Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 14

MAKALAH

MEMBENTUK KARAKTER JIWA PAHLAWAN BAGI REMAJA MELALUI ADAT


ISTIADAT PELA GANDONG

DI PROVINSI MALUKU

Disusun Oleh:

Nama : Tiara Malva Budaya

NIM : 20203010025

Kelas/Semester : A/III

Dosen Pengampu : Dr. Halim Purnomo

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI ELEKTRO-MEDIS

PROGRAM VOKASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Membentuk Karakter Jiwa Pahlawan bagi remaja
melalui adat istiadat Pela Gandong di Provinsi Maluku" dengan tepat waktu.

Makalah disusun guna memenuhi tugas Mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Selain itu,
makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan tentang Membentuk Karakter jiwa pahlawan
bagi remaja melalui adat istiadat di Provinsi Bengkulu bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Halim Purnomo selaku dosen Pengampu
Pendidikan Kewarganegaraan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang
telah membantu diselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang
membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Yogyakarta, 12 Desember 2021

Penulis
Abstract; Indonesia is a country with a diverse local culture and wisdom one of the cultures and
customs is "PELA GANDONG" which is a tradition that is often done by the people of Maluku.
This tradition is still often done today because this tradition has a high unifying values. Pela
Gandong is one of the traditions of fraternal agreements between one country (village / village)
with other countries. This pela tradition occurs due to an event that involves several countries to
help each other. Pela Gandong is a Moluccas cash culture, especially Central Maluku. Pela is
defined as "a relationship of fraternal agreement between one country and another on another
island and sometimes also between different religions." While gandong means "sister". , pela
gandong is a culture of citizenship (civic culture) and even heritage for the younger generation
in Maluku. . The existence of budong as a culture of citizenship has been evenly distributed in all
cultures of the people in Maluku in particular and is very important because it is not found in
other communities or regions in Indonesia. . Pela gandong as a civic culture is the main pillar to
create harmonization in Maluku society, considering the potential for conflict in Maluku is quite
large, as happened in 1999-2000, it has become an obligation for all stace holders to give full
attention to the culture of gandong actors.

Keywords:

Abstract; Indonesia merupakan negara dengan budaya dan kearifan lokal yang beragam salah
satu budaya dan adat istiadatnya adalah “PELA GANDONG” yang merupakan sebuah tradisi
yang sering di lakukan masyarakat maluku. Tradisi ini masih sering di lakukan hingga kini
dikarenakan tradisi ini memiliki sebuah nilai-nilai pemersatu yang tinggi. Pela Gandong
merupakan salah satu tradisi perjanjian persaudaraan antara sebuah negeri(kampung/desa)
dengan negeri lainnya. Tradisi pela ini terjadi dikarenakan suatu peristiwa yang dimana
melibatkan beberapa negeri untuk saling membantu. Pela Gandong merupakan kebudayaan kas
Maluku, khususnya Maluku Tengah. Pela diartikan sebagai “suatu relasi perjanjian persaudaraan
antara satu negeri dengan negeri lain yang berada di pulau lain dan terkadang juga antara agama
yang berbeda.” Sedangkan gandong bermakna “adik”.pela gandong merupakan budaya
kewarganegaraan (civic culture) bahkan titipan warisan bagi generasi muda di Maluku.
Eksistensi pela gandong sebagai budaya kewarganegaraan ini telah merata di semua budaya
masyarakat di Maluku khususnya dan sangat penting karena tidak ditemukan pada komunitas
atau daerah lain di Indonesia. Pela gandong sebagai civic culture merupakan pilar utama untuk
menciptakan harmonisasi dalam masyarakat Maluku, mengingat potensi konflik di Maluku
cukup besar, seperti yang pernah terjadi pada tahun 1999-2000, maka sudah menjadi kewajiban
bagi semua stace holder untuk memberikan perhatian penuh terhadap budaya pela gandong
Kata Kunci:
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara yang pusparagam, namun mampu bersatu dalam bingkai
Bhinneka Tunggal Ika. Perbedaan suku, budaya, adat istiadat, agama, ras, gender, strata sosial
dan golongan aliansi politik sangat jelas melekat dalam diri masyarakat Indonesia. Kawasan
Timur Indonesia menyediakan sebuah contoh budaya yang dimana mungkin lebih dapat
dipahami/ di mengerti sebagai bagian dari sebuah peninggalan masyarakat Austronesia yang
lebih tua dibandingkan sebuah peninggalan dari karakter budaya India yang lebih baru.

