Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

Jurnal Ilmu Kehutanan

Journal of Forest Science


https://jurnal.ugm.ac.id/jikfkt

Kemelimpahan dan Struktur Tingkat Trofik Serangga pada Tingkat


Perkembangan Agroforestri Jati yang Berbeda di Nglanggeran,
Gunungkidul Yogyakarta
Insect Abundance and Its Structure Trophic Level on Different Level of Teak-Based
Agroforestry Development at Nglanggeran Village, Gunungkidul District, Yogyakarta

1* 1 1 2
Ananto Triyogo , Priyono Suryanto , Siti Muslimah Widyastuti , Aldino Dwi Baresi , & Isnaini
2
Fauziah Zughro

1
Departemen Silvikultur,Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Jl. Agro No. 1, Bulaksumur, Sleman, 55281
*Email: triyogo99@yahoo.com
2
Sekolah Vokasi Program Studi Pengelolaan Hutan,Universitas Gadjah Mada,Jl. Sekip Unit I, Bulaksumur,Sleman, 55281

HASIL PENELITIAN ABSTRACT


Riwayat naskah: Modifications of land use have the economic and ecological implications.
Naskah masuk (received): 14 November Protection upon biodiversity has been the center of concern on ecological
2016 side, while productivity of the land use has been considered a solution for
Diterima (accepted): 8 Mei 2017 food security. Insects are between these two major issues, namely
conservation and food security.This study was aimed at tracing the
structure of insect community based on its role on the trophic level on three
KEYWORDS
agroforestry
different phases of teak-based agroforestry systems (early, middle, and
teak advanced). The data was obtained in the area of Nglanggeran, Gunungkidul
insect Regency of Yogyakarta during the dry season (April, May, and June 2016).
trophic Further, method of insect sample inventory utilized sweep net, pitfall trap,
pest and sticky trap placed on measured area of 20 x 20 m2. The plots were placed
purposively on each of agroforestry land, with the total of 8 plots, consisting
of 3 areas of early and middle levels of agroforestry land, and 2 for late phase.
Catched insects varied according to agroforestry growth and observation
time. This research suggests that insect’s variety (abundance and
morphospecies) is found based on agroforestry levels (early phase, middle
phase and late phase) on observed teak agroforestry land in Nglanggeran
Village of Batur Agung Zone, Gunungkidul. Early and middle agroforestry
showed an abundance of insects (order), in which the largest proportion of
them is categorized as pest (Lepidoptera, Diptera, Blattaria, Hymenoptera,
Orthoptera, Coleoptera, Isoptera, and Dermaptera). The growth level of
agroforestry has a direct impact on the presence of insects of
Hymenoptera and Diptera orders. Furthermore, the variety of vegetation in
early and middle agroforestry could increase the variety of insects
functioning as either pest (trophic 2) or natural predators (trophic 3).

239
Jurnal Ilmu Kehutanan
Volume 10 No. 2 - Juli-September 2016

INTISARI
KATA KUNCI Modifikasi pemanfaatan lahan memiliki dampak baik ekonomi maupun
agroforestri ekologi. Perlindungan terhadap keanekaragaman hayati menjadi pusat
jati perhatian dari sisi ekologi sementara pemanfaatan lahan demi produkti-
serangga vitas dianggap sebagai solusi ketahanan pangan. Serangga berada di dua
trofik
isu tersebut yaitu konservasi dan ketahanan pangan. Penelitian ini
hama
bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas serangga berdasarkan
pada peran mereka dalam tingkatan trofik pada tiga tingkat perkembang-
an agroforestri (AF) jati yang berbeda (awal, tengah, lanjut). Pengambilan
data dilakukan di Nglanggeran, Gunungkidul, Yogyakarta sepanjang
musim kemarau (April, Mei, dan Juni 2016). Metode koleksi serangga yang
digunakan adalah sweep net, pitfall dan sticky trap yang ditempatkan pada
petak ukur (PU) 20 x 20 m2. Petak ukur dibuat dan diletakkan secara
purposive pada masing-masing tingkatan AF. Total terdapat 8 PU yang
terdiri dari 3 PU untuk tingkatan AF awal dan tengah, serta 2 PU untuk AF
lanjut. Serangga yang tertangkap bervariasi berdasar pada tingkat
perkembangan agroforestri dan bulan pengamatan. Terdapat perbedaan
keragaman serangga (jumlah dan jenis) berdasarkan perbedaan tingkatan
agroforestri (awal, tengah, dan lanjut) pada lahan lahan agroforestri
berbasis jati di Desa Nglanggeran, Zona Batur Agung, Gunungkidul.
Agroforestri awal dan tengah menunjukkan kemelimpahan serangga
(ordo) terbanyak dengan proporsi tertinggi serangga yang berperan
sebagai hama berasal dari ordo Lepidoptera, Diptera, Blattaria,
Hymenoptera, Orthoptera, Coleoptera, Isoptera, dan Dermaptera.
Tingkatan AF berpengaruh terhadap kehadiran serangga dari ordo
Hymenoptera dan Diptera, lebih lanjut keragaman vegetasi pada agro-
forestri (awal dan tengah) dapat meningkatkan keragaman serangga
baik yang berperan sebagai hama (trofik 2) maupun musuh alami (trofik
3).

