Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 26

Selvy Handoyo & Suyud Margono

Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis


Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015

PENERAPAN MEREK TERDAFTAR TIDAK DIGUNAKAN (NON-USE


MARKS) ANALISIS KASUS ANTARA INTER IKEA SYSTEM BV DAN PT
RATANIA KHATULISTIWA PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 264
K/Pdt.Sus-HKI/2015

Selvy Handoyo
(Mahasiswa Program S1 Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara)
(Email : selvy.stevy@gmail.com)

Dr. F.X. Suyud Margono, S.H., M.Hum.


(Corresponding Author)
(Dosen Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara. Meraih Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Atmajaya, Magister Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara,
Doktoral pada Fakultas Hukum Universitas Parahyangan)
(E-mail : suyudlaw@gmail.com)

Abstract
The development of business competition in the world of trade, making protection of intellectual
property rights very important. Especially in the field of brands. Brand is an important thing to
use to differentiate between one another by having a certain characteristic. In this paper we will
discuss the case of the "IKEA" brand elimination dispute between Inter Ikea System BV and PT
Ratania Khatulistiwa, where the lawsuit was filed because of the Inter Ikea System BV that have
the "IKEA" brand which has not been used for 3 consecutive years. The case will be analyzed by
Law Number 15 of 2001 concerning the provisions regarding the elimination of the mark and
regarding the good faith of the trademark registration of application. By examining the case we
can find out the proper legal application and dispute resolution in accordance with the case so
that it can provide justice for the parties. In accordance with the five precepts of Pancasila,
namely "Justice for all Indonesian people".

Keyword : brand, brand elimination, legal protection of the well-known brand

1
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015

I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Hakl yangi berasall darii intelektuali manusia serta memilikii
manfaati ekonomii merupakan pengertian dari Hak Kekayaan Intelektual.
Dalaml dunial internasionali HKI dikenall denganl namal Intellectual
Property Rights (yang selanjutnya disebut IPR) dimana IPR ini memiliki
pengertian yaitu hak yang mempunyai kegunaan bagi kepentingan
manusia, dimana hak ini timbul dari hasil pola pikir yang menghasilkan
suatu produk.1
Pengertian dari Kekayaan Intelektual adalah hasil berpikir manusia
yang menghasilkan suatu kreatifitas dimana hal ini bertujuan untuk
mensejahterakan kehidupan manusia dengan memenuhi kebutuhannya.
Aset Intelektual yang dimiliki oleh seseorang berupa kreatifitas
memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan manusia, yaitu
berupa penemuan-penemuan (inventions) di bidang karya cipta (literary
works) dan seni (art work).2
Dalam bidang Kekayaan Intelektual, sekarang ini telah mempunyai
sebanyak 22 perjanjian multilateral di dalam dunia internasional.
Perjanjian internasional tersebut terdiri dari konvensi-konvensi
internasional, traktar yang dibuat antar negara-negara atau organisasi
internasional, serta persetujuan antar negara atau organisasi internasional.
Perjanjian internasional yang terbentuk diatur oleh Worls Intellectual
Property Rights (selanjutnya disebut WIPO) yang berpusat di Jenewa.
Perjanjian multilateral ada juga yang tidak diatur oleh WIPO contohnya
Universal Copyright Convention dimana hal ini diatur oleh UNESCO.

1
Kanal Pengetahuan, “Pengertian Hak Atas Kekayaan Intelektual (Haki)”,
https://www.kanal.web.id/2016/10/hak-atas-kekayaan-intelektual.html, diakses tanggal 20
Desember 2018.
2
Kholis Roisah, Konsep Hukum Hak Kekayaan Intelektual : Sejarah, Pengertian dan Filosofi
Pengakuan HKI dari Masa ke Masa (Jatim : Setara Press, 2015) hlm. 1.

2
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015

Adai pulai perjanjiani internasionall yangl tidakl secaral khususi mengaturl


KI, tetapii menjadikanl KI sebagaii salahl satui iisinya.3
Persetejuan internasional di bidang KI, terbagi atas bidang hak
cipta, hak milik industrial, paten, merek, desain, indikasi geografis, dan
persaingan tidak sehat. Untuk bidang hak cipta tercantum dalam Konvensi
Bern 1886, yang vctelah beberapa kali diubah, dan terakhir mengalami
perubahan pada tahun 1967, dan merupakan konvensi induk bagi
perlindungan hak cipta. Selain terdapat dalam Konvensi Bern, hak cipta
juga terdapat dalam persetujuan lainnya seperti Konvensi Roma 1961,
Konvensi Perlindungan bagi Prosedur Phonogram dari Tindakan
Penggandaan Tanda Izin (1971), Konvensi Multilateral bagi Penghindaran
Pajak Berganda atas Royalti Hak Cipta (1979), Traktat Jenewa dan
Convention Relating to the Distribution of Programme Carrying Signals
Transmitted by Satelite (1974).
Untuk hak milik industrial, paten, merek, desain, indikasi geografis
dan persaingan tidak sehat terdapat dalam Konverensi Paris (Paris
Convention) 1883 yang mengatur tentang perlindungan kekayaan
industrial yang merupakan salah satu kekayaan intelektual pertama dan
tetap menjadi salah satu yang terpenting karena ditandatangani oleh 151
negara. Selama ini, Konvensi Paris telah disesuaikan dan diubah secara
teratur dan perjanjian TRIPs mensyaratkan semua anggota WTO untuk
menerapkan prinsip-prinsipnya di dalam hukum nasionalnya masing-
masing.
Selain Konverensi Paris, juga ada Konverensi Bern yang mengatur
mengenai perlindungan atas karya sastra dan seni (1886) yang merupakan
perjanjian utama tentang kerja sama internasional dalam bidang hak cipta
serta Perjanjian TRIPs yang merupakanl persetujuanl internasionall
mengenaii aspek-aspek dagangl darii hakl kekayaanl intelektual, termasukl

3
Suyud Margono, Hak Milik Industrial : Pengaturan dan Praktik di Indonesia (Bogor :
Ghalia Indonesia, 2011) hlm. 26.

3
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015

barang-barangl tiruani (trade related aspects of intellectual property right


including trade in counterfeit goods).4
Di Indonesia hukum Hakl atas Kekayaanl Intelektuall (KI)
memegangl perananl yangl vitall bagii perlindungani terhadapl penerapanl
idel yangl memilikil nilaii komersiall sejakl diratifikasinyal standarl
perlindunganl yangl ditetapkanl berdasarkan Putaran Uruguay (Uruguay
Round) pada tahun 1986 sampai 1994 yang menghasilkan Agreement on
Trade Related Aspects of Intellectual Property rights, Inclugding Trade in
Counterfernity Goods (TRIP’s Agreement) seiring dengan era WTO
(World Trade Organization) yang Indonesia merupakan peserta/bagian di
dalamnya.5 Dengan demikian TRIP’s, Paris Convention mengenaii merekl
terkenall (well-known marks) diberlakukanl terhadapl barangl atau jasai
yangi tidakl samal denganl barangl yangl mereknyal terdaftar dengan
ketentuanl bahwal pengguna merekl dagangl dalaml kaitanl denganl
barangl atau jasal menunjukan adanya hubunganl antaral barang atau jasa
yang merek dagangnyal terdaftarl dan dengan ketentaun pula bahwa
lkepentingan lpemilik lmerek lterdaftar lterganggu olehl penggunal itu.6

Dalam perkembangannya, objek perlindungan yang diatur oleh


Haki secaral garisl besarl dibagil menjadi 2 (dua) bagianl, lyaitu :
1. Hak Ciptal (Copyright)
2. Hak Kekayaan Industrial (Industrial Property Rights), yang mencakup :
a. Patenl (patent);
b. Merek (trademark);
c. Desain industrii (industrial design);
d. Desain tatai letaki sirkuitl terpadul (layout design of integrated
circuit); dan
e. Rahasiai dagangi (undisclosed information).

