Sinopsis Disertasi Beti Merge

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 90

SINOPSIS

ANALISIS PENGARUH STATUS MIGRASI MELALUI


KARAKTERISTIK SOSIODEMOGRAFI TERHADAP
TINGKAT KESEJAHTERAAN PEKERJA DI DKI JAKARTA
(Analisis Data Cross Sectional Susenas 2013)

DISERTASI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar


Doktor Ilmu Ekonomi Pada Program Pascasarjana
Universitas Borobudur, Jakarta

DISUSUN OLEH:

Nama : BETI NURBAITI

NIM : 01423297

PROGRAM DOKTOR ILMU EKONOMI PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS BOROBUDUR JAKARTA

TAHUN 2016
ABSTRACT

Beti Nurbaiti. 2016. The Effect of Migration Status on Worker’s Welfare in DKI
Jakarta: A Cross Sectional Data Analysis on Susenas 2013.

Inequality in development facilities among regions is indicated by population


migration flows, as a reflection of inter-regional economic growth and public facilities
disparities. DKI Jakarta has experience in population increase absolutely, in spite of
having net migration rate. This increase is caused by absolute number of in-migration
into DKI Jakarta from outside of DKI Jakarta.
The general objective of this research is analyze welfare status of Worker in
DKI Jakarta and its relationships with other determinant variables (migration status
and other socio-demographic variables). More specifically, the objectives of this
research are: 1) to analyze welfare status of worker in DKI Jakarta; 2) to analyze the
effect of migration status on worker’s welfare status; 3) to analyze the effect of other
socio-demographic variables on worker’s welfare status; and 4) to analyze the effect
of interaction between migration status and other variables on worker’s welfare status
in DKI Jakarta Province.
By using Susenas (National Socio-Economics Survey) 2013 raw data as a
source of data, this research conducts analyze with two stages: 1) The first step is
constructing the worker’s welfare status by using PCA (Principle Component
Analysis); 2) the second stage is cross tabulating and multinomial logistic regression
analysis to show the effect of migration status and other variables on worker’s welfare
status in DKI Jakarta.
The result of analysis exhibits that migration status of workers in DKI Jakarta,
and also their other variables, have various contribution on welfare status pattern.
However, the determinants variables have significant contributions to welfare status.
The inferential analysis with interaction model generates some conclusions as follows:
migrant workers age of 24-34 tend to “welfare” 2.86 times, and tend to be “very
welfare” 2.34 times; married migrant workers tend to be “welfare” 2.6 times; and
migrant formal workers tend to be “very welfare” 6.14 times.
Keywords: Welfare status, net migration, Susenas 2013, PCA, multinomial
logistic regression.
I. PENDAHULUAN meningkat pada masa mendatang
(Yadav, 1987, h.17).
A. Latar Belakang
Di banyak negara-negara
Manusia terlahir sebagai
berkembang, di mana mayoritas
mahluk sosial yang bebas bergerak
penduduknya masih hidup di daerah
mengikuti kata hati dan naluri
perdesaan, keinginan ini untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya.
bermigrasi ke daerah perkotaan akan
Bahkan sedemikian pesatnya,
meningkat dengan tersedianya
sehingga terjadi proses migrasi
banyak pekerjaan yang lebih baik
penduduk dari desa (rural) ke kota
dan perbaikan kondisi ekonomi di
(urban) dan reklasifikasi wilayah desa
daerah perkotaan. Sektor pertanian
menjadi perkotaan (dikenal dengan
mulai ditinggalkan seiring kemajuan
urbanisasi) sehingga menjadi isu
pembangunan dan menggeliatnya
yang global dan merupakan
sektor industri. Laporan World Bank
fenomena di dunia. Sejak tahun
(2001, h.5) mengungkapkan fakta
1950, hanya 30% dari populasi dunia
bahwa distribusi pendapatan tingkat
yang bermigrasi namun kini di dunia
dunia menurun drastis dan parahnya
maju sekitar 80% kaum urban, dan
kue ekonomi di negara berkembang
ini diperkirakan sekitar tahun 2050,
juga menurun, bahkan 70 % populasi
dengan 2 (dua) miliar orang pindah
penduduk dunia di negara
ke kota, terutama di China, India,
berkembang hanya menikmati 30 %
Asia Tenggara, dan Afrika (Luis dan
kue ekonomi dunia. Sedangkan
West, 2010 h.12).
sebaliknya 30% populasi penduduk
Berdasarkan data dari
di negara maju menikmati 70% kue
Perserikatan Bangsa-bangsa (United
ekonomi dunia. Kue ekonomi tadi
Nations, 2005) mencatat bahwa
oleh manusia dikejar demi
sebagian besar penduduk dunia
terpenuhinya kebutuhan ekonomi
tinggal di daerah perkotaan. Jumlah
primer/pokok, demokratisasi, jumlah
orang yang tinggal di wilayah urban
dan kualitas pelayanan kesehatan,
mengalami peningkatan sekitar 1
serta keamanan/kepastian hukum
(satu) juta orang per tahun. Mengacu
yang adil.
pada laporan dari penduduk
Ketidakadilan terjadi di negara
perkotaan diperkirakan mengalami
berkembang, umumnya dari dimensi
pertumbuhan 1,8 persen per tahun.
pendapatan, konsumsi, gender, dan
Di Asia pada umumnya proses
penguasaan terhadap akses faktor -
urbanisasi berjalan sangat lambat
faktor produksi. Ketidakadilan berlaku
jika dibandingkan dengan di negara-
juga dalam hal
negara di Eropa maupun di Amerika.
penguasaan/kepemilikan tanah,
Urbanisasi juga membawa dampak
sehingga terjadi
lain seperti perubahan iklim hingga
ketimpangan/kesenjangan distribusi
krisis ketersediaan makanan, energi
akses produksi, yang kemudian
dan air, juga tuntutan terhadap
mengakibatkan ketimpangan
kualitas dan kuantitas kesehatan
distribusi barang modal dan aset
publik, pasar keuangan dan ekonomi
finansial dan pada akhirnya terjadilah
global yang terus meningkat.
kesenjangan Human Wealth yang
Diprediksi angka urbanisasi di Asia
mencakup bidang kesehatan,
dan di negara berkembang, akan
pendidikan, keterampilan,

1
pengalaman kerja serta informasi migrasi dari desa ke kota di
teknologi. Sudah menjadi hak Indonesia diestimasikan sebesar 36
sebagai warga negara dimanapun persen pada tahun 2000, sehingga
itu, aspek kesehatan, pendidikan, menurut laporan tersebut
keterampilan, pengalaman kerja pertumbuhan periode 1980-2000
serta informasi teknologi merupakan adalah 4 (empat) persen. Sehingga,
Public Good, dapat dinikmati oleh dapat dipahami bahwa berpindahnya
masyarakat luas dari semua strata, penduduk desa (daerah asal) menuju
namun kenyataannya, di negara kota (daerah tujuan) merupakan
berkembang semua hal tadi menjadi keniscayaan individu, keluarga,
Private Good, tidak merata, yang maupun masyarakat untuk meraih
hanya dinikmati segelintir orang kaya kehidupan yang lebih baik, tidak
saja. hanya dari sisi pendapatan/upah/gaji
Indonesia memiliki tingkat (ekonomi) agar lebih sejahtera,
urbanisasi yang lebih tinggi namun juga dari sisi kenyamanan
dibandingkan dengan tingkat hidup dengan menikmati fasilitas
pembangunan ekonomi (Yadava, pendidikan, kesehatan serta hiburan
1989,h.2). Hal ini menyebabkan (non ekonomi) yang aman dan
beragam ekses, seperti kepadatan nyaman. Berdasarkan fakta yang
wilayah kota, kesukaran peneliti alami sehari hari, maka hal ini
pembuangan sampah, kekurangan merupakan aspek penting untuk
jumlah perumahan, fasilitas diteliti agar dapat dipahami faktor apa
pendidikan, kekurangan air dan saja yang mendorong keputusan
listrik, termasuk kemacetan lalu lintas bermigrasi dari luar Jakarta ke DKI
(Yadav, 1987,h.47). Migrasi ke kota Jakarta, khususnya di Jakarta Timur,
bukanlah fenomena demografis apakah lebih cenderung pada alasan
semata tetapi terkait dengan ekonomi atau non ekonomi, ataukah
berbagai dimensi lain dengan segala keduanya melalui survai lapang
implikasi yang lebih luas mengambil data primer mengunjungi
(Wirakartakusumah, 1999,h.7 dan responden dengan menyebar
Chotib, 1998,h.34). Dari sudut kuesioner, juga wawancara, serta
pandang behavioral scientist, dengan dukungan data sekunder dari
menurut Bintarto (1986) bahwa Biro Pusat Statistik (BPS) Jakarta,
migrasi ke kota dilihat dari segi serta sumber lain yang akurat.
pentingnya atau sejauh mana
manusia itu dapat menyesuaikan diri B. Identifikasi Masalah
terhadap situasi yang berubah sesuai
perkembangan jaman dan teknologi. Ketidakmerataan fasilitas
Berpindahnya penduduk dari pembangunan antara satu daerah
desa ke kota yang berlangsung pada dengan daerah lain tergambarkan
waktu lalu di Indonesia cenderung dari migrasi penduduk sebagai
memusat (polarized urbanization), refleksi perbedaan pertumbuhan
karena kota-kota utama relatif lebih ekonomi dan fasilitas publik.
menjanjikan dari segi lapangan kerja Penduduk dengan tingkat
maupun fungsi-fungsi pelayanan pertumbuhan ekonomi lebih rendah
perkotaan (Prabatmodjo, 1999,h.13). akan berpindah menuju daerah
Prabatmodjo yang mengutip laporan dengan tingkat pertumbuhan
Jones et all (1990,h.11) angka ekonomi lebih tinggi. Indonesia

2
merupakan negara kepulauan merupakan dampak dari
dengan kekayaan sumber daya alam ketidakstabilan politik, penguasaan
yang cukup bervariasi dan berlimpah teknologi yang disokong modal asing
di tiap provinsinya, namun atas sektor modern turut membatasi
kenyataannya ada ketimpangan kesempatan tenaga kerja unskilled
pertumbuhan ekonomi antar daerah dan semi skilled di sektor ini.
di Indonesia. Hal ini
mengindikasikan adanya Meskipun tingkat kualitas
ketimpangan pembangunan dan lingkungan dan sosial yang semakin
kesejahteraan antar daerah. Kondisi rentan sebagai resiko yang harus
ini telah membawa pada perpindahan diambil sebagai penduduk DKI
pekerja dalam jumlah besar Jakarta, nyatanya angka urbanisasi
khususnya dari daerah yang tidak terus meningkat. Angka urbanisasi
produktif ke daerah yang lebih Jakarta yang meningkat disebabkan
produktif dalam rangka meningkatkan arus migrasi yang meningkat ke
kesejahteraan mereka. Jakarta setiap tahunnya.
Berdasarkan uraian fenomena
Temuan Gittelmen dan Joyce tersebut diatas maka penulis tertarik
(1998,h.12) mengungkapkan meneliti mengenai keputusan
ketimpangan pendapatan antar seseorang memutuskan bermigrasi
daerah yang lama akan ke DKI Jakarta baik ditinjau dari
menyebabkan disparitas antar aspek ekonomi maupun non ekonomi
penduduk yang lebih lama pula. pada sektor formal serta informal di
Galbraith (2008,h.55) juga wilayah Jakarta Timur, yang
mendukung dengan temuan adanya merupakan domisili penulis sejak
ketidakmerataan pekerjaan dan menjadi menetap di Jakarta sejak
pendapatan, informasi, juga terkait tahun 1974 hingga saat ini.
pemusatan industri di beberapa
wilayah, menyebabkan ketimpangan C. Pembatasan Masalah
ekonomi. Seperti yang dijelaskan
Ruang lingkup penelitian ini
oleh Sukirno (2006,h.56) bahwa
dibatasi pada penduduk Provinsi DKI
kondisi ketidakseimbangan tingkat
Jakarta yang berusia 15 tahun ke
pembangunan antar daerah di suatu
atas dengan status bekerja di semua
negara, umumnya terjadi antar desa
lapangan usaha, dengan cakupan
kota, dimana kota umumnya
data individu sejumlah 17.453 jiwa di
berfungsi sebagai pusat negara,
DKI Jakarta, jika dibobotkan mewakili
pusat industri dan perdagangan
10.031.135 jiwa penduduk DKI
dengan daerah-daerah lain dalam
Jakarta, dengan jumlah responden
satu negara. Hal ini dapat terjadi
DKI Jakarta yang berusia 15 tahun
karena adanya investasi yang
ke atas sejumlah 13.238 jiwa yang
timpang antar daerah kota desa
sebanding dengan 7.551.751 jiwa
sehingga meningkatkan kesenjangan
dimana jumlah ini sudah di atas
antara pusat negara dengan daerah
jumlah data minimal yang diperlukan
lainnya. Kesenjangan pembangunan
untuk penelitian disertasi. Data
yang sering terlihat adalah
berupa cross section antar individu
kesenjangan sumberdaya yang ada
dengan cakupan status migrasi, umur
dan tidak teralokasikan secara efisien
migran, status kawin migran, jenis
(market failures). Hal tersebut
kelamin migran, daerah asal migran

3
yang diinteraksikan secara resiprokal dibandingkan kelompok pekerja
dengan status kesejahteraan, dan lainnya?
diperoleh dari BPS sebagai sumber 10. Bagaimana tingkat kesejahteraan
data resmi yang merupakan hasil pekerja migran formal
survey SUSENAS 2013. dibandingkan kelompok pekerja
lainnya?
D. Perumusan Masalah Penelitian 11. Bagaimana tingkat kesejahteraan
pekerja migran berpendidikan
Melihat permasalahan di atas, lebih tinggi dibandingkan
maka muncul pertanyaan penelitian kelompok pekerja lainnya?
yang perlu ditelaah untuk pekerja
yang ada di Provinsi DKI Jakarta, E. Tujuan Penelitian
yaitu:
1. Bagaimana tingkat kesejahteraan Tujuan penelitian ini sesuai
pekerja berstatus migran dengan rumusan permasalahan yang
dibandingkan pekerja berstatus diuraikan sebelumnya adalah
bukan migran? sebagai berikut :
2. Bagaimana tingkat kesejahteraan 1. Menganalisa tingkat
pekerja yang berumur lebih tua kesejahteraan pekerja
dibandingkan pekerja berusia berstatus migran dibandingkan
muda? pekerja berstatus bukan
3. Bagaimana tingkat kesejahteraan migran di Provinsi DKI
pekerja laki-laki dibandingkan Jakarta.
pekerja perempuan? 2. Menganalisa tingkat
4. Bagaimana tingkat kesejahteraan kesejahteraan pekerja yang
pekerja yang berstatus kawin berumur lebih tua
dibandingkan pekerja berstatus dibandingkan pekerja berusia
tidak kawin? muda di Provinsi DKI Jakarta.
5. Bagaimana tingkat kesejahteraan 3. Menganalisa tingkat
pekerja yang berstatus pekerjaan kesejahteraan pekerja laki-laki
formal dibandingkan pekerja dibandingkan pekerja
berstatus pekerjaan informal? perempuan di Provinsi DKI
6. Bagaimana tingkat kesejahteraan Jakarta.
pekerja yang berpendidikan lebih 4. Menganalisa tingkat
tinggi dibandingkan pekerja kesejahteraan pekerja yang
berpendidikan menengah dan berstatus kawin dibandingkan
bawah? pekerja berstatus tidak kawin
7. Bagaimana tingkat kesejahteraan di Provinsi DKI Jakarta.
pekerja migran laki-laki 5. Menganalisa tingkat
dibandingkan kelompok pekerja kesejahteraan pekerja yang
lainnya? berstatus pekerjaan formal
8. Bagaimana tingkat kesejahteraan dibandingkan pekerja
pekerja migran berusia lebih tua berstatus pekerjaan informal di
dibandingkan kelompok pekerja Provinsi DKI Jakarta.
lainnya? 6. Menganalisa tingkat
9. Bagaimana tingkat kesejahteraan kesejahteraan pekerja yang
pekerja migran berstatus kawin berpendidikan lebih tinggi
dibandingkan pekerja

4
berpendidikan menengah dan menjadi masukan bagi pihak
bawah di Provinsi DKI Jakarta. perumus kebijakan untuk
7. Menganalisa tingkat menyusun suatu ketetapan
kesejahteraan pekerja migran atau strategi yang menyangkut
laki-laki dibandingkan migrasi khususnya yang
kelompok pekerja lainnya di berhubungan dengan
Provinsi DKI Jakarta. kebijakan dalam bidang
8. Menganalisa tingkat ketenagakerjaan.
kesejahteraan pekerja migran
berusia lebih tua dibandingkan
kelompok pekerja lainnya di
Provinsi DKI Jakarta.
9. Menganalisa tingkat
kesejahteraan pekerja migran
berstatus kawin dibandingkan
kelompok pekerja lainnya di
Provinsi DKI Jakarta.
10. Menganalisa tingkat
kesejahteraan pekerja migran
formal dibandingkan kelompok
pekerja lainnya di Provinsi DKI
Jakarta.
11. Menganalisa tingkat
kesejahteraan pekerja migran
berpendidikan lebih tinggi
dibandingkan kelompok
pekerja lainnya di Provinsi DKI
Jakarta.

F. Kegunaan Penelitian
Diharapkan nantinya penelitian
memberikan manfaat :
1. Sebagai bahan kajian dasar
untuk melakukan studi yang
menyangkut migrasi dalam
hubungannya dengan pola
status sosial ekonomi pekerja.
2. Sebagai informasi yang riil
tentang status sosial ekonomi
pekerja migran dan non
migran di Provinsi DKI Jakarta
berdasarkan data Susenas
2013 beserta karakteristik
sosiodemografi yang
mempengaruhinya. Informasi
tersebut diharapkan dapat

5
II. KAJIAN PUSTAKA, semipermanen, meski tidak ada
KERANGKA PEMIKIRAN DAN batasan mengenai jarak yang
HIPOTESIS PENELITIAN ditempuh.
Badan Pusat Statistik (BPS,
A. Landasan Teori 2000) menetapkan definisi migrasi
adalah perpindahan penduduk yang
Migrasi merupakan salah
melewati batas administratif dengan
satu dari tiga komponen demografi
jangka waktu tinggal di tempat
yang utama, yaitu fertilitas,
tujuan selama enam bulan atau
mortalitas dan migrasi. Seperti
lebih sehingga terdapat beberapa
halnya kedua komponen lainnya,
kriteria migran jika memenuhi
migrasi tidak hanya mempengaruhi
kriteria di bawah ini:
besaran penduduk suatu daerah,
1) Migran seumur hidup
tetapi juga memberikan pengaruh
(lifetime migration) yaitu jika
yang cukup signifikan dalam aspek
tempat tinggal sekarang
sosio-ekonomi, budaya, politik dan
berbeda dengan tempat
lingkungan fisik (Alatas, 1995,h.2).
tinggal pada saat lahir, tidak
Munir (1981,h.23)
tergantung berapa lama
mengungkapkan bahwa migrasi
datang di suatu tujuan, tetapi
adalah perpindahan penduduk
tergantung pada tempat lahir.
dengan tujuan menetap dari suatu
Data migran seumur hidup
tempat ke tempat lain melampaui
jarang digunakan untuk
batas politik atau negara atau batas
menggambarkan dinamika
administratif atau batas bagian
perpindahan penduduk,
dalam suatu negara. Migrasi juga
karena tidak
sering diartikan sebagai
menggambarkan pergerakan
perpindahan yang relatif permanen
penduduk dalam waktu yang
walaupun ada juga yang tidak
relatif singkat. Namun
menetap (non-permanen).
seringkali digunakan untuk
Migrasi merupakan bentuk
mobilitas geografis (geographic melihat pendekatan
mobility) atau mobilitas keruangan penduduk asli atau bukan
(spatial mobility) dari suatu unit penduduk asli.
geografi ke unit geografi lainnya, 2) Migran total (total migration),
yang menyangkut suatu perubahan yaitu jika tempat tinggal
tempat kediaman secara permanen sekarang berbeda dengan
dari tempat asal ke tempat tujuan tempat tinggal sebelumnya.
(United Nations, 2003,h.77). Hal Data migran total tidak
yang sama juga dikemukakan oleh pernah digunakan dalam
Shryock dan Siegel (1976,h.14), analisis migrasi karena
yang menyatakan bahwa migrasi jangka waktunya sangat
merupakan suatu bentuk mobilitas tidak tentu. Jadi kata-kata
tempat kediaman penduduk yang sebelumnya, tidak pasti, bisa
menyangkut perubahan tempat satu hari yang lalu, bisa satu
kediaman dari suatu masyarakat ke minggu yang lalu, bahkan
masyarakat yang lain. Sementara satu tahun yang lalu.
itu menurut Lee (1992,h.67), 3) Migran risen (recent
migrasi adalah perubahan tempat migration), yaitu jika tempat
tinggal yang permanen atau tinggal sekarang berbeda

6
dengan tempat tinggal lima 5 (lima) tahun lalu sejak
tahun yang lalu. Data migrasi datang ke suatu tujuan.
risen digunakan dalam Bentuk-bentuk mobilitas
penelitian lebih penduduk dapat dilihat pada Tabel
menggambarkan dinamika berikut di bawah ini :
dalam waktu yang pasti yaitu

Tabel Bentuk – Bentuk Mobilitas Penduduk


No Bentuk Mobilitas Batas Wilayah Batas Waktu

1 Ulang-alik (commuting) Dukuh (dusun) 6 jam atau lebih dan kembali


pada hari yang sama

2 Menginap/mondok di Dukuh (dusun) Lebih dari satu hari tetapi


daerah tujuan kurang dari 6 bulan

3 Permanen/menetap di Dukuh (dusun) 6 bulan atau lebih menetap di


daerah tujuan daerah tujuan

Sumber : Mantra (2000)

Berkaitan dengan migrasi untuk melakukan migrasi sangat


non permanen, Mantra (2000) beragam dan rumit karena terkait
menelaah bahwa konsep migrasi dengan faktor-faktor sebagai
sirkuler dapat dibenarkan sebagai berikut:
wujud mobilitas yang jenisnya 1) Faktor-faktor sosial;
dibagi sebagai berikut : termasuk keinginan para
1) Migrasi sirkuler ulang-alik migran itu sendiri untuk
(commuter), yaitu orang yang melepaskan diri dari kendala-
setiap hari meninggalkan kendala tradisional yang
tempat tinggalnya pergi ke sebelumnya mengungkung
daerah lain untuk bekerja mereka;
atau berdagang dan 2) Faktor-faktor fisik; termasuk
sebagainya, tetapi pulang pengaruh iklim dan bencana
pada sore harinya (pulang alam seperti banjir dan
pada hari yang sama); kekeringan;
2) Migrasi sirkuler dengan 3) Faktor-faktor kultural;
menetap, yaitu migrasi yang termasuk pembinaan
terjadi jika seseorang kelestarian hubungan
berpindah tempat tetapi tidak “keluarga besar” sesampai di
bermaksud menetap di perkotaan dan daya tarik
tempat tujuan, mungkin “lampu kota yang terang
hanya mendekati tempat benderang”;
pekerjaan. 4) Faktor-faktor demografi;
termasuk penurunan tingkat
B. Faktor Determinasi Migrasi kematian yang kemudian
mempercepat laju
Todaro (2000,h.19), pertumbuhan penduduk
berpendapat bahwa faktor-faktor perdesaan; serta
yang mempengaruhi seseorang

7
5) Faktor-faktor komunikasi; dibandingkan laki-laki. Beberapa
termasuk kualitas sarana hasil penelitian dan teori
transportasi, sistem menunjukkan adanya korelasi yang
pendidikan dan dampak nyata antara tingkat pendidikan
modernisasi yang dengan dorongan personal
ditimbulkan dari perkotaan. melakukan migrasi. Hasil penelitian
ini sejalan dengan teori yang
C. Teori Migrasi Ravenstein menyatakan bahwa penduduk yang
mempunyai tingkat pendidikan yang
Teori Ravenstein (1985) tinggi biasanya lebih banyak
dalam tujuh hukum migrasinya melaksanakan mobilitas daripada
dikatakan bahwa perbedaan yang berpendidikan rendah
perempuan dengan laki-laki dalam (Ravenstein, 1985).
bermigrasi adalah perempuan lebih
banyak bermigrasi jarak pendek

Tabel Teori Migrasi Ravenstein


Fakta Yang Ditemukan Penjelasan Terhadap Fakta

Migrasi terjadi dalam jarak dekat. Terdapat keterbatasan teknologi,


transportasi, dan informasi. Penduduk
lebih banyak mengenal kesempatan
kesempatan lokal.

Migrasi terjadi dalam beberapa tahap. Penduduk bergerak dari desa ke kota
kecil, kemudian ke kota menengah hingga
ke kota besar. Fenomena migrasi terjebak
dalam hirarki kota.

Selain terdapat pergerakan ke arah kota Penduduk yang lebih mampu bergerak
besar, juga terdapat pergerakan dispersal menjauhi kota dan melakukan komuter
menjauhi kota besar. dari wilayah perdesaan ke pinggiran kota
(merupakan tahap awal terjadinya sub-
urbanization dan counter urbanization).

Migrasi terjadi dalam jarak jauh menuju Penduduk hanya mengetahui


kota besar. kesempatan-kesempatan di kota kota
besar yang jauh dari daerah asalnya.

Penduduk kota lebih sedikit melakukan Wilayah perdesaan tidak menjanjikan


migrasi daripada penduduk desa. peluang atau kesempatan yang lebih
baik.

Wanita lebih banyak bermigrasi Terutama terjadi pada wanita yang telah
dibandingkan pria dalam jarak dekat. menikah dan pada masyarakat dimana
status sosial wantia relatif rendah.

Migrasi meningkat seiring kemajuan Digerakkan oleh kemajuan pada bidang


teknologi. transportasi, komunikasi dan informasi.

