dengan menggunakan bahasa yang non-Islam. Namun rasa toleransi dan
Indonesia. Setelah lulus dari SMA ini, ia saling menghargai itu ada. Sedang untuk
melanjutkan ke IAIN Salatiga. Baginya tak masalah perbedaan pemahaman dalam
asing lagi kampus ini karena dirinya sudah islam ia tak menjadikannya masalah.
tiga tahun berada di Salatiga. Untuk Karena hal itu merupakan hak setiap orang
mencukupi kehidupan sehari-hari ia rela dan tak boleh mengganggu kepercayaan
menjadi tukang potong rambut di daerah masing-masing.
Klaseman. Ia mulai menekuni profesi ini Berhijrah ke pulau Jawa bagi Lu’luk
sejak ia masih sekolah kelas tiga SMP di Suroya merupakan tantangan baginya, di
Bekasi. Sungguh super, kecil-kecil sudah samping dituntut untuk mandiri, ia juga
bisa mencari uang.merupakan keistemwaan harus rela jauh dari keluarga di Kalimantan.
tersendiri dibandingkan anak-anak SMP Wilayah yang pertama kali ia singgahi di
zaman sekarang yang masih minta uang Jawa adalah di Jawa Tengah tepatnya di
kepada orang tuanya. Profesinya yang ia Suruh, Salatiga. Di rumah saudara dari
tekuni di Salatiga ini, sudah berjalan satu keluarga Ibunya, yakni pakdhenya yang
tahun lebih. Sehingga ia menjadi orang pertama kali ia kunjungi. Di rumah
yang super sibuk. Ia jarang terlihat pakdhenya ia merasa diperlakukan sangat
nongkrong bareng dengan teman-temannya ramah bak tamu agung, mungkin karena ia
di kampus. Karena pelanggannya banyak datang dari tempat yang jauh sehingga ia
sehingga ia dituntut pulang lebih awal dan disambut dengan ramah tamah, dijamu
segera menuju tempat kerjanya. Penulis dengan berbagai macam makanan, dan
sendiri merasakan sulit sekali ketika semuanya serba dilayani. Namun semuanya
bertemu dengannya. Sudah dua kali penulis itu malah membuatnya canggung. Lalu
bolak-balik ke tempat kerjanya, namun setelah beberapa hari tinggal di rumah
hasilnya nihil, ia masih sibuk dengan saudaranya, ia diajak sama sepupunya untuk
pelanggannya yang membludak memenuhi daftar ke IAIN Salatiga. Dari sinilah
tempat potong rambutnya. Sehingga perjalanan perkuliahannya akan dimulai.
wawancaranya dengannya harus ditunda. Setelah selesai menyelesaikan semua
Namun dengan kegigighannya penulis prosedur pendaftaran beserta tesnya,
akhirnya penulis bisa menemuinya di hari akhirnya ia diterima sebagai mahasiswa
minggu ketika ia tak kuliah. IAIN Salatiga. Lalu ia memutuskan diri
Pertama kali Farrah Zakiyah Anwar, untuk tinggal di pondok, tepatnya di Pondok
menginjakkan kaki di Salatiga, ia agak kaget Al Falah yang terletak di Grogol. Ini
dengan logat orang Jawa yang lumayan merupakan keputusannya karena kalau ia
kasar dibandingkan orang Sunda. Berbeda tinggal di rumah saudaranya di wilayah
dengan orang Sunda yang tutur katanya Suruh ia takut merepotkan dan ia sendiri
16 Jurnal Askopis Volume 2 Nomor 1 Tahun 2018 1-32
Komunikasi Antarbudaya dan Fenomena Culture Shock ...
juga merasa canggung karena diperlakukan menguasai bahasa Jawa. Sebelum ia datang
terlalu istimewa menurutnya. Sehingga ia ke Jawa, ia diberi gambaran oleh
akhirnya memilih tinggal di pondok, selain keluarganya dan orang-orang di
bisa lebih mandiri ia juga mendapat lingkungannya bahwa orang Jawa itu lemah
tambahan ilmu agama. Menurutnya letak lembut, kalem, solidaritas dan rasa gotong
Salatiga sendiri strategis dan lingkungannya rotongnya tinggi, sehingga ketika ia sampai
juga heterogen yang ditandai dengan di Jawa ia tak begitu kaget jika orang Jawa
banyaknya agama namun tetap hidup rukun kenbaykan seperti itu. Malah ia harus
dan saling toleransi satu dengan yang lain. menyesuaikan diri untuk bisa bersikap agak
Terlihat dari Masjid-masjid dan gereja- lembut seperti orang Jawa. Karena di
geraja yang saling berdekatan, namun biasa Kalimantan sendiri ia sudah terbiasa dengan
saja tak ada kericuhan atau kesenjangan. logat yang kasar.
Keadaan yang heterogen ini tak Pertama kali Pramesti Putri,
membuatnya kaget sebab di Kalimantan menginjakkan kaki di Jawa, perasaan
sendiri juga heterogen. Di Kalimantan senanglah yang ia rasakan. Dengan ia kuliah
sendiri ada kaum Nasrani yang hidup di di Jawa tentunya ia bisa mendapat
sana. Dan perbandingan antara muslim dan pengalaman baru, teman baru, dan suasana
Kristen tiga banding satu. Lalu untuk baru. Ia datang pertama kali sendirian tanpa
masalah perbedaan paham dalam Islam ditemani keluarga. Dengan naek pesawat
sendiri ia agak kurang setuju dalam artian ia akhirnya ia bisa sampai di Salatiga.
tak suka ada perpecahan yang diakibatkan Sesampainya di Salatiga ia tinggal di rumah
dari perbedaan paham tersebut. Sedang tantenya yang berada di Sumber Rejo,
ditinjau dari keadaan lingkungannya, Ngasinan sekitar duapuluh sampai tigapuluh
Salatiga termasuk daerah yang sejuk diapit menit dari Salatiga. Ia tinggal di rumah
oleh pegunugan, berbeda dengan tantenya selama seminggu sebelum
Kalimantan yang keadaan suhunya gersang pendaftaran IAIN Salatiga dibuka.
dan panas. Seminggu setelah itu, ia mendaftarkan diri
Awal kali menginjakkan kaki di Jawa, untuk kuliah di IAIN Salatiga. Ketika
Abdullah Anasrudin meras bahagia, senang pendaftaran ia diantar oleh ibu dan adiknya
bisa ke Jawa. Dan ia sendiri tidak merasa yang masih berumur empat tahun. Ibu dan
kesulitan beradaptasi dengan lingkungan di adiknya datang ketika hari-h pendaftaran.
Jawa. Ia hanya butuh waktu tiga bulan untuk Sehingga ketika berangkat ia tidak bersama
bisa memahami bahasa Jawa dan dengan Puput. Di IAIN Salatiga ini, ia
budayanya. Ia belajar dari peragulan sehari- mengambil jurusan Pendidikan Bahasa
hari. Seperti yang diketahui, bahwa ia hidup Arab (PBA). Ia masuk kuliah pada tahun
di rumah nenek yang berada di Ambarawa 2012 sehingga bisa dihitung baru satu tahun
yang lingkungannya merupakan lingkungan lebih ia berada di Jawa. Ketika ia sudah
Jawa. Sehingga ia belajar bahasa Jawa dan diterima di IAIN Salatiga, ia memutuskan
budayanya dari situ. Ia sendiri juga sudah untuk tinggal di kos, yang berada di
bisa menerapkan bahasa jawa krama alus Jangkungan di sekitar komplek kampus satu
ketika ia berinteraksi dengan warga IAIN Salatiga. Ia memilih tinggal di kos
setempat dan ia menggunakan bahasa Jawa tersebut karena ia kuliah dekat dengan
ngoko ketika ia bergaul dengan teman- kampus. Namun selang tujuh bulan ia
temannya sebaya. Pertama kali ia belajar pindah kos ke Margosari. Ini ia lakuakn
bahasa Jawa ia paham ketika orang Jawa karena ia sudah menikah, pada bulan
berbicara, namun ia terkadang masih sulit Februari 2013 lalu yang akhirnya ia pindah
untuk menanggapi oboralan dengan bahasa kos dan menetap di sana dengan sang suami.
Jawa. Namun seiring waktu berjalan, kurang Tak hanya kos, kampus tempat kuliah pun
lebih tiga bulan ia di Jawa, ia sudah lumayan sekarang juga pindah. Hal itu mungkin

