Professional Documents
Culture Documents
Konflik Pekerjaan Dan Keluarga Pada Pasangan Dengan Peran Ganda
Konflik Pekerjaan Dan Keluarga Pada Pasangan Dengan Peran Ganda
Abstrak: Work-Family Interface dapat ditinjau dari dua arah yaitu work-to-family
dan family-to-work. Ketidakseimbangan dalam menjalankan dua peran di area
pekerjaan dan keluarga akan memicu konflik yang disebut sebagai work-to-family
conflict dan family-to-work conflict. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan
konflik pekerjaan dan keluarga pada pasangan suami dan istri yang keduanya
bekerja. Subjek penelitian adalah 30 pasangan suami istri (60 orang), minimal telah
memiliki satu anak dan bekerja sebagai karyawan, manager maupun wiraswasta.
Work-family conflict diukur dengan menggunakan angket tertutup yang mengukur
level konflik dari dua arah yaitu work-to-family conflict dan family-to-work
conflict. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan work-
family conflict antara kelompok suami dan kelompok istri. Namun, terdapat
perbedaan antara work-to-family conflict dan family-to-work conflict dengan nilai
rata-rata work-to-family conflict lebih tinggi dibandingkan dengan family-to-work
conflict baik pada kelompok suami maupun istri. Penelitian ini menunjukkan tidak
ada perbedaan gender dalam cara menyeimbangkan peran dalam pekerjaan dan
rumah tangga.
Kata kunci: Work-family conflict, family-work conflict, pasangan yang bekerja
Korespondensi tentang artikel ini dapat dialamatkan kepada Novensia Wongpy melalui email:
novensia.wongpy@ciputra.ac.id
31
N. Wongpy & J. L. Setiawan: Work-Family Conflict Pada Pasangan … (31-45)
32
Jurnal Psikologi Teori dan Terapan, Vol. 10, No.1, Agustus 2019
mengalami konflik mudah merasakan kerja dan keluarga dapat lebih dipahami
masalah terkait kesehatan, stres, kurang- secara utuh. Selain itu, melalui penelitian
nya komunikasi dengan orang lain ter- tersebut, akan dapat ditemukan langkah-
utama dengan anggota keluarga serta langkah tepat untuk menghindari dan
menurunnya kualitas relasi. Dampak ter- mengatasi konflik antar peran pekerjaan
hadap keluarga dapat meliputi konflik dan keluarga. Huang et al. (2004)
dengan anggota keluarga dan anak yang menyatakan bahwa pemahaman yang
kurang mendapatkan perhatian. Dampak mendalam mengenai work-family conflict
dalam pekerjaan biasanya meliputi stres penting untuk mempertahankan kese-
karena pekerjaan, kurangnya konsentrasi hatan mental dan kesuksesan individu
dalam bekerja hingga rendahnya perfor- dalam kehidupan dan pekerjaannya.
ma kerja yang dihasilkan. Berdasarkan hal tersebut, penelitian dari
Penelitian Waite dan Gallagher dua arah yaitu work-to-family dan family-
(2000) menunjukkan bahwa konflik dan to-work conflicts penting dilakukan untuk
ketegangan akan meningkat jika pa- membandingkan level tingginya konflik
sangan suami dan istri bekerja. Hal ini yang terjadi apakah akibat dari pekerjaan
disebabkan oleh fakta bahwa istri yang atau akibat tuntutan peran dalam keluarga
terlalu banyak menghabiskan waktu di (Nwanzu & Bojeghre, 2016).