Salah satu kebudayaan lokal yang ada di Indonesia Timur adalah Pela Gandong dari
Maluku Tengah. Budaya Pela Gandong merupakan identitas, sebagai model perdamaian, sebagai
jati diri, etnis Maluku yang dimana dalam perjalanan sejarah masih tetap dipertahankan dan
dilestarikan di Indonesia. Pela Gandong terjadi dari suatu proses interaksi budaya antara dua atau
lebih negeri (desa) yang berbeda latar belakang budaya, dan menghasilkan citra subjektif
perilaku masyarakat dari generasi ke generasi selanjutnya.

Pela Gandong adalah sebuah produk budaya atau tiang yang terjalin kokoh dalam
perjalanan sejarah Maluku hingga masa kini. Produk budaya yang menjadi sejarah tersebut
sangat mencerminkan sebuah transmisi. Eksistensi pela gandong yang merupakan warisan bagi
jujaro-mungare Maluku yang wajib dijaga dan dilestarikan oleh kita sebagai penerus bangsa,
sehingga bisa menjadi sebuah modal atau tombak bagi kita sebagai para penerus bangsa dalam
pembangunan bangsa serta terjalin hubungan yang harmonis antar umat bangsa. Melihat potensi
konflik yang sering terjadi pada zaman sekarang, nampaknya memang sangat masuk akal/
berpotens apabila suatu saat Maluku hancur dikarenakan sebuah konflik.

Hal ini dapat menyiratkan bahwa bangsa kita sendiri belum tahu bagaimana cara
memandang perbedaan yang ada, bagaimana menghormati antar umat bangsa, dan bagaimana
mengatasi konflik yang akan timbul, karena tidak pernah ada mekanisme untuk belajar
menghadapinya di dunia nyata. Padahal, Pela Gandong, merupakan sebuah budaya yang sangat
mencerminkan pola hubungan yang harmonis dan baik. Oleh karena itu, masyarakat di Maluku
perlu menyadari bahwa selain besarnya arus modernisasi, beragamnya komunitas yang berada di
Maluku, dan potensi konflik yang ada saat ini, saya rasa pela gandong dapat berperan sangat baik
sebagai peredam yang mampu mengurangi suatu masalah sosial yang bernuansa primordial.
B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana Mewujudkan Karakter Jiwa Pahlawan Bagi Remaja?

2. Bagaimana Sejarah Pela Gandong di Ambon, Maluku?

3. Apakah Pela Gandong mencerminkan Karakter Jiwa Pahlawan?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Dapat Mengetahui Cara Mengetahui Karakter Jiwa Pahlawan Bagi Remaja.

2. Dapat Mengetahui Sejarah Pela Gandong di Ambon, Maluku.

3. Dapat mengetahui pela Gandong Mencerminkan Karakter Jiwa Pahlawan.


BAB II

PEMBAHASAN

1. Karakter Jiwa Pahlawan bagi Remaja

Pemerintah Indonesia dengan serius menegaskan akan mencetak generasi muda yang
unggul, antara lain dengan cara yaitu memprioritaskan pendidikan karakter bagi generasi muda.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pun telah merumuskan Pelajar
Pancasila sebagai perwujudan pendidikan karakter. Perwujudan itu antara lain bernalar kritis,
kreatif, mandiri, beriman, bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia, bergotong royong,
serta berkebinekaan global. Di sisi lain, karakter yang juga perlu ditanamkan kepada generasi
muda ialah karakter kepahlawanan, seperti cinta Tanah Air, rela berkorban, jujur, dan senantiasa
mengutamakan kepentingan orang banyak jika dibandingkan dengan kepentingan pribadi atau
golongan.

Terkait dengan hal itu, Mendikbud melalui Permendikbud Nomor 9 Tahun 2020 Tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 45 Tahun 2019 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, telah membentuk Pusat
Penguatan Karakter (Puspeka) sebagai unit organisasi di lingkungan Kemendikbud. Puspeka
diberikan mandat untuk menyosialisasikan dan mengedukasi penguatan karakter secara khusus
dan juga kebijakan-kebijakan terkait dengan Merdeka Belajar yang dipadukan dengan nilai-nilai
karakter. Adapun strategi yang dilakukan Puspeka mencakup enam poin, antara lain

(1) melakukan kajian mengenai pengamalan nilai-nilai Pancasila dan kebijakan Merdeka
Belajar;

(2) Mengembangkan konten kampanye nilai-nilai Pancasila dan Merdeka Belajar;

(3) Menyebarluaskan konten kampanye nilai-nilai Pancasila dan Merdeka Belajar melalui media
terbuka dan tertutup;

(4) Melakukan monitoring, supervise, dan evaluasi pengamalan nilai-nilai Pancasila dan
kebijakan Merdeka Belajar;

(5) Memperkuat jejaring mitra dengan pelaku pendidikan dan masyarakat serta instansi lainnya;
dan
(6) Memperkuat pendidikan karakter yang sesuai dengan kebudayaan setempat dan tahapan
tumbuh kembang peserta didik.

