Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 128

ANALISIS KOMPOSISI SAMPAH ORGANIK DAN

ANORGANIK SERTA DAMPAK TERHADAP


LINGKUNGAN PESISIR KOTA PALU SULAWESI TENGAH

JAMES YOSEP WALALANGI

SEKOLAH PASCASARJANA
PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Komposisi Sampah


Organik dan Anorganik Serta Dampak Terhadap Lingkungan Peisisir Kota Palu
Sulawesi Tengah adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2012

James Yosep
Walalangi NRP
C252090021
ABSTRACT
JAMES YOSEP WALALANGI. Study on Marine and Coastal Resources
Management Under direction of ARIO DAMAR and HEFNI EFFENDI.
Organic and inorganic garbage heap in Palu City has exceeded the capacity
of the service and the existing waste management facilities so that garbage piling
up in landfills while (TPS), and location-location of residential areas around the
watershed that eventually the waste to the sea. Comprehensive research is needed
to formulate the management of such waste. It is given because the higher the
level of human activity residing in the city of Palu, has brought the issue of
marine pollution in the Gulf of Palu, namely through the garbage dump along the
Watershed (DAS) Palu which empties into the sea. It can be seen through the
rubbish heaps of the sea at low tide, be it in the estuaries and bays along the coast
of Palu. So far the management of coastal waste less attention than the garbage in
the city. It is time for the attention given to the coastal environment is given the
function of these coast systemic interplay of other ecosystems. Integrated
management and sustainable coastal environment will preserve it so that its
function will be maintained properly and as intended. The success of this
integrated waste management depends on community participation, as the main
producer of waste.

Keywords : organic and inorganic waste, the impact of waste, management


RINGKASAN

JAMES YOSEP WALALANGI. Analisis Komposisi Sampah Organik Serta


Dampak Terhadap Lingkungan Peisisir Kota Palu Sulawesi Tengah. Dibimbing
oleh ARIO DAMAR dan HEFNI EFFENDI.

Ali (2010) menyatakan bahwa meningkatnya laju konsumsi dan


pertambahan penduduk menurut data yang diperoleh dari Dinas Kebersihan dan
Pertamanan Kota Palu bahwa jumlah penduduk Kota Palu sebanyak 371.000
orang hasil dari pendataan tahun 2008 ini mengakibatkan terjadinya peningkatan
volume dan keragaman sampah. Produksi sampah di Kota Palu setiap harinya
sebanyak 900 m3/hari dengan asumsi setiap orang penduduk rata-rata
memproduksi sampah sebanyak 3 Kg/hari. Produksi sampah tersebut dapat
diangkut sampai ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sebanyak 500 m3/hari.
Volume dan keragaman sampah ini pada hakekatnya dapat menjadi beban
masyarakat karena menimbulkan berbagai dampak negatif (Gordon, 2006).
Timbunan sampah di daerah perkotaan terutama Kota Palu telah melebihi
kapasitas pelayanan dan sarana pengelolaan sampah yang ada sehingga sampah
menumpuk di tempat pembuangan sementara (TPS), dan dilokasi aliran sungai di
sekitar permukiman penduduk yang akhirnya sampah-sampah tersebut sampai ke
laut. Dampak dari penumpukan sampah tersebut menurut (Laurie et.al., 2008)
dapat menyebabkan pendangkalan dan penyempitan badan sungai, banjir,
menurunnya kualitas perairan, dan pada akhirnya akan berakibat pada
menurunnya status kesehatan masyarakat yang bermukim di sepanjang muara
sungai-sungai Kota Palu, serta menurunnya kualitas lingkungan pesisir. Penelitian
yang komprehensif diperlukan untuk merumuskan pengelolaan sampah tersebut.
Hal ini mengingat karena semakin tinggi tingkat aktivitas manusia yang tinggal di
Kota Palu, telah membawa masalah pencemaran laut di Teluk Palu, yaitu melalui
pembuangan sampah di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Kota Palu yang
bermuara ke laut. Hal ini dapat dilihat lewat timbunan sampah-sampah laut pada
waktu air laut surut, baik itu pada bagian muara sungai maupun disepanjang
pesisir pantai teluk Kota Palu. Dari berbagai permasalahan yang ada di
lingkungan pesisir teluk Kota Palu maka tujuan dari penelitian ini adalah :
Mengetahui jenis sampah organik dan anorganik di daerah sungai dan pesisir
Teluk Kota Palu, Mengetahui kepadatan mutlak dan kepadatan relatif sampah
organik dan anorganik di sungai utama dan pesisir Teluk kota Palu, Cara untuk
mengurangi sampah organik dan anorganik yang terdapat di sungai utama dan
pesisir pantai teluk Kota Palu, Menganalisis dampak pencemaran sampah organik
dan anorganik terhadap kualitas perairan sungai utama dan pesisir Teluk kota
Palu. Pengambilan sampel sampah (organik dan anorganik) yang terdeposit di
daerah intertidal dilakukan dengan menggunakan metode ”sampling kuadran” dan
untuk pengambilan sampel sampah di muara sungai dilakukan dengan metode
”trap garbage”. Pengambilan sampel dalam kuadran (2 m x 2 m) dilakukan pada
saat air laut surut di daerah intertidal. Setelah tali plastik yang digunakan sebagai
pengganti meteran diletakan secara horizontal/sejajar dengan garis pantai (30 m).
Kuadran kemudian diletakkan satu per satu. Sampah laut padat diambil,
dibersihkan lalu dikumpulkan ke dalam karung atau kantung plastik yang
berukuran besar. Sampah-sampah yang telah dikumpulkan, kemudian disortir
menurut kategori/jenis yang sudah ditentukan. Setelah sampel sampah dipilah-
pilah berdasarkan lokasi penelitian, maka jumlah (potongan), kepadatan dan
komposisi sampah dihitung, kemudian dicatat menurut kategori / jenisnya. Jumlah
total kuadran sampel sampah di 12 titik lokasi penelitian adalah 84 kuadran (40
kuadran di Kecamatan Palu Barat, 40 kuadran di Kecamatan Palu Timur serta 4
kuadran di sungai utama Kota Palu). Pengambilan sampel air dilakukan dibagian
Sungai Palu tepatnya pada bagian yang memiliki salinitas 0 PSU sebanyak 3 titik
lokasi dan juga pada bagian yang memiliki salinitas lebih dari 0 PSU 3 titik lokasi
masing-masing diambil pada bagian kiri, tengah dan kanan untuk di sungai dan
laut. Hal ini dilakukan untuk melihat seberapa besar perbedaan antar parameter
kualitas air di dua bagian tersebut. Hasil dari pengambilan sampel air ini dianalisis
di Laboratorium Analisis Sumberdaya Alam dan Lingkungan Fakultas Pertanian
Universitas Tadulako Palu. Dampak dari kegiatan pembangunan diberbagai sektor
di daerah Kota Palu adalah dihasilkannya limbah organik dan anorganik yang
semakin banyak, baik jumlah maupun jenisnya. Dalam penelitian ini jumlah dan
jenis sampah organik seperti sisa-sisa kulit buah-buahan, sauran, daun-daun, sabut
kelapa, tulang ikan jeroan dan lain sebagainya yang dapat didegradasi oleh bakteri
dan sampah anorgaik yang terdiri atas tujuh kateori seperti sampah plastik,
sampah styrofoam, sampah kaca, sampah karet, sampah kain/tekstil, sampah
kertas dan sampah aluminium yang yang terdeposit di sungai Kota Palu maupun
di pesisir pantai kecamatan Palu Timur dan Palu Barat. Berdasarkan uraian dan
pembahasan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan diantaranya : Jenis sampah
yang terdeposit di Sungai Palu dan pesisir Kota Palu terdiri atas sampah organik
dan anorganik yakni sampah plastik, sampah karet, sampah kertas, sampah
styrofoam, sampah kaca, sampah kain/tekstil dan sampah aluminium dan sampah
organik yang berupa sisa-sisa sayuran, buah-buahan, dedaunan, sabut kelapa, mie,
jeroan ikan, tulang ikan, ranting/kayu, kulit udang, kulit hewan, kulit kacang,
lamun, kulit telur dan tinja, Jumlah rata-rata potongan (nilai tertinggi) jenis
sampah organik berada di pesisir Kecamatan Palu Timur yakni di pesisir
Kelurahan Lere dan Kelurahan Silae sedangkan jumlah rata-rata berat potongan
jenis sampah organik berada di pesisir kecamatan Palu Barat yakni di pesisir
Kelurahan Besusu dan Kelurahan Talise. Jumlah rata-rata potongan dan berat
(nilai tertingi) jenis sampah anorganik berada di pesisir kecamatan Palu Barat,
Dampak pencemaran sampah organik dan anorganik terhadap kualitas perairan
disungai dan pesisir Kota Palu berdasarkan hasil Analisa Komponen Utama
(Principal Component Analysis-PCA) memiliki korelasi yang saling berkaitan
antara parameter kualitas perairan dengan sampah yang dapat menurunkan
kualitas lingkungan pesisir Kota Palu, Metode pengelolaan sampah baik di sungai
maupun di pesisir Kota Palu belum memadai. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya
ketersediaan sarana pembuangan sampah di Kecamatan Palu Barat dan
Kecamatan Palu Timur.
© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis


dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
ANALISIS KOMPOSISI SAMPAH ORGANIK SERTA
DAMPAK TERHADAP LINGKUNGAN PEISISIR KOTA PALU
SULAWESI TENGAH

JAMES YOSEP WALALANGI

Tesis
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 23 Januari 1983 di Tondano Provinsi Sulawesi


Utara. Penulis merupakan putra bungsu dari dua bersaudara anak pertama adalah
Meiny D.M.K Walalangi S.Sos dengan Ayah Djody Walalangi dan Ibu Maria
Pandeirot S.Sos. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Inp.7/83
Girian Weru Bitung pada tahun 1995, kemudian melanjutkan studi ke SLTP 1
Bitung dan selesai pada tahun 1998. Tahun 2001 penulis menyelesaikan
pendidikan menengah umum di SMU Negeri 1 Palu. Pada tahunyang sama
penulis melanjutkan studi di Universitas Sam Ratulangi (UNSRAT) Manado,
pada Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan (FPIK), Jurusan Manajemen
Sumberdaya Perairan (MSP), Program Studi Ilmu Kelautan dengan bidang minat
Biologi Kelautan.
Tahun 2009 penulis mendapatkan Beasiswa Pendidikan Pascasarjana
(BPPS) diperoleh dari Kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia untuk
melanjutkan studi program magister, pada program studi Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir dan Lautan Pascasarjana IPB.
i

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Analisis Komposisi Sampah Organik Dan Anorganik


Serta Dampak Terhadap Lingkungan Pesisir Kota Palu
Sulawesi Tengah
Nama : James Walalangi
NRP : C252090021
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ario Damar, M.Si Dr. Ir. Hefni Effendi, M.Phil
Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi SPL a.n Dekan Sekolah


PascasarjanaIPB Sekretaris
Program Magister

Prof. Dr. Ir. Menofatria Boer, DEA. Dr.Ir.Naresworo Nugroho,M.S.

i
ii

PRAKATA

Puji dan Syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih
dan kemurahanNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini
dengan judul “ANALISIS KOMPOSISI SAMPAH ORGANIK DAN
ANORGANIK SERTA DAMPAK TERHADAP LINGKUNGAN PESISIR
KOTA PALU SULAWESI TENGAH”.
Penulisan hasil penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi magister (S-2) pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir dan Lautan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).
Melalui hasil penelitian ini penulis berusaha untuk memberikan informasi
ilmiah mengenai analisis komposisi sampah organik dan anorganik yang
terdeposit serta dampak terhadap lingkungan di pesisir teluk Kota Palu. Dalam
penulisan hasil penelitian ini, penulis menyadari bahwa begitu banyak kekurangan
dan keterbatasan. Untuk itu diperlukan kritik dan saran yang membangun untuk
menyempurnakan isi dari hasil penelitian ini. Semoga hasil penelitian ini
bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Bogor, Desember 2011

Penulis

ii
iii

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iv
DAFTAR TABEL..................................................................................................vii
LAMPIRAN.........................................................................................................viii
1. PENDAHULUAN...............................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah......................................................................................2
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian.....................................................................3
1.4 Kerangka Penelitian......................................................................................3

2. TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................6
2.1 Gambaran Umum Sampah............................................................................6
2.2 Karakteristik Sampah....................................................................................8
2.3 Dampak Sampah Terhadap Lingkungan Pesisir.........................................10
2.4 Parameter Kualitas Perairan........................................................................14
2.5 Pengelolaan Sampah...................................................................................18

3. METODE PENELITIAN..................................................................................23
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian.....................................................................23
3.2 Lokasi Penelitian dan Pengambilan Sampel...............................................23
3.3 Teknik Pengambilan Sampel......................................................................25
3.4 Identifikasi Sampel Air dan Makrozoobenthos..........................................28
3.5 Analisa Data................................................................................................30