Sumber : Nagle (2000

8
D. Teori Migrasi Everet Lee diperhatikan dalam studi migrasi
penduduk, yaitu : (1) faktor –faktor
Dalam keputusan bermigrasi yang terdapat pada daerah asal; (2)
selalu terkandung keinginan untuk faktor-faktor yang terdapat pada
memperbaiki salah satu aspek daerah tujuan; (3) rintangan antara;
kehidupan, sehingga keputusan dan (4) faktor-faktor individual, yang
seseorang melakukan migrasi dapat dapat dilihat pada Gambar di bawah
disebabkan oleh berbagai macam ini :
faktor. Menurut Lee (1992), ada
empat faktor yang perlu

Gambar Faktor-Faktor Yang Berada Di Daerah Asal dan Daerah Tujuan


(Lee, 1992)
Lee mengungkapkan bahwa pada oleh Lee sebelumnya. Book dan
masing-masing daerah terdapat Rothernberg menjelaskan bahwa
faktor-faktor yang menahan masih berdasarkan pada teori Lee,
seseorang untuk tidak akibat bekerjanya faktor pendorong
meninggalkan daerahnya atau (push factor) di daerah asal dan
menarik orang untuk pindah ke faktor penarik (pull factor) di daerah
daerah tersebut (faktor +), dan tujuan. Faktor pendorong di daerah
adapula faktor-faktor yang asal dapat berupa kesempatan
memaksa mereka untuk kerja yang langka, semakin
meninggalkan daerah tersebut besarnya tekanan terhadap tanah
(faktor -). Selain itu, adapula faktor- tanah pertanian, atau tingkat upah
faktor yang tidak mempengaruhi yang rendah. Sementara itu, faktor
penduduk untuk melakukan migrasi penarik di daerah tujuan antara lain
(faktor o). Diantara keempat faktor adalah tersedianya alternatif
tersebut, faktor individu merupakan pekerjaan, tingkat upah yang lebih
faktor yang sangat menentukan tinggi, dan suasana kehidupan yang
dalam pengambilan keputusan lebih nyaman.
untuk migrasi.
F. Teori Migrasi Norris
E. Teori Migrasi Book Dan
Rothernberg Menurut Norris (1972,h.90),
migrasi terjadi karena faktor-faktor
Book dan Rothernberg yang berhubungan dengan daerah
(1979,h.11) memodifikasi teori asal dan daerah tujuan. Selain itu,
migrasi yang telah dikembangkan terdapat faktor rintangan yang ada

9
antara keduanya. Skema teori bawah ini :
migrasi Norris dapat dilihat di

Gambar Teori Migrasi Robert Norris

Rintangan antara ini akan dalam lingkungan tertentu.


memberikan korelasi terhadap Hubungan antara sistem dan
fenomena terjadinya “migrasi lingkungan dibagi menjadi tiga yaitu
paksaan” (forced migration). Migrasi sistem terisolasi, sistem tertutup
paksaan ini dapat dimaknai sebagai dan sistem terbuka. Keputusan
fenomena yang mengalami untuk bermigrasi tergantung pada
peningkatan signifikan saat ini beberapa hal, pertama subsistem
seperti : semakin lebarnya daerah asal, kedua yang terkait
kesenjangan antar penduduk kaya dengan jarak, biaya serta arah
dengan penduduk miskin baik di perpindahan.
tingkat nasional, regional maupun
internasional, fenomena adanya H. Migrasi Dan Pembangunan
bencana alam, iklim ekonomi yang Ekonomi
tidak kondusif dan lapangan dengan
pesaingan tinggi, situasi serta Ada faktor penarik atau
kondisi intern (faktor tuntutan dalam sering disebut “pull factor” alasan
keluarga). seseorang melakukan migrasi
berdasarkan dual labor market
G. Teori Migrasi Mobugunje theory yaitu kebutuhan tenaga kerja
dengan ilmu dan keterampilan
Teori yang dikembangkan tertentu, sehingga seseorang yang
oleh Mabogunje (1970) dikenal memenuhi kualifikasi seperti yang
sebagai General System Theory diminta akan melakukan migrasi ke
karena dalam pendekatannya tempat yang membutuhkannya.
Mabogunje memasukan berbagai Pembangunan ekonomi memang
variabel ke dalam suatu sistem akan mendorong terjadinya
yang rumit. Dalam analisis mobilitas dan perpindahan
Mabogunje, hubungan antar penduduk, karena penduduk akan
variabel terjadi dalam suatu sistem menuju wilayah dimana menjanjikan
yang mana sistem tersebut bekerja kehidupan yang lebih baik, bagi diri

10
dan keluarganya dibandingkan pertumbuhan penduduknya tinggi,
tempat asal (Tjiptoherijanto, 2000). maka terjadi kelebihan suplai (over
supply) tenaga kerja yang ditransfer
I. Teori Migrasi Kecenderungan ke sektor industri. Asumsi dasar
(Propensity Model) teori ini adalah bahwa transfer
tenaga kerja dari sektor pertanian
Model ini disebut sebagai ke sektor industri terjadi tanpa
model kecenderungan karena mengakibatkan penurunan output
penelitian-penelitian yang dilakukan sektor pertanian. Di lain pihak,
mengontrol kecenderungan migrasi sektor industri di perkotaan yang
yang terjadi di suatu daerah mengalami kekurangan tenaga
terhadap kondisi ekonomi daerah kerja berada pada skala kenaikan
asal dalam pengukuran migrasi hasil yang semakin bertambah
keluar. Penelitian Miller (1973) (increasing return to scale), dimana
menekankan variabel-variabel produk marjinal tenaga kerja positif.
ekonomi sebagai penentu utama Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
migrasi keluar, tetapi seringkali upah tenaga kerja di sektor industri
dampak variabel ini tertutup oleh relatif tinggi. Perbedaan tingkat
kecilnya kecenderungan migrasi upah tenaga kerja pada kedua
keluar. Miller menggunakan variabel sektor ini akan menarik banyak
pendapatan rata-rata dan tingkat tenaga kerja untuk berpindah
pertumbuhan kesempatan kerja (migrasi) dari sektor pertanian ke
sebagai karakteristik ekonomi, dan sektor industri.
besarnya jumlah penduduk sebagai
ciri prasarana suatu daerah. Migrasi K. Teori Migrasi Fei Dan Rannis
keluar mempunyai hubungan
dengan kondisi ekonomi daerah Konsep pembangunan
asalnya, dengan melibatkan dengan berbasis pada perubahan
kecenderungan migrasi, namun struktural seperti model Lewis ini
hanya untuk jangka pendek yang memerlukan beberapa
menggunakan model seperti ini penyempurnaan sesuai dengan
adalah Renshaw (1970). fenomena ekonomi yang ada.
Dalam hal ini Fei dan Ranis (1961),
J. Teori Migrasi Dua Faktor memperbaiki kelemahan model
Lewis Lewis dengan penekanan pada
masalah surplus tenaga kerja yang
Dalam teorinya, Lewis tidak terbatas pada model Lewis.
mengasumsikan bahwa Penyempurnaan tersebut terutama
perekonomian suatu negara pada pada pentahapan perubahan
dasarnya terbagi menjadi dua tenaga kerja. Model Fei Ranis
sektor : (1) sektor tradisional yaitu membagi tahap perubahan transfer
sektor pertanian subsisten yang tenaga kerja dari sektor pertanian
surplus tenaga kerja, dan (2) sektor ke sektor industri menjadi tiga tahap
industri perkotaan modern yang berdasarkan pada produktivitas
tingkat produktivitasnya tinggi dan marjinal tenaga kerja dengan
menjadi penampung transfer tenaga tingkat upah dianggap konstan dan
kerja dari sektor tradisional. ditetapkan secara eksogenus.
Pada sektor pertanian
tradisional di perdesaan karena

11
L. Teori Migrasi Harris - Todaro memaksimumkan keuntungan yang
diharapkan. Besar kecilnya
Adapun premis dasar yang keuntungan-keuntungan yang
dianut dalam teori ini adalah bahwa mereka harapkan (expected gain)
para migran senantiasa itu diukur berdasarkan (identik
mempertimbangkan pasar-pasar dengan) besar kecilnya angka
tenaga kerja yang tersedia bagi selisih antara pendapatan riil dari
mereka di sektor perdesaan dan pekerjaan di kota dan dari
perkotaan. Serta kemudian memilih pekerjaan di desa (Todaro, 2000).
salah satu diantaranya yang
sekiranya akan dapat

Gambar Model Migrasi Harris – Todaro (1970)

Migrasi untuk Pedesaan ke yang disandang maka semakin


perkotaan juga mempengaruhi besar pula kecenderungan
sektor perkotaan. karena migran seseorang untuk pindah ke daerah
pedesaan mendapatkan upah yang lain yang dianggap lebih
lebih rendah dan menerima manfaat menguntungkan. Tingkat
yang kurang, banyak yang pendidikan dapat menggambarkan
menyatakan bahwa pemilik penguasaan informasi. Oleh karena
perusahaan yang memiliki kuota itu mereka yang berpendidikan
kerja migran yang ditingkat oleh tinggi memiliki kecenderungan lebih
pemerintah. Oleh karena itu ada untuk bermigrasi dibandingkan
manfaat untuk sektor perkotaan dengan mereka yang kurang
dengan adanya migrasi pedesaan pendidikan karena alasan faktor
ke perkotaan ini. Ini membuat biaya ekonomi. Kesenjangan upah desa-
tenaga kerja rendah dan kota telah bervariasi sepanjang
menghasilkan pertumbuhan yang waktu. Sabin (1999) menemukan
lebih besar dan permintaan bahwa perbedaan upah dapat
tambahan untuk barang dan jasa. dijelaskan dengan penawaran
Dengan demikian, pasokan tenaga kerja dan pertimbangan
meningkat dan produksi harus permintaan. Harris dan Todaro
(1970) menjelaskan perbedaan
M. Model Migrasi Todaro upah ini dengan adanya serikat
buruh. Mereka diasumsikan ada
Penelitian Todaro untuk menekan pemerintah dalam
(2006,h.77) menyatakan bahwa mempertahankan upah perkotaan
semakin tinggi tingkat pendidikan yang lebih tinggi, seperti halnya di

12
negara-negara industri. Bahkan di menjelaskan secara tepat tingkah
daerah dengan tingkat laku migrasi. Berdasarkan
pengangguran yang tinggi yaitu di pemikiran tersebut, model yang
perkotaan, tingkat upah makin dikembangkan oleh Mincer (1978)
meningkat. dan Borjas (1990) dalam Tcha
(1996) menggunakan variabel non
N. Teori Migrasi Sebagai ekonomi untuk menjelaskan
Investasi Human Capital perilaku keputusan melakukan
migrasi. Mincer melihat keterikatan
Human Capital (modal suami istri dalam peluang
tenaga kerja) merupakan dana bermigrasi, sementara Borjas
individu yang diinvestasikan untuk dengan Dynastic Houshold Model
memperoleh keahlian, pengetahuan menggunakan variabel
dan pengalaman. Investasi dalam kesejahteraan anak-anak dalam
bentuk human capital pengambilan keputusan bermigrasi.
membutuhkan pengorbanan pada Niat bermigrasi ditentukan pula
masa sekarang, tetapi dapat bukan hanya karena perbedaan
meningkatkan aliran pendapatan pendapatan di desa dan di kota,
pada masa yang akan datang. namun lebih mementingkan
Sebagai pendekatan mikroekonomi, outcome migrasi yang berupa
teori ekonomi Human Capital peningkatan kualitas hidup di
berasumsi bahwa seseorang akan tempat tujuan, meskipun dari segi
memutuskan migrasi ke tempat lain, penghasilan tidak banyak
untuk memperoleh penghasilan memberikan peningkatan juga biaya
yang lebih besar di daerah tujuan. psikologis. Kaitannya dengan itu,
Teori human capital juga Zhao (1999) mempunyai hipotesis
meramalkan bahwa migrasi akan bahwa semakin tua umur orang,
mengalir dari daerah- daerah yang keuntungan migrasi setiap tahun
relatif miskin ke daerah-daerah yang diperoleh semakin kecil,
yang memiliki kesempatan kerja karena biaya psikologis cenderung
yang lebih baik. Hasil beberapa meningkat dengan meningkatnya
studi mengenai migrasi menyatakan umur.
bahwa faktor penarik kesempatan
kerja yang lebih baik di daerah P. Teori Transisi Mobilitas
tujuan lebih kuat dibandingkan
faktor pendorong dari daerah asal Menurut Tjiptoherijanto
yang kesempatan kerjanya kecil (2000), mereka yang migrasi karena
(Ehrenberg dan Smith, 2002). terpaksa berstatus pengungsi,
dengan fasilitas dan perlakuan yang
O. Model Migrasi Non Ekonomi berbeda dibandingkan tempat asal,
dan semua diterima karena
Model migrasi terus keterpaksaan keadaan. Mobilitas
berkembang dan beberapa studi Zelinsky melalui 5 (lima) tahap
mengemukakan hipotesa bahwa mobilitas seperti dicantumkan pada
pendekatan secara tradisional, di bawah ini :
perbedaan income tidak lagi dapat

13
Tabel Transisi Mobilitas Zelinsky (1971)
Tahap Transisi Fenomena Mobilitas
Mobilitas

1. The Pre-modern  Sangat rendahnya arus perpindahan penduduk


Traditional Society  Mobilitas penduduk umumnya terjadi karena adanya
pemanfaat lahan pertanian, perdagangan , peperangan.
2. The Early Transitional  Pergerakan penduduk dari desa ke kota dalam jumlah
Society yang besar
 Adanya kecenderungan penduduk berpindah ke luar
negeri
 Adanya kecenderungan mendatangkan migran (tenaga
ahli) dari luar negeri
 Berkembangnya jenis mobilitas sirkuler
3. The Late Transitional  Terjadinya penurunan pergerakan penduduk dari
Society daerah perdesaan ke perkotaan
 Berkurangnya pergerakan penduduk menuju daerah
baru atau daerah jajahan
 Menurunnya keinginan untuk berpindah ke luar negeri
 Makin berkembangnya mobilitas sirkuler dengan bentuk
dan pola yang makin kompleks
4. The Advanced  Makin menurunnya arus migrasi dari daerah perdesaan
Society ke perkotaan
 Meningkatnya pergerakan penduduk antar kota dalam
suatu sistem pemusatan yang sama
 Kecenderungan migrasi masuk tenaga kerja yang
kurang berkualitas dari daerah belum berkembang
 Meningkatnya arus migrasi internasional ataupun
migrasi sirkuler tenaga kerja terdidik
 Adanya migrasi penduduk dengan tujuan ekonomi,
kenyamanan atau bahkan pelesiran
5. A Future Super  Makin menurunnya migrasi permanen dan
advanced Society meningkatnya migrasi sirkuler karena makin baiknya
sistem komunikasi
 Pendatang, umumnya berasal dari daerah perkotaan
lain ataupun pinggiran kota-kota lainnya
 Munculnya bentuk-bentuk dari baru dari migrasi sirkuler
 Serta munculnya berbagai kebijaksanaan politik yang
mengatur migrasi internal maupun internasional
Sumber : Tjiptoherijanto (1997)

Q. Teori Kebutuhan Dan Daerah yang berpenduduk padat


Tekanan (Need Dan Stress) dan berdaya dukung lahan terbatas,
pada umumnya memiliki tingkat dan
Kondisi ekonomi penduduk intensitas migrasi non permanen
perdesaan yang tidak menentu yang tinggi. Sebaliknya daerah
tersebut jelas perlu adanya yang jarang penduduknya dan daya
perbaikan. Hal ini menyebabkan dukungnya masih memungkinkan,
adanya ketimpangan antara desa memiliki intensitas migrasi non
kota (Sumodiningrat, 2011,h.48).

14
permanen yang rendah. Kurangnya perdesaan melakukan mobilitas ke
diversifikasi lapangan pekerjaan di kota (Tritjahjo, 2002,h.9).
desa telah mendorong penduduk

Gambar Teori Kebutuhan Dan Stress (Trijahjo, 2002)

R. Teori Migrasi, Kekuatan menunggu orang tua yang sudah


Sentripetal Dan Sentrifugal lanjut, kegotong-royongan yang
baik, tempat kelahiran, dan tempat
Mitchell (1961), ahli sosiologi nenek moyang. Kekuatan
dari Inggris menyatakan bahwa ada sentrifugal (-), kekuatan yang
kekuatan yang menyebabkan orang mendorong seseorang untuk
terikat pada daerah asal dan ada meninggalkan daerah asal,
kekuatan yang mendorong misalnya terbatasnya kesempatan
seseorang untuk meninggalkan kerja, dan terbatasnya fasilitas
daerah asal. Kekuatan sentripetal pendidikan.
(+), kekuatan yang mengikat orang
untuk tinggal di daerah asal,
misalnya terikat tanah warisan,

15
Gambar Teori Sentripetal Dan Sentrifugal

S. Penelitian Terdahulu Yang pendidikan di desa. Berbeda dengan


Relevan penelitian penulis yang meneliti
karakteristik sosiodemografi seperti
Sub Bab ini bertujuan untuk umur, status kawin, pendidikan,
menganalisa hasil tinjauan pustaka status pekerjaan, dan jenis kelamin
berdasarkan penelitian terdahulu dikaitkan dengan tingkat
yang relevan dari disertasi, jurnal kesejahteraan pekerja di DKI Jakarta
internasional terkait mobilitas, migrasi berdasarkan data SUSENAS 2013,
juga urbanisasi, sekaligus dimana daya tarik kota sudah
menganalisa persamaan dan termasuk dalam pendapatan yang
perbedaan dengan penelitian yang lebih tinggi daripada di daerah asal.
akan dilakukan penulis.
Alatas (1987) meneliti peran
Rusli (1978) meneliti studi migran wanita di DKI Jakarta dan
gerak penduduk di Indonesia baik peranannya dalam ketenagakerjaan,
permanen dan non permanen untuk migran wanita memiliki tingkat
meningkatkan taraf hidup migran non pendidikan lebih tinggi daripada
permanen, sedangkan penulis wanita non migran, dan migran dari
meneliti karakteristik sosiodemografi Jawa pada umumnya mempunyai
seperti umur, status kawin, tingkat pendidikan lebih tinggi
pendidikan, status pekerjaan, dan daripada migran luar Jawa. Wanita
jenis kelamin dikaitkan dengan migran di Jakarta masuk dalam
tingkat kesejahteraan pekerja di DKI kelompok usia produktif (15 – 64
Jakarta berdasarkan data SUSENAS tahun). Perbedaannya dengan
2013, baik dengan data migran penelitian yang dilakukan bahwa
maupun non migran. tidak hanya jenis kelamin saja,
namun juga meneliti karakteristik
Redamana (1981) meneliti
sosiodemografi mencakup umur,
proses migrasi desa kota yang
status kawin, pendidikan, status
didominasi pengaruh industrialisasi,
pekerjaan, dan jenis kelamin
ekonomi regional, tekanan
dikaitkan dengan tingkat
lingkungan daerah perdesaan, daya
kesejahteraan pekerja di DKI Jakarta
tarik kota, lancarnya
berdasarkan data SUSENAS 2013,
transportasi/perhubungan antara kota
baik pada data migran maupun non
perdesaan, serta peningkatan

16
migran untuk semua karakteristik pendapatan yang lebih tinggi sebagai
sosiodemografi tersebut. daya tarik kota pada penelitian
penulis.
Pardoko (1987) meneliti kaitan
antara mobilitas, migrasi dan Supriadi (1992) meneliti
urbanisasi penduduk di suatu wilayah peranan migrasi dan mutu modal
dengan temuan bahwa migrasi manusia dalam pembangunan. Ada
memiliki peran dalam pertumbuhan beberapa aspek yang diteliti dalam
penduduk kota terutama migrasi dari menentukan mutu modal manusia,
desa ke kota, dan akan makin yaitu produktivitas pekerja, kondisi
penting di masa yang akan datang kesehatan pekerja, tingkat
karena pertumbuhan alami akan pendidikan, situasi keamanan,
mengecil dengan berhasilnya kondisi lingkungan, serta partisipasi
pengendalian kelahiran. Hal ini aktif pekerja yang mengambil lokasi
berbeda dengan penelitian penulis di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Hal
yang meneliti karakteristik ini berbeda dengan penelitian penulis
sosiodemografi seperti umur, status yang menambahkan faktor lain selain
kawin, pendidikan, status pekerjaan, tingkat pendidikan, namun juga
dan jenis kelamin dikaitkan dengan memuat karakteristik sosiodemografi
tingkat kesejahteraan pekerja di DKI seperti umur, status kawin,
Jakarta berdasarkan data SUSENAS pendidikan, status pekerjaan, dan
2013, dimana migrasi sebagai proses jenis kelamin dikaitkan dengan
tidak diteliti khusus. tingkat kesejahteraan pekerja di DKI
Jakarta berdasarkan data SUSENAS
Bachtiar (1990) meneliti 2013.
tentang migrasi internal di Sumatera
Barat, dimana ada beberapa faktor Fadillah (1993) menganalisa
yang dianalisis yaitu usia, rasio faktor-faktor yang mempengaruhi
Pendapatan Asli Daerah proporsi tujuan migrasi pada migran
dibandingkan dengan Pendapatan yang keluar dari wilayah Kalimantan
Asli Daerah Kotamadya, jumlah Selatan, dengan menggunakan data
anggota rumah tinggal, serta SUPAS 1985. Penelitian ini
pendidikan yang ditamatkan oleh mengungkapkan tentang peranan
responden, dimana seluruh faktor di PDRB per kapita, sumbangan
atas mempengaruhi kemungkinan industri dalam PDRB, usia migran
pindah dari kabupaten ke kotamadya. (lebih kecil dari 30 tahun dan sama
Hal ini berbeda dengan penulis yang atau lebih besar 30 tahun), jenis
tidak hanya tingkat pendidikan saja kelamin, yang menjadi penentu
yang mempengaruhi migrasi serta daerah tujuan migrasi (Kalimantan
kaitannya terhadap kesejahteraan Tengah, antar kabupaten atau
pekerja, juga meneliti faktor lain yang kotamadya, atau propinsi lain).
termuat dalam karakteristik Penulis berbeda dalam penelitian,
sosiodemografi seperti umur, status tidak hanya usia, jenis kelamin,
kawin, pendidikan, status pekerjaan, namun semua termuat dalam
dan jenis kelamin dikaitkan dengan karakteristik sosiodemografi seperti
tingkat kesejahteraan pekerja di DKI umur, status kawin, pendidikan,
Jakarta berdasarkan data SUSENAS status pekerjaan, dan jenis kelamin
2013. Dalam hal ini PAD merupakan dikaitkan dengan tingkat
bagian dari daya tarik dalam

17
kesejahteraan pekerja di DKI Jakarta dan hal ini menjadi perbedaan dalam
berdasarkan data SUSENAS 2013. penelitian.
Gunawan dan Erwidodo Aritonang (1998) melakukan
(1993) melakukan penelitian tentang penelitian tentang perilaku migrasi
urbanisasi dan dampaknya terhadap para migran di usia kerja di Indonesia
pengurangan kemiskinan di Jawa dengan data Survey Aspek
Barat, dengan kasus migrasi desa Kehidupan Rumah Tangga Indonesia
kota di Jawa Barat. Dampak tenologi (SAKERTI) tahun 1993 dengan
dilihat terhadap peningkatan memfokuskan pada migrasi migran
pendapatan, ketenagakerjaan, begitu sipil dan militer. Hal yang
juga dampak migrasi terhadap mempengaruhinya antara lain
pendapatan migran dan pekerjaan, pendidikan dan pelatihan,
perekonomian kota serta peranan pekerjaan dan hubungan dengan
migran dalam peningkatan arus keluarga. Perbedaan dengan penulis,
informasi desa kota di Jawa Barat. tidak hanya meneliti migran ditinjau
Perbedaan dengan penelitian dari aspek umur, namun juga aspek
penulis, menekankan pada aspek lain yang termuat dalam karakteristik
karakteristik sosiodemografi seperti sosiodemografi seperti umur, status
umur, status kawin, pendidikan, kawin, pendidikan, status pekerjaan,
status pekerjaan, dan jenis kelamin dan jenis kelamin dikaitkan dengan
dikaitkan dengan tingkat tingkat kesejahteraan pekerja di DKI,
kesejahteraan pekerja di DKI Jakarta dan hal ini menjadi perbedaan dalam
berdasarkan data SUSENAS 2013. penelitian.
Bryceson (1997) menunjukkan Chotib (1998) melakukan
bahwa sebuah sektor pertanian yang penelitian tentang skedul model
besar saja mungkin sudah dapat migrasi dari DKI Jakarta/Luar DKI
mengurangi arus migran pedesaan di Jakarta, menggunakan pendekatan
Afrika, dimana adanya tingkat demografi multiregional dengan
penggangguran yang tinggi pada analisis Data SUPAS 1995. Model
semua sektor karena kurangnya migrasi yang dianalisis adalah skedul
kesempatan bekerja, perlu ada tanpa variabel kontrol, jenis kelamin,
kebijakan lebih lanjut, seperti sebuah karakteristik daerah tujuan serta
industrialisasi, pembangunan tempat lahir migran. Perbedaan
perkotaan, dorongan-dorongan dengan penelitian penulis adalah
perdagangan dan investasi asing menggunakan raw data SUSENAS
langsung serta pengurangan 2013 dengan karakteristik
pendapatan diferensial di antara sosiodemografi sebagai variabel
kawasan pedesaan dan perkotaan. yang diteliti pengaruhnya terhadap
Penelitian penulis adalah tidak hanya tingkat kesejahteraan pekerja di DKI
sektor informal saja yang diteliti, Jakarta.
namun aspek lain yang termuat
dalam karakteristik sosiodemografi Dohar (1999) melakukan
seperti umur, status kawin, analisa kecenderungan migrasi
pendidikan, status pekerjaan, dan tenaga kerja ke Propinsi Jawa Barat
jenis kelamin dikaitkan dengan dengan menggunakan data SUPAS
tingkat kesejahteraan pekerja di DKI, tahun 1995. Migrasi ke Jawa Barat
dianalisa berdasarkan struktur

18
ketenagakerjaan pada penduduk usia transportasi dan komunikasi, migrasi
kerja yang terdiri dari Bukan dilakukan juga oleh kaum wanita
Angkatan Kerja (BAK) dan Angkatan yang belum menikah. Ada perbedaan
Kerja (AK). Untuk BK, masih dipilah antara penelitian ini dengan penulis
lagi menjadi 2 (dua), yaitu bekerja yang meneliti karakteristik
penuh dan setengah menganggur. sosiodemografi pekerja di DKI
Sedangkan yang setengah Jakarta dengan raw data SUSENAS
menganggur mencakup under 2013, meskipun ada persamaan
utilized by hour, under utilized by variabel yaitu jenis kelamin dan
income, serta under utilized status perkawinan.
mismatch. Meskipun sama sama
meneliti migran, namun perbedaan Konadi (2000) dalam
penelitian terlihat dari sumber data penelitiannya menganalisis tentang
yang digunakan juga karakteristik beberapa model pertumbuhan
sosiodemografi yang dipakai sebagai dengan aplikasi pada hubungan
variabel dan kaitannya dengan migrasi, angka urbanisasi dan
tingkat kesejahteraan pekerja di DKI pembangunan ekonomi dengan
Jakarta. menggunakan data SUPAS tahun
1976, 1985, dan 1995, juga data
Yang et all (1999) di Cina sensus yaitu SP-1971, SP-1980, SP-
bahwa migrasi disebabkan oleh 1990, serta SP-2000. GBP perkapita
pengaruh kuat dari lingkungannya, atas dasar harga berlaku diukur
seperti tekanan untuk mendapatkan berdasarkan periode waktu; angka
pekerjaan yang layak dalam urbanisasi diukur berdasarkan
memenuhi keluarga. Migrasi estimasi GNP perkapita dalam
sebagian besar dilakukan oleh logaritma serta angka migrasi neto
kepala rumah tangga dengan keluar dari perdesaan diukur
mengikutsertakan seluruh berdasarkan angka urbanisasi.
anggotanya ke lokasi yang baru Perbedaan dengan peneliti adalah
dalam mencapai tingkat kehidupan menggunakan data SUSENAS 2013
yang lebih baik. Perbedaan penelitian dengan mengambil karakteristik
dengan penulis adalah menggunakan sosiodemografi sebagai variabel
raw data SUSENAS 2013, yang dihubungkan dengan tingkat
membahas hal lain dalam kesejahteraan pekerja di DKI Jakarta.
karakteristik demografi seperti umur,
status kawin, pendidikan, status Kahar (2001) meneliti tentang
pekerjaan, dan jenis kelamin yang migrasi keluar dari Sulawesi Selatan
mempengaruhi tingkat kesejahteraan dengan menggunakan data SUPAS
dan berlokasi di Propinsi DKI Jakarta. 1995. Dalam penelitiannya, dikupas
tentang hubungan antara angka
Zhao (1999) meneliti bahwa migrasi, urbanisasi dan
migrasi akan terus terjadi dari desa pembangunan ekonomi, juga
kota selama pendapatan di menggunakan data angka migrasi
perkotaan jauh lebih besar daripada neto keluar perdesaan menurut
di desa. Para pekerja yang belum umur, angka GNP per kapita
menikah terutama kaum laki-laki Indonesia periode 1980-1997,
mendominasi angka migrasi pekerja proporsi penduduk perdesaan antar
di desa ke kota. Seiring dengan sensus menurut umur dan jenis
waktu, berkembangnya teknologi kelamin. Ada persamaan dalam hal