4
Ibid, hlm. 26-27.
5
Linsey, Hak Kekayaan Intelektual : Suatu Pengantar, (Bandung : Alumni, 2013), hlm. 23.
6
Achmad Zen Umar Purba, Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, (Bandung : Alumni,
2011), hlm. 73.

4
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015

Merek adalah salah satu bagian dari HaKI yang memiliki nilai
komersial dan arti penting dalam industri. Merek merupakanl sebuahl
tandal yangl dapatl membedakanl barangl dan jasal yangl diproduksii olehi
suatui perusahaani terhadapi perusahaani lainnya. 7 Tidak hanya sebagai
pembeda, merek juga digunakan oleh pengusaha untuk memberikan
identitas terhadap produk barang atau jasa yang dihasilkannya.
Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016
tentang Merek dan Indikasi Geografis (yang selanjutnya disebut UU
Merek dan Indikasi Geografis) menyatakan bahwa merek dibedakan
menjadi merek dagang dan merek jasa. Pengertian merek dagang
berdasarkan Pasal 1 Angka 2 UU Merek dan Indikasi Geografis adalahl
merekl yang digunakanl pada barangl yang diperdagangkan oleh seseorang
ataui beberapai orangi secarai bersama-sama atau ibadan hukum iuntuk
membedakani dengan barang isejenis llainnya. Sedangkan pengertian
merek jasa berdasarkan Pasal 1 Angka 3 UU Merek dan Indikasi
Geografis adalah imerek iyang digunakani padai jasa yang diperdagangkan
olehi seseorang ataui beberapa iorang secara ibersama-sama atau ibadan
hukuml untuk membedakani dengan jasai sejenis llainnya.
Selain merek dagang dan merek jasa, juga dikenal merek terkenal.
Merek terkenal ini tidak ada definisinya dalam UU Merek dan Indikasi
Geografis, akan tetapi dalam Penjelasan Pasal 21 Ayat 1 huruf b
disebutkan kriteria untuk merek terkenal.
Penggunaan merek dapat pula mencegah pihak-pihak lain yang
melakukan pemasaran produk sejenis dengan menggunakan merek yang
sama dapat membingungkan konsumen. Pendaftaran suatu merek
merupakan hal yang sangat penting. Dalam memasarkan sebuah produk,
sebuah perusahaan harus mendaftarkan merek miliknya agar merek dari
produk suatu perusahaan tidak dimanfaatkan oleh perusahaan lain yang

7
Henry Soelistyo, Bad Faith Dalam Hukum Merek, (Yogyakarta : PT. Maharsa Artha Mulia,
2017), hlm. 4.

5
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015

menggunakan merek yang sama dan memasarkan produk yang sama pula
dengan perusahaan lainnya.
Selain Merek, Kekayaan Intelektual juga mewajibkan pendaftaran
untuk Paten, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan
Perlindungan Varietas Tanaman milik seseorang atau suatu perusahaan.
Namun terdapat juga dimana pendaftarannya tidaklah diwajibkan yaitu
Hak Cipta dan Rahasia Dagang karena perlindungannya tidak wajib. 8
Kewajiban seseorang atau suatu pihak untuk mendaftarkan hak atas
mereknya terdapat dalam Pasal 3 UU Merek dan Indikasi Geografis.
Dengan didaftarkannya merek, pemilik merek mendapat hak atas merek
yang dilindungi hukum. Dengan demikian, hak atas merek merupakan hak
khusus yang memberikan manfaat bagi pemilik merek terdaftar dengan
jangka waktu tertentu untuk menggunakan barang dan/atau jasa yang
mereknya telah terdaftar.
Untuk melakukan pendaftaran merek di Indonesia ada 2 (dua)
syarat yang harus dipenuhi, yang pertama adalah syarat substantif
(substantive requirements) dimana persyaratan ini terdapat pada Pasal 20
dan Pasal 21 UU Merek dan Indikasi Geografis. Sedangkan untuk syarat
kedua, yaitu syarat formal (formal requirements) dimana persyaratan ini
terdapat pada Pasal 4 UU Merek dan Indikasi Geografis.9
Selanjutnya Pasal 23 UU Merek dan Indikasi Geografis
menetapkan bahwa dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah
penerimaan (filling date) tidak ada keberatan, Direktorat Jenderal
Kekayaan Intelektual (yang selanjutnya disebut Ditjen HKI) melakukan
pemeriksaan substantif terhadap permohonan tersebut. Pemeriksaan
substantif terlaksana berdasarkan ketentuan yang tertera pada Pasal 20 dan

8
Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global : Sebuah Kajian
Kontemporer, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2010), hlm.13.
9
Rahmi Jened, Hukum Merek (Trademark Law) : Dalam Era Global dan Integrasi Ekonomi,
(Jakarta : Kencana, 2017), hlm.138-139.

6
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015

Pasal 21 UU Merek dan Indikasi Geografis dimana akan diselesaikan


dalam waktu paling lama 150 (seratus lima puluh) hari.10
Pada dasarnya bentuk pelanggaran merek yang paling pokok
adalah melanggar hak eksklusif pemilik merek terdaftar yang dilindungi
undang-undang. Pengertian merek terdaftar mengandung makna diakui sah
dan dilindungi hukum. Dalam kaitan ini, pendaftaran merek menjadi bukti
hukum yang tak terbantahkan tentang adanya hak yang sah, yaitu hak
eksklusif yang melekat pada merek. Yaitu, hak untuk melarang pihak lain
untuk menggunakan mereknya tanpa persetujuan.11
Apabila terjadi pelanggaran merek, pemilik merek terdaftar dapat
mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak
menggunakan merek milik pihak lain. Gugatan sebagaimana disebutkan di
atas diajukan kepada Pengadilan Niaga.12 Dalam Pasal 100 dan Pasal 101
UU Merek dan Indikasi Geografis juga menentukan ancaman pidana
kepada setiap orang yang menggunakan merek yang sama pada
keseluruhannya ataupun yang sama pada pokoknya.13
Meski pada praktiknya telah ada aturan tentang merek yang
mengatur namun tetap saja sering terjadi persengketaan merek antara
pelaku usaha. Dimana dari tahun 2015 (dua ribu lima belas) hingga April
2018 (dua ribu delapan belas) terdapat 211 (dua ratus sebelas) kasus
sengketa merek.
Dari beberapa kasus tersebut, terdapat salah satu kasus sengketa
merek yang akan penulis angkat, yaitu sengketa merek “IKEA” antara
Inter Ikea System B.V. asal Swedia dengan PT. Ratania Khatulistiwa asal
Surabaya yang telah diputus berdasarkan Putusan Mahkamah Agung
Nomor 264 K Pdt.Sus-HKI/2015 jo Putusan Pengadilan Niaga Jakarta
Pusat Nomor 99/PDT.SUS-MEREK/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst.