Jurnal Askopis Volume 2 Nomor 1 Tahun 2018 1-32 17


Mukti Ali
karena tambahan progdi dan jumlah peminat mempunyai ciri khas yakni ketika ia punya
IAIN Salatiga yang semakin banyak suatu tekad maka ia akan kukuh dalam
menyebabkan progdi PBA harus pindah ke mempertahankan tekadnya itu. Berbeda
kampus dua. dengan orang Jawa di Salatiga, menurutnya
orang-orang Jawa di Salatiga itu biasa saja,
Persepsi dan Prasangka Mahasiswa Etnis
ketika ia tak nyaman dengan suatu hal maka
non-Jawa terhadap Budaya Jawa
ia akan berpindah. Dan secara perilaku
Persepsi dalam komunikasi adalah
hampir sama orang Jawa dan Samawa, hal
intinya, karena jika persepsi tidak akurat,
tersebut kembali pada diri masing-masing.
tidak mungkin berkomunikasi dengan
Jadi kita akan menemukan orang baik, yang
efektif. Persepsilah yang menentukan untuk
alim, ada yang preman, dan lain sebagainya
memilih suatu pesan dan mengabaikan
itu sudah menajdi hal yang biasa.
pesan yang lain. Semakin tinggi derajat
Nur Maya Sari juga memandang ada
kesamaan persepsi antarindividu, semakin
perbedaan dalam hal adat istiadat
mudah dan semakin seringlah
pernikahan. Menurutnya pernikahan di
berkomunikasi, dan sebagai
Salatiga makna yang terkandung kurang
konsekwensinya semakin cenderung
mengena di hati. Malah terkadang hanya
membentuk kelompok budaya atau
menjadi kesenangan belaka. Ia memandang
kelompok identitas. (Mulyana, 2007:180)
pernikahan di Salatiga hanya ada hiburan
Kenneth K. sereno dan Edward M.
campursari dan makanannya pun juga
Bodaken maupun Judy C. Pearson dan Paul
hanya biasa-biasa saja tak terlalu mewah.
E. Nelson dalam Mulyana menyebutkan,
Beda dengan di NTB, ketika ada acara
bahwa persepsi terdiri dari tiga aktivitas,
pernikahan, makanan yang disuguhkan pasti
yakni; seleksi, organisasi, dan interpretasi.
mewah dan istimewa juga ada adat
Yang dimaksud seleksi sebenarnya
tersendiri yang sangat mengena dari makna
menyangkut sensasi dan atensi, sedangkan
penikahan itu sendiri. Acara adat
organisasi melekat pada interpretasi, yang
pernikahan ini jika di NTB berlangsung
dapat didefinisikan sebagai meletakkan
selama lima hari dan dilakukan setelah akad
suatu ragsangan bersama rangsangan
nikah. Hari pertama setelah akad, biasanya
lainnya sehingga menjadi suatu keseluruhan
ada upacara tuang pacar pada mempelai.
yang bermakna. (Mulyana, 2007:181)
Biasanya Pak kyai yang menuangkan pacar
Pola-pola perilaku manusia
itu ke tangan kedua mempelai sambil
berdasarkan persepsi mengenai realitas
diiiringi dengan lantunan sholawat. Lalu
(sosial) yang telah dipelajari. Persepsi
pada hari kedua ada acara khataman
manusia terhadap seseorang, objek, atau
Qur’an. Itu hanya dilakukan oleh kedua
kejadian dan reaksi terhadap hal-hal yang
mempelai dengan membaca surat at-
berdasarkan pengalaman (dan
Takatsur sampai an-Naas. Setelah itu ada
pembelajaran) masa lalu berkaitan dengan
tadarus bersama yang boleh diikuti oleh
orang, objek atau kejadian serupa. Cara
masyarakat umum. Memasuki hari ke tiga,
seseorang bekerja dan menilai tergantung
inilah waliamtu al-ursy yang dilaksanakan
pada apa yang telah diajrkan melalui
di tempat mempelai laki-laki. Biasanya
budayanya sendiri. (Mulyana, 2007:191)
yang dijamu hanya bapak-bapak saja karena
Nur Maya Sari, ia memandang etnis
tamu pada acara ini hanya kaum laki-laki
Jawa itu mengasyikkan, tidak terlalu keras
saja, sehingga terkesan sepi dan tidak ramai.
sikapnya. Namun secara sopan santun lebih
Berbeda ketika walimatul ursy dilaksanakan
bagus Suku Samawa yakni nama etnis di
di tempat mempelai putri pada hari keempat,
NTB. Dalam Suku Samawa juga menegenal
biasanya ramai karena dihadiri banyak
tata krama seperti bahasa krama di bahasa
golongan, atau bisa dikatakan masyarakat
Jawa. Lalu secara perilaku orang NTB itu
umum dari anak-anak, remaja, sampai orang
18 Jurnal Askopis Volume 2 Nomor 1 Tahun 2018 1-32
Komunikasi Antarbudaya dan Fenomena Culture Shock ...
dewasa. Dan pada hari ke lima ada acara bilang kalau suku Jawa itu galak-galak,
khitanan bagi saudara-saudara dari keluarga emosian, dan egois. Namun setelah ia
kedua mempelai. Itulah serangkaian acara mengenal lebih dalam, tak seperti itu
adat pernikahan di NTB. bayangannya, namun sebaliknya. “Ternyata
Sementara secara budaya ia lebih suka orang Jawa itu ramah-ramah dan baik hati”,
pada adat sendiri, yakni adat NTB. Dan tuturnya. Berbeda dengan orang Sunda
selama di Salatiga ia tak merasakan sekarang yang tak sebaik itu padahal dulu
prasangka buruk terhadap lingkungan suku Sunda dikenal dengan suku yang
pribumi sekitar. Baginya orang Salatiga itu sangat sopan santun, namun sekaranga
ramah dan baik hati serta tak suka mungkin budaya itu mulia luntur, entah
mencampuri masalah orang lain. Mengenai kenapa.
rasisime, ia memandang daerah Salatiga itu Setahun berlalu, dan ia sudah mulai
cinta damai, aman, dan semoga tidak ada bisa memahami budaya Jawa walau hanya
anarkis karena masyarakatnya sendiri sedikit-sedikit. Dan ia menemui keanehan
ramah-ramah dan baik hati. Sehingga tidak pada salah satu makanan yaitu nasi kucing.
ada potensi tindakan anarkis. Awalnya ia merasa asing dengan makanan
Persepsi dan prasangka Yasep Hendra ini, namun setelah ia mencicipi, lidahnya
Sutrisna orang-orang Muslim di Salatiga mulai bisa menerima makanan itu dan ia
lebih mendalam agamanya dibandingkan akhirnya menyukai makanan itu. Selain
orang Sunda. Menurutnya, orang-orang murah, makanan ini juga simple
memegang teguh adat tradisi yang diajarkan menurutnya. Untuk masalah kekeluargaan
oleh para wali seperti tahlilan, tujuh harian, di Salatiga, hanya beberapa gelintir keluarga
empat puluh harian dan lain sebagainya. yang ia dapati. Salah satunya yaitu pak
Yang mana adat agama tersebut tak berjalan Adang Kuswaya yang masih mempunyai
di daerah asalnya. Jarang orang-orang hubungan kekerabatan dengannya dan lewat
Sunda yang melakukan ritual-ritual seperti beliaulah ia sampai di Salatiga. Dari sisi
itu karena mereka tak menanggap dalam geogarfis, menurutnya Salatiga strategis dan
agama Islam itu sendiri. Ia juga kagum mudah dijangkau. Walau wilayahnya hanya
dengan budaya orang Jawa yang teratur dan kecil, ia tak kesulitan ketika mencari
terorganisir seperti berjalannya ritual-ritual wilayah ini.
agama tersebut. Pada sisi ini, ia berada pada Selama ini Toyib Abdul Malik
sisi positif dalam memandang suku Jawa. menyadari akan budayanya berbeda dengan
Namun ketika membicarakan masalah budaya Jawa. Namun baginya tak jadi
anarkisme, ia beranggapan bahwa Salatiga masalah. Ia memilih kondisional dalam
ada potensi anarkis terutama dalam masalah menghadapi perbedaan budaya. Jadi ia
aliran agama yang beragam di Salatiga. menggunakan budaya Jawa ketika di Jawa
Menurutnya ia sering melihat dua aliran dan menggunakan budaya Flores ketika di
yang saling kontradiktif dan NTT, sehingga ia menyesuaikan diri sesuai
mengunggulkan golongan satu dengan yang tempat dimana ia berada. Untuk masalah
lain. Berbeda dengan di Sunda yang tak sopan santun orang Flores dan Jawa, ia rasa
mempermasalahkan masalah aliran-aliran sama-sama sopan hanya berbeda dalam
seperti itu. bahasa. Di Jawa ada tingkatan bahasa
Sebelumnya Yasep Hendra Sutrisna sedang di Flores tak ada malah terkadang
memiliki sedikit prasngka-prasangka memakai bahasa Portugis. Di sisi lain, ada
negatif. Namun sebaliknya, prasangka perbedaan ketika ada seorang pribumi
positiflah yang ia rasakan. Namun sempat Flores meninggal, biasanya kalau ia
ada statement-statemnet negatif yang beragama Kristen maka bunyi lonceng
hinggap di benaknya. Sebelum ia kenal suku sebagai tanda ada yang meninggal. Ketika
Jawa, konon kata orang-orang, ada yang lonceng bunyi tujuh kali menunjukkan laki-

