Financial Distress THD Konservatisme

You might also like

Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 21

Analisis Pengaruh Kesulitan Keuangan Perusahaan terhadap

Konservatisme Akuntansi dan Analisis Faktor-Faktor yang


Mempengaruhi Kesulitan Keuangan Perusahaan

Teddy Suryadi, S.E.


(Karyawan swasta di Jakarta)

Rizka Indri Arfianti, S.E., Ak., M.M.


(Dosen tetap di Institut Bisnis dan Informatika Indonesia)

Dergibson Siagian, Ir., M.M.


(Dosen tetap di Institut Bisnis dan Informatika Indonesia)

Abstract

Financial distress can motivate managers to change the level of implementation of


accounting conservatism. There are two possibilities of increasing or decreasing the
level of accounting conservatism. Companies suffer financial difficulties due to
several factors, including the company's shareholding structure and corporate
financial performance. There are many other factors that influence the company's
financial distress. Some of them are the corporate ownership structure and corporate
financial performance. There are various types of corporate ownership structure,
including foreign ownership, banking or financial institutions ownership, managerial
ownership, and public ownership. Company's financial performance degradation in
terms of decreasing ability to produce income also affect on the opportunities of the
company suffered financial distress. Little profit is making companies need external
financing or debt. While the company's debt would cause the company have
obligations to repay debt and interest from its loans. High debt and high interest debt
will increase the probability of the company will be unsuccessful or difficult to pay it
so the company will suffer financial distress. This study concludes that the company’s
level of financial distress significantly increases the chances of the company applied
accounting conservatism. However, there is insufficient evidence that corporate
ownership structure affect the opportunities the company suffered financial distress.
While profitability and leverage as a measure of corporate financial performance have
significant impacts on financial distress.

Key Words: financial distress, accounting conservatism

Pendahuluan

Laporan keuangan sangat dibutuhkan untuk pengambilan keputusan seorang


investor. Suatu laporan keuangan bermanfaat bagi penggunanya apabila informasi
yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut dapat dipahami, relevan, andal, dan
dapat diperbandingkan. Hal ini dapat dicapai dengan memenuhi berbagai prinsip-

1
prinsip dasar akuntansi termasuk penyajian laporan keuangan. Salah satu prinsip
akuntansi yang perlu dipenuhi adalah konservatisme. Prinsip akuntansi konservatisme
adalah kecenderungan untuk mengakui rugi sedini mungkin dan menunda laba sampai
memiliki kepastian yang tinggi untuk dapat direalisasi.
Sekar Mayangsari dan Wilopo (2002) menyatakan bahwa secara intuitif prinsip
konservatisme bermanfaat karena bisa digunakan untuk memprediksi kondisi
mendatang yang sesuai dengan tujuan laporan keuangan. Konsep konservatisme yang
tidak diterapkan akan menyesatkan laporan keuangan. Hal ini menyebabkan kondisi
dan kinerja yang tercermin dalam laporan keuangan tidak mencerminkan yang
sesungguhnya. Hal ini akan merugikan pengguna laporan keuangan terutama investor
karena akan menyesatkan pengambilan keputusan oleh investor. Tingkat kesulitan
keuangan perusahaan merupakan salah satu faktor penyebab tidak diterapkannya
prinsip konservatisme.
Krisis ekonomi global telah mempengaruhi dunia usaha di Indonesia secara
keseluruhan hingga banyak perusahaan mengalami kesulitan keuangan. Sedangkan
manajer perusahaan selaku agen dituntut oleh para pemegang saham atau investor
selaku prinsipal untuk menjaga stabilitas operasional bisnisnya dan menjaga laba yang
dihasilkannya atau setidaknya mempertahankan keberadaannya. Karena dua kondisi
tersebut, maka ada kemungkinan atau potensi adanya perilaku oportunistik bahwa
manajer selaku agen akan melakukan berbagai tindakan yang tidak sesuai dengan
tujuan yang telah disepakati dengan prinsipal. Berbagai tindakan yang dapat dilakukan
tersebut seperti melakukan manajemen laba, pengakuan pendapatan yang tidak sesuai
standar akuntansi keuangan atau pendapatan fiktif, dan berbagai tindakan lainnya.
Tindakan tersebut dapat dilakukan, salah satu caranya adalah dengan mengatur tingkat
konservatisme akuntansi, yaitu dengan mengurangi tingkat konservatisme akuntansi
atau bahkan mengubah dari konservatif menjadi liberal atau optimis.
Bukan hanya krisis ekonomi global saja yang mempengaruhi kesulitan
keuangan perusahaan, tetapi masih ada berbagai faktor lainnya. Faktor-faktor tersebut
antara lain keberadaan komite audit, struktur kepemilikan saham perusahaan, kinerja
keuangan perusahaan, ukuran dewan, dan independensi dewan.
Kondisi kesulitan keuangan perusahaan yang diakibatkan krisis ekonomi global
dan berbagai faktor lain mendorong perusahaan untuk melakukan pengurangan tingkat
konservatisme akuntansi. Oleh karena itu, penelitian faktor-faktor yang
mempengaruhi kesulitan keuangan perusahaan dan pengaruh tingkat kesulitan
keuangan perusahaan terhadap konservatisme akuntansi menarik untuk dilakukan dan
penting untuk mendukung hasil penelitian sebelumnya.

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apakah tingkat kesulitan keuangan mempengaruhi tingkat


konservatisme akuntansi.
2. Untuk mengetahui apakah struktur kepemilikan saham perusahaan mempengaruhi
tingkat kesulitan keuangan perusahaan.
3. Untuk mengetahui apakah kinerja keuangan perusahaan mempengaruhi tingkat
kesulitan keuangan perusahaan.

Kajian Pustaka

2
A. Konservatisme
1. Definisi Konservatisme
Menurut Belkaoui (2000: 187) prinsip konservatisme menyatakan bahwa ketika
memilih diantara dua atau lebih teknik akuntansi yang dapat diterima, maka
preferensinya adalah memilih yang paling kecil dampaknya terhadap ekuitas
pemegang saham. Secara lebih spesifik, prinsip ini menunjukan bahwa lebih
disukai melaporkan nilai terendah untuk aset dan revenue dan nilai tertinggi
untuk utang dan expenses.