19
menggunakan variabel umur dan Wiyono (2003) melakukan
jenis kelamin, namun banyak penelitian tentang efek jenis migrasi
perbedaan terutama variabel lain pada status sosial ekonomi
yang digunakan peneliti seperti perempuan Indonesia dengan
pendidikan, status kawin dan status menelaah pola dan perbedaan status
pekerjaan dengan lokasi yang bekerja dan status sosial ekonomi
berbeda di DKI Jakarta, dan sumber perempuan yang didasari pada
data berbeda yaitu SUSENAS 2013. alasan migrasi, yaitu : migrasi
keluarga, migrasi individu,
Pardede (2001), dalam pendidikan, daerah asal, usia, status
penelitiannya mengungkapkan kawin, memiliki anak balita atau
bahwa ada beberapa faktor yang tidak, pengeluaran rumah tangga dan
menyebabkan seseorang melakukan sumber pendapatan lain, serta suku
migrasi, yaitu kelompok usia migran bangsa. Perbedaan penelitian
(15-24 tahun, 25-34 tahun, 35-54 dengan penulis adalah titik berat
tahun dan > 55 tahun), jenis kelamin, pada karakteristik sosiodemografi
tingkat pendidikan (< SD, SD, SLTP, bukan alasan migrasi, dengan
> SLTA), dan daerah asal (desa, dan sumber data SUSENAS 2013 pekerja
kota). Data yang digunakan adalah di DKI Jakarta.
IFLS 1997. Perbedaan penelitian
penulis adalah sumber data yang Mulia (2004), analisis faktor-
digunakan yaitu SUSENAS 2013, faktor yang mempengaruhi minat
dengan variabel lain yang tenaga kerja desa untuk bekerja ke
ditambahkan selain jenis kelamin, kota (studi kasus : empat desa di
tingkat pendidikan dan usia, yaitu kecamatan Mranggen Kabupaten
status kawin dan status pekerjaan Demak). Dari data interview di
pekerja di DKI Jakarta, tidak meneliti lapangan ternyata banyak responden
daerah asal migran. yang mengakui dengan mereka
melakukan migrasi non permanen,
Tempat tinggal juga pendapatan mereka semakin
mempengaruhi keputusan untuk meningkat sehingga taraf kehidupan
bermigrasi menurut Chotib (2003) mereka menjadi lebih baik dibanding
menjelaskan bahwa wilayah yang jika mereka hanya mengandalkan
persentase penduduk yang tinggal di hasil pertanian saja. Hampir
daerah perkotaan lebih cenderung setengah dari responden yang
menjadi tujuan migrasi. Temuan ini melakukan migrasi non-permanen
sejalan dengan teori yang ternyata memiliki lahan pertanian, hal
menyebutkan bahwa migrasi ini menunjukkan faktor kepemilikan
cenderung menuju daerah-daerah tanah tidak berpengaruh terhadap
yang memiliki tingkat urbanisasi yang keinginan responden untuk
tinggi. Penulis selaras dengan melakukan migrasi non-permanen.
kesimpulan penelitian terdahulu ini, Peneliti juga meneliti migran namun
namun lebih lanjut ada perbedaan tidak secara khusus menelaah
lain yaitu menggunakan karakteristik alasan migrasi baik permanen
sosiodemografi dengan data maupun non permanen, tetapi fokus
SUSENAS 2013, dan fokus pada pada karakteristik sosiodemografi
pekerja di DKI Jakarta. dan kaitannya terhadap tingkat

20
kesejahteraan pekerja di DKI Jakarta dengan penulis pada penelitian yang
berdasarkan data SUSENAS 2013. dilakukan, data yang digunakan
bukan data panel, melainkan data
Purnomo (2004), menganalisis SUSENAS raw data 2013, dengan
faktor-faktor yang berpengaruh menggunakan variabel
secara signifikan terhadap niat sosiodemografi dan kaitannya
bermigrasi sebagaimana ditunjukkan terhadap tingkat kesejahteraan
model pada skenario empat yaitu : pekerja DKI Jakarta.
umur, status pekerjaan di desa dan
pendapatan yang diperoleh di kota. Murwanti (2007),
Adapun variabel kepemilikan properti menunjukkan bahwa tanggungan
tidak dianggap berpengaruh terhadap keluarga dan jenjang pendidikan
keniatan bermigrasi karena memiliki pengaruh positif yang
mempunyai probabilitas-signifikansi signifikan terhadap pendapatan
lebih besar dari α = 5 %, bahkan migran di Surakarta. Adapun lama
pada tingkat α = 10 %. Ada bekerja tidak memiliki pengaruh yang
persamaan menggunakan variabel signifikan terhadap pendapatan
umur, status pekerjaan, namun migran di Surakarta asal Sukoharjo,
penelitian penulis berbeda dalam hal namun memiliki hubungan positif.
karakteristik sosiodemografi lain Persamaan penelitian dengan
seperti tingkat pendidikan, status penulis adalah menggunakan data
perkawinan dan jenis kelamin migran, namun lokasi dan responden
khususnya pada pekerja di DKI berbeda yaitu para pekerja di DKI
Jakarta, berdasarkan data SUSENAS Jakarta dengan menggunakan data
2013. SUSENAS 2013, berdasarkan
karakteristik sosiodemografi dan
Bocquier (2005), melakukan kaitannya terhadap tingkat
analisis empiris berdasarkan data kesejahteraan pekerja.
panel propinsi yang mengungkapkan
peranan urbanisasi pada tingkat Saepudin (2007) melakukan
pekerjaan perkotaan. Analisis empiris analisis faktor-faktor yang
berdasarkan data dari 29 provinsi mempengaruhi migrasi risen tenaga
selama antara tahun 1995 dan 2010, kerja masuk ke wilayah Bogor,
untuk selanjutnya dilakukan uji Depok, Tangerang dan Bekasi
stabilitas dan uji kointegrasi dari data (BODETABEK) dengan
panel, juga mengestimasi menggunakan data SUPAS 2005.
parameter-parameter pada model- Migrasi risen tenaga kerja yang
model data panel. Hasil analisis masuk di wilayah BODETABEK
empiris menunjukkan bahwa telah dipengaruhi oleh umur migran, jenis
ada hubungan keseimbangan jangka kelamin, status kawin, pendudukan,
panjang antara tingkat urbanisasi dan status kerja, pertumbuhan PDRB,
tingkat pekerjaan. Tingkat upah di peran sektor industri, tingkat
kawasan perkotaan masih melebihi pengangguran terbuka serta upah
upah riil pedesaan yang buruh/karyawan. Perbedaan dengan
meningkatkan dorongan dari pekerja- penulis, tidak meneliti pertumbuhan
pekerja pedesaan untuk bermigrasi PDRB dan sektor industri serta
ke kawasan perkotaan. Meskipun tingkat pengangguran, namun fokus
ada persamaan berawal dari hal pada karakteristik sosiodemografi
penyebab urbanisasi, perbedaan dan kaitannya terhadap tingkat

21
kesejahteraan pekerja di DKI Jakarta kemungkinannya untuk bermigrasi.
berdasarkan data SUSENAS 2013. Persamaan dengan penulis adalah
meneliti migrasi, namun
Harfina (2008) melakukan perbedaannya penulis tidak meneliti
penelitian dampak perbedaan kepemilikan tanah, fokus pada
pendapatan terhadap keputusan karakteristik sosiodemografi para
bermigrasi. Hal ini dilihat dari pekerja di DKI Jakarta berdasarkan
pendapatan migran dan non migran data SUSENAS 2013.
juga karakteristik mereka seperti
jenis kelamin, status perkawinan, Rangkuti (2009) meneliti
status kesehatan, keikutsertakan pengaruh kesenjangan penghasilan
dalam masyarakat, umur, lama dalam keputusan bermigrasi tenaga
berpendidikan, status pekerjaan, kerja di Indonesia dengan
lapangan pekerjaan, jumlah anggota menggunakan data IFLS 1993 dan
keluarga, suku dominan, keberadaan 2000. Aspek yang diukur antara lain
balita, anak sekolah, serta status status migrasi, penghasilan per
pekerjaan istri. Hal lain yang ikut bulan, status bekerja, umur, jenis
berpengaruh adalah tingkat kelamin, pendidikan, status
kesejahteraan serta lokasi tempat perkawinan, status kesehatan, status
tinggal migran dan non migran. pekerjaan, tempat tinggal, ukuran
Ternyata, keputusan bermigrasi rumah tangga, proporsi anak balita,
dipengaruhi oleh perbedaan anak sekolah, status pekerjaan
pendapatan dibandingkan tidak pasangan, aset, transfer uang dari
melakukan migrasi. Senada dengan kepemilikan aset, tanah kendaraan
kesimpulan peneliti sebelumnya, dan aset lainnya, serta komposisi
yaitu migrasi didominasi karena anggota rumah tangga. Persamaan
pendapatan yang lebih tinggi di lokasi dengan penulis ada karakteristik
migran, namun penulis memiliki sosiodemografi yang digunakan,
perbedaan variabel dengan namun penulis fokus pada usia, jenis
menganalisa karakteristik kelamin, status kawin, status
sosiodemografi pekerja di DKI pekerjaan dan tingkat pendidikan
Jakarta berdasarkan data SUSENAS dikaitkan tingkat kesejahteraan para
2013 terhadap tingkat kesejahteraan pekerja DKI Jakarta berdasarkan
pekerja tersebut. data SUSENAS 2013.
Jiang et all (2008) juga Santoso (2010) melakukan
mempelajari ekonomi mikro tentang penelitian tentang faktor-faktor yang
migrasi pedesaan ke perkotaan dan mempengaruhi keputusan bermigrasi
perbedaan upah. Sekali lagi penduduk Indonesia dalam kurun
karakteristik individu usia, waktu antara tahun 2000 hingga
pendidikan, perkawinan status, dan 2007, dengan menggunakan data
kepemilikan tanah yang IFLS 2000 dan 2007. Seseorang
dipertimbangkan. Data ini berasal mengambil keputusan untuk menjadi
dari survei 1995 di daerah Xiayi di migran permanen, dipengaruhi oleh
Provinsi Henan di Cina Tengah. Usia status perkawinan, jumlah anggota
dan jenis kelamin tampaknya keluarga, pendapatan, pendidikan,
memiliki pengaruh terbesar pada status kepemilikan rumah,
migrasi, dimana anak muda, pekerja kepemilikan lahan, kualitas
laki-laki adalah yang paling besar kehidupan, kualitas kesehatan, serta

22
kualitas pendidikan. Persamaan sebelumnya, yaitu migrasi didominasi
dengan penulis ada karakteristik karena pendapatan yang lebih tinggi
sosiodemografi yang digunakan, di lokasi migran, namun penulis
namun penulis fokus pada usia, jenis memiliki perbedaan variabel dengan
kelamin, status kawin, status menganalisa karakteristik
pekerjaan dan tingkat pendidikan sosiodemografi pekerja di DKI
dikaitkan tingkat kesejahteraan para Jakarta berdasarkan data SUSENAS
pekerja DKI Jakarta berdasarkan 2013 terhadap tingkat kesejahteraan
data SUSENAS 2013. pekerja tersebut.
Pickbourn (2011), meneliti Chotib (2014) dalam penelitian
tentang partisipasi kaum wanita disertasinya menganalisa dampak
sebagai pekerja migran di Ghana, dari mobilitas ulang alik terhadap
Afrika. Hal ini merupakan kemajuan kohesi sosial para pekerja di
peran wanita membantu komunitas perumahan Depok,
perekonomian keluarga, dimana dipengaruhi oleh kehidupan
sebelumnya pekerja migran hanya berorganisasi, kepercayaan sosial,
didominasi kaum laki-laki. inklusi sosial, serta solidaritas sosial.
Berdasarkan pengamatan, kaum Penelitian Chotib ini juga
wanita mengirim uang/ remiten pada menggambarkan : hubungan
keluarga atau saudaranya paling stratifikasi dan tingkat kohesi sosial,
besar digunakan untuk kebutuhan hubungan antara status migrasi dan
pendidikan anak anak selain tingkat kohesi sosial, hubungan
membantu kebutuhan sehari hari bersyarat pelaku ulang alik antara
keluarga. Persamaan dengan penulis statifikasi sosial dengan tingkat
adalah meneliti migrasi, namun kohesi sosial serta hubungan
perbedaannya penulis tidak meneliti bersyarat antara status migrasi
kepemilikan tanah, fokus pada dengan tingkat kohesi sosial para
karakteristik sosiodemografi para pekerja ulang alik di Provinsi DKI
pekerja di DKI Jakarta berdasarkan Jakarta. Temuan ini sejalan dengan
data SUSENAS 2013. teori yang menyebutkan bahwa
migrasi cenderung munuju daerah-
Nasution (2012) meneliti daerah yang memiliki tingkat
karakteristik dan lapangan pekerjaan urbanisasi yang tinggi. Penulis
migran dan non migran di propinsi selaras dengan kesimpulan
kepulauan Riau dengan penelitian terdahulu ini, namun lebih
menggunakan data sensus penduduk lanjut ada perbedaan lain yaitu
2010. Variabel bebas yang menggunakan karakteristik
digunakan adalah umur, jenis sosiodemografi dengan data
kelamin, tingkat pendidikan, status SUSENAS 2013, dan fokus pada
perkawinan dan status bekerja. Umur pekerja di DKI Jakarta.
yang digunakan dibagi menjadi 5
kelompok ( 15-24 tahun, 25-34 tahun, Wisana (2014), meneliti
35 – 44 tahun, 45-54 tahun serta 55 tentang migrasi desa kota para
tahun ke atas), sedangkan tingkat pekerja ditinjau dari aspek pasar
pendidikan (tidak tamat SD, tamat tenaga kerja dan pengaruhnya
SD, tamat SLTP, tamat SLTA, dan terhadap pembangunan ekonomi di
tamat akademi/universitas). Senada Indonesia. Data yang digunakan
dengan kesimpulan peneliti dalam hal ini Indonesia Family Life

23
Survey (IFLS) tahun 2000, 2003 dan penting sebagai pedoman dalam
2007. Penelitian ini mengukur analisis lebih lanjut mengenai status
pengeluaran untuk kesehatan migran sosial ekonomi dan migrasi di di
yang dipengaruhi oleh kesehatan Provinsi DKI Jakarta berdasarkan
emosional, kesehatan fisik yang data Survei Sosial Ekonomi Nasional
diukur dari Body Mass Index (BMI), tahun 2013 (Susenas 2013).
tekanan darah dan kapasitas paru Unit analisis dalam penelitian
serta resiko kebiasan merokok per ini adalah individu berusia angkatan
hari. Persamaan dengan penulis kerja (usia 15 tahun ke atas) yang
adalah meneliti migrasi, namun bekerja menurut pertanyaan dalam
perbedaannya penulis tidak meneliti kuesioner sebagai kegiatan
kesehatan migran, fokus pada seminggu yang lalu selama 1 jam
karakteristik sosiodemografi para berturut-turut. Angkatan kerja yang
pekerja di DKI Jakarta berdasarkan bekerja ini kemudian dilihat menurut
data SUSENAS 2013. status migrasinya. Dengan batasan
migrasi risen, seseorang dikatakan
Xu et all, (2014) dalam sebagai migran jika provinsi tempat
penelitian di Tiongkok berdasarkan tinggal lima tahun yang lalu tidak
karakteristik struktur ekonomi ganda tinggal di DKI Jakarta; sebaliknya
perkotaan-pedesaan, dijumpai seseorang dikatakan sebagai bukan
fenomena terjadi akumulasi rendah di migran, jika tempat tinggal lima tahun
kawasan pedesaan dengan yang lalu di Provinsi DKI Jakarta.
mengalirnya tenaga kerja dari desa Di samping status migrasinya,
ke kota akan menyebabkan seorang indiividu juga diidentifikasi
hilangnya sumber daya manusia, dan menurut karakteristik sosial-
kurangnya investasi, akan demografi lainnya, yaitu umur, jenis
memperluas kesenjangan kelamin, capaian pendidikan yang
pendapatan antara daerah perkotaan ditamatkan, status perkawinan, dan
dan pedesaan. Ada persamaan status pekerjaanya (formal atau
dengan kesimpulan peneliti informal).
sebelumnya, yaitu migrasi didominasi Sebagai variabel terikat
karena pendapatan yang lebih tinggi (dependent variable) dalam
di lokasi migran, namun penulis penelitian ini adalah status
memiliki perbedaan variabel dengan kesejahteraan individu tersebut, yang
menganalisa karakteristik dibagi atas dua kelompok: “tidak
sosiodemografi pekerja di DKI sejahtera”, dan “sejahtera”. Kriteria
Jakarta berdasarkan data SUSENAS dari masing-masing kelompok
2013 terhadap tingkat kesejahteraan kesejahteraan ini akan dijelaskan
pekerja tersebut. pada seksi definifi operasional
variabel pada bab ini. Status
T. Kerangka Pemikiran Penelitian
kesejahteraan individu yang bekerja
Berdasarkan tujuan penelitian ini didekati dengan konsep wealth
dan pertanyaan penelitian yang index yang dihitung dengan
diajukan dalam penelitian ini, serta menggunakan metode CFA
hasil pemetaan teoritis dan empiris (Confirmatory Factor Analysis)
tentang migrasi dan kesejahteraan, dengan memanfaatkan variabel
maka penyusunan kerangka pikir keterangan perumahan (pertanyaan
penelitian merupakan hal yang

24
Blok VI pada kuesioner Susenas kesejahteraan seorang pekerja di
2013). DKI Jakarta. Secara visual,
Pada penelitian ini, variabel kerangka pikir penelitian ini
bebas utama status migrasi juga digambarkan sebagai berikut:
diinteraksikan dengan variabel bebas
lainnya (variabel sosiodemografi)
dalam mempengaruhi tingkat

Status Migrasi:

Status Keterangan Perumahan :


Kesejahteraan Pertanyaan Blok VI Susenas 2013
n

Karakteristik Sosiodemografi:
 Umur
 Jenis Kelamin
 Pendidikan
 Status perkawinan
 Status Pekerjaan

Keterangan:

Hubungan Kausaliatas
Hubungan resiprokal (interaksi)
variabel laten dibentuk oleh variabel-variabel teramati

U. Variabel Penelitian Yang sosial ekonomi dalam DHS.


Relevan Variabel karakteristik
perumahan meliputi jenis air
1. Status Kesejahteraan minum, jenis tempat buang air
Sebuah tinjauan empiris besar, bahan lantai utama,
tentang status kesejahteraan sumber bahan bakar
yang dilakukan Vyas dan memasak, kepemilikan listrik
Kumaranayake, L. (2006), dan jumlah kamar tidur.
meringkas informasi mengenai Sedangkan variabel
jumlah dan jenis variabel kepemilikan aset meliputi
dalam Demographic Health kepemilikan radio, TV, kulkas,
Survey (DHS) untuk sepeda, sepeda motor, mobil
menghitung indeks status dan telepon.
sosial ekonomi. Survei rumah Untuk menyusun
tangga ini menunjukkan indeks, setiap barang atau
bahwa karakteristik fasilitas rumah tangga diberi
perumahan dan kepemilikan penimbang berdasarkan
aset merupakan dua kategori prinsip komponen analisis dan
utama dari variabel status

25
jumlah skor atas aset atau 3. Umur Pekerja
fasilitas rumah tangga tersebut Umur pekerja yang
distandarisasi agar mengikuti dimaksud adalah usia pada
distribusi normal dengan rata- saat pencacahan Susenas
rata adalah nol dan standar tahun 2013. Umur pekerja
deviasi sama dengan satu. yang dijadikan unit analisis
Setiap aset atau fasilitas adalah 15 tahun ke atas,
rumah tangga kemudian karena Indonesia
ditetapkan skornya, kemudian menggunakan batas bawah
skor-skor tersebut dijumlahkan usia kerja (economically active
untuk setiap rumah tangga. population) 15 tahun dan
Setiap individu diurutkan tanpa batas atas usia kerja
sesuai dengan skor total dari (BPS, 2011). Meskipun secara
suatu rumah tangga di mana empiris, ada yang sudah
mereka bertempat tinggal. bekerja pada usia 10 sampai
Rumah tangga sampel 14 tahun, tetapi umumnya
kemudian dibagi ke dalam pada usia ini dikategorikan
kuantil mulai dari satu (paling sebagai “pekerja anak”.
rendah) sampai dengan lima Variabel ini dibentuk
(paling tinggi) (BPS, 2000). berdasarkan jawaban yang
didapat dari Pertanyaan Blok
2. Status Migrasi Pekerja IVA Keterangan ART
Variabel ini dibentuk mengenai umur. Variabel
berdasarkan Pertanyaan Blok umur pekerja dikelompokkan
V, Keterangan Perorangan ke dalam empat kategori,
tentang Kesehatan, yaitu: (a) Karir Menengah
Pendidikan, Ketenagakerjaan, (25-34 tahun) kategori=1; (b)
serta Fertilitas dan KB. Karir Puncak (35 - 54 tahun)
Dengan menggunakan konsep kategori=2; (c) Pasca Karir (55
migrasi risen, variabel ini tahun ke atas) kategori=3; dan
dibentuk dari pertanyaan (d) Karir Awal (15–24 tahun)
provinsi tempat tinggal 5 tahun kategori=4 sebagai kategori
yang lalu. Jika seseorang acuan atau = 0.
bertempat tinggal 5 tahun Kategorisasi variabel
yang lalu bukan di Provinsi umur pekerja didasarkan pada
DKI Jakarta, maka ia asumsi bahwa seseorang
dikatakan sebagai migran. mulai bekerja pada usia 15
Sebaliknya jika provinsi tempat tahun dan seseorang
tinggal 5 tahun yang lalu di memasuki masa pensiun pada
DKI Jakarta, maka ia disebut usia di atas 55 tahun.
bukan migran. Kategori
variabel ini memiliki dua 4. Jenis Kelamin Pekerja
kategori yaitu: “1=Migran” Variabel ini dibentuk
dan “2=Bukan Migran” atau berdasarkan jawaban yang
= 0. diperoleh dari Pertanyaan Blok
IVA Keterangan ART
mengenai jenis kelamin.
Variabel ini terdiri atas dua

26
kategori, yaitu “1=laki-laki” dan Pekerjaan Utama Selama
“2=perempuan” atau = 0 . Seminggu Terakhir. Jawaban
pertanyaan ini terdiri atas 6
5. Tingkat Pendidikan Pekerja pilihan jawaban, yaitu: 1.
Variabel ini dibentuk Berusaha sendiri; 2. Berusaha
dari pertanyaan Blok VC no. dibantu buruh tidak
17, yaitu ijazah/STTB tertinggi tetap/buruh tidak dibayar; 3.
yang dimiliki. Pertanyaan ini Berusaha dibantu buruh
terdiri atas 15 kategori (sesuai tetap/buruh dibayar; 4.
pilihan jawaban dalam Buruh/karyawan/pegawai; 5.
kuesioner). Namun, untuk Pekerja bebas; dan 6. Pekerja
kemudahan analisis, variabel keluarga atau tidak dibayar.
ini disederhakan menjadi 3 Untuk keperluan analisis,
kategori, yaitu: (a) Pendidikan keenam kategori tersebut
menengah (tamat SLTA atau kemudian disederhanakan
Dip I/II) kategori=1; (b) menjadi “1=formal”, dan
Pendidikan tinggi (tamatan di “2=informal” atau = 0 .
atas Dip II) katergori=2 dan (c)
Pendidikan rendah (sampai V. Hubungan Antar Variabel
dengan tamat SMP)
kategori=3 sebagai kategori Penelitian
acuan atau = 0.
Migrasi Dan Umur Pekerja
6. Status Perkawinan Pekerja Kelompok usia muda
Variabel ini dibentuk cenderung lebih mobile dalam
berdasarkan jawaban yang bermigrasi dibandingkan
didapat dari Pertanyaan Blok dengan kelompok umur yang
IVA mengenai status lain. Menurut Borjas (2000),
perkawinan. Jawaban pelaku migrasi sebagian besar
pertanyaan ini terdiri atas 4 pada pekerja muda dan
pilihan, yaitu 1. Belum kawin, pekerja berpendidikan.
2. Kawin, 3. Cerai hidup, dan Pekerja tua lebih sedikit
4. Cerai mati. Namun untuk bergerak karena migrasi
kemudahan analisis, keempat merupakan investasi modal
pilihan jawaban tersebut manusia. Sehingga pekerja
disederhanakan menjadi “1 = tua mempunyai periode yang
kawin”, dan “2= tidak kawin” lebih pendek dimana mereka
atau = 0. bisa mengumpulkan return
dari investasi migrasi. Periode
7. Status Pekerjaan hasil yang lebih pendek
Status pekerjaan menurunkan keuntungan
dibentuk oleh kedudukan bersih dari migrasi maka
pekerja dalam pekerjaan probabilitas bermigrasi juga
utama seeminggu yang lalu menjadi lebih rendah.
(formal/informal). Variabel ini
diperoleh dari pertanyaan Blok
VD no. 31 tentang
Status/Kedudukan dalam

27
Migrasi dan Jenis Kelamin bahkan melintasi batas
Pekerja negara. Sarjana, dengan level
Perempuan berbeda yang lebih tinggi secara
dengan laki laki dalam hal substansial lebih banyak dan
mencari pekerjaan, namun luas pergerakannya daripada
ada kesamaan motif lulusan SMA. Dampak positif
bermigrasi yaitu mencari pendidikan pada tingkat
pekerjaan yang layak dan migrasi bisa jadi meningkat
lebih baik. Perempuan migran karena pekerja dengan
bekerja di sektor informal, pendidikan yang tinggi lebih
biasanya di bidang efisien pengetahuannya
perdagangan dan pembantu tentang kesempatan bekerja
rumah tangga. Namun dalam dalam pasar kerja alternatif
beberapa hal migran sehingga hal ini mengurangi
perempuan dan laki-laki biaya bermigrasi. Hal ini juga
memiliki kesamaan yaitu dimungkinkan oleh wilayah
bahwa mereka bermigrasi geografis yang membentuk
pada usia belasan tahun atau pasar tenaga kerja, untuk
pada usia awal dua puluh pekerja berpendidikan tinggi
tahun, biasanya mereka belum lebih banyak daripada wilayah
menikah dengan motif geografis yang membentuk
ekonomi sebagai alasan pasar tenaga kerja untuk
utama (Firman, 1998). pekerja yang kurang
Weber et all (2007) berpendidikan (Borjas, 2000).
menambahkan bahwa dalam
masyarakat tradisional dan Migrasi Dan Status
konservatif, peran perempuan Perkawinan
adalah merawat dan menjaga Kemajuan dan
anak di rumah. Pada situasi pencapaian karir dalam hidup
seperti ini, migrasi kemudian seseorang memiliki pengaruh
didominasi oleh kaum laki-laki. dalam menentukan tingkat
Bahkan, beberapa model migrasi. Sabin (1999)
mengenai keputusan kepala menyatakan bahwa penduduk
rumah tangga dalam hal dengan status perkawinan
migrasi menemukan bahwa tidak sedang menikah (belum
laki-laki sebagai kepala rumah menikah, cerai hidup atau
tangga yang memutuskan cerai mati) memiliki tingkat
untuk melakukan migrasi atau migrasi yang lebih tinggi
tidak. dibandingkan dengan yang
sedang menikah.
Migrasi Dan Tingkat Perbandingan migrasi
Pendidikan Pekerja keluarga terhadap status
Terdapat korelasi positif pekerjaan perempuan di
antara tingkat pendidikan Amerika dan Inggris
pekerja dengan probabilitas menemukan bahwa status
bermigrasi, semakin tinggi pekerjaan perempuan
tingkat pendidikan akan terganggu (harmed) oleh
semakin luas pergerakan, migrasi keluarga. Perempuan