Jurnal Askopis Volume 2 Nomor 1 Tahun 2018 1-32 19


Mukti Ali
laki yang meninggal, empat kali bunyi dan disegani. Di sana hanya ada ustadz.
menandakan perempuan yang meninggal, Sementara Prasangka Toyib Abdul
dan dua kali bunyi menandakan anak-anak Malik, pertama kali di Jawa adalah bahwa
yang meninggal. Dalam tata krama makan, orang Jawa itu mempunyai sifat yang kalem,
di Flores tak mengenal adad tengkurap lembut, dan tak suka dibentak. Berbeda
sendok setelah makan. Di Jawa adab itu dengan Suku Liarian yang mempunyai sifat
dilakukan karena memiliki makna yaitu keras. Dan dalam kenyataannya, orang Jawa
menandakan seseorang yang makan telah yang ia kenal memang sosok yang baik hati,
kenyang atau cukup atas jamuannya. ramah, dan sopan santun dalam bergaul
Sedang di Flores tak mengenal adab ini. Di dengan sesama. Namun hal itu berbeda
Jawa kita mengenal tata krama seperti kalau dengan pendapatnya dalam hal
makan, tidak boleh bersuara atau kecap kekeluargaan orang Salatiga. Menurutnya,
bahasa Jawanya dan kaki di bawah tidak kekeluargaan di Flores jauh lebih erat
boleh di atas maka hal tersebut berbeda ketimbang di Salatiga. Di Salatiga antar
dengan tata krama suku Liarian yang ketika tetangga saja terkadang ada yang tidak
mereka makan maka kaki mereka saling kenal dan kalau ada acara kumpul
dibolehkan naik ke atas, mungkin bagi keluarga pun juga biasa-biasa saja, hanya
orang Jawa ini merupakan sesuatu yang jabat tangan saja dan tidak ada yang
sangat tidak sopan, tapi bagi orang sana hal dituakan tuturnya. Berbeda dengan orang
tersebut merupakan suatu hal yang wajar NTT yang sangat erat kekeluargaannya.
karena mereka menganggap bahwa kaki di
atas menunjukkan kecenderungan santai. Di samping itu, ada kepercayaan-
Dan selama hampir empat tahunan, ia kepercayaan yang agak aneh menurut orang
juga menyadari adanya perbedaan budaya Jawa. Seperti kepercayaan orang-orang
suku Liarian dan suku Jawa. Namun ia Flores yaitu jika anak lahir dengan kaki
fleksibel dan kondisional, ketika dia di Jawa yang keluar dahulu maka besok diramalkan
maka ia akan menggunakan budaya Jawa, bisa menyembuhkan penyakit, seperti sulit
kalau ia berada di Flores maka ia akan bicara pada anak kecil, dan jika ada orang
menggunakan budaya Flores. Dan ia bisa yang tersangkut tulang ikan di
memahami budaya Jawa hanya dalam waktu tenggorokannya maka hanya dia yang bisa
satu bulan. Tuturnya ia belajar budaya lewat menurunkan tulang ri tersebut. Lalu di sana
pergaulan dengan teman-temannya sehari- juga ada perbuatan/adat yang dilarang untuk
hari sehingga ia lebih cepat dan mudah dilakukan yaitu ketika menikmati
memahami bahasa dan budaya Jawa. Satu degan/kelapa muda maka cara membuka
hal yang membuatnya dia kagum dengan buahnya, pegangan kelapa bagian atas
orang Jawa adalah sikap sopan santunnya (gagang dalam bahasa Jawa) harus dipotong
kepada orang yang lebih tua dan kebiasaan kalau tidak dipotong ada kepercayaan besok
menyapa kepada sesama walau belum pusar anaknya panjang. Seperti yang kita
kenal. Dua hal tersebut memberikan kesan ketahui kalau membaca doa itu makanya
tersendiri bagi dirinya. Namun ia terkadang berdoa kepada Allah baik di rumah atau di
agak menemukan sisi negatif orang Jawa. masjid. Berbeda dengan budaya suku
Menurutnya orang Jawa di Salatiga Liarian yang jika disebut “baca doa” maka
khususnya yang menyangkut aliran agama, maknanya adalah sesajen.
ia menganggap mereka hanya ikut-ikut saja Dalam pandangan Siti Aisyah
tanpa ada dasar yang kuat.berbeda dengan memandang suku Jawa itu lebih baik
orang Flores yang setiap kegiatan sehari- daripada orang Lampung karena sifat ramah
hari mencerminkan nilai-nilai Islam. Dan di tamah, sopan santun, dan tutur katanya yang
NTT tidak mengenal kiai yang mungkin di lembut. Dan tata kramanya juga bagus,
Jawa kiai itu sosok yang sangat dihormati masih saling menghormati dengan orang
20 Jurnal Askopis Volume 2 Nomor 1 Tahun 2018 1-32
Komunikasi Antarbudaya dan Fenomena Culture Shock ...
yang lebih tua, dan sopan-sopan orangnya ia menuturkan kalau di sini tempatnya
jika dibandingkan dengan orang Lampung. strategis, sehingga mudah kalau mau pergi-
Pertama kali ia datang di Salatiga ia pergi. Ia memandang Salatiga itu sebagai
membawa prasangka positif. Ketika dia kota kecil yang terkenal dengan kaum
bernagkat ke Jawa sempat orang tuanya Nasraninya, terlihat dari banyaknya gereja
berpesan kalau orang Jawa itu orangnya yang berdiri dan perekonomian kaum
lemah lembut dan ramah tamah, sehingga Nasrani lebih baik dibandingkan orang
dirinya harus bisa menyesuaikannya. Islam. Mengenai masalah perbedaan aliran
Terlebih lagi, orang tuanya berpesan bahwa dalam agama Islam, menurutnya wajar
orang Jawa memakai bahasa Jawa krama namun perbedaan itu jangan sampai
alus sehingga mau tak mau ia juga harus membawa pada perpecahan. Dari segi
mempelajari bahasa Jawa krama alus agar budaya adat istiadat memang berbeda antara
bisa beradapatasi di Jawa. Jawa dan Sunda. Seperti dalam adat
Untuk masalah aliran agama tak jauh pernikahan, di Sunda ada saweran ketika
berbeda dengan Salatiga. Aliran ormas NU ada hajat walimatul ‘ursy dan ada ritual
dan Muhammadiyah di Lampung sangat menyalakan petasan ketika akad
kental. Sifat fanatiknya terlihat dari cara berlangsung sebagai tanda sudah resmi
mereka tak merestui anaknya jika menikah hubungan suami-istri. Dari sisi makanan, ia
dengan seseorang yang tak sepaham dengan agak aneh dengan orang Jawa yang
mereka. Misal si A berpaham NU suka mungkin sayuran seperti rumput menjadi
dengan si B yang berpaham makanan seperti daun adas, baginya itu
Muhammadiyah, maka salah seorang dari seperti rumput-rumputan, yang cenderung
kedua orang tua tak merestuinya sehingga ke sayur-sayuran. Berbeda dengan di Sunda
mau tak mau anak juga harus patuh terhadap yang mana di sana makanannya kebanyakan
apa yang diminta oleh orang tua. Hal ini lalapan, seperti pecel lele, ayam bakar, dll.
juga pernah terjadi pada diri Aisyah. Dulu ia Bisa dibilang makanan kering tanpa sayur.
sempat suka dengan seorang laki-laki yang Sehingga ketika di Jawa ia agak kaget
berbeda paham dengan keluarganya. Jika dengan makanan yang dijadikan makanan
dilihat secara dlohir, laki-laki tersebut baik pokok itu seperti kelompok tumbuh-
hati dan sangat sopan santun, namun satu hal tumbuhan dari jenis rumput.
yang membuat ia tak diterima di keluarga Perasaan terasing ia alami ketika
Aisyah adalah karena beda pemahaman pertama kali di Salatiga. Namun prasangka
dalam beragama. Sebenarnya Aisyah tak terhadap lingkungan sekitar tak begitu
memihak dari sisi aliran agama, ia ekstrim, cenderung biasa. Sehingga ia juga
cenderung netral, namun ia tak bisa menolak tak menemukan indikasi-indikasi adanya
apa-apa yang diminta oleh orang tuanya, anarkisme di Salatiga. Walau ia tinggal di
sehingga ia akhirnya melepas hubungan Salatiga, ia masih tetap memepertahankan
dengan laki-laki tersebut. Namun ini tak budaya Sunda, namun ia merasakan
berarti putus silaturahminya, ia juga masih kesulitan untuk mempertahankan budaya
berkomunikasi dengannya untuk hal-hal asli Sundanya. Sehingga mau tak mau ia
yang penting saja. kondisonal ketika mengikuti budaya Jawa.
Jika membicarakan masalah orang Budaya Jawa yang selama ini ia ikuti adalah
Jawa dan orang Sunda, Persepsi Sugeng bancaan, dan mujahadahan. Ia tak
Iskandar keduanya suku ini sama secara mempelajari budaya-budaya Jawa, ia hanya
karakter dan tata kramanya. Suku Jawa yang mengikuti saja. Dan kesan positif yang ia
mungkin dikenal sebagai suku yang ramah, alami ketika bertemu dengan orang Jawa
lemah lembut, tak beda jauh dengan suku adalah sikap respon yang santun ketika
Sunda. Hanya beda bahasa dan adat yang bertamu.
membedakan dua suku ini. Di Salatiga ini, Persepsi Syamsul Ma’arif terhadap