10
Ibid, hlm.149.
11
Henry Soelistyo, Op.Cit., hlm.140.
12
Adrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Intelektual¸ (Jakarta : Sinar Grafika, 2013), hlm. 95-96.
13
Ibid¸ hlm. 97.

7
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015

Sengketa merek terkenal IKEA ini bermula pada tahun 2013,


dimana PT. Ratania Khatulistiwa mengajukani gugatanl ipenghapusan
permohonani pendaftaran imerek dagang “IKEA” imilik Inter Ikea System
B.V. untukl kelasl barang jenisi 2014 dan 2115. Dalaml gugatannya, iPT.
Rataniai Khatulistiwa lberdalih bahwa lmerek dagang imilik Ikea iSwedia
telahl tidak digunakanl selama 3 tahunl berturut-turut sejakl tanggal
pendaftarannyai di Indonesiai untuki kelasi barangi jenisi 20 dan 21.
Alasani gugatani tersebuti diperkuati denganl adanya hasill market
survey Berliani Groupi Indonesial (BGI), yangi merupakanl lembaga lyang
netrall dan independen dalaml melakukan market survey ldi Indonesia
menyimpulkanl bahwa lproduk-produk denganl merek “IKEA” atasl nama
Interl Ikea Systeml B.V. untukl kelas 20 dan kelasl 21 tidak pernahl dijual
maupunl diedarkan dii seluruhi wilayah iIndonesia.
Berdasarkan hasil market survey tersebut, PT. Ratania Khatulistiwa
mengajukan gugatan penghapusan merek dagang “IKEA” milik Inter Ikea
System B.V. dari daftar umum merek ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat,
dimana Pengadilan Niaga Jakarta Pusat memutus mengabulkan gugatan
tersebut. Berdasarkan putusan tersebut, Inter Ikea System B.V mengajukan
kasasi ke Mahkamah Agung, yang kemudian menolak kasasi yang
diajukan oleh Inter Ikea System B.V.16
Hall yang tidakl diungkapkan ldalam pengadilan lyaitu adanya
registrasii ulang kei Ditjen HKI yangi dilakukan ioleh Inter Ikea System
B.V. padai bulan maretl tahunl 2012 danl disetujui latau iterdaftar ipada

14
Kelas barang jenis 20 : perabot-perabot rumah, cermin, bingkai gambar, benda-benda (yang
tidak termasuk dalam kelas-kelas lain) dari kayu, gabus, rumput, buluh, rotan, tanduk, tulang,
gading, balein, kulit kerang, amber, kulit mutiara, tanah liat magnesium, dan bahan-bahan
penggantinya, atau dari plastik.
15
Kelas barang jenis 21 : perkakas dan wadah-wadah untuk rumah tangga atau dapur (bukan
dari logam mulia atau yang dilapisi logam mulia); sisir-sisir dan bunga-bunga karang, sikat-sikat
(kecuali kuwas-kuwas); bahan pembuat sikat; benda-benda untuk membersihkan; wol; baja; kaca
yang belum atau setengah dikerjakan (kecuali kaca yang dipakai dalam bangunan); gelas-gelas,
porselin dan pecah belah dari tembikar yang tidak termasuk dalam kelas-kelas lain.
16
Lembar Putusan Mahkamah Agung Nomor 264 K Pdt.Sus-HKI/2015.

8
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015

tanggali 4 Junii tahuni 2014 untuki semua kelasi jenis ibarang dan/atau
jasai merek idagang “IKEA” itermasuk ikelas barangi jenisi 20 dan 21.17
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian lebih lanjut dengan judul “Penerapan Merek
Terdaftar Yang Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis Kasus
Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa Putusan
Mahkamah Agung Nomor 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015”.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan apa yang telah diuraikan pada latar belakang di atas,
permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan hukum
bagi pemilik merek terdaftar yang tidak digunakan berdasarkan UU Merek
di Indonesia?

C. Metode Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu bentuk kegiatan menganalisis,
dimana analisis ini berdasarkan pada metode penelitian dan suatu proses
berpikir secara sistematis yang bertujuan untuk memperoleh suatu
pembelajaran atau beberapa gejala hukum. Disamping kegiatan tersebut,
diadakan juga pemeriksaan terhadap suatu faktor hukum secara lebih
mendalam, yang kemudian diusahakan untuk mendapatkan penyelesaian
atas permasalahan-permasalahan hukum yang muncul dalam gejala hukum
yang bersangkutan.18

1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, jenis penelitian hukum normative merupakan
jenis penelitian yang digunakan oleh penulis. Pengertian penelitian

17
BBC Indonesia. MA Hapuskan Merek, Toko IKEA di Indonesia Tetap Buka¸
http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2016/02/160213_majalah_bisnis_indonesia_ikea, diunduh
pada hari Sabtu, tanggal 7 April 2018, pukul 10.00 WIB.
18
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 2010) hlm.43.

9
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015

hukum normative sendiri adalah suatu penelitian yang mengacu


kepada peraturan perundang-undangn dimana didalamnya terdapat
norma-norma hukum yang digunakan sebagai bahan acuan dalam
penelitian.19

2. Jenis Data
Jenis data yang digunakan peneliti dalan penelitian ini adalah jenis
data sekunder, 20 dimana sumber data yang digunakan oleh peneliti
dalam penelitian ini yaitu sumber data kepustakaan berupa peraturan
perundang-undangan, buku-buku, artikel serta sumber data
kepustakaan lainnya.
Dalam penelitian ini, terdapat 3 (tiga) jenis bahan hukum yaitu
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
Dibawah ini dijelaskan pengertian dari jenis bahan-bahan hukum
tersebut21
a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum dimana mmpunyai
isi yang berkekuatan mengikat kepada masyarakat. Terkait dengan
permasalahan yang dibahas bahan hukum primer yang penulis
gunakan yaitu Undang-Undang Merek, TRIPs serta putusan
Mahkamah Agung No.264 K Pdt.Sus-HKI/2015.
b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang isinya
memberikan informasi berkaitan dengan bahan hukum primer.
Dalam hal ini bahan hukum sekunder yang dimaksud adalah jurnal,
makalah maupun buku mengenai merek dagang terkenal dan juga
memuat ketentuan-ketentuan maupun teori-teori dan pandangan-
pandangan terkait dengan tanggung jawab Direktorat Jenderal HKI
terhadap dugaan merek dagang terkenal yang tidak digunakan.