4. HASIL DAN PEMBAHASAN..........................................................................31


4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian...........................................................31
4.2 Kondisi Sampah Di Teluk Kota Palu..........................................................35
4.3 Analisis Sampah Organik dan Anorganik Teluk Kota Palu........................36

iii

iv
4.4 Analisis Kualitas Perairan Teluk Kota Palu................................................45
4.5 Analisis Dampak Sampah Bagi Lingkungan Pesisir...................................48
4.6 Pengelolaan Sampah Dengan Pendekatan Refuse Storage, Refuse
Collection, Refuse Disposal Serta 3R+P (Reduce, Reuse, Recycle and
Participant)................................................................................................52
4.7 Persepsi Masyarakat Terhadap Sampah di Sungai dan Pesisir...................55
4.8 Identifikasi Dampak Biologi Sampah Terhadap Makrozoobenthos Di
Pesisir Kota Palu........................................................................................66

5. KESIMPULAN DAN SARAN.........................................................................68


5.1 Kesimpulan................................................................................................68
5.2 Saran..........................................................................................................69

DAFTAR PUSTAKA

iv
v

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Bagan Kerangka Penelitian..................................................................................5


2. Peta Lokasi Penelitian........................................................................................24
3. Sketsa Peletakan Sampling Kuadran.................................................................25
4. Sketsa Model Peletakan ”Garbage trap”...........................................................28
5. Jumlah Potongan Sampah (unit) (a) dan Jumlah Berat Sampah (gr)
(b) Berdasarkan Kategori Sampah Anorganik di Sungai Palu..........................37
6. Jumlah Potongan Sampah (unit) (a) dan Jumlah Berat Sampah (gr)
(b) Berdasarkan Kategori Sampah Organik di Sungai Palu..............................38
7. Jumlah Potongan Sampah (unit) (a) dan Jumlah Berat Sampah(gr)
(b) Berdasarkan Kategori Sampah Anorganik di Kecamatan
Palu Timur.........................................................................................................39
8. Jumlah Potongan Sampah (unit) (a) dan Jumlah Berat Sampah(gr)
(b) Berdasarkan Kategori Sampah Organik di Kecamatan Palu Timur............40
9. Jumlah Potongan Sampah (unit) (a) dan Jumlah Berat Sampah(gr)
(b) Berdasarkan Kategori Sampah Anorganik di Kecamatan Palu Barat.........41
10.Jumlah Potongan Sampah (unit) (a) dan Jumlah Berat Sampah(gr)
(b) Berdasarkan Kategori Sampah Organik di Kecamatan Palu Barat.............42
11.Grafik Jumlah Rata-Rata Potongan (unit) (a) dan Jumlah
Rata-Rata Berat (gr) Sampah Organik..............................................................43
12.Grafik Jumlah Potongan dan Berat Sampah Anorganik...................................44
13.Korelasi Karakteristik Kualitas Air Teluk Kota Palu.......................................50
14.Model Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat...........................................55
15.Pendapatan Masyarakat di Bentaran Sungai (a)
dan Pesisir Pantai (b) Kecamatan Palu Timur...................................................57
16.Pendapatan Masyarakat di Bentaran Sungai (a)
dan Pesisir Pantai (b) Kecamatan Palu Barat....................................................58
17.Berat Buangan Sampah (Kg/hari) di Bentaran Sungai (a)
dan Pesisir Pantai (b) Kecamatan Palu Timur...................................................60
18.Berat Buangan Sampah (Kg/hari) di Bentaran Sungai (a)
dan Pesisir Pantai (b) Kecamatan Palu Barat....................................................61

v
vi

19.Penanganan/Pengelolaan Sampah Masyarakat di Bentaran


Sungai (a) dan Pesisir Pantai (b) Kecamatan Palu Timur.................................64
20.Penanganan/Pengelolaan Sampah Masyarakat di Bentaran Sungai (a)
dan Pesisir Pantai (b) Kecamatan Palu Barat....................................................65
21.Makrozoobenthos (klomang) Diantara Sampah...............................................66

vi
vii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Sampah Laut Dengan Waktu Dekomposisi di Lingkungan................................9


2. Klasifikasi Hewan Makrozoobenthos Berdasarkan Ketahanannya
Terhadap Bahan Pencemar................................................................................13
3. Formulir Daftar Jumlah Potongan dan Berat Sampah Anorganik
Berdasarkan Kategori Jenisnya.........................................................................27
4. Formulir Daftar Jumlah Potongan dan Berat Sampah Organik Berdasarkan
Kategori Jenisnya..............................................................................................27
5. Jumlah Penduduk Kota Palu Berdasarkan Kelompok Umur............................32
6. Jumlah Pelajar, Mahasiswa dan Sarana Pendidikan Kota Palu.........................33
7. Jumlah Pasar di Kota Palu.................................................................................33
8. Jumlah Hotel, Kamar dan Tenaga Kerja di Kota Palu......................................34
9. Jumlah Jenis Tempat Makan dan Tenaga Kerja...............................................34
10. Jumlah Volume Sampah dan TPS Kota Palu..................................................35
11. Nilai Rata-Rata Sampah Organik....................................................................43
12. Nilai Rata-Rata Sampah Anorganik................................................................44
13. Hasil Analisa Parameter Kualitas Air di Sungai Palu.....................................45
14. Hasil Analisa Parameter Kualitas Air di Pesisir Teluk Kota Palu..................46
15. Matriks Korelasi Sampah Organik dan Anorganik Dengan Parameter
Kualitas Air.....................................................................................................51
16. Jenis, Jumlah dan Kondisi Peralatan Penanganan Sampah.............................54

vii
viii

LAMPIRAN

Halaman

1. Jadwal Kegiatan Penelitian..............................................................................74


2. Kepadatan Mutlak, Kepadatan Relatif Sampah Anorganik dan Organik
di Sungai Palu, Kecamatan Palu Timur dan Kecamatan Palu Barat.................75

viii
1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Meningkatnya laju konsumsi dan pertambahan penduduk berdasarkan data
yang diperoleh dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Palu (DKPKP)
adalah sebanyak 371.000 orang, hasil dari pendataan tahun 2008 ini terjadi
peningkatan volume dan keragaman sampah. Produksi sampah di Kota Palu setiap
harinya sebanyak 900 m3/hari dengan asumsi setiap orang penduduk rata-rata
memproduksi sampah sebanyak 3 Kg/hari (Ali 2010). Produksi sampah tersebut
dapat diangkut sampai ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sebanyak 500
m3/hari. Menurut Husnah (2006) volume dan keragaman sampah pada dasarnya
dapat menjadi beban masyarakat karena menimbulkan berbagai dampak negatif.
Timbunan sampah di daerah perkotaan terutama Kota Palu telah melebihi
kapasitas pelayanan dan sarana pengelolaan sampah yang ada sehingga sampah
menumpuk di tempat pembuangan sementara (TPS), dan dilokasi aliran sungai di
sekitar permukiman penduduk yang akhirnya sampah-sampah tersebut sampai ke
laut (Ali, 2010).
Hadiwiyoto (1983) menyatakan bahwa sampah adalah sisa-sisa bahan
yang telah mengalami perlakuan baik yang telah diambil bagian utamanya, telah
mengalami pengolahan dan sudah tidak bermanfaat serta dari segi ekonomis
sudah tidak ada harganya sehingga dapat menyebabkan pencemaran atau
gangguan kelestarian alam. Pengertian sampah dalam ilmu kesehatan lingkungan
adalah sebagian dari benda atau yang dipandang tidak digunakan, tidak dipakai,
tidak disenangi atau harus dibuang sehingga tidak mengganggu kelangsungan
hidup (Azwar, 1996).
Pengelolaan sampah di Indonesia merupakan issue nasional, seperti di
Kota Palu, yang sampai saat ini belum terpecahkan (Ali, 2010). Hal ini
disebabkan beberapa faktor, antara lain: (1) ketersediaan lahan yang terbatas dan
tidak seimbang dengan peningkatan volume timbunan sampah, (2) pemerintah
belum mempunyai sistem perencanaan pengelolaan sampah yang profesional, (3)
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah masih rendah dan (4) belum
2

diterapkannya teknologi tepat guna untuk mengolah sampah menjadi bahan yang
bernilai (DKPKP, 2010).
Penumpukan sampah pada lingkungan pesisir berimplikasi terhadap
pendangkalan dan penyempitan daerah aliran sungai, menurunnya kualitas
perairan serta berdampak signifikan terhadap kualitas lingkungan. Dampak dari
hal tersebut mengakibatkan menurunnya kualitas kesehatan masyarakat yang
bermukim pada daerah sekitar sungai (Azwar, 1996).
Kompleksitas permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya
memerlukan kajian yang komprehensif terhadap pengelolaan sampah pada daerah
pesisir dan aliran sungai. Aktivitas antropogenik pada daerah pesisir yang
beragam membuat wilayah ini memiliki tingkat kerentanan yang tinggi terhadap
pencemaran. Untuk meminimalkan pencemaran akibat dampak dari sampah
tersebut maka diperlukan analisa terhadap pengelolaan sampah yang ada di daerah
aliran sungai maupun di pesisir pantai Kota Palu (DKPKP, 2010).

1.2 Perumusan Masalah


Sampai saat ini sungai dan pesisir pantai masih menjadi tempat pembuangan
sampah darat yang paling mudah digunakan oleh warga Kota Palu. Keadaan ini
merupakan masalah yang cukup serius dan perlu untuk diperhatikan oleh
pemerintah kota. Pada saat air laut surut, banyak ditemukan tumpukan-tumpukan
sampah di muara sungai serta daerah pesisir pantai Kota Palu. Sampah ini dapat
berpengaruh pada estetika lingkungan pesisir Kota Palu dan juga dapat berdampak
pada kehidupan ekosistem sistemik yang hidup disana. Berdasarkan permasalahan
diatas timbul beberapa pertanyaan :
1. Jenis-jenis sampah organik dan anorganik yang terdeposit di daerah sungai dan
pesisir Kota Palu.
2. Besarnya kepadatan mutlak dan kepadatan relatif sampah organik dan
anorganik yang berada di sungai utama dan pesisir Kota Palu.
3. Cara mengurangi sampah organik dan anorganik yang terdapat di sungai
utama dan pesisir pantai Kota Palu.
4. Dampak pencemaran sampah organik dan anorganik terhadap kualitas
perairan di sungai utama dan pesisir Kota Palu
3

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui jenis sampah organik dan anorganik di daerah aliran Sungai Palu
dan pesisir Kota Palu.
2. Mengetahui kepadatan mutlak serta kepadatan relatif sampah organik dan
anorganik di Sungai Palu dan pesisir Kota Palu.
3. Mengetahui dampak pencemaran sampah organik dan anorganik terhadap
kualitas perairan daerah aliran Sungai Palu dan pesisir Kota Palu.
4. Mengetahui metode pengelolaan sampah organik dan anorganik yang
terdapat di Sungai Palu dan pesisir Kota Palu.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada mahasiswa,
peneliti, pemerintah dan masyarakat umum sebagai informasi ilmiah awal tentang
jenis, jumlah (potongan/berat) kepadatan mutlak dan kepadatan relatif sampah
organik dan anorganik yang tersebar di sekitar Sungai Palu dan pesisir Kota Palu.
Selain itu juga dapat mengetahui cara penanggulangan dalam mengurangi sampah
serta mengetahui dampak pencemaran sampah terhadap kualitas perairan Sungai
Palu dan pesisir Kota Palu.

1.4 Kerangka Penelitian


Suatu daerah/ekosistem dikatakan tercemar apabila beban pencemaran
lebih besar dari kapasitas asimilasi perairan, yang diindikasikan oleh lebih
tingginya konsentrasi bahan pencemar dibandingkan dengan kapasitas
lingkungannya (Wardhana, 2001). Kondisi ini apabila tidak segera diperhatikan,
akan menimbulkan dampak negatif pada sistem ekologi, ekonomi dan sosial.
Pencemaran ini apabila dibiarkan sampai pada taraf dimana beban
pencemar lebih besar nilainya dari pada kapasitas asimilasi maka akan fatal
akibatnya bagi sistem kehidupan (Tanaka et.al., 2009). Oleh karena itu, menurut
Soeroto (1997) salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melalui
pengurangan beban pencemaran langsung dari sumber pencemar. Untuk sampai
pada kebijakan seperti itu, tentu saja terlebih dahulu perlu diketahui secara
kuantitatif berapa besar jumlah kepadatan mutlak dan kepadatan relatif bahan
4

pencemar (organik dan anorganik) suatu perairan dan pesisir pantai (Coe dan
Rogers, 1997).
Untuk mengukur jumlah kepadatan sampah (organik dan anorganik) dapat
dilakukan dengan dua cara, yang pertama adalah dengan cara penilaian cepat
(rapid pollution assessment) yang dilakukan dengan memanfaatkan data yang ada
mengenai kondisi-kondisi sumber pencemar, jumlah penduduk dan lain
sebagainya. Untuk kemudian dilakukan perhitungan total dari jumlah sampah
yang masuk melalui sungai maupun yang langsung dibuang ke pesisir pantai. Cara
kedua dilakukan dengan langsung melakukan pengukuran beban pencemaran pada
muara sungai yang masuk pada perairan pesisir. Untuk menghitung kapasitas
asimilasi dilakukan dengan melalui suatu pendekatan hubungan antara kualitas air
dengan beban limbah (Fardiaz, 1992).
Banyak pihak yang akan dirugikan dengan terjadinya pencemaran ini
antara lain nelayan, sektor wisata, pemerintah kota, dan masyarakat Kota Palu
secara keseluruhan. Keberhasilan pengelolaan sampah ini tergantung pada
partisipasi masyarakat, sebagai penghasil utama sampah. Partisipasi masyarakat
berupa pemilahan antara sampah organik dan sampah anorganik dalam proses
pewadahan merupakan proses awal menghadapi pencemaran di Kota Palu ini.
Adapun alur pemikiran ini secara ringkas diperlihatkan pada Gambar 1.
5