Jurnal Askopis Volume 2 Nomor 1 Tahun 2018 1-32 21


Mukti Ali
orang Jawa, selain ia salut dengan tata memutuskan untuk pindah kos. Dan jika
krama orang Jawa yang sangat sopan santun ditinjau dari karakteristik orangnya,
dan ramah tamah kepada orang lain serat menurutnya orang Jawa di Salatiga lebih
logatnya lembut. Berbeda dengan orang memasyarakat dan gotong royong
Lampung, yang cenderung individual, dibanding dengan daerah lain. Misalnya
keras, dan kasar logat berbicaranya. Di masyarakat yang berada di sekitar Sulawesi
Salatiga ia mengetahui bahwa banyak cenderung egois dan individualisnya tinggi.
penganut Kristiani ketika awal kali ke Masalah agama, ia menyadari di Salatiga
Salatiga karena memang pusat agama terdapat beraneka ragam agama. Ada yang
Kristen itu di Salatiga. Lalu mengenai Islam, Kristen, Budha, dan Katolik.
masalah intern Islam yakni perbedaan Mengenai masalah intern Islam sendiri yang
paham, baginya tak perlu dipermasalahkan. juga banyak aliran pemahaman yang
Sebaiknya diambil sisi positifnya dan perlu berbeda, ia tak menganggapnya masalah.
saling mendebat seperti debat masalah Menurutnya selagi seseorang itu berpegang
memakai qunut atau tidak. Maka hal itu pada dalil yang benar dan sesuai dengan
sbaiknya tak perlu dipermasalahkan asal dasar pokok Islam, baginya tak perlu
sesuai dalil maka tak mengapa. Sungguh dipermasalahkan. Sedang di Sulawesi, juga
sebenarnya Allah menjadikan perbedaan itu tak beda jauh. Ada banyak aliran
menjadi suatu anugerah yang indah. Namun pemahaman yang berbeda, namun walau
kenyataannya kenapa saling mendebat, beda tetapi tetap satu padu.
saling menjatuhkan satu sama lain? Maka Pertama kali ia datang di Salatiga
hendaklah dengan perbedan itu dicari solusi terbesit dalam pikirannya prasangka negatif
terbaik sehingga umat Islam tetap satu padu. kalau orang Jawa itu sensitif dan mudah
Bukan dengan perbedaan paham, malah tersinggung. Dan rasa etnosentrisme dirinya
menyebabkan Islam terpecah belah. lumayan tinggi, ia lebih condong pada
Lain dengan apa yang dipersepsi sukunya sendiri. Memandang etnisnyalah
Danil Ja’far tentang etnis Jawa. Jika yang terbaik dibanding dengan suku atau
dihitung-hitung ia sudah lima tahun di Jawa, etnis Jawa. Dilihat dari tata cara
namun ia baru bisa paham bahasa Jawa satu kekeluargaannya, yang mana suku Bugis
tahun yang lalu. Ia paham bahasa Jawa dari lebih care daripa suku Jawa menurutnya.
kesehariannya denga teman-temannya. Ia Ketika ada adek kakak yang saling bertemu
belajar dari mendengarkan teman-teman maka biasanya mereka akan saling
ketika mengobrol. Dan ia mencoba berpelukan dan dicium. Berbeda dengan
memahami apa-apa yang dibicarakan oleh orang Jawa yang mungkin hanya biasa
teman-temannya. Sehingga genap setahun ketika bertemu dengan saudara sendiri. Dan
ini, ia baru bisa berbahasa Jawa walau masih di sana memanggilkan dengan sebutan
sedikit-sedikit dan belum lancar. Pertama kakak dan adek, sedang di Jawa menurutnya
kali ia bertemu dengan orang Jawa di yang selama ini ia temui, mereka langsung
Salatiga ia merasa resah, karena dalam menyebut namanya, sehingga terlihat tak
pikirannya orang Jawa itu sensitif, mudah sopan dan lancang. Dan satu hal yang agak
tersinggung, dan lemah lembut. Berbeda membuatnya jengkel dengan orang Jawa
dengan dirinya yang berasal dari suku Bugis yang berada di Salatiga adalah para
yang memiliki karakter keras logat remajanya sekarang banyak yang ia temui
berbicaranya. mengenakan celana pendek sekali atau
Prasangka Danil Ja’far terhadap orang dikenal dengan celana hot pen. Terlihat
Jawa sangat wajar adanya. Baginya orang tidak sopan sekali karena di Sulawesi jarang
Jawa itu sensitive. Seperti yang pernah ia temui fenomena seperti itu. Ia merasa
dialaminya ketika ia berkonflik dengan ibu jengkel dalam hatinya ketika melihat ada
kosnya sendiri yang akhirnya ia remaja putri yang memakai celana tersebut
22 Jurnal Askopis Volume 2 Nomor 1 Tahun 2018 1-32
Komunikasi Antarbudaya dan Fenomena Culture Shock ...
seolah-olah tak beradab. belum familiar. Mengenai sifat karakteristik
Dalam budaya Sunda ada pameuh orang Jawa dengan orang Kalimantan jelas
atau slogan yang menjadi ciri khas orang beda. Karakter orang Kalimantan
Sunda, yaitu silih asih, silih asah, dan silh diantaranya mudah tersinggung dan jika ada
asuh. Silih asih maksudnya saling salah bicara maka ia akan langsung diprotes.
mengasihi; silih asah artinya saling berbagi Contohnya jika kita bercanda dengan orang
ilmu, dan silih asuh artinya saling Kalimantan maka jika kita tak sengaja
melindung. Aplikasi dari slogan ini adalah mengucapkan kata-kata yang kurang
sikap tolerasi, lemah lembut, dan spirtual. berkenan di hatinya, maka orang
Lalu secara adat, orang Sunda mempunyai Kalimantan akan segera menegurnya dan
slogan Cageur, bageur, singer, pinter. Ini langsung to the point kepada lawan
merupakan adat orang Sunda yang mana bicaranya kalau ada tutur kata yang salah.
cageur berarti sembuh, waras; bageur Lalu dalam bertutur kata orang Kalimantan
artinya baik; singer artinya sehat, dan pinter bukanlah tipe orang suka basa-basi,
yang artinya pandai. Dengan slogan ini, sehingga sifat orang sana adalaha to the
maksud slogan ini adalah untuk point. Berbeda dengan orang Jawa yang
membranding orang Sunda bahwa orang mengawali pembicaraan dengan basa-basi
Sunda itu memiliki karakter yang sehat, disertai sifat ramah tamah dalam bertutur
baik, dan pandai. Dan diharapkan slogan ini kata. Jujur dirinya, sebenarnya iri dengan
benar-benar melekat dalam diri orang orang Jawa yang bisa bertutur kata lemah
Sunda. Dan dirinya masih sedikit lembut berbeda dengan orang Kalimantan
memahami bahasa Jawa. Ia belajar bahasa yang tutur katanya agak keras. Mengenai
Jawa dari interaksi sehari-hari dengan masalah anarkis kesukuan ia tak
teman-temannya yang notabene orang Jawa. menemukan potensi anarkis tersebut.
Yang didapat, ia paham maksud ketika Dan perlu diketahui bahwa suku asli
orang Jawa berbicara, namun ia tak bisa Kalimantan adalah suku Dayak yang
membalas pembicaraan dengan bahasa mempunyai sifat keras dan dirinya juga
Jawa. Dan ia memandang orang Jawa agak terbawa dengan sifat keras dalam
cenderung positif. Ii adalah persepsi Farrah.. bertutur kata. Dan suku Dayak sendiri
Karena sebenarnya orang Jawa itu baik-baik bermata pencaharian di pertanian,
kalau sudah saling kenal. Hanya saja tutur khususnya petani getah karet. Dan orang
katanya menurutnya masih terlalu kasar jika Kalimantan sendiri kurang begitu suka
dibanding dengan tutur kata orang Sunda makanan yang pedas-pedas. Namun di sana
yang lebih lembut dari orang Jawa. mempunyai makanan khas berupa makanan
Awal kali ia di Jawa, Lu’luk Suroya, lalapan yang mana pasti ada sambalnya.
agak kesulitan dalam berkomunikasi. Ia Tetapi orang Kalimantan hanya sedikit
sebenarnya paham bahasa Jawa, namun ia memakan sambalnya karena tak suka pedas.
masih merasa kesulitan ketika ia harus Sedang dalam masalah kekeluargaannya
menjawab kembali dengan bahasa Jawa. orang Jawa memilki rasa kekeluargaan yang
Dan terkadang ia juga sulit ketika yang besar dan ramah-ramah. Sehingga ketika ia
dihadapi memakai bahasa Jawa krama sampai di Jawa ia rasakan aura positif. Dan
inggil, sulit kalau mengikutinya. Sementara perlu diketahui bahwa budaya Kalimantan
ini, ia masih pada tahap bahasa Jawa ngoko, yang sering disinggung adalah masalah
ia belum bisa kalau berbahasa Jawa krama bahasa dan tarian. Di sana kebanyakan
alus, sebenarnya bisa namun itupun juga menggunakan bahasa Jawa dan bahasa
masih sedikit-sedikit dan mengucapkannya Kalimantan Selatan. Mungkin sekilas
juga masih sangat pelan-pelan karena ia janggal, kenapa pakai bahasa Jawa. Itu
memantaskan dengan intonasi dan kosakata disebabkan karena kebanyakan orang sana
yang baginya mungkin masih asing dan adalah orang perantauan dari Jawa dan