19
Ibid, hlm. 10.
20
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji (2), Penulisan Hukum Normatif¸ cetakan ke-7,
(Jakarta : Raja Grafindo, 2004), hlm.24.
21
Ibid, hlm. 33.

10
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015

c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang merupakan


lanjutan dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,
yaitu berupa petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum
tersebut. Dalam hal ini bahan hukum tersier yang penulis gunakan
adalah kamus-kamus hukum.

3. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam
penelitian ini yaitu mengutamakan studi dokumen atau bahan-bahan
pustaka karena sumber data sekunder merupakan sumber data yang
digunakan oleh penulis, sehingga teknik pengumpulan data yang tepat
untuk digunakan dalam penelitian ini adalah dokumentasi dengan
melakukan studi dokumen ke perpustakaan atau ke pusat dokumen
hukum lainnya dan wawancara kepada narasumber.

4. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian hukum normatif dikenal beberapa pendekatan
- pendekatan guna memperoleh suatu informasi dari berbagai aspek
untuk mencari jawaban terhadap isu permasalahan yang sedang diteliti.
Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan penulis antara lain:

a. Pendekatan Undang - Undangl (Statute Approach)


Pendekatan undang-undang (statute approach) adalah pendekatan
yang dilakukanl dengan lmenelaah semual peraturanl perundang-
undangan dan regulasi yangi berkaitan dengani iisu hukuml yang
sedangl dibahas. 22
b. Pendekatan Kasusl (Case Approach)

22
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi Revisi (Jakarta : Prenadamedia Group,
2015), hlm. 133.

11
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015

Pendekatan kasus (case approach) yaitul pendekatanl lyang


dilakukanl denganl cara lmelakukan telaahl terhadapl kasus-kasus
yangl berkaitanl denganl isu hukum yang tengah dihadapi dimana
kasus tersebut telahl menjadi lputusan lpengadilan lyang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap.23
c. Pendekatan Konseptuall (Conceptual Approach)
Pendekatanl konseptuall (conceptual approach) yaitu lpendekatan
yangl menganalisis darii pandangan - pandangani dan idoktrin -
doktrin iyang berkembangi di dalaml ilmui hukum.24

II. Pembahasan

Perlindungan terhadap suatu merek dapat terjadi apabila merek


tersebut telah didaftarkan dan telah terdaftar di Daftar Umum Merek di Ditjen
HKI. Pendaftaran merek merupakan suatu proses yang membutuhkan waktu
yang lama, bukan ketika permohonan suatu merek diajukan kemudian merek
akan langsung terdaftar. Ketika permohonan pengajuan merek dilakukan oleh
seseorang atau sebuah pihak dengan ketentuan yang telah ditetapkan,
kemudian Ditjen HKI akan memberikan nomor permohonan dan tanggal
penerimaan permohonan merek.
Dalam pendaftaran merek terdapat 2 (dua) itahapan yangi harusi
dilalui agar sebuahi mereki dapat didaftarkani yaitu pemeriksaani administratif
dani pemeriksaani isubstantif. Pemeriksaani administratif adalah ipemeriksaan
terhadapi kelengkapani dalam hal pemenuhan persyaratan. Apabila ada
kekurangan Ditjen HKI akan memintai kelengkapan ipersyaratan itersebut
untuk dipenuhii dalami waktu ipaling llama 2 (dua) bulan. iApabila iseluruh
persyaratani administratifl telahi dipenuhii olehi pemohon iterhadap
permohonan tersebut akan diberi tanggap penerimaani (filling date) iyang
dicatat di Ditjen HKI. Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak

23
Ibid¸ hlm. 134.
24
Ibid, hlm. 135.

12
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015

tanggal penerimaan, maka Ditjen HKI akan melakukan pemeriksaan substantif


paling lama 9 (Sembilan) bulan. Pemeriksaan substantif akan dilakukan
dengan pemeriksaan yang berkaitan dengan Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6 UU
Merek. Setelah dilakukan pemeriksaan substantif, maka Ditjen HKI akan
melakukan pengumuman selama 3 (tiga) bulan untuk menunggu sanggahan
dari masyarakat. Jika merek yang dimohonkan tidak mendapat sanggahan,
maka merek akan secara resmi telah terdaftar di Daftar Umum Merek, dan
selanjutnya Ditjen HKI akan menerbitkan sertifikat pendaftaran merek.
Pendaftaran merek harus didasarkan pada prinsip iktikad baik (good
faith) dari pendaftar yang berdasarkan pada UU Merek. Berdasarkan prinsip
ini, hanya pendaftar dengan iktikad baiklah yang akan mendapatkan
perlindungan hukum. Hal ini membuat Ditjen HKI berkewajiban secara aktif
untuk menolak pendaftaran merek bilamana secara nyata ditemukan adanya
kemiripan atau peniruan dengan suatu merek yang didaftarkan dengan dasar
iktikad tidak baik (bad faith). Hal ini bertujuan dalam hal untuk melindungi
merek yang telah terdaftar. Ketentuan ini dapat ditemukan dalam Pasal 4,
Pasal 5 dan Pasal 6 UU Merek sedangkan dalam UU Merek dan Indikasi
Geografis dapat ditemukan dalam Pasal 20 dan Pasal 21. Dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut dengan
KUHPerdata) menggunakan istilah iktikad baik dalam 2 (dua) pengertian,
yaitu iktikad baik dalam pengertian subjektif dan dalam arti objektif. Iktikad
baik dalam arti subjektif disamakan maknanya dengan kata kejujuran. Hal ini
tersirat dalam ketentuan Pasal 530 KUHPerdata yang mengatur mengenai
kedudukan berkuasa (bezit). Iktikad baik dalam arti subjektif juga dapat
dimaknai sebagai sikap batin untuk bertindak kejujuran.
Selanjutnya iktikad baik dalam arti objektif dimaknai dengan
kepatutan. Prinsip ini ditegaskan dalam Pasal 1338 Ayat (3) KUHPerdata
yang berbunyi “Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik”.
Iktikad baik dalam Pasal 1338 Ayat (3) KUHPerdata sebenarnya bukan
merupakan syarat bagi sahnya suatu perjanjian sebagaimana syarat yang
diamanatkan dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata. Dalam kaitannya

