Professional Documents
Culture Documents
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use: Marks) Analisis Kasus Antara Inter Ikea System BV Dan PT
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use: Marks) Analisis Kasus Antara Inter Ikea System BV Dan PT
Selvy Handoyo
(Mahasiswa Program S1 Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara)
(Email : selvy.stevy@gmail.com)
Abstract
The development of business competition in the world of trade, making protection of intellectual
property rights very important. Especially in the field of brands. Brand is an important thing to
use to differentiate between one another by having a certain characteristic. In this paper we will
discuss the case of the "IKEA" brand elimination dispute between Inter Ikea System BV and PT
Ratania Khatulistiwa, where the lawsuit was filed because of the Inter Ikea System BV that have
the "IKEA" brand which has not been used for 3 consecutive years. The case will be analyzed by
Law Number 15 of 2001 concerning the provisions regarding the elimination of the mark and
regarding the good faith of the trademark registration of application. By examining the case we
can find out the proper legal application and dispute resolution in accordance with the case so
that it can provide justice for the parties. In accordance with the five precepts of Pancasila,
namely "Justice for all Indonesian people".
1
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015
I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Hakl yangi berasall darii intelektuali manusia serta memilikii
manfaati ekonomii merupakan pengertian dari Hak Kekayaan Intelektual.
Dalaml dunial internasionali HKI dikenall denganl namal Intellectual
Property Rights (yang selanjutnya disebut IPR) dimana IPR ini memiliki
pengertian yaitu hak yang mempunyai kegunaan bagi kepentingan
manusia, dimana hak ini timbul dari hasil pola pikir yang menghasilkan
suatu produk.1
Pengertian dari Kekayaan Intelektual adalah hasil berpikir manusia
yang menghasilkan suatu kreatifitas dimana hal ini bertujuan untuk
mensejahterakan kehidupan manusia dengan memenuhi kebutuhannya.
Aset Intelektual yang dimiliki oleh seseorang berupa kreatifitas
memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan manusia, yaitu
berupa penemuan-penemuan (inventions) di bidang karya cipta (literary
works) dan seni (art work).2
Dalam bidang Kekayaan Intelektual, sekarang ini telah mempunyai
sebanyak 22 perjanjian multilateral di dalam dunia internasional.
Perjanjian internasional tersebut terdiri dari konvensi-konvensi
internasional, traktar yang dibuat antar negara-negara atau organisasi
internasional, serta persetujuan antar negara atau organisasi internasional.
Perjanjian internasional yang terbentuk diatur oleh Worls Intellectual
Property Rights (selanjutnya disebut WIPO) yang berpusat di Jenewa.
Perjanjian multilateral ada juga yang tidak diatur oleh WIPO contohnya
Universal Copyright Convention dimana hal ini diatur oleh UNESCO.
1
Kanal Pengetahuan, “Pengertian Hak Atas Kekayaan Intelektual (Haki)”,
https://www.kanal.web.id/2016/10/hak-atas-kekayaan-intelektual.html, diakses tanggal 20
Desember 2018.
2
Kholis Roisah, Konsep Hukum Hak Kekayaan Intelektual : Sejarah, Pengertian dan Filosofi
Pengakuan HKI dari Masa ke Masa (Jatim : Setara Press, 2015) hlm. 1.
2
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015
3
Suyud Margono, Hak Milik Industrial : Pengaturan dan Praktik di Indonesia (Bogor :
Ghalia Indonesia, 2011) hlm. 26.
3
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015
4
Ibid, hlm. 26-27.
5
Linsey, Hak Kekayaan Intelektual : Suatu Pengantar, (Bandung : Alumni, 2013), hlm. 23.
6
Achmad Zen Umar Purba, Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, (Bandung : Alumni,
2011), hlm. 73.
4
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015
Merek adalah salah satu bagian dari HaKI yang memiliki nilai
komersial dan arti penting dalam industri. Merek merupakanl sebuahl
tandal yangl dapatl membedakanl barangl dan jasal yangl diproduksii olehi
suatui perusahaani terhadapi perusahaani lainnya. 7 Tidak hanya sebagai
pembeda, merek juga digunakan oleh pengusaha untuk memberikan
identitas terhadap produk barang atau jasa yang dihasilkannya.
Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016
tentang Merek dan Indikasi Geografis (yang selanjutnya disebut UU
Merek dan Indikasi Geografis) menyatakan bahwa merek dibedakan
menjadi merek dagang dan merek jasa. Pengertian merek dagang
berdasarkan Pasal 1 Angka 2 UU Merek dan Indikasi Geografis adalahl
merekl yang digunakanl pada barangl yang diperdagangkan oleh seseorang
ataui beberapai orangi secarai bersama-sama atau ibadan hukum iuntuk
membedakani dengan barang isejenis llainnya. Sedangkan pengertian
merek jasa berdasarkan Pasal 1 Angka 3 UU Merek dan Indikasi
Geografis adalah imerek iyang digunakani padai jasa yang diperdagangkan
olehi seseorang ataui beberapa iorang secara ibersama-sama atau ibadan
hukuml untuk membedakani dengan jasai sejenis llainnya.
Selain merek dagang dan merek jasa, juga dikenal merek terkenal.
Merek terkenal ini tidak ada definisinya dalam UU Merek dan Indikasi
Geografis, akan tetapi dalam Penjelasan Pasal 21 Ayat 1 huruf b
disebutkan kriteria untuk merek terkenal.
Penggunaan merek dapat pula mencegah pihak-pihak lain yang
melakukan pemasaran produk sejenis dengan menggunakan merek yang
sama dapat membingungkan konsumen. Pendaftaran suatu merek
merupakan hal yang sangat penting. Dalam memasarkan sebuah produk,
sebuah perusahaan harus mendaftarkan merek miliknya agar merek dari
produk suatu perusahaan tidak dimanfaatkan oleh perusahaan lain yang
7
Henry Soelistyo, Bad Faith Dalam Hukum Merek, (Yogyakarta : PT. Maharsa Artha Mulia,
2017), hlm. 4.
5
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015
menggunakan merek yang sama dan memasarkan produk yang sama pula
dengan perusahaan lainnya.
Selain Merek, Kekayaan Intelektual juga mewajibkan pendaftaran
untuk Paten, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan
Perlindungan Varietas Tanaman milik seseorang atau suatu perusahaan.
Namun terdapat juga dimana pendaftarannya tidaklah diwajibkan yaitu
Hak Cipta dan Rahasia Dagang karena perlindungannya tidak wajib. 8
Kewajiban seseorang atau suatu pihak untuk mendaftarkan hak atas
mereknya terdapat dalam Pasal 3 UU Merek dan Indikasi Geografis.
Dengan didaftarkannya merek, pemilik merek mendapat hak atas merek
yang dilindungi hukum. Dengan demikian, hak atas merek merupakan hak
khusus yang memberikan manfaat bagi pemilik merek terdaftar dengan
jangka waktu tertentu untuk menggunakan barang dan/atau jasa yang
mereknya telah terdaftar.
Untuk melakukan pendaftaran merek di Indonesia ada 2 (dua)
syarat yang harus dipenuhi, yang pertama adalah syarat substantif
(substantive requirements) dimana persyaratan ini terdapat pada Pasal 20
dan Pasal 21 UU Merek dan Indikasi Geografis. Sedangkan untuk syarat
kedua, yaitu syarat formal (formal requirements) dimana persyaratan ini
terdapat pada Pasal 4 UU Merek dan Indikasi Geografis.9
Selanjutnya Pasal 23 UU Merek dan Indikasi Geografis
menetapkan bahwa dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah
penerimaan (filling date) tidak ada keberatan, Direktorat Jenderal
Kekayaan Intelektual (yang selanjutnya disebut Ditjen HKI) melakukan
pemeriksaan substantif terhadap permohonan tersebut. Pemeriksaan
substantif terlaksana berdasarkan ketentuan yang tertera pada Pasal 20 dan
8
Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global : Sebuah Kajian
Kontemporer, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2010), hlm.13.