Muslich menegaskan bahwa karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang


berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan
kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan
berlandaskan normanorma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Pendidikan
karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi
komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai
tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun
kebangsaan sehingga menjadi manusia yang utuh atau insan kamil (Ningsih, 2015: 56 ). n kamil
(Ningsih, 2015: 56 ). Karakter dapat dibentuk salah satunya dengan pendidikan. Pendidikan
merupakan perbuatan fundamental karena pendidikanmengubah dan mengonstruksi perbuatan
manusia, karena mendidik itu memanusiakan manusia (muda), karena menidik itu perbuatan
hominisasi dan humanisasi. Pendidikan karakter mengarahkan pada cara berpikir dan perilaku
dari siswa yang nantinya akan menjadi tulang punggung bangsa. Karakter termanifestasi dalam
sifat dan perbuatan untuk selaras dengan budaya bangsa Indonesia yang selama ini telah melekat.
Pengaruh modernisasi dan globalisasi yang memberikan banyak warna dalam kehidupan remaja
memang harus dibentengi dengan pembelajaran karakter. Boleh dikatakan bahwa pendidikan
karakter adalah usaha untuk penanamannilai-nilai pada siswa melalui berbagai macam cara
untuk menjadikan mereka sebagai individu yang berguna bagi masyarakat, bangsa, dan negara.
Implementasi dari pendidikan karakter di Indonesia bersumber pada Pancasila yang selama ini
menjadi dasar penting.

Kita dapat meneladani sikap kepahlawanan yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari
untuk menghargai jasa para pahlawan. Berikut beberapa sikap kepahlawanan yang patut kita
teladani.

1. Mempunyai semnagat patriotisme dan nasionalisme yang tinggi


Sikap nasionalisme dan patriotisme dimiliki oleh para pahlawan dalam mempertahankan
kemerdekaan Indonesia. Sebagai generasi penerus bangsa, kita harus memiliki rasa
bangga dan cinta terhadap tanah air kita, Bangsa Indonesia. Seseorang yang memiliki
sikap patriotisme memiliki jiwa yang semangat dan cinta Tanah Air serta bersedia
berkorban dan pantang menyerah demi mencapai kemakmuran dan kejayaan bangsa dan
negaranya.
2. Mempunyai keberanian
Memiliki sikap berani bukan berarti tidak memiliki rasa takut. Seseorang yang berani
berarti orang yang tetap berpegang teguh pada prinsip dan pantang menyerah bila
mengalami kegagalan.Sebagai generasi penerus bangsa, kita harus berani mengambil
risiko dan rasa takut tidak membuat kita mudah menyerah.
3. Membela Keadilan serta Kebenaran
Ketidakadilan bisa menimbulkan perpecahan. Dalam berjuang mempertahankan
kemerdekaan Indonesia, para pahlawan bersatu melawan penjajah saat sesamanya tidak
diperlakukan tidak adil.Begitupun dengan kita, generasi penerus bangsa. Kita harus
bersikap adil dengan membela yang benar dan tidak membenarkan yang salah. Bila kita
memiliki sikap adil, tidak akan menimbulkan perpecahan.
4. Menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan
Negara Indonesia adalah negara yang beragam. Inilah yang yang menjadikan “Bhineka
Tunggal Ika” sebagai semboyan bangsa Indonesia. Berbagai perbedaan yang ada
bukanlah sebuah hambatan untuk meraih kemerdekaan. Para pahlawan memiliki sikap
persatuan yang kuat dalam mempertahankan kemerdekaan Tanah Air tercinta. Dengan
adanya perbedaan, kita bisa bersatu untuk berjuang bersama-sama untuk menjadi bangsa
yang kuat. 
5. Rela berkorban
Para pahlawan telah berkorban dan mempertaruhkan nyawanya dalam berjuang bagi
Tanah Air tercinta.Sebagai penerus bangsa Indonesia, kita patut meneladani sikap rela
berkorban untuk kepentingan bersama. Utamakan kepentingan bersama terlebih dahulu
baru kepentingan diri kita sendiri. 