13
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015

dengan hal ini, unsur iktikad baik hanya disyaratkan dalam hal “pelaksanaan”
dari suatu kontrak, bukan pada “pembuatan” suatu kontrak. Karena unsur
“iktikad baik” dalam hal pembuatan kontrak sudah dapat dicakup dalam unsur
“kausa yang legal” atau kausa yang halal sebagaimana ditegaskan dalam Pasal
1320 KUHPerdata tersebut. Sehingga arti dari iktikad baik yang bersifat
subjektif adalah sebagai sebuah kejujuran seseorang dalam melakukan suatu
perbuatan hukum, yaitu apa yang ada dalam sikap batin seseorang pada saar
melakukan perbuatan hukum. Sedangkan iktikad baik dalam pengertian
objektif, merujuk pada keharusan pelaksanaan suatu perjanjian untuk
senantiasa didasarkan pada norma kepatutan atau kelayakan sesuai dengan
pandangan masyarakat.
Dalam hal kasus sengketa merek “IKEA” antara Penggugat Kasasi dan
Tergugat Kasasi, dapat dilihat bahwa Tergugat Kasasi tidak memiliki iktikad
baik, dimana ini terlihat dari tuntutan yang diajukan oleh Tergugat Kasasi
dalam Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Tuntutan yang diajukan
Tergugat Kasasi adalah untuk menghapuskan merek “IKEA” milik Penggugat
Kasasi dalam kelas barang 20 dan 21 dan menyatakan permohonan
pendaftaran merek Tergugat Kasasi di kelas barang yang sama adalah sah.
Dapat dilihat Majelis Hakim tidak mempertimbangkan adanya persamaan-
persamaan antara merek IKEA Penggugat Kasasi dan merek IKEA Tergugat
Kasasi yang dapat dilihat sebagai berikut :
1. Persamaan unsur yang membentuk kata IKEA. Di dalam Merek IKEA
milik Penggugat Kasasi, dengan unsur yang membentuk kata IKEA dalam
merek IKEA milik Tergugat Kasasi yaitu kombinasi huruf I-K-E-A.
Dimana uraian dari merek IKEA milik Penggugat Kasasi adalah:
Ii : Ingvari
Ki : Kampradi
Ei : Elmtarydi
Ai : Agunnarydi
Sedangkan uraian untuk merek IKEA Tergugat Kasasi adalah :
Ii : Intan, akronimi darii industrii rotan;

14
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015

Ki : Khatulistiwa, merupakani bagian darii namai badani hukum Tergugat


Kasasi (PT. Ratania Khatulistiwa);
Ei : Esa, yangi berartii satui atau itunggal;
Ai : Abadi, yangi berartii kekall atau lselamanya.
Walaupun merek IKEA dari Penggugat Kasasi dan merek IKEA Tergugat
Kasasi memiliki uraian makna yang berbeda tetapi kombinasi huruf yang
digunakan oleh Tergugat Kasasi dalam pendaftaran mereknya adalah sama.
2. Persamaan bunyi ucapan antara kata IKEA milik Penggugat Kasasi dan
merek IKEA milik Tergugat Kasasi.
3. Persamaan jenis barang antara produk yang dilindungi di dalam merek
IKEA milik Penggugat Kasasi dengan produk milik Tergugat Kasasi,
dimana menggunakan merek IKEA dalam kelas barang 20 dan 21.
Persamaan - persamaan yang terdapat dalam merek IKEA Tergugat
Kasasi seharusnya dapat dipertimbangkan dalam putusan Pengadilan Niaga
serta dalam putusan Mahkamah Agung. Selain tidak mempertimbangkan
persamaan – persamaan pada merek IKEA Penggugat Kasasi dan Tergugat
Kasasi Majelis Hakim juga tidak mempertimbangkan keterkenalan merek
IKEA milik Penggugat Kasasi. Ketentuan mengenai merek terkenal dapat
dilihat dalam Pasal 6 Ayat (1) huruf (b) UU Merek sedangkan dalam UU
Merek dan Indikasi Geografis terdapat dalam Pasal 21 Ayat (2) huruf (b) yang
menyatakan bahwa permohonan suatu merek harus ditolak oleh Direktorat
Jenderal apabila merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya dengan merek yang sudan terkenal milik pihak lain untuk
barang dan/atau jasa sejenis.
Berdasarkan Pasal 28 UU Merek dan Pasal 35 Ayat (1) UU Merek dan
Indikasi Geografis menyatakan bahwa perlindungan terhadap merek terdaftar
dilindungi dalam waktu 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal penerimaan
pendaftaran merek dan jangka waktu perlindungan tersebut dapat
diperpanjang. Jangka waktu perlindungan sebuah merek terdaftar diberikan
dengan menyesuaikan pada prinsip keadilan yaitu jangka waktu penggunaan
yang layak sebuah merek adalah 7 (tujuh) tahun (vide Article 18 TRIPs).

15
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015

Apabila disesuaikan dengan UU Merek di Indonesia yang memberikan jangka


waktu perlindungan selama 10 tahun, dapat dilihat jangka waktu perlindungan
dalam ketentutan UU Merek Indonesia lebih lama dibandingkan dengan apa
yang telah ditentukan dalam TRIPs.25
Namun, berbeda perlindungannya ketika merek yang telah didaftarkan
kemudian tidak digunakan. Dalam hal ini, merek yang telah didaftarkan
tersebut dapat dihapuskan jika merek terdaftar tersebut tidak dipergunakan
dalam waktu 3 (tiga) tahun secara berturut-turut sejak tanggal pendaftaran.
Selain karena tidak dipergunakan, suatu merek juga dapat dihapuskan apabila
merek yang digunakan tidak sesuai dengan yang didaftarkan, dimana
ketentuan ini terdapat dalam Pasal 61 UU Merek.
“(1) Penghapusanl pendaftaran lMerek darii Daftar Umum
Merek idapat dilakukani atas iprakarsa Direktorat Jenderal atau
berdasarkani permohonani pemilik iMerek yang ibersangkutan.

(2) Penghapusani pendaftarani Merek atas iprakarsa Direktorat


Jenderal dapati dilakukani jika :
a. Mereki tidak digunakani selama 3 (tiga) tahun berturut-
turut dalami perdagangani barangi dan/atau ijasa isejak
tanggali pendaftarani atau pemakaiani terakhir, kecuali
apabilai adai alasan yang dapat diterima oleh Direktorat
Jenderal;
b. Merekl digunakanl untuk ijenis ibarang dan/atau ijasa
yangi tidaki sesuaii dengan ijenis ibarang atau ijasa
yangi dimohonkani pendaftaran, itermasuk ipemakaian
Mereki yangi tidak isesuai dengani Merek yang didaftar.

Dalam penjelasan Pasal 61 Ayat (2) huruf (a) juga dijelaskan maksud dari
pemakaian terakhir, yaitu :
“Yang dimaksudi dengani pemakaian terakhir iadalah
penggunaani merek tersebuti pada produksii barangi atau ijasa
yangi diperdagangkan. Saati pemakaiani terakhiri tersebut
dihitungi dari itanggal terakhir ipemakaian sekalipuni setelah
itu barangi yangi bersangkutani masihi beredari dii masyarakat.”