© Jurnal Ilmu Kehutanan-All rights reserved

Pendahuluan hutan (Tscharntke et al. 2011). Salah satu indikator


keanekaragaman hayati pada level ekosistem dapat
Keanekaragaman hayati merupakan aspek yang dilihat dari aspek kehadiran serangga (Moreno et al.
diperlukan untuk kelanjutan kelangsungan hidup 2007).
manusia. Kajian tentang bagaimana hubungan antara Agroforestri dapat mengurangi tingkat kerusak-
proses yang terjadi dalam ekosistem serta fungsi an tanaman berkayu akibat serangan serangga hama
ekosistem terhadap keanekaragaman hayati telah (Pumarino et al. 2015), misalkan pada pertanaman
dilakukan (Brose & Hillebrand 2016). Lebih lanjut kakao, agroforestri mempengaruhi tingkat kehadiran
disebutkan bahwa kegiatan pemanfaatan lahan, alih serangga herbivora (kepik daun dan kumbang
fungsi hutan, serta intensifikasi pertanian dapat penggerek kakao) melalui efek naungan yang
menjadi penyebab utama hilangnya keanekaragaman diberikan (Bisseleua et al. 2013). Kajian populasi
hayati dan berkurangnya fungsi ekosistem (Pumarino serangga kaitannya dengan pemanfaatan lahan
et al. 2015). Pada level ekosistem, kegiatan pertanam- sebagian masih terbatas pada perannya sebagai hama
an dengan mengkombinasikan tanaman keras dan (Pumarino et al. 2015). Informasi tentang bagaimana
tanaman semusim melalui sistem agroforestri pengaruh tingkat agroforestri terhadap populasi
dikatakan dapat mengurangi resiko akibat alih fungsi

240
Jurnal Ilmu Kehutanan
Volume 10 No. 2 - Juli-September 2016

serangga berdasarkan tingkatan trofiknya masih secara langsung terhadap kelimpahan serangga
sangat terbatas. herbivora, dan selanjutnya memberikan efek kepada
kelimpahan predator (Triyogo & Yasuda 2013).
Nglanggeran merupakan salah satu bagian
Pengaruh lain misalnya ketersediaan nutrisi yang
wilayah dari Kabupaten Gunungkidul, Daerah
tinggi pada daun tanaman inang yang terserang tumor
Istimewa Yogyakarta yang sebagian besar warganya
berpengaruh terhadap kelimpahan kutu daun,
memanfaatkan lahan pertanaman dengan pola
perbedaan fase pembungaan, serta kondisi tajuk
agroforestri berbasis jati. Sistem agroforestri yang
tanaman inang (Triyogo & Yasuda 2013; Damayanti et
dikembangkan warga bervariasi berdasar pada tingkat
al. 2016).
perkembangan atau usia jati sebagai tanaman pokok.
Sistem agroforestri, sebagai salah satu bentuk praktik Selama ini, kelimpahan serangga sebagai hama
pemanfaatan lahan dipandang dapat mendatangkan lebih banyak mendapat perhatian di kalangan peneliti
keuntungan ekonomi sehingga saat ini semakin (Denno & Kaplan 2007). Meskipun disadari bahwa
banyak dilakukan (Saha 2006; Quinkenstein et al. dalam trofik level, serangga juga mampu memberikan
2009). Selain keuntungan secara ekonomi (Saha dampak lain bagi ekosistem, misalnya sebagai
2006), dari konteks ekologi aktivitas manusia dalam predator hama, polinator, dan/atau vektor penyakit
modifikasi pemanfaatan lahan dapat berpengaruh (Bronstein et al. 2006; Triyogo & Widyastuti 2012).
terhadap biodiversitas di dalamnya (Balvanera et al. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komunitas
2006). serangga berdasarkan tingkat perkembangan eko-
sistem agroforestri, lebih lanjut bukan hanya sebagai
Sistem agroforestri, pada pelaksanaannya dapat
hama tapi potensinya yang lain sesuai dengan
dibagi menjadi tiga fase perkembangan yaitu
tingkatannya dalam level tropik.
(Suryanto et al. 2005): (a) agroforestri awal, adalah
agroforestri dengan pemanfaatan ruang horizontal Bahan dan Metode
untuk tanaman semusim > 50%, (b) agroforestri
tengah, merupakan model agroforestri dengan luas Lokasi dan Waktu Penelitian
bidang olah adalah 25-50%, dan (c) agroforestri lanjut, Penelitian lapangan dilakukan di Dusun
mengarah pada pembentukkan hutan rakyat Nglanggeran Kulon yang berada di Zona Batur Agung,
(agroforestri komplek). Dengan kata lain, perbedaan Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa
kondisi ekosistem (tingkat perkembangan agro- Yogyakarta. Koleksi serangga dilakukan bulan April,
forestri) akan berakibat kepada munculnya perbedaan Mei, dan Juni 2016.
karakteristik ekosistem (biotik dan abiotik) (Suryanto
& Putra 2012) yang kemudian dapat berpengaruh Penentuan Lokasi Pengamatan

terhadap keanekaragaman jenis serangga yang Lokasi (plot) pengamatan ditentukan dengan
ditemukan (Balvanera et al. 2006) pertimbangan tingkat perkembangan agroforestri

Kajian tentang pengaruh keanekaragaman jenis (AF) berbasis jati yang ditemui. Agroforestri (AF) jati

dan komposisi pohon terhadap serangga herbivora yang dijadikan lokasi pengambilan sampel serangga

telah dilakukan sebelumnya dengan hasil yang adalah AF tingkatan awal, tengah, dan lanjut yang

beragam (Vehviläinen et al. 2007). Selain kondisi didasarkan pada umur tanaman pokok (jati), serta

lingkungan (habitat tempat inang tumbuh), tingkat tutupan tajuk tanaman penyusun di dalamnya

kelimpahan serangga dapat dipengaruhi pula oleh (Suryanto et al. 2005). Berdasarkan kriteria tersebut

kondisi individu tanaman inang. Lebih lanjut, pada diperoleh 3 (tiga) tingkatan perkembangan AF yang

level individu, kualitas tanaman inang berpengaruh berbeda yaitu: AF awal (tanaman jati 1 tahun); tengah