luar rumah akan cenderung membuat Penelitian work-family conflict dari
urusan rumah tangga dan pengasuhan dua arah penting diteliti untuk menge-
anak terabaikan. Pasangan suami istri tahui area konflik yang lebih menganggu
yang bekerja juga memunculkan konflik yaitu peran pekerjaan yang mengganggu
dan permasalahan lain. Latifatunnikmah peran dalam keluarga atau sebaliknya,
dan Lestari (2017) menunjukkan bahwa sehingga dari hasil penelitian tersebut
konflik yang terjadi pada pasangan suami dapat dikeahui area yang paling penting
dan istri dapat bersumber dari pekerjaan. untuk diberikan intervensi yaitu ranah
Suami seringkali merasa tidak puas pekerjaan atau ranah keluarga. Penelitian
terutama pada faktor keintiman karena work-family conflict juga penting dilaku-
istri yang terlalu banyak menghabiskan kan pada pasangan suami istri karena
waktu bekerja di luar rumah. pasangan suami istri sama-sama dituntut
Konflik yang tidak teratasi dalam untuk menyeimbangkan peran mereka di
rumah tangga dapat menyebabkan per- pekerjaan dan peran mereka dalam rumah
ceraian. Dalam tahun 2017, data Penga- tangga. Ketika pasangan suami istri tidak
dilan Tinggi Agama Surabaya menun- dapat menyeimbangkan kedua peranan
jukkan bahwa sebanyak 415.848 perkara tersebut, maka akan memicu timbulnya
perceraian diajukan dengan cerai talak konflik dari dua sisi yaitu work-to-family
sebanyak 113.987 dan cerai gugat conflict ataupun family-to-work conflict.
berjumlah 301.861kasus (Hidayat, 2018). Berdasarkan penjelasan tersebut, penting
Dapat dilihat bahwa fenomena gugat diteliti lebih lanjut mengenai perbedaan
cerai memiliki angka yang lebih tinggi work-to-family conflict dan family-to-
dibandingkan talak cerai. Perempuan work conflict terutama pada pasangan
karir tercatat paling sering menggugat suami istri yang keduanya bekerja.
cerai karena banyaknya perempuan yang
berfokus pada karir hingga akhirnya Work-family conflict
mengesampingkan keluarga (Oni, 2017).
Karena itu, penelitian mengenai Konflik antar peran (inter-role
work-family conflict penting dilakukan conflict) merupakan konflik saat peran
agar dinamika munculnya konflik antara individu di suatu kondisi bertentangan
33
N. Wongpy & J. L. Setiawan: Work-Family Conflict Pada Pasangan … (31-45)
dan menimbulkan tekanan pada individu konflik (Soomro, Breitenecker, & Shah,
tersebut untuk memenuhi perannya di 2018).
kondisi atau tempat yang berbeda. Ber-
dasarkan definisi konflik antar peran Family-to-work conflict
tersebut, maka konflik kerja keluarga
Family-to-work conflict juga meru-
dapat didefinisikan sebagai konflik antar
pakan konflik antar peran yang serupa
peran saat tekanan dalam peran di bidang
dengan work-to-family conflict namun
pekerjaan dan keluarga saling memberi-
berbeda dari segi antecedent (Howard et
kan kontribusi dalam menimbulkan ke-
al., 2004). Konflik keluarga-kerja terjadi
tidakseimbangan peran (Greenhaus &
saat tanggung jawab sebagai anggota
Beutell, 1985). Menurut Greenhaus dan
keluarga menganggu tanggung jawab di
Beutell (1985), ada tiga aspek konflik
bidang pekerjaan (Lee et al., 2014).
dalam work-family conflict yang perlu di-
Artiawati (2017) menjelaskan bahwa
pahami, yaitu time-based, strain-based,
konflik keluarga-kerja dapat diakibatkan
dan behavior-based conflicts.
oleh beberapa faktor seperti tuntutan
Time-based conflict terjadi jika
untuk mengasuh anak (terutama anak di
waktu yang digunakan untuk memenuhi
bawah usia lima tahun dan remaja),
satu peran tidak cukup digunakan untuk
tanggung jawab atas tugas-tugas rumah
memenuhi peran lainnya. Strain-based
tangga, dan aktivitas-aktivitas yang dila-
conflict ditandai dengan munculnya kete-
kukan dalam keluarga. Kurangnya du-
gangan emosional dalam memenuhi satu
kungan dari keluarga juga dapat mening-
peran sehingga ketegangan ini meng-
katkan konflik-kerja keluarga dan mem-
hambat pemenuhan peranan lainnya.
berikan dampak yang negatif bagi
Behavior-based conflict terjadi saat peri-
kehidupan pekerjaan (McManus et al.,
laku di satu peran tidak kompatibel
2002).
dengan perilaku di peranan lainnya.