25
Rahmi Jened, hlm.188.

16
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dilihat bahwa bukti-bukti yang diajukan


oleh Pemohon Kasasi tersebut merupakan bukti sempurna yang memenuhi
unsur perdagangan.
Pengertian yang dimaksud dengan pemakaian terakhir dari suatu
penggunaan merek di dalam perdagangan barang dan/atau jasa tidak
dijelaskan di dalam UU Merek maupun di dalam UU Merek dan Indikasi
Geografis. Hal ini sangatlah penting karena di dalam persidangan, Termohon
Kasasi harus dapat membuktikan kapan pemakaian terakhir merek milik
Pemohon Kasasi digunakan dalam perdagangan atau dengan kata lain kapan
merek milik Pemohon Kasasi tidak giunakan dalam perdagangan barang
ataupun jasa. Hal ini sangatlah penting dalam hal pembuktian yang harus
disampaikan Termohon Kasasi dalam mengajukan tuntutannya.
Peraturan merek di Indonesia, pada dasarnya mengacu kepada Trade
Related Aspects Of Intellectual Property Rights (yang selanjutnya disebut
TRIPs), penghapusan pendaftaran suatu merek tidak diatur di dalam TRIPs.
Ynag diatur di dalam TRIPs hanyalah mengenai pembatalan suatu merek
dimana hal ini dapat terjadi apabila suatu merek tidak digunakan dalam waktu
setidaknya 3 (tiga) tahun berturut-turut. Hal ini terdapat di dalam Pasal 19
TRIPs yang isinya sebagai berikut :
“1. If use required to maintain a registration, the registration
may be cancelled only after an uninterrupted period of at least
three years of non-use, unless valid reasons based on the
existence of obstacles to such use are shown by the trademark
owner. Circumstances arising independently of the will of the
owner of the trademark which constitute an obstacle to the use
of the trademark, such as import restrictions on or other
government requirementfor goods or services protected bt the
trademark, shall be recognized as valid reasons for non-use.”

Ketentuan yang disebutkan di atas, dalam UU Merek di Indonesia


merupakan sebagai syarat penghapusan suatu merek terdaftar, bukan
merupakan syarat pembatalan suatu merek. Yaitu dimana pemilik merek tidak
menggunakan mereknya dalam perdagangan barang dan/atau jasa setelah
merek tersebut terdaftar di dalam Daftar Umum Merek di Ditjen HKI. Selain

17
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015

itu merek tersebut juga tidak pernah dipakai kembali selama 3 (tiga) tahun
berturut-turut.26
Yang dimaksud dengan pemakaian terakhir adalah penggunaan terkahir
suatu merek di dalam perdagangan barang dan/atau jasa, atau sejak tanggal
produksi terakhir suatu merek digunakan, tanpa melihat atau
mempertimbangkan barang dan/atau jasa tersebut masih beredar atau tidak di
masyarakat .27
Menurut Rahmi Jened, ketentuan mengenai penggunaan terakhir suatu
merek dalam perdagangan barang dan/atau jasa di dalam ketentuan “non-use
marks” seharusnya dihitung dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun .28
Dalam kasus sengketa merek “IKEA” yang digugat penghapusan oleh
pihak ketiga, harus dicermati secara lebih mendalam. Hal ini dikarenakan
ketentuan yang terdapat di dalam Black’s Law Dictionary yang menyatakan
bahwa :29 “One not a party to an agreement, a transaction, or an action, but
who have rights there in”.30
Berdasarkan ketentuan di atas, berdasarkan Pasal 63 UU Merek dapat kita
ketahui bahwa pihak ketiga yang mempunyai hak untuk mengajukan gugatan
penghapusan terhadap suatu merek terdaftar adalah pihak yang memiliki hak
untuk melakukan tuntutan atau gugatan tersebut. Pihak yang berada di luar
suatu perjanjian atau pun apabila terdapat pihak di dalam proses transaksi,
pihak yang dimaksud adalah pihak yang tidak dapat melakukan suatu tindakan
hukum, pihak – pihak tersebut tidak dapat mengajukan gugatan penghapusan
merek.31
Berdasarkan dengan suatu merek, suatu merek yang dimiliki oleh
seseorang atau sebuah badan hukum tidak boleh sama atau dengan kata lain

26
Dwi Rezki Sri Astarini, Penghapusan Merek Terdaftar Berdasarkan UU No.15 Tahun 2001
Tentang Merek Dihubungkan Dengan TRIPs-WTO, PT. Alumni, Bandung, 2009, hlm. 79.
27
Ibid., hlm. 82.
28
Rahmi Jened, Op.Cit., hlm. 305.
29
Ibid., hlm. 307.Dikutip dari Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, West
Publishing, St. Paul Minn, 1996, hlm.1479.
30
“Seseorang yang bukan pihak dalam suatu perjanjian, bukan pihak lain dalam suatu
transaksi atau suatu tindakan hukum, tetapi orang yang memiliki hak untuk itu.”
31
Rahmi Jened, Op.Cit., hlm. 304.

18
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015

harus memiliki daya pembeda dengan merek milik pihak lain. Suatu merek
harus memilik daya pembeda atau tidak boleh sama dengan pihak lain dalam
hal secara keseluruhannya, atau yang pada prinsipnya suatu merek itu dapat
dianggap sama, apabila suatu merek terdapat persamaan maka dapat dikatakan
bahwa merek tersebut telah meniru merek pihal lain. Sehingga dapat
disimpulkan pengertian dari persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya
yaitu dalam suatu merek terdapat unsur – unsur yang memiliki persamaan atau
kemiripan dengan merek milik pihak lain, dimana hal ini dapat menimbulkan
anggapan bahwa merek tersebut memiliki persamaan dalam hal bentuk,
penulisannya, gambarnya, symbol atau logonya, kombinasi – kombinasinya,
ataupun persamaan bunyi pada pengucapannya, semua unsur – unsur yang ada
dalam sebuah merek.
Berdasarkan kasus sengketa merek IKEA, yang disesuaikan dengan
hal “persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya” dapat disimpulkan
merek IKEA milik Termohon Kasasi yang dimohonkan pendaftaran mereknya
tersebut memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan
merek IKEA milik Pemohon Kasasi.
Penamaan merek IKEA yang berasal dari nama dari pendiptanya
sekaligus pemilik dari merek IKEA sendiri yang bersala dari Swedia, dimana
merek IKEA merupakan singkatan dari Ingvar Kamprad Elmtaryd Agunnaryd.
Nama - nama tersebut masing-masing memiliki arti. Ingvar merupakan nama
depan pendiri perusahaan Pemohon Kasasi, Kamprad merupakan nama
keluarga dari pendiri perusahaan Pemohon Kasasi, Elmtaryd merupakan nama
tempat pertanian dimana Ingvar Kamprad tersebut beranjak dewasa,
Agunnaryd merupakan nama dari persekutuan gereja dimana Ingvar Kamprad
menjadi salah satu anggota jemaat. Dapat dilihat bahwa merek IKEA milik
Pemohon Kasasi bukan merupakan bahasa umum serta mempunyai ciri khas
sendiri, sehingga dapat dikatakan merek IKEA Pemohon Kasasi merupakan

19
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015

merek yang diciptakan atau ditemukan, yang dalam Bahasa Inggris dinamakan
dengan istilah “coined mark” atau “invented mark”.32
Apabila kita lihat dari segi logo, baik logo milik Pemohon Kasasi
maupun logo milik Termohon Kasasi, bila dilihat sekilas memiliki kemiripan
antara satu dengan lainnya. Di bawah ini merupakan gambar dari masing -
masing logo yang dimiliki Pemohon Kasasi dan Termohon Kasasi.