Sumber Pencemaran Dinamika Perairan Morfologi Pantai

Sortir Karakteristik Analisis Dampak


Jenis Sampah Sampah Sungai
(Organik dan dan Pesisir
Anorganik)

Principle
Analisis Kualitas Air Componen
Sungai dan Air Laut t Analysis
(PCA)

Pengukuran Jumlah Strategi Implementasi Kebijakan


Kepadatan Mutlak Pengelolaan Lingkungan Pesisir
Kepadatan Relatif dan Laut
Sampah

Gambar 1. Bagan Kerangka Penelitian


6

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Sampah


Manusia selama ini memandang laut sebagai tempat yang cocok untuk
pembuangan sampah yang merupakan hasil akhir dari aktivitas manusia itu
sendiri. Karena manusia seringkali beranggapan bahwa lautan adalah tempat yang
luas dan mempunyai kemampuan untuk menampung berbagai macam sampah
tersebut (Wardhana, 2001).
Laws (1993) menyatakan bahwa masalah sampah merupakan suatu
ancaman serius yang dihadapi oleh dunia secara global karena sampah adalah
sebagian dari sesuatu yang tidak terpakai, tidak disenangi atau sesuatu yang
dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan manusia dan bersifat padat.
Menurut Said (1987) sampah adalah limbah padat atau bahan buangan yang dapat
terdiri dari tiga bentuk keadaan, yakni limbah padat, limbah cair, dan limbah gas.
Hasil penelitian Sheavly et.al., (2007) membagi kategori sumber penghasil
sampah yang sering digunakan: (1) sampah domestik, yaitu sampah yang berasal
dari permukiman, (2) sampah komersial, yaitu sampah yang berasal dari
lingkungan perdagangan atau jasa komersial berupa toko, pasar, rumah makan,
dan kantor, (3) sampah industri, yaitu sampah yang berasal dari suatu proses
produksi, dan (4) sampah yang berasal selain dari yang telah disebutkan di atas
misalnya sampah dari pepohonan, sapuan jalan, dan bencana alam.
Faktor dominan yang menyebabkan semakin meningkatnya jumlah
sampah dari tahun ke tahun adalah karena semakin meningkatnya aktivitas
manusia baik yang dilakukan di darat maupun di laut sehingga peluang masuknya
sampah ke daerah pantai tidak dapat dihindari (William, 2007). Secara garis
besar, dampak negatif dari sampah laut terhadap lingkungan pesisir adalah sebagai
berikut (Soeroto, 1997) :
(1) Mengganggu pemandangan dan keindahan (estetika) lingkungan pesisir,
karena perairan pantai menjadi kotor, sehingga dapat berpengaruh pada
jumlah wisatawan yang datang.
(2) Menggangu kehidupan hewan-hewan laut, karena memakan potongan-
potongan plastik atau terjerat oleh sisa-sisa jaring bekas.
7

(3) Menggangu pelayaran dan nelayan, karena sampah dapat tersangkut pada
propeler mesin perahu dalam operasional penangkapan ikang.
Berdasarkan asalnya limbah dikelompokkan menjadi dua yaitu limbah
organik dan limbah anorganik. Jenis limbah organik ini terdiri atas bahan-bahan
yang besifat organik seperti dari kegiatan rumah tangga, kegiatan industri. Limbah
ini juga bisa dengan mudah diuraikan melalui proses yang alami. Limbah
pertanian berupa sisa tumpahan atau penyemprotan yang berlebihan, misalnya
dari pestisida dan herbisida, begitu pula dengan pemupukan yang berlebihan
(Said, 1987).
Limbah ini mempunyai sifat kimia yang stabil sehingga zat tersebut akan
mengendap ke dalam tanah, dasar sungai, danau, serta laut dan selanjutnya akan
mempengaruhi organisme yang hidup didalamnya (Angela, 2008). Sedangkan
limbah rumah tangga menurut Said (1987) dapat berupa padatan seperti kertas,
plastik dan lain-lain, dan berupa cairan seperti air cucian, minyak goreng bekas
dan lain-lain. Limbah tersebut ada yang mempunyai daya racun yang tinggi
misalnya : sisa obat, baterai bekas, dan air aki. Limbah yang berdaya racun tinggi
tersebut menurut Chang (2008) tergolong (B3) yaitu Bahan Berbahaya dan
Beracun, sedangkan limbah air cucian, limbah kamar mandi, dapat mengandung
bibit-bibit penyakit atau pencemar biologis seperti bakteri, jamur, virus dan
sebagainya. Sedangkan limbah anorganik ini terdiri atas limbah industri atau
limbah pertambangan. Limbah anorganik berasal dari sumber daya alam yang
sulit terurai dan tidak dapat diperbaharui (Slamet, 1994).
Effendi (2003) menyatakan bahwa air limbah industri dapat mengandung
berbagai jenis bahan anorganik, zat-zat tersebut adalah garam anorganik seperti
magnesium sulfat, magnesium klorida yang berasal dari kegiatan pertambangan
dan industri. Adapula limbah anorganik yang berasal dari kegiatan rumah tangga
(Wardhana, 2001) yaitu seperti botol plastik, botol kaca, tas plastik, kaleng dan
aluminium. Berdasarkan sumbernya limbah dikelompokkan menjadi tiga
(Wardhana, 2001) yaitu :
8

1. Limbah Industri
Limbah ini bisa dikategorikan sebagai limbah yang berbahaya karena
limbah ini mempunyai kadar pencemar yang beracun. Umumnya limbah ini
dibuang di sungai-sungai disekitar tempat tinggal masyarakat dan tidak jarang
warga masyarakat mempergunakan sungai untuk kegiatan sehari-hari, misalnya
MCK (Mandi, Cuci, Kakus) dan secara langsung gas yang dihasilkan oleh limbah
pabrik tersebut dikonsumsi dan dipakai oleh masyarakat (Wardhana, 2001).

2. Limbah Rumah Tangga


Limbah rumah tangga adalah limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah
tangga limbah ini bisa berupa sisa-sisa sayuran seperti wortel, kol, bayam, slada
dan lain-lain bisa juga berupa kertas, kardus atau karton. Limbah ini juga
memiliki daya racun tinggi jika berasal dari sisa obat dan air aki (Wardhana,
2001).

3. Limbah Pabrik
Limbah ini dihasilkan atau berasal dari hasil produksi oleh pabrik atau
perusahaan tertentu. Limbah ini mengandung zat yang berbahaya diantaranya
asam anorganik dan senyawa orgaik, zat-zat tersebut jika masuk ke perairan maka
akan menimbulkan pencemaran yang dapat membahayakan makluk hidup
pengguna air tersebut misalnya, ikan, bebek dan makluk hidup lainnya termasuk
juga manusia (Wardhana, 2001).

2.2 Karakteristik Sampah


Coe dan Rogers (1997) menemukan jenis sampah yang paling banyak
ditemukan di daerah pantai adalah dari jenis sampah plastik. Sampah plastik yang
tersebar di pantai merupakan masalah polusi global yang serius dialami oleh
banyak negara. Carey et.al., (2007) menambahakan juga bahwa polusi yang
disebabkan oleh sampah plastik ini meningkat sangat dramastis sejalan dengan
bertambahnya jumlah produksi plastik dewasa ini. Selanjutnya Kari (2007)
menyatakan bahwa buangan limbah padat ke laut secara terus menerus dapat
mengakibatkan menurunnya kualitas air sampai pada tingkat yang kurang sesuai
dengan peruntukannya, walaupun secara alami dalam hal ini laut dapat
9

memulihkan dirinya, namun kemampuannya sangatlah terbatas karena tergantung


pada daya dukung alam itu.
Sedangkan jenis sampah laut menurut Coe dan Rogers (1997) yang
biasanya dapat ditemukan di wilayah pesisir pantai atau disekitar muara sungai
lengkap dengan waktu dekomposisinya di lingkungan ditampilkan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Sampah Laut Dengan Waktu Dekomposisi di Lingkungan

Jenis sampah Waktu dekomposisi

Botol kaca (glass bottle) 1.000.000 Tahun


Tali pancing (monofilament fishing line) 600 Tahun
Botol minuman plastik (plastic beverage bottle) 450 Tahun
Pampers (disposable diapers ) 450 Tahun
Kaleng alumunium (aluminium can) 80-200 Tahun
Pelampung plastik (foamed plastic buoy) 80 Tahun
Sepatu boot karet (ruber boot sole) 50-80 Tahun
Cangkir plastik (foamed plastic cup) 50 Tahun
Kaleng (tin can) 50 Tahun
Bahan kulit (leather) 50 Tahun
Bahan nilon (nylon fabric) 30-40 Tahun
Rol film (plastic film canister) 20-30 Tahun
Kantong (plastik plastic bag) 10-20 Tahun
Puntung rokok (cigarette filter) 1-5 Tahun
Kaus kaki wol (wool sock) 1-5 Tahun
Tripleks (plywood) 1-3 Tahun
Kotak karton susu (waxed milk carton) 3 Bulan
Kertas koran (newspaper) 6 Minggu
Kulit jeruk atau pisang (orange or babana peel) 2-5 Minggu
Sumber : Coe dan Rogers (1997)
10

Said (1987) menyatakan bahwa jumlah dan kepadatan sampah sangat


dipengaruhi oleh kondisi geografis, iklim, jumlah penduduk, jumlah fasilitas
komersial dan industri, status sosial masyarakat dan pola konsumsi. Menurut
Palanisamy et.al., (2007) status sosial dan keragaman aktivitas masyarakat juga
mempengaruhi karakteristik timbunan sampah. Masyarakat dengan status sosial
yang tinggi cenderung menghasilkan sampah yang lebih besar dari pada
masyarakat yang status sosialnya lebih rendah.

2.3 Dampak Sampah Terhadap Lingkungan Pesisir


Allison et.al., (2007) menyatakan bahwa penyebab pencemaran perairan yang
disebabkan oleh kegiatan di darat (land based marine pollution) dapat
digolongkan ke dalam empat kategori yaitu :
1. Pencemaran disebabkan limbah industri (industrial pollution)
2. Pencemaran disebabkan karena sampah/limbah rumah tangga (sewage
pollution)
3. Pencemaran disebabkan karena sedimentasi (sedimentation pollution)
4. Pencemaran disebabkan karena kegiatan pertanian (agricultural pollution)
Menurut Oliver et.al., (2007) limbah domestik yang terbawa oleh aliran air
dari daratan atau yang sengaja dibuang ke perairan akan mengendap ke dasar
perairan yang selanjutnya akan mengalami pembusukan dan terurai. Jeff et.al.,
(2010) menambahkan bahwa kandungan oksigen terlarut akan berkurang karena
berlangsungnya aktivitas penguraian atau dekomposisi bahan organik. Apabila
jumlah sampah yang masuk ke perairan melampaui batas kemampuan lingkungan
atau daya dukung perairan untuk diasimilasikannya, maka akan timbul
pencemaran yang dapat merubah sifat-sifat fisik-kimia air yang selanjutnya akan
mempengaruhi kehidupan biota akuatik, dan bahkan apabila keadaannya lebih
parah dapat menimbulkan gas hydrogen sulfide (H2S), perubahan warna dan rasa
air serta gangguan estetika (Gordon, 2006).
Selain itu menurut Tanaka et.al., (2004) masalah pencemaran akan berdampak
terhadap kesehatan atau dapat menimbulkan panyakit. Azwar (1996)
menambahkan bahwa potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan antara
lain adalah penyakit diare dan penyakit kulit (kudis dan kurap). Penyakit-penyakit
11

ini terjadi karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan yang tidak
tepat.
Dampak pencemaran terhadap lingkungan berupa cairan dari limbah–
limbah yang masuk ke sungai akan mencemarkan airnya sehingga mengandung
virus-virus penyakit. Berbagai ikan dapat mati sehingga mungkin lama kelamaan
akan punah. Tidak jarang manusia juga mengkonsumsi atau menggunakan air
untuk kegiatan sehari-hari, sehingga menusia akan terkena dampak limbah baik
secara langsung maupun tidak langsung. Selain mencemari, air lingkungan juga
menimbulkan banjir karena banyak orang-orang yang membuang limbah rumah
tangga ke sungai, sehingga pintu air mampet dan pada waktu musim hujan air
tidak dapat mengalir dan air naik menggenangi rumah-rumah penduduk, sehingga
dapat meresahkan para penduduk (Soemarwoto, 1999).
Penumpukan sampah di daerah intertidal juga dapat mengakibatkan
munculnya masalah lingkungan fisik (bau tidak sedap, menurunnya estetika),
kimia (gas metan, CO2, CO), biologis (kesehatan masyarakat). Sampah
merupakan habitat bagi berkembangnya bakteri patogen tertentu seperti
Salmonella Typhosa, Entamoeba Coli, Escherichia Coli, Vibrio Cholera, Shigella
Dysentriae, Entamoeba Hystolyca dan lain-lain yang menimbulkan penyakit pada
manusia (Slamet, 1994).
Coe dan Rogers (1997) mengemukakan bahwa sebagai akibat dari
buangan sampah anorganik yang tidak dapat didegradasi oleh bakteri, baik itu
sampah terapung maupun tenggelam, dapat mengganggu kehidupan ekosistem
pesisir dan organisme laut itu, khususnya tentang pola pergerakan organisme laut
tersebut saat mereka mencari makan.
Penambahan bahan-bahan organik dan anorganik dari sampah akan dapat
meningkatkan kadar kekeruhan dalam air akibat bertambahnya padatan
tersuspensi, meningkatnya turbiditas atau berkurangnya tingkat kecerahan air
yang dapat mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam perairan, dan akibat
selanjutnya akan menurunkan suhu dan produktifitas perairan dimana terdapat
banyak jenis-jenis organisme yang hidup dan berkembang baik di estuari maupun
disekitar lingkungan pesisir pantai (Laurie et.al., 2008).
12