28
yang bermigrasi jarak jauh W. Model Penelitian
dengan pasangannya
kemungkinan besar akan Metode analisis yang
menganggur atau digunakan dalam studi ini
economically inactive, baik di adalah regresi logistik
AS atau di Inggris. Sedangkan multinomial, yaitu suatu alat
laki-laki yang bermigrasi jarak analisis yang digunakan untuk
jauh cenderung untuk bekerja menduga pengaruh variabel
jika dibandingkan dengan bebas terhadap peluang
perempuan. terjadinya suatu kategori dari
Menurut Borjas suatu variabel terikat. Dalam
(2010) dalam teori migrasi penelitian ini, variabel
keluarga adalah bahwa pilihan bebasnya adalah tingkat
optimal untuk anggota kesejahteraan yang
keluarga belum tentu digolongkan atas 4 (empat)
merupakan pilihan optimal kategori, yaitu:
untuk unit keluarga (demikian 1) Cukup Sejahtera =
juga sebaliknya) dan kategori 1
perbedaan ini menyebabkan 2) Sejahtera = kategori 2
unit keluarga akan bermigrasi 3) Sangat Sejahtera =
jika keuntungan bersih untuk kategori 3
keluarga adalah positif. 4) Tidak Sejahtera = kategori
4 (kategori pembanding =
Status Pekerjaan Formal 0)
Dan Informal Keempat kategori
Kegiatan informal tersebut masing-masing
menurut BPS (2009) pada memiliki kriteria yang akan
Tabel 2.5 merujuk pada dijelaskan pada sub-bab
kegiatan ekonomi yang pada definisi operasional variabel.
umumnya bersifat tradisional, Peluang terjadinya
tidak mempunyai struktur seseorang (pekerja) di DKI
organisasi yang jelas, tidak Jakarta untuk menjadi tidak
mempunyai pembukuan dan sejahtera, cukup sejahtera,
tidak mempunyai ikatan yang sejahtera, atau sangat
jelas antara pemilik (majikan) sejahtera diestimasi dengan
dan pekerja (buruh). Informasi memperhatikan karakteristik
mengenai status dalam pekerja tersebut yang
pekerjaan menurut BPS berperan sebagai variabel
adalah (1) berusaha sendiri, bebas dalam pemodelan
(2) berusaha dibantu buruh regresi. Alat analisis regresi
tidak tetap/buruh tak dibayar, multinomial logistik cukup
(3) berusaha dibantu buruh tepat untuk melakukan
tetap/buruh dibayar, (4) estimasi ini.
buruh/karyawan/pegawai, (5) Pada analisis regresi
pekerja bebas di pertanian, (6) logistik binomial (binary logistic
pekerja bebas di non pertanian regression), variabel terikat
dan (7) pekerja keluarga/tak dinyatakan dalam fungsi logit
dibayar. Y=1 kontras dengan fungsi

29
logit Y=0. Namun pada regresi
logistik multinomial, dengan
variabel terikat berkategori
empat, maka model ini akan
dikembangkan menjadi tiga
persamaan fungsi logit, yaitu:
1) Fungsi logit untuk Y=1 relatif
terhadap fungsi logit Y=0
2) Fungsi logit untuk Y=2 relatif
terhadap fungsi logit Y=0
3) Fungsi logit untuk Y=3 relatif
terhadap fungsi logit Y=0

30
Persamaan fungsi logit secara umum dapat dilihat pada persamaan
sebagai berikut (Christensen, 1990) :

( )

Sejalan dengan penjelasan di atas, model yang dikembangkan dalam


penelitian ini terdiri atas tiga persamaan sebagai berikut:

1. Persamaan pertama, merupakan perbandingan antara p1, probabilitas atau


kecenderungan pekerja memiliki tingkat kesejahteraan “cukup sejahtera”,
terhadap probabilitas pekerja “tidak sejahtera” (p0):

( )

2. Persamaan kedua, merupakan perbandingan antara p2, probabilitas atau


kecenderungan pekerja memiliki tingkat kesejaheraan “sejahtera”, terhadap
po, probabilitas atau kecenderungan pekerja “tidak sejahtera”:

( )

3. Persamaan ketiga, merupakan perbandingan antara p3, probabilitas atau


kecenderungan pekerja memiliki tingkat kesejaheraan “sangat sejahtera”,
terhadap po, probabilitas atau kecenderungan pekerja “tidak sejahtera”:

( )

Dimana :
p0 : Probabilitas pekerja masuk ke kategori “tidak sejahtera”
p1 : Probabilitas pekerja masuk ke kategori “cukup sejahtera”
p2 : Probabilitas pekerja masuk ke kategori “sejahtera”
p3 : Probabilitas pekerja masuk ke kategori “sangat sejahtera”
βjk : Parameter estimasi regresi j (kategori) =0, 1, 2, 3; k (variabel
bebas) = 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6,
Mig : Status migrasi pekerja:
1 = migran
2 = non migran (kategori pembanding = 0)
Age : Kelompok umur pekerja:
1 = Karir menengah (25-34 tahun)
2 = Karir puncak (35-54 tahun)
3 = Pasca karir (55 tahun ke atas)
4 = Karir awal (15-24 tahun) (kategori pembanding = 0)

31
Gender : Jenis kelamin pekerja:
1 = Laki-laki
2 = Perempuan (kategori pembanding = 0)
Educ : Tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh pekerja:
1 = Pendidikan menengah (tamat SLTA atau DI/II)
2 = Pendidikan tinggi (tamat DIII ke atas)
3 = Pendidikan rendah (sampai dengan tamat SMP) (kategori
pembanding = 0)
Mar : Status perkawinan pekerja:
1 = Kawin
2 = Tidak kawin (kategori pembanding = 0)
Stapek : Status pekerjaan seorang pekerja:
1 = Formal
2 = informal (kategori pembanding = 0)

Fokus utama pada penelitian ini pekerja. Misalkan Tingkat


adalah hubungan antara status kesejahteraan antara pekerja laki-laki
migrasi pekerja sebagai variabel dan perempuan terlihat ada
bebas dan tingkat kesejahteraannya perbedaan, dimana pekerja laki-laki
sebagai variabel terikat. Pada model cenderung lebih sejahtera daripada
yang dijelaskan di atas, variabel pekerja perempuan. Perbedaan
status migrasi seolah-oleh memiliki tingkat kesejahteraan antar jenis
derajat fokus yang sama dengan kelamin tersebut ternyata juga
variabel-variabel bebas lainnya. berbeda menurut status migrasi.
Karena itu, untuk memperlihatkan Pekerja laki-laki yang cenderung
adanya perhatian yang lebih terfokus lebih sejahtera daripada perempuan
pada status migrasi, maka akan tampak lebih besar lagi
dikembangkan model regresi dengan perbedaanya pada mereka yang
menambah variabel interaksi antara berstatus sebagai migran daripada
status migrasi dan variabel-variabel yang bukan migran. Hal ini
lain seperti jenis kelamin, kelompok menunjukkan adanya interaksi antara
umur, tingkat pendidikan, status variabel status migrasi dan jenis
perkawinan, dan status pekerjaan. kelamin di dalam mempengaruhi
Penambahan variabel tingkat kesejahteraan. Demikian
interaksi antara status migrasi dan halnya dengan interaksi antara
variabel bebas lainnya variabel status migrasi dan variabel
memperlihatkan adanya pengaruh bebas lainnya akan memberikan
status migrasi terhadap keberadaan pengertian yang analog dengan
variabel lain di dalam mempengaruhi interaksi antara variabel status
tingkat kesejahteraan seorang migrasi dan variabel jenis kelamin.

32
Model yang memperlihatkan adanya faktor interaksi ini diperlihatkan pada
tiga persamaan logit sebagai berikut:

1. ( )

2. ( )

3. ( )

Dimana:
Mig*Age : Interaksi antara Status Migrasi dan Kelompok Umur
Mig*Gender : Interaksi antara Status Migrasi dan Jenis Kelamin
Mig*Educ : Interaksi antara Status Migrasi dan Tingkat Pendidikan
Mig*Mar : Interaksi antara Status Migrasi dan Status Perkawinan
Mig*Stapek : Interaksi antara Status Migrasi dan Status Pekerjaan

33
X. Hipotesis Penelitian
Dengan kerangka pikir penelitian 10. daripada kelompok pekerja
yang dijabarkan di atas, maka lainnya.
hipotesis penelitian yang diajukan 11. Pekerja migran formal cenderung
adalah sebagai berikut: memiliki tingkat kesejahteraan
1. Pekerja berstatus migran lebih tinggi daripada kelompok
cenderung memiliki tingkat pekerja lainnya.
kesejahteraan lebih tinggi 12. Pekerja migran berpendidikan
daripada pekerja berstatus bukan tinggi cenderung memiliki tingkat
migran. kesejahteraan yang lebih tinggi
2. Pekerja berumur lebih tua daripada kelompok pekerja
cenderung memiliki tingkat lainnya.
kesejahteraan lebih tinggi
daripada pekerja berusia muda. Y. Posisi dan Kontribusi
3. Pekerja laki-laki cenderung Penelitian
memiliki tingkat kesejahteraan
lebih tinggi daripada pekerja Kesadaran Pemerintah
perempuan. Indonesia terhadap pembangunan
4. Pekerja berstatus kawin berwawasan kependudukan
cenderung memiliki tingkat sesungguhnya telah tercermin dalam
kesejahteraan lebih tinggi dokumen Rencana Pembangunan
daripada pekerja berstatus tidak Jangka Panjang Nasional (RPJPN)
kawin. 2005-2025 yang menyatakan bahwa
5. Pekerja berstatus pekerjaan kemajuan suatu bangsa juga diukur
formal cenderung memiliki tingkat berdasarkan indikator
kesejahteraan lebih tinggi kependudukan. Ada kaitan yang erat
daripada pekerja berstatus antara kemajuan suatu bangsa
pekerjaan informal. dengan laju pertumbuhan penduduk,
6. Pekerja berpendidikan tinggi termasuk derajat kesehatan. Bangsa
cenderung memiliki tingkat yang sudah maju ditandai dengan
kesejahteraan yang lebih tinggi laju pertumbuhan penduduk yang
daripada pekerja yang lebih kecil, angka harapan hidup
berpendidikan menengah dan yang lebih tinggi; dan kualitas
bawah. pelayanan sosial yang lebih baik.
7. Pekerja migran laki-laki Secara keseluruhan kualitas
cenderung memiliki tingkat sumberdaya manusia yang makin
kesejahteraan lebih tinggi baik akan tercermin dalam
daripada kelompok pekerja produktivitas yang makin tinggi
lainnya. (RPJPN 2005-2025) (Bappenas,
8. Pekerja migran berusia tua 2004).
cenderung memiliki tingkat
kesejahteraan lebih tinggi Pemerintah Provinsi DKI
daripada kelompok pekerja Jakarta menjalankan pembangunan
lainnya. kependudukannya melalui visi
9. Pekerja migran berstatus kawin Jakarta Baru, kota modern yang
cenderung memiliki tingkat tertata rapi, menjadi tempat hunian
kesejahteraan lebih tinggi yang layak dan manusiawi, memiliki

34
masyarakat yang berkebudayaan, DKI Jakarta mempunyai implikasi
dan dengan pemerintahan yang baik positif maupun negatif. Secara
berorientasi pada pelayanan public; positif arus migrasi masuk ini
dan dengan misi: Misi : (1). memberikan berbagai inovasi
Mewujudkan Jakarta sebagai kota terutama untuk pekerjaan industri
modern yang tertata rapi serta rumah tangga, misalnya industri
konsisten dengan rencana pakaian rumahan, usaha makanan
Tata Ruang Wilayah; (2). dan minumn dan lain sebagainya.
Menjadikan Jakarta sebagai kota
yang bebas dari masalah-masalah Penelitian tentang hubungan
menahun seperti macet, banjir, antara status migrasi dan tingkat
pemukiman kumuh, sampah dan lain- kesejaheraan penduduk bukan
lain; (3) Menjamin ketersediaan merupakan sesuatu yang baru.
hunian dan ruang publik yang layak Namun demikian, penelitian
serta terjangkau bagi warga kota dan mencoba melakukan
ketersediaan pelayanan kesehatan penyempurnaan dari penelitian-
yang gratis sampai rawat inap dan penelitian yang telah ada dengan
pendidikan yang berkualitas secara topik yang hampir mirip. Ada
gratis selama 12 tahun untuk warga beberapa keunggulan penelitian ini
Jakarta; (4). Membangun budaya dibandingkan dengan penelitian-
masyarakat perkotaan yang toleran, penelitian terdahulu yang sudah
tetapi juga sekaligus memiliki dijabarkan dalam matriks pada tabel
kesadaran dalam memelihara kota; bab sebelumnya, yaitu:
dan (5). Membangun pemerintahan
1. Penggunaan data set
yang bersih dan transparan serta
SUSENAS 2013 sebagai
berorientasi pada pelayanan publik.
sumber data yang
Perwujudan visi dan misi
pelaksanaan surveinya
pemerintah DKI Jakarta ini tidak
dilakukan oleh BPS. Sebagai
lepas dari mutu modal manusia data set yang jumlahnya
penduduk DKI Jakarta, termasuk
puluhan ribu individu,
juga para migran yang datang ke
penelitian ini melakukan
wilayah ibukota ini. Terbatasnya analisis 13.238 data cross
ruang wilayah DKI Jakarta,
section dari data 13.238
sementara laju pertumbuhan
individu pekerja di DKI
penduduknya mencapai 1,4 rata-rata
Jakarta. Penelitian ini tidak
per tahun selama periode 2000-2010.
lagi menggunakan analisis
Angka pertumbuhan penduduk
OLS ataupun time series
tersebut di antaranya diakibatkan
sebagaimana yang banyak
oleh jumlah migran yang datang ke
dilakukan pada banyak
DKI Jakarta, selain karena faktor
disertasi sebelumnya.
fertilitas.
Disertasi ini diharapkan akan 2. Keunggulan lain penelitian ini
memberikan manfaat dalam memberi yang membedakan dengan
masukan kepada Pemerintah DKI penelitian lain adalah
Jakarta dalam rangka penanganan digunakannya analisis PCA
para migran dan peningkatan (Principal Component
kesejahteraan bagi penduduknya. Analysis) dalam pembentukan
Arus migrasi penduduk masuk ke variabel tingkat kesejahteraan.

35
Penelitian variabel laten
kesejahteraan dilakukan
berdasarkan 10 (sepuluh)
variabel teramati / observed
variables.
3. Tingkat kesejahteraan pekerja
dikelompokkan dalam 4
(empat) kategori yaitu : (1)
tidak sejahtera, (2) cukup
sejahtera, (3) sejahtera, dan
(4) sangat sejahtera sebagai
variabel terikat. Oleh karena
variabel terikat bersifat
kategorikal, maka analisis
regresi yang digunakan bukan
OLS, namun menggunakan
Multinomial Logistic
Regression (MLR).

36
III. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini memiliki 7 (tujuh)
variabel yang dilibatkan dalam
model, terdiri atas 1(satu) variabel
terikat dan 6 (enam) variabel bebas.
A. Waktu Dan Tempat Penelitian
Satu variabel terikat merupakan
Penelitian ini dilaksanakan variabel laten yang tidak dapat diukur
pada tahun 2015, waktu penelitian secara langsung, yaitu status
dimulai dari bulan Oktober 2015 kesejahteraan yang diukur melalui
hingga ancar ancar selesai bulan wealth index berdasarkan
Januari 2016 yang mengambil lokasi pertanyaan-pertanyaan keterangan
di Provinsi DKI Jakarta. Proses perumahan pada Blok VI kuesioner
penelitian ini dimulai dari proses ijin Susenas 2013.
pengambilan data penelitian, Data berupa cross section
pengumpulan data, serta observasi antar individu dengan cakupan status
fakta di lapangan hingga pengolahan migrasi, umur migran, status kawin
data, berikut interpretasi data dari migran, jenis kelamin migran, daerah
lapangan, ditambah beberapa orang asal migran yang diinteraksikan
narasumber untuk depth interview. secara resiprokal dengan status
kesejahteraan, dan diperoleh dari
B. Sumber Dan Prosedur BPS sebagai sumber data resmi.
Pengambilan Data Data diperoleh dari BPS DKI Jakarta
berupa data mentah / raw data yang
Penelitian ini menggunakan selanjutnya diolah dengan program
data basis (raw data) Survei Sosial statistik SPSS dan PCA dengan
Ekonomi Nasional tahun 2013 software Lisrel 8.8.
(Susenas 2013), dengan fokus unit
analisis pada individu berusia 15 C. Spesifikasi Model Penelitian
tahun ke atas (tenaga kerja) yang
berstatus bekerja berdasarkan Metode analisis yang
pertanyaan kegiatan seminggu yang digunakan dalam studi ini adalah
lalu selama minimal 1 (satu) jam regresi logistik multinomial, yaitu
berturut-turut tidak terputus suatu alat analisis yang digunakan
(economically active population) untuk menduga pengaruh variabel
pada pertanyaan Susenas 2013. bebas terhadap peluang terjadinya
Data Susenas 2013 tersebut dibatasi suatu kategori dari suatu variabel
pada penduduk Provinsi DKI Jakarta terikat. Dalam penelitian ini, variabel
yang berusia 15 tahun ke atas bebasnya adalah tingkat
dengan status bekerja di semua kesejahteraan yang digolongkan atas
lapangan usaha, dengan cakupan 4 (empat) kategori, yaitu:
data individu sejumlah 17.453 jiwa di
DKI Jakarta, jika dibobotkan mewakili 1. Cukup Sejahtera
10.031.135 jiwa penduduk DKI 2. Sejahtera
Jakarta, dengan jumlah responden 3. Sangat Sejahtera
DKI Jakarta yang berusia 15 tahun 4. Tidak Sejahtera
ke atas sejumlah 13.238 jiwa yang Keempat kategori tersebut masing-
sebanding dengan 7.551.751 jiwa masing memiliki kriteria yang akan
dimana jumlah ini sudah di atas dijelaskan pada sub-bab definisi
jumlah data minimal yang diperlukan operasional variabel.
untuk penelitian disertasi.

37
Peluang terjadinya seseorang berperan sebagai variabel bebas
/pekerja di DKI Jakarta untuk menjadi dalam pemodelan regresi. Alat
tidak sejahtera, cukup sejahtera, analisis regresi multinomial logistik
sejahtera, atau sangat sejahtera cukup tepat untuk melakukan
diestimasi dengan memperhatikan estimasi ini.
karakteristik pekerja tersebut yang

Model yang dikembangkan dalam penelitian ini terdiri atas tiga persamaan
sebagai berikut:

1) Persamaan pertama, merupakan perbandingan antara p1, probabilitas


atau kecenderungan pekerja memiliki tingkat kesejahteraan “cukup
sejahtera”, terhadap probabilitas pekerja “tidak sejahtera” (p0):

( )

2) Persamaan kedua, merupakan perbandingan antara p2, probabilitas atau


kecenderungan pekerja memiliki tingkat kesejaheraan “sejahtera”, terhadap
po, probabilitas atau kecenderungan pekerja “tidak sejahtera”:

( )

3) Persamaan ketiga, merupakan perbandingan antara p3, probabilitas atau


kecenderungan pekerja memiliki tingkat kesejaheraan “sangat sejahtera”,
terhadap po, probabilitas atau kecenderungan pekerja “tidak sejahtera”:

( )

dimana:
p0 : Probabilitas pekerja masuk ke kategori “tidak sejahtera”
p1 : Probabilitas pekerja masuk ke kategori “cukup sejahtera”
p2 : Probabilitas pekerja masuk ke kategori “sejahtera”
p3 : Probabilitas pekerja masuk ke kategori “sangat sejahtera”
βjk : Parameter estimasi regresi j (kategori) =0, 1, 2, 3; k (variabel bebas)
= 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6,
Mig : Status migrasi pekerja:
1 = migran
2 = non migran (kategori pembanding)

Age : Kelompok umur pekerja:


1 = Karir menengah (25-34 tahun)
2 = Karir puncak (35-54 tahun)

38
3 = Pasca Karir (55 tahun ke atas)
4 = Karir awal (15 – 24 tahun) (kategori pembanding)
Gender : Jenis kelamin pekerja:
1 = Laki-laki
2 = Perempuan (kategori pembanding)
Educ : Tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh pekerja:
1 = Pendidikan menengah (tamat SLTA atau DI/II)
2 = Pendidikan tinggi (tamat DIII ke atas)
3 = Pendidikan rendah (sampai dengan tamat SMP) (kategori
pembanding)
Mar : Status perkawinan pekerja:
1 = Kawin
2 = Tidak kawin (kategori pembanding)
Stapek : Status pekerjaan seorang pekerja:
1 = Formal
2 = informal

Penambahan variabel interaksi laki yang cenderung lebih sejahtera


antara status migrasi dan variabel daripada perempuan akan tampak
bebas lainnya memperlihatkan lebih besar lagi perbedaanya pada
adanya pengaruh status migrasi mereka yang berstatus sebagai
terhadap keberadaan variabel lain di migran daripada yang bukan migran.
dalam mempengaruhi tingkat Hal ini menunjukkan adanya interaksi
kesejahteraan seorang pekerja. antara variabel status migrasi dan
Misalkan tingkat kesejahteraan jenis kelamin di dalam
antara pekerja laki-laki dan mempengaruhi tingkat
perempuan terlihat ada perbedaan, kesejahteraan. Demikian halnya
dimana pekerja laki-laki cenderung dengan interaksi antara variabel
lebih sejahtera daripada pekerja status migrasi dan variabel bebas
perempuan. Perbedaan tingkat lainnya akan memberikan pengertian
kesejahteraan antar jenis kelamin yang analog dengan interaksi antara
tersebut ternyata juga berbeda variabel status migrasi dan variabel
menurut status migrasi. Pekerja laki- jenis kelamin.

39
Model yang memperlihatkan adanya faktor interaksi ini diperlihatkan pada
tiga persamaan logit sebagai berikut:

1. ( )

2. ( )

3. ( )

Dimana :
Mig*Age : Interaksi antara Status Migrasi dan Kelompok Umur
Mig*Gender : Interaksi antara Status Migrasi dan Jenis Kelamin
Mig*Educ : Interaksi antara Status Migrasi dan Tingkat Pendidikan
Mig*Mar : Interaksi antara Status Migrasi dan Status Perkawinan
Mig*Stapek : Interaksi antara Status Migrasi dan Status Pekerjaan

D. Definisi Dan Operasionalisasi


Variabel Penelitian
1. Variabel Terikat: amn menggambarkan bobot
a) Status Kesejahteraan untuk komponen utama ke-m
Dalam Vyas dan dan variabel ke-n. Sebuah
Kumaranayake, L. (2006), tinjauan empiris yang
CFA atau PCA (Principal dilakukan Vyas dan
Component Analysis) Kumaranayake, L. (2006),
merupakan teknik statistik meringkas informasi mengenai
multivariat yang digunakan jumlah dan jenis variabel
untuk mengurangi jumlah dalam Demographic Health
variabel dalam data set Survey (DHS) untuk
menjadi lebih kecil jumlah menghitung indeks status
dimensinya yaitu dengan cara sosial ekonomi. Survei rumah
mereduksi variabel dalam data tangga ini menunjukkan
set tersebut menjadi satu bahwa karakteristik
variabel utama yang perumahan dan kepemilikan
menggambarkan varian dari aset merupakan dua kategori
variabel asalnya. Misalnya, utama dari variabel status
dari satu set variabel X1 sosial ekonomi dalam DHS.
sampai dengan Xn Variabel karakteristik
perumahan meliputi jenis air
minum, jenis tempat buang air

40
besar, bahan lantai utama, 4. Apakah bahan bakar
sumber bahan bakar utama untuk memasak
memasak, kepemilikan listrik sehari-hari?
dan jumlah kamar tidur. 5. Apakah sumber utama air
Sedangkan variabel minum?
kepemilikan aset meliputi 6. Apakah fasilitas tempat
kepemilikan radio, TV, kulkas, buang air besar?
sepeda, sepeda motor, mobil 7. Apakah tempat akhir
dan telepon. pembuangan tinja?
Untuk menyusun 8. Apakah menguasai
indeks, setiap barang atau telepon?
fasilitas rumah tangga diberi 9. Apakah ada ART yang
penimbang berdasarkan terhubung (akses) internet
prinsip komponen analisis dan dalam 3 bulan terakhir?
jumlah skor atas aset atau 10. Apa status
fasilitas rumah tangga tersebut kepemilikan/penguasaan
distandarisasi agar mengikuti bangunan tempat tinggal
distribusi normal dengan rata- ini?
rata adalah nol dan standar Dengan menggunakan
deviasi sama dengan satu. metode Principal Component
Setiap aset atau fasilitas Analysis (PCA), maka
rumah tangga kemudian dihasilkan nilai indeks tunggal
ditetapkan skornya, kemudian tingkat kesejahteraan dari
skor-skor tersebut dijumlahkan yang terendah hingga yang
untuk setiap rumah tangga. tertinggi. Nilai yang diurutkan
Setiap individu diurutkan dari terendah hingga tertinggi
sesuai dengan skor total dari (ascending) ini kemudian
suatu rumah tangga di mana dicari nilai cut off sebagai
mereka bertempat tinggal. batas atas dan batas bawah
Rumah tangga sampel masing-masing kuartil (25
kemudian dibagi ke dalam persenan) dari indeks
kuantil mulai dari satu (paling kesejahteraan. Berdasarkan
rendah) sampai dengan lima distribusinya, indeks
(paling tinggi) (BPS, 2007). kesejahteraan dikelompokkan
Variabel keterangan menjadi empat kategori
perumahan dalam penelitian (kuartil) yaitu : 1 = Tidak
ini diperoleh berdasarkan Sejahtera, untuk kuartil 1 (di
jawaban yang didapat dari bawah 25 persen dari nilai
Pertanyaan Blok VI Kuesioner indeks kesejahteraan); 2 =
Susenas 2013 data KOR: Cukup Sejahtera, untuk kuartil
Keterangan Perumahan, 2 (antara 25 dan 50 persen
diantaranya yaitu: nilai indeks kesejahteraan); 3
1. Apakah jenis lantai = Sejahtera, untuk kuartil 3
terluas? (antara 50 dan 75 persen nilai
2. Berapakah luas lantai indeks kesejahteraan); 4 =
tempat tinggal? Sangat Sejahtera, untuk kuartil
3. Apakah sumber 4 (75 persen ke atas nilai
penerangan utama? indeks kesejahteraan).