241
Jurnal Ilmu Kehutanan
Volume 10 No. 2 - Juli-September 2016

(2 tahun); dan lanjut (>5 tahun). Kondisi lingkungan serangga dilakukan menggunakan wetpitfall dan
pada masing-masing tingkatan AF disajikan pada sticky trap. Pitfall trap dipasang dengan cara
Tabel 1. memendam gelas plastik berukuran diameter sekitar
7,0 cm pada permukaan tanah dan menambahkan
Tanaman jati di tiap tingkat perkembangan AF
dengan cairan sabun/diterjen (Ribeiro et al. 2011).
ditanam secara acak dan dicampur dengan tanaman
Sticky trap digunakan untuk mendapatkan serangga
berbeda-beda. Tanaman jati pada AF awal ditanam
terbang berukuran kecil (misal: bee, hoverflies, atau
bersama-sama dengan tanaman jagung, singkong,
kumbang coccinela). Jumlah pitfall yang diletakkan
dan kacang. Agroforestri tengah tanaman jati mulai
adalah sebanyak 9 buah mengikuti pola grid
dikombinasi dengan tanaman kakao, serta tanaman
sementara 5 sticky trap diletakkan mengikuti pola
kayu lain (sengon dan mahoni), dan AF lanjut hanya
diagonal dan ditempatkan secara proporsional di
berisi tanaman jati dan mahoni yang tajuknya sudah
setiap petak ukur dalam setiap plot pengamatan. Total
saling bersentuhan.
terdapat 40 dan 72 perangkap masing-masing untuk
Pembuatan Petak Ukur (PU) sticky dan pitfall trap. Sebagai tambahan,
penangkapan dilakukan secara langsung pada
Pada tiap plot pengamatan dibuat PU berbentuk
serangga yang ditemui dengan menggunakan tangan
square berukuran 20 x 20 m2 dan diletakkan secara
atau sweep net pada saat pemanenan. Sweep net yang
purposive dengan pertimbangan kondisi jati dan topo-
digunakan berukuran diameter 38 cm, dan digunakan
grafi. Jumlah PU berdasarkan pada luas masing-
dengan ayunan ganda pada ketinggian 1,3 m atau
masing plot pengamatan. Luas masing-masing plot
menyesuaikan tanaman sekitar. Total jumlah ayunan
pengamatan yang digunakan adalah 0,25 ha; 0,15 ha,
ganda sweep net yang dilakukan adalah 9/petak ukur.
dan 0,15 ha berturut-turut untuk AF awal, tengah, dan
Serangga hasil koleksi dibawa ke laboratorium untuk
lanjut. Dengan menggunakan intensitas sampling 10%
diidentifikasi hingga level famili dan morfospesies.
diperoleh sebanyak 3 PU untuk AF awal dan tengah,
dan 2 PU untuk AF lanjut. Petak ukur diletakkan Analisis Data
berdampingan satu sama lain pada areal jati umur
Kemelimpahan serangga yang ditemui pada
yang sama dengan jarak minimal 10 meter.
tingkat perkembangan AF dan bulan pengamatan
Pemasangan Perangkap dihitung dan dianalisis dengan menggunakan bantu-
an program Microsoft excel. Data lapangan yang tidak
Untuk mengetahui komunitas serangga di lokasi
mengikuti sebaran normal akan ditransformasi untuk
penelitian digunakan pendekatan dengan mengguna-
kemudian dianalisis menggunakan SPSS 16.00.
kan perangkap serangga yang ditujukan pada
Pengaruh variasi bulan pengamatan dan AF terhadap
serangga terestrial dan serangga terbang. Koleksi

Tabel 1. Kondisi lingkungan pada masing-masing tingkatan agroforestri yang diamati pada tiga bulan berbeda.
Table 1. Environment conditions on each level of teak-based agroforestry systems observed on three different months.
Kelembaban udara Intensitas cahaya (Lux) Suhu permukaan tanah
Bulan (%) (0C)
(2016) Tingkat perkembangan agroforestri
Aw. Tng. Lnj. Rerata Aw. Tng. Lnj. Rerata Aw. Tng. Lnj. Rerata
April 81 77 77 78,3 14654 9736,6 8270 10886,8 33,2 31,3 28,6 31,0
Mei 78 73 73 74,7 7146,6 5431,6 3310 5296 34,7 32,9 29,7 32,4
Juni 78 67 67 70,7 5100 2242 586 2642,7 35,5 33,1 28,9 32,5
Rerata 79 72,3 72,3 74,6 8966,8 5803,4 4055,3 6275,2 34,5 32,4 29,1 32,0
Keterangan : Aw = awal, Tng = tengah, Lnj = lanjut
Remark : Aw = early, Tng = middle, Lnj = advanced