Empat masalah yang dapat mendorong penggunaan konservatisme adalah:


a. Kontrak (contracting)
Istilah kontrak mengacu pada kontrak antara pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap suatu perusahaan. Kontrak yang utama adalah
kontrak kompensasi manajemen dan kontrak utang dengan kreditur.
Penjelasan mengasumsikan adanya pilihan opsi likuidasi. Jika suatu
perusahaan yang mempunyai utang melakukan likuidasi dan realisasi aset
bersihnya berada di bawah nominal utang itu, maka kreditur akan menerima
jumlah yang lebih kecil dari nilai utangnya. Dalam hal ini kreditur lebih
menyukai pelaporan yang konservatif, karena pelaporan yang konservatif
lebih menunjukan nilai aktiva bersih yang tingkat realisasinya lebih
terjamin.
Selain itu, dengan adanya prinsip konservatisme akan membatasi
perilaku opotunistik manajer dalam menyajikan laporan keuangan sehingga
laba yang dilaporkan juga lebih kecil. Laba biasanya digunakan sebagai
indikator pembagian deviden. Dengan kecilnya laba, maka deviden yang
dibagikan juga kecil. Hal ini mengurangi risiko pembagian deviden
berlebihan yang hanya menyisakan nilai-nilai aset yang tidak dapat
terealisasi untuk membayar utang.
Di dalam kontrak kompensasi manajemen, pemilik menyukai pelaporan
yang konservatif untuk mencegah kompensasi yang tidak wajar kepada
pihak manajemen. Penjelasannya, pada kondisi ekstrim tanpa
konservatisme, pihak manajemen dapat dengan mudah mengklaim
pendapatan yang peluang terjadinya kecil sebagai pendapatan yang sah di
masa kini. Akibatnya laba yang dilaporkan menungkat dan kompensasi juga
meningkat. Jika pada akhirnya pendapatan tersebut terealisasi, maka
kejadian ini menguntungkan pihak manajemen dan menyisakan aset semu
bagi pemilik. Kesimpulan dari penjelasan kontrak ini adalah pentingnya
konservatisme untuk meredam konflik antar pihak-pihak yang
berkepentingan.
b. Tuntutan Hukum (litigation)
Tuntutan hukum mendorong perkembangan konservatisme karena
tuntutan hukum banyak muncul pada saat laba dan aktiva dicatat terlalu
tinggi.
c. Perpajakan (taxation)
Dengan konservatisme, perusahaan dapat mengurangi present value
pajak dengan jalan menunda pengakuan pendapatan sehingga menyebabkan
laba yang dilaporkan menjadi lebih rendah.
d. Peraturan (regulation)

3
Bagi penyusun standar akuntansi, konservatisme akan menghindarkan
mereka dari kritik akibat dari penyajian laporan keuangan yang overstate
daripada understate.

2. Hubungan Konservatisme dengan Pemilihan Metode Akuntansi


Standar akuntansi yang berlaku mengijinkan perusahaan untuk memilih
berbagai metode yang dapat diterapkan dalam kondisi atau transaksi yang
sama. Kebebasan memilih standar akuntansi dapat menghasilkan angka-angka
yang berbeda dalam laporan keuangan yang pada akhirnya akan menyebabkan
laba yang konservatif dan laba yang optimis. Standar Akuntansi Keuangan
yang diterbitkan IAI per September 2007 menyebutkan ada berbagai metode
yang dapat digunakan dalam kondisi atau transaksi yang sama. Metode
tersebut tercakup dalam PSAK No. 17 mengenai akuntansi penyusutan, dan
PSAK No. 19 mengenai aktiva tidak berwujud.
Jogiyanto dan Ali (2002) dan Hastoni (2004) menyatakan bahwa metode
yang paling konservatif dalam penilaian persediaan adalah metode LIFO
(asumsi perekonomian dalam keadaan inflasi). Sedangkan yang paling optimis
adalah metode FIFO. Kedua metode itu akan menghasilkan laba yang berbeda.
Penerapan metode LIFO akan menghasilkan laba yang lebih kecil
dibandingkan metode FIFO (dalam keadaan inflasi). Metode penyusutan atau
amortisasi bagi aktiva tetap atau tak berwujud akan lebih konserfatif jika
periode penyusutan semakin pendek, dan semakin optimis jika periode
penyusutan semakin panjang. Metode penyusutan dengan menggunakan saldo
menurun lebih konservatif dibandingkan metode garis lurus karena
menghasilkan kos yang lebih tinggi sehingga laba menjadi relatif lebih kecil.
Standar akuntansi mengenai pengakuan biaya riset dan pengembangan
memungkinkan perusahaan untuk memilih metode yang lebih sesuai dengan
keadaan perusahaan. Jika biaya riset diakui sebagai kos pada periode berjalan,
maka perusahaan akan menghasilkan laporan yang cenderung konservatif.
Sebaliknya apabila biaya riset dicatat sebagai aktiva, maka laporan keuangan
cenderung optimis. Biaya riset yang dicatat sebagai kos pada periode berjalan
menyebabkan kos menjadi tinggi sehingga menghasilkan laba yang kecil.

3. Pengukuran Konservatisme
Watts (2003b) dalam artikelnya yang berjudul “Conservatism in
Accounting Part II: Evidence and Research Opportunities“ menyatakan ada
tiga jenis tipe pengukuran untuk menilai konservatisme:
a. Net asset measures,
b. Earnings and accrual measures, and
c. Earnings/stock returns relation measures.
Semua tindakan bergantung pada efek pengakuan yang asimetris
konservatisme keuntungan dan kerugian atas angka-angka akuntansi yang
dilaporkan, khususnya aktiva bersih, pendapatan, dan akrual.

a. Net Asset Measures

Nilai pasar aset dan kewajiban yang terdiri dari perubahan aktiva
bersih setiap periode tetapi semua perubahan ini tidak tercatat dalam

4
rekening dan laporan keuangan. Dengan konservatisme, peningkatan nilai
aset (keuntungan) yang tidak kuat tidak dicatat sedangkan penurunan
yang tingkat verifiability yang sama dicatat. Hasilnya adalah bahwa
aktiva bersih understated - di bawah nilai pasar. Para peneliti memperoleh
perkiraan pernyataan ini dengan menggunakan model-model penilaian
saham perusahaan dan / atau rasio nilai buku aktiva bersih perusahaan
terhadap nilai ekuitas (book-to-market ratio).
Model penilaian Feltham-Ohlson biasanya digunakan untuk
memperkirakan tingkat aktiva bersih yang undervaluation. Model-model
termasuk parameter yang mencerminkan tingkat keterangan yang
mengecilkan aset operasi. Model menimbulkan understatement dengan
mengasumsikan depresiasi akuntansi melebihi depresiasi ekonomi.
Perkiraan parameter konservatisme diperoleh dari estimasi model
penilaian dan dari deret waktu estimasi hubungan antara variabel-variabel
akuntansi yang dimasukan ke model penilaian.
Beaver dan Ryan (2000) dalam Watts (2003b) mengukur
konservatisme perusahaan menggunakan rasio book-to-market perusahaan
yang didasarkan pada pemikiran bahwa, ceteris paribus, perusahaan
menggunakan akuntansi konservatif melaporkan aktiva bersih yang lebih
rendah dan rasio book-to-market lebih rendah. Menggunakan time series
dan data cross sectional yang mereka meregresi rasio book-to-market
pada tahun individu dan variabel dummy perusahaan dan pada return
saham perusahaan individual untuk saat ini dan lima tahun sebelumnya.
Koefisien perkiraan dummy perusahaan individu menangkap terus bagian
perbedaan antara nilai buku perusahaan dan nilai pasar ekuitas. Semakin
rendah koefisien, disebut sebagai "bias component", semakin banyak nilai
buku aktiva bersih yang bias ke bawah maka akuntansi perusahaan lebih
konservatif. Dengan konstruksi, karena rata-rata koefisien adalah nol,
koefisien mengestimasi konservatisme relatif dan bukan konservatisme
agregat. Book-to-market measure digunakan untuk mengukur proksi
sejauh mana konservatisme bervariasi di seluruh perusahaan.