41
2. Variabel bebas population) 15 tahun dan
tanpa batas atas usia kerja
Variabel bebas dalam (BPS, 2000). Meskipun secara
penelitian ini terdiri dari status empiris, ada yang sudah
migrasi sebagai variabel bekerja pada usia 10 sampai
utama dan variabel bebas 14 tahun, tetapi umumnya
lainnya yang merupakan pada usia ini dikategorikan
karakteristik sosiodemografi sebagai “pekerja anak”.
pekerja diantaranya umur Variabel ini dibentuk
pekerja, jenis kelamin pekerja, berdasarkan jawaban yang
tingkat pendidikan yang didapat dari Pertanyaan Blok
ditamatkan oleh pekerja dan IVA Keterangan ART
status perkawinan pekerja. mengenai umur. Variabel
umur pekerja dikelompokkan
a) Status Migrasi Pekerja ke dalam empat kategori,
Variabel ini dibentuk yaitu: (a) Karir Awal (15 - 24
berdasarkan Pertanyaan Blok tahun) sebagai kategori acuan;
V, Keterangan Perorangan (b) Karir Menengah (25 - 34
tentang Kesehatan, tahun); (c) Karir Puncak (35
Pendidikan, Ketenagakerjaan, - 54 tahun); dan (d) Pasca
serta Fertilitas dan KB. Karir (55 tahun ke atas).
Dengan menggunakan konsep Kategorisasi variabel umur
migrasi risen, variabel ini pekerja didasarkan pada
dibentuk dari pertanyaan asumsi bahwa seseorang
provinsi tempat tinggal 5 tahun mulai bekerja pada usia 15
yang lalu. Jika seseorang tahun dan seseorang
bertempat tinggal 5 tahun memasuki masa pensiun pada
yang lalu bukan di Provinsi usia di atas 55 tahun.
DKI Jakarta, maka ia
dikatakan sebagai migran. c) Jenis Kelamin Pekerja
Sebaliknya jika provinsi tempat Variabel ini dibentuk
tinggal 5 tahun yang lalu di berdasarkan jawaban yang
DKI Jakarta, maka ia disebut diperoleh dari Pertanyaan Blok
bukan migran. Kategori IVA Keterangan ART
variabel ini memiliki dua mengenai jenis kelamin.
kategori yaitu: migran dan Variabel ini terdiri atas dua
bukan migran. kategori, yaitu laki-laki dan
perempuan.
b) Umur Pekerja
Umur pekerja yang d) Tingkat Pendidikan Pekerja
dimaksud adalah usia pada Variabel ini dibentuk
saat pencacahan Susenas dari pertanyaan Blok VC no.
tahun 2013. Umur pekerja 17, yaitu ijazah/STTB tertinggi
yang dijadikan unit analisis yang dimiliki. Pertanyaan ini
adalah 15 tahun ke atas, terdiri atas 15 kategori (sesuai
karena Indonesia pilihan jawaban dalam
menggunakan batas bawah kuesioner). Namun, untuk
usia kerja (economically active kemudahan analisis, variabel

42
ini disederhanakan menjadi 3 dengan menanggung resiko
kategori, yaitu: secara ekonomis, yaitu
1) Pendidikan rendah dengan tidak kembalinya
(sampai dengan tamat ongkos produksi yang telah
SMP), sebagai kategori dikeluarkan dalam rangka
acuan; usahanya tersebut, serta
2) Pendidikan menengah tidak menggunakan pekerja
(tamat SLTA atau Dip I/II) dibayar maupun pekerja tak
dibayar, termasuk yang sifat
3) Pendidikan tinggi (tamatan pekerjaannya memerlukan
di atas Dip II) teknologi atau keahlian
khusus.
e) Status Perkawinan Pekerja b. Berusaha dibantu buruh
Variabel ini dibentuk tidak tetap/buruh tak
berdasarkan jawaban yang dibayar, adalah bekerja
didapat dari Pertanyaan Blok atau berusaha atas resiko
IVA mengenai status sendiri, dan menggunakan
perkawinan. Jawaban buruh/pekerja tak dibayar
pertanyaan ini terdiri atas 4 dan atau buruh/pekerja
pilihan, yaitu 1. Belum kawin, tidak tetap.
2. Kawin, 3. Cerai hidup, dan c. Berusaha dibantu buruh
4. Cerai mati. Namun untuk tetap/buruh dibayar,
kemudahan analisis, keempat adalah berusaha atas resiko
pilihan jawaban tersebut sendiri dan mempekerjakan
disederhanakan menjadi kawin paling sedikit satu orang
dan tidak kawin. buruh/pekerja tetap yang
dibayar.
f) Status Pekerjaan d. Buruh/Karyawan/Pegawai,
Status pekerjaan adalah seseorang yang
dibentuk oleh kedudukan bekerja pada orang lain
pekerja dalam pekerjaan atau
utama seminggu yang lalu instansi/kantor/perusahaan
(formal/informal). Variabel ini secara tetap dengan
diperoleh dari pertanyaan Blok menerima upah/gaji baik
VD no. 31 tentang berupa uang maupun
Status/Kedudukan dalam barang. Buruh yang tidak
Pekerjaan Utama Selama mempunyai majikan tetap,
Seminggu Terakhir. Status tidak digolongkan sebagai
pekerjaan menurut BPS buruh/karyawan, tetapi
(2016) adalah jenis kedudukan sebagai pekerja bebas.
seseorang dalam melakukan Seseorang dianggap
pekerjaan di suatu unit memiliki majikan tetap jika
usaha/kegiatan. Mulai tahun memiliki 1 (satu) majikan
2001 status pekerjaan (orang/rumah tangga) yang
dibedakan menjadi 7 kategori, sama dalam sebolan
yaitu: terakhir, khusus pada sektor
a. Berusaha sendiri, adalah bangunan batasannya tiga
bekerja atau berusaha bolan. Apabila majikannya

43
instansi/lembaga, boleh konstruksi/ bangunan,
lebih dari satu. sektor perdagangan, sektor
e. Pekerja bebas di angkutan, pergudangan dan
pertanian, adalah komunikasi, sektor
seseorang yang bekerja keuangan, asuransi, usaha
pada orang persewaan bangunan,
lain/majikan/institusi yang tanah dan jasa perusahaan,
tidak tetap (lebih dari 1 sektor jasa
majikan dalam sebolan kemasyarakatan, sosial dan
terakhir) di usaha pertanian perorangan.Huruf e dan f
baik berupa usaha rumah yang dikembangkan mulai
tangga maupun bukan pada publikasi 2001, pada
usaha rumah tangga atas tahun 2000 dan
dasar balas jasa dengan sebelumnya dikategorikan
menerima upah atau pada huruf d dan a (huruf e
imbalan baik berupa uang termasuk dalam d dan huruf
maupun barang, dan baik f termasuk dalam a).
dengan sistem pembayaran Pekerja keluarga/tak
harian maupun borongan. dibayar adalah seseorang
Usaha pertanian meliputi: yang bekerja membantu
pertanian tanaman pangan, orang lain yang berusaha
perkebunan, kehutanan, dengan tidak mendapat
peternakan, perikanan dan upah/gaji, baik berupa uang
perburuan, termasuk juga maupun barang.
jasa pertanian. Pekerja tak dibayar
f. Majikan adalah orang atau tersebut dapat terdiri dari:
pihak yang memberikan (a) Anggota rumah tangga
pekerjaan dengan dari orang yang dibantunya,
pembayaran yang seperti istri/anak yang
disepakati. membantu
g. Pekerja bebas di suaminya/ayahnya bekerja
nonpertanian adalah di sawah dan tidak dibayar;
seseorang yang bekerja (b) Bukan anggota rumah
pada orang tangga tetapi keluarga dari
lain/majikan/institusi yang orang yang dibantunya,
tidak tetap (lebih dari 1 seperti famili yang
majikan dalam sebolan membantu melayani
terakhir), di usaha non penjualan di warung dan
pertanian dengan menerima tidak dibayar.
upah atau imbalan baik
berupa uang maupun Untuk mempermudah
barang dan baik dengan analisis, penelitian ini
sistem pembayaran harian menggunakan dua kategori
maupun borongan.Usaha status pekerjaan, yaitu formal
non pertanian meliputi: dan informal. Yang dimaksud
usaha di sektor dengan status formal, adalah
pertambangan, industri, pekerja yang bekerja sebagai
listrik, gas dan air, sektor buruh

44
buruh/karyawan/pegawai, regresi yang digunakan bukan
sebagaimana status pekerjaan OLS /Ordinary Least Square,
yang tergolong point d di atas maka tidak mungkin dilakukan
menurut BPS. Sedangkan uji asumsi klasik, sehingga uji
pekerja informal adalah yang dilakukan termuat dalam
mereka yang bekerja dengan penjelasan pada sub bab
status selain dari point d berikut ini.
tersebut.
Metode analisis E. Metode Analisis
menggunakan regresi logistik
multinomial (multinomial 1. Pengertian dan Tujuan Regresi
logistic regression). Model Logistik Multinomial
regresi inii digunakan untuk Sebagaimana diuraikan di
dapat memprediksi kondisi atas, dengan model yang
sebuah objek (dalam hal ini dibangun sedemikian rupa pada
objek tersebut dijadikan penelitian ini, maka alat analisis
variabel terikat/respon/Y) yang yang digunakan adalah
dipengaruhi oleh objek-objek Multinomial Logistic Regression,
lain (objek lain tersebut yaitu model regresi yang
dijadikan variabel bebas). digunakan untuk menyelesaikan
Jenis data terdiri dari 3 (tiga) kasus regresi dengan variabel
yaitu : (1) Time Series dependen berupa data kualitatif
(rentang waktu), (2) Data berbentuk multinomial (lebih dari
Cross Section; dan (3) Data dua kategori) dengan satu atau
Pool (kombinasi antara Time lebih variabel independen.
Series dan Cross Section). Menurut Nachrowi dan Usman
Data cross section adalah (2002), Model Logit pada
data yang terdiri dari satu atau prinsipnya adalah Model Non-
lebih variabel yang Linier, baik dalam parameter
dikumpulkan dalam satu maupun dalam variabel. Oleh
periode yang sama, seperti karena itu, metode OLS
sensus penduduk yang (Ordinary Least Square) tidak
dilakukan sebelumnya (Asra dapat digunakan untuk
dkk, 2015). Data yang mengestimasi model logit kecuali
digunakan berupa cross setelah melewati proses
sectional antar individu transformasi terlebih dahulu.
dimana penelitian jenis ini Estimasinya menggunakan
dapat menggunakan waktu Teknik Maximum Likelihood.
satu tahun pada kelompok Model Logit digunakan
yang berbeda, dan merupakan apabila variabel independen dan
gabungan antara one shot variabel dependennya
method (menembak satu kali merupakan variabel kategori. Bila
terhadap kasus) dan jumlah kategori untuk variabel
longitudinal method dependen lebih dari 2, maka
(menembak beberapa kali model Logit dinamakan dengan
terhadap kasus yang sama) Model Multinomial Logit. Dengan
(Masyhuri dan Zainuddin, menggunakan model ini dapat
2008). Oleh karena jenis diketahui apakah ada pengaruh

45
antara variabel independen Regresi Logistik
terhadap variabel dependen. merupakan salah satu metode
Regresi logistik adalah regresi yang digunakan untuk
sebuah pendekatan model mencari hubungan antara
statistik yang dapat digunakan peubah respon bersifat kategorik
untuk menggambarkan berskala nominal, ordinal dengan
hubungan beberapa variabel X satu atau lebih peubah penjelas
dengan variabel dependen yang kontinyu maupun kategorik. Jika
dikotomus (Nachrowi dan peubah respon berskala nominal
Usman, 2002). Model ini digunakan regresi logistik
digunakan untuk menyelesaikan multinomial sedangkan Pada
permasalahan hubungan antara peubah respon berskala ordinal
variabel dependen yang berupa digunakan regresi logistik
variabel dichotomous maupun ordinal. tingkatan skala data
polytomous dengan variabel dimulai dari (tertinggi) rasional,
independen yang dapat berupa interval, ordinal dan nominal
variabel ordinal, nominal maupun (terendah).
rasio.

Dimana : variabel dependen yang berupa variabel kategori politomus


Gj : (multinomial) dengan skala pengukuran nominal

Jika dari beberapa 2. Uji Signifikasi Model


variabel bebas ada yang Multinomial Logistic
berskala nominal atau ordinal, Regression
maka variabel tersebut tidak
akan tepat jika dimasukkan Untuk memastikan bahwa
dalam model logit karena angka- model logit bermakna, perlu
angka yang digunakan untuk dilakukan pengujian terhadap
menyatakan tingkatan tersebut signifikansi model baik secara
hanya sebagai identifikasi dan keseluruhan maupun pada tiap-
tidak mempunyai nilai numerik tiap parameter dalam model
dalam situasi seperti ini tersebut. Masing-masing
diperlukan variabel dummy. pengujian tersebut dijelaskan
Untuk variabel bebas dengan sebagai berikut:
skala ordinal maupun nominal
dengan k kategori, akan
diperlukan sebanyak k-1 variabel
dummy (Nachrowi dan Usman,
2002).

46
a) Uji Signifikansi Model
H0 :
H1 : Sekurang-kurangnya terdapat satu
Statistik uji yang digunakan adalah :

[ ]

Model B adalah model yang konstanta (intercept) untuk


hanya terdiri dari konstanta. kedua model logit. H0 ditolak
Model A adalah model yang jika G > ; adalah tingkat
terdiri dari seluruh variabel. G signifikansi yang dipilih. Jika
berdistribusi kai kuadrat H0 ditolak, berarti model A
dengan derajat bebas J(K-1), signifikan pada tingkat
yaitu banyaknya parameter signifikansi .
yang tidak diketahui kecuali

b) Uji Wald: Uji Signifikansi Tiap-Tiap Parameter

H0 : untuk suatu jenis j, k tertentu; j = 1,2 dan k = 0,1,....,p


H1 :

Statistik uji yang digunakan adalah:


̂
[ ]
( ̂)

Statistik ini berdistribusi kai probabilitas) dan Odss Ratio.


kuadrat dengan derajat bebas Nilai estimated probability
satu. H0 ditolak jika > ; menunjukkan
adalah tingkat signifikansi probabilitas/kecenderungan
yang dipilih. Jika H0 ditolak, suatu observasi dengan
berarti parameter tersebut karakteristik tertentu (x=1)
signifikan secara statistik pada untuk mengalami kejadian
tingkat signifikansi “sukses” (y=1) dari model
terpilih dengan menggunakan
c) Odds Ratio dan Estimated persamaan F(η) = π. Estimasi
Probability probabilitas “sukses” tidak
Untuk menginterpretasi hanya tergantung pada nilai β,
nilai probabilitas atau tetapi juga pada nilai-nilai
kecenderungan seorang variabel bebas lainnya.
pekerja dengan karakteristik Dalam menghitung
sosiodemografi tertentu untuk estimasi probabilitas ini pada
mencapai status sosial setiap kategori-kategori yang
ekonomi tertentu terhadap berbeda untuk setiap kovariat,
status sosial ekonomi kovariat lain dikontrol pada
pembandingnya, digunakan level tertentu. Strategi yang
estimated probability (estimasi umum digunakan adalah

47
dengan membuat kovariat lain probability) bagi tingkat
konstan pada nilai rata-rata pendidikan tinggi (Educ3)
atau persentasenya masing- pada analisis model pertama:
masing. Terkhusus dalam
penelitian ini, kovariat lain
dibuat konstan pada nilai
persentasenya. Sebagai
contoh, akan dihitung nilai P
(estimated/adjusted

̂ ̂ ̂ ̂ ̂ ̂

Sementara itu, menurut tertentu (x=1) untuk


Nachrowi dan Usman (2002), mengalami kejadian sukses
nilai odds ratio menunjukkan (y=1). Rumus odds ratio
kecenderungan suatu adalah:
observasi dengan karakteristik

| |
| |

48
IV. HASIL ANALISA DAN 1. Tingkat Kesejahteraan
PEMBAHASAN PENELITIAN Berdasarkan Status
Migrasi Pekerja DKI Jakarta
A. Hasil Analisa dan Pembahasan Untuk hasil distribusi
Statistik Deskriptif status kesejahteraan menurut
status migrasi (migran dan
bukan migran), dapat dilihat
pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.1. Distribusi Status Kesejahteraan Menurut Status Migrasi Pekerja Provinsi
DKI Jakarta

Status Tingkat Kesejahteraan Total

Migrasi Tidak Cukup Sejahtera Sangat % n


Sejahtera Sejahtera Sejahtera

Bukan Migran 26.2% 38.8% 9.7% 25.4% 100.0% 12792

Migran 30.9% 31.6% 7.6% 29.8% 100.0% 446

Total 26.3% 38.5% 9.6% 25.5% 100.0% 13238

Keterangan: N = Jumlah sampel tidak dibobotkan (unweighted cases)


Sumber: Pengolahan data basis Susenas 2013 oleh Penulis

Migrasi sebagai salah Temuan menarik


satu variabel demografi yang diperlihatkan dari hasil analisis
tidak hanya mempengaruhi data Susenas 2013 ini, yaitu
besaran jumlah penduduk pada tingkat kesejahteraan
suatu daerah, tetapi juga yang tidak maksimum, yaitu
memberikan pengaruh yang “sejahtera” dan “cukup
cukup berarti, dalam aspek sejahtera”, persentasenya
ekonomi, sosial, budaya, lebih tinggi berada pada
politik, keamanan, lingkungan pekerja yang berstatus bukan
fisik, maupun komposisi migran. Pada tingkat
penduduk. Selain berpengaruh kesejahteraan dengan
pada individu, migrasi juga kategori “sejahtera”, pekerja
berpengaruh pada daerah asal berstatus bukan migran hanya
dan daerah tujuan migrasi. lebih tinggi 2.1 persen
Migrasi juga dapat dibanding pekerja migran.
berpengaruh positif pada Demikian juga dengan
pertumbuhan ekonomi daerah kategori “cukup sejahtera”,
asal dan daerah tujuan. persentasenya lebih tinggi 7.2
Migrasi dapat pula merupakan persen berada pada pekerja
salah satu jalan untuk bukan migran dibandingkan
memperbaiki standar hidup pekerja migran.
dan kesejahteraan seseorang Secara umum dapat
dan juga keluarganya. dikatakan bahwa pekerja
migran di DKI Jakarta

49
cenderung untuk masuk ke memperlihatkan bahwa
dalam kategori “tidak pekerja migran di DKI Jakarta
sejahtera”, sementara pekerja cenderung berada pada
bukan migran cenderung kondisi yang ekstrim, yaitu
masuk ke dalam kategori masuk ke dalam kategori
“cukup sejahtera” dan “tidak sejahtera” atau “sangat
“sejahtera”. Meski demikian, sejahtera”. Kenyataan ini
pada tingkat kesejahteraan makin menguatkan bahwa DKI
yang lebih tinggi lagi, pekerja Jakarta memiliki daya tarik
migran cenderung masuk ke cukup besar dalam hal
dalam kategori “sangat mencari pendapatan dan
sejahtera”. Fenomena ini peningkatan kesejahteraan
menarik karena hasil temuan hidup seseorang.

2. Tingkat Kesejahteraan Berdasarkan Kelompok Umur Pekerja DKI


Jakarta

Distribusi status (15-24 tahun, 25-34 tahun, 35-


kesejahteraan menurut 54 tahun dan lebih dari 55
kelompok umur yang terdiri tahun) dapat dilihat pada
dari kelompok umur pekerja Tabel 4.2 di bawah ini :

Tabel 4.2. Distribusi Status Kesejahteraan Menurut Kelompok Umur Pekerja


Provinsi DKI Jakarta

Kelompok Tingkat Kesejahteraan Total

Umur Tidak Cukup Sejahtera Sangat % n


Sejahtera Sejahtera Sejahtera

15-24 26.4% 39.9% 9.5% 24.2% 100.0% 2905

25-34 31.8% 37.9% 8.6% 21.7% 100.0% 2834

35-54 26.8% 40.7% 9.6% 22.9% 100.0% 5285

55+ 18.2% 32.4% 11.2% 38.3% 100.0% 2214

Total 26.3% 38.5% 9.6% 25.5% 100.0% 13238

Keterangan: N = Jumlah sampel tidak dibobotkan (unweighted cases)


Sumber: Pengolahan data basis Susenas 2013 oleh Penulis

“Life begins at 40”, 40 tahun yang diyakini


demikian ungkapan yang sebagai fase “kehidupan”
sering muncul manakala sebenarnya. Di usia kepala
seseorang memasuki usia empat itu, banyak orang
yang lebih matang dalam merasa benar-benar
menjalani kehidupannya. merasakan „hidup‟ berbeda
Banyak orang percaya kalau dari sebelumnya. Konteks
hidup itu baru dimulai di usia hidup berbeda ini tentu dapat

50
dipandang dari berbagai Semakin bertambah
aspek termasuk keuangan, usia, maka semakin sejahtera.
keluarga, dan kesuksesan. Temuan ini sesuai dengan
Meski tidak sedikit seorang Teori pertumbuhan Neoklasik
individu yang yang sukses oleh Weber et al. (2007) yang
setelah melewati umur 40 dikenal sebagai Growth Model
tahun. menyatakan bahwa
Berapa pun usia pertumbuhan ekonomi suatu
seseorang mengalami masa negara ditentukan salah
sukses, apakah usia satunya oleh tingkat tabungan
menjelang 40 tahun, tepat 40 (saving) masyarakatnya.
tahun, ataupun setelah Secara teoritis keterkaitan
melewati usia 40 tahun, yang antara pertumbuhan dan
pasti semakin meningkat usia tabungan adalah terjadinya
seseorang, semakin berbeda mekanisme transmisi
dan lebih baik keadaannya tabungan baik dalam bentuk
daripada usia-usia riil maupun finansial menjadi
sebelumnya. Hal ini juga akumulasi modal produktif,
diperlihatkan oleh hasil yang dapat dijelaskan pada
analisis data Susenas 2013 Gambar 4.2.
yang memperlihatkan semakin Dari uraian temuan
tinggi umur pekerja di DKI penelitian Tabel 4.2 di atas ini,
Jakarta, semakin tinggi maka dapat dikatakan bahwa
tingkat kesejahteraan mereka. semakin tinggi umur pekerja,
Berdasarkan Tabel 4.2, memiliki kecenderungan
persentase tertinggi yang semakin tinggi tingkat
masuk kategori “sangat kesejahteraan pekerja
sejahtera” berada pada tersebut. Hal ini dapat
kelompok pekerja usia 55 dimaklumi mengingat usia
tahun ke atas, sedangkan seseorang mencerminkan
persentase kelompok usia lain lamanya pengalaman
(di bawah usia 55 tahun) yang seseorang dalam menekuni
masuk pada kategori “sangat pekerjaannya. Pada usia
sejahtera”. Sementara itu yang lebih tua, seorang
pada tingkat kesejahteraan pekerja memiliki akumulasi
yang lebih rendah (sejahtera, kapital yang dikumpulkan
cukup sejahtera), sejak dimulainya ia menjalani
persentasenya relatif usia kerja, dan pada gilirannya
didominasi oleh kelompok dapat meningkatkan
umur yang lebih muda, yaitu kesejahteraan dirinya. Hasil
35-54 tahun. Pada tingkat jerih payah bekerja di usia
kesejahteraan yang paling muda yang dapat dinikmati
rendah, yaitu “tidak sejahtera”, hingga akhir tua juga karena
persentasenya didominasi kebiasaan menabung dan
oleh kelompok umur yang menyimpan hasil jerih
lebih rendah lagi, yaitu 25-34 payahnya dalam investasi
tahun. dalam bentuk pasive income.

51
3. Tingkat Kesejahteraan Berdasarkan Jenis Kelamin Pekerja DKI
Jakarta

Untuk hasil distribusi dan perempuan), dapat dilihat


status kesejahteraan menurut pada tabel di bawah ini :
jenis kelamin pekerja (laki-laki

Tabel 4.3. Distribusi Status Kesejahteraan menurut Jenis Kelamin Pekerja


Provinsi DKI Jakarta

Jenis Tingkat Kesejahteraan Total

Kelamin Tidak Cukup Sejahtera Sangat % n


Sejahtera Sejahtera Sejahtera

Perempuan 24.6% 38.2% 9.4% 27.8% 100.0% 6758

Laki-laki 28.1% 38.9% 9.8% 23.1% 100.0% 6480

Total 26.3% 38.5% 9.6% 25.5% 100.0% 13238

Keterangan: N = Jumlah sampel tidak dibobotkan (unweighted cases)


Sumber: Pengolahan data basis Susenas 2013 oleh Penulis

Hasil analisis data perempuan yang masuk


Susenas 2013 kategori tidak sejahtera ini.
memperlihatkan pekerja Sementara itu pada tingkat
perempuan di DKI Jakarta kesejahteraan yang berada
cenderung lebih sejahtera pada tataran menengah
daripada pekerja laki-laki. Hal (“cukup sejahtera” dan
ini terlihat Tabel 4.3 yang “sejahtera”) perbedaan
merupakan hasil olahan data persentase antara pekerja
Susenas 2013 dimana pekerja laki-laki dan pekerja
yang masuk ke dalam kategori perempuan relatif hampir tidak
“sangat sejahtera” (kategori ada. Temuan ini menunjukkan
paling tinggi dalam tingkat bahwa pekerja perempuan di
kesejahteraan yang dibentuk) DKI Jakarta cenderung
adalah pekerja perempuan memiliki tingkat kesejahteraan
yang lebih tinggi 4.7 persen yang lebih tinggi dibanding
dibanding pekerja laki-laki. pekerja laki-laki.
Sebaliknya pekerja laki- Penelitian lain yang
laki lebih banyak mendukung temuan ini
persentasenya pada tingkat dilakukan oleh Deaton (1997)
kesejahteraan sejahtera, tentang dampak jenis kelamin
cukup sejahtera, dan tidak terhadap tingkat
sejahtera. Sesuai yang kesejahteraan dapat dilihat
tercantum pada Tabel 4.3, dari perbedaan tingkat
pekerja laki-laki yang tidak pendapatan menurut jenis
sejahtera lebih tinggi 3.5 kelamin individu atau kepala
persen dibanding pekerja rumah tangga. Dalam

52
berbagai literatur ekonomi berada pada posisi yang tidak
umumnya penjelasan diuntungkan.
perbedaan ini dilihat dari Hasil analisis deskriptif
perbedaan tingkat upah ini memberikan kesimpulan
tentang adanya diskriminasi bahwa pekerja perempuan di
gender dalam hal upah dan DKI Jakarta cenderung
kesempatan kerja. memiliki tingkat kesejahteraan
Perempuan umumnya selalu yang lebih tinggi dibanding
pekerja laki-laki.