9
Rahmi Jened, Hukum Merek (Trademark Law) : Dalam Era Global dan Integrasi Ekonomi,
(Jakarta : Kencana, 2017), hlm.138-139.
6
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015
10
Ibid, hlm.149.
11
Henry Soelistyo, Op.Cit., hlm.140.
12
Adrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Intelektual¸ (Jakarta : Sinar Grafika, 2013), hlm. 95-96.
13
Ibid¸ hlm. 97.
7
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015
14
Kelas barang jenis 20 : perabot-perabot rumah, cermin, bingkai gambar, benda-benda (yang
tidak termasuk dalam kelas-kelas lain) dari kayu, gabus, rumput, buluh, rotan, tanduk, tulang,
gading, balein, kulit kerang, amber, kulit mutiara, tanah liat magnesium, dan bahan-bahan
penggantinya, atau dari plastik.
15
Kelas barang jenis 21 : perkakas dan wadah-wadah untuk rumah tangga atau dapur (bukan
dari logam mulia atau yang dilapisi logam mulia); sisir-sisir dan bunga-bunga karang, sikat-sikat
(kecuali kuwas-kuwas); bahan pembuat sikat; benda-benda untuk membersihkan; wol; baja; kaca
yang belum atau setengah dikerjakan (kecuali kaca yang dipakai dalam bangunan); gelas-gelas,
porselin dan pecah belah dari tembikar yang tidak termasuk dalam kelas-kelas lain.
16
Lembar Putusan Mahkamah Agung Nomor 264 K Pdt.Sus-HKI/2015.
8
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015
tanggali 4 Junii tahuni 2014 untuki semua kelasi jenis ibarang dan/atau
jasai merek idagang “IKEA” itermasuk ikelas barangi jenisi 20 dan 21.17
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian lebih lanjut dengan judul “Penerapan Merek
Terdaftar Yang Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis Kasus
Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa Putusan
Mahkamah Agung Nomor 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan apa yang telah diuraikan pada latar belakang di atas,
permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan hukum
bagi pemilik merek terdaftar yang tidak digunakan berdasarkan UU Merek
di Indonesia?
C. Metode Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu bentuk kegiatan menganalisis,
dimana analisis ini berdasarkan pada metode penelitian dan suatu proses
berpikir secara sistematis yang bertujuan untuk memperoleh suatu
pembelajaran atau beberapa gejala hukum. Disamping kegiatan tersebut,
diadakan juga pemeriksaan terhadap suatu faktor hukum secara lebih
mendalam, yang kemudian diusahakan untuk mendapatkan penyelesaian
atas permasalahan-permasalahan hukum yang muncul dalam gejala hukum
yang bersangkutan.18
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, jenis penelitian hukum normative merupakan
jenis penelitian yang digunakan oleh penulis. Pengertian penelitian
17
BBC Indonesia. MA Hapuskan Merek, Toko IKEA di Indonesia Tetap Buka¸
http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2016/02/160213_majalah_bisnis_indonesia_ikea, diunduh
pada hari Sabtu, tanggal 7 April 2018, pukul 10.00 WIB.
18
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 2010) hlm.43.
9
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015
2. Jenis Data
Jenis data yang digunakan peneliti dalan penelitian ini adalah jenis
data sekunder, 20 dimana sumber data yang digunakan oleh peneliti
dalam penelitian ini yaitu sumber data kepustakaan berupa peraturan
perundang-undangan, buku-buku, artikel serta sumber data
kepustakaan lainnya.
Dalam penelitian ini, terdapat 3 (tiga) jenis bahan hukum yaitu
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
Dibawah ini dijelaskan pengertian dari jenis bahan-bahan hukum
tersebut21
a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum dimana mmpunyai
isi yang berkekuatan mengikat kepada masyarakat. Terkait dengan
permasalahan yang dibahas bahan hukum primer yang penulis
gunakan yaitu Undang-Undang Merek, TRIPs serta putusan
Mahkamah Agung No.264 K Pdt.Sus-HKI/2015.
b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang isinya
memberikan informasi berkaitan dengan bahan hukum primer.