Jenis organisme yang hidup di pesisir pantai dan sekitar muara-muara


sungai yaitu hewan makrozobenthos. Hewan makrozobenthos merupakan salah
satu kelompok biota yang hidup di dalam ekosistem estuari dan pesisir pantai,
terutama di dasar perairan yang mengalir (Odum, 1993). Menurut Weber (1973)
hewan makrobenthos adalah organisme tanpa tulang belakang (invertebrate) yang
hidup di dasar perairan dan sekitar pesisir pantai (membuat lubang atau menempel
pada sedimen), mempunyai ukuran lebih besar dari 1 mm, dan dapat terambil
dengan alat yang mempunyai mata saring 0.5 mm. Selanjutnya Cummins (1975)
berpendapat bahwa hewan makro benthos atau macro invertebrate bentik adalah
hewan-hewan yang tidak bertulang belakang, berukuran cukup besar (lebih besar
dari 0.5 mm) ukuran panjang tubuh 3-5 mm, sehingga dapat dilihat dengan jelas
tanpa bantuan mikroskop.
Nybakken (1988) menyatakan bahwa hewan makrozobenthos yang hidup
di dasar atau berasosiasi diatas permukaan perairan disebut epifauna, sedangkan
hewan benthos yang hidup di dalam lumpur pada substrat yang lunak disebut
infauna. Selanjutnya hewan makrozobenthos dibedakan menurut ukuranya yaitu :
(1) mikro fauna (< 0.1 mm) ; (2) meiofauna (0.1 - 1.0 mm) dan (3) makrofauna (>
1.0 mm).
Berdasarkan makanannya makrozobenthos dikelompokkan menjadi empat
kelompok (Cummins, 1975) yaitu : (1) Perumput dan penggaruk (grazers dan
scraper) : herbifora, pemakan alga dasar ; (2) Pencabik (Shredder) : pemakan
detritus, yang berupa partikel ukuran besar ; (3) Pengumpul (collector) : pemakan
detritus yang berukuran kecil dan tersuspensi (filter) ; (4) Predator : pemangsa
(Nybakken, 1988).
Berdasarkan ketahanannya terhadap bahan pencemar, Wilhm (1975)
mengklasifikasikan hewan makrozobenthos menjadi tiga kriteria seperti yang
ditunjukan dalam Tabel 2 berikut ini.
13

Tabel 2. Klasifikasi Hewan Makrozoobenthos Berdasarkan Ketahanannya


Terhadap Bahan Pencemar.

No. Kelompok Jenis Hewan Makro Benthos


1. Sangat tahan terhadap Cacing, Tubifisida, lintah, larva nyamuk, siput
pencemar. (moluska dan fisidium)

2. Ketahanan sedang, lebih Jenis-jenis siput, serangga dan kristasea


suka hidup di air jernih.

3. Tidak tahan terhadap Jenis siput dari famili Viviparidae,


pencemar dan hanya suka Amnicodae, serangga, nimfa, dan ordo
hidup di air bersih. Ephermercidae, Odonata, Hemiptera,
Neuroptera.

Sumber : Wilhm (1975)


Hewan makrozoobenthos hidupnya relatif menetap dan tidak dapat
menghindar dari kontak dengan bahan-bahan pencemar seperti sampah plastik
yang umumnya banyak ditemukan baik dimuara-muara sungai maupun di
sepanjang pesisir pantai (Damar et.al., 2009). Selain itu jangka hidup organisme
makrozoobenthos menurut Wilhm (1975) ini relatif lama, dan mempunyai habitat
relatif tetap. Karena itu perubahan kualitas air dan substrat tempat hidupnya
sangat mempengaruhi komposisi dan kelimpahannya. Wilhm (1975) juga
menambahkan bahwa hewan makrozoobenthos merupakan organisme perairan
yang sangat representatif untuk menduga pencemaran perairan.
Cummins (1975) menentukan beberapa persyaratan organisme air yang
dapat digunakan sebagai indikator biologi untuk menduga perairan tercemar atau
untuk menduga tingkat pencemaran perairan adalah : (a) Hidupnya relatif menetap
; (b) jangka hidupnya panjang, dan (c) mempunyai toleransi spesifik terhadap
lingkungan. Wilhm (1975) menyatakan bahwa penggunaan hewan makrozoo
benthos sebagai indikator kualitas perairan merupakan usaha untuk melengkapi
pendugaan kualitas perairan secara fisika dan kimia, yang ternyata memiliki
kelemahan.
14

2.4 Parameter Kualitas Perairan


Welch (1948) menyatakan bahwa kualitas perairan adalah faktor biofisika-
kimia yang mempengaruhi kehidupan organisme perairan dalam ekosistemnya.
perairan yang ideal adalah perairan yang dapat mendukung organisme dalam
menyelesaikan daur hidupnya. Effendi (2003) juga berpendapat bahwa kualitas
lingkungan perairan adalah suatu kelayakan lingkungan perairan untuk menunjang
kehidupan dan pertumbuhan organisme air yang nilainya dinyatakan dalam suatu
kisaran tertentu.
Masuknya bahan pencemar dalam perairan dapat mempengaruhi kualitas
air dan terkait dengan kapasitas asimilasinya. Apabila kapasitas asimilasinya
melebihi ambang batas kelayakan akan menurunkan daya dukung, nilai guna dan
fungsi perairan bagi peruntukan lainnya (Dahuri, 2004). Menurut Odum (1993)
nilai kisaran parameter yang terukur dilingkungan perairan secara langsung atau
tidak langsung dipengaruhi oleh proses hidrodinamika suatu perairan misalnya
pasang surut, gerakan ombak, pengenceran oleh aliran air tawar dan sebagainya.
Oliver et.al., (2007) juga menambahkan bahwa pasang surut akan menggerakkan
air secara horisontal, sehingga masa air dapat memasuki muara sungai ke arah
hulu.
Besar kecilnya nilai kisaran dari parameter tergantung dari beberapa faktor
lain seperti intensitas bahan pencemar, iklim, kedalaman, arus, topografi dan
geografi sehingga terjadi proses perubahan sifat fisik, kimia dan biologi yang
saling berinteraksi (Wardoyo, 1995). Dalam kaitannya dengan pencemaran air
Wardoyo (1995) menambahkan bahwa berbagai parameter pencemar dan
karakteristiknya yang berkaitan dengan kehidupan mahluk hidup penting untuk
diketahui seperti parameter fisika, kimia dan biologi perairan yang saling
mempengaruhi satu dengan yang lainnya tidak dapat berdiri sendiri. Selain itu
menurut Tanaka et.al., (2009) telah diketahui bahwa parameter-parameter
pencemaran perairan secara langsung mempengaruhi organisme air seperti
benthos, nekton, maupun plankton disuatu perairan. Mahida (1999) mangatakan
bahwa untuk melihat pencemaran air ada beberapa parameter kualitas air yang
penting untuk ditelaah antara lain warna, bau, rasa, suhu, pH, oksigen terlarut
15

(DO), BOD5, COD, padatan tersuspensi, logam berat, bahan radio aktif dan
organisme perairan.

2.4.1 Parameter Fisika


Sifat fisika perairan baik langsung maupun tidak langsung dapat
mempengaruhi sifat kimia maupun biologis suatu perairan dan nilai manfaat dari
perairan tersebut (Diana et.al., 2010) Parameter fisika dari suatu perairan meliputi
suhu, kecerahan, kekeruhan, padatan tersuspensi, padatan terlarut (Nybakken,
1988).
a. Suhu
Suhu perairan sangat berkaitan dengan kenyamanan dan kelangsungan
kehidupan suatu perairan. Peran lain yang cukup penting adalah suhu berpengaruh
terhadap kecepatan reaksi proses kimia dalam suatu perairan (Mahida, 1999).
Mahida (1999) juga menambahakan bahwa kecepatan metabolisme akan
meningkat dua kali jika suhu naik 10oC, karenanya perubahan yang besar dari
suhu di dalam suatu ekosistem perairan dapat mengakibatkan kerugian dan tidak
dapat diterima. Nilai baku mutu suhu air untuk biota sebaiknya berkisar antara
suhu air alami di perairan tersebut.
b. Kecerahan dan Kekeruhan
Kecerahan dan kekeruhan merupakan parameter penting dalam menentukan
produktifitas suatu perairan. Tingkat kekeruhan suatu perairan berbanding terbalik
dengan tingkat kecerahannya atau meningkatnya kekeruhan akan menurunkan
kecerahan perairan. Peningkatan kekeruhan ini dapat mengurangi penetrasi cahaya
matahari kedalam kolom air sehingga akan membatasi proses fotosintesis dan
produktifitas primer perairan.
Kecerahan air merupakan ukuran kejernihan dari suatu perairan yang
menggambarkan sifat optik perairan terhadap transmisi cahaya. Semakin dalam
penetrasi cahaya ke dalam air menunjukan semakin tinggi kecerahan dan keadaan
ini sangat menentukan ketebalan lapisan air yang produktif.
c. Padatan Tersuspensi
Padatan tersuspensi merupakan salah satu parameter yang mempengaruhi
kekeruhan dan kecerahan air karenanya dapat mempengaruhi proses fotosintesis
16

(Allison et.al., 2007). Akibat yang ditimbulkan oleh adanya padatan tersuspensi
dapat mengurangi kemampuan pemurnian alami (self purification) dengan
mengurangi fotosintesis dan menutupi organisme dasar (Azwar, 1996).
Jose (2002) menyatakan bahwa padatan tersuspensi adalah padatan yang
menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak mengendap langsung.
Mahida (1999) juga menambahkan bahwa air buangan industri mengandung
jumlah padatan tersuspensi yang sangat bervariasi tergantung pada jenis
industrinya. Besarnya kandungan padatan tersuspensi menurut Leandro et.al.,
(2001) akan mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam air sehingga dapat
mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesis. Sedangkan padatan terlarut
adalah padatan yang memiliki ukuran lebih kecil dari padatan tersuspensi. Padatan
terlarut terdiri dari senyawa organik yang larut dalam air. Air buangan industri
umumnya banyak mengandung zat pencemar terlarut yang sering mencemari
perairan dan sangat berbahaya bagi kehidupan disekitarnya (Leandro et.al., 2001).

2.4.2 Parameter Kimia


a. Derajat Keasaman (pH)
Nilai pH suatu perairan mencirikan suatu keseimbangan antara asam dan
basa dalam air dan merupakan ukuran konsentrasi ion hidrogen dalam larutan.
Adanya karbonat, hidroksida dan bikarbonat meningkatkan kebasaan air,
sementara adanya asam-asam mineral bebas dan asam karbonat menaikan kadar
keasaman (Fakhrudin, 1996).
Nilai pH menunjukan derajat keasaman atau kebasaan suatu perairan.
Dalam air, pH dipengaruhi oleh kapasitas penyangga (buffer) yaitu adanya garam-
garam karbonat dan bikarbonat (Effendi, 2003).

b. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)


Kandungan oksigen di perairan dapat dijadikan petunjuk tentang adanya
bahan organik. Limbah organik yang masuk ke dalam perairan akan mengalami
penguraian dan proses ini merupakan aktifitas bakteri yang memerlukan oksigen
terlarut dalam perairan. Pesatnya aktifitas bakteri dalam menguraikan bahan
organik di perairan akan menurunkan oksigen terlarut (Fardiaz, 1992).
17

Kandungan oksigen terlarut merupakan parameter penting yang harus


diukur untuk mengetahui kualitas perairan. Kandungan oksigen terlarut akan
semakin rendah jika masukan limbah ke perairan semakin besar. Hal ini
berhubungan dengan semakin bertambahnya aktifitas dekomposisi dalam
menguraikan limbah yang masuk (Welch, 1978).

c. BOD5 (Biochemical Oxygen Demmand)