4. Tingkat Kesejahteraan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pekerja


DKI Jakarta

Distribusi status bawah, SMA – D2, dan lebih


kesejahteraan menurut tingkat dari D3) dapat dilihat pada
pendidikan pekerja (SLTP ke Tabel 4.4 di bawah ini :

Tabel 4.4. Distribusi Status Kesejahteraan menurut Tingkat Pendidikan Pekerja


Provinsi DKI Jakarta

Tingkat Tingkat Kesejahteraan Total

Pendidikan Tidak Cukup Sejahtera Sangat % n


Sejahtera Sejahtera Sejahtera

SLTP ke
36.8% 39.7% 8.2% 24.2% 100.0% 6004
bawah

SMA, D1, D2 22.5% 43.3% 10.5% 21.7% 100.0% 5271

D3+ 4.6% 22.3% 11.8% 22.9% 100.0% 1963

Total 26.3% 38.5% 9.6% 25.5% 100.0% 13238

Keterangan: N = Jumlah sampel tidak dibobotkan (unweighted cases)


Sumber: Pengolahan data basis Susenas 2013 oleh Penulis

Hasil analisis data dirumuskan pada penelitian


Susenas 2013 pada Tabel 4.4 ini. Terlihat pada tabel,
memperlihatkan bahwa persentase tertinggi pada
semakin tinggi tingkat tingkat kesejahteraan paling
pendidikan pekerja di DKI bawah (“tidak sejahtera”) ada
Jakarta cenderung memiliki pada pekerja SLTP ke bawah.
tingkat kesejahteraan yang Pada tingkat
lebih tinggi. Pekerja yang kesejahteraan yang lebih
memiliki tingkat pendidikan tinggi, persentase tertinggi
rendah (SLTP ke bawah) juga terjadi pada tingkat
cenderung masuk ke dalam pendidikan yang lebih tinggi.
kategori “tidak sejahtera” dari Pada tingkat kesejahteraan
empat kategori tingkat “cukup sejahtera”, pekerja
kesejahteraan yang yang berpendidikan SMA, D1,

53
dan D2 memiliki persentase persentase yang tinggi pada
yang paling tinggi di antara pekerja berpendidikan rendah
kelompok pendidikan pekerja untuk masuk tingkat
lainnya. Demikian juga pada kesejahteraan “sangat
tingkat kesejahteraan sejahtera” ini bisa jadi berasal
“sejahtera”, kelompok pekerja dari individu-individu yang
yang berpendidikan D3 ke memiliki rumah tangga dengan
atas merupakan yang tinggi kepala rumah tangga “sangat
persentasenya dibanding sejahtera”.
kelompok pendidikan yang Dengan demikian,
lebih rendah. dapat disimpulkan pendidikan
Pada tingkat merupakan aspek
kesejahteraan yang paling sosiodemografi terlepas dari
tinggi (“sangat sejahtera”), relativitas gender, pekerja laki-
persentase tertingginya laki atau perempuan. Semakin
terletak pada kelompok maju suatu bangsa, maka
pendidikan rendah (SLTP ke semakin banyak masyarakat
bawah). Namun demikian, yang mengenyam pendidikan,
pekerja dengan pendidikan D3 sehingga pekerja yang
ke atas juga memiliki memiliki tingkat pendidikan
persentase yang cukup besar. lebih tinggi lebih sejahtera. Hal
Artinya pekerja dengan ini terlihat dalam pembahasan
pendidikan tinggi cenderung hasil penelitian Tabel 4.4
berada pada tingkat sebelumnya berdasarkan data
kesejahteraan yang tinggi SUSENAS 2013 untuk pekerja
juga. Adapun tingginya di DKI Jakarta.

5. Tingkat Kesejahteraan Berdasarkan Status Kawin Pekerja DKI


Jakarta

Hasil distribusi status kawin) dapat dilihat pada


kesejahteraan menurut status Tabel 4.5 di bawah ini :
kawin pekerja (kawin dan tidak

Tabel 4.5. Distribusi Status Kesejahteraan menurut Status Kawin Pekerja


Provinsi DKI Jakarta

Status Tingkat Kesejahteraan Total

Kawin Tidak Cukup Sejahtera Sangat % n


Sejahtera Sejahtera Sejahtera

Tidak Kawin 23.3% 37.6% 9.4% 29.6% 100.0% 5229

Kawin 28.3% 39.2% 9.7% 22.8% 100.0% 8009

Total 26.3% 38.5% 9.6% 25.5% 100.0% 13238

Keterangan: N = Jumlah sampel tidak dibobotkan (unweighted cases)


Sumber: Pengolahan data basis Susenas 2013 oleh Penulis

54
Hasil analisis data yang menjadi bagian inti dari
Susenas 2013 pada Tabel 4.5 masyarakat itu, sehingga
memperlihatkan kenyataan keluarga memiliki nilai
yang berbeda dengan asumsi strategis dalam pembangunan
awal. Pekerja yang masuk nasional serta menjadi
tingkat kesejahteraan “sangat tumpuan dalam pembangunan
sejahtera” terdapat pada manusia seutuhnya. Upaya
individu pekerja yang tidak untuk meningkatkan kualitas
kawin, lebih tinggi daripada hidup manusia dalam
individu yang kawin. kaitannya dengan peningkatan
Sebaliknya pekerja yang kesejahteraan keluarga,
masuk kategori “tidak bukanlah persoalan yang
sejahtera” terletak pada mudah. Kendala-kendala
individu yang kawin lebih untuk meningkatkan kualitas
tinggi daripada individu yang sumber daya manusia dalam
tidak kawin. keluarga bersumber dari faktor
Dari hasil ini dapat eksternal maupun internal
dikatakan bahwa pekerja institusi keluarga itu sendiri.
berstatus tidak kawin Kondisi geografis,
cenderung berada pada posisi sosial dan kultural yang
“sangat sejahtera” sedangkan melingkupi kehidupan
pekerja berstatus kawin keluarga di mana keluarga itu
cenderung berada pada posisi tinggal, sangat berpengaruh
“tidak sejahtera”. Meski terhadap penilaiannya
demikian pernyataan ini tidak mengenai kesejahteraan
sepenuhnya benar, karena keluarga. Di sisi lain,
pada kategori tingkat fenomena kesejahteraan
kesejahteraan yang keluarga sesungguhnya
menengah (“cukup sejahtera” merupakan realitas sosio-
dan “sejahtera”), ternyata budaya yang penuh makna
individu pekerja berstatus dan simbol serta menyangkut
kawin lebih tinggi pola perilaku. Oleh karena itu,
persentasenya dibanding perlu pendekatan mikro
pekerja berstatus tidak kawin. obyektif untuk dapat
Pada tingkat kesejahteraan memahami konsepsi
“cukup sejahtera”, persentase kesejahteraan keluarga
pekerja kawin lebih tinggi menurut masyarakat lokal
dibanding pekerja tidak kawin. (masyarakat perkotaan).
Demikian juga pada tingkat
kesejahteraan “sejahtera”,
pekerja berstatus kawin lebih
tinggi sedikit dibanding pekerja
tidak kawin.
Pembangunan
masyarakat sangat tergantung
kepada kehidupan keluarga

55
6. Tingkat Kesejahteraan Berdasarkan Status Pekerjaan Para Pekerja
DKI Jakarta

Distribusi status informal) dapat dilihat pada


kesejahteraan menurut status Tabel 4.6 di bawah ini :
pekerjaan pekerja (formal dan

Tabel 4.6. Distribusi Status Kesejahteraan menurut Status Pekerjaan Pekerja:


Provinsi DKI Jakarta

Status Tingkat Kesejahteraan Total

Pekerjaan Tidak Cukup Sejahtera Sangat % n


Sejahtera Sejahtera Sejahtera

Informal 26.3% 38.5% 9.8% 25.5% 100.0% 7978

Formal 26.4% 38.6% 9.4% 25.6% 100.0% 5260

Total 26.3% 38.5% 9.6% 25.5% 100.0% 13238

Keterangan: N = Jumlah sampel tidak dibobotkan (unweighted cases)


Sumber: Pengolahan data basis Susenas 2013 oleh Penulis

Yang dimaksud dengan status


Untuk mempermudah formal, adalah pekerja yang
analisis, penelitian ini bekerja sebagai buruh
menggunakan dua kategori buruh/karyawan/pegawai,
status pekerjaan, yaitu formal sebagaimana status pekerjaan
dan informal. Penggolongan sesuai kategori BPS di bawah
ini kurang lebih sama dengan ini :
yang diungkapkan oleh
Dickens et all (1988,h.118).

Tabel 4.7 Penggolongan Jenis Pekerjaan Formal dan Informal

Status Pekerjaan Jenis Pekerjaan Utama


Berusaha sendiri F F F INF INF INF INF INF INF INF
Berusaha dibantu buruh F F F F F INF F F F INF
tidak tetap/tidak dibayar
Berusaha dibantu buruh F F F F F F F F F F
tetap/buruh dibayar
Buruh/karyawan/pegawai F F F F F F F F F F
Pekerja bebas di F F F INF INF INF INF INF INF INF
pertanian
Pekerja bebas di non- F F F INF INF INF INF INF INF INF
pertanian
Pekerja tidak dibayar INF INF INF INF INF INF INF INF INF INF
Keterangan : F (Formal); INF (Informal)
Sumber : Badan Pusat Statistik / BPS (1987)

56
Hasil analisis data pekerja yang tidak memiliki
Susenas 2013 pada Tabel 4.6 keterampilan untuk masuk ke
memperlihatkan bahwa hampir sektor industri, maka banyak
tidak ada perbedaan dalam para pekerja yang masuk ke
hal kesejahteraan antara sektor informal yang relatif
pekerja formal dan pekerja mudah untuk dimasuki.
informal. Seperti terlihat pada Beberapa jenis “pekerjaan”
tabel yang disajikan di bawah yang termasuk di dalam sektor
ini, status pekerjaan tidak informal, di antaranya adalah
memberikan dampak apakah pedagang kaki lima, seperti
seseorang pekerja akan warung nasi, penjual rokok,
menjadi sejahtera atau tidak penjual Koran dan majalah,
sejahtera. Pada tingkat penjual makanan kecil dan
kesejahteraan “tidak minuman, dan lain-lainnya.
sejahtera”, persentase Mereka dapat dijumpai
pekerja formal dan informal di pinggir-pinggir jalan di
yang masuk kategori ini sama pusat-pusat kota yang ramai
persentasenya. Demikian akan pengunjung. Mereka
juga dengan kategori “cukup menyediakan barang-barang
sejahtera”, antara pekerja kebutuhan bagi golongan
formal dan informal. Pada ekonomi menengah ke bawah
kategori “sejahtera”, pekerja dengan harga yang dijangkau
informal lebih tinggi 0.2 persen oleh golongan tersebut.
dibanding pekerja formal, Tetapi, tidak jarang mereka
sehingga dapat disimpulkan yang berasal dari golongan
tidak terlalu berbeda. Hal ekonomi atas juga ikut
yang sama juga pada tingkat menyerbu sektor informal.
kesejahteraan “sangat Sektor informal memiliki
sejahtera”, baik persentase peranan penting dalam
pekerja formal maupun memberikan sumbangan bagi
informal yang masuk ke dalam pembangunan perkotaan,
kategori ini sehingga dapat karena sektor informal mampu
dikatakan tidak ada menyerap tenaga kerja
perbedaan. (terutama masyarakat kelas
Kenyataan yang bawah) yang cukup signifikan
dijumpai di DKI Jakarta sehingga mengurangi problem
tentang migran hingga saat ini, pengangguran diperkotaan
jumlah migran dari perdesaan dan meningkatkan
ke perkotaan senantiasa penghasilan kaum miskin di
bertambah. Akibat perkotaan.
keterbatasan daya serap
pekerja, di sisi lain banyaknya

57
B. Hasil Analisa dan Pembahasan diperlukan uji hipotesis sebagai
Statistik Inferensial landasan pengambilan
keputusan, apakah data yang
1. Analisis Inferensial Dengan dikumpulkan kemudian dianalisis
Variabel Utama (Main Factors) memberikan hasil yang sesuai
dengan rumusan hipotesis yang
Sebagaimana diuraikan telah ditetapkan oleh peneliti.
pada bab sebelumnya mengenai Analisis regresi,
metode analisis, akan terdapat khususnya regresi logistik
tiga persamaan hasil regresi, multinomial, bertujuan melakukan
yaitu persamaan 1 yang estimasi probabilitas terjadinya
menggambarkan kondisi “cukup suatu kategori pada variabel
sejahtera” dibandingkan dengan terikat berdasarkan karakteristik
kondisi “tidak sejahtera”; responden. Estimasi peluang
persamaan 2 yang berdasarkan data responden
memperlihatkan kondisi sampel untuk populasi
“sejahtera‟ dibandingkan dengan memerlukan beberapa pengujian,
kondisi “tidak sejahtera”; dan guna melihat kekuatan (power)
persamaan 3 yang daya estimasi model yang
menggambarkan kondisi “sangat dikembangkan oleh peneliti.
sejahtera” dibandingkan dengan Pengujian yang pertama
kondisi “tidak sejahtera”. muncul pada output hasil analisis
Analisis inferensial regresi multinomial logistik untuk
dimaksudkan untuk melakukan model umum yang dihasilkan
generalisasi atau estimasi oleh perangkat lunak SPSS
karakteristik populasi dapat dilihat pada Tabel 4.8
berdasarkan karakteristik berikut :
sampel. Pada proses estimasi ini

Tabel 4.8 Output Logistic Multinomial (Model Umum)


Model Model Fitting Criteria Likelihood Ratio Test
-2 Log Likelihood Chi-Square df Sig.
Intercept Only 5367.461

Final
2393.621 2973.840 27 .000
Pseudo R-Square :

Cox dan Snell = .701; Nagelkerke = .718; McFadden = .587

58
Pernyataan hipotesis Parameter ini menyatakan
untuk uji signifikansi adalah besarnya peran (dinyatakan
sebagai berikut: dalam persen) variabel-
variabel bebas yang diajukan
H0 : Tidak ada satupun variabel dalam model dalam
bebas yang secara statistik mempengaruhi variasi variabel
signifikan mempengaruhi terikat. Dengan kata lain,
variabel terikat (peluang parameter ini analog dengan
terjadinya suatu kategori goodness of fit pada regresi
dibandingkan dengan peluang biasa, yang menyatakan
terjadinya kategori referensi) persentase kesesuaian model
antara estimasi parameter
H1 : Sedikitnya ada satu variabel yang dihasilkan oleh sampel
bebas yang secara statistik terhadap parameter
signifikan mempengaruhi sesungguhnya dalam
variabel terikat (peluang populasi.
terjadinya suatu kategori Terlihat pada Tabel 4.8
dibandingkan dengan peluang terdapat tiga parameter
terjadinya kategori referensi) Pseudo R-Square, yaitu Cox
and Snell, Nagelkrke, dan
Dalam statistik, H0
McFadden. Dua parameter
akan ditolak jika α kurang dari
pertama terlihat memiliki
5 persen. Sesuai hasil pada
angka yang mirip, sedangkan
Tabel 4.8, Model Fitting
pada parameter ketiga nilainya
Information, terlihat kolom Sig
jauh dari kedua nilai yang
bernilai .000, yang berarti α
pertama. Meski demikian,
sebesar 0.000 persen atau
karena nilai Cox and Snell dan
kurang dari 5 persen. Dengan
Nagelkerke lebih dekat, maka
demikian H0 ditolak, dan
kedua parameter dianggap
dapat diambil kesimpulan
memiliki nilai yang konsisten
bahwa sedikitnya ada satu
dan digunakan sebagai
variabel yang secara statistik
patokan.
signifikan mempengaruhi
Dengan konsistensi
variabel terikat (peluang
kedua nilai parameter
terjadinya suatu kategori
tersebut, dapat dikatakan
dibandingkan dengan peluang
bahwa variasi peluang
terjadinya kategori referensi).
terjadinya keempat kategori
Hasil ini menunjukkan bahwa
tingkat kesejahteraan pekerja
model yang dibangun pada
di DKI Jakarta dapat
penelitian sudah baik untuk
dijelaskan oleh variabel-
dapat dijadikan landasan
variabel yang diajukan dalam
estimasi parameter populasi.
model sebesar 70.1 persen.
Parameter lain yang
Untuk analisis data kerat
patut dibaca pada output hasil
lintang (cross-section), angka
regresi logistic multinomial
70.1 persen cukup untuk
adalah Pseudo R-Square,
menyatakan bahwa peran
yang merupakan analog
variabel-variabel yang
dengan R-square pada
diajukan dalam model cukup
analisis regresi biasa.

59
baik. Jika nilai ini dinyatakan menghasilkan tiga persamaan
sebagai goodness of fit, maka yang menggambarkan peran
nilai 70.1 persen ini berarti masing-masing variabel
tingkat kesesuaian estimasi terhadap besarnya peluang
parameter oleh sampel terjadinya suatu kategori
sebesar 70.1 persen terhadap dibanding dengan peluang
parameter populasi secara terjadinya kategori referensi.
keseluruhan atau dalam Pada penelitian ini, kategori
jangka panjang. pembanding variabel terikat
Analisis regresi logistik adalah “tidak sejahtera”.
multinomial dengan empat Sehingga untuk membaca
kategori tingkat kesejahteraan output hasil analisis, nilai
(tidak sejahtera, cukup estimasi parameter selalu
sejahtera, sejahtera, dan dibandingkan dengan keadaan
sangat sejahtera) responden “tidak sejahtera”.

Tabel 4.9 Estimasi Parameter dengan Odd Ratio antara “Cukup Sejahtera”,
“Sejahtera”, dan “Sangat Sejahtera” dibandingkan dengan “Tidak
Sejahtera” Model 1: Tanpa Interaksi

Variabel Cukup Sejahtera Sejahtera Sangat Sejahtera

Odd Ratio Std. Odd Ratio Std. Odd Ratio Std.


Error Error Error

Intercept *** 0.057311 *** 0.088751 *** 0.070347

Migran

Migran 0.793137* 0.126068 0.858676 0.200744 1.436377*** 0.14131

Non Migran*) . . . . . .

Kel_umur

25-34 0.72105*** 0.076172 0.586386*** 0.116164 0.486472*** 0.092318

35-54 1.124488 0.075198 1.053916 0.112338 1.111091 0.088742

55+ 1.475654*** 0.087366 2.216756*** 0.122556 3.852285*** 0.09608

15-24*) . . . . . .

Jenkel

Laki-laki 0.815697*** 0.046477 0.811164** 0.069359 0.617595*** 0.055804

Perempuan*) . . . . . .

Didik

SLTA/D1/D2 2.067164*** 0.049143 2.741389*** 0.075989 4.110662*** 0.062231

60
D3+ 5.604361*** 0.122241 17.58712*** 0.140418 67.28925*** 0.123829

≤ SLTP*) . . . . . .

Statkawin

Kawin 0.794165*** 0.059265 0.753293*** 0.086801 0.48619*** 0.068372

Tidak
kawin*) . . . . . .

Stapek

Formal 0.893124** 0.049937 0.769269*** 0.076005 0.676449*** 0.061567

Informal*) . . . . . .

Keterangan:
*) Kategori acuan
*Signifikan pada α = 10%; **Signifikan pada α = 5%; ***Signifikan pada α = 1%
Sumber: Pengolahan raw data Susenas 2013

Variabel kelompok kecenderungan yang lebih


umur terdiri atas 4 kategori, rendah daripada kelompok
yaitu: 25-34; 35-54; dan 55 umur 15-24 (OR = 0,7).
tahun ke atas. Ketiga kategori Sedangkan kelompok pekerja
umur tersebut dibandingkan yang lebih tua (55 tahun ke
terhadap kelompok yang atas) memiliki OR lebih dari 1,
paling muda, yaitu 15-24. sehingga dapat dikatakan
Secara umum dua kategori, kelompok umur ini memiliki
yaitu kategori 25-34 dan kecenderungan yang lebih
kategori 55 tahun ke atas besar untuk masuk ke dalam
memiliki tingkat perbedaan kategori “cukup sejahtera”
yang sangat signifikan (1 daripada kelompok umur di
persen) dibandingkan bawahnya. Kelompok umur
terhadap kategori 35-54 tidak memiliki
umur 15-24. Sementara perbedaan kecenderungan
khusus kelompok pekerja dengan kelompok umur
dengan umur 35-54 hampir referensi (15-24) karena tidak
tidak ada perbedaan signifikan.
kecenderungan (OR hampir Pola rasio
sama dengan 1) dengan kecenderungan ini terlihat
kelompok umur 15-24 baik sama untuk masuk kategori
untuk ke dalam kategori “sejahtera” maupun “sangat
“cukup sejahtera”, “sejahtera”, sejahtera”, yaitu lebih
maupun “sangat sejahtera”. rendahnya kecenderungan
Untuk masuk kedalam pada kelompok pekerja 25-34,
tingkat kesejahteraan “cukup tidak ada perbedaan
sejahtera” kelompok umur 25- kecenderungan kelompok
34 memiliki rasio pekerja 35-54 dengan, lebih

61
tinggi kecenderungan pada memiliki perbedaan yang
kelompok tua (55 tahun ke signifikan antara satu kategori
atas) dibandingkan terhadap dengan kategori
kelompok umur referensi (15- pembandingnya. Kategori
24). Semakin tinggi tingkat pembanding variabel
kesejahteraan, semakin tinggi pendidikan ini adalah pekerja
pula rasio kecenderungan berpendidikan SLTP ke
untuk masuk ke dalam bawah. Kategori selanjutnya
kategori tingkat kesejahteraan adalah pekerja berpendidikan
tersebut. Terlihat pada Tabel SLTA sampai dengan D2, dan
4.9, OR kelompok umur 55+ berikutnya adalah pekerja
1,47 untuk masuk ke dalam berpendidikan D3 ke atas.
kategori “cukup sejahtera”, Ketiga kategori
OR = 2,22 untuk masuk ke pendidikan di atas memiliki
dalam kategori “sejahtera” dan perbedaan kecenderungan
OR = 3,85 untuk masuk ke yang signifikan terhadap
dalam kategori “sangat kategori pendidikan
sejahtera”. Dengan demikian pembandingnya (SLTP ke
dapat dipastikan bahwa bawah). Terlihat pada Tabel
semakin tinggi umur pekerja, 4.9, semakin tinggi tingkat
semakin besar kecenderungan pendidikan, semakin besar
untuk hidup lebih sejahtera. rasio kecenderungan untuk
Variabel jenis kelamin masuk ke dalam salah satu
memperlihatkan perbedaan kategori tingkat kesejahteraan
kecenderunagn yang (OR lebih dari 1). Semakin
signifikan antara pekerja laki- tinggi tingkat kesejahteraan,
laki dan pekerja perempuan, OR jauh lebih tinggi pada
baik untuk masuk ke dalam tingkat pendidikan yang lebih
kategori “cukup sejahtera”, tinggi pula. Sebagai contoh,
“sejahtera”, maupun “sangat pekerja berpendidikan SLTA-
sejahtera”. Pekerja laki-laki D2, memiliki OR=2,07 untuk
memperlihatkan OR yang masuk ke dalam kategori
lebih rendah daripada 1, “cukup sejahtera”; OR = 2,74
artinya pekerja laki-laki lebih untuk masuk ke dalam
rendah kecenderungannya kategori “sejahtera”; OR =
untuk masuk ke dalam 4,11 untuk masuk ke dalam
masing-masing tiga kategori kategori “sangat sejahtera”.
yang disebutkan dibandingkan Demikian juga dengan pekerja
pekerja perempuan. Dalam berpendidikan D3 ke atas,
bahasa yang lebih sederhana, OR=5,6 untuk masuk kategori
pekerja perempuan cenderung “cukup sejahtera”; OR=17,59
memiliki tingkat kesejahteraan untuk masuk kategori
yang lebih tinggi dibandingkan “sejahtera”; dan OR=67,29
pekerja laki-laki, bahkan untuk masuk kategori “sangat
dengan perbedaan yang sejahtera”. Dari uraian ini
signifikan secara statistik. dapat dikatakan bahwa tingkat
Variabel tingkat pendidikan benar-benar
pendidikan pekerja juga memberikan bukti dapat

62
meningkatkan kesejahteraan daripada pekerja berstatus
seseorang. kawin.
Variabel status kawin Variabel status
memperlihatkan perbedaan pekerjaan juga
yang signifikan antara pekerja memperlihatkan perbedaan
berstatus kawin dan pekerja yang signifikan untuk masuk
berstatus tidak kawin ke kondisi yang lebih sejahtera
(termasuk cerai mati, cerai antara pekerja berstatus
hidup, dan belum kawin). formal dan informal. Dengan
Untuk masuk ke dalam diperlihatkannya OR kurang
masing-masing kategori dari 1 pada pekerja berstatus
tingkat kesejahteraan, tampak formal dibanding pekerja
bahwa pekerja berstatus berstatus informal untuk setiap
kawin memiliki OR kurang dari kategori tingkat kesejahteraan,
1, artinya pekerja berstatus maka dapat dikatakan bahwa
kawin memiliki kecenderungan pekerja berstatus informal
yang lebih rendah untuk cenderung lebih sejahtera
masuk ke dalam kategori daripada pekerja berstatus
“cukup sejahtera”, “sejahtera”, formal.
dan “sangat sejahtera”.
Dengan kata lain, pekerja
berstatus kawin lebih besar
kecenderungannya untuk
menjadi lebih sejahtera

2. Analisis Inferensial dan Pembahasan Dengan Variabel Interaksi

Analisis inferensial tidak jika masing-masing


dengan variabel interaksi status kawin dilihat menurut
dimaksudkan untuk melihat status migrasinya (migran atau
dampak dari variabel migrasi bukan migran).
terhadap dampak variabel Yang dipertama diuji
lainnya di dalam dari hasil output regresi adalah
mempengaruhi tingkat dengan melihat apakah model
kesejahteraan seorang tersebut layak atau tidak layak
pekerja di DKI Jakarta. dalam melakukan estimasi
Misalkan diketahui bahwa terhadap populasi. Uji ini
status kawin memberikan dikenal sebagai uji model
dampak yang signifikan secara keseluruhan (simultan),
terhadap kecenderungan dengan rumusan hipotesis
seorang pekerja untuk menjadi sebagai berikut:
lebih sejahtera. Jika variabel
status kawin ini diinteraksikan
dengan variabel migrasi, maka
akan terlihat perbedaan
kecenderungan itu dengan
sendirinya akan berbeda atau

63
H0 : Tidak ada satupun variabel bebas yang secara statistik signifikan
memengaruhi variabel terikat (peluang terjadinya suatu kategori
dibandingkan dengan peluang terjadinya kategori referensi)
H1 : Sedikitnya ada satu variabel bebas yang secara statistik signifikan
memengaruhi variabel terikat (peluang terjadinya suatu kategori
dibandingkan dengan peluang terjadinya kategori referensi)
Hasil output logistic yang berarti model regresi
multinomial untuk model yang diajukan sedikitnya
interaksi dapat dilihat pada memiliki satu variabel bebas
Tabel 4.10 Model Fitting yang secara statistik signifikan
Information memperlihatkan mempengaruhi variabel terikat
2
nilai χ yang sangat besar (peluang terjadinya suatu
sehingga probabilitas α kurang kategori dibandingkan dengan
dari 5 persen (lihat kolom peluang terjadinya kategori
Sig.). Dengan hasil ini, maka referensi).
hipotesis nol dapat ditolak,

Tabel 4.10 Output Logistic Multinomial (Model Interaksi)


Model Model Fitting Criteria Likelihood Ratio Test
-2 Log Likelihood Chi-Square df Sig.
Intercept Only 5367.461

Final
2184.371 3183.089 51 .000
Pseudo R-Square :

Cox dan Snell = .714; Nagelkerke = .731; McFadden = .593

Parameter lain yang persen atau 73 persen


memperlihatkan ukuran dijelaskan oleh variabel bebas
goodness of fit adalah Pseudo yang diajukan dalam model.
R-Square, yang Terlihat pada Tabel 4.10
menggambarkan besarnya terdapat tiga parameter
peran variabel-variabel bebas Pseudo R-Square, yaitu Cox
secara bersamaan dalam
and Snell, Nagelkerke,dan
menjelaskan variasi besarnya
peluang seorang pekerja McFadden. Dua parameter
untuk menjadi tidak sejahtera, pertama terlihat memiliki
cukup sejahtera, sejahtera angka yang mirip, sedangkan
atau sangat sejahtera. Hasil pada parameter ketiga nilainya
analisis memperlihatkan jauh dari kedua nilai yang
besarnya Pseudo R-Square pertama. Meski demikian,
0.714 atau 0.731 yang variasi
karena nilai Cox and Snell dan
besarnya peluang seorang
pekerja untuk masuk salah Nagelkerke lebih dekat, maka
satu dari empat kategori kedua parameter dianggap
tingkat kesejahteraan 71 memiliki nilai yang konsisten

64
dan digunakan sebagai interaksi. Pada model tanpa
patokan. interaksi, tidak ada perbedaan
Dengan konsistensi kedua kecenderungan untuk menjadi
“sejahtera” antara pekerja
nilai parameter tersebut, dapat
migran dan pekerja bukan
dikatakan bahwa variasi migran. Untuk model
peluang terjadinya keempat interaksi, justru terjadi
kategori tingkat kesejahteraan perbedaan yang sangat
pekerja di DKI Jakarta dapat signifikan (α = 1%) antara
dijelaskan oleh variabel- pekerja migran dan pekerja
variabel yang diajukan dalam bukan migran untuk menjadi
“sejahtera”. Perbedaan
model sebesar 71.4 persen.
lainnya adalah, pada model
Untuk analisis data kerat tanpa interaksi, ada
lintang (cross-section), angka perbedaan kecenderungan
71.4 persen cukup untuk yang sangat signifikan antara
menyatakan bahwa peran migran dan bukan migran
variabel-variabel yang untuk menjadi “sangat
diajukan dalam model cukup sejahtera”. Sedangkan pada
model interaksi, tidak ada
baik. Jika nilai ini dinyatakan
perbedaan yang signifikan
sebagai goodness of fit, maka untuk menjadi “sangat
nilai 71.4 persen ini berarti sejahtera”. Besaran rasio
tingkat kesesuaian estimasi kecenderungan memiliki pola
parameter oleh sampel yang sama untuk menjadi
sebesar 71.4 persen terhadap “cukup sejahtera”, “sejahtera”,
dan “sangat sejahtera”, yaitu
parameter populasi secara
terjadinya kecenderungan
keseluruhan atau dalam untuk menjadi “cukup
jangka panjang. sejahtera” atau “sejahtera”
Pada model interaksi bagi para pekerja bukan
ini, peran masing-masing migran, dan sebaliknya
variabel bebas utama memiliki adanya kecenderungan untuk
pola yang sama dengan peran menjadi “sangat sejahtera”
pada saat model tidak bagi para pekerja berstatus
melibatkan variabel interaksi. migran.
Pengecualian dalam hal ini
adalah peran variabel status
migrasi yang sedikit berbeda
antara sebelum dan setelah
dilibatkannya variabel

65
Tabel 4.11 Estimasi Parameter dengan Odd Ratio antara “Cukup Sejahtera”,
“Sejahtera”, dan “Sangat Sejahtera” dibandingkan dengan “Tidak
Sejahtera” Model 2: Dengan Interaksi
Variabel Cukup Sejahtera Sejahtera Sangat Sejahtera

Odd Ratio Std. Odd Ratio Std. Odd Ratio Std.