b. Earnings/Accrual Measures

Ukuran konservatisme ini menggunakan akrual, yaitu selisih antara


net income dan cash flow. Net income yang digunakan adalah net income
sebelum depresiasi dan amortisasi, sedangkan cash flow yang digunakan
adalah cash flow operasional. Givoly dan Hayn (2002) melihat
kecenderungan dari akun akrual selama beberapa tahun. Apabila terjadi
akrual negatif (net income lebih kecil daripada cash flow operasional)
yang konsisten selama beberapa tahun, maka merupakan indikasi
diterapkannya konservatisme. Selain itu, Givoly membagi akrual menjadi
dua, yaitu operating accrual yang merupakan jumlah akrual yang muncul
dalam laporan keuangan sebagai hasil dari kegiatan operasional
perusahaan dan non operating accrual yang merupakan jumlah akrual
yang muncul diluar hasil kegiatan operasional perusahaan.

c. Earnings/Stock Returns Relation Measures

5
Stock market price berusaha untuk mencerminkan perubahan nilai
aset pada saat terjadinya perubahan baik perubahan atas kerugian maupun
keuntungan dalam nilai asset- stock return tetap berusaha untuk
melaporkannya sesuai dengan waktunya. Basu (1997) menyatakan bahwa
konservatisme menyebabkan kejadian-kejadian yang merupakan kabar
buruk atau kabar baik terefleksi dalam laba yang tidak sama (asimetri
waktu pengakuan). Hal ini disebabkan karena salah satu definisi
konservatisme menyebutkan bahwa kejadian yang diperkirakan akan
menyebabkan kerugian bagi perusahaan dan harus segera diakui sehingga
mengakibatkan kabar buruk lebih cepat terefleksi dalam laba
dibandingkan kabar baik. Basu (1997) memprediksi bahwa pengembalian
saham dan penghasilan cenderung mencerminkan kerugian dalam periode
yang sama, tapi pengembalian saham mencerminkan keuntungan lebih
cepat daripada earnings.

B. Kesulitan Keuangan Perusahaan


1. Definisi Kesulitan Keuangan
Brigham dan Gapenski (1997: 1034) menyatakan ada beberapa definisi
kesulitan keuangan, sesuai tipenya, yaitu economic failure, business failure,
technical insolvency, insolvency in bankruptcy, dan legal bankruptcy. Berikut
ini adalah penjelasannya:
a. Economic failure
Kegagalan ekonomi adalah keadaan dimana pendapatan perusahaan tidak
dapat menutupi total biaya, termasuk cost of capital. Bisnis ini dapat
melanjutkan operasinya bila kreditur mau menyediakan modal dan
pemiliknya mau menerima tingkat pengembalian (rate of return) di bawah
pasar.
b. Business failure
Kegagalan bisnis didefinisikan sebagai bisnis yang menghentikan operasi
dengan akibat kerugian kepada kreditur.
c. Technical insolvency
Technical insolvency adalah keadaaan dimana perusahaan tidak dapat
memenuhi kewajiban lancar ketika jatuh tempo. Ketidakmampuan
membayar hutang secara teknis menunjukkan kekurangan likuiditas yang
sifatnya sementara, yang jika diberi waktu, perusahaan mungkin dapat
membayar hutangnya dan survive. Di sisi lain, jika technical insolvency
adalah gejala awal kegagalan ekonomi, ini mungkin menjadi perhentian
pertama menuju bencana keuangan (financial disaster).
d. Insolvency in bankruptcy
Suatu perusahaan dikatakan dalam keadaan Insolvent in bankruptcy jika
nilai buku hutang melebihi nilai pasar aset. Kondisi ini lebih serius daripada
technical insolvency karena, umumnya, ini adalah tanda economic failure,
dan bahkan mengarah kepada likuidasi bisnis. Perusahaan dalam keadaan
insolvent in bankruptcy tidak perlu terlibat dalam tuntutan kebangkrutan
secara hukum.
e. Legal bankruptcy
Perusahaan dikatakan bangkrut secara hukum jika telah diajukan tuntutan
secara resmi dengan undang-undang.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesulitan Keuangan Perusahaan

6
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan keuangan perusahaan yang
digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
a. Struktur Kepemilikan
Kemungkinan suatu perusahaan berada pada posisi tekanan keuangan
juga banyak dipengaruhi oleh struktur kepemilikan perusahaan tersebut.
Struktur kepemilikan tersebut menjelaskan komitmen dari pemiliknya
untuk menyelamatkan perusahaan. Struktur kepemilikan antara lain dapat
berupa kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan kepemilikan
asing.
Deng dan Wang (2006) dalam Fachrudin (2008: 42) menuliskan dua
argumen mengenai peran kepemilikan manajerial dalam tata kelola
perusahaan – convergence of interest (pemusatan kepentingan) atau
managerial entrenchment (pertahanan manajerial). Ketika kepemilikan
manajerial meningkat, dorongan untuk menggelapkan sumber daya
perusahaan menurun. Hipotesis pemusatan kepentingan (convergence-of-
interest) Jensen and Meckling mendukung argumen ini. Mereka
memandang bahwa manajer mengalokasikan sumber daya perusahaan
untuk memuaskan kepentingan diri sendiri, yang dengan begitu
mengganggu kepentingan pemegang saham diluar manajemen tersebut
(outside shareholder). Kepemilikan manajerial, bagaimanapun, dapat
menyatukan kepentingan pemegang saham dari dalam dan dari luar
manajemen. Sebaliknya, ketika manajer mengontrol cukup kepemilikan
untuk mendominasi dewan, mereka dapat mengambil alih dari para
pemegang saham tanpa khawatir posisi dan kompensasinya terancam.
Semakin besar kepemilikan manajerial dan lebih banyak hak voting yang
dikontrol oleh manajemen, semakin kecil kemungkinan terjadi hostile
takeover, yang konsekuensinya memperkuat pertahanan manajerial
(managerial entrenchment). Semakin besar proporsi kepemilikan manajer,
semakin kecil kemampuan para pemegang saham untuk menekan mereka
dalam tindakan untuk kepentingannya.
Kepemilikan institusional dari pihak luar berfungsi sebagai external
monitoring. Kepemilikan institusional ini berpengaruh positif terhadap
pengambilan keputusan perusahaan, dan berhubungan positif dengan
kemungkinan survive perusahaan kesulitan keuangan (Parker, et al., 2002)
dalam Fachrudin (2008: 42).
Penelitian yang dilakukan oleh Classens, et al. (1999) mengenai
struktur kepemilikan di Republik Ceko menyatakan bahwa nilai suatu
perusahaan akan lebih tinggi apabila perusahaan tersebut dimiliki oleh
lembaga keuangan yang disponsori oleh bank. Hal ini menjelaskan bahwa
bank, sebagai pemilik perusahaan, akan menjalankan fungsi
monitoringnya dengan lebih baik dan investor percaya bahwa bank tidak
akan melakukan ekspropriasi atas aset perusahaan. Selain itu, apabila
perusahaan tersebut dimiliki oleh perbankan maka apabila perusahaan
tersebut menghadapi masalah keuangan maka perusahaan akan lebih
mudah mendapatkan suntikan dana dari bank tersebut. Classens et al.
(1999) menyatakan bahwa kepemilikan oleh bank akan menurunkan
kemungkinan perusahaan mengalami kebangrutan. Namun, apabila
struktur kepemilikan perusahaan dimiliki oleh dewan direksi atau dewan
komisarisnya maka dewan tersebut justru akan cenderung melakukan
tindakan-tindakan ekspropriasi yang menguntungkannya secara pribadi

