Professional Documents
Culture Documents
Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan Masyarakat
Forest as an asset of national development is really beneficial for life and livelihood.
It brings benefits ecologically, culturally, and economically on condition that the
forest is properly exploited. For that purpose, forest should be managed, protected,
and exploited continuously for the sake of the people's welfare, not only for the
present but also for the next generation. Jompi Preserved Forest Area is one of the
preserved forest areas in Muna Regency, which is now in very bad condition. The
people living around the forest are powerless. This research aims: to formulate a
model of community empowerment adjusted to the local condition. The technique of
collecting samples used is cluster sampling, covering 226 heads of family. The
analysis used is correlation analysis of Rank Spearman (r5), Multiple Regression,
and Path Analysis. The result of analysis shows that the people's productivity and
capability are still relatively low. This condition is resulted from the physical, human,
and social capitals in the community. Similarly, the low capability of the
empowerment facilitators and empowerment process also contribute to this situation.
The effective empowerment model for the community around the preserved forest is
the one that integrates the physical, human, and social capitals, and the facilitators'
capability and empowerment process to create the power that can improve the
productivity and capability of the community living around the Jompi Preserved
Forest Area
Pendahuluan generasi sekarang maupun yang akan
datang.
Berdasarkan fungsinya, hutan
dibagi menjadi hutan konservasi, hutan Kerusakan hutan telah terjadi
lindung dan hutan produksi. Hutan sejak lama, sebagai akibat dari
dengan fungsi konservasi dan aktivitas manusia yang tidak
lindungnya berperan dalam mempertimbangan kelestariannya,
mempertahankan dan meningkatkan seperti pembalakan liar (illegal
ketersediaan air dan kesuburan tanah. logging) dan perambahan. Pembalakan
Ketersediaan air dan kesuburan tanah liar dan perambahan semakin marak
merupakan urat nadi kehidupan seiring dengan semakin bertambahnya
mahluk yang ada di muka bumi ini jumlah penduduk, desakan kebutuhan
(UU RI No. 41 Tahun 1999). Hutan semakin meningkat, kebutuhan akan
juga memiliki fungsi ekologi yaitu lahan pertanian dan perkebunan
sebagai penimbun karbon melalui meningkat, kebutuhan lahan
kegiatan fotositensisnya dapat pemukiman baru terus bertambah, dan
mengubah gas CO2 di udara menjadi lain sebagainya. Kerusakan hutan saat
karbohidrat yang merupakan sumber ini tidak hanya terjadi di kawasan
energi bagi mahluk hidup, termasuk hutan produksi dan hutan konservasi
manusia (Ida & Carol, 2003). Oleh tetapi juga sudah merambah pada
karena itu, hutan memiliki manfaat kawasan hutan lindung. Padahal, hutan
yang nyata bagi kehidupan dan lindung mempunyai fungsi pokok
penghidupan masyarakat, baik manfaat sebagai perlindungan sistem
ekologi, sosial budaya maupun penyangga kehidupan untuk mengatur
ekonomi. Untuk itu, hutan perlu tata air, mencegah banjir,
dilindungi, dikelola dan dimanfaatkan mengendalikan erosi, mencegah intrusi
secara berkesinambungan bagi air laut, dan memelihara kesuburan
kesejahteraan masyarakat, baik tanah.