242
Jurnal Ilmu Kehutanan
Volume 10 No. 2 - Juli-September 2016

kemelimpahan serangga pada level ordo dianalisis tahun). Penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa
dengan melakukan analisis varian (ANOVA). Peran respon rayap sangat beragam di tingkat jenis dan
tiap ordo dan/atau famili serangga dalam trofik level sangat dipengaruhi oleh faktor ketinggian tempat,
dijelaskan secara analisis deskriptif. Indeks keaneka- kondisi drainase, dan intensitas pengolahan tanahnya
ragaman (H`) dihitung dengan menggunakan (Kooyman & Onck 1987). Agroforestri tingkat awal
formula sebagai berikut (Krebs 2009): dan tengah merupakan tipologi AF yang masih
s terdapat tanaman budidaya di dalamnya yang artinya
H ' = å piLnpi
i=1 ada tindakan pengolahan lahan (Suryanto & Putra
Keterangan: 2012). Lebih lanjut, pengaruh positif adanya kegiatan
H’ = indeks keanekaragaman pengolahan lahan terhadap jenis rayap Microtermes
pi = ni / N
spp. telah dilaporkan sebelumnya (Kooyman & Onck
ni = jumlah individu jenis ke-i
S = jumlah jenis 1987) hal ini yang diduga dapat mengakibatkan
ditemuinya rayap pada level AF awal. Tonggak-
tonggak jati sisa panen yang ditemui pada AF awal
Hasil dan Pembahasan diduga berpengaruh pada keberadaan rayap.

Pengamatan kemelimpahan serangga berdasar- Berdasarkan hasil analisis varian, faktor tingkat-
kan bulan menunjukkan bahwa pada level ordo an agroforestri memberikan pengaruh nyata terhadap
berturut-turut dari yang tertinggi adalah pada bulan kemelimpahan ordo Hymenoptera (serangga teres-
Mei (9 ordo), April (8 ordo), dan Juni (7 ordo) trial) dan Diptera (aerial) (Tabel 2). Ordo
(Gambar 1). Sementara, kemelimpahan serangga Hymenoptera merupakan serangga terestrial dengan
berdasarkan tingkat perkembangan AF menunjukkan jumlah total individu terbanyak yang dijumpai di
bahwa jumlah ordo terbanyak pada AF awal dan setiap tingkat perkembangan AF yaitu berturut-turut
tengah (10 ordo) dengan masing-masing 7.059 dan tengah (588 individu), lanjut (208), dan awal
2.542 individu. Terdapat keanekaragaman dan keme- (137)(Tabel 3). Kelompok yang mendominasi dari ordo
limpahan serangga yang berbeda pada setiap bulan ini adalah semut (Formicidae) dan selebihnya adalah
pengamatan maupun tingkat perkembangan AF kelompok tawon (Braconidae dan Vespidae) (Tabel 3).
(Gambar 1). Pengaruh kondisi lahan serta jenis dan kemelimpahan
vegetasi terhadap kemelimpahan semut telah banyak
Rayap (Isoptera: Rinotermitidae) dijumpai hanya
diteliti (Bestelmeyer & Wiens 1996; Samson et al.
pada bulan April pada AF awal (1 tahun) dan tengah (2

Gambar 1.Hasil koleksi serangga (level ordo) di tiga tingkatan perkembangan agroforestri pada bulan April - Juni 2016.
Figure 1.The results of insect collection (ordo level) on three development phases of agroforestry on April, May, June 2016.

243
Jurnal Ilmu Kehutanan
Volume 10 No. 2 - Juli-September 2016

1997). Lebih lanjut disebutkan bahwa faktor lingkung- karakter tutupan tajuk yang lebih rapat yang
an yang dapat mempengaruhi aktivitas semut utama- mengakibatkan intensitas cahaya matahari yang
nya adalah faktor suhu (Kaspari & Weiser 2000; sampai permukaan tanah lebih rendah dibandingkan
Weidenmüller et al. 2009). Agroforestri awal dan AF awal dan tengah (Tabel 1). Kondisi cahaya yang
tengah memiliki tingkat tutupan tajuk yang lebih rendah mengakibatkan rendahnya frekuensi terbang
ringan sehingga memungkinkan cahaya matahari dari house fly (Semakula et al. 1989).
yang diterima sampai permukaan tanah lebih besar
Terdapat tiga famili yang hanya ditemukan pada
dibandingkan agroforestri lanjut (Suryanto & Putra
tingkatan AF tengah yaitu Lymantriidae, Geometri-
2012). Cahaya matahari yang mencapai permukaan
dae, dan Forficulidae (Tabel 3). Karakter level
lantai hutan akan mempengaruhi suhu tanah dan
agroforestri tengah dengan komposisi vegetasi yang
secara tidak langsung dapat mempengaruhi aktivitas
lebih didominasi tanaman berkayu (jati, sengon,
semut. Kondisi lingkungan pada ekosistem AF awal
mahoni, dan kakao) dapat menyebabkan perbedaan
dan tengah yang lebih terbuka dapat mengakibatkan
komunitas serangga terestrial yang hidup di dalamnya
tingginya jumlah individu semut yang tertangkap
(Gambar 2). Vegetasi penyusun secara tidak langsung
dalam perangkap (Tabel 1).
dapat mempengaruhi keberadaan serangga melalui
Pengaruh tingkat AF juga terlihat pada kemelim- kemelimpahan serasah yang dihasilkan. Sebagai
pahan serangga aerial dari ordo Diptera (Tabel 2). contoh, Dermaptera (Forficulidae) pada penelitian ini
Berturut-turut kemelimpahan Diptera dari yang ditemukan aktif di tumpukan seresah vegetasi pada
tertinggi adalah pada AF awal (6.778 individu), tengah ekosistem AF tengah. Demaptera dalam ekosistem
(1.882), dan lanjut (821) dengan komposisi terbanyak dapat berperan sebagai hama (Dib et al. 2017) maupun
didominasi oleh berturut-turut famili Muscidae, sebagai predator (Dib et al. 2016).
Tephritidae, dan Culicidae (Tabel 3). Muscidae (house
Hasil perhitungan indeks keanekaragaman jenis
fly) merupakan anggota Diptera yang aktivitas
(H`) serangga (Krebs 2009) menunjukkan nilai yang
terbangnya sangat dipengaruhi oleh temperatur dan
beragam (Tabel 4). Data indeks keanekaragaman pada
umur (Buchan & Moreton 1981). Temperatur antara
Tabel 4 dapat dilihat bahwa besar indeks keaneka-
14oC hingga 40oC merupakan kisaran pergerakan dari
ragaman serangga selalu berubah-ubah pada setiap
house fly ini, lebih lanjut dikatakan bahwa temperatur
tingkatan AF yang berbeda. Namun demikian dapat
yang tinggi akan memacu pergerakan sehingga laju
dilihat bahwa perbedaan tingkat keanekaragaman
terbang dari house fly pun akan meningkat (Buchan
tidak terlampau jauh. Nilai keanekaragaman tertinggi
and Moreton 1981). Agroforestri lanjut memiliki
ada pada AF awal (2,86), tengah (2,76), dan lanjut