7
Oleh karena itu dengan kepemilikan perusahaaan dimiliki oleh
direksi semakin meningkat maka keputusan yang diambil oleh direksi akan
lebih cenderung untuk menguntungkan dirinya dan secara keseluruhan
akan merugikan perusahaan sehingga kemungkinan nilai perusahaan akan
cenderung mengalami penurunan.

b. Kinerja keuangan perusahaan


Wruck (1990) dalam Fachrudin (2008: 12) mengatakan bahwa
kesulitan keuangan terjadi akibat economic distress, penurunan dalam
industri perusahaan, dan manajemen yang buruk. Manajemen yang buruk
didefinisikan sebagai kecenderungan penurunan persentase pendapatan
operasi perusahaan terhadap pendapatan operasi industri dalam lima tahun
terakhir.
Para pakar (Mackey, 1983); (Kaplan, 1993); (Fejerstein, 1996);
(Robbie, Wright, dan Ennew, 1993) dalam Fachrudin (2008: 12)
mengemukakan penyebab kegagalan perusahaan yang lain yaitu: tidak
adanya atau kurangnya upaya mengawasi kondisi keuangan sehingga
penggunaan uang tidak sesuai dengan keperluan, akibatnya perusahaan
kekurangan uang untuk membayar gaji, membeli bahan baku, dan
membayar hutang; hutang yang berlebihan (highly leverage), kualitas
manajemen rendah, dan pegawai yang tidak jujur; modal tidak mencukupi,
piutang lapuk, rugi bersih, aliran kas tidak mencukupi, kerugian karena
tuntutan undang-undang, manajer tidak berpengalaman, manajer tidak
pandai, manajemen kredit yang tidak baik, perusahaan bermasalah,
pembelian yang berlebihan, aset yang hilang, lokasi yang tidak sesuai,
persaingan yang ketat, penentuan harga tidak tepat, biaya penjualan yang
tinggi; serta kegagalan mengurus modal kerja .
Brigham dan Daves (2004: 838) menyatakan studi kasus
menunjukkan bahwa kesulitan keuangan biasanya terjadi karena
serangkaian kesalahan, pengambilan keputusan yang tidak tepat, dan
kelemahan-kelemahan yang saling berhubungan yang dapat
mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung kepada
manajemen. Sinyal-sinyal potensi kesulitan keuangan biasanya nampak
jelas melalui analisa rasio sebelum perusahaan benar-benar gagal.

Berdasarkan berbagai penjelasan teori diatas, maka kerangka pemikiran dapat


digambarkan sebagai berikut.

Struktur Kepemilikan Saham


Perusahaan
Kesulitan Konser-
Keuangan vatisme
Kinerja Keuangan Perusahaan
Perusahaan:
- Likuiditas
- Leverage

8
9
Hipotesis

H1 : Tingkat kesulitan keuangan perusahaan berpengaruh terhadap penerapan


konservatisme akuntansi
H2 : Struktur kepemilikan saham perusahaan berpengaruh terhadap kesulitan
keuangan perusahaan
H3 : Semakin tinggi tingkat profitability maka semakin kecil peluang perusahaan
mengalami kesulitan keuangan.
H4 : Semakin tinggi tingkat leverage maka semakin besar peluang perusahaan
mengalami kesulitan keuangan.

Metoda dan Bahan:

1. Perusahaan sampel terdaftar di BEI selama tahun 2005 - 2008.


2. Perusahaan sampel bergerak di bidang manufaktur, bukan jenis lainnya, sesuai
dengan pengklasifikasian dalam Indonesian Capital Market Directory
(ICMD).
3. Perusahaan sampel memiliki data keuangan yang diaudit dan dipublikasikan
dengan lengkap.
4. Laporan keuangan perusahaan dilaporkan dalam mata uang rupiah.
5. Perusahaan terus beroperasi dalam pengertian setiap tahun melakukan
penjualan.

Hasil dan Pembahasan

1. Analisis regresi logistik untuk pengaruh tingkat kesulitan keuangan


perusahaan terhadap tingkat konservatisme akuntansi
Model regresi logistik yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Ln (Pi/(1-Pi)) = 1,663 - 0,834 KKP
P-Value = (0,000) (0,000)

a. Uji pooling data dengan the dummy variable approach


Hasil analisis regresi logistik dari model pengaruh tingkat kesulitan
keuangan perusahaan terhadap tingkat konservatisme akuntansi
menunjukan bahwa nilai probabilitas untuk nilai wald statistic untuk
variabel dummy D1, D2, D3 dan variabel hasil kali dummy dengan variabel
bebas yaitu KKP_D1, KKP_D2, KKP_D3 masing-masing adalah sebesar
0.723, 0.797, 0.366 dan 0.455, 0.907, 0.275. Masing-masing variabel
tersebut tidak ada yang memiliki nilai probabilitas yang lebih kecil dari 5%
sehingga persamaan logistik untuk setiap tahun tidak berbeda satu dengan
lainnya. Dengan demikian, data observasi dapat di-pooling antara time
series dan cross sectional.

10
Tabel 4.1
Variabel-variabel untuk uji pooling
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 1a KKP -.983 .236 17.342 1 .000 .374
D1_KKP .250 .335 .558 1 .455 1.284
D2_KKP -.043 .368 .014 1 .907 .958
D3_KKP .359 .328 1.193 1 .275 1.431
D1 -.188 .532 .125 1 .723 .828
D2 -.140 .543 .066 1 .797 .869
D3 -.468 .517 .818 1 .366 .626
Constant 1.869 .383 23.802 1 .000 6.484
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS

b. Bosmer and Lemeshow’s goodness of fit test


Nilai probabilitas Hosmer and Lemeshow’s goodness of fit test adalah
sebesar 0.818. Nilai ini relatif cukup jauh diatas 5% sehingga hipotesis nol,
yang menyatakan model yang dihipotesakan fit dengan data, tidak ditolak
atau dengan kata lain, model regresi logistik tersebut dapat digunakan untuk
penelitian.