Dalam hal ini bahan hukum sekunder yang dimaksud adalah jurnal,
makalah maupun buku mengenai merek dagang terkenal dan juga
memuat ketentuan-ketentuan maupun teori-teori dan pandangan-
pandangan terkait dengan tanggung jawab Direktorat Jenderal HKI
terhadap dugaan merek dagang terkenal yang tidak digunakan.
19
Ibid, hlm. 10.
20
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji (2), Penulisan Hukum Normatif¸ cetakan ke-7,
(Jakarta : Raja Grafindo, 2004), hlm.24.
21
Ibid, hlm. 33.
10
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015
4. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian hukum normatif dikenal beberapa pendekatan
- pendekatan guna memperoleh suatu informasi dari berbagai aspek
untuk mencari jawaban terhadap isu permasalahan yang sedang diteliti.
Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan penulis antara lain:
22
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi Revisi (Jakarta : Prenadamedia Group,
2015), hlm. 133.
11
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015
II. Pembahasan
23
Ibid¸ hlm. 134.
24
Ibid, hlm. 135.
12
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015
13
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015
dengan hal ini, unsur iktikad baik hanya disyaratkan dalam hal “pelaksanaan”
dari suatu kontrak, bukan pada “pembuatan” suatu kontrak. Karena unsur
“iktikad baik” dalam hal pembuatan kontrak sudah dapat dicakup dalam unsur
“kausa yang legal” atau kausa yang halal sebagaimana ditegaskan dalam Pasal
1320 KUHPerdata tersebut. Sehingga arti dari iktikad baik yang bersifat
subjektif adalah sebagai sebuah kejujuran seseorang dalam melakukan suatu
perbuatan hukum, yaitu apa yang ada dalam sikap batin seseorang pada saar
melakukan perbuatan hukum. Sedangkan iktikad baik dalam pengertian
objektif, merujuk pada keharusan pelaksanaan suatu perjanjian untuk
senantiasa didasarkan pada norma kepatutan atau kelayakan sesuai dengan
pandangan masyarakat.
Dalam hal kasus sengketa merek “IKEA” antara Penggugat Kasasi dan
Tergugat Kasasi, dapat dilihat bahwa Tergugat Kasasi tidak memiliki iktikad
baik, dimana ini terlihat dari tuntutan yang diajukan oleh Tergugat Kasasi
dalam Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Tuntutan yang diajukan
Tergugat Kasasi adalah untuk menghapuskan merek “IKEA” milik Penggugat
Kasasi dalam kelas barang 20 dan 21 dan menyatakan permohonan
pendaftaran merek Tergugat Kasasi di kelas barang yang sama adalah sah.
Dapat dilihat Majelis Hakim tidak mempertimbangkan adanya persamaan-
persamaan antara merek IKEA Penggugat Kasasi dan merek IKEA Tergugat
Kasasi yang dapat dilihat sebagai berikut :
1. Persamaan unsur yang membentuk kata IKEA. Di dalam Merek IKEA
milik Penggugat Kasasi, dengan unsur yang membentuk kata IKEA dalam
merek IKEA milik Tergugat Kasasi yaitu kombinasi huruf I-K-E-A.
Dimana uraian dari merek IKEA milik Penggugat Kasasi adalah:
Ii : Ingvari
Ki : Kampradi
Ei : Elmtarydi
Ai : Agunnarydi
Sedangkan uraian untuk merek IKEA Tergugat Kasasi adalah :
Ii : Intan, akronimi darii industrii rotan;
14
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015
15
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015
Dalam penjelasan Pasal 61 Ayat (2) huruf (a) juga dijelaskan maksud dari
pemakaian terakhir, yaitu :
“Yang dimaksudi dengani pemakaian terakhir iadalah
penggunaani merek tersebuti pada produksii barangi atau ijasa
yangi diperdagangkan. Saati pemakaiani terakhiri tersebut
dihitungi dari itanggal terakhir ipemakaian sekalipuni setelah
itu barangi yangi bersangkutani masihi beredari dii masyarakat.”