Tabel 2. Nilai F hitung hasil analisis varian pengaruh variasi bulan pengamatan (B), tingkat perkembangan agroforestri (AF),
serta interaksinya terhadap serangga yang ditemui pada level ordo.
Table 2. F value results of ANOVA for the effects of month (B), agroforestry level (AF), and their interactions on the insects
abundance on ordo level.

Sumber Hy. Orth. Col. Dip. Blat. Od. Lep. Mant. Isop. Derm.
variasi
B 1,72 1,671 0,34 0,32 6,17** 0,23 0,94 0,71 1,42 2,85
AF 4,49** 11,97*** 1,82 4,48** 6,12 4,16 1,73 0,78 0,31 3,12
B x AF 1,43 1,56 1,70 0,38 0,64 0,26 0,93 0,78 0,31 3,12
Keterangan: B: Bulan, AF: Tingkatan agroforestri, Hy: Hymenoptera, Orth: Orthoptera, Col: Coleoptera, Dip: Diptera, Blat: Blattaria,
Od: Odonata, Lep: Lepidopthera, Mant: Mantodeae, Isop: Isoptera, Derm: Dermaptera
Tingkat signifikansi: ** P< 0,05; *** P< 0,001
Remark: B: Month, AF: Agroforestry level, Hy: Hymenoptera, Orth: Orthoptera, Col: Coleoptera, Dip: Diptera, Blat: Blattaria, Od: Odonata,
Lep: Lepidopthera, Mant: Mantodeae, Isop: Isoptera, Derm: Dermaptera
Significance level: ** P< 0,05; *** P< 0,001

244
Jurnal Ilmu Kehutanan
Volume 10 No. 2 - Juli-September 2016

Tabel 3. Jumlah serangga pada level famili yang ditemukan pada tiga tingkatan perkembangan agroforestri (awal, tengah,
dan lanjut) yang diamati pada bulan April, Mei, dan Juni dengan metode sticky dan pitfall trap.
Table 3. The amount of insects on family level on three different levels of agroforestry (early, middle, and advanced)
observed on April, May, and June by using sticky and pitfall trap method.

April Mei Juni


Serangga Tingkat Perkembangan Agroforestri
Aw. Tg. Lnj. Tot. Aw. Tg. Lnj. Tot. Aw. Tg. Lnj. Tot.
Lepidoptera
Pyralidae 6 0 0 6 3 6 3 12 4 1 0 5
Lymantriidae 0 0 0 0 0 2 0 2 0 1 0 0
Nymphalidae 1 3 1 5 0 0 0 0 1 0 0 1
Geometridae 0 3 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0
Diptera
Tephritidae 452 551 327 1330 144 170 116 430 187 235 130 552
Muscidae 1424 361 38 1823 1506 172 99 1777 2992 338 78 3408
Cullicidae 19 17 1 37 46 22 29 97 8 16 3 27
Blattaria
Blattelidae 7 0 0 7 22 19 4 45 18 8 0 26
Hymenoptera
Braconidae 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
Vespidae 0 1 0 1 3 3 2 8 1 0 0 1
Formicidae 71 225 26 322 32 196 178 406 29 163 4 196
Orthoptera
Gryllidae 13 1 0 14 6 5 2 13 7 9 1 17
Acrididae 5 2 2 9 17 2 2 21 3 0 0 3
Coleoptera
Scaradiae 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0
Carabidae 0 0 0 0 3 4 1 8 0 0 0 0
Languriidae 0 0 0 0 0 0 0 0 1 3 0 4
Coccinellidae 0 2 1 3 10 2 0 12 14 3 0 17
Chrysomilidae 3 0 6 9 0 0 0 0 1 3 0 4
Odonata
Libellulidae 1 0 0 1 2 0 0 2 1 0 0 1
Isoptera
Rinotermitidae 1 1 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0
Mantodeae
Mantidae 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0
Dermaptera
Forficulidae 0 0 0 0 0 2 0 2 0 0 0 0
TOTAL 2003 1167 402 3572 1796 605 436 2837 3268 780 216 4245
Keterangan: Aw: Awal; Tg: Tengah; Lnj: Lanjut; Tot: Total
Remark: Aw: Early; Tg: Middle; Lnj: Advanced; Tot: Total