Tabel 4.2
Hosmer and Lemeshow’s
Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square df Sig.
1 4.413 8 .818
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS

c. Uji Likelihood ratio


Tabel Iteration History untuk Block 0 menunjukan nilai -2LogL sebesar
601.169 yaitu untuk model yang hanya menggunakan konstanta dalam regresi
logistik, sedangkan pada tabel Iteration History untuk Block 1 menunjukan
nilai -2LogL sebesar 532.425. Dengan demikian diperoleh selisih -2LogL
sebesar 68.744 (601.169-532.425). Sedangkan nilai χ2 untuk α 5% dan df 1
diperoleh nilai sebesar 3.84. Karena selisih -2LogL lebih besar daripada nilai
χ2 maka hipotesis nol ditolak dan model dengan penambahan variabel
kesulitan keuangan perusahaan kedalam model memperbaiki model.

d. Wald Statistic
Dari tabel dibawah dapat dilihat bahwa variabel kesulitan keuangan
memiliki nilai signifikan dibawah 5%, oleh karena itu, hipotesis nol yang
menyatakan β = 0 atau tingkat kesulitan keuangan tidak mempengaruhi
peluang perusahaan menerapkan konservatisme akuntansi ditolak. Dengan
kata lain, hipotesis alternatif yang menyatakan kesulitan keuangan perusahaan

11
mempengaruhi peluang perusahaan menerapkan konservatisme akuntansi
diterima.

Tabel 4.3
Wald Statistic
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
a
Step 1 KKP .834 .121 47.381 1 .000 2.303
Constant 1.663 .184 81.770 1 .000 5.273
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS

e. Uji Nagelkerke’s R square


Nilai Nagelkerke’s R square menjelaskan seberapa besar variabilitas
variabel terikat dapat dijelaskan oleh variabel bebas. Oleh karena itu, nilai
Nagelkerke’s R square sebesar 18,9% menyatakan bahwa 18,9% variabilitas
konservatisme akuntansi dapat dijelaskan oleh variable tingkat kesulitan
keuangan perusahaan. Dengan demikian, sebesar 81,1% varians
konservatisme akuntansi belum dijelaskan oleh model dalam penelitian ini.

Tabel 4.4
Nagelkerke’s R square

Model Summary
-2 Log Cox & Snell Nagelkerke R
Step likelihood R Square Square
1 532.425a .137 .189
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS

2. Analisis regresi logistik untuk faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat


kesulitan keuangan perusahaan
Model regresi logistik yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Tahun 2005
Ln (Pi/(1-Pi)) = -0,996 – 0,279KEP – 3,275 GPM + 2,502 DEBT
P-Value = (0, 202) (0, 779) (0, 016) (0, 003)
Tahun 2006
Ln (Pi/(1-Pi)) = -0,359 - 0,394 KEP – 3,043 GPM + 2,069
DEBT
P-Value = (0, 647) (0, 688) (0, 011) (0, 007)
Tahun 2007
Ln (Pi/(1-Pi)) = -0,800 + 0,324 KEP – 3,059 GPM + 1,153
DEBT
P-Value = (0, 362) (0, 745) (0, 039) (0, 049)
Tahun 2008

12
Ln (Pi/(1-Pi)) = -1,956 - 0,870 KEP – 3,570 GPM + 5,328
DEBT
P-Value = (0, 066) (0, 457) (0, 019) (0,000)

a. Uji pooling data dengan the dummy variable approach


Hasil regresi logistik dari model pengaruh tingkat kesulitan keuangan
perusahaan terhadap tingkat konservatisme akuntansi menunjukan bahwa nilai
probabilitas untuk nilai wald statistic untuk variabel dummy D1, D2, D3 dan
variabel hasil kali dummy dengan variabel bebas yaitu DEBT_D1, DEBT_D2,
DEBT_D3, GPM_D1, GPM_D2, GPM_D3, KEP_D1, KEP_D2, KEP_D3
masing-masing adalah sebesar 0.467, 0.227, 0.401 dan 0.078, 0.038, 0.005,
0.885, 0.786, 0.810, 0.700, 0.756, 0.437. Hampir seluruh variabel tersebut
memiliki nilai probabilitas yang lebih besar dari 5%, namun ada dua variabel
yang memiliki nilai probabilitas dibawah 5%. Dengan demikian, data
observasi tidak dapat di-pooling antara time series dan cross sectional. Oleh
karena itu, pada model ini akan dianalisis secara per tahun pengamatan.

Tabel 4.5
Variabel-variabel untuk uji pooling

Variables in the Equation


B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 1a DEBT 5.328 1.370 15.125 1 .000 205.946
GPM -3.570 1.525 5.482 1 .019 .028
KEP -.870 1.170 .553 1 .457 .419
D1 .959 1.318 .530 1 .467 2.610
D2 1.597 1.321 1.462 1 .227 4.938
D3 1.156 1.377 .705 1 .401 3.178
DEBT_D1 -2.825 1.603 3.105 1 .078 .059
GPM_D1 .295 2.041 .021 1 .885 1.343
KEP_D1 .591 1.536 .148 1 .700 1.806
DEBT_D2 -3.258 1.569 4.314 1 .038 .038
GPM_D2 .526 1.935 .074 1 .786 1.693
KEP_D2 .475 1.527 .097 1 .756 1.609
DEBT_D3 -4.175 1.490 7.852 1 .005 .015
GPM_D3 .511 2.125 .058 1 .810 1.666
KEP_D3 1.193 1.537 .603 1 .437 3.298
Constant -1.956 1.062 3.390 1 .066 .141
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS

b. Hosmer and Lemeshow’s goodness of fit test

13
Nilai probabilitas Hosmer and Lemeshow’s goodness of fit test masing-
masing tahun dari 2005-2008 adalah sebesar 0.288, 0.519, 0.928, dan 0.767.
Nilai signifikan ini berada diatas 5% sehingga hipotesis nol, yang menyatakan
model yang dihipotesakan fit dengan data, tidak ditolak atau dengan kata lain,
model regresi logistik tersebut dapat digunakan untuk penelitian.

Tabel 4.6
Hosmer and Lemeshow’s

Hosmer and Lemeshow Test


Tahun Chi-square df Sig.
2005 9.677 8 .288
2006 7.166 8 .519
2007 3.096 8 .928
2008 4.914 8 .767
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS

c. Uji Likelihood ratio


Pada tahun 2005, tabel Iteration History untuk Block 0 menunjukan
nilai -2LogL sebesar 158.407 yaitu untuk model yang hanya menggunakan
konstanta dalam regresi logistik, sedangkan pada tabel Iteration History untuk
Block 1 menunjukan nilai -2LogL sebesar 134.483. Dengan demikian
diperoleh selisih -2LogL sebesar 23.924 (158.407-134.483). Sedangkan nilai
χ2 untuk α 5% dan df 3 diperoleh nilai sebesar 7.81. Karena selisih -2LogL
lebih besar daripada nilai χ2 maka hipotesis nol ditolak dan model dengan
penambahan variabel bebas kedalam model memperbaiki model.
Pada tahun 2006, tabel Iteration History untuk Block 0 menunjukan
nilai -2LogL sebesar 162.160 yaitu untuk model yang hanya menggunakan
konstanta dalam regresi logistik, sedangkan pada tabel Iteration History untuk
Block 1 menunjukan nilai -2LogL sebesar 140.446. Dengan demikian
diperoleh selisih -2LogL sebesar 21.714 (162.160-140.446). Sedangkan nilai
χ2 untuk α 5% dan df 3 diperoleh nilai sebesar 7.81. Karena selisih -2LogL
lebih besar daripada nilai χ2 maka hipotesis nol ditolak dan model dengan
penambahan variabel bebas kedalam model memperbaiki model.
Pada tahun 2007, tabel Iteration History untuk Block 0 menunjukan
nilai -2LogL sebesar 154.933 yaitu untuk model yang hanya menggunakan
konstanta dalam regresi logistik, sedangkan pada tabel Iteration History untuk
Block 1 menunjukan nilai -2LogL sebesar 141.026. Dengan demikian
diperoleh selisih -2LogL sebesar 13.907 (154.933-141.026). Sedangkan nilai
χ2 untuk α 5% dan df 3 diperoleh nilai sebesar 7.81. Karena selisih -2LogL
lebih besar daripada nilai χ2 maka hipotesis nol ditolak dan model dengan
penambahan variabel bebas kedalam model memperbaiki model.
Pada tahun 2005, tabel Iteration History untuk Block 0 menunjukan
nilai -2LogL sebesar 161.161 yaitu untuk model yang hanya menggunakan
konstanta dalam regresi logistik, sedangkan pada tabel Iteration History untuk
Block 1 menunjukan nilai -2LogL sebesar 113.864. Dengan demikian
diperoleh selisih -2LogL sebesar 47.297 (161.161-113.864). Sedangkan nilai
χ2 untuk α 5% dan df 3 diperoleh nilai sebesar 7.81. Karena selisih -2LogL