Kebutuhan oksigen bikimia (BOD5) menunjukkan jumlah oksigen terlarut
yang dibutuhkan oleh organisme untuk menguraikan bahan organik dalam air.
Nilai BOD5 tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi
hanya mengukur secara tidak langsung jumlah oksigen yang dibutukan untuk
mengoksidasi bahan organik. Jika konsumsi oksigen tinggi yang ditunjukkan oleh
semakin kecilnya sisa oksigen terlarut, berarti terdapat kandungan bahan organik
yang membutuhkan banyak oksigen (Mahida, 1999).
Menurunnya oksigen terlarut dalam air dapat menyebabkan terganggunya
proses metabolisme suatu biota perairan. jika konsentrasi oksigen terlarut terlalu
rendah, mikroorganisme aerobik tidak dapat hidup dan berkembang biak namun
sebaliknya mikroorganisme anaerobik akan menjadi aktif (Mahida, 1999).
d. COD (Chemical Oxygen Demmand)
Kebutuhan oksigen kimia (COD) ialah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi bahan organik dalam air secara kimiawi. Karenanya uji COD
merupakan analisis kimia yang dapat digunakan untuk mengukur jumlah bahan
organik yang sukar dipecah maupun yang dapat dipecah secara mikrobiologis
seperti yang terukur dalam uji BOD5 (Welch, 1980).
e. Nitrogen
Senyawa nitrogen terdapat dalam bentuk terlarut atau tersuspensi. Senyawa
tersebut diperlukan dalam proses reaksi biologis dalam suatu ekosistem perairan.
Nitrogen dalam perairan dapat berbentuk gas nitrogen (N2), amonia (NH3) terlarut
atau dalam bentuk senyawa-senyawa amonium (NH4+), Nitrat (NO3) dan Nitrit
(NO2). Senyawa-senyawa nitrat dan nitrit terdapat dalam perairan alami sebagai
garam-garam yang terlarut, tersuspensi atau berupa endapan (Wardoyo, 1995).
18

Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen diperairan alami dan merupakan
nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat nitrogen sangat mudah
larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi
sempurna senyawa nitrogen di perairan. Kadar nitrat di perairan yang tidak
tercemar biasanya lebih tinggi dari kadar amonium. Kadar nitrat-nitrogen pada
perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0.1 mg/l. Kadar nitrat lebih dari 5
mg/l menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari
aktifitas manusia dan tinja hewan. Kadar nitrat-nitrogen yang lebih dari 0.2 mg/l
dapat mengakibatkan terjadinya eutroifikasi (pengayaan) perairan yang
selanjutnya menstimulir pertumbuhan alga dan tumbuhan air secara pesat
(blooming) (Wardoyo, 1995).
Nitrit (NO2) Nitrit merupakan bentuk peralihan (intermediate) antara amonia
dan nitrat (nitrifikasi) dan antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi). Sumber
nitrit dapat berupa limbah industri dan limbah domestik. Kadar nitrit di perairan
relatif kecil karena segera dioksidasi menjadi nitrat (Wardoyo, 1995).
Amonia (NH3) bersifat mudah larut dalam air. Ion amonium adalah bentuk
transisi dari amonia. Amonia banyak digunakan dalam proses produksi urea,
industri bahan kimia serta industri bubur kertas dan kertas (pulp dan paper).
Kadar amonia pada perairan alami biasanya kurang dari 0.1 mg/l (Husnah, 2006) .

2.5 Pengelolaan Sampah


Pengelolaan sampah adalah serangkaian kegiatan yang melaksanakan
pewadahan sampah, pengumpulan sampah, pemindahan sampah, pengangkutan
sampah, pengolahan sampah serta pembuangan akhir sampah. Tujuan pengelolaan
sampah adalah untuk mengubah sampah menjadi bentuk yang tidak mengganggu
dan menekan volume sehingga mudah diatur (Outherbridge, 1998).
Terdapat empat prinsip yang dapat digunakan dalam menangani masalah sampah.
Ke empat prinsip tersebut lebih dikenal dengan nama 4R yang meliputi: Reduce
(mengurangi) yaitu melakukan minimalisasi barang atau material yang
dipergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak
sampah yang dihasilkan. Reuse (menggunakan kembali) yaitu pemilihan
penggunaan barang-barang yang bisa dipakai kembali. Hindari pemakaian barang-
barang yang disposable (sekali pakai, buang). Hal ini dapat memperpanjang
19

waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi sampah. Recycle (mendaur ulang)


yaitu menggunakan barang-barang yg sudah tidak berguna lagi, bisa di daur ulang.
Tidak semua barang bisa di daur ulang, namun saat ini sudah banyak industri non-
formal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang
lain. Replace (mengganti) maksudnya teliti terhadap barang yang digunakan
setiap hari yaitu dengan mengganti barang barang yang hanya bisa dipakai sekali
dengan barang yang lebih tahan lama. Juga menggunakan barang-barang yang
lebih ramah lingkungan, misalnya, mengganti kantong keresek dengan keranjang
bila berbelanja (Outherbridge, 1998).
Sedangkan pola yang dapat dipakai dalam penanggulangan sampah
menurut Said (1987) meliputi Reduce, Reuse, Recycle, dan Composting (3RC)
yang merupakan dasar dari penanganan sampah secara terpadu. Reduce atau
disebut juga precycling merupakan langkah pertama untuk mencegah penimbunan
sampah. Reuse berarti menghemat dan mengurangi sampah dengan cara
menggunakan kembali barang-barang yang telah dipakai. Apa saja barang yang
masih bisa digunakan, seperti kertas-kertas berwarna-warni dari majalah bekas
dapat dimanfaatkan untuk bungkus kado yang menarik. Menggunakan kembali
barang bekas adalah wujud cinta lingkungan, bukan berarti menghina. Recycle
juga sering disebut mendapatkan kembali sumberdaya (resource recovery),
khususnya untuk sumberdaya alami. Mendaur ulang diartikan mengubah sampah
menjadi produk baru, khususnya untuk barang-barang yang tidak dapat digunakan
dalam waktu yang cukup lama, misalnya kertas, alumunium, gelas dan plastik.
Langkah utama dari mendaur ulang ialah memisahkar sampah yang sejenis dalam
satu kelompok.
Composting menurut Outherbridge (1998) merupakan proses pembusukan
secara alami dari materi organik, misalnya daun, limbah pertanian (sisa panen),
sisa makanan dan lain-lain. Pembusukan itu menghasilkan materi yang kaya unsur
hara, antara lain nitrogen, fosfor dan kalium yang disebut kompos atau humus
yang baik untuk pupuk tanaman.
Tentunya cari ini menurut Outherbridge (1998) akan lebih baik digunakan dari
pada dengan cara pembakaran. Karena selain mengurangi efek pemanasan global
dengan mengurangi volume gas karbondioksida (CO2) yang dihasilkan, cara ini
20

tidak mempunyai efek samping baik bagi masyarakat ataupun lingkungan. Seperti
kata pepatah menurut Hadiwiyoto (1983) bahwa pencegahan penyakit akan lebih
baik dari pada mengobatinya. Kata bijak ini juga bisa digunakan dalam strategi
penanganan sampah yakni mencegah terbentuknya sampah lebih baik dari pada
mengolah/memusnakan sampah. Karena bagaimanapun mengolah/memusnahkan
sampah pasti akan menghasilkan jenis sampah baru yang mungkin saja lebih
berbahaya dari sampah yang dimusnakan.
Perbedaan penanganan sampah menurut Hadiwiyoto (1983) yaitu : (1)
dengan cara didaur ulang. Cara ini bisa menjadikan limbah atau sampah yang
semula bukan apa-apa sehingga bisa menjadi barang yang lebih bernilai
ekonomis. (2) dengan cara pembakaran. Cara ini adalah cara yang paling mudah
untuk dilakukan karena tidak membutuhkan usaha keras. Cara ini bisa dilakukan
dengan cara membakar limbah-limbah padat misalnya kertas-kertas dengan
menggunakan minyak tanah lalu dinyalakan apinya. Kelebihan cara membakar ini
juga menurut Haeruman (1979) adalah mudah dan tidak membutuhkan usaha
keras, membutuhkan tempat atau lokasi yang cukup kecil, dapat digunakan
sebagai sumber energi baik untuk pembangkit uap air panas, listrik dan pencairan
logam.
Hadiwiyoto (1983) juga mengemukakan bahwa pengelolaan sampah
adalah perlakuan terhadap sampah untuk memperkecil atau menghilangkan
masalah masalah yang berkaitan dengan lingkungan. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam penanganan sampah antara lain: (1) pengumpulan sampah, (2)
tahap pemisahan, (3) tahap pembakaran, dan (4) tahap penimbunan sampah. Hal
ini sangat memerlukan penanganan karena masalah sampah berkaitan dengan
masalah lingkungan hidup dalam wujud nyata dan mengganggu kehidupan
manusia
Menurut Brown et.al., (2003) banyak cara yang dapat ditempuh dalam
pengelolaan sampah diantaranya yang dianggap terbaik hingga sekarang adalah
sistem penimbunan dan pemadatan secara berlapis (sanitary landfill) untuk
mencegah sampah tidak terekspos lebih dari 24 jam. Sedangkan menurut Russell
(2005) pengelolaan sampah dapat dilihat mulai dari sumbernya sampai pada
tempat pembuangan akhir. Usaha pertama adalah mengurangi sumber sampah dari
21

segi kuantitas maupun kualitasnya dengan meningkatkan pemeliharaan bahan


yang dapat terurai secara alami. Semua usaha ini memerlukan kesadaran dan
peran masyarakat.
Pengertian pengelolaan sampah pesisir dikemukakan oleh Coe dan Rogers
(1997) yaitu pengendalian dan pemanfaatan semua faktor dan sumberdaya, yang
menurut suatu perencanaan diperlukan untuk mencapai atau menyelesaikan suatu
tujuan kerja tertentu. Dengan demikian pengelolaan merupakan suatu masalah
yang besar setelah faktor dan sumberdaya yang sukar untuk dikendalikan dan
didayagunakan masuk ke dalam suatu sistem, yaitu manusia. Haeruman (1979)
juga menyatakan bahwa perencanaan pengelolaan sampah yang komprehensif
perlu memperhatikan sumber sampah, lokasi, pergerakan atau peredaran, dan
interaksi dari peredaran sampah dalam suatu lingkungan urban. Untuk mencapai
hal tersebut perlu diperhatikan hal-hal seperti penyimpanan sampah, pengumpulan
sampah, pembuangan sampah dan pemusnahan sampah.
Outherbridge (1998) menambahkan bahwa cara-cara pengelolaan sampah
yang baik, bukan saja untuk kepentingan kesehatan saja melainkan juga untuk
keindahan lingkungan , antara lain dengan:
1. Pengumpulan dan pengangkutan sampah.
Pengumpulan sampah menjadi tanggung jawab masing-masing rumah tangga
atau institusi yang menghasilkan sampah. Oleh sebab itu, mereka harus
membangun tempat khusus untuk mengumpulkan sampah. Kemudian dari
tempat pengumpulan, sampah diangkut ke TPS dan selanjutnya ke TPA.
2. Pemusnahan dan pengolahan sampah.
Pemusnahan dan atau pengolahan sampah padat ini dapat dilakukan dengan
berbagai cara, antara lain sebagai berikut :
a. Ditanam (Landfill), yaitu pemusnahan sampah dengan pembuatan
lubang di tanah, kemudian sampah di masukkan dan ditimbun dengan
tanah.
b. Dibakar (Incenerator), yaitu pemusnahan sampah dengan cara
membakar di dalam tungku pembakaran.
c. Diolah menjadi pupuk kompos (composting), yaitu pengolahan sampah
menjadi pupuk kompos, khususnya untuk jenis sampah organik.
22

Gordon (2006) menyatakan bahwa sistem pengolahan sampah yang


banyak dilakukan saat ini adalah system sanitary landfill. Sistem ini di dukung
berbagai kegiatan yang memperhatikan aspek kesehatan lingkungan seperti
pemasangan geomembran dan geotekstile sebagai dasar konstruksi, drainase air
lindi, ventilasi, cover soil, dan lain-lain.
Sistem ini memang dapat meminimalkan timbulnya bau, penyakit, dan
kerusakan lingkungan, tetapi memiliki resiko yang tidak dapat dihindarkan seperti
terbentuknya gas metan, H2S, NH3, dan air lindi (leachete). Perpindahan gas dan
air lindi dari landfill ke lingkungan sekitarnya akan menyebabkan dampak yang
serius pada lingkungan.
USAID (2006) dalam Pengelolaan sampah berbasis masyarakat
(Community Based Solid Waste Management) atau yang disingkat CBSWM
menyatakan bahwa program pengelolaan ini adalah sistem penanganan sampah
yang direncanakan, disusun, dioperasikan, dikelola dan dimiliki oleh masyarakat.
Tujuannya adalah kemandirian masyarakat dalam mempertahankan kebersihan
lingkungan melalui pengelolaan sampah yang ramah lingkungan. Prinsip-prinsip
CBSWM adalah partisipasi masyarakat, kemandirian, efisiensi, perlindungan
lingkungan dan keterpaduan.
23

3. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Tempat penelitian di pesisir Kota Palu dan Sungai Palu. Penelitian ini
berlangsung dua bulan yaitu dari Maret sampai April 2011. Adapun rangkaian
kegiatan penelitian yang dilakukan diperlihatkan dalam Lampiran 1.