Error Error Error

Intercept 0.058369 0.089613 0.072916

Migran

Migran 0.477488*** 0.28411 0.195624*** 0.569737 1.316167 0.313909

Non Migran*) . . . . . .

Kel_umur

25-34 0.709648*** 0.078462 0.552222*** 0.119265 0.479955*** 0.096

35-54 1.113558 0.076978 1.031605 0.114218 1.105669 0.09182

55+ 1.463709*** 0.088699 2.208663*** 0.12369 3.923778*** 0.098645

15-24*) . . . . . .

jenkel

Laki-laki 0.833348*** 0.047345 0.834979*** 0.070472 0.660521*** 0.057292

Perempuan*) . . . . . .

didik

SLTA/D1/D2 2.112786*** 0.050172 2.828252*** 0.077328 4.745977*** 0.064557

D3+ 5.820796*** 0.126925 18.59832*** 0.145568 83.81644*** 0.129315

≤ SLTP*) . . . . . .

Statkawin

Kawin 0.791107*** 0.060468 0.737127*** 0.088339 0.485786*** 0.070405

Tidak kawin*) . . . . . .

Stapek

Formal 0.861091*** 0.051134 0.734823*** 0.077777 0.588005*** 0.064077

Informal*) . . . . . .

migran*kel_umur

migran*25-34 1.321819 0.354129 2.860882* 0.578133 2.342664** 0.392199

66
migran*35-54 1.242139 0.408636 1.748171 0.657565 1.74235 0.429846

migran*55+ 1.293027 0.609122 2.84E-09 0 1.185393 0.626262

migran*jenkel

migran*laki-laki 0.704708 0.265511 0.522387 0.447822 0.358959*** 0.313426

migran*didik

migran *SLTA,
D1,D2 0.837965 0.277053 0.916204 0.506119 0.109137*** 0.340761

migran*D3+ 0.82667 0.497479 0.732044 0.634382 0.03713*** 0.522564

migran*statkawin

migran*kawin 1.29004 0.314006 2.650362* 0.538065 1.135827 0.33873

Migran*stapek

migran*formal 1.822552** 0.263705 2.505085** 0.446272 6.148926*** 0.305636

Keterangan :
*) Kategori acuan
*Signifikan pada α = 10%; **Signifikan pada α = 5%; ***Signifikan pada α = 1%
Sumber: Pengolahan raw data Susenas 2013

Pada analisis model melihat dampak dari variabel


dengan interaksi ini, untuk interaksi antara status migrasi
variabel lain selain variabel dan variabel-variabel lainnya,
migrasi, tampaknya terdapat maka pada Tabel 4.11
pola yang sama dengan model disajikan besaran estimasi
tanpa interaksi, baik dalam hal rasio kecenderungan dan
signifikansinya (semua signifikansinya antara variabel
variabel dan kategori migrasi dan masing-masing
signifikan) maupun dalam hal variabel lainnya. Interaksi
besaran rasio antara status migrasi dan
kecenderungannya menurut kelompok umur
kategori variabel maupun memperlihatkan pola yang
menurut tingkat menarik, dimana hampir setiap
kesejahteraan, sehingga yang kategori kelompok umur yang
perlu dibahas lebih lanjut diinteraksikan dengan migrasi
adalah signifikansi dan rasio tidak memperlihatkan
kecenderungan masing- signifikansinya, kecuali untuk
masing variabel interaksi pekerja dengan kelompok
menurut tingkatan umur 25-34 berstatus migran.
kesejahteraan. Kelompok pekerja ini memiliki
Sesuai dengan tujuan kecenderungan 2,86 kali untuk
penelitian yang telah menjadi “sejahtera” dan 2,34
disampaikan pada Bab 1, yaitu kali untuk menjadi “sangat

67
sejahtera” dibandingkan berpendidikan SLTA-D2 dan
kelompok pekerja lainnya berstatus migran tidak
sebagai acuan/pembanding memiliki perbedaan
(pekerja berumur 15-24 kecenderungan yang
berstatus migran/ bukan signifikan untuk menjadi
migran, dan pekerja berumur “cukup sejahtera” dan
25-34 berstatus bukan “sejahtera”, tetapi berbeda
migran). signifikan untuk menjadi
Pada pekerja dengan “sangat sejahtera” dibanding
kelompok umur yang lebih tua dengan kategori
(35-54; 55+, baik migran pembandingnya (pekerja
maupun bukan migran), tidak berpendidikan SLTP ke bawah
berbeda signifikan dengan berstatus migran/bukan
kelompok pembanding untuk migran, dan pekerja
masuk ke dalam kategori berpendidikan SLTA-D2
kesejahteraan “cukup berstatus bukan migran).
sejahtera”, “sejahtera” dan Namun demikian meski
“sangat sejahetra”. Interaksi berbeda signifikan, dengan
antara status migrasi dan jenis nilai rasio kecenderungan
kelamin juga memperlihatkan kurang dari 1, berarti pekerja
pola yang unik. Untuk menjadi berpendidikan SLTA-D2 ini
“cukup sejahtera” dan menjadi cenderung untuk masuk ke
“sejahtera” tidak ada kategori “tidak sejahtera”. Jika
perbedaan kecenderungan melihat besaran rasio
antara pekerja laki-laki kecenderungan 0,11, berarti
berstatus migran dengan pekerja kelompok pembanding
kelompok pembandingnya ini cenderung menjadi “sangat
(pekerja perempuan berstatus sejahtera” 9,1 kali dibanding
migran/bukan migran, dan pekerja berpendidikan SLTA-
laki-laki bukan migran). D2 berstatus migran.
Namun untuk menjadi “sangat Pola yang sama juga
sejahtera” ternyata pekerja diperlihatkan pada pekerja
laki-laki migran memiliki berpendidikan D3 ke atas dan
perbedaan yang sangat berstatus migran, yang
signifikan. Karena besaran berbeda signifikan dengan
rasio kecenderungannya kelompok pembandingnya
kurang dari 1, maka dapat untuk masuk ke dalam
dikatakan bahwa pekerja pada kategori “sangat sejahtera”.
kelompok pembanding Dengan besaran OR = 0,04,
cenderung menjadi “sangat berarti kelompok pembanding
sejahetra” 2,7 kali dibanding dari pekerja (berpendidikan
pekerja laki-laki berstatus SLTP berstatus migran/bukan
migran. Dengan kata lain, migran, pekerja berpendidikan
pekerja laki-laki migran ini D3 ke atas berstatus bukan
cenderung untuk “tidak migran) memiliki
sejahtera”. kecenderungan 25 kali untuk
Pada variabel menjadi “sangat sejahtera”.
pendidikan, pekerja yang

68
Pekerja migran 1 persen untuk menjadi
berstatus kawin cenderung “sangat sejahtera”.
menjadi “sejahtera” 2,6 kali Pada analisis model
dibanding kelompok pekerja tanpa interaksi dinyatakan
pembandingnya (pekerja tidak bahwa pekerja migran
kawin berstatus migran/bukan cenderung untuk “tidak
migran, dan pekerja tidak sejahtera” dan “sangat
kawin berstatus migran), sejahtera”. Namun setelah
dengan tingkat signifikansi 10 diinteraksikan dengan variabel
persen. Sedangkan untuk lainnya, tampak ada banyak
menjadi “cukup sejahtera” dan perbedaan. Dengan model
“sangat sejahtera”, tidak ada interaksi ini dapat dibahas
perbedaan yang signifikan khusus pekerja migran dengan
antara pekerja migran interaksinya untuk masuk ke
berstatus kawin dengan dalam kategori kesejahteraan
kelompok pembandingnya. dengan ringkasan sebagai
Pekerja formal berikut: (1) pekerja migran
berstatus migran cenderung berusia 25-34 tahun
menjadi “cukup sejahtera‟ 1,82 cenderung “sejahtera” 2,86
kali, menjadi “sejahtera” 2,5 kali, dan cenderung menjadi
kali, dan menjadi “sangat “sangat sejahtera” 2,34 kali;
sejahtera” 6,14 kali dibanding (2) pekerja migran berstatus
kelompok pekerja kawin cenderung “sejahtera”
pembandingnya (pekerja 2,6 kali; dan (3) pekerja
informal berstatus migran berstatus formal
migran/bukan migran, pekerja cenderung menjadi “cukup
formal bukan migran). sejahtera” 1,82 kali, menjadi
Perbedaan kecenderungan ini “sejahtera” 2,5 kali, dan
memiliki tingkat signifikansi 5 menjadi “sangat sejahtera”
persen untuk menjadi “cukup 6,14 kali.
sejahtera” dan “sejahtera”, dan

C. Pembentukan Variabel Laten Kesejahteraan (Welfare) Dengan PCA


tangga); (3) FASBAB (Fasilitas
Pembentukan variabel BAB dalam rumah); (4)
kesejahteraan / welfare diolah TABAB (Tempat Pembuangan
dengan PCA menggunakan Akhir BAB); (5) LAMPU
software Lisrel 8.8, berupa (sumber penerangan
variabel laten first order Y, lampu/listrik) dan (6) MASAK
yang direfleksikan dengan (sumber air untuk memasak).
variabel laten second order Y1 Untuk variabel Y2 terdiri dari 4
(Kepemilikan Rumah) dan Y2 (empat) variabel teramati yang
(Kepemilikan Aset). Variabel mewakilinya, yaitu : (1)
laten Y1 terdiri dari 6 (enam) MILIKBG (kepemilikan
variabel teramatinya yaitu : (1) bangunan); (2) LANTAI (luas
LUASLT (luas lantai lantai bangunan); (3) TELP
bangunan); (2) MINUM (kepemilikan telepon); dan (4)
(sumber air minum rumah INET (kepemilikan jaringan

69
internet) dalam rumah tangga sesuai hipotesa dan model
tersebut. Pembentukan penelitian sebelumnya,
variabel tingkat kesejahteraan diperoleh ringkasan temuan
(Welfare) ini secara rinci dapat penelitian sebagaimana
dilihat pada Lampiran G. terlihat pada tabel di bawah ini
:
Berdasarkan analisa
statistik multinomial dan PCA,

Tabel 4.12 Ringkasan Temuan Penelitian Status Migrasi Terhadap Tingkat


Kesejahteraan Pekerja

No Pernyataan Hipotesis Temuan Penelitian Keterangan

1 H1 : Pekerja berstatus migran Pekerja bukan Temuan tidak sesuai


(risen) cenderung memiliki migran (risen) lebih dengan pernyataan
tingkat kesejahteran lebih tinggi sejahtera hipotesis
dibandingkan pekerja bukan dibandingkan pekerja
migran (risen) migran (risen)

2 H2 : Pekerja berumur lebih tua Pekerja berumur Temuan sesuai


cenderung memiliki tingkat lebih tua memiliki dengan pernyataan
kesejahteraan lebih tinggi tingkat kesejahteraan hipotesis
dibandingkan pekerja berusia lebih tinggi
muda dibandingkan pekerja
berusia muda
3 H3 : Pekerja laki-laki cenderung Pekerja perempuan Temuan tidak sesuai
memiliki tingkat kesejahteraan memiliki tingkat dengan pernyataan
lebih tinggi dibandingkan pekerja kesejahteraan lebih hipotesis
perempuan tinggi dibandingkan
pekerja laki-laki
4 H4 : Pekerja berstatus kawin Pekerja berstatus Temuan tidak sesuai
cenderung memiliki tingkat tidak kawin lebih dengan pernyataan
kesejahteraan lebih tinggi lebih sejahtera hipotesis
dibandingkan pekerja tidak kawin dibandingkan pekerja
kawin
5 H5 : Pekerja berstatus formal Pekerja berstatus Temuan tidak sesuai
cenderung memiliki tingkat informal lebih dengan pernyataan
kesejahteraan lebih tinggi sejahtera hipotesis
dibandingkan pekerja informal dibandingkan pekerja
berstatus formal
6 H6 : Pekerja yang memiliki Pekerja Temuan sesuai
pendidikan lebih tinggi memiliki berpendidikan tinggi dengan pernyataan
tingkat kesejahteraan lebih baik lebih sejahtera hipotesis
dibandingkan pekerja dibandingkan dengan
berpendidikan menengah dan pekerja
bawah berpendidikan
menengah dan
bawah

70
7 H7 : Pekerja migran (risen) laki- Pekerja migran Temuan tidak sesuai
laki cenderung lebih sejahtera (risen) perempuan dengan pernyataan
dibandingkan kelompok pekerja lebih sejahtera hipotesis
lainnya dibandingkan
kelompok pekerja
lainnya

8 H8 : Pekerja migran (risen) Pekerja migran Temuan sesuai


berusia lebih tua cenderung lebih (risen) lebih tua lebih dengan pernyataan
sejahtera dibandingkan kelompok sejahtera hipotesis
pekerja lainnya dibandingkan
kelompok pekerja
lainnya

9 H9 : Pekerja migran (risen) Pekerja migran Temuan tidak sesuai


berstatus kawin cenderung lebih (risen) berstatus tidak pernyataan hipotesis
sejahtera dibandingkan kelompok kawin lebih sejahtera
pekerja lainnya dibandingkan
kelompok pekerja
lainnya

10 H10 : Pekerja migran (risen) di Pekerja migran Temuan sesuai


bidang pekerjaan formal (risen) di bidang pernyataan hipotesis
cenderung lebih sejahtera formal lebih sejahtera
dibandingkan kelompok pekerja dibandingkan
lainnya kelompok pekerja
lainnya

11 H11 : Pekerja migran (risen) Pekerja migran Temuan sesuai


berpendidikan tinggi cenderung (risen) berpendidikan pernyataan hipotesis
lebih sejahtera dibandingkan tinggi lebih sejahtera
kelompok pekerja lainnya dibandingkan
kelompok pekerja
lainnya

71
V. KESIMPULAN DAN SARAN terlihat adanya perbedaan
yang signifikan, kecuali untuk
A. KESIMPULAN pekerja berumur pasca karir,
yang terlihat jauh lebih rendah
Dari kacamata ekonomi,
persentasenya. Hal yang
berbagai teori telah dikembangkan
sama juga terjadi pada pekerja
dalam menganalisis fenomena
berstatus sangat sejahtera,
migrasi. Teori yang berorientasikan
tidak terlihat adanya
pada ekonomi neoklasik
perbedaan yang signifikan
(neoclassical economics) misalnya,
menurut umur, kecuali untuk
baik secara makro maupun mikro,
pekerja berumur pasca karir
lebih menitikberatkan pada
yang memiliki persentase
perbedaan upah dan kondisi kerja
paling besar masuk tingkat
antar daerah atau antar negara, serta
kesejahteraan sangat
biaya, dalam keputusan seseorang
sejahtera.
untuk melakukan migrasi. Menurut
3. Perbedaan tingkat
aliran ini, perpindahan penduduk
kesejahteraan menurut jenis
merupakan keputusan pribadi yang
kelamin cukup beragam.
didasarkan atas keinginan untuk
Pada kelompok tingkat
mendapatkan kesejahteraan yang
kesejahteraan tidak sejahtera,
maksimum.
perbedaan ini cukup
Berdasarkan hasil analisis
mencolok, sedangkan pada
data Susenas 2013 mengenai
tingkat kesejahteraan cukup
kesejahteraan para pekerja di DKI
sejahtera dan sejahtera, tidak
Jakarta, diperoleh beberapa
ada perbedaan yang signifikan
kesimpulan sebagai berikut:
antar jenis kelamin.
1. Hasil analisis memperlihatkan
Sementara pada pekerja
bahwa status migrasi pekerja
sangat sejahtera, perbedaan
di DKI Jakarta cukup signifikan
antara jenis kelamin ini terlihat
dalam memberikan kontribusi
signifikan. Secara umum
perbedaan pola tingkat
dapat dikatakan bahwa
kesejahteraan pekerja. Pada
pekerja laki-laki cenderung
kelompok tingkat
tidak sejahtera, sebaliknya
kesejahteraan sejahtera dan
pekerja perempuan cenderung
sangat sejahtera, perbedaan
sangat sejahtera.
ini tidak terlalu besar antara
4. Perbedaan tingkat
kelompok migran dan bukan
kesejahteraan pekerja di DKI
migran. Secara umum, dapat
Jakarta menurut tingkat
dikatakan bahwa kelompok
pendidikan terlihat cukup jelas
migran berada pada status
dan signifikan, dimana pekerja
kesejahteraan yang ekstrim,
berpendidikan rendah (SLTP
yaitu tidak sejahtera atau
ke bawah), cenderung tidak
sangat sejahtera.
sejahtera, pekerja
2. Untuk pekerja berstatus cukup
berpendidikan SMA hingga D2
sejahtera, tidak terlihat adanya
cenderung cukup sejahtera,
perbedaan yang signifikan
dan pekerja berpendidikan D3
antar kelompok umur.
ke atas cenderung sejahtera
Demikian juga pada pekerja
dan sangat sejahtera.
berstatus sejahtera, tidak

72
5. Perbedaan tingkat pembanding untuk masuk ke
kesejahteraan pekerja di DKI dalam kategori “cukup
Jakarta menurut status sejahtera”, “sejahtera” dan
perkawinan juga cukup jelas “sangat sejahtera”.
dan signifikan, dimana pekerja 8. Interaksi antara status migrasi
berstatus kawin cenderung dan jenis kelamin juga
tidak sejahtera dan cukup memperlihatkan pola yang
sejahtera, sementara pekerja unik. Untuk menjadi “cukup
berstatus tidak kawin sejahtera” dan menjadi
cenderung sejahtera dan “sejahtera” tidak ada
sangat sejahtera. perbedaan kecenderungan
6. Perbedaan tingkat antara pekerja laki-laki
kesejahteraan pekerja berstatus migran dengan
menurut status pekerjaan tidak kelompok pembandingnya
terlihat signifikan, meski (pekerja perempuan berstatus
terlihat ada kecenderungan migran/bukan migran, dan
pekerja formal cenderung laki-laki bukan migran). Untuk
tidak sejahtera, dan pekerja menjadi “sangat sejahtera”
informal cenderung sangat ternyata pekerja laki-laki
sejahtera. migran memiliki perbedaan
7. Interaksi antara status migrasi yang sangat signifikan. Namun
dan kelompok umur karena besaran rasio
memperlihatkan pola yang kecenderungannya kurang
menarik, dimana hampir setiap dari 1, maka dapat dikatakan
kategori kelompok umur yang bahwa pekerja pada kelompok
diinteraksikan dengan migrasi pembanding cenderung
tidak memperlihatkan menjadi “sangat sejahtera” 2.7
signifikansinya, kecuali untuk kali dibanding pekerja laki-laki
pekerja dengan kelompok berstatus migran. Dengan kata
umur 25-34 tahun berstatus lain, pekerja laki-laki migran ini
migran. Kelompok pekerja ini cenderung untuk “tidak
memiliki kecenderungan 2.86 sejahtera”.
kali untuk lebih menjadi 9. Pada variabel pendidikan,
“sejahtera” dan 2.34 kali untuk pekerja yang berpendidikan
menjadi “sangat sejahtera” SLTA-D2 dan berstatus
dibandingkan kelompok migran tidak memiliki
pekerja lainnya sebagai perbedaan yang signifikan
acuan/pembanding (pekerja untuk menjadi “cukup
berumur 15-24 tahun sejahtera” dan “sejahtera”,
berstatus migran/bukan tetapi berbeda signifikan untuk
migran, dan pekerja berumur menjadi “sangat sejahtera”
25-34 tahun berstatus bukan dibanding kategori
migran). Pada pekerja dengan pembandingnya (pekerja
kelompok umur yang lebih tua berpendidikan SLTP ke bawah
(35-54 tahun, 55+ tahun, baik berstatus migran/bukan
migran maupun bukan migran, dan pekerja
migran), tidak berbeda berpendidikan SLTA-D2
signifikan dengan kelompok berstatus bukan migran).

73
Namun demikian meski pekerja migran cenderung
berbeda signifikan, dengan untuk “tidak sejahtera” dan
nilai rasio kecenderungan “sangat sejahtera”. Namun
kurang dari 1, berarti pekerja setelah diinteraksikan dengan
berpendidikan SLTA-D2 ini variabel lainnya, tampak ada
cenderung untuk masuk ke banyak perbedaan. Dengan
kategori “tidak sejahtera”. Jika model interaksi ini dapat
melihat besaran rasio dibahas khusus pekerja
kecenderungan 0.11, berarti migran dengan interaksinya
kelompok pembanding ini untuk masuk ke dalam
cenderung untuk menjadi kategori kesejahteraan
“sangat sejahtera” 9.1 kali dengan ringkasan sebagai
dibanding pekerja berikut:
berpendidikan SLTA-D2 a) Pekerja migran berusia 25-
berstatus migran. Pola yang 34 tahun cenderung
sama juga diperlihatkan pada “sejahtera” 2,86 kali, dan
pekerja berpendidikan D3 ke cenderung menjadi “sangat
atas dan berstatus migran, sejahtera” 2,34 kali.
yang berbeda signifikan b) Pekerja migran berstatus
dengan kelompok kawin cenderung
pembandingnya untuk masuk “sejahtera” 2,6 kali
ke dalam kategori “sangat c) Pekerja migran berstatus
sejahtera”. Dengan besaran formal cenderung menjadi
OR = 0.04, berarti kelompok “cukup sejahtera” 1,82 kali,
pembanding dari pekerja menjadi “sejahtera” 2,5
(berpendidikan SLTP kali, dan menjadi “sangat
berstatus migran/bukan sejahtera” 6,14 kali.
migran, pekerja berpendidikan
D3 ke atas berstatus bukan B. SARAN UNTUK PEMERINTAH
migran) memiliki DKI JAKARTA
kecenderungan 25 kali untuk
menjadi “sangat sejahtera.” Dari hasil penelitian
10. Interaksi antara variabel status tersebut di atas, terdapat
migrasi dan variabel-variabel beberapa saran untuk Pemerintah
lainnya yang diajukan dalam DKI Jakarta sebagai berikut:
penelitian ini tidak 1. Jika dilihat dari tingkat
memberikan dampak yang kesejahteraannya, secara
signifikan terhadap pola umum pekerja di DKI Jakarta
tingkat kesejahteraan pekerja berada pada tingkat cukup
di DKI Jakarta. Perbedaan sejahtera dan tidak sejahtera,
pola yang terjadi menurut namun demikian pekerja yang
variabel-variabel yang berstatus cukup sejahtera juga
diajukan dalam penelitian, terlihat memiliki persentase
tidak dipengaruhi oleh status yang besar. Hal ini
migrasi pekerja, apakah menunjukkan bahwa pekerja
migran atau bukan migran. di DKI Jakarta berada pada
11. Pada analisis model tanpa kondisi tingkat kesejahteraan
interaksi dinyatakan bahwa yang ekstrim antara tidak

74
sejahtera dan sangat minimal memiliki pendidikan
sejahtera. Kebanyakan formal D3 ditambah
pekerja tidak sejahtera/cukup pendidikan vokasi setingkat
sejahtera, sebaliknya pekerja D1. Hal ini sangat penting
yang sangat sejahtera juga dalam menghadapi tingkat
tidak dapat dikatakan sedikit. kompetisi kehidupan yang
Kebijakan penanganan sangat tinggi dan sejalan
kesejahteraan pekerja di DKI dengan temuan penelitian
Jakarta tampaknya harus bahwa semakin tinggi
diperlakukan secara pendidikan pekerja di DKI
diskriminatif, yaitu bukan semakin sejahtera.
kebijakan yang dirumuskan 3. Adanya kecenderungan
secara umum, terutama dalam pekerja yang berusia lebih tua
hal pembebanan pajak berada pada tingkat
pembangunan daerah melalui kesejahteraan yang tinggi
pelayanan publik hanya seiring dengan tingkat
berlaku untuk warga yang akumulasi aset/kekayaan
memiliki KTP DKI Jakarta saja selama mencari nafkah di DKI
dan sudah tinggal menetap di Jakarta, terutama bagi mereka
Jakarta minimal 5 (lima) tahun. yang berusia 55 tahun ke atas,
Warga yang tidak memiliki sudah menetap lama dalam
KTP DKI tidak memperoleh menjalani usia produktifnya.
pelayanan publik begitu juga Hal ini menunjukkan bahwa
halnya dengan pendatang. pengalaman bekerja
2. Pekerja migran di DKI Jakarta merupakan hal penting dalam
berada pada titik-titik tingkat meraih kesempatan kerja di
kesejahteraan yang ekstrim, DKI Jakarta. Hal ini harus
yaitu tidak sejahtera atau dapat mendorong Pemerintah
sangat sejahtera. Hal ini DKI Jakarta untuk
menunjukkan bahwa untuk menetapkan syarat dalam
memperoleh kesempatan bentuk Perda pekerja yang
perbaikan taraf hidup di DKI berniat tinggal di Jakarta
Jakarta merupakan suatu hal memiliki pengalaman kerja
yang sangat menantang dan yang memadai serta modal
membutuhkan tingkat /asset untuk bertahan hidup di
pendidikan dan keterampilan Jakarta. Dengan demikian,
yang tinggi. Pemerintah DKI para pendatang tidak menjadi
Jakarta hendaknya melakukan kaum marjinal, yang
stategi kebijakan yang dapat mengandalkan nasib tanpa
melakukan kebijakan arah seperti pemulung,
selektifitas penduduk yang pengemis, pengamen, tidak
berniat tinggal di DKI Jakarta. memiliki tempat tinggal layak
Selektifitas dapat dilakukan tinggal di tempat kumuh yang
dengan merumuskan stategi akan beban kota pemerintah
kebijakan bahwa penduduk DKI Jakarta.
yang berniat tinggal di DKI 4. Adanya kecenderungan
Jakarta harus memiliki tingkat bahwa pekerja berstatus
keterampilan yang tinggi kawin tidak sejahtera,