14
lebih besar daripada nilai χ2 maka hipotesis nol ditolak dan model dengan
penambahan variabel bebas kedalam model memperbaiki model.

d. Wald Statistic
Dari tabel dibawah dapat dilihat bahwa variabel GPM dan DEBT yang
merupakan proksi dari variabel kinerja keuangan perusahaan memiliki nilai
signifikan dibawah 5% untuk setiap tahunnya dari 2005-2008, oleh karena itu,
hipotesis nol yang menyatakan β = 0 atau kinerja keuangan perusahaan tidak
mempengaruhi peluang perusahaan mengalami kesulitan keuangan ditolak.
Dengan kata lain, hipotesis alternatif yang menyatakan kinerja keuangan
perusahaan mempengaruhi peluang perusahaan mengalami kesulitan keuangan
perusahaan diterima. Hal ini bertentangan dengan variabel struktur
kepemilikan yang memiliki nilai signifikan diatas 5% untuk setiap tahun
pengamatan yang mengartikan bahwa hipotesis nol tidak ditolak sehingga
struktur kepemilikan, dalam penelitian ini berupa kepemilikan institusional,
tidak berpengaruh terhadap peluang perusahaan mengalami kesulitan
keuangan.

e. Nagelkerke’s R square
Nilai Nagelkerke’s R square menjelaskan seberapa besar variabilitas
variabel terikat dapat dijelaskan oleh variabel bebas. Oleh karena itu, untuk
tahun 2005 nilai Nagelkerke’s R square sebesar 24,9% menyatakan bahwa
24,9% variabilitas kesulitan keuangan perusahaan dapat dijelaskan oleh
variabel bebas yaitu kinerja keuangan perusahaan dan struktur kepemilikan.
Dengan demikian, sebesar 75,1% varians kesulitan keuangan perusahaan
belum dijelaskan oleh model dalam penelitian ini. Hal yang sama juga berlaku
untuk tahun-tahun lainya, yaitu pada tahun 2006 dengan nilai Nagelkerke’s R
square sebesar 22,6%, tahun 2007 dengan nilai Nagelkerke’s R square sebesar
15,3%, dan tahun 2008 dengan nilai Nagelkerke’s R square sebesar 44,5%.

Tabel 4.8
Nagelkerke’s R square

Model Summary
-2 Log Cox & Snell Nagelkerke R
Tahun
likelihood R Square Square
2005 134.483a .185 .249
2006 140.446a .169 .226
2007 141.026a .112 .153
2008 113.864a .333 .445
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS

15
Hasil Penelitian

1. Pengaruh tingkat kesulitan keuangan perusahaan terhadap tingkat


konservatisme akuntansi
Kesulitan keuangan perusahaan terbukti memiliki pengaruh terhadap
kemungkinan diterapkannya konservatisme akuntansi. Hal ini menunjukan
bahwa manager akan mengubah tingkat konservatisme akuntansi dalam
laporan keuangan perusahaan apabila sedang dalam kondisi kesulitan
keuangan. Pengaruh kesulitan keuangan perusahaan terhadap konservatisme
akuntansi adalah pengaruh positif. Dengan demikian semakin tinggi kesulitan
keuangan perusahaan akan meningkatkan peluang perusahaan menerapkan
konservatisme akuntansi dalam melaporkan laporan keuangan.
Hasil penelitin ini mendukung teori signaling yang menyatakan bahwa
jika kondisi keuangan dan prospek perusahaan baik, manajer memberi sinyal
dengan menyelenggarakan akuntansi liberal yang tercermin dalam akrual
diskresioner positif untuk menunjukkan bahwa kondisi keuangan perusahaan
dan laba perioda kini serta yang akan datang lebih baik daripada yang
diimplikasikan oleh laba non-diskresioner perioda kini. Jika perusahaan dalam
kesulitan keuangan dan mempunyai prospek buruk, manajer memberi sinyal
dengan menyelenggarakan akuntansi konservatif yang tercermin dalam akrual
diskresioner negatif untuk menunjukkan bahwa kondisi keuangan perusahaan
dan laba perioda kini serta yang akan datang lebih buruk daripada laba non-
diskresioner perioda kini. Dengan demikian, tingkat kesulitan keuangan
perusahaan yang semakin tinggi akan mendorong manajer untuk menaikkan
tingkat konservatisme akuntansi, dan sebaliknya.
Hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian Eko Widodo Lo
(2005) yang juga menyatakan bahwa kesulitan keuangan perusahaan
berpengaruh positif terhadap tingkat konservatisme akuntansi. Hal yang
serupa juga disimpulkan oleh Basu (1997) yang menyatakan bahwa laba lebih
cepat diakui dalam laporan publik atas bad news mengenai arus kas
mendatang daripada good news. Ding dan Stolowy (2006) juga menyimpulkan
bahwa kabar baik memiliki dampak pada pendapatan tertunda dan sebaliknya,
berita buruk tercermin cepat di penghasilan.

2. Pengaruh struktur kepemilikan saham perusahaan terhadap kesulitan


keuangan perusahaan
Struktur kepemilikan dengan proksi kepemilikan institusional tidak
memiliki pengaruh signifikan terhadap peluang perusahaan mengalami
kesulitan keuangan. Hal ini menyimpulkan bahwa tinggi rendahnya
kepemilikan saham oleh institusi, ceteris paribus, tidak mempengaruhi
kemungkinan atau peluang perusahaan mengalami kesulitan keuangan.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian Deng dan Wang (2006) dalam
Fachrudin (2008: 61) yang tidak menemukan hubungan antara kepemilikan
manajemen dengan status kesulitan keuangan. Simpson dan Gleason (1998)
dalam Fachrudin (2008: 61) juga tidak menemukan hubungan antara
kepemilikan manajemen dengan kemungkinan kesulitan keuangan pada
industri perbankan. Kepemilikan institusi memang berhubungan dengan fungsi
pengawasan, tetapi apabila institusi sebagai pemilik perusahaan tidak
melakukan fungsi pengawasannya dengan baik, maka kepemilikan institusi

16
menjadi tidak berpengaruh terhadap peluang perusahaan mengalami kesulitan
keuangan.