Jurnal Askopis Volume 2 Nomor 1 Tahun 2018 1-32 23


Mukti Ali
lingkungnan sekitar rumahnya pun juga menyakiti orang lain.
mayoritas orang Jawa. Lalu mengenai Dan persepsi Pramesti Putri, Perlu
masalah kenapa memakai bahasa diketahui bahwa di Sulawesi sendiri
Kalimantan Selatan, padahal dirinya tinggal terkenal dengan wisata alamnya yang
di Kalimantan Tengah, ini disebabkan mempesona. Diantaranya ada Bentheng
karena banyak pedagang dari Kalimantan Buton yang merupakan benteng terbesar
Selatan yang datang ke Kalimantan Tengah. kedua setelah Great Wall di China. Di
Sehingga masyarakat Kalimantan Tengah bentheng ini tertulis silsilah para Raja-raja.
sendiri terbawa dengan kesehariannya Jarak tempuh Bentheng Buton dengan
berinteraksi dengan pedagang Kalimantan rumahnya di Kendari cukup jauh sampai ia
Selatann. Di samping itu di sana mempunyai harus naek perahu untuk bisa sampai di
tarian khas diantaranya tari Giring-giring, tempat tujuan. Selain itu ada juga tempat
Mandau, dan Manasai. Biasanya tarian ini wisata Wakatobi. Wakatobi merupakan
dimainkan ketika ada acara desa dan singkatan dari Wanci, Kaledupa, Tomiang,
menyambut tamu. Binongko, singkatan ini merupakan
Sudah tiga bulan Abdullah Anasrudin, gabungan dari beberapa pulau. Ini
merasakan hidup di Jawa. Ia sendiri merupakan wisata fauna yang mana di sini
menyadari kalau budaya Jawa dengan ditemukan tujuhratus limapuluh spesies.
budaya Kalimantan itu berbeda. Namun ia Penelitian ini dilakukan oleh Wallacea
fleksibel dalam menghadapi masalah ini. Inggris yang bekerjasama dengan LIPI
Jika ia berada di Jawa maka ia (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia).
menggunakan budaya Jawa dan ketika ia cukup menakjubkan, tinggal seratus spesies
berada di Kalimntan ia menggunakan lagi untuk mencapai keseluruhan spesies
budaya Kalimantan. Seperti yang ia yang ada di dunia yang berjumlah sebanyak
tuturkan sebelumnya bahwa ia senang 850 spesies. Lalu masih ada lagi wisata lain,
ketika sampai di Jawa apalagi bertemu yakni air terjun Moramo yang berada di
dengan orang Jawa yang baik, ramah tamah, Konawe, yang jaraknya enampuluh
dan lemah lembut sehingga dalam benaknya kilometer dari kota Kendari.
terbesit prasangka yang positif. Dan ia Jika Pramesti Putri melihat orang
sendiri beranggapan bahwa dengan karakter Jawa di Salatiga, ia berprasangka bahwa
orang Jawa yang seperti itu, maka tak ada orang Jawa itu tidak memiliki potensi
potensi anarkis dalam konteks kesukuan anarkis karena suku Jawa sendiri
atau bisa disebut rasisme. Di Jawa ia juga mempunyai sifat cinta damai. Jika ada,
belajar budaya Jawa, diantaranya ia pernah menurutnya itu semata-mata dari orang-
ikut nonton reog dan wayang, mengikuti orang pendatang yang dari luar Jawa.
perkumpulan remaja masjid, dan pemuda Menurutnya, biasanya yang memanas-
pemudi desa. Ia belajar ini, semata-mata manasi suatu keanarkisan adalah orang-
agar ia lebih mengetahui budaya Jawa lebih orang luar Jawa. Untuk masalah banyaknya
dalam sebagai bekalnya hidup di Jawa, perbedaan paham agama dalam Islam
maka ia harus menguasai bahasa beserta menurutnya tidak perlu dipermasalhkan.
budayanya agar ia bisa bertahan lama di Baginya asal masih sama dalam hal tauhid
Jawa. Apalagi atraksi seperti reog dan dan dasar-dasar islam maka baginya tak
wayang tak ada di Kalimantan sehingga ia perlu dipermasalahkan. Dan ia sendiri
sangat perlu mempelajarinya. Dan yang menyayangkan kalau ada perpecahan dan
paling berkesan dengan orang Jawa adalah saling mengungulkan kelompok masing-
kesan yang menyenangkan dalam masing. sebenarnya tak perlu ada
pergaulan, tidak membeda-bedakan satu perselisihan yang seperti itu, selama masih
sama lain sehingga semuanya berkumpul memegang dalil yang benar tak perlu saling
menjadi satu. Bahasanya lembut dan tidak menyalahkan. Dan orang Jawa sendiri itu
24 Jurnal Askopis Volume 2 Nomor 1 Tahun 2018 1-32
Komunikasi Antarbudaya dan Fenomena Culture Shock ...
banyak basa basi berbeda dengan orang perilaku orang lain, dan mungkin orang lain
Sulawesi yang to the point. Hal yang menyadari perilaku komunikasi dia. Dan
membuatnya berkesan dengan orang Jawa keempat, dia tidak sadar bahwa dia tidak
adalah tata karma dan etikanya. mampu menghadapi perbedaan
antarbudaya, keadaan ini terjadi manakala
Antarbudaya dan Realitas Mahasiswa
seseorang sama sekali tidak menyadari
Etnis non-Jawa
bahwa sebenarnya dia tidak mampu
Menarik apa yang dilontarkan oleh
menghadapi perilaku budaya orang lain.
Alo Liliweri mengenai efektivitas
(Liliweri, 2009: 255). Dapat dilihat dari
komunikasi antarbudaya. Baginya,
realitas yang terjadi pada Mahasiswa yang
komunikasi antarmanusia, termasuk
berasal dari etnis non-Jawa yang kuliah di
komunikasi antarbudaya, selalu memiliki
IAIN Salatiga sebagai informan, bahwa
tujuan tertentu yaitu menciptakan
terdapat berbagai pengalaman perilaku yang
komunikasi yang efektif melalui pemaknaan
terdapat perbedaan-perbedaan antara
yang sama atas pesan yang dipertukarkan.
budayanya sendiri dengan budaya kedua
Adapun tujuan komunikasi antarbudaya
tempat mereka berkuliah; hal ini dapat
antara lain untuk menyatakan identitas
terlihat dari perilaku dan pengalaman
sosial dan menjembatani perbedaan
mereka.
antarbudya melalui perolehan informasi
Selama ia hidup di Salatiga, Nur
baru, mempelajari sesuatu yang baru yang
Maya Sari tak menyadari adanya perbedaan
tak pernah ada dalam kebudayaan, serta
dengan budaya NTB. Hanya ada beberapa
sekedar mendapat hiburan atau melepaskan
budaya saja yang ia merasa beda yaitu
diri. Komunikasi antarbudaya yang intensif
budaya jabat tangan dan pernikahan. Jabat
dapat mengubah persepsi dan sikap orang
tangan di NTB biasanya yang muda
lain, bahkan dapat meningkatkan kreativitas
mencium tangan tetapi berbeda di Salatiga.
manusia. (Liliweri, 2009:254)
Kalau di Salatiga hanya sekedar jabat tangan
Menurut William Howell dalam
dan ia terbawa pada budaya di Salatiga. Dari
Liliweri, setiap individu mempunyai tingkat
model pakaian, pribumi NTB biasanya
kesadaran dan kemampuan yang berbeda-
memakai tutup kepala atau bisa dikatakan
beda dalam berkomunikasi antarbudaya.
jilbab/ kerudung. Karena di sana juga
Tingkat kesadaran dan kemampuan itu
mayoritas Islam jadi sudah biasa kalau di
dibaginya pada empat kategori; Pertama,
sana kita melihat hmapir semuanya
seseorang sadar bahwa dia tidak mampu
berjilbab. Berbeda dengan Salatiga, yang
memahami budaya orang lain. Keadaan ini
ternyata juga ada non-Muslim, sehingga
terjadi karena dia tahu diri bahwa dia tidak
jilbab hanya dipakai oleh orang Islam saja.
mampu memahami perbedaan-perbedaan
Lalu mengenai masalah budaya agama yang
budaya yang dihadapi. Kesadaran ini dapat
lebih mengarah pada tradisi agama seperti
mendorong orang untuk melakukan
tahlilan, tiga harian, tujuh harian, nyewu,
eksperimen bagi komunikasi antarbudaya
dan seterusnya hampir sama dan tidak ada
yang efektif. Kedua, dia sadr bahwa dia
perbedaan, sehingga budaya keagamaan
mampu memahami budaya orang lain.
yang melekat pada dirinya tidak berubah.
Keadaan ini merupakan yang ideal, artinya
Berbeda dengan Yasep Hendra
kesadaran akan kemampuan itu dapat
Sutrisna, memasuki tahun kedua, ia
mendorong untuk memahami,
memutuskan diri untuk pindah ke pondok.
melaksanakan, memelihara, dan mengatasi
Pondok Mansyaul Huda menjadi
komunikasi antarbudaya. Ketiga, dia tidak
pilihannya. Tepatnya di daerah Sraten,
sadar bahwa dia mampu memahami budaya
menurutnya lingkungan sekitar pondok ini
orang lain. Keadaan ini dihadapi manakala
agak sepi, tak seramai di Ciamis, dan
orang tidak menyadari bahwa sebenarnya
masyrakatnya keliatan agak tertutup karena
dia mampu berbuat untuk memahami
Jurnal Askopis Volume 2 Nomor 1 Tahun 2018 1-32 25