75
sementara pekerja berstatus Kependudukan dan Catatan
tidak kawin cenderung Sipil setempat (Dukcapil)
sejahtera dan sangat maupun dari pendaftaran
sejahtera menunjukkan bahwa pindah dan datang. Pemetaan
adanya sedikit gambaran kantung-kantung migran ini
keberhasilan Program KB diperlukan juga untuk
Nasional. Pekerja yang tidak memetakan wilayah yang
kawin cenderung rawan konflik baik karena
menyebabkan berkurangnya suku, agama, ekonomi dan
jumlah dan pertumbuhan antar pendatang baru dengan
penduduk DKI Jakarta. penduduk yang sudah lama
Program Keluarga Berencana menetap di DKI Jakarta.
perlu terus digalakkan 6. Migrasi masuk ke DKI Jakarta
mengingat makin sulitnya sebenarnya implikasi pada
tantangan di masa depan peningkatan penyediaan
dalam menghadapi penduduk kebutuhan dasar bagi
yang makin berpendidikan dan penduduk seperti kesempatan
berpendapatan tinggi, dimana kerja, perumahan,
mereka memiliki daya pilih transportasi, kesehatan,
untuk masuk ke jenjang pendidikan, kesejahteraan,
perkawinan atau tidak, atau tempat pembuangan sampah,
pilihan punya anak banyak pemakaman dan lain
atau sedikit. Program KB yang sebagainya. Oleh sebab itu
dimaksud dalam hal ini meskipun migrasi tidak
berkaitan dengan penundaan dibatasi di DKI Jakarta tetapi
usia kawin, seperti untuk perlu dilakukan sosialisasi
perempuan usia kawin bagi penduduk daerah lain
termuda ditetapkan 21 tahun, untuk memahami berbagai
dan usia kawin termuda untuk persyaratan masuk ke DKI
laki-laki di usia 25 tahun Jakarta serta berbagai
sesuai Undang-Undang informasi yang berkaitan
Kependudukan no 52 tahun dengan ketenagakerjaan,
1992. peluang kerja, perumahan dan
5. Pemerintah DKI Jakarta lain sebagainya. Sosialisasi
hendaknya melakukan dapat dilakukan dengan
pemetaan wilayah-wilayah menggunakan media luar
mana saja yang menjadi ruang seperti spanduk, baliho,
daerah migran terutama ataupun melalui sosial media,
migran risen untuk televisi, radio, juga surat kabar
memperoleh gambaran yang memuat pesan bahwa
dimana saja terdapat kantong hidup di Jakarta tidaklah
migran. Pemetaan dapat mudah, tidak selalu
dilakukan dengan menyenangkan untuk
menggunakan data yang pendatang baru. Sosialisasi
dihimpun melalui pendaftaran melalui berbagai media
penduduk dan pencatatan sipil tersebut juga memuat pesan
terutama dari formulir F01 bahwa hidup di Jakarta harus
yang dikeluarkan oleh Dinas memiliki tingkat pendidikan

76
dan aset / modal yang mekanisme pajak/retribusi di
memadai untuk bertahan DKI Jakarta.
hidup, jika tidak akan hidup 9. Meningkatkan kerjasama
dalam kemiskinan, sengsara dengan pemerintah daerah
dan terlunta lunta. terutama daerah asal migran
7. Pemerintah DKI Jakarte perlu terbesar untuk menangani
menyusun suatu sistem migrasi masuk maupun keluar
pendaftaran penduduk DKI Jakarta. Peningkatan
khusunya bagi pelaku kerjasama dapat dilakukan
mobilitas non permanen, untuk untuk program sosialisasi dan
memperoleh data mereka dan kampanye bagi penduduk
sebagai dasar untuk wilayah masing-masing serta
perecanaan pembangunan saling memberikan informasi
dan pelayanan publik. Sistem baik informasi
ini seharusnya menjadi satu ketenagakerjaan dan peluang
kesatuan dengan sistem kerja di wilayah masing-
pendaftaran penduduk dan masing serta langkah-langkah
pencatatan sipil yang penanganan bagi penduduk
sekarang sudah ada dan yang bermasalah atau sering
memiliki jejaring online system dikenal dengan Penyandang
dengan daerah lainnya. Jika Masalah Kesejahteraan Sosial
ini dapat dilakukan maka /PMKS.
pemerintah daerah juga akan
dapat memantau penduduk C. SARAN UNTUK
mereka yang bekerja di DKI KEPENTINGAN AKADEMIS
Jakarta.
8. Operasi yustisi memang Penelitian ini masih
menunjukkan hasil yang cukup memiliki keterbatasan,
baik sebagai upaya shock sehingga untuk
therapy, tetapi tidak cukup menyempurnakan penelitian di
untuk menangani persoalan masa datang, maka penulis
kependudukan di wilayah DKI memberikan saran sebagai
Jakarta. Oleh sebab itu berikut :
diperlukan suatu upaya untuk
1. Pada penelitian yang akan
mempunyai database pemilik
datang perlu menggunakan
kontrakan, kos-kosan maupun data set tidak hanya
apartemen sewa untuk dasar
menggunakan data
menentukan kebijakan
SUSENAS saja, namun
kependudukan DKI Jakarta.
juga data lain yang sudah
Pemilik kos-
disediakan pemerintah
kosan/kontrakan/apartemen dalam bentuk raw data
sewa harus memenuhi
namun juga data yang
kewajiban melaporkan
dikeluarkan oleh BPS,
penduduk yang tinggal di
BKKBN, Kemenkes,
kos/kontrakan/apartemen UNFPA (United Nation
sewa kepada pemerintah DKI Funding For Population
Jakarta secara resmi, untuk Activities) serta RAND-
nantinya dikaitkan dengan
USA. Data yang dimaksud

77
dalam hal ini adalah : (1) informasi lengkap tentang
SAKERNAS (Survey tantangan dalam
Angkatan Kerja Nasional), mengelola penduduk di
(2) SUPAS (Survey DKI Jakarta. Hal ini
Penduduk Antar Sensus), memerlukan dukungan
(3) Sensus Penduduk yang dalam bentuk ijin resmi
ketiganya dipublikasikan dari pihak kampus agar
oleh BPS, (4) data SDKI peneliti dapat memperoleh
(Survey Demografi dan informasi yang akurat dan
Kesehatan Indonesia) yang aplikatif dari pihak yang
dipublikasikan oleh BKKBN dapat dipercaya sebagai
bekerjasama dengan bahan penelitian.
RAND-USA, (5) data
Indikator RPJMN (Rencana
Pembangunan Jangka
Menengah) yang
dihasilkan BKKBN, serta
(6) data SAKERTI (Survey
Aspek Kehidupan Rumah
Tangga Indonesia) yang
selama ini dipublikasikan
oleh RAND-USA. Selama
ini data set tersebut masih
relatif jarang digunakan
untuk penelitian akademis
juga dalam hal
perencanaan
pembangunan karena
membutuhkan biaya yang
cukup besar. Selain itu,
penggunaan data set yang
masih jarang tersebut juga
harus diimbangi dengan
kemampuan mengolah
data menggunakan
perangkat lunak yang
mumpuni diluar SPSS
seperti STATA dan SAS.
2. Perlu dilakukan lebih
komprehensif wawancara
mendalam (depth
interview) pada pihak
pemangku kebijakan
pembangunan terpilih yang
kompeten agar diperoleh

78
DAFTAR PUSTAKA

Alatas, Secha. 1987. Migran Wanita Di DKI Jakarta Dan Peranannya Dalam Ketenagakerjaan.
Studi Hasil Sensus Penduduk. Prisma, Lembaga Demografi Universitas Indonesia.

Alatas, Secha. 1995. Migrasi Dan Distribusi Penduduk Indonesia. Kantor Menteri Negara
Kependudukan/ BKKBN.

Aritonang. 1998. Perilaku Migrasi Migran Usia Kerja di Indonesia (Analisis Data Hasil Survey
Aspek Kehidupan Rumah Tangga Indonesia /SAKERTI). Warta Demografi Januari Vol-
3, Lembaga Demografi, Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. Depok.

Asra, Abuzar, Rudiansyah. 2014. Statistika Terapan : Untuk Pembuat Kebijakan dan
Pengambilan Keputusan. InMedia, Jakarta.

Asra, Abuzar, Puguh, B.I. dan Agus, P. 2015. Metode Penelitian Survei. InMedia, Jakarta.

Bachtiar. 1990. Migrasi Internal di Sumatera Barat : Suatu Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kemungkinan Pindah Dari Kabupaten Ke Kotamadya. Warta
Demografi September Vol-2, Lembaga Demografi, Fakultas Ekonomi. Universitas
Indonesia. Depok.

Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia. 1987. Penduduk Indonesia Hasil Survey Penduduk
Antar Sensus 1985 (seri supas non 5), Jakarta, BPS.

Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia. 1987. Penjelasan Record Data Survey Penduduk Antar
Sensus 1985 (daftar supas 85 – s), Jakarta, BPS.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2000. Jakarta Dalam Angka. Badan Pusat Statistik (BPS), Provinsi
DKI Jakarta.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2013. Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Tahun 2013.
Badan Pusat Statistik (BPS), Provinsi DKI Jakarta.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2014. Jakarta Dalam Angka. Badan Pusat Statistik (BPS), Provinsi
DKI Jakarta.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2016. Status Pekerjaan Dalam Kependudukan, Provinsi DKI
Jakarta.

Bocquier, Phillips. 2005. World Urbanization Prospects: An Alternative to the UN Model of


Projection Compatible With the Mobility Transition Theory. The Journal of
Demographic Research, Germany.

Book P.G. dan L.F. Rothernberg. 1979. Internal Migration Policy and New Town. The Mexican
Experinced, Urbana. University of Ilinois.

Borjas, G. 1990. The Intergenerational Mobility of Immigrants. University Of Chicago.


Borjas, George J. 2000. Economic Of Migration. International Encyclopedia Of Social And
Behavioural Science. Harvard University.

Bryceson, D. 1997. De-agrarianization And Rural Employment In Sub-Sahara Africa : A Sectoral


Perspective. World Development.

Chotib. 1998. Skedul Model Migrasi Dari DKI Jakarta/Luar DKI Jakarta : Analisis Data SUPAS
1995, Dengan Pendekatan Demografi Multiregional. Warta Demografi Agustus Vol 3,
Lembaga Demografi, Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. Depok.

Chotib. 2003. Tinjauan Ekonometrika Model Migrasi dan Pembangunan Regional di Indonesia.
Warta Demografi, Maret Vol 3 Fakultas Ekonomi, Lembaga Demografi, Universitas
Indonesia.

Chotib. 2014. Dampak Mobilitas Ulang Alik Terhadap Kohesi Sosial Para Pekerja Di Komunitas
Perumahan Depok. Disertasi. Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Program Pasca
Sarjana, Departemen Sosiologi, Universitas Indonesia. Depok.

Christensen, R. 1990. Log-Linear Models And Logistic Regression. Springer Verlag, New York
Inc.

Deaton, Angus. 1997. The Analysis Of Household Survey. A Microeconometric Approach To


Development Policy. World Bank Report.

Dickens, W.T, and K. Lang. 1988. The Emergency of Segmented Labor Market Theory.
American Economic Review, Vol. 78, No 2, pp. 129 – 133.

Dohar. 1999. Analisis Kecenderungan Migrasi Tenaga Kerja Ke Propinsi Jawa Barat (Analisis
Data SUPAS Tahun 1995). Warta Demografi September Vol-4, Lembaga Demografi,
Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. Depok.

Ehrenberg G. Ronald dan Robert S Smith. 2002. Modern Labor Economics, Theory and Public
Policy . Pearson Education Inc. United States of America.

Fadillah. 1993. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proporsi Tujuan Migrasi Keluar Dari
Kalimantan Selatan (Suatu Analisa SUPAS 1985). Warta Demografi Juni Vol-3, Lembaga
Demografi, Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. Depok.

Fei, J.H. dan G. Ranis. 1961. A Theory of Economic Development : American Economic Review,
51, 533-565.

Galbraith. 2008. Globalization And Transformations Of Social Inequality. Routledge, Madison


Avenue, New York.

Galbraith, K. James. 2008. Inequality, Unemployment, and Growth: New Measures for Old
ControversiesJournal Economic, Springer Science.

Gittelmen, Maury dan Maury Joyce. 1998. Flexible, Workplace Practices : Evidence From A
Nationally Representatives Survey. Industrial and Labor Relations Review, 52(1) : 9-115.
Gunawan, M; dan Erwidodo. 1993. Urbanisasi Dan Pengurangan Kemiskinan, Kasus Migrasi
Desa Kota di Jawa Barat. Prisma, LP3ES, Universitas Indonesia.

Harfina, Dewi. 2008. Dampak Perbedaan Pendapatan Terhadap Keputusan Bermigrasi. Warta
Demografi Agustus Vol-3, Lembaga Demografi, Fakultas Ekonomi, Agustus-Vol 7.
Universitas Indonesia. Depok.

Harris dan Todaro, M.P. 1970. A Model Of Labour Migration And Urban Unemployment In Less
Developed Countries : American Economic Review, 59 (1), 138-148.

Jiang, Lei Wen; Young, Malea Hoepf; Haredee, Karen. 2008. Population, Urbanization and
Environment. United States, Scholarly of Journals, Proquest.

Jones, et all. 1990. Assessment Of Urbanization Effect In Time Series Of Surface Air
Temperature Over Land Nature. 347. 169-172.

Kahar. 2001. Migrasi Keluar Dar Sulawesi Selatan (Analisis Data SUPAS 1995). Warta
Demografi, Lembaga Demografi, Fakultas Ekonomi, Januari Vol 1. Universitas Indonesia.
Depok.

Koestoer, Raldi Hendro. 1996. Penduduk dan Aksesibilitas Kota (Perspektif Tata Ruang
Lingkungan Ujung Pandang). UI Press, Salemba Jakarta.

Konadi. 2000. Analisis Tentang Beberapa Model Pertumbuhan Dengan Aplikasi Pada
Hubungan Migrasi, Angka Urbanisasi, Dan Pembangunan Ekonomi. Warta Demografi,
Lembaga Demografi Oktober Vol -1, Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. Depok.

Lee, Everet S. 1992. Suatu Teori Migrasi. Terjemahan. Yogyakarta, Pusat Penelitian
Kependudukan UGM.

Luis, Bettencourt; West, Geoffrey. 2010. A Unified Theory of Urban Living. Nature Publishing
Group, London, Journal of Article, Proquest.

Mabogunje, A.L. 1970. System Approach To A Theory of Rural Urban Migration. Geographical
Analysis, 2(1), 1-18.

Mantra, Ida Bagus. 1985. Pengantar Studi Demografi. Nur Cahya, Yogyakarta.

Mantra, Ida Bagoes. 2000. Demografi Umum. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Masyhuri dan Zainuddin, M. 2008. Metodologi Penelitian, pendekatan praktis dan aplikatif.
Penerbit Refika Aditama.

Miller, E. 1973. Is Out Migration Affected by Economic Conditions? Southern Economic


Journal. 396-405. JSTOR.

Mincer, J. 1978. Family Migration Decisions . Journal of Political Economy. 749-773.

Mitchell, J. Clyde. 1961. The Causes Of Labour Migration In Migrant Labour In Africa South Of
The Sahara. Abidjan, CCTA.
Mulia. 2004. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Tenaga Kerja Desa Untuk
Bekerja Ke Kota (Studi 4 Kasus 4 Desa Di Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak).
Warta Demografi, Lembaga Demografi April, Vol -3, Fakultas Ekonomi. Universitas
Indonesia. Depok.

Munir, Rozy. 1981. Dasar-Dasar Demografi, Bab 5 Migrasi. LD FEUI, Jakarta.

Murwanti, Maulidyah I.H.S. 2007. Analisis Pendapatan Migrasi Non-Permanen (Penglaju) Di


Surakarta. LPMM UMS, Surakarta.

Nachrowi, D.J, dan H. Usman. 2002. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika Untuk
Analisis Ekonomi dan Keuangan. Lembaga Penerbit : Universitas Indonesia, Jakarta.

Nagle, Garret. 2000. Advanced Geography. New York. Oxford University Press.

Nasution, P. 2012. Karakteristik Dan Lapangan Pekerjaan Migran dan Non Migran Di Propinsi
Kepulauan Riau. Warta Demografi Februari Vol -3 , Lembaga Demografi, Fakultas
Ekonomi. Universitas Indonesia. Depok.

Norris, M.J. 1972. Internal Migration In Canada. Demographic Analysis, Monograph, DBS.

Pardede, Elda. 2001. Migration Determinants : Decision To Move Analysis Based On 1997
Indonesia Family Life Survey. Warta Demografi Mei, Vol 1, Lembaga Demografi, Fakultas
Ekonomi. Universitas Indonesia. Depok.

Pardoko, R.H. 1987. Mobilitas, Migrasi, Dan Urbanisasi. Seri Kependudukan, Kesehatan, Dan
Keluarga Berencana. Penerbit Angkasa, Bandung.

Pickbourn, Lynda Joyce. 2011. Migration, Remittances, and Intra-household Allocation in


Northern Ghana: Does Gender Matter? A Dissertation of Massachusetts Amherst,
Proquest.

Prabatmodjo. 1999. Paper Seminar Sehari Tantangan Mobilitas Penduduk Indonesia


Menyongsong Era Globalisasi. Kantor Menteri Negara Kependudukan Indonesia,
Jakarta.

Purnomo, Didit. 2004. Studi Tentang Migrasi Sirkuler Asal Wonogiri Ke Jakarta. LPMM UMS,
Surakarta.

Rangkuti. 2009. Pengaruh Kesenjangan Penghasilan Dalam Keputusan Bermigrasi Tenaga


Kerja Di Indonesia : Analisis Data IFLS 1993 dan 2000. Warta Demografi September
Vol-3, Lembaga Demografi, Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. Depok.

Ravenstein, E.C. 1985. The Law Of Migration. Journal Of The Royal Statistical Society.

Redamana, H.R. 1981. Peranan Demografi Dalam Pembangunan. Kenangan Untuk Prof. Dr. N.
Iskandar. Lembaga Demografi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Rusli, Said. 1978. Beberapa Pemikiran Bagi Studi Gerak Penduduk Di Indonesia. Disampaikan
Untuk Kongres IPAD (Ikatan Peminat Dan Ahli Demografi Indonesia) ke II Di Denpasar-
Bali 18-21 Desember 1978. Diselenggarakan oleh Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.

Saepudin. 2007. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Migrasi Risen Tenaga Kerja
Masuk Ke Wilayah Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (BODETABEK) Analisis Data
SUPAS. Warta Demografi Juli, vol-2, Lembaga Demografi, Fakultas Ekonomi. Universitas
Indonesia. Depok.

Santoso. 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Bermigrasi Penduduk Indonesia


Tahun 2000 – 2007 Dengan Analisis Data IFLS 2000 dan 2007. Warta Demografi,
Lembaga Demografi Oktober Vol 1, Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. Depok.

Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), 2013. Badan Pusat Statistik (BPS), Provinsi DKI
Jakarta.

Shryock, H.S. dan J.S Siegel. 1976. The Methods And Materials Of Demography. New York,
Academic Press.

Sudarsono. 1995. Pengantar Ekonomi Mikro. LP3ES, Jakarta.

Sukirno, Sadono. 2006. Ekonomi Pembangunan : Proses, Masalah dan Dasar Kebijakan.
Prenada Media Grup, Rawamangun, Jakarta.

Sumodiningrat, Gunawan. 2011. Membangun Perekonomian Rakyat. Penerbit Pustaka Pelajar


Yogyakarta dan IDEA (Institut Of Development and Economic Analysis).

Supriadi. 1992. Peranan Migrasi Dan Mutu Modal Manusia Dalam Pembangunan : Studi Kasus
Di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Warta Demografi Februari Vol-4, Lembaga
Demografi, Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. Depok.

Tjiptoherijanto, Prijono. 1997. Migrasi, Urbanisasi dan Pasar Kerja di Indonesia. Jakarta,
Penerbit UI-Press.

Tjiptoherijanto, Prijono. 2000. Mobilitas Penduduk dan Pembangunan Ekonomi. Makalah


disampaikan dalam Simposium Dua Hari Kantor Menteri Negara Transmigrasi dan
Kependudukan / BAKMP, Jakarta 25 – 26 Mei 2000.

Todaro, Michael P. 1996. Income Expectations, Rural-urban Migration, and Employment in


Africa. International Labour Review, Proquest.

Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga. Terjemahan. Haris


Munandar. Edisi 7, Jakarta, Erlangga.

Tritjahjo, Danny S. 2002. Faktor Ekonomi Sebagai Daya Tarik Dan Daya Dorong Dalam Perilaku
Mobilitas Fisik Kaum Perempuan Desa, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, FE UKSW Salatiga.

United Nations. 2003. World Urbanization Prospects. United Nations of Population Division.

United Nations. 2005. World Urbanization Prospects. The 2005 Revision. Departemen of
Economic And Social Affair.
Vyas and Kumarayanake. 2006. Constructing Socio-Economics Status Indices : How To Use
Principal Component Analysis. Health And Policy Planning 21 (6) : 459-468.

Weber, et. All. 2007. Income, Wealth, And Financial Fragility In Europe. Journal Of European
Social Policy.

Wijanto, Setyo Hari. 2008. Structural Equation Modelling dengan Lisrel 8.8 : Konsep dan
Tutorial, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Wirakartakusumah, M. Djuhari. 1999. Bayang Bayang Ekonomi Klasik. Direktorat Jenderal


Pendidikan Tinggi, Jakarta.

Wisana, IDGK. 2014. Essay On Rural-To-Urban Migration, Labour Market And Economic
Development In Indonesia. Dissertation, submitted for the degree of Doctor OF
Philosophy Of The Australian National University.

Wiyono. 2003. Efek Jenis Migrasi Pada Status Sosial Ekonomi Perempuan Indonesia.
Penerapan Two Part Model. Warta Demografi Maret Vol 3, Lembaga Demografi,
Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. Depok.

World Bank, 2001. Indonesia : The Imperative for Reform, Report 23093 IND. World Bank,
Jakarta Indonesia.

Xu, Xiuchuan; SHI, Shengping; and Huang, Qinghua. 2014. The Chinese Urban-rural Dual
Economic Structure Model and Analysis. Asian Agricultural Research.

Yadav, C.S. 1987. Rural Urban Fringe. New Delhi. Concept.

Yadava, KNS. 1989. Rural Urban Migration In India. Determinants, Patterns And
Consequences. Delhi. Independent Publishing Company.

Zelinsky, W. 1971. The Hyphothesis Of The Mobility Transition. Geographical Review 61, 219-
249.

Zhao, Zuy. 1999. Labor Migration And Earnings Differences. The Case Of Rural China.
Economic Development and Cultural Change, 47(4), 767-782. JSTOR.
190
191
Riwayat Hidup Penulis

Hj. Beti Nurbaiti, STP, ME, lahir di Tasikmalaya tanggal 14


November 1973. Ia terlahir sebagai anak sulung dari empat
bersaudara dari pasangan Ir. H. Zainal Cholis, MM dan Hj.
Nunung Nuryani. Di tingkat pendidikan SLTA, ia menjalani
program akselerasi SMA 2 tahun di SMA 81- Labschool
(sekarang SMA Negeri 81) Jakarta. Sehingga pada usia 17
tahun ia sudah menjalani kehidupan perkuliahan di INSTITUT
PERTANIAN BOGOR dan masuk melalui jalur undangan
khusus / PMDK. Pada tahun 1995-1997, kuliah di Magister
Manajemen Fakultas Ekonomi UNIVERSITAS INDONESIA,
sebagai lulusan termuda pada jenjang S1 dan S2 di
angkatannya. Setelah lama berkarir di instansi pemerintah dan konsultan, akhirnya
setelah 17 tahun lulus S2 penulis mengikut program S3 Ilmu Ekonomi Fakultas
Ekonomi Universitas Borobudur pada tahun 2014-2016. Masa perkuliahan di program
doktoral dijalani dengan sangat singkat, penuh semangat dalam kuliah dan paralel
mengumpulkan bahan dan berdiskusi dengan para dosen pengampu, khususnya Prof
Prijono Tjiptoherihanto, Prof Rodoni, dan Prof Yuyun sehingga Insyaallah merupakan
lulusan tercepat di angkatannya.
Hingga saat ini penulis bekerja sebagai staf pengajar di universitas swasta, di
antaranya Universitas Trilogi (STEKPI), Universitas Bhayangkara di Bekasi dan
Jakarta, serta Universitas Borobudur, selain universitas negeri lain seperti UNJ. Di
samping itu menjadi konsultan pada lembaga-lembaga pemerintah seperti staf ahli di
Bappenas, Departemen Kelautan dan Menkopolhukam, melakukan tugas
perencanaan hingga monitoring hampir ke seluruh pelosok Indonesia pada program
kerjasama Pemerintah RI dengan tim ADB, UNDP, JICA dan World Bank. Saat ini,
penulis sedang mendapat amanah untuk memberikan motivasi pada binaan lapas
narkotika Cipinang, melalui kerjasama UI dan BNN. Keahliannya dalam pengolahan
data untuk analisis SEM (Structural Equation Modelling) diperolehnya sejak mengikuti
program magister di Universitas Indonesia. Penulis mahir dalam mengoperasikan
paket program komputer LISREL (Linear Structural Relationship) untuk pengolahan
SEM tersebut. Alhamdulilah, dengan kompetensi yang ada, beberapa proyek yang
analisisnya menggunakan diantaranya perusahaan minyak MEDCO Energy, CNOOC,
PERTAMINA, General Electric, Bank Indonesia, Bank BUMN, juga beberapa instansi
pemerintah seperti Bappenas, Seswapres, Menpora dan perusahaan swasta yang
bergerak di bidang jasa-jasa.
Karya ilmiah dan tulisan yang telah dibuat oleh peneliti antara lain : (1) Petunjuk
Teknis Penganggaran Dana Bantuan Untuk Desa Tertinggal Bappenas (2001); (2)
Modul Training Of Trainer (TOT) Pembangunan Desa Tertinggal Bappenas (2003);
(3) Modul Kuesioner dan Wawancara Responden bekerjasama dengan
Menkopolhukam di Daerah Konflik Untuk Early Warning System di Papua (2006); (4)
Tim penyusunan buku “Structural Equation Modelling” / SEM, Tutorial dan Teori
(2008), dan (5) Modul Pelatihan Peningkatan Kinerja Koperasi Toyota Bokushindo
Melalui Gaya Kepemimpinan Yang Efektif (2012).

You might also like