3.2 Lokasi Penelitian dan Pengambilan Sampel


Penelitian dilaksanakan disepanjang pesisir Kota Palu dan Sungai Palu.
Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2. Informasi data sekunder dari
lokasi yang diteliti terlebih dahulu dikumpulkan sebagai bahan pertimbangan
survai pendahuluan dan penelitian lapangan. Selama penelitian juga dilakukan
pengumpulan data primer dan sekunder yang dianggap penting (laporan hasil
penelitian lain dan sebagainya). Survai pendahuluan ditujukan untuk menentukan
stasiun pengambilan contoh dan hal-hal teknis penelitian, dengan cara melakukan
pengamatan lokasi.
Berdasarkan tujuan, maka batas lokasi penelitian adalah pesisir pantai Kota
Palu (intertidal) dan Sungai Palu. Pengambilan sampel sampah organik dan
anorganik dilakukan pada bagian intertidal pesisir pantai dan badan Sungai Palu.
Sedangkan untuk pengambilan sampel air dilakukan di dua bagian Sungai Palu
yaitu bagian yang salinitasnya 0 PSU dan bagian yang salinitasnya lebih dari 0
PSU.
24

TELUK KOTA PALU SULAWESI TENGAH

Keterangan:
Batas Kabupaten Batas Kecamatan Kelurahan
Jalan Utama Jalan Lain Sungai
Zona Sungai Palu Zona Laut Teluk Palu Zona Pesisir Palu

Lokasi Penelitian

Sumber : BAPPEDA Kota Palu 2010

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian


25

3.3 Teknik Pengambilan Sampel


Pengambilan sampel sampah (organik dan anorganik) yang terdeposit di
daerah intertidal dilakukan dengan menggunakan metode ”sampling kuadran” dan
untuk pengambilan sampel sampah di Sungai Palu dilakukan dengan metode
”garbage trap”. Pengambilan sampel sampah di daerah intertidal ditentukan
terlebih dahulu yaitu dengan menarik panjang garis sampling (line transec) 30 m
dengan ukuran kuadrannya 2 m x 2 m sedangkan jarak antara kuadran satu
dengan yang lainnya 1 m. Peletakan kuadran dapat dilihat pada Gambar 3.

d
ac b K

Keterangan :
K = Kuadran c = Jarak antara kuadran d = Panjang line transek
a = Panjang Kuadran b = Lebar Kuadran

Gambar 3. Sketsa Peletakan Sampling Kuadran

Terdapat 8 garis sampling/titik lokasi pengambilan sampel di pesisir pantai


masing-masing di pesisir pantai Kecamatan Palu Barat tepatnya di kelurahan
Besusu dan Kelurahan Talise terdapat 4 titik lokasi pengambilan sampel (B1, B2,
B3 dan B4). Pesisir pantai Kecamatan Palu Timur tepatnya di Kelurahan Lere dan
Kelurahan Silae terdapat 4 titik lokasi pengambilan sampel sampah organik dan
anorganik (A1, A2, A3 dan A4), dengan jumlah kuadran masing-masing titik
lokasi penelitian sebanyak 10 kuadran. Sedangkan untuk di sungai terdapat 4 titik
waktu pengambilan sampel sampah (C1, C2, C3 dan C4).
Jumlah total kuadran sampel sampah di 12 titik lokasi penelitian adalah 84
kuadran (40 kuadran di Kecamatan Palu Barat, 40 kuadran di Kecamatan Palu
Timur serta 4 kuadran di Sungai Palu) sketsa model pengambilan sampel sampah
26

dapat dilihat pada Gambar 5. Terdapat hanya 4 kuadran di sungai utama Kota Palu
ini diasumsikan bahwa dalam sehari terdapat dua kali pasang dan dua kali surut
yakni pada pukul 06.00 WITA, 12.00 WITA, 18.00 WITA dan 24.00 WITA
sehingga saat pengambilan sampel dapat mewakili keadaan pasang surut tersebut.
Pengambilan sampel dalam kuadran dilakukan pada saat air laut surut di
daerah intertidal. Setelah tali plastik yang digunakan sebagai pengganti meteran
diletakan secara horizontal/sejajar dengan garis pantai. Kuadran kemudian
diletakkan satu per satu. Sampah laut padat diambil, dibersihkan lalu dikumpulkan
ke dalam karung atau kantung plastik yang berukuran besar. Sampah-sampah
yang telah dikumpulkan, kemudian disortir menurut kategori/jenis yang sudah
ditentukan. Setelah sampel sampah dipilah-pilah berdasarkan lokasi penelitian,
maka jumlah (potongan), kepadatan dan komposisi sampah dihitung, kemudian
dicatat menurut kategori / jenisnya seperti yang di perlihatkan pada Tabel 3 dan
Tabel 4.
Disamping itu, dalam kuadran juga diamati apakah ada organisme makro
zoobenthos yang mengkolonisasi sampah atau tidak. Jika ada organisme yang
mengkolonisasi sampah laut maka itu akan difoto, diambil dan dimasukan ke
dalam kantung plastik. Selanjutnya organisme tersebut diidentifikasi di
Laboratorium Analisis Sumberdaya Alam dan Lingkungan Fakultas Pertanian
Universitas Tadulako Palu.
27

Tabel 3. Formulir Daftar Jumlah Potongan dan Berat Sampah Anorganik


Berdasarkan Kategori Jenisnya.

SAMPAH ANORGANIK
Nama Lokasi : Kota : Provinsi :
PALU SULTENG
Tempat: Pukul: Jumlah Kuadran :
Panjang Transek: 30 m Lebar Transek: 2 m Luas Area : m
Kategori Sampah Anorganik Jumlah Potongan Berat (g)
Plastik
Aluminium
Kaca
Kain / Tekstil
Karet
Kertas
Styloform
Total
Jumlah berat sampah laut per meter persegi =
Jumlah potongan sampah laut per meter persegi =

Tabel 4. Formulir Daftar Jumlah Potongan dan Berat Sampah Organik


Berdasarkan Kategori Jenisnya.

SAMPAH ORGANIK
Nama Lokasi : Kota : Provinsi :
PALU SULTENG
Tempat: Pukul: Jumlah Kuadran :
Panjang Transek: 30 m Lebar Transek: 2 m Luas Area : m
Kategori Sampah Organik Jumlah Potongan Berat (g)

Total
Jumlah berat sampah laut per meter persegi =
Jumlah potongan sampah laut per meter persegi =
28

Pengambilan sampel sampah di sungai dengan menggunakan metode


”garbage trap” (perangkap sampah) diletakkan secara vertikal dengan sedikit
terendam dalam badan air sungai. Adapun sungai ini memiliki lebar ± 25-30 m
dengan kedalaman sungai sebelah kiri 3-4 m dan sebelah kanan ± 1 m. Jaring
perangkap sampah memiliki ukuran mata jaring 5 cm dengan panjang 40 m.
Peletakkan ”garbage trap” ini dapat dilihat pada Gambar 4.

Keterangan :
Jembatan
Badan aliran sungai
Garbage trap
Bantaran sungai Kecamatan Palu Timur
Bantaran sungai Kecamatan Palu Barat

Gambar 4. Sketsa Model Peletakan ”Garbage trap”.

3.4 Identifikasi Sampel Air dan Makrozoobenthos


Pengambilan sampel air dilakukan dibagian sungai utama Kota Palu
tepatnya pada bagian yang memiliki salinitas 0 PSU sebanyak 3 titik lokasi ± 1
km dari pantai dan juga pada bagian yang memiliki salinitas lebih dari 0 PSU di 3
titik lokasi ± 100 m dari daerah intertidal dan masing-masing diambil pada bagian
kiri, tengah dan kanan untuk di sungai dan laut (KA1-KA3 = Lokasi sampel air
sungai dan KB1-KB3 = Lokasi sampel air laut). Hal ini dilakukan untuk melihat
seberapa besar perbedaan antar parameter kualitas air di dua bagian tersebut
seperti yang ditampilkan dalam Gambar 5. Hasil dari pengambilan sampel air ini
dianalisis di Laboratorium Analisis Sumberdaya Alam dan Lingkungan Fakultas
Pertanian Universitas Tadulako Palu.
29

Sedangkan untuk jenis organisme makrozoobenthos yang mengkolonisasi


sampah laut di lokasi penelitian yaitu di daerah intertidal diidentifikasi dengan
menggunakan buku panduan identifikasi dari beberapa sumber yaitu Dharma
(1992). Selanjutnya sampel organisme laut tersebut diambil gambarnya sebagai
data dokumentasi. Selain itu juga pengamatan dan identifikasi makro zoobenthos
akan dilakukan pada bagian bagian yang bersampah dan tidak bersampah tetapi
memiliki substrat yang sama (substrat berpasir/berlumpur).

Keterangan :
A1-A4 B1-B4 C1-C4 = Lokasi Kecamatan Palu Timur
KA1-KA3 KB1-KB3 = Lokasi Kecamatan Palu Barat
= Lokasi Sungai
= Lokasi Sampel Air Sungai
= Lokasi Sampel Air Laut

Gambar 5. Sketsa Model Pengambilan Sampel Sampah dan Air


30

3.5 Analisa Data


Untuk mengetahui jumlah (potongan), berat dan komposisi sampah yang
terdapat di pesisir pantai Kota Palu yang didasarkan pada jumlah penduduk yang
bertempat tinggal dalam wilayah tepi sungai dan pesisir yang merupakan sumber
pencemar potensial yang membuang limbahnya langsung ke sungai atau ke
pesisir, tanpa diolah terlebih dahulu. Maka data yang diperoleh akan dianalisis
dengan menggunakan persamaan di bawah ini (Coe dan Rogers, 1997) :

1. Kepadatan mutlak (jumlah potongan sampah) =


Jumlah potongan sampah dalam tiap
kategori
Luas area (m2)

2. Kepadatan mutlak (berat sampah) =


Berat potongan sampah dalam tiap kategori
Luas area (m2)

3. Kepadatan relatif (jumlah potongan sampah) =


Jumlah potongan sampah dalam tiap kategori
X 100 %
Jumlah total potongan sampah dalam semua kategori

4. Kepadatan relatif (berat sampah) =


Berat potongan sampah dalam tiap kategori
Jumlah total berat potongan sampah dalam semua kategori X 100 %
31

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian


Teluk Palu berada dibawah administrasi pemerintahan Kota Palu dan
Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah. Kota Palu dengan wilayah
seluas 395.06 Km2 terletak pada kawasan dataran Lembah Palu dan Teluk Palu
yang secara geografis berada pada posisi antara 0o.36” – 0o.56” Lintang Selatan
dan 119o.45” – 121o.1” Bujur Timur tepat berada di bawah garis katulistiwa
dengan ketinggian 0-700 meter dari permukaan laut. Terdapat sungai Palu sebagai
sungai utama Kota Palu yang memiliki panjang profil Daerah Aliran Sungai
(DAS) ± 102 km mengalir dari Selatan ke Utara (Ali, 2010).
Secara administratif Kota Palu dibagi empat kecamatan, yaitu: Kecamatan
Palu Barat; Kecamatan Palu Timur; Kecamatan Palu Selatan; dan Kecamatan Palu
Utara, dengan total 43 kelurahan yang tersebar di empat kecamatan. Terdapat 3
kecamatan berada di sekitar Teluk Palu, yaitu: Kecamatan Palu Barat; Kecamatan
Palu Timur; dan Kecamatan Palu Utara. Jumlah penduduk Kota Palu menurut data
pada tahun 2009 sebanyak 309.032 jiwa. Hasil pencatatan suhu udara pada stasiun
udara Bandara Mutiara Palu rata-rata suhu udara adalah 26.60oC kelembapan
udara rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Agustus yang mencapai 83 persen,
sedangkan kelembapan udara terendah terjadi pada bulan februari yaitu 75 persen.
Kota Palu secara langsung berbatasan dengan Kabupaten-kabupaten sekitarnya
(Ali, 2010). Batas-batas tersebut meliputi :
1) Sebelah Utara : Kecamatan Tanantovea Kabupaten Donggala
2) Sebelah Selatan : Kecamatan Marawola Kabupaten Donggala dan
Kecamatan Biromaru Kabupaten Sigi
3) Sebelah Barat : Kecamatan Pinembani, Kecamatan Pinembani,
Kecamatan Kinovaru dan Kecamatan Marawola
Barat Kabupaten Donggala
4) Sebelah Timur : Kecamatan Parigi Kabupaten Parigi Mautong dan
Kecamatan Tanantovea Kabupaten Donggala.
32

4.1.1 Keadaan Penduduk


Dari data monografi Kota Palu Tahun 2009 diperoleh bahwa jumlah
penduduk yang mendiami Kota Palu sampai dengan bulan Desember, 2009
sebanyak 309.032 jiwa, yang terdiri dari 152.688 orang laki-laki dan 156.344
orang perempuan. Untuk melihat jumlah penduduk kota Palu berdasarkan umur
dapat dilihat pada Tabel 5 berikut :

Tabel 5. Jumlah Penduduk Kota Palu Berdasarkan Kelompok Umur


Kelompok Umur (dalam Tahun/Jiwa)
No Kecamatan
0-9 10-19 20-29 30-39 40-49 50-59 60+
1. Palu Barat 15.389 19.137 20.242 16.818 10.498 6.378 4.182
2. Palu Selatan 18.308 22.768 24.080 20.010 12.489 7.586 4.997
3. Palu Timur 11.570 14.392 15.209 12.646 7.894 4.788 3.152

4. Palu Utara 6.066 7.545 7.975 6.630 4.139 2.513 1.651

Jumlah 51.333 63.842 67.506 56.104 35.020 21.265 13.982


Sumber : BAPPEDA Kota Palu (2010)

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa jumlah penduduk yang


terbanyak berada pada kelompok umur 20-29 tahun sebanyak 67.506 orang/jiwa
disusul oleh kelompok umur 10-19 tahun sebanyak 63.842 orang/jiwa. Besarnya
jumlah penduduk tentunya mempengaruhi banyaknya volume sampah yang
dihasilkan, seperti yang dinyatakan oleh Gordon (2006) yakni pertumbuhan
sampah terjadi seiring dengan laju pertumbuhan penduduk yan terus bertambah
secara alami. Pertumbuhan penduduk yang demikian besar sudah barang tentu
akan menjadi masalah bagi kota-kota besar, terutama jika dilihat dari jumlah
timbunan sampah yang besar, serta pencemaran yang akan diakibatkan oleh
tumpukan sampah yang tidak terangkut.