25
Rahmi Jened, hlm.188.
16
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015
17
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015
itu merek tersebut juga tidak pernah dipakai kembali selama 3 (tiga) tahun
berturut-turut.26
Yang dimaksud dengan pemakaian terakhir adalah penggunaan terkahir
suatu merek di dalam perdagangan barang dan/atau jasa, atau sejak tanggal
produksi terakhir suatu merek digunakan, tanpa melihat atau
mempertimbangkan barang dan/atau jasa tersebut masih beredar atau tidak di
masyarakat .27
Menurut Rahmi Jened, ketentuan mengenai penggunaan terakhir suatu
merek dalam perdagangan barang dan/atau jasa di dalam ketentuan “non-use
marks” seharusnya dihitung dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun .28
Dalam kasus sengketa merek “IKEA” yang digugat penghapusan oleh
pihak ketiga, harus dicermati secara lebih mendalam. Hal ini dikarenakan
ketentuan yang terdapat di dalam Black’s Law Dictionary yang menyatakan
bahwa :29 “One not a party to an agreement, a transaction, or an action, but
who have rights there in”.30
Berdasarkan ketentuan di atas, berdasarkan Pasal 63 UU Merek dapat kita
ketahui bahwa pihak ketiga yang mempunyai hak untuk mengajukan gugatan
penghapusan terhadap suatu merek terdaftar adalah pihak yang memiliki hak
untuk melakukan tuntutan atau gugatan tersebut. Pihak yang berada di luar
suatu perjanjian atau pun apabila terdapat pihak di dalam proses transaksi,
pihak yang dimaksud adalah pihak yang tidak dapat melakukan suatu tindakan
hukum, pihak – pihak tersebut tidak dapat mengajukan gugatan penghapusan
merek.31
Berdasarkan dengan suatu merek, suatu merek yang dimiliki oleh
seseorang atau sebuah badan hukum tidak boleh sama atau dengan kata lain
26
Dwi Rezki Sri Astarini, Penghapusan Merek Terdaftar Berdasarkan UU No.15 Tahun 2001
Tentang Merek Dihubungkan Dengan TRIPs-WTO, PT. Alumni, Bandung, 2009, hlm. 79.
27
Ibid., hlm. 82.
28
Rahmi Jened, Op.Cit., hlm. 305.
29
Ibid., hlm. 307.Dikutip dari Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, West
Publishing, St. Paul Minn, 1996, hlm.1479.
30
“Seseorang yang bukan pihak dalam suatu perjanjian, bukan pihak lain dalam suatu
transaksi atau suatu tindakan hukum, tetapi orang yang memiliki hak untuk itu.”
31
Rahmi Jened, Op.Cit., hlm. 304.
18
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015
harus memiliki daya pembeda dengan merek milik pihak lain. Suatu merek
harus memilik daya pembeda atau tidak boleh sama dengan pihak lain dalam
hal secara keseluruhannya, atau yang pada prinsipnya suatu merek itu dapat
dianggap sama, apabila suatu merek terdapat persamaan maka dapat dikatakan
bahwa merek tersebut telah meniru merek pihal lain. Sehingga dapat
disimpulkan pengertian dari persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya
yaitu dalam suatu merek terdapat unsur – unsur yang memiliki persamaan atau
kemiripan dengan merek milik pihak lain, dimana hal ini dapat menimbulkan
anggapan bahwa merek tersebut memiliki persamaan dalam hal bentuk,
penulisannya, gambarnya, symbol atau logonya, kombinasi – kombinasinya,
ataupun persamaan bunyi pada pengucapannya, semua unsur – unsur yang ada
dalam sebuah merek.
Berdasarkan kasus sengketa merek IKEA, yang disesuaikan dengan
hal “persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya” dapat disimpulkan
merek IKEA milik Termohon Kasasi yang dimohonkan pendaftaran mereknya
tersebut memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan
merek IKEA milik Pemohon Kasasi.