Tabel 4. Indeks keanekaragaman (H`) serangga pada tiga ekosistem menjadi salah satu indikasi kestabilan
tingkat perkembangan agroforestri yang berbeda.
Table 4. Index diversity (H`) of insects on three different lingkungan ekosistem tersebut (Brose & Hillebrand
levels of agroforestry. 2016). Di antara banyak faktor yang dapat mempe-
Tingkatan agroforestri Indeks keanekaragaman (H’) ngaruhi komunitas biologi di suatu ekosistem salah
Awal 2,86
satunya adalah karakter dari ekosistem (McKinney
Tengah 2,76
Lanjut 2,52 2008). Ekosistem dalam konteks sebagai habitat dapat
mempengaruhi komunitas serangga melalui perbeda-
(2,52) (Tabel 4). Berdasarkan atas nilai yang diperoleh an karakter yang dimiliki antara lain jumlah, jenis,
tersebut tingkat keanekaragaman pada ketiga tingkat- ukuran, dan kerapatan vegetasi di dalamnya
an perkembangan AF adalah kriteria sedang (Krebs (McKinney 2008; Uno et al. 2010). Pada penelitian ini
2009). AF tengah merupakan ekosistem dengan karakter
jenis vegetasi yang beragam (jati, kakao, sengon, dan
Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa
mahoni) tanpa keberadaan tanaman semusim.
keanekaragaman hayati yang ada dalam suatu

245
Jurnal Ilmu Kehutanan
Volume 10 No. 2 - Juli-September 2016

Trofik 3 Trofik 3 Trofik 3


Odonata Coleoptera Odonata
(Libellulidae: 1 (Coccinellidae: 1 morfospesies; (Libellulidae: 1 morfospesies)
morfospesies) Carabidae: 1 morfospesies) Coleoptera
Mantodeae Hymenoptera (Coccinellidae: 2
(Mantidae: 1 morfospesies) (Formicidae: 7 morfospesies; morfospesies; Carabidae: 1
Coleoptera Vespidae: 1 morfospesies; morfospesies)
(Coccinellidae: 1 Braconidae: 1 morfospesies) Hymenoptera
morfospesies; Carabidae: 1 Orthoptera (Formicidae: 4 morfospesies;
morfospesies) (Gryllidae: 1 morfospesies) Vespidae: 1 morfospesies)
Hymenoptera Diptera Orthoptera
(Formicidae: 7 (Muscidae: 2 morfospesies; (Gryllidae: 2 morfospesies)
morfospesies; Vespidae: 1 Culicidae: 1 morfospesies) Diptera
morfospesies; Braconidae: 1 Dermaptera (Muscidae: 2 morfospesies;
morfospesies) (Forficulidae: 1 morfospesies) Culicidae: 1 morfospesies)
Orthoptera
(Gryllidae: 1 morfospesies)
Diptera
(Muscidae: 1 morfospesies;
Culicidae: 1 morfospesies)

Trofik 2 Trofik 2 Trofik 2


Lepidoptera Lepidoptera (Geometridae: 1 Lepidoptera
(Pyralidae: 1 morfospesies; morfospesies; Nymphalidae: 1 (Pyralidae: 1 morfospesies;
Nymphalidae: 1 morfospesies; Pyralidae: 1 Nymphalidae: 1
morfospesies; morfospesies; Lymantridae: 1 morfospesies)
Lymantriidae: 1 morfospesies) Diptera
morfospesies) Diptera (Tephritidae: 1 morfospesies)
Diptera (Tephritidae: 1 morfospesies) Blattaria
(Tephritidae: 1 Blattaria (Blattelidae: 1 morfospesies)
morfospesies) (Blattelidae: 1 morfospesies) Hymenoptera
Blattaria Hymenoptera (Formicidae: 1 (Formicidae: 1 morfospesies)
(Blattelidae: 1 morfospesies)
Orthoptera
morfospesies) Orthoptera
(Gryllidae: 2 morfospesies;
Hymenoptera(Formicidae: (Gryllidae: 2 morfospesies;
Acrididae: 2 morfospesies)
1 morfospesies) Acrididae: 3 morfospesies)
Orthoptera(Gryllidae: 2 Coleoptera
Coleoptera
morfospesies; Acrididae: 2 (Chrysomilidae: 1
(Chrysomilidae: 1
morfospesies) morfospesies;Buprestidae: 1
morfospesies;Buprestidae: 1
Coleoptera morfospesies)
morfospesies; Languriidae: 1
(Chrysomilidae: 1 morfospesies)
morfospesies;Scarabidae: 1 Isoptera
morfospesies; Languriidae: (Rhinotermitidae: 1
1 morfospesies) morfospesies)
Isoptera (Rhinotermitidae Dermaptera
1 morfospesies) (Forficulidae: 1 morfospesies)

Gambar 2. Struktur umum komunitas serangga berdasarkan trofik level yang terbentuk di tiap tingkatan agroforestri
(a) awal, (b) tengah, dan (c) lanjut.
Figure 2. Structure of insects community based on its trophic level on level of agroforestry (a) early, (b) middle, and
(c) advanced.