Ketidakmampuan individu baik
Konflik kerja dan keluarga tidak hanya
laki-laki dan perempuan dalam menye-
terjadi dalam satu arah, namun terjadi
lesaikan tanggung jawab di bidang
dalam dua arah yaitu work-to-family
pekerjaan maupun urusan rumah tangga
conflict dan family-to-work conflict (Lee
dapat menimbulkan work-family conflict
et al., 2014; Nazurdin, Ahmad, & Zainal,
(Nwanzu & Bojeghre, 2016). Menurut
2012; Huang et al., 2004).
McElwain, Korabik, dan Rosin (2005),
Work-to-family conflict pada dasarnya tidak ada perbedaan yang
besar atau signifikan pada laki-laki dan
Work-to-family conflict adalah kon- perempuan dalam merasakan work-family
flik antar peran saat pemenuhan peran di conflict, namun jika diteliti lebih lanjut
pekerjaan mengganggu peran di keluarga perempuan cenderung lebih rentan meng-
(Greenhaus & Beutell, 1985). Menurut alami work-family conflict dibandingkan
Huang et al. (2004) hal yang mendahului dengan laki-laki. Perempuan lebih ba-
munculnya konflik kerja keluarga adalah nyak menghabiskan waktu untuk bekerja
stresor dari ranah pekerjaan misalnya sehingga mereka akan cenderung meng-
kurangnya supervisi dalam pekerjaan alami work-family conflict dibandingkan
atau panjangnya jam kerja. Konflik kerja- dengan laki-laki yang juga banyak meng-
keluarga dapat menjadi salah satu sumber habiskan waktu di pekerjaan (Calvo-
stres yang muncul saat individu memberi- Saguero, Martinez-de-Lecea, del Carmen
kan waktu yang lebih banyak untuk Aguilar-Luzon, 2012). Meskipun bekerja,
bekerja sehingga waktu untuk keluarga peran tradisional perempuan tidak dapat
menjadi berkurang dan mengakibatkan dilepaskan sehingga perempuan dapat
34
Jurnal Psikologi Teori dan Terapan, Vol. 10, No.1, Agustus 2019
merasakan konflik yang lebih tinggi. work-to-family conflict akan lebih sering
Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis dirasakan dibandingkan dengan family-
penelitian yang diajukan adalah sebagai to-work conflict. Tanggung jawab yang
berikut: besar dalam pekerjaan dapat membuat
laki-laki tidak mampu memenuhi peran-
Hipotesis 1: Ada perbedaan work-family nya dalam keluarga sehingga dapat me-
conflict antara kelompok suami dan munculkan work-to-family conflict. Ber-
kelompok istri dasarkan hal tersebut, maka hipotesis
Work-family conflict dapat terjadi penelitian yang diajukan adalah sebagai
melalui dua arah, yaitu work-to-family berikut:
conflict dan family-to-work conflict Hipotesis 3a: Ada perbedaan antara work-
(Greenhaus & Beutell, 1985). Penelitian to-family conflict dan family-to-
Nwanzu dan Bojeghre (2016) menunjuk- work conflict pada kelompok suami
kan bahwa work-to-family conflict lebih
sering dirasakan dibandingkan dengan Hipotesis 3b: Ada perbedaan antara
family-to-work conflict. Tuntutan peran work-to-family conflict dan family-
pekerjaan yang lebih berat dibandingkan to-work conflict pada kelompok istri
dengan tuntutan peran dalam keluarga
Work-to-family conflict lebih sering
membuat individu lebih mudah merasa-
muncul pada laki-laki dibandingkan
kan work-to-family conflict dibandingkan
dengan perempuan (Fu & Shaffer, 2001).
family-to-work conflict. Waktu bekerja
Laki-laki menghabiskan banyak waktu di
yang tidak fleksibel membuat individu
pekerjaan sehingga laki-laki akan mera-
lebih banyak menghabiskan waktu untuk
sakan work-to-family conflict yang lebih
bekerja dibandingkan dengan waktu ber-
tinggi dibandingkan dengan perempuan
sama keluarga sehingga intensitas terjadi-
(Kinnunen & Mauno, 1998). Pada perem-
nya work-to-family conflict akan lebih
puan, perempuan akan menghabiskan
sering muncul dibandingkan dengan
lebih banyak waktu di keluarga dan
family-to-work conflict. Dengan demi-
mengurus keluarga yang merupakan
kian, hipotesis penelitian yang diajukan
tugas utamanya, sehingga perempuan
adalah sebagai berikut:
akan merasakan family-to-work conflict
Hipotesis 2: Ada perbedaan antara work- yang lebih tinggi dibanding laki-laki.