Mukti Ali
tak berbaur satu sama lain. Dari pondok ini, mereka sehari-sehari berdasarkan Al Qur’an
ia mulai mengenal banyak budaya terutama dan Hadits. Seperti ketika mereka
budaya keagamaan, seperti adanya tahlilan, melakukan ziarah kubur mereka memakai
yasinan, tujuh harian, sepuluh harian dan pelepah kelapa karena mereka mengetahui
lain sebagainya. Dari sinilah ia mulai bahwa pelepah tersebut bisa meringankan
mengenal banyak aliran-aliran agama azab kubur selama belum kering. Ketika
seperti NU, Muhammadiyah, LDII, dan sudah layu/kering diganti dengan yang baru.
sebagainya, yang menurutnya sering cek cok Dan bentuk nisannya juga unik, kalau
satu sama lain. Berbeda dengan daerah bentuk nisan laki-laki tinggi lalu di atasnya
aslinya, di sana tak ada aliran-lairan seperti ada ukiran orang dewasa memakai peci, lalu
itu, tuturnya di Ciamis masyarakatnya untuk perempuan ukirannya berbentuk
netral, aliran-aliran agama bukan menjadi wanita memakai jilbab. Dan untuk anak
persoalan utama, melainkan sudah menjadi kecil nisannya pendek dengan ukiran anak
biasa, tak ada pertentangan satu sama lain kecil memakai peci. Dan hubungan
dan tidak fanatik terhadap aliran. Di sisi tetanggaan juga sangat dekat. Mereka saling
lain, suku Sunda sendiri mempunyai jargon memberi makanan ketika mereka sedang
yang menunjukan ciri khas suku Sunda memasak dalam kesehariannya. Dan jika
diantaranya cageur berarti sembuh, waras; ada seorang yang mengetahui suatu ilmu,
bageur artinya baik; singer artinya sehat. maka mereka akan mendiskusikannya di
Dan suku Sunda sendiri mempunyai sosok masjid, sehingga kegiatan sehari-hari
yang lemah-lembut, hormat pada orang mereka berdasar dari ilmu yang mereka
yang lebih tua, saling mengasihi atau dalam dapat. Bisa dibilang itu suatu kelebihan dari
bahasa Sundanya silih asih, saling orang Flores yang kehidupan sehari-hari
memperbaiki diri dan orang lain silih asah, mencerminkan nilai-nilai Islam.
dan silih asuh yang berarti menjaga Tercermin dalam kehidupan sehari-
keselamatan. Itulah beberapa ciri khas orang hari. Sebagaimana kita ketahui bahwa di
Sunda yang unik dan menjadi ciri khas Flores kebanyakan memeluk agama Kristen,
mereka. namun baik Islam maupun Kristen tak jadi
Tanpa ia sadari, ia terbawa dengan masalah, mereka malah hidup saling gotong
budaya Jawa, seperti dalam ritual agama, royong dan hormat menghormati. Jika ada
sebelum adzan dikumandangkan biasanay salah satu pemeluk Kristen berkeinginan
dimulai dengan sholawatan atau puji- memeluk agama Islam maka hal tersebut
pujian. Sehingga mau tak mau ia juga malah didukung oleh pihak keluarga sendiri
mengikuti budaya tersebut. Ritual tahlilan, yang notabene non-Islam. Ketika ada acara
tujuh harian, sepuluh harian juga ia ikuti. kumpulan orang Islam dan Kristen pun juga
Namun pada prinsipnya ia akan tetap tercermin rasa kekeluargaannya dalam hal
mempertahankan budaya aslinya. Ia makanan. Makanan sudah dipisah antara
fleksibel dalam penyesuaian diri dengan orang Islam dan Kristen, sehingga tak perlu
budaya asing yang ia hadapi sekarang ini. khawatir halal haramnya. Lalu ketika salah
Jika ia berada di Salatiga maka ia akan seorang warga sedang memasak, sedang
memakai budaya Salatiga, lalu ketika ia tetangga mengetahui dirinya memasak,
sudah di rumah sendiri ia memakai budaya maka dia akan membagi-bagi makanan yang
sendiri. ia masak. Dari sini, tercermin ajaran Islam
Perbedaan budaya yang dirasakan yang sesuai dengan Al Qur’an dan Hadits.
Toyib antara budaya jawa dengan suku Rasa saling menghormati tercermin dalam
aslinya Plores. Ada satu hal yang menarik di surat al-Kafirun sedang adab terhadap
Flores, sebagaimana kita ketahui bahwa tetangga tercermin dari Hadits yang intinya
orang Islam di sana menjadi minoritas tetapi mengajarkan kepada kita agar memberi
ukhuwah mereka sangat erat dan kegiatan sebagian masakan yang kita masak kepada
26 Jurnal Askopis Volume 2 Nomor 1 Tahun 2018 1-32
Komunikasi Antarbudaya dan Fenomena Culture Shock ...
tetangga dekat. Hal tersebut berbeda dengan ada pasal-pasal. Ada pasal tentang
lingkungan di Salatiga, Islam Kristen pernikahan beda agama, hak suami-istri
terlihat sangat kontras, perbandingan jumlah ketika ia berbeda agama, dan lain
pemeluk Kristen dan Islam 4:5. Dan sebagainya.
terkadang sering ada kristenisasi dari orang Siti Aisyah, merasakan anehnya
Islam yang mungkin perekonomiannya tentang makanan di Salatiga dengan budaya
rendah disuap dengan harta sehingga ia makanan yang ada di daerahnya.
berpindah agama. Kemungkinan rasa Menurutnya citra rasa masakan di Salatiga
solidaritas orang Islam sendiri kurang, itu manis, berbeda dengan masakan
seharusnya yang kaya membantu yang Lampung yang mempunyai citra rasa pedas
kurang mampu sehingga terjaga ukhuwah dan asin. Pertama kali ia merasakan
islamiyahnya. masakan khas Salatiga rasanya belum cocok
Ada yang unik dari budaya suku di lidah. Namun lama-kelamaan lidahnya
Liarian, salah satunya adalah adat bisa menyesuaikan dengan masakan yang
pernikahan. Di sana bala/mahar harus mempunyai citra rasa manis.
berupa gading gajah karena barang ini Pernah ia diajak makan oleh temannya
sebagai simbol kehormatan tersendiri. yang asli keturunan Jawa. Ketika itu, ia
Tetapi adat ini, hampir punah seiring makan dengan bersuara atau dalam bahasa
brejalannya waktu. Sehingga gading gajah Jawanya ‘kecap’ dan ketika menyendok
hanya simbolis saja. Gading gajah ini bisa makanan langsung dari bagian tengah
diganti dengan barang yang seharga gading langsung dan dicampur aduk. Lalu
tersebut. Dan perlu diketahui harga kisaran temannya menegurnya dan mengajarinya
gading gajah sekitar 30-70 juta. Berbeda tata cara makan bahwa kalau makan tidak
dengan adat Jawa yang tak mengenal gading boleh bersuara atau ‘kecap’, menyendok
gajah sebagai maharnya. Di samping nasi dari pinggir dan setelah makan
undangan pernikahannya pun berbeda. Di sendoknya ditengkurapkan. Hal itu terjadi
NTT undangan disebarkan lewat mulut ke karena dalam keluarga Aisyah sendiri tak
mulut. Seorang dari keluarga yang lagi mempraktekkan tata kram Jawa walau
mempunyai hajat mendatangi rumah tiap sebenarnya mereka juga masih ada
kampung lalu dari satu keluarga yang telah keturunan suku Jawa. Ketika ia berada di
didatangi itu memberi tahu semua warga di Salatiga, seolah ia dituntut agar bersikap
komplek rumahnya. Sehingga tak perlu seperti orang Jawa yang ramah tamah, sopan
membuat surat undangan. Lalu masalah santun, kalem, dan lemah lembut. Tiap
‘sumbangan’ dalam Jawa juga kita temukan lebaran ia pulang ke Lampung dan
di NTT, namun agak sedikit berbeda. Para kebanyakan orang-orang rumah kaget
tamu yang hadir biasanya membawa dengan dirinya yang berubah. Mereka
makanan, seperti nasi, jagung, makanan bilang kalau dirinya sekarang malah seperti
untuk hajatan, dan lain sebagainya. dari orang Jawa yang lemah lembut tutur
sumbangan ini bisa meringankan tuan katanya dan sopan santun.
rumah yang mempunyai hajat, tak perlu Ada adat Lampung yang bisa aneh dan
banyak memasak buat jamuan tamu, lucu bagi orang Jawa yaitu adat
sehingga jika ada hajatan, tuan rumah tidak perniakahan. Di Lampung ada dua adat
perlu modal banyak. Dan penerima pernikahan yaitu pernikahan saibatin dan
sumbangan biasanya stand by di depan pintu pepadun. Menurut kebiasaan, dalam
masuk sehingga ketika para tamu akan pernikahan saibatin ini ada agedan mencuri
memasuki rumah hajatan, maka ia mempelai putri. Mempelai putri dicuri
menyerahkan sumbangannya itu di pintu selama tiga hari dan prosesinya mencurinya
depan. Untuk masalah kehidupan pun tiba-tiba. Namun orang tua gadis
bermasyarakat sehari-hari, di NTT sudah mengetahui hal tersebut, sehingga ketika