Berbeda dengan karakter vegetasi yang ada pada AF mempengaruhi jenis serangga yang ada di dua
awal, merupakan kombinasi jati dan beberapa ekosistem AF tersebut.
tanaman semusim (kacang-kacangan, singkong,
Penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa
dan/atau jagung) dominasi tutupan tanaman ada di
semakin tinggi nilai keanekaragaman jenis di suatu
dekat permukaan tanah. Karakter vegetasi yang
habitat, maka keseimbangan komunitasnya juga akan
didominasi tanaman berkayu (bertajuk) pada AF
semakin tinggi (Ludwig & Reynolds 1988). Jenis
tengah dan dominasi tanaman semusim akan
vegetasi yang lebih beragam dapat mengakibatkan

246
Jurnal Ilmu Kehutanan
Volume 10 No. 2 - Juli-September 2016

lebih banyaknya serangga (jumlah dan jenis). Pada diikuti dengan keragaman serangga namun demikian
umumnya, serangga herbivora ditemukan pada inang perlu diwaspadai potensi serangga yang dapat
karena memanfaatkan inang sebagai tempat tinggal menjadi hama tanaman (trofik 2).
atau tertarik terhadap karakter yang dimiliki oleh
inang. Perbedaan karakter habitat yang terdapat pada Kesimpulan
masing-masing tingkatan AF mengakibatkan per-
Terdapat perbedaan keragaman serangga
bedaan komunitas serangga pada level ordo (Gambar
(jumlah dan jenis) berdasarkan perbedaan tingkatan
2).
agroforestri (awal, tengah, dan lanjut) pada lahan-
Tanaman inang memberikan respon positif lahan agroforestri berbasis jati di Desa Nglanggeran,
terhadap serangga dengan memberikan sumber Zona Batur Agung, Gunungkidul. Agroforestri awal
makanan, senyawa volatil, arsitektur, dan tempat dan tengah menunjukkan kemelimpahan serangga
berlindung (Damman 1993; Schoonhoven et al. 1998). (ordo) terbanyak dengan proporsi tertinggi serangga
Secara umum, lapisan penyusun ekosistem terestrial yang berperan sebagai hama berasal dari ordo
dapat dibagi menjadi 3 tingkat yaitu tanaman inang Lepidoptera, Diptera, Blattaria, Hymenoptera,
pada tropik 1, kemudian serangga phytopagous pada Orthoptera, Coleoptera, Isoptera, dan Dermaptera.
tingkat 2, dan musuh alami di tingkat 3 (Utsumi & Tingkatan AF berpengaruh terhadap kehadiran
Ohgushi 2008). Sebagai tambahan adalah keberadaan serangga dari ordo Hymenoptera dan Diptera, lebih
organisme yang berperan sebagai dekomposer atau lanjut keragaman vegetasi (AF awal dan tengah) dapat
pengurai materi mati hanya ditemukan pada AF awal berpengaruh positif meningkatkan keanekaragaman
dan tengah. Famili Furficulidae (Dermaptera) serangga baik yang berperan sebagai hama (trofik 2)
umumnya menggunakan materi tumbuhan yang telah maupun musuh alami (trofik 3).
mati dan membusuk, namun mereka dapat pula
mengakibatkan kerusakan pada tanaman yang masih Ucapan Terima Kasih
hidup (daun, jamur, semai, dan tunas). Berapa jenis
Terima kasih penulis sampaikan kepada
dari ordo Dermaptera ini juga merupakan predator,
Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Direk-
yang memangsa serangga hidup lain dan invertebrata
torat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan
kecil. Peran yang lain dalam ekosistem adalah sebagai
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
perombak bangkai serangga invertebrata kecil.
yang telah mendanai penlitian ini melalui skema
Seperti dijelaskan sebelumnya, bahwa jumlah Hibah Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi 2016
ordo terbanyak ditemui pada AF awal dan tengah (10 dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan
ordo). Keberadaan serangga pada trofik 2 menjadi Penelitian No: 684/UN1-P.III/LT/DIT-LIT/2016.
penting karena potensinya di ekosistem untuk dapat
menjadi hama tanaman. Hasil dari penelitian ini Daftar Pustaka
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh tingkatan
Balvanera P, Pfisterer AB, Buchmann N, He JS, Nakashizuka
agroforestri terhadap status keberadaan serangga T, Raffaelli D, Schmid B. 2006. Quantifying the evidence
for biodiversity effects on ecosystem functioning and
(kemelimpahan maupun jenis) pada level ordo dan
services. Ecology Letters 9: 1146–1156.
famili. Namun demikian, pengaruh tingkatanAF Bestelmeyer BT, Wiens JA. 1996. The Effects of land use
dapat berbeda ketika pengamatan dilakukan pada structure of ground foraging ant community in the
Argentinean Chaco. Ecolological Applications 6:1225
bulan yang berbeda. Pada tingkatan AF awal dan -1240.
tengah ditemukan ordo dan famili terbanyak. Hal ini
mengindikasikan bahwa tingkat keragaman vegetasi