2. Sejarah Pela Gandong di Ambon, Maluku


Ada satu kultur khas di ranah Maluku, khususnya di Maluku Tengah, yang tidak dapat
dijumpai di belahan bumi Indonesia lainnya. Kultur tersebut dikenal dengan sebutan pela
gandong. Terdapat satu kapata yang berasal serta dinyanyikan di pulau seram, kapata
tersebut yaitu :

Kuru Siwa Rima e


Tutu ya hei lete hei lete oo.
Hei lete Nunusaku o, Nunusaku o.
Nunusaku karu pela, karu pela o.
Nunusaku sama pela, sama pela o.
Sama pela Wae le telu, Wae le telu o.
Nunu e, nunu e, Nunusaku, nunu e.
Nunusaku Nusa Ina, Nunu Siwa Rima o.
Nunusaku Nusa Ina, Upu Ama lepa Nia.
Tala, Eti, Sapalewa, Kuru Siwa – Rima e.
Upu Ama Karu Pela, Karu Pela o.

Pela gandong ini kerap menjadi kebanggaan masyarakat Maluku sejak dulu hingga sekarang.
Pela diartikan sebagai suatu relasi perjanjian persaudaraan antara satu negeri dengan negeri lain
yang berada di pulau lain dan kadang juga menganut agama yang berbeda, sedangkan gandong
sendiri bermakna adik. Dengan demikian, maka asal mula dari Pela Gandong baik bentuk, sifat,
isi dan tatalaku, ialah dari adanya kehidupan sosial yang berkembang di masyarakat Nunusaku di
pulau Seram. Karena faktor – faktor perkembangan tersebut, maka kehidupan sosial masyarakat
Nunusaku akhirnya mengalami perpecahan dan terjadilah eksodus, selain ke arah timur maupun
barat pulau Nusa Ina itu sendiri, juga ke arah pulau Ambon dan pulau – pulau Lease.

Arus migrasi kelompok – kelompok yang eksodus berjalan lamban, bahkan amat lamban.
Kelambanan itu terjadi karena sering ada peperangan antar kelompok untuk merebut daerah –
daerah kekuasaan. Hampir selalu terjadi yang kuat memakan dan menindas yang lemah.
Peperangan bukan saja terjadi antar rumpun Patasiwa dan Patalima, akan tetapi juga dalam tiap –
tiap rumpun sendiri, seperti antar Patasiwa sendiri atau antar Patalima sendiri. Perepcahan dalam
rumpun sendiri pun tidak dapat dielakkan.

Dengan sering terjadinya peperangan antara rumpun maupun rumpun itu sendiri,
menimbulkan kesadaran di antara kedua rumput. Akhirnya peperangan antar rumpun maupun
rumpun itu sendiri perlahan bisa diatasi dengan ikrar perjanjian. Ikrar perjanjian mana selalu
disertai nyanyian atau kapata “Kuru Siwa Rima e”, yang hidup di pulau Seram. Karena ikrar
perjanjian ini begitu kuat sehingga menjadi awal mulanya tercipta ikatan Pela Gandong.
Eksodusnya bagian – bagian dari masyarakat Nunusaku yang kemudian Bermigrasi ke pulau
Ambon dan pulau -pulau Lease membawa serta pengetahuan dan pengalaman tentang Pela
Gandong baik aspek, faset, bentuknya, isinya, dan juga tata lakunya.

Perjanjian ini kemudian diangkat dalam sumpah yang tidak boleh dilanggar. Pada saat
upacara sumpah berlangsung, campuran soppi (tuak) dan darah yang diambil dari tubuh masing-
masing pemimpin negeri akan diminum oleh kedua pihak yang bersangkutan setelah senjata dan
alat-alat tajam lain dicelupkan ke dalamnya. Adapun empat hal pokok yang mendasari pela
yaitu: negeri-negeri yang berpela berkewajiban untuk saling membantu pada kejadian genting
(perang, bencana alam). Apabila diminta, maka negeri yang satu wajib memberikan bantuan
kepada negeri lain yang hendak melaksanakan proyek kepentingan umum, seperti pembangunan
sekolah, masjid, atau gereja. Apabila seseorang sedang mengunjungi negeri yang berpela itu,
maka orang-orang di negeri itu wajib untuk memberi makanan kepadanya dan tamu yang sepela
itu tidak perlu meminta izin untuk membawa pulang hasil bumi atau buah-buahan yang menjadi
kesukaannya; karena penduduk negeri-negeri yang berhubungan pela itu dianggap sedarah, maka
dua orang yang sepela tersebut dilarang untuk menikah.
Bagi orang-orang yang melanggar segala ketentuan tersebut, konon katanya akan mendapatkan
hukuman dari nenek moyang yang mengikrarkan pela. Sebagai contoh, seseorang ataupun
keturunannya dapat jatuh sakit atau bahkan meninggal bila melanggar ketentuan itu. Jika ada
yang melanggar pantangan untuk menikah, maka mereka akan ditangkap untuk kemudian
disuruh berjalan mengelilingi negeri-negerinya dengan hanya berpakaian daun-daun kelapa,
sedangkan seluruh penghuni negeri akan mencaci makinya.