Jurnal Askopis Volume 2 Nomor 1 Tahun 2018 1-32 27


Mukti Ali
pagi orang tua mencari anak gadis tetapi tak masalah makan ia tak menjadikannya
ada, itu pertanda anaknya sudah mau sebagai masalah, baginya makan apa saja ia
menikah. Lalu pernikahan pepadun, acara mau asal halal. Sudah dua bulanan ia berada
lamaran pernikahan ini dilakukan dengan di Salatiga dan ia merasakan nyaman di sini.
cara mempelai pria melamar lewat jendela Jika ia bandingkan mana yang lebih baik
milik mempelai putri lalu keduanya bertemu antara orang Jawa dengan Lampung,
di halaman. Sekilas adat tersebut lucu tetapi menurutnya keduanya sama-sama baik,
romantis juga. Dan biasanya upacara namun lebih baik orang Jawa. Ketika datang
pernikahan ini dimulai dengan arak-arakan pertama kali di Salatiga ia merasa tak sulit
yang diiringi dengan musik dan tarian adat untuk adaptasi dengan orang Jawa karena
Lampung. Diantaranya ada tarian Bedana. sejak kecil ia sudah merasakan berbaur dan
Tarian ini biasanya dimainkan oleh bujang berinteraksi dengan berbagai suku yang
dan gadis. Lalu ada tari Sembah atau Sigeh berbeda-beda terutama ketika ia di Gontor.
Pengunten, tarian ini biasanya dimainkan Sehingga ia tidak begitu shock dengan orang
untukmeyambut tamu. Tarian ini terdiri dari Jawa. Malah sebaliknya, ia malah senang
enam penari dengan salah satu darinya dengan sikap sopan santun orang Jawa yang
menjadi ratu. Ratu membawa sebuah kotak semakin membuatnya mantap kalau
yang berisi lima sekapur sirih sebagai memang IAIN Salatiga merupakan tempat
bentuk persembahan ke penggede- kuliahnya yang Allah takidrkan kepadanya.
penggede. Ketika di pertengahan tarian, Sehingga kesan positiflah yang ia rasakan.
sang ratu ini menuju tempat penggedenya Walau masih dua bulan ia tinggal di
untuk memnerikan jamuan yang terdapat di Salatiga, namun ia juga sadar diri kalau
dalamnya. Namun adat ini biasanya budayanya berbeda dengan budaya Jawa.
dilakuka oleh ornag-orang yang terpandang Sehingga ia harus menyesusaikan diri
saja karena mungkin faktor dana yang dengan lingkungan sekitar, saling
menjadi sebab hanya keluarga kayalah yang menghargai, toleransi, dan saling
bisa menggunakan adat ini. Sedang keluarga memahami kalau ada perbedaan adat istidat
Aisyah sendiri kebanyakan tak dan perilaku orang Jawa dengan orang
menggunakan adat pernikahan ini karena Lampung. Ada lambang di Lampung yang
disesuaikan dengan dana yang dipunyai. unik, yaitu Saikhuwajuhe yang maknanya
Lain lagi dengan Sugeng Iskandar hampir sama dengan Bhineka Tunggal Ika.
yang membaca budayanya sendiri ketika Menjadi persatuan orang Lampung karena
disandingkan dengan budaya Jawa. seperti yang diketahui di Lampung tak
Alhamdulillah sudah dua tahun ini ia berada cuma warga Lampung asli yang tinggal di
di Salatiga dan ia sudah sedikit-sedikit sana. Namun ada banyak suku yang migrasi
paham bahasa Jawa. Dengan mendengar ke sana. Karena berbagai suku datang ke
dari teman-temannya yang merupakan Lampung untuk migrasi, maka sebagai
orang Jawa dan ia perhatikan setiap kata- lambang persatuaannya dengan slogan
kata yang menurutnya asing. Di Salatiga ini sikhuwajuhe. Diharapkan dengan slogan itu,
ia tinggal di Ma’had Putra IAIN Salatiga di Lampung diharapakan tidak bercerai berai
Kembang Arum dekat kampus dua. karena banyak ras suku yang ditemukan di
Sehingga memudahkannya untuk berangkat sana. Ada juga julukan Lampung yang lain
ke kampus yang kebetulan ia merupakan diantaranya Tapis Berseri, Lampung
mahasiswa Kelas Khusus Internasional Saburai, dan Siger. Tapis Berseri
yang kelasnya memang menggunakan merupakan lambang ibu kota Bandar
ruangan di kampus dua. Lampung. Sedang siger bisa dibilang
Syamsul Ma’arif merasakan lain mahkota adat Lampung yang memiliki tujuh
ketika menjalankan peran budaya barunya, tanduk atau pucuk kecil yang
terutama dalam hal makanan. Bagiya melambangkan tujuh sungai di Lampung.
28 Jurnal Askopis Volume 2 Nomor 1 Tahun 2018 1-32
Komunikasi Antarbudaya dan Fenomena Culture Shock ...
Makna siger itu sendiri adalah mahkota Di sana ia sempat belajar budaya Sunda
perlambang adat budaya dan dan tingkat tentang adat pernikahan. Ada satu adat yang
kehidupan terhormat. Jika ditelisik lebih ia pelajari dari suku Sunda bahwa, yaitu adat
dalam, ia bisa dikatakan masih minim pernikahan yang mana sang mempelai laki-
pemahamannya tentang Bahasa Jawa. Ia laki harus membawa peralatan rumah
lebih mahir berbahasa Jawa –jaseng-, yaitu tangga satu truk ketika hendak melamar
bahasa Jawa yang dipakai oleh orang-orang sang mempelai putri. Selain itu ia juga
Serang, Banten. Karena dulu ia lumayan belajar taat krama orang Jawa ketika
lama tinggal di Banten, di kota kelahiran bertamu dan mempelajari bahasa Jawa
bapaknya. Sedangkan bahasa Lampung dan ketika ia mulai kuliah.
Jawa ia hanya menguasai sedikit-sedikit Sikap fleksibilitas perbedaan budaya
alias belum mahir. bagi Farrah Zakiyah Anwar adalah sesuatu
Berbeda pula dengan sisi budaya yang yang kompromis. ia menyadari kalau
dialami Danil Ja’far. Danil Ja’far menyadari budayanya berbeda dengan budaya Jawa.
bahwa budaya Bugis beda jauh dengan Sehingga ia memilih fleksibel dalam rangka
budaya Jawa. Dari segi karakter orangnya, menjaga budaya asli dan budaya baru. Dan
adat istiadat, makanan, dan bahasa. Karakter ia sendiri mempertahankan sikap lemah
orang Bugis adalah keras, keras logat lembutnya. Ada keunikan dalam adat
bicaranya juga. Namun secara tata krama pernikahan orang Sunda yaitu adat saweran
hampir sama dengan orang Jawa mungkin yang dilakukan setalah selesai akad nikah.
yang membedakannya logat cara bicara. Prakteknya kedua mempelai berjalan
Dari sisi adat istiadatnya bisa dilihat dari diiringi pager bagus atau dalam Jawa bisa
adat pernikahannya. Misalnya, di Sulawesi, disebut domas yang mana pager bagus
mahar untuk calon mempelai putri membawa payung untuk memayungi kedua
disesuaikan dengan status sosialnya di mempelai dari belakang dan kedua
masyarakat, apakah ia orang kaya atau mempelai melempar saweran ke belakang.
miskin. Maharnya berupa uang, jika sang Saweran berupa uang receh, permen, dan
mempelai putri dari keluarga menengah ke bunga melati.
bawah maka dihargai 30-50 juta, sedang Abdullah Anasrudin membandingkan
untuk mempelai putri dari keluarga kaya budaya tempat kelahiran dengan budaya
maka dihargai 100 juta ke atas. Berbeda Jawa. pada wilayah agama misalnya,
dengan orang Jawa yang hanya sederhana mayoritas suku Dayak beragama Kristen.
maharnya, dan tidak banyak menuntut. Mereka juga memilki bahasa kebangsaan
Ditinjau dari makanannya, Sulawesi sendiri yaitu bahasa Dayak. Dalam
memilki ciri khas makanan dengan kuah pengucapannya cepat dan kasar logatnya.
yang bersantan. Makanan khasnya Seperti bahasa Melayu yang sama-sama
diantaranya kondlo. Di Jawa makanan ini kasar logatnya dan cepat pengucapannya.
bisa dilang agak mirip gule, yaitu daging Masalah adat istidat suku Dayak sendiri
sapi atau kambing yang dimasak dengan kurang begitu menonjol dan jarang
kuah bersantan orange. Menurutnya dimengerti oleh orang pribumi sana.
makanan di Salatiga itu kebanyakan Mungkin hanya suku Dayak sendiri yang
memiliki citra rasa manis. Berbeda dengan benar-benar paham adat-adat tersebut. Salah
daerahnya yang memiliki ciri khas masakan satu adatnya yaitu ada tari Dayak yang
bersantan. dimainkan oleh tiga orang laki-laki dan tiga
Selama ia di Jawa, ia merasakan orang perempuan yang diiringi dengan
perbedaan karakter orang Jawa yang musik gamelan. Tarian ini biasanya
bermacam-macam ditinjau dari wilayah ia ditampilkan dalam acara gawae yaitu acara
tinggal. Seperti yang diketahui bahwa ia rutin yang dilaksanakan setelah panen padi
dulu pernah tinggal di Bekasi, Jawa Barat. di ladang mungkin sebagai rasa syukur