247
Jurnal Ilmu Kehutanan
Volume 10 No. 2 - Juli-September 2016

Bisseleua HBD, Fotio D, Missoup AD, Vidal S. 2013. Shade sensitive regions of Europe. Environmental Science and
tree diversity, cocoa pest damage, yield compensating Policy 12(8):1112-1121.
inputs and farmers’ net returns in West Africa. PloS
Ribeiro-Júnior MA, Rossi R, Miranda CL, Ávila-Pires TCS.
one 8(3): p.e56115. 2011. Influence of pitfall trap size and design on
Brose U, Hillebrand H. 2016. Biodiversity and ecosystem herpetofauna and small mammal studies in a
functioning in dynamic landscapes. Philosophical Neotropical Forest. Zoologia 28(1):80-91.
Transactions of the Royal Society B 371:20150267. Saha SK. 2006. Agroforestry and biodiversity conservation in
Bronstein JL, Alarcón R, Geber M. 2006.The evolution of tropical landscapes. 2004. Hlm. 524 dalam Schroth G, da
plant–insect mutualisms.New Phytologist 172: 412-428. Fonseca GAB, Harvey CA, Gascon C, Vasconcelos HL,
Buchan PB, Moreton RB. 1981. Flying and walking of small Izac AN, editor. Island Press, Washington DC.
insects (Musca domestica) recorded differentially with a Samson DA, Rickart EA, Gonzales PC. 1997. Ant diversity
standing-wave radar actograph. Physiological and abundance along anelevational gradient in the
Entomology 6(5): 149 – 155. Phillippines. Biotropica 29:349 - 363.
Chaplin-Kramer R, O’Rourke ME, Blitzer EJ, Kremen C. 2011. Schoonhoven LM, Jermy T, Van Loon JJA. 1998. Plants as
A meta-analysis of crop pest and natural enemy insect food: not the ideal. Hlm.83-120. Insect-plant
response to landscape complexity. Ecology biology.Springer, US.
letters 14(9):922-932. Semakula LM, Taylor RAJ, Pitts CW. 1989. Flight behavior of
Damayanti A, Triyogo A, Ratnaningrum YWN. 2016. Pattern Musca domestica and Stomoxys calcitrans (Diptera:
of insect community associated with Santalum album. Muscidae) in a Kansas dairy barn. Journal of Medical
Proceeding of International conference on biodiversity Entomology 26(6): 501-509.
.19 – 20 March 2016, Yogyakarta,. Suryanto P, Putra ETS. 2012. Traditional enrichment
Damman H. 1993. Patterns of herbivore interaction among planting in agroforestry marginal land Gunungkidul,
herbivore species. Hlm. 132–169 dalam Stamp NE, Casey Java, Indonesia. Journal of Sustainable Development
TM, editor. Caterpillars: Ecological and evolutionary 5(2): 77-87.
constraints on foraging. Chapman & Hall, New York. Suryanto P, Sabarnurdin MS, Tohari. 2005. Resouces sharing
Denno RF, Kaplan I. 2007. Plant-mediated interactions in dynamics in agroforestry systems: Basic consideration in
herbivorous insects: mechanisms, symmetry, and arrangement strategy silviculture. Jurnal Ilmu Pertanian
challenging the paradigms of competition past. Dalam 12(2): 168-181.
Ohgushi T, Craig TP, Price PW, editor. Ecological Triyogo A, Widyastuti SM. 2012. Peran serangga sebagai
communities: Plant mediation in indirect interaction vektor penyakit karat puru pada sengon (Albizia
webs. Cambridge University Press. falcataria L. Fosberg). Jurnal Agronomi Indonesia
Kaspari M, Weiser MD. 2000. Ant activity along moisture 40(1):77-82.
gradients in a neotropical forest. Biotropica Triyogo A, Yasuda H. 2013. Effect of host-plant manipulation
32(4):703-711. by a gall-inducing insect on abundance of herbivores on
Kooyman C, Onck RFM. 1987. Distribution of termite chestnut trees. Applied Entomology and
(Isoptera) species in southwestern Kenya in relation to Zoology 48(3):345-353.
land use and the morphology of their galleries. Biology Tscharntke T, et al. 2011. Multifunctional shade-tree
and Fertiliy of Soils 3:69 management in tropical agroforestry landscapes – A
Krebs CJ. 2009. Ecology: The experimental analysis of review. Journal of Applied Ecology48: 619–629
distribution and abundance.6th ed. Hlm. 655. . Uno S, Cotton J, Philpott SM. 2010 Diversity, abundance, and
Ludwig JA, Reynolds JF. 1988. Statistical ecology. J. Wiley. species composition of ants in urban greenspaces. Urban
New York. Ecosystem 13:425–441.
McKinney ML. 2008. Effects of urbanization on species Utsumi S, Ohgushi T. 2008. Host plant variation in
richness: A review of plants and animals. Urban plant-mediated indirect effects: moth boring-induced
Ecosystems 11:161–176. susceptibility of willows to a specialist leaf
Moreno CE, Sánchez-rojas G, Pineda E, Escobar F. 2007. beetle. Ecological Entomology 33(2):250-260.
Shortcuts for biodiversity evaluation: a review of Vehviläinen H, Koricheva J, Ruohomäki K. 2007. Tree
terminology and recommendations for the use of target species diversity influences herbivore abundance and
groups, bioindicators and surrogates. International damage: meta-analysis of long-term forest experiments.
Journal of Enviromental Health 1:71–86. Oecologia 152: 287-298
Ohgushi T, Craig TP, Price PW. 2007. Ecological Weidenmüller A, Mayr C, Kleineidam CJ, Roces F. 2009.
communities:plant mediation in indirect interaction Preimaginal and adult experience modulates the
webs. Cambridge University Press. thermal response behavior of ants. Current Biology
Pumariño L, Sileshi GW, Gripenberg S, Kaartinen R, Barrios 19(22):1897-1902.
E, Muchane, MN, Midega C, Jonsson M. 2015. Effects of Wilby A, Thomas MB. 2002. Are the ecological concepts of
agroforestry on pest, disease and weed control: a assembly and function of biodiversity useful frameworks
meta-analysis. Basic and Applied Ecology 16(7): 573-582. for understanding natural pest control? Agricultural and
Quinkenstein A, Woellecke J, Böhm C, Gruenewald H, Forest Entomology 4:237-43.
Freese D, Schneider BU, Huettl RF. 2009. Ecological
benefits of the alley cropping agroforestry system in

248

You might also like