Bagian kiri pada gambar merupakan logo IKEA milik Pemohon Kasasi
pada tahun 1967 dan pada bagian kanan gambar merupakan logo IKEA milik
Termohon Kasasi. Di bawab ini merupakan logo baru merek IKEA milik
Pemohon Kasasi.

Berdasarkan gambar di atas, terlihat jelas bahwa logo milik Pemohon


Kasasi dan Termohon Kasasi memiliki persamaan. Persamaan – persamaan
tersebut terlihat dari penyusunan huruf-hurufnya, persamaan bunyi dalam
pengucapannya serta dalam hal gambar visualnya yang dapat dikatakan bahwa
hal ini telah melanggar fungsi dari sebuah merek.
Ketentuan mengenai “persamaani padai ipokoknya” diaturi di dalam
Pasall 6 Ayatl (1) lhuruf (a) dan lPasal 90 lUU lMerek. Dalam lPasal 6 lAyat
(1) lhuruf (a) UU lMerek lmengatur mengenai :
“Permohonanl harusl ditolak olehl Direktorat Jenderall apabila
lmerek ltersebut :
(a) Mempunyaii persamaani ipada ipokoknya ataui secara
keseluruhannyal denganl merek lpihak llain yang lsudah
terdaftar llebih dahulul untuk lbarang dan/atau jasal yang
sejenis. “
32
Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 99/PDT.SUS-
MEREK/2013/PN.NIAGA.Jkt.Pst.

20
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015

Dalaml Pasall 90 UU lMerek diatur mengenai :

“Barangsiapal denganl sengajal dan ltanpa hak lmenggunakan


merekl yang sama lpada lkeseluruhannya dengan lmerek
terdaftar lmilik lpihak llain untuk lbarang dan/atau ijasa yang
sejenis iyang diproduksii dan/atau idiperdagangkan, dipidana
dengani pidana ipenjara ipaling llama 5 (lima) tahuni dan/atau
palingi banyak idenda 1i miliyar rupiah”

Kasus sengketa merek IKEA antara Inter Ikea System BV sebagai


Pemohon Kasasi dan PT. Ratania Khatulistiwa sebagai Termohon Kasasi
menitikberatkan pada penghapusan merek IKEA yang tidak dipergunakan
selama 3 (tiga) tahun berturut-turut sejak tanggal pendaftaran merek. Tetapi
apabila kita cermati lebih dalam, Termohon Kasasi melakukan gugatan
terhadap Pemohon Kasasi dengan maksud agar Termohon Kasasi dapat
menggunakan merek IKEA dalam perdagangan. Penulis berpendapat, bahwa
Termohon Kasasi telah beriktikad tidak baik karena Termohon Kasasi ingin
menggunakan merek IKEA dalam perdagangan sehingga menggugat
Pemohon Kasasi, selain itu juga Termohon Kasasi ingin membonceng
keterkenalan merek IKEA milik Pemohon Kasasi. Perbuatan yang diperbuat
oleh Termohon Kasasi dapat menimbulkan kebingungan dan kekeliruan serta
dapat menyesatkan konsumen yaitu masyarakat luas.
Dalam Pasal 4 UU Merek yang mengatur mengenai iktikas baik dari
pemohon pendaftar merek dapat kita lihat juga di dalam penjelasan Pasasl 4
UU Merek yaitu sebagai berikut :
“Pemohoni yangi beriktikad lbaik adalahl pemohonl yang
mendaftarkanl mereknya lsecara llayak danl jujur ltanpa lada
niat lapa lpun luntuk lmembonceng, lmeniru, latau lmenjiplak
ketenaranl merek lpihak llain demii kepentingani usahanya
yangi berakibat kerugiani padai pihaki laini itu iatau
menimbulkan kondisii persaingani curang, imengecoh, iatau
menyesatkani konsumen.”

Dari penjelasan di atas dapat kita ketahui bahwa niat untuk


membonceng, meniru atau menjiplak ketenaran merek milik pihak lain dapat
mengakibatkan kerugian bagi pihak lain yang mereknya telah ditiru. Selain itu

21
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015

juga dapat mengecoh serta menyesatkan konsumen. “Persamaani pada


pokoknyai ataui keseluruhannya” dan “mereki terkenal” idapat juga dikaitkan
dengani penjelasan Pasal 4 UU Merek.
Dari uraiani dii atas idapat disimpulkan bahwai seseorang tidaki dapat
mendaftarkani mereknya dengani niat iuntuk imeniru iketenaran iyang
mengakibatkan kerugiani padai pihaki lain, sehingga dapat imenimbulkan
persaingani yang icurang, ldapat imengecoh, serta imenyesatkan lkonsumen.
Adapunl kasusl llain lmengenai lpenghapusan lmerek llain latas ldasar
“non-use” iialah ikasus penghapusani merekl Intell antara Intel Corp melawan
PT. Tanggung. Inteli Corporationi adalah iperusahaan Amerikai terkemukai di
bidang iinovasi silicon dani pengembangani teknologi, imengajukan gugatan
penghapusani merek Inteli miliki PT. Tanggung. Gugatani penghapusani
diajukani karenai adanyai buktii darii hasill survei pasar dii enam kota lbesar
dii Indonesiai : iJakarta, iSurabaya, iMedan, iBandung, Makasar, dan
Pontianak yangi menyatakani bahwai tidakl ada lpenjualan ataupunl produksi
barang-barangi elektronik ibermerek iIntel olehl PT. Tanggung. 33 Buktii
tersebut isama dengani buktii pada lkasus lpenghapusan lmerek “IKEA”,
tetapii walaupunl memiliki lbukti yang lsama, lpengadilan lmemutuskan hall
yangi berbeda. iDalam ikasus imerek iIntel, walaupuni hakimi mengakuii
bahwai merek iIntel imilik iPT. Tanggungi tidak llagi ditemukanl dalam
perdagangan, lnamun lmajelis lhakim lmemutuskan luntuk lmenolak gugatan
penghapusanl dengan pertimbangan bahwa penggugat tidak dapat menentukan
secara jelas ikapan terakhir lkalinya lmerek Interl dipakaii olehi PT. Tanggung
sehinggal menyatakanl bahwa gugatan ltidak ldapat lmenentukan lsecara jelas
kapanl terakhir lkalinya lmerek Intell dipakaii oleh lPT. Tanggung lsehingga
menyatakanl gugatan lpenghapusan ldianggap ltidak jelasl (obscure libel) dan
tidakl dapatl diterimal (niet onvantkelijkeheid).
Berdasarkan uraian diatas, menurutl penulis jikal hal mengenai
tanggall penggunaanl merekl terakhir kali lharus ijelas, makai seharusnyai hal
tersebut jugai diterapkani padai gugatani penghapusani mereki IKEA. Yang