Jurnal Askopis Volume 2 Nomor 1 Tahun 2018 1-32 29


Mukti Ali
kepada Yang Maha Kuasa sehingga suku-suku tersebut ada satu suku yang
diadakan acara seperti tasyakuran dalam menurut Puput lucu yakni suku Muna. Suku
budaya Jawa. Dan perlu diketahui bahwa ini lucu, aneh, dan mempuyai bahasa sendiri
jika ada salah seorang suku Dayak yang yakni bahasa Muna yang pengucapannya
menikah dengan orang Islam, maka dengan pasti ada kata munai. Perawakannya seperti
serta merta ia harus memutuskan hubungan orang Papua yang mana orangnya kekar dan
dengan suku Dayak, sehingga ia tak akan cara berbicaranya keras. Suku Muna ini
diakui lagi sebagai suku Dayak dan pandai dalam hal hitung-menghitung
dikeluarkan secara paksa sesuai adat Dayak. sehingga terbawa dalam kehidupannya. Di
Begitu juga dengan pengalaman yang pergaulan sehari-hari suku ini dikenal agak
dilalui oleh Pramesti Putri dalam kontek pelit, itungan, kalau kita pinjam barang dari
perbedaan budaya. Untuk letak Salatiga mereka, maka barang kita juga harus ada
sendiri ia merasakan kalau kota kecil ini yang dipinjamkan kepada mereka.
strategis. Dikelilingi oleh kota-kota dan Untuk masalah berkomunikasi dengan
kabupaten seperti Semarang, Solo, bahasa Jawa, ia agak kesulitan. Dirinya
Magelang dsb sehingga ketika akan pergi ke mengakui bahwa sebenarnya ia mampu
tempat-tempat tersebut menjadi mudah. Di berbahasa Jawa kalau benar-benar dipaksa.
samping orang-orangnya juga lemah lembut Namun ia sendiri kurang ‘pede’ ketika
dan sangat menjaga perasaan berbeda mempraktekkannya. Sehingga seolah
dengan orang Kendari yang keras, ceplas pengetahuannya bahasa Jawanya hanya
ceplos dalam berbicara dan kurang tersimpan di memori. Untuk adaptasi di
memperhatikan orang lain. Namun di balik Salatiga sendiri ia tak mengalami kesulitan.
itu semua, ada kelebihan yang dimiliki Menurutnya orang Jawa itu ramah-ramah,
mereka yaitu sifat pemberaninya dan mudah senyum berbeda dengan kondisi di
memiliki suara yang lantang. Menurutnya Kendari yang orangnya jutek, jarang
suku Jawa banyak tata kramanya sehingga senyum dan terkesan individual. Mungkin
terlihat sangat kental adat nilai-nilanya. apa karena keadaan udara di Kendari yang
Berbeda dengan orang Sulawesi yang panas sehingga sifatnya seperti itu. Dan
kurang begitu kental adat nilai-nilainya. orang Kendari sendiri, kebanyakan bermata
Sehingga terkadang kita akan menemukan pencaharian sebagai nelayan. Sehingga tak
seorang yang muda tak menyapa kepada kaget kalau ikan laut itu sebagai makanan
yang lebih yang lebih tua. Hal tersebut khas Sulawesi. Biasanya ikan laut ini diolah
merupakan hal yang biasa. dengan parutan kelapa muda yang
Perlu diketahui juga bahwa suku asli dibungkus dengan daun pisang, mungkin
Sulawesi Tenggara adalah suku Tolaki. bisa dibilang pepes ikan kalau di Jawa. Dan
Suku Tolaki mempunyai ciri khas makanan pokok orang Sulawesi sendiri
diantaranya yaitu orang-orangnya berkulit adalah beras dan sagu ‘kapurung’. Kalau
putih dan bermata sipit seperti orang Jepang beras mungkin kita tak sing, namun kalau
serta cara berbicaranya cepat. Dan dia sagu kedengaran asing. Sagu dijadikan
sendiri pernah juga belajar bahasa Tolaki makanan pokok selayaknya nasi dengan
ketika SD. Karena dulu ketika SD ia cara dimasak seperti bubur namun tak diberi
berteman dengan banyak beragam teman campuran apa pun, sehingga rasanya tawar.
yang berasal dari banyak suku. Khusus di Lalu sagu yang sudah masak layaknya nasi
Sulawesi Tenggara, wilayah ini dijuluki diberi lauk pauk sayur dan ikan.
dengan pulau seribu satu suku, dikarenakan Ia sendiri juga menyadari kalau
di wilayah ini terdapat banyak suku, mulai budaya di Jawa dan Sulawesi itu berbeda.
dari suku Bugis, Sunda, Muna, Buton, Namun baginya tak masalah, yang
Mornene, Bajo, Tolaki, dan suku Jawa baik terpenting adalah berbudaya islami. Ia
Jawa Tengah maupun Jawa Timur. Diantara menjalaninya dengan mengalir, tak terlalu
30 Jurnal Askopis Volume 2 Nomor 1 Tahun 2018 1-32
Komunikasi Antarbudaya dan Fenomena Culture Shock ...
mempermasalahkan ras dan suku. dan ia Indonesia banyak menampung mahasiswa-
sendiri juga belajar bahasa Jawa, budaya mahasiswa yang berasal dari luar
dan tata kramanya. Ia belajar semuanya dari lingkungan sekitar kampusnya.
teman-temannya dan pergaulan sehari-hari IAIN Salatiga sebagai lembaga
serta tak lupa ia juga belajar dari suaminya pendidikan tinggi atau kampus yang
yang merupakan asli orang Jawa. Ia sudah berbasis nilai-nilai keislaman juga, banyak
belajar tentang tata krama ketika makan dan menerima mahasiswa-mahasiswa yang
etika kepada orang yang lebih tua. Untuk berasal dari luar wilayah. Baik itu dari etnis
masalah belajar bahasa Jawa, ia sebenarnya yang terdekat maupu yang terjauh, misalnya
sudah paham namun ia terkadang kurang etnis Sunda, Lampung, Sulawesi, Nusa
percaya diri ketika mempraktekannnya Tenggara, Kalimantan, dan etnil-etnis
sehingga ia seringnya memakai bahasa lainnya.
Indonesia. Realitas ini menjadikan semakin
beragamlah budaya yang ada pada
PENUTUP mahasiswa IAIN Salatiga. Pertukara dan
Boundari atau skat-skat yang persinggungan budaya menjadi hal yang
memisahkan manusia baik secara ruang pasti terjadi. Persinggungan ini minimal
maupun waktu, pada hari dan konteks akan melahirkan asimilasi budaya,
sekarang sudah mulai tergeser oleh semakin akulturasi budaya, bahkan dipastikan akan
dewasa dan majunya teknologi. Semakin menghidupkan realitas konteks
berkembangnya budaya manusia, maka multicultural, keragaman.
berbagai persoalan dan problematika yang Persinggungan budaya yang lahir dari
ada semakin dapat teratasi walaupun bertemunya berbagai budaya etnis akan
melahirkan persoalan-persoalan baru. Pada melahirkan culture shock pada pelakunya,
konteks ruang dan waktu, kehidupan antara baik sebagai budaya pendatang maupun
individu dengan individu lainnya semakin budaya yang didatangi. Budaya mahasiswa
dekat dan intens dalam interaksi atau IAIN Salatiga yang secara cultural dekat
komunikasi. Orang Jawa tidak ada kesulitan dengan mayoritas mahasiswa yang berasal
lagi untuk secepat mungkin bertemu dari etnis setempat, Jawa, akan kedatangan
saudaranya di Sulawesi, orang Kalimantan berbagai budaya etnis pendatang. Para
dengan mudahnya berkomunikasi dengan mahasiswa pendatang yang datag dengan
sahabatnya yang ada di pulau Irian. Begitu budayanya secara teoritis akan menemukan
juga orang Sumatra akan cepat menerima gegar budaya atau culture shock pendatang.
informasi dari belahan dunia lainnya, dan Mahasiswa pendatang akan mengalami
begitu seterusnya. Tegasnya interaksi antar berbagai problematika budaya, walaupun
manusia sudah tidak lagi tersekat oleh ruang problem itu rata-rata dapat diantisipasinya,
dan waktu. akan tetapi hampir semua informan
Konsep mulai pugarnya boudari penelitian ini mengalaminya, entah itu dari
antara manusia, juga tidak terkecuali pada budaya makanan, bahasa, bahkan ritual
mahasiswa sebagai individu manusia. Tidak keagamaan. Semua sisi kehidupan
merasakan suatu kesulitan ketika untuk budayanya terasa sangat berbeda. Informan
melompati skat-skat atau boudari tadi untuk secara umum mengalami proses culture
menuntut ilmu atau berkuliah di luar shock dan beragam juga dalam
kampungnya sendiri. Anak-anak muda yang menyikapinya. Jauh dari apa yang mereka
berkeinginan kuliah di luar daerahnya tidak alami, bahwa perbedaan budaya sudah
lagi menemukan kesulitan transportasi, dianggapnya sebuah keniscayaan. Sehingga
komunikasi, dan informasi lainya. Sehingga konteks antarbudaya cepat meresap pada
dapat dilihat bahwa dalam sebuah perguruan mereka.
tinggi terutama perguruan tinggi di Berbagai sikap, memang lahir dari

Jurnal Askopis Volume 2 Nomor 1 Tahun 2018 1-32 31


Mukti Ali
setiap individu mereka. Persepsi dan dengan Orang-orang Berbeda
prasangka pada budaya yang mereka Budaya, Rosdakarya, Bandung.
datangi cukup beragam pula. Ada yang Mulyana, Deddy, dan Solatun, 2008,
memiliki persepsi atau prasangka bahwa Metode Penelitian Komunikasi
orang Jawa halu-halus dan sopan, ada juga Contoh-contoh Penelitian Kualitatif
yang menganggap atau berprasangka bahwa dengan Pendekatan Praktis,
orang Jawa tidak pernah berterus terang. Hal Rosdakarya, Bandung.
ini lahir karena mereka memandang bahwa Mulyana, Deddy, 2007, Ilmu Komunikasi
budaya dirinya lebih bernilai ketimbang Suatu Pengantar, Rosdakarya,
budaya yang mereka datangi. Bandung.
----------------------, 2005, Metodologi
DAFTAR PUSTAKA Penelitian Kualitatif, Paradigma
Arikunto, Suharsimi, 1998, Prosedur Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu
Penelitian: Suatu Pendekatan Sosial Lainnya, Remaja Rosdakarya,
Praktek, Rineka Cipta, Jakarta. Bandung.
Asente, M. Kete, New Mark Eileen, Cecil A. Porter, E. Richard & Samovar, Larry, A.,
Blake, 1979, Handbook of 1985, Intercultural Communication a
Intercultural Communication, Sage Reader, Wardsworth, Publishing
Publication, London. Company, California.
Denzin, Norman K, Lincoln, Yvonna S., ed., Samovar, L.A., et.al., 1985, Understanding
1994, Handbook of Qualitative Intercultural
Research, Sage Publications, Inc., Communication,Wodsworth
New Delhi India. Publishing Company Belmont,
De Vito, Joseph A., 2001, The Interpersonal California.
Communication Book, Addison Samovar, L.A & Porter, R., 2003,
Wesley, Longman, New York. Intercultural Comunication,
Garna, Judistira, K., 1999, Metode Thomson, USA.
Penelitian: Pendekatan Kualitatif, Samovar, L.A & Porter, R., 2007,
Primaco Akademika, Bandung. Comunication Between Cultures,
Liliweri, Alo, Dasar-dasar Komunikasi Thomson, USA.
Antarbudaya, Pustaka Pelajar, Schutz, Alfred, 1944, The Phenomenology
Yogyakarta, 2009 of the Social Work, Northwestern
Moeloeng, Lexy, 2000, Metodologi University Press, USA.
Penelitian Kualitatif, Rosdakarya, West, Richard & Turner, Lynn H., 2008,
Bandung. Pengantar Teori Komunikasi Analisis
Mulyana, Deddy, dan Jalaludin Rakhmat, dan Aplikasi, terj., Salemba
2009, Panduan Berkomunikasi Humanika, Jakarta.

32 Jurnal Askopis Volume 2 Nomor 1 Tahun 2018 1-32

View publication stats

You might also like