3. Pela Gandong Mencerminkan Karakter Jiwa Pahlawan

 pela gandong merupakan suatu sebutan yang diberikan kepada dua atau lebih
negeri yang saling mengangkat saudara satu sama lain. Pela Gandong sendiri
merupakan intisari dari kata "Pela" dan "Gandong".

"Pela" berarti suatu ikatan persatuan. Sedangkan "Gandong" mempunyai arti saudara.


Jadi, pela gandong berarti suatu ikatan persatuan dengan saling mengangkat saudara.
Pela gandong sendiri sudah lama ada di Maluku,  dan biasanya itu terdiri dari dua
negeri yang berlainan agama, seperti agama Islam dan Kristen. Hal ini tercipta dengan
sendirinya karena suatu hal.

Seluruh interaksi sosial yang bersifat kerjasama dan persaudaraan itu


mempunyai suatu fungsi bersama, yaitu mengikat dan memperkokoh relasi setiap
anak negeri yang satu dengan negeri yang lain dalam ikatan pela dan gandong, dan
mengedepankan fungsi sosial dalam menghadapi tantangan hidup secara bersama.
Bagi orang Maluku, sebagai seorang saudara satu terhadap yang lain, sudah
biasa, dan sudah seharusnya saling mengunjungi dan memberikan ucapan selamat
ketika saudaranya merayakan hari besar keagamaannya. Bahkan kadang saudara-
saudara Muslim di sebuah organisasi atau institusi yang menjadi panitia, jika
orang Kristen merayakan Natal dan begitu pula sebaliknya ketika saudara-saudara
Muslim merayakan halal bil halal.

Maka dapat diketahui bahwa pela gandong sangat menvcerminkan jiwa


pahlawan yaitu tentang saling menghargai agama lain atau toleransi antar agama.
Dapat dilihat dari pela gandong yang merupakan sebuah suatu relasi perjanjian
persaudaraan antara suatu negeri dengan negeri lain yang berada di pulau lain dan
terkadang menganut agama yang berbeda. Dan juga saling menghormati yang
merupakan salah satu karakter jiwa pahlawan salah satu toleransi antar agama seperti
halnya di maluku yang mayoritasnya beragama islam dan kristen. Oleh karena itu
perlunya saling menghargai antar beragama. Kemudian pela gandong disini sangat
mempunyai peranan penting untuk Maluku sendiri di karenakan pela gandong
merupakan pilar utama untuk menciptakan keharmonisan masyarakat maluku.
Mengetahui bahwa adanya kemungkinan bahwa terjadi konflik beragama pada masa
kini.

Oleh karena itu, kita sebagai masyarakat indonesia khususnya masyarakat


maluku harus bisa menjaga dan melestarikan adat pela gandong ini sebagai salah satu
tradisi yang memiliki sebuah nilai-nilai pemersatu bangsa. Pela gandong juga
merupakan sebuah jati diri Maluku, modal perdamaian maluku. Peran dan partisipasi
anak remaja yang merupaka calon penerus bangsa sangatlah penting pada pelestarian
dan pelaksanaan adat Pela Gandong dikarenakan pra remaja ini harus mengetahui
betapa pentingnya Pela Gandong ini bagi kita masyarakat Maluku.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pela Gandong merupakan adat atau kebudayaan khas Maluku, khususnya


Maluku Tengah, pel gandong merupakan suatu relasi perjanjian persaudaraan antara
satu negeri dengan negeri lain yang berada di pulau lain dan kadang menganut agama
yang berbeda. Empat hal pokok yang mendasari Pela yaitu negeri-negeri yang berPela
wajib saling membantu pada kejadian genting (perang atau bencana alam), maupun
saat melaksanakan kegiatan kepentingan umum, seperti pembangunan sekolah,
masjid, gereja.

You might also like