33
Ibid., hlm. 306

22
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015

perlu diketahui bahwai merek yang digugat penghapusan memang benar-benar


tidak digunakan dan tentang tanggal penggunaan terakhir suatu merek harus
jelas, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam mengambil putusan. Secarai jelas
bahwai Pemohoni Kasasii yaitu iInter iIkea System BV idapat imembuktikan
bahwai barang dengani mereki IKEAi masih dipergunakan dan diproduksi di
Indonesia. Sebaiknya Majelis Hakim dapat mempertimbangkan bukti-bukti
yang diberikan oleh Pemohon Kasasi. Adanyai perbedaani dalami
memutuskani perkara yangi samai akani membuati masyarakat ibingung
dengani sistem ihukum yang iberlaku. Dalami hall ini, lpenulis lmemberikan
pandanganl bahwal seharusnya majelis hakim dapat lmenerapkan lperaturan
yang samal untukl kasusl denganl gugatanl danl buktii yangi sama, agar tidak
membingungkan masyarakat dan memberikan keadilan bagi masing-masing
pihak.
Berdasarkan penjelasanl dii atas, dapat dilihat dalaml kasusl Inter iIkea
System BV melawanl PT. lRatania lKhatulistiwa, lhakim ltidak
mempertimbangkanl iktikadl baikl dalaml memutuskanl perkara, walaupunl
dalaml dalill yang diajukanl olehl Inter iIkea System BV selakui tergugati
mengungkiti mengenaii pengajuani permohonani dengani iktikadl tidak lbaik
yangi dilakukani PT. Ratania Khatulistiwa selaku penggugat.

III. Penutup
A. Kesimpulan
Pada bab terakhir ini, penulis membuat suatu kesimpulan yang ada,
kemudian dari penguraian jawaban tersebut, penulis akan memberikan
saran-saran sebagai alternatif pemecahan masalahan. Maka penulis dapat
menarik kesimpulan bahwa kesimpulan dan saran sebagai berikut :
Putusan PN No. 99/PDT.SUS-MEREK/2013/PN.NAIAGA.Jkt.Pst.
Jo Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pst.Sus-HKI/2015 mengenai
merek terkenal IKEA tidak sesuai dengan UU Merek 2001 maupun UU
Merek 2016 dimana hakim dalam memutuskan putusan tersebut tidak

23
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015

sesuai dengan UU Merek dimana hakim tidak mempertimbangkan


pemahaman mengenai merek terkenal. Maka dapat dikatakan hakim telah
salah dalam pertimbangan dan memutus putusan tersebut, dimana Pasal 16
TRIPs yang menyatakan bahwa semua negara perserta atau anggota
Konvensi Paris wajib memberikan perlindungan terhadap merek terkenal.
Sehingga dalam memutuskan putusan tersebut hakim telah memberikan
pemahaman yang salah terhadap merek terkenal itu sendiri.

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis dapat
menyampaikan beberapa saran terkait dengan permasalahan yang diangkat
oleh penulis, yaitu bagi pemerintah Indonesianya sebaiknya lebih bisa
menyawasi penerapan hukum atau implementasi dari peraturan yang sudah
dibuat agar dapat memberikan rasa keadilan bagi para pihak yang
bersengketa, sehingga tidak terulang kembali sengketa tentang peniruan
merek. Diharapkan pula kepada Ditjen HKI agar secaral tegasl menolak
pendaftaranl merek lbaru yangl memilikii persamaani pada ipokoknya atau
keseluruhannyai dengani mereki pihaki laini yangi telahl terdaftarl terlebih
dahulul danl lebihl mengetahuii dasar diajukannyal pendaftaranl merek
yangl samal milikl pihakl lainl agarl tidakl merugikanl dan lmenimbulkan
kebingunganl bagii masyarakat. Bagi masyarakat Indonesia sebaiknya
dapat ikut berpartisipasi dalam penegakan hukum dan perlindungan
terhadap KI khususnya di bidang merek. Masyarakat Indonesia seharusnya
bisa lebih menaati dan mengikuti peraturan yang telah dibuat oleh
Pemerintah Indonesia. Masyarakat Indonesia juga diharapkan sadar akan
sanksi terhadap peniruan merek yang sudah terdaftar khususnya merek
terkenal dalam kegiatan perdagangan, sehingga dapat meminimalisir
terjadinya pelanggaran merek di Indonesia.

IV. Daftar Pustaka

24
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015

Astarani, Dwi Rezki Sri. 2009. Penghapusan Merek Terdaftar Berdasarkan


UU No.15 Tahun 2001 Tentang Merek Dihubungkan Dengan TRIPs-
WTO. Bandung : PT. Alumni.
Jened. Rahmi, 2017. Hukum Merek (Trademark Law) : Dalam Era Global dan
Integrasi Ekonomi. Jakarta : Kencana.
Linsey. 2013. Hak Kekayaan Intelektual : Suatu Pengantar. Bandung : PT.
Alumni.
Margono, Suyud. 2011. Hak Milik Industrial : Pengaturan dan Praktik di
Indonesia. Bogor : Ghalia Indonesia.
Marzuki, Peter Mahmud. 2015. Penelitian Hukum, Edisi Revisi. Jakarta :
Prenadamedia Group.
Purba, Achmad Zen Umar Purba. Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs.
Bandung : Alumni.
Roisah, Kholis. 2015. Konsep Hukum Hak Kekayaan Intelektual : Sejarah,
Pengertian dan Filosofi Pengakuan HKI dari Masa ke Masa. Jawa
Timur : Setara Press.
Saidin, OK. 2015. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual : Intellectual
Property Rights. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Sutedi, Adrian. 2013. Hak Atas Kekayaan Intelektual. Jakarta : Sinar Grafika.
Soelistyo, Henry. 2017. Bad Faith Dalam Hukum Merek. Yogyakarta : PT
Maharsa Artha Mulia.
Soekanto, Soerjono. 2010. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI Press.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 2004. Penulisan Hukum Normatif.
Jakarta : Raja Grafindo.
Utomo, Tomi Suryo. 2010. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global :
Sebuah Kajian Kontemporer. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Indonesia, BBC. “MA Hapuskan Merek, Toko IKEA di Indonesia Tetap
Buka”.
http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2016/02/160213_majalah_bisn
is_indonesia_ikea. Diakses pada tanggal 20 Desember 2018.
Pengetahuan, Kanal. “Pengertian Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI)”.
https://www.kanal.web.id/2016/10/hak-atas-kekayaan-intelektual.html.
Diakses pada tanggal 20 Desember 2018.

Setiadharma, Prayudi. “ Sedikit Kisah Mengenai Tentang Hapusnya Merek IKEA”.


https://www.hki.co.id/opini. Diakses pada tanggal 20 Desember 2018.

25
Selvy Handoyo & Suyud Margono
Penerapan Merek Terdaftar Tidak Digunakan (Non-Use Marks) Analisis
Kasus Antara Inter Ikea System BV dan PT. Ratania Khatulistiwa
Putusan Mahkamah Agung No. 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015

26

You might also like