3. Pengaruh kinerja keuangan perusahaan terhadap kesulitan keuangan


perusahaan
Profitability yang diukur dengan gross profit margin memiliki pengaruh
negatif yang signifikan terhadap kesulitan keuangan perusahaan. Oleh karena
itu, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi penjualan atau laba kotor, ceteris
paribus, maka semakin kecil kemungkinan perusahaan akan mengalami
kesulitan keuangan. Hal ini mendukung pernyataan bahwa semakin besar
kemampuan suatu perusahaan menghasilkan laba maka akan semakin kecil
menggunakan sumber pendanaan yang berasal dari eksternal atau hutang
sehingga lebih kecil kemungkinan perusahaan tersebut mengalami kesulitan
keuangan.
Hasil penelitian ini mendukung kesimpulan Whittaker dalam Fachrudin
(2008: 12) yang menyatakan bahwa kesulitan keuangan terjadi akibat
penurunan persentase pendapatan perusahaan. Pendapatan yang terus
menurun akan meningkatkan kemungkinan perusahaan mengalami kesulitan
keuangan dan sebaliknya.
Leverage yang diukur dengan debt ratio memiliki pengaruh positif yang
signifikan terhadap kesulitan keuangan perusahaan. Hal ini mengartikan
bahwa semakin tinggi hutang perusahaan, ceteris paribus, maka semakin
tinggi kemungkinan perusahaan akan mengalami kesulitan keuangan karena
perusahaan harus melakukan pembayaran atas hutang-hutang yang
dilakukannya berikut dengan bunga atas hutang tersebut. Semakin besar
pembiayaan dari hutang maka semakin besar beban bunga tetap dan semakin
besar pula probabilitas bahwa penurunan earning akan mengarah kepada
kesulitan keuangan.
Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Andrade dan Kaplan
(1996) yang menyimpulkan leverage yang tinggi merupakan penyebab utama
kesulitan keuangan untuk perusahaan-perusahaan. Baxter (1967), Stiglitz
(1972), Kraus dan Litzenberger (1973), dan Kim (1978) dalam Fachrudin
(2008: 19) mengatakan bahwa jika porsi hutang dalam struktur modal
perusahaan meningkat, kemungkinan bangkrut juga meningkat. Fachrudin
(2008: 107) juga menyatakan bahwa struktur modal yang didominasi oleh
hutang sangat rentan terhadap krisis dan sangat berpeluang meningkatkan
kesulitan keuangan.

Simpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka penulis dapat menarik beberapa


kesimpulan. Kesimpulan tersebut antara lain:
1. Tingkat kesulitan keuangan perusahaan memiliki pengaruh positif
terhadap tingkat konservatisme akuntansi.
2. Tidak terdapat cukup bukti bahwa struktur kepemilikan saham
perusahaan memiliki pengaruh terhadap tingkat kesulitan keuangan
perusahaan.
3. Kinerja keuangan perusahaan dengan proksi profitability memiliki
pengaruh negatif terhadap tingkat kesulitan keuangan perusahaan. Sedangkan

17
kinerja keuangan perusahaan dengan proksi leverage memiliki pengaruh
positif terhadap tingkat kesulitan keuangan perusahaan.

Sedangkan saran-saran yang dianjurkan oleh penulis dalam penelitian ini antara
lain:
1. Bagi Investor
Investor dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk mengetahui
peluang perusahaan mengubah tingkat konservatisme akuntansinya apabila
sedang dalam kondisi kesulitan keuangan. Selain itu, investor dapat
menggunakan kinerja keuangan dengan ukuran profitability dan leverage
perusahaan untuk mengetahui peluang perusahaan mengalami kesulitan
keuangan sehingga investor mendapatkan salah satu masukan bermanfaat
untuk mengambil suatu keputusan untuk berinvestasi.
2. Bagi Akademisi
Penelitian ini dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi
akademisi untuk mendukung ilmu akuntansi khususnya akuntansi keuangan
seperti untuk menguji apakah suatu teori yang berkaitan dengan ilmu
akuntansi masih relevan dan untuk mendukung hasil penelitian sebelumnya
dan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.
3. Bagi Penelitian Selanjutnya
Mengubah proksi yang digunakan untuk mengukur struktur kepemilikan
saham perusahaan misalnya dengan kepemilikan asing, kepemilikan oleh bank
atau lembaga keuangan, atau kepemilikan lainnya agar struktur kepemilikan
saham perusahaan dapat diidentifikasikan.
4. Bagi Perusahaan
Penelitian ini dapat menjadi salah satu masukan yang bermanfaat bagi
perusahaan untuk mengetahui salah satu faktor yang mengubah tingkat
konservatisme akuntansi. Selain itu, perusahaan perlu memantau kinerja
keuangannya dengan proksi profitability dan leverage agar tindakan preventif
terhadap peluang kebangkrutan suatu perusahaan dapat dilakukan.

18
Daftar Pustaka

A.A.A. Ratna Dewi (2003), “Pengaruh Konservatisma Laporan Keuangan Terhadap


Earnings Response Coefficient”, Simposium Nasional Akuntansi VI.
Agnes Sawir (2001), Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan
Perusahaan, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Altman, Edwards I. (1968), “Financial Ratios, Discriminate Analysis and the
Prediction of Corporate Bankruptcy”, Journal of Finance, Vol. 23.
Andrade, Gregor dan Steven N. Kaplan (1996), “How Costly is Financial (not
Economic) Distress? Evidence from Highly Leveraged Transactions that
Became Distressed”, November, sumber: http://ssrn.com/ (diakses 30
November 2009).
Ball, R. et al. (2000), “The Effect of International Institutional Factors on Properties
of Accounting Earnings”, Journal of Accounting and Economics, Vol. 29.
Basu, S. (1997), “The conservatism principle and the asymmetric timeliness of
earnings”, Journal of Accounting and Economics, Vol. 24.
Belkaoui, Ahmed Riahi (2000), Teori Akuntansi, Edisi 1, Jilid 1, Terjemahan oleh
Marwata et al., Jakarta, Salemba Empat.
Belkaoui, Ahmed Riahi (2001), Teori Akuntansi, Edisi 1, Jilid 2, Terjemahan oleh
Marwata et al., Jakarta, Salemba Empat.
Brigham, Eugene F. dan Louis C. Gapenski (1997), Financial Management – Theory
and Practice, Edisi 8, United States of America: The Dryden Press.
Brigham, Eugene F. dan Philip R. Daves (2004), Intermediete Financial Management,
Edisi 8, United States of America: Thomson South-Western.
Chen, X dan Q. Cheng (2002), Paper: “Abnormal Accrual-Based Anomaly and
Managers’s Motivation to Record Abnormal Accruals”, University of Chicago
dan University of Winconsin. Madison.
Claessens, S. et al. (1999), Paper: “Resolution of Corporate Distress in East Asia”,
World Bank Policy Research June.
Cooper, D. dan Pamela S. Schindler (2006), Metode Riset Bisnis, Edisi 9, Jilid 1,
Terjemahan oleh Budijanto et al, Jakarta, Media Global Edukasi.
Dergibson Siagian dan Sugiarto (2001), Metode Statistika, Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Ding, Yuan dan Herve Stolowy (2006), “Timeliness and conservatism Changes over
time in the properties of accounting income in France”, Review of Accounting
and Finance, Vol. 5.
Dwi Yana Amalia S. Fala (2007), ”Pengaruh Konservatisma Akuntansi Terhadap
Penilaian Ekuitas Perusahaan Dimoderasi Oleh Good Corporate
Governance”, Simposium Nasional Akuntansi 10.
E. Budi Setyarno et al. (2006), ”Pengaruh Kualitas Audit, Kondisi Keuangan
Perusahaan, Opini Audit Tahun Sebelumnya, Pertumbuhan Perusahaan
Terhadap Opini Audit Going Concern”, Simposium Nasional Akuntansi 9.
Eko Widodo Lo (2005), ”Pengaruh Tingkat Kesulitan Keuangan terhadap
Konservatisme Akuntansi”, Simposium Nasional Akuntansi VIII.
Elloumi, Fathi dan Jean-Pierre Gueyie (2001), “Financial Distress and Corporate
Governance: an Empirical Analysis”, Vol. 1,
sumber://www.proquest.com/pqdweb/ (diakses November 2009).
Emery, Doughlas R., Emery, John D. Finnerty, & John D. Stowe (2004), Corporate
Financial Management, Edisi 2, New Jersey: Pearson Prentice Hall.