Penamaan merek IKEA yang berasal dari nama dari pendiptanya
sekaligus pemilik dari merek IKEA sendiri yang bersala dari Swedia, dimana
merek IKEA merupakan singkatan dari Ingvar Kamprad Elmtaryd Agunnaryd.
Nama - nama tersebut masing-masing memiliki arti. Ingvar merupakan nama
depan pendiri perusahaan Pemohon Kasasi, Kamprad merupakan nama
keluarga dari pendiri perusahaan Pemohon Kasasi, Elmtaryd merupakan nama
tempat pertanian dimana Ingvar Kamprad tersebut beranjak dewasa,
Agunnaryd merupakan nama dari persekutuan gereja dimana Ingvar Kamprad
menjadi salah satu anggota jemaat. Dapat dilihat bahwa merek IKEA milik
Pemohon Kasasi bukan merupakan bahasa umum serta mempunyai ciri khas
sendiri, sehingga dapat dikatakan merek IKEA Pemohon Kasasi merupakan
19
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015
merek yang diciptakan atau ditemukan, yang dalam Bahasa Inggris dinamakan
dengan istilah “coined mark” atau “invented mark”.32
Apabila kita lihat dari segi logo, baik logo milik Pemohon Kasasi
maupun logo milik Termohon Kasasi, bila dilihat sekilas memiliki kemiripan
antara satu dengan lainnya. Di bawah ini merupakan gambar dari masing -
masing logo yang dimiliki Pemohon Kasasi dan Termohon Kasasi.
Bagian kiri pada gambar merupakan logo IKEA milik Pemohon Kasasi
pada tahun 1967 dan pada bagian kanan gambar merupakan logo IKEA milik
Termohon Kasasi. Di bawab ini merupakan logo baru merek IKEA milik
Pemohon Kasasi.
20
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015
21
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015
33
Ibid., hlm. 306
22
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015
III. Penutup
A. Kesimpulan
Pada bab terakhir ini, penulis membuat suatu kesimpulan yang ada,
kemudian dari penguraian jawaban tersebut, penulis akan memberikan
saran-saran sebagai alternatif pemecahan masalahan. Maka penulis dapat
menarik kesimpulan bahwa kesimpulan dan saran sebagai berikut :
Putusan PN No. 99/PDT.SUS-MEREK/2013/PN.NAIAGA.Jkt.Pst.
Jo Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pst.Sus-HKI/2015 mengenai
merek terkenal IKEA tidak sesuai dengan UU Merek 2001 maupun UU
Merek 2016 dimana hakim dalam memutuskan putusan tersebut tidak
23
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis dapat
menyampaikan beberapa saran terkait dengan permasalahan yang diangkat
oleh penulis, yaitu bagi pemerintah Indonesianya sebaiknya lebih bisa
menyawasi penerapan hukum atau implementasi dari peraturan yang sudah
dibuat agar dapat memberikan rasa keadilan bagi para pihak yang
bersengketa, sehingga tidak terulang kembali sengketa tentang peniruan
merek. Diharapkan pula kepada Ditjen HKI agar secaral tegasl menolak
pendaftaranl merek lbaru yangl memilikii persamaani pada ipokoknya atau
keseluruhannyai dengani mereki pihaki laini yangi telahl terdaftarl terlebih
dahulul danl lebihl mengetahuii dasar diajukannyal pendaftaranl merek
yangl samal milikl pihakl lainl agarl tidakl merugikanl dan lmenimbulkan
kebingunganl bagii masyarakat. Bagi masyarakat Indonesia sebaiknya
dapat ikut berpartisipasi dalam penegakan hukum dan perlindungan
terhadap KI khususnya di bidang merek. Masyarakat Indonesia seharusnya
bisa lebih menaati dan mengikuti peraturan yang telah dibuat oleh
Pemerintah Indonesia. Masyarakat Indonesia juga diharapkan sadar akan
sanksi terhadap peniruan merek yang sudah terdaftar khususnya merek
terkenal dalam kegiatan perdagangan, sehingga dapat meminimalisir
terjadinya pelanggaran merek di Indonesia.
24
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015
25
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015
26