4.1.2 Kondisi Pendidikan


Kota Palu pada umumnya penduduknya telah mengenyam pendidikan baik
pendidikan formal maupun non-formal, dan sudah dapat dikatakan bahwa tingkat
pendidikan penduduk Kota Palu sudah cukup maju. Untuk lebih jelas banyaknya
33

jumlah pelajar, mahasiswa dan sarana pendidikan di Kota Palu dapat dilihat pada
Tabel 6 berikut :
Tabel 6 . Jumlah Pelajar, Mahasiswa dan Sarana Pendidikan Kota Palu
No Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Jumlah Sarana
Pendidikan
1. TK 6.377 130
2. SD 37.914 178
3. SLTP/MTS 18.049 61
4. SLTA/MA 10.244 22
5. SMK 7.027 22
6. Perguruan Tinggi Negeri (PTN) 26.693 2
7. Pergfuruan Tinggi Swasta (PTS) 6.827 5
Jumlah 113.131 420
Sumber : BAPPEDA Kota Palu (2011)

Dari tabel diatas terlihat bahwa banyaknya penduduk pelajar Kota Palu
terbesar adalah pelajar SD sebanyak 37.914 orang/jiwa selanjutnya mahasiswa
perguruan tinggi. Sarana pendidikan juga merupakan tempat produksi sampah
dengan jumlah sarana sebanyak 420 serta pelajar/mahasiswa sebanyak 113.131
orang/jiwa yang tersebar di Kota Palu yang tentunya mempengaruhi jumlah
produksi sampah di Kota Palu.

4.1.3 Jumlah Pasar


Untuk melihat kondisi perekonomian Kota Palu, secara umum dapat
ditinjau dari seberapa banyak jumlah Pasar di Kota Palu. Saat ini yang menjadi
sorotan masyarakat Kota Palu salah satunya adalah kebersihan pasar. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 7 berikut :
Tabel 7. Jumlah Pasar di Kota Palu
No Lokasi/Daerah Pasar Tradisional Pasar Modern
1. Palu Barat 3 6
2. Palu Selatan 3 11
3. Palu Timur 1 4
4. Palu Utara 5 -
Jumlah 12 21
Sumber : Dinas PERINDAGKOP Kota Palu (2010)
34

4.1.4 Kondisi Perhotelan


Selain memberikan dampak perekonomian Kota Palu, perhotelan juga
memberikan dampak pada bertambahnya volume sampah. Saat ini dengan
semakin berkembangnya Kota Palu membuat semakin banyaknya jumlah hotel di
Kota Palu. Untuk melihat jumlah hotel, kamar dan tenaga kerja di Kota Palu dapat
dilihat pada Tabel 8 dibawah ini :

Tabel 8. Jumlah Hotel, Kamar dan Tenaga Kerja di Kota Palu


No Jenis Hotel Jumlah Hotel Kamar Tenaga Kerja
1. Berbintang 1 55 67
2. Non-Berbintang 52 1.022 570
Jumlah 53 1.077 637
Sumber : BAPPEDA Kota Palu (2011)

4.1.5 Kondisi Restauran dan Rumah Makan


Restauran dan rumah makan merupakan salah satu tempat yang
menghasilkan sampah yang banyak baik yang sifatnya organic maupun anorganik.
Jumlah Restauran dan rumah makan tentunya mempengaruhi besaran
jumlah/volume sampah yang terdapat disuatu wilayah. Kota Palu yang tingkat
mobilitas penduduknya cukup tinggi menyebabkan banyak berkembangnya usaha
restaurant dan rumah makan ini. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Tabel 9
dibawah ini :

Tabel 9. Jumlah Jenis Tempat Makan dan Tenaga Kerja


No Jenis Jumlah Tenaga Kerja Jumlah
1. Restauran 95 13
2. Rumah Makan 231 67
Jumlah Total 326 80
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Palu (2010)
35

4.2 Kondisi Sampah di Pesisir Kota Palu


Kota Palu memiliki peranan penting dalam bidang perekonomian dan jasa.
Disamping sebagai pusat penyelenggaraan pemerintahan juga sebagai cerminan
yang mewujudkan citra masyarakat Sulawesi Tengah. Kedudukan semacam itu
maka seharusnya keberadaan Kota Palu harus mampu menjalankan perannya
seoptimal mungkin, termasuk dalam penanganan permasalahan perkotaan yang
hampir umum dihadapi oleh sebagian besar kota-kota berkembang di Indonesia.
Kondisi ini dalam realitanya memang banyak diperhadapkan dengan
permasalahan. Kemajuan dan perkembangan kota yang demikian pesatnya dengan
aktivitas bisnis, jasa dan pembangunan infrastuktur pada kenyataannya
berkonsekwensi terhadap pertambahan penduduk situasional yang tidak dapat
dielakan.
Peningkatan jumlah penduduk dari tahun ke tahun memiliki implikasi dari
kepadatan penduduk yang berwujud dalam aktivitas rumah tangga, pemukiman,
sekolah, perkantoran, industri, pasar dan lainnya kembali menimbulkan
permasalahan baru di wilayah pesisir Kota Palu yaitu meningkatnya produksi
sampah baik sampah organik yang terdiri dari bahan-bahan penyusun tubuhan dan
hewan yang diambi dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan
dan yang lainnya maupun jenis sampah anorganik yang merupakan jenis sampah
hasil kegiatan campur tangan manusia/industri. Hal ini dapat dilihat dengan jelas
saat air laut surut terdapat timbunan sampah laut di sepanjang garis intertidal
pesisir Kota Palu.
Adapun untuk jumlah volume sampah per hari di Kota Palu serta jumlah
TPS (Tempat Pembuangan Sementara) yang dimiliki disetiap kecamatan yang
terdapat di Kota Palu dapat dilihat dalam Tabel 10 berikut :

Tabel 10. Jumlah Volume Sampah dan TPS Kota Palu


No Kecamatan Volume Sampah (m3)/hari Jumlah TPS
1 Palu Barat 360 241
2 Palu Selatan 280 151
3 Palu Timur 220 120
4 Palu Utara 120 90
Jumlah 900 602
Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Palu, 2008
36

4.3 Analisis Sampah Organik dan Anorganik Kota Palu


Permasalahan lingkungan hidup adalah hubungan makhluk hidup,
khususnya manusia dengan lingkungan hidup. Kerusakan lingkungan dapat
terjadi karena adanya kegiatan (aktivitas) yang dilakukan oleh manusia maupun
karena pengaruh alam. Dampak dari kegiatan pembangunan diberbagai sektor di
daerah Kota Palu adalah dihasilkannya limbah organik dan anorganik yang
semakin banyak, baik jumlah maupun jenisnya. Dalam penelitian ini jumlah dan
jenis sampah organik dan anorganik yang terdeposit di sungai Kota Palu maupun
di pesisir pantai kecamatan Palu Timur dan Palu Barat dapat dilihat dalam
Gambar 5 sampai dengan Gambar 10. Sampah-sampah tersebut jika tidak
dikelolah akan menimbulkan pencemaran yang merusak fungsi lingkungan
hidup di wilayah pesisir Kota Palu.
Daerah pesisir merupakan salah satu dari lingkungan perairan yang
mudah terpengaruh dengan adanya buangan limbah dari darat. Wilayah pesisir
yang meliputi daratan dan perairan pesisir sangat penting artinya. Lingkungan
pesisir terdiri dari bermacam ekosistem yang berbeda kondisi dan sifatnya. Pada
umumnya ekosistem kompleks dan peka terhadap gangguan. Rusaknya
ekosistem berarti rusak pula sumberdaya didalamnya. Agar akibat negatif dari
pemanfaatan beranekaragam dapat dipertahankan sekeci-kecilnya dan untuk
mencegah kerusakan ekosistem di wilayah pesisir diperlukan suatu pengelolaan,
pemanfaatan dan pengembangan wilayah yang berlandaskan perencanaan
menyeluruh dan terpadu didasarkan atas prinsip-prinsip ekonomi dan ekologi.
37

(a)
Sampah plastik

Sampah styrofoam
24 5
12
12 Sampah kain/tekstil

20 Sampah kertas
124
Sampah aluminium

Sampah karet

Sampah kaca
(b) Sampah plastik
28,74
162,56 552,59
Sampah styrofoam
66,78
Sampah kain/tekstil
1779,89

1063,93
Sampah kertas

Sampah aluminium

210,02 Sampah karet

Sampah kaca

Gambar 5. Jumlah Potongan Sampah (unit/jam) (a) dan Jumlah Berat Sampah
(gr/jam) (b) Berdasarkan Kategori Sampah Anorganik di Sungai
Palu.
38

(a) Buah-buahan
Sayuran
43 2
6 920 Daun
Sabut kelapa

60 Mie
79
Tulang ikan Jeroan ikan Kulit hewan

(b)
919,18 Buah-buahan
482,36
469,98 Sayuran
751,19
578,92 Daun
3053,86
Sabut kelapa
Mie
3792,6
Tulang ikan
1404,12 Jeroan ikan
Kulit hewan

Gambar 6. Jumlah Potongan Sampah (unit/jam) (a) dan Jumlah Berat


Sampah (gr/jam) (b) Berdasarkan Kategori Sampah Organik di
Sungai Palu.
39

(a) Sampah plastik

Sampah Kaca
2522
40 Sampah Kain/tekstil
23
33Sampah karet
328
Sampah kertas
38
Sampah styrofoam

Sampah Aluminium

(b) Sampah plastik Sampah Kaca Sampah Kain/teks


Sampah Aluminium
743,54
993,56
1268,44
4760,68
3866,58
2980,99
3041,83

Gambar 7. Jumlah Potongan Sampah (unit/m 2) (a) dan Jumlah Berat Sampah
(gr/m2) (b) Berdasarkan Kategori Sampah Anorganik di
Kecamatan Palu Timur.
40

(a) Buah-buahan
Sayuran

31 Daun
210
8 102 265 4 Sabut kelapa Tinja
56 Tulang ikan Kulit udang Kulit kacang Lamun
397 84 Kulit telur
369 Kayu/ranting

4353

(b) Buah-buahan
630,66 Sayuran
Daun
87,92 2371,43
1579,88 Sabut kelapa
9422,71 Tinja
23801,86
Tulang ikan
7462,01 Kulit udang
Kulit kacang
760,69 Lamun
283,84 815,19 5056,57
Kulit telur
Kayu/ranting

Gambar 8. Jumlah Potongan Sampah (unit/m2) (a) dan Jumlah Berat Sampah
(gr/m2) (b) Berdasarkan Kategori Sampah Organik di Kecamatan
Palu Timur.
41

(a) Sampah plastik

Sampah Kaca
23 4327
30 74
65
Sampah Kain/tekstil

Sampah karet
709
Sampah kertas
Sampah styrofoam Sampah Aluminium

(b) Sampah plastik


3291,041006,18Sampah Kaca
670,84
878,65
Sampah Kain/tekstil
10701,28 Sampah karet

3441,47 Sampah kertas

Sampah styloform
2886,96
Sampah Aluminium

Gambar 9. Jumlah Potongan Sampah (unit/m2) (a) dan Jumlah Berat Sampah
(gr/m2) (b) Berdasarkan Kategori Sampah Anorganik di
Kecamatan Palu Barat.
42

(a) Buah-buahan Sayuran


Daun

2 Sabut kelapa Mie


Tulang ikan Kulit udang Kulit hewan Kulit kacang
274 134 72
Rumput laut/lamun
14
3 Tinja
1123 27
176
19
2

(b) Buah-buahan
Sayuran
556,78
675,2 2433,48 Daun
252,36 647,68
Sabut kelapa
1377,85
Mie
11377,63
Tulang ikan
4678,92
Kulit udang
Kulit hewan
151,19
2100,55 Kulit kacang
3104,04
Lamun
Tinja

Gambar 10. Jumlah Potongan Sampah (unit/m 2) (a) dan Jumlah Berat
Sampah (gr/m2) (b) Berdasarkan Kategori Sampah Organik di
Kecamatan Palu Barat.
43

Berdasarkan tabel sampah organik dan sampah anorganik nilai data


tersebut selanjutnya dirata-ratakan baik dari jumlah potongan maupun berat
sampah yang telah dikumpulkan. Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan dalam
Tabel 11 dan Tabel 12.
Tabel 11. Nilai Rata-Rata Sampah Organik
Jumlah Berat Jumlah Jumlah Berat
Potongan (g) Potongan Berat (g) Potongan (g)

C1 51 2266.5 B1 147 6499.25 A1 3463 18014


C2 77 4677.2 B2 107 6582.38 A2 2445 14619
C3 21 2333.4 B3 337 11368.62 A3 2052 12340
C4 21 3488.6 B4 145 10730.31 A4 1038 8392.3

42.5 3191.4 196.33 8795.14 2249.5 13341
Keterangan :
C1-C4 = Lokasi Sungai
B1-B4 = Lokasi Pesisir Kecamatan Palu Barat
A1-A4 = Lokasi Pesisir Kecamatan Palu Timur
Jumlah Potongan

(a)4000
3000
2000
1000
0

A1A2A3A4B1B2B3B4C1C2C3C4
Stasiun Penelitian

(b)
20000
Jumlah Berat (gr)

15000
10000
5000
0
A1 A2 A3 A4 B1 B2 B3 B4 C1 C2 C3 C4

Stasiun Penelitian

Gambar 11. Grafik Jumlah Rata-Rata Potongan (unit) (a) dan Jumlah Rata-
Rata Berat (gr) Sampah Organik.
44

Jumlah sampah organik yang dihasilkan dalam penelitian ini dengan jelas
dapat dilihat dalam Tabel 11. Nilai rata-rata jumlah potongan sampah organik
terbanyak terdapat dilokasi A1- A4 yaitu sebanyak 2249.5 diikuti oleh lokasi B1 –
B4 sebanyak 196.33 dan C1-C4 sebanyak 42.5. Sedangkan untuk nilai tertinggi
rata-rata berat potongan sampah terdapat dilokasi B1-B4 yaitu 8795.14 diikuti
oleh lokasi A1-A4 seberat 13341 dan C1-C4 seberat 3191.4.