19
Givoly, D. dan Carla Hayn (2000), “The changing time-series properties of earnings,
cash flows and accruals: Has financial reporting become more conservative?”,
Journal of Accounting and Economics, Agustus Vol. 29.
Givoly, Dan and Carla Hayn (2002), “Rising Conservatism: Implications for
Financial Analysis”, Financial Analysts Journal, Jan/Feb Vol. 58.
Gujarati, Damodar N. (1995), Basic Econometrics, Edisi 3, Singapore: McGraw-Hill.
Hair, Joseph F. et al. (1998), Multivariate Data Analysis, Edisi 5, New Jersey:
Prentice-Hall.
Hastoni (2004), “Evaluasi Atas Akuntansi Persedian dan Pengaruhnya terhadap
Laba Rugi Dalam Laporan Keuangan PD.USAHA MEUBEL”, Jurnal Ilmiah
Ranggagading, Vol. 4.
Hendriksen, Eldon S, dan Michael F. Van Breda (2000), Teori Akunting, Edisi
Kelima, Jilid 1, Terjemahan oleh Herman Wibowo, Batam, Interaksara.
Hendriksen, Eldon S, dan Michael F. Van Breda (2002), Teori Akunting, Edisi
Kelima, Jilid 2, Terjemahan oleh Herman Wibowo, Batam, Interaksara.
Hong-xia Li, Wang Zong-jun, & Deng Xiao-lan (2007), “Ownership, independent
directors, agency costs and financial distress: evidence from Chinese listed
companies”, Corporate Governance, Vol. 8.
Ikatan Akuntasi Indonesia (2007), Standar Akuntansi Indonesia, Jakarta: Salemba
Empat.
Imam Ghozali (2006), Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Edisi 4,
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Institute for Financial and Business Research (2006), Indonesian Capital Market
Directory, Jakarta: ECFIN.
Institute for Financial and Business Research (2007), Indonesian Capital Market
Directory, Jakarta: ECFIN.
Institute for Financial and Business Research (2008), Indonesian Capital Market
Directory, Jakarta: ECFIN.
Institute for Financial and Business Research (2009), Indonesian Capital Market
Directory, Jakarta: ECFIN.
Jensen, M.C., and W. H. Meckling (1976), “Theory of the firm: managerial behavior,
agency costs and ownership structure”, Journal of Financial Economics,
October Vol. 3.
Jogiyanto Hartono dan Syaiful Ali (2002), “Pengaruh Pemilihan Metode Akuntansi
terhadap Tingkat Underpricing Saham Perdana”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia, Vol. 17.
Khaira Amalia Fachrudin (2008), ”Kesulitan Keuangan Perusahaan dan Personal”,
Medan: USU Press.
Kiryanto dan Edy Suprianto (2006), ”Pengaruh Moderasi Size Terhadap Hubungan
Laba Konservatisma Dengan Neraca Konservatisma”, Simposium Nasional
Akuntansi 9.
Lodovicus Lasdi (2008), Paper: ”Determinan Konservatisma Akuntansi”, The 2nd
National Conference UKWMS Surabaya 6 September 2008.
Lisnawati (2006), Skripsi: “Pengaruh tingkat kesulitan keuangan, Growth, dan Size
Perusahaan Terhadap Tingkat Konservatisme Akuntansi Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”, IBII (Tidak
Dipublikasikan).
M. Arief Ujiyantho dan Bambang Agus Pramuka (2007), ”Mekanisme Corporate
Governance, Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan”, Simposium Nasional
Akuntansi 10.

20
Nachrowi D. Nachrowi dan Hardius Usman (2002), Penggunaan Teknik Ekonometri,
Edisi 1, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Nachrowi D. Nachrowi dan Hardius Usman (2006), Pendekatan Populer dan Praktis
Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan, Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Jakarta.
Penman, Stephen H. dan Xiao Jun Zhang (2002), ”Accounting Conservatism, The
Quality of Earnings and Stock Returns”, sumber: http://papers.ssrn.com.
Ratna Wardhani (2006), “Mekanisme Corporate Governance Dalam Perusahaan
Yang Mengalami Permasalahan Keuangan (Financially Distressed Firms)”,
Simposium Nasional Akuntansi 9.
Scott, William R. (1997), Financial Accounting Theory, Toronto: Prentice Hall.
Sekar Mayangsari dan Wilopo (2002), “Konservatisme Akuntansi, Value Relevance
dan Discretionary Accruals: Implikasi Empiris Model Feltham-Ohlson
(1996)”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, September Vol. 5.
Suwardjono (2008), Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan,
Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Tatang Ary Gumanti (2002), “Pilihan-Pilihan Akuntansi dalam Aplikasi Teori
Akuntansi Positif”, Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, Juni Vol. 6.
Tony Wijaya (2009), Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS, Yogyakarta:
Penerbit Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Watts, R. L. (2002), Paper: “Conservatism in Accounting”, 16 December University
of Rochester.
Watts, R. L. (2003a), Paper: “Conservatism in Accounting Part I: Explanations and
Implications”, 16 May University of Rochester.
Watts, R. L. (2003b), Paper: “Conservatism in Accounting Part 2: Evidence and
Research Opportunities”, 21 August University of Rochester.
Watts, Ross L., & Jerold L. Zimmerman (1986), Possitive Accounting Theory, New
Jersey: Prentice Hall.
Wolk, Henry L. dan Michael G. Tearney (1997), Accounting Theory A Conceptual
and Institutional Approach, Edisi 4, Ohio: South Western College Publishing.
www.bankruptcyaction.com/insolart1.htm
www.idx.co.id

21

You might also like