Luas kawasan hutan Kabupaten di sebelah Barat. Berdasarkan data dari
Muna sebesar ± 237.377 ha atau BPMD Kabupaten Muna tahun 2005
51,3% dari seluruh luas wilayah menun. iukkan bahwa sebagian besar
Kabupaten Muna. Dari luas kawasan kelurahan/desa di lima kecamatan
hutan tersebut, ± 46.363 ha atau tersebut tergolong miskin dan tidak
19,53% adalah kawasan hutan lindung. berdaya. Pertanyaan yang muncul
Kawasan hutan lindung Jompi adalah mengapa masyarakat di sekitar
memiliki luas ± 1.927 ha atau 4, 2% kawasan hutan lindung Jompi masih
dari luas kawan hutan lindung di miskin dan tidak berdaya? Sejauhmana
Kabupaten Muna. Dari luas Kawasan tingkat keberdayaan masyarakat di
hutan lindung Jompi tersebut, ± 1.233 sekitar kawasan hutan lindung Jompi
ha atau 63,99% adalah hutan jati alam saat ini dan faktor-faktor apa saja yang
dan ± 694 ha atau 36,01 % adalah mempengaruhinya?, dan model
hutan campuran. Kawasan hutan pemberdayaan masyarakat seperti apa
lindung Jompi telah mengalami yang sesuai dengan kondisi
kerusakan yang cukup serius, ± 1.080 masyarakat sekitar kawasan hutan
ha atau 56,05% (seluruhnya hutan jati) lindung Jompi?
sudah rusak dan ± 263 ha atau 13,65%
Metode Penelitian
terancam rusak dan ± 578 ha atau 30%
dalam keadaan aman (Dinas Metode Penelitian Penelitian
Kehutanan Kabupaten Muna, 2005). ini dilakukan di sekitar kawasan hutan
lindung Jompi Kabupaten Muna
Kawasan hutan lindung Jompi
Provinsi Sulawesi Tenggara.
secara admnistrasi berbatasan dengan
Pengumpulan data dilakukan pada
lima kecamatan, yakni: Kecamatan
bulan Oktober 2005 sampai Mei 2006.
Batalaiworu di sebelah Utara,
Teknik pengambilan sampel yang
Kecamatan Katobu di sebelah Timur,
digunakan adalah teknik cluster
Kecamatan Duruka di sebelah Selatan,
(Sugiyono, 2001; Winarsunu, 2004),
Kecamatan Kontunaga dan Watu puteh
yaitu kawasan hutan lindung Jompi
dibagi menjadi klaster Watupute, langsung, bersama-sama maupun dari
Kontunaga dan Duruka sebagai unit luar model (Sudjana, 2003;
analisis kecamatan. Dari tiga unit Winarsunu, 2004).
kecamatan ini diambil secara acak
Hasil Dan Pembahasan
kelurahan/desa yang bersentuhan
langsung dengan kawasan hutan Profil Responden
lindung Jompi dan terletak di bagian
Sebagain besar responden
hulu dan tengah DAS Jompi. Semua
merupakan usia produktif dengan
KK yang bermata pencaharian utama
tingkat pendidikan rendah, memiliki
sebagai petani di kelurahan/desa yang
lahan yang sempit dan
terpilih merupakan populasi penelitian.
bermatapencaharian utama sebagai
Dengan menggunakan rumus Solvin
petani. Pola pemanfaatan lahan
dengan tingkatan kesalahan 0,06
dominan untuk perladangan dan
persen diperolah 226 KK sebagai
perkebunan (68,41%). Sistem
sampel penelitian.
pertanian yang digunakan masyarakat
Alat analisis yang digunakan sekitar kawasan hutan lindung Jompi
adalah uji korelasi Rank Spearman (r,) masih tradisional dan berorientasi
untuk mengetahui kuat dan arah konsumtif.
hubungan antar variabel (Sudjana,
Kondisi ketersediaan modal
2003; Winarsunu, 2004), regresi
fisik (physical capital) seperti sarana
berganda untuk mengetahui pengaruh
dan prasarana produksi, pendidikan,
variabel independen terhadap variabel
kesehatan ekonomi, komunikasi dan
dependen (Sudjana, 2003; Winarsunu,
transportasi yang mendukung aktifitas
2004), dan path anlysis untuk
masyarakat kurang tersedia, demikian
mengetahui besarnya pengaruh
juga modal manusia (human capita)
(sumbangan efektif) variabel
yang dimiliki masi tergolong rendah.
independen terhadap variabel
Kondisi modal sosial (sosial capital)
dependen baik langsung, tidak
masyarakat sekitar kawasan hutan
lindung jompi tergolong sedang,
mereka saling bekerja sama,saling
percaya antar sesame, patuh terhadap
norma yang ada,perduli terhadap
sesama dan sering terlibat dalam
aktifitas organisasi sosial yang ada di
lingkungannya. Namun sebagian besar
dalam kehidupan masyarakat di sekitar
tidak berdaya secara rinci karakteristik
responden di sajikan pada tabel 1.