Tabel 12. Nilai Rata-Rata Sampah Anorganik


Jumlah Berat Jumlah Jumlah Berat
Potongan (g) Potongan Berat (g) Potongan (g)
C1 30 618.53 B1 216 7109.46 A1 106 3423.7
C2 84 1094.9 B2 290 3677.68 A2 151 3902.3
C3 38 1858.4 B3 250 7062.62 A3 155 5932.5
C4 27 271.23 B4 209 209 A4 97 4024.6
∑ 44.75 960.76 241.25 4514.69 127.25 4320.8
Keterangan :
C1-C4 = Lokasi Sungai
B1-B4 = Lokasi Pesisir Kecamatan Palu Barat
A1-A4 = Lokasi Pesisir Kecamatan Palu Timur

(a)
Jumlah Potongan

300
200
100
0

A1A2A3A4B1B2B3B4C1C2C3C4
Stasiun Penelitian

(b)
8000
Jumlah Berat (gr)

6000
4000
2000
0
A1 A2 A3 A4 B1 B2 B3 B4 C1 C2 C3 C4

Stasiun Penelitian

Gambar 12. Grafik Jumlah Potongan dan Berat Sampah Anorganik


45

Jumlah nilai rata-rata sampah anorganik yang terdeposit didaerah intertidal


dalam penelitian ini berdasarkan hasil data tabel diatas menunjukan bahwa jumlah
potongan sampah anorganik terdapat dilokasi B1-B4 yaitu sebanyak 241.25
potong selanjutnya lokasi A1-A4 sebanyak 127.25 potong dan lokasi C1-C4
sebanyak 44.75 potong. Menilik berat rata-rata potongan sampah anorganik, nilai
berat tertinggi terdapat dilokasi B1-B4 yakni dengan berat 4514.69 yang
selanjutnya diikuti lokasi A1-A4 dan C1-C4 masing-masing seberat 4320.8 dan
960.76.

4.4 Analisis Kualitas Perairan Teluk Kota Palu


Jacobsen et.al., (2010) menyatakan bahwa terdapat dua fatkor yang
mempengaruhi kualitas perairan yaitu faktor alam dan faktor aktivitas manusia.
Faktor alam dapat terjadi pada saat air telah sampai ke bumi, infiltrasi kedalam
tanah atau mengalir dipermukaan tanah. Komposisi kimia tanah atau batuan yang
dilalui air tersebut akan memberikan andil terhadap bagaimana kualitas air, karena
selama pergerakan air tersebut terjadi pelarutan secara alami (Morris, 2007).
Kondisi kualitas perairan Sungai Palu dan di pesisir Teluk Kota Palu dapat dilihat
dalam Tabel 13 diberikut ini.

Tabel 13. Hasil Analisa Parameter Kualitas Air di Sungai Palu


HASIL ANALISA BAKU
NO PARAMETER SATUAN MUTU *
KA 1 KA 2 KA 3
1. Temperatur 0
C 29,5 29,0 29,6
2. Padatan Tersuspensi mg/l 25,21 26,42 25,14 50
3. BOD mg/l 1,55 1,35 1,52 3
4. COD mg/l 3,11 2,75 3,04 25
5. Turbiditas NTU 47,00 52,00 48,00
6. Salinitas PSU 0,00 0,00 0,00
7. NO3 sebagai N mg/l 3,21 3,45 3,18 10
8. NH3-N mg/l 0,00 0,00 0,00
9. NO2-N mg/l 0,02 0,03 0,02 0,06
Keterangan : * = Baku Mutu Air Berdasarkan PP.RI No.82 Th.2001 Kelas II
46

Tabel 14. Hasil Analisa Parameter Kualitas Air di Pesisir Teluk Kota Palu
HASIL ANALISA BAKU MUTU
NO PARAMETER SATUAN **
KB 1 KB 2 KB 3 (Alami)
1. Suhu 0
C 30,3 29,8 30,2 Coral : 28-30
Bakau : 28-32
2. Padatan mg/l 32,21 30,55 31,45 Coral : 20
Tersuspensi Bakau :80
3. BOD mg/l 0,65 0,63 0,66 20
4. COD mg/l 1,69 1,71 1,69
5. Turbiditas NTU 38 32 38
6. Salinitas PSU 26 16 28 Coral : 33-34
Bakau : s/d 34
7. NO3 (Nitrat) mg/l 0,05 0,05 0,05 0,08
8. NH3-N mg/l 0,00 0,00 0,00 0,03
9. NO2-N (Nitrit) mg/l 0,03 0,05 0,05
Keterangan : ** = Baku Mutu Air Laut Kep.51/MENLH/2004

Sebaran karakteristik parameter fisika dan kimia dapat menunjukkan


seberapa besar tingkat pencemaran yang ada pada masing-masing stasiun
pengamatan dengan meggunakan Baku Mutu Berdasarkan Kepmen-LH 51 Tahun
2004 untuk pariwisata dan Baku Mutu Air Berdasarkan PP.RI No.82 Th.2001
Kelas II. Nilai Parameter padatan tersuspensi tertinggi air laut terlihat pada stasiun
KB 1 (32,21 mg/l) dan yang terendah pada stasiun KB 2 (30,55 mg/l) sedangkan
pada air sungai nilai padatan tersuspensi tertinggi pada stasiun KA 2 (26,42 mg/l)
dan nilai terendah berada pada stasiun KA 3 (25,14 mg/l).
Perbedaan nilai residu tersuspensi pada masing-masing stasiun baik air
sungai dan air laut dipengaruhi oleh limbah yang mengandung padatan terlarut
seperti misalnya pengerukan atau sedimentasi yang hanyut oleh run-off dan
mengendap dikawasan pantai. Nilai padatan tersuspensi yang ada pada setiap
stasiun menunjukkan angka yang kurang baik untuk kawasan pesisir pantai.
Sedimentasi di teluk sebagian besar berasal dari Sungai Palu sangat
mengkhawatirkan. Jika sedimentasi ini tidak diatasi, maka ancaman rob (luapan
akibat tingginya permukaan air laut saat pasang) akan mengancam penduduk.
47

Selain itu juga akibat sedimentasi menentukan kemampuan air untuk


merambatkan cahaya sangat penting, tanpa sinar matahari fotosisntesis tidak
mungkin terjadi dan kehidupan dilaut tidak akan dapat bertahan. Sinar matahari
dapat diabsorbsi secara cepat oleh air laut hingga mencapai 100 m pada lautan
yang jernih. Pada air yang keruh sinar ini hanya mencapai 10 m hingga 30 m dan
untuk perairan yang sangat keruh hanya mencapai 3 m. Penetrasi cahaya ini akan
mempengaruhi tipe dan distribusi dari organisme yang ada didalam laut dan suhu
dari air laut. Selain padatan tersuspensi fakror Suhu rata-rata untuk perairan
sungai di tiga stasiun pengamatan berkisar 290C dan Suhu untuk perairan laut
berkisar antara 29-300C. Secara alami menurut baku mutu air laut dapat
memungkinkan toleransi suhu untuk karang dan hutan bakau dapat tumbuh
dengan baik yaitu pada kisaran suhu 28-320C.
Selain parameter fisik, parameter kimia juga mempengaruhi kualitas air
suatu perairan. Untuk parameter salinitas air laut pada ketiga lokasi pengamatan
berkisar 20-28 PSU. Pada stasiun KB 2 dengan jumlah run-off yang lebih banyak
memiliki salinitas yang rendah dibandingkan stasiun KB 1 dan KB 3. Masuknya
air limbah dari daratan sangat mempengaruhi salinitas air laut. Beberapa biota
termasuk lamun sangat peka terhadap perubahan salinitas, bahkan beberapa biota
akan mengalami kematian apabila terjadi perubahan drastis terhadap perubahan
salinitas ini. Selanjutnya nilai untuk BOD5 air sungai (KA 1-KA 3) berkisar
antara 1,35 mg/l sampai 1,55 mg/l. Berdasarkan kategori ini air sungai masih
dalam keadaan yang baik karena belum melebihi baku mutu yaitu 3 mg/l.
Sedangkan untuk air laut berkisar antara 0,63 mg/l sampai 0,66 mg/l. Walaupun
belum melebihi nilai baku mutu air laut yakni 20 mg/l namun demikian stasiun
yang harus diperhatikan adalah stasiun KB 1 dan KB 3 yang menjadi tempat
wisata umum.
Pengukuran BOD merupakan cara pengukuran yang sangat populer
penggunaannya untuk memeriksa terjadinya cemaran bahan organik, karena
dengan cara ini cukup mudah untuk mengukur jumlah dari molekul oksigen yang
digunakan oleh bakteri untuk mengoksidasi kandungan bahan organik di dalam
sampel air. Oleh karena itu BOD sering diartikan sebagai jumlah oksigen dalam
sistem perairan yang dibutuhkan oleh bakteri aerobik untuk menguraikan atau
48

merombak bahan organik dalam air melalui proses oksidasi biokimiawi secara
dekomposisi aerobik. Limbah cair yang dihasilkan oleh rumah tangga banyak
mengandung bahan organik yang dicirikan dengan tingginya BOD pada air yang
tercemar limbah.
Selanjutnya untuk kandungan nitrat air sungai nilai tertinggi terlihat pada
stasiun KA 2 (3,21 mg/l) dan yang terendah pada stasiun KA 3 (3,18 mg/l).
Sedangkan kandungan nitrat dalam air laut memiliki nilai rata-rata 0,05 mg/l
disetiap stasiun KB 1 sampai KB 3. Secara keselurah parameter kualitas air sungai
masih baik, sedangkan untuk air laut padatan tersuspensi cukup tinggi atau dengan
kata lain telah melewati ambang batas baku mutu air laut untuk kualitas
pertumbuhan karang.

4.5 Analisis Dampak Sampah Bagi Lingkungan Pesisir


Dampak sampah organik dan anorganik terhadap kualitas perairan sungai
utama dan pesisir Teluk Kota Palu dapat dilakukan dengan salah satu cara yaitu
dengan menggunakan Analisa Komponen Utama (Principal Component Analysis)
atau yang lebih dikenal dengan teknik PCA. Analisis Komponen Utama
merupakan salah satu teknik ordinasi yang memproyeksikan dispersi matriks data
multi dimensional sehingga dapat ditemukan hubungan antara variable dan
hubungan antar objek (Haeruman, 1979).
Analisis komponen utama dalam Gambar 13 menjelaskan karakteristik
kualitas air terhadap parameter suhu, TSS, BOD, COD, turbiditas, salinitas, nitrat,
nitrit, dan sampah. Hasil PCA memperlihatkan bahwa informasi penting terhadap
sumbu terpusat pada 2 sumbu utama 1 dan 2 dengan kontribusi masing-masing
sumbu sebesar 75% dan 16% total sebesar 91%.
Korelasi setiap parameter (T = Suhu, TSS = Tersuspensi, BOD, COD, SL
= Salinitas, NO3, NO2, SOP = Sampah Organik Potongan, SOB = Sampah
Organik Berat, SAP = Sampah Anorganik Potongan, SAB = Sampah Anorganik
Berat) diperlihatkan dalam Tabel 15. Parameter suhu berkorelasi positif dengan
salinitas. Semakin tinggi suhu pada perairan akan meningkatkan salinitas. Hal ini
disebabkan oleh meningkatnya evaporasi air dan minimnya presipitasi begitu juga
sebaliknya. Korelasi positif lain dapat juga dilihat pada parameter suhu dan nitrat,
peningkatan suhu perairan dapat meningkatkan kadar nitrat di perairan karena
49

masuknya bahan pencemar di perairan dapat merubah sistem ekologi perairan


yang berdampak pada biota. Potongan sampah organik mempunyai korelasi
positif dengan turbiditas. Meningkatnya sampah organik akan meningkatkan
kekeruhan suatu perairan yang berdampak pada pencemaran dan penetrasi sinar
matahari ke perairan, terhambatnya sinar matahari akan menurunkan
produkstivitas perairan yang berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan.
Potongan sampah anorganik berkorelasi positif dengan nitrit pada perairan,
peningkatan sampah anorganik membuat proses nitrifikasi meningkat dan dalam
keadaan yang terus menerus dapat mengakibatkan kondisi hipoksia perairan yang