to-family conflict dan family-to- Dengan demikian, hipotesis penelitian
work conflict pada suami dan istri yang diajukan adalah sebagai berikut:
35
N. Wongpy & J. L. Setiawan: Work-Family Conflict Pada Pasangan … (31-45)
istri) dengan rentang usia 20 hingga 40 cronbach sebesar 0,838 (α >0,7). Contoh
tahun. Subjek penelitian merupakan butir yang digunakan dalam angket work-
pasangan suami istri yang telah memiliki family conflict dapat dilihat pada Tabel 1.
minimal 1 anak yang tinggal bersama di
Surabaya. Semua subjek penelitian beker- Hasil
ja dengan jabatan sebagai staff (63%),
manager (31%), sedangkan 5% dari Berdasarkan analisis data, hasil pe-
subjek merupakan wiraswasta. Sebesar nelitian menunjukkan bahwa hipotesis 1
46,7% subjek memiliki jam kerja 48 jam tidak terbukti. Hasil uji perbedaan work-
per minggu, 23,3% subjek lebih dari 48 family conflict (Tabel 2) menggunakan
jam per minggu dan 30% subjek bekerja independent t-test menunjukkan bahwa
kurang dari 48 jam per minggu. tidak ada perbedaan work-family conflict
antara kelompok suami dan kelompok
Pengukuran
istri (t=0,031; p>0,05).
Pengambilan data work-family
Tabel 2. Mean, Standar Deviasi dan uji beda
conflict menggunakan angket tertutup
work-family conflict antara Kelompok Suami
work-family conflict yang disusun oleh dan Kelompok Istri
Greenhaus dan Beutell (dikutip oleh
Carlson, Kacmar dan Williams, 2000). n Mean t Sig
Angket ini terdiri dari dua arah yaitu Suami 30 45,367
0,031 0,976
work-to-family dan family-to-work se- Istri 30 45,300
hingga dalam satu angket telah dapat
mengukur work-to-family conflict dan Sementara itu, hasil uji hipotesis 2
family-to-work conflict. Angket diukur (perbedaan antara work-to-family conflict
melalui skala Likert 1 sampai 5 (sangat dan family-to-work conflict) mengguna-
tidak setuju hingga sangat setuju). kan paired t-test menunjukkan bahwa ter-
Angket berisi total 18 butir dan masing- bukti adanya perbedaan work-to-family
masing arah terdiri dari tiga aspek yaitu conflict dan family-to-work conflict pada
time-based conflict, strain-based conflict keseluruhan subjek penelitian (t=6,605;
dan behavior-based conflict. Hasil vali- p<0,05) Hasil penelitian menunjukkan
dasi alat ukur menunjukkan item valid bahwa baik suami dan istri mengalami
dan juga reliabel dengan nilai alpha work-to-family conflict yang lebih tinggi
36
Jurnal Psikologi Teori dan Terapan, Vol. 10, No.1, Agustus 2019
37
N. Wongpy & J. L. Setiawan: Work-Family Conflict Pada Pasangan … (31-45)
38
Jurnal Psikologi Teori dan Terapan, Vol. 10, No.1, Agustus 2019
ga. Grant et al. (2019) juga menyatakan bekerja dapat saling memahami kondisi
bahwa pada pekerjaan tertentu, terutama masing-masing sehingga konflik yang
yang bergaji rendah, individu memiliki terjadi dalam rumah tangga, masih dapat
banyak tanggung jawab dan tidak dikelola dengan cukup baik (Christine,
memiliki kontrol atas hal tersebut Oktorina & Mula, 2011). Adanya bantuan
sehingga tuntutan pekerjaan seringkali dan dukungan dari pasangan dapat mere-
mengganggu soal urusan rumah tangga. duksi terjadinya family-to-work conflict
Akibatnya, tugas-tugas rumah tangga baik pada perempuan maupun laki-laki
terkorbankan demi memenuhi tuntutan sehingga family-to-work conflict lebih
pekerjaan. jarang terjadi dibandingkan dengan work-
Jam pekerjaan yang tidak fleksibel to-family conflict (Jeffrey Hill et al.,
membuat individu menjadi kesulitan 2004). Suami dan istri juga telah memi-
dalam memenuhi tuntutan peran dalam liki strategi dalam menyelesaikan tugas-
rumah tangga (Cifre, Vera, & Signani, tugas yang harus dikerjakan dalam rumah
2015). Individu yang memiliki peran tangga (Latifatunnikmah & Lestari,
ganda, juga memiliki konflik internal dan 2017). Dukungan sosial dari anggota ke-
rasa bersalah ketika tidak dapat meme- luarga yang lain juga dapat membantu
nuhi peran dalam rumah tangga sehingga meringankan tugas-tugas rumah tangga
meningkatkan persepsi bahwa dirinya sehingga tugas rumah tangga tidak sering
sedang merasakan konflik kerja-keluarga mengganggu peran dalam pekerjaan. Hal
(Schockley, Shen, DeNunzio, Arvan dan inilah yang diduga membuat intensitas
Knudsen, 2017). Hal inilah yang diduga family-to-work conflict menjadi lebih ren-
menjadi sebab work-to-family conflict dah jika dibandingkan dengan work-to-
lebih sering dirasakan dibandingkan family conflict. Suami dan istri tidak ter-
dengan family-to-work conflict pada lalu terbebani dengan tanggung jawab
kelompok suami dan pada kelompok istri. rumah tangga. Karena itu, peran dalam
Suami yang bekerja memiliki value keluarga tidak mengganggu peran peker-
dan komitmen yang tinggi terhadap pe- jaan sebanyak peran pekerjaan yang
kerjaan karena pekerjaan dapat mem- menganggu peran dalam keluarga.
bantu mereka untuk memenuhi peran Hasil uji hipotesis 4a (Tabel 6)
sebagai pencari nafkah utama (Cinnamon juga menunjukkan bahwa tidak ada per-
& Rich, 2002), namun hal ini diduga bedaan work-to-family conflict antara
menjadi beban tersendiri ketika para kelompok suami dan kelompok istri.
suami tidak dapat memenuhi peran lain- Hasil ini selaras dengan penelitian dari
nya dalam keluarga akibat sibuk bekerja. Calvo-Salguero et al. (2012) yang me-
Pada istri yang bekerja, ada ekspektasi nunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan
sosial bahwa perempuan yang bakerja pada laki-laki maupun perempuan dalam
tetap harus menempatkan pekerjaan seba- merasakan work-to-family conflict. Laki-
gai hal yang utama dibandingkan keluar- laki dan perempuan sama-sama meng-
ga (Higgins et al., 1994). Implikasinya, habiskan lebih banyak waktu di pekerjaan
perempuan bekerja jadi sulit mendevosi- dibandingkan waktu dengan keluarga
kan waktu dan tenaga untuk keluarga. sehingga hal ini menyebabkan work-to-
Bahkan ada kecenderungan pihak istri family conflict. Secara sosial, tak hanya
untuk membawa pulang dan menyele- perempuan yang dituntut untuk lebih
saikan pekerjaan mereka di rumah memperhatikan keluarga, namun laki-laki
(Greenstein, 2000). juga dituntut untuk dapat menjadi suami
Suami dan istri yang sama-sama dan ayah yang dapat mendevosikan
waktunya untuk keluarga (Kinnunen dan
39
N. Wongpy & J. L. Setiawan: Work-Family Conflict Pada Pasangan … (31-45)
Mauno, 1998). Atas dasar alasan ini, harus bersikap responsif terhadap segala
dapat dipahami mengapa level work-to- kebutuhan anak. Peran sebagai suami dan
family conflict pada laki-laki dan perem- ayah ini dapat menganggu peran dalam
puan dapat sama-sama tinggi. pekerjaan dan menimbulkan family-to-
Dalam konteks pekerjaan dan orga- work conflict.
nisasi, tuntutan pekerjaan juga tidak lagi Secara keseluruhan, dapat diketahui
memandang peran laki-laki dan perem- bahwa baik suami maupun istri sama-
puan. Baik laki-laki maupun perempuan sama merasakan konflik antara pekerjaan
sama-sama dituntut untuk menunjukkan dan keluarga. Jika dibandingkan lebih
performa seoptimal mungkin dalam be- spesifik, suami dan istri memiliki level
kerja dan tidak ada toleransi terhadap work-to-family conflict yang lebih tinggi
beban kerja. Hal inilah yang diduga dibandingkan family-to-work conflict.
membuat suami dan istri merasa bahwa Hal ini menunjukkan bahwa suami mau-
tuntutan pekerjaan menganggu peme- pun istri merasa tuntutan dan peran dalam
nuhan peran mereka dalam rumah tangga pekerjaan mengganggu pemenuhan tun-
sehingga suami dan istri merasakan work- tutan dan peran dalam keluarga hingga
to-family conflict yang sama. menimbulkan konflik antar peran. Pada
Pada uji hipotesis 4b (tabel 7), hasil istri, tuntutan peran sebagai seorang ibu
penelitian juga menyatakan bahwa tidak tidak dapat terpenuhi akibat beban pe-
ada perbedaan family-to-work conflict kerjaan dan diduga tidak ada toleransi
antara kelompok suami dan kelompok dalam bekerja sehingga istri tidak dapat
istri. Pasangan suami-istri yang menjadi berperan secara efektif dalam keluarga.
partisipan penelitian ini telah memiliki Saat ini suami juga dituntut untuk lebih
minimal 1 anak. Penelitian Schockley et peduli dan lebih menunjukkan afeksi
al (2017) menunjukkan bahwa adanya pada anggota keluarga. Adanya beban
anak dapat menyebabkan terjadinya pekerjaan dan banyaknya waktu yang
family-to-work conflict sebab anak mem- dihabiskan untuk bekerja membuat suami
berikan tuntutan tertentu yang harus kesulitan untuk memenuhi peran dan
dipenuhi oleh orang tua. Hal ini didukung tuntutan keluarga sehingga meningkatkan
oleh McManus et al (2002) yang level konflik yang dirasakan.
menyatakan bahwa prediktor dari family- Ada beberapa implikasi dari hasil
to-work conflict adalah tuntutan dari penelitian ini. Pertama, Work-to-family
keluarga sehingga individu yang bekerja conflict yang dialami oleh suami maupun
dapat merasakan family-to-work conflict. istri menunjukkan bahwa keluarga sering
Pada kelompok istri, family-to-work kali menjadi “korban” dari pemenuhan
conflict dapat terjadi karena pada dasar- peran dalam pekerjaan. Dapat dipahami
nya perempuan lebih banyak mengha- bahwa tuntutan di area pekerjaan lebih
biskan waktu dan tenaga untuk keluarga tinggi sehingga pada akhirnya dapat
sehingga peran dalam rumah tangga mengganggu peran dalam kehidupan ber-
dapat menganggu peran sebagai pekerja keluarga. Hal ini dapat menjadi ancaman
(Calvo-Saguero et al., 2012). Tidak tersendiri bagi keluarga terutama bagi
hanya bekerja, laki-laki juga mulai terli- anak mengingat semua subjek penelitian
bat aktif dalam hal tugas-tugas pengasuh- memiliki anak. Waktu, perhatian dan
an dan tugas rumah tangga. Bocchichio energi yang seharusnya dicurahkan bagi
(2007) menyatakan bahwa adanya perge- anak menjadi berkurang akibat peme-
seran peran dari peran gender tradisional nuhan peran pekerjaan.
membuat ayah juga dituntut untuk Kedua, banyaknya waktu dan te-
banyak memberikan afeksi pada anak dan naga yang dihabiskan suami dan istri
40
Jurnal Psikologi Teori dan Terapan, Vol. 10, No.1, Agustus 2019
Daftar Pustaka
41
N. Wongpy & J. L. Setiawan: Work-Family Conflict Pada Pasangan … (31-45)
42
Jurnal Psikologi Teori dan Terapan, Vol. 10, No.1, Agustus 2019
43
N. Wongpy & J. L. Setiawan: Work-Family Conflict Pada Pasangan … (31-45)
44
Jurnal Psikologi Teori dan Terapan, Vol. 10, No.1, Agustus 2019
45