Dasmin Sidu dan Basita G. Sugihen/
Jurnal Penyuluhan Maret 2007, Vol. 3,
No. 1 13 Tabel 1.
Uraian Katgori Jumlah Presentase (%)
responden
(jiwa)
Umur Belum produktif (< 14) 0 0
Produktif (15-59) 161 71.20
Non produktif (> 59) 65 28.80
Tingkat Rendah ( tidak tamat-tamat SD ) 134 59.30
Pendidikan
Sedang ( tidak tamat-tamat SMP/SMA ) 83 36.70
Tinggi ( tidak tamat-tamat PT ) 9 4.00
Luas Lahan Sempit ( < 1,0 ha ) 197 87.20
Sedang ( 1,0-2,0 ha ) 24 10.60
Luas ( > 2,00 ) 5 2.20
Physical capital Tersedia ( skor 72-88 ) 20 8.8
(X1)
Kurang tersedia ( skor 58-71 ) 155 68.6
Tidak tersedia ( skor 43-57 ) 51 22.6
Human capital Tinggi ( skor 80-104 ) 69 30.5
(X2)
Sedang ( skor 75-83 ) 65 28.8
Rendah ( skor 56-74 ) 92 40.7
Sosial Capital Tinggih ( skor 98-118 ) 27 11.9
(X3)
Sedang ( skor 74-97 ) 160 70.8
Rendah ( skor 60-73 ) 39 17.3
Kemampuan Tinggih ( skor 74-97 ) 43 19.7
Pelaku
Pemberdayaan
(X4)
Sedang ( skor74-97 ) 64 28.3
Rendah ( skor 60-73 ) 199 52.6
Proses Efektif ( skor 44-57 ) 12 5.3
pemberdayaan
(Y1)
Tidak efektif ( skor 29-43 ) 87 38.5
Kurang efektif ( skor 15-28 ) 127 56.2
Tingkat Berdaya ( skor 37-47 ) 27 11.9
Keberdayaan
(Y2)
Kurang berdaya ( skor 25-36 ) 73 32.3
Tidak berdaya ( skor 14-24 ) 126 55.8
Variabel Tingkat
independen (X) Keberdayaan
Sumber: Hasil Analisis Data Primer
Masyarakat
Faktor-Faktor yang (Y)
Mempengaruhi Tingkat Modal fisik 0,423**
Variabel Keberdayaan
independen (X) masyarakat Tingkat keberdayaan masyarakat
(Y)
Modal fisik 0,160** dipengaruhi oleh faktor-faktor modal fisik
(physical Cpital) (physical capital), modal manusia (human
(X1)
Modal manusia 0,076 capital), modal sosial (social capital),
(human capital) kemampuan pelaku pemberdayaan dan proses
(X2)
Modal sosial 0,085 pemberdayaan. Artinya bahwa tersedianya
(social capital) modal fisik (physical capital) dan tingginya
(X3)
Kemampuan 0,061* modal manusia (human capital), modal sosial
pelaku (social capital) dan kemampuan pelaku
pemberdayaan
(X4) pemberdayaan serta tingginya keterlibatan
Proses 0,384** masyarakat dalam
Pemberdayaan
(X5) proses pemberdayaan akan
Kostanta -9,292**
R2 0,595 menyebabkan meningkatnya tingkat
Fhitung 64,721** keberdayaan masyarakat dengan model
persamaan regresi sebagai berikut: Y = -9,292
+ 0,160X 1+ 0,076X2 + 0,085X3 + 0,061 X4 + 0,384X5 Dari model regresi dapat
dijelaskan bahwa dalam meningkatkan tingkat keberdayaan masyarakat di sekitar
kawasan hutan lindung Jompi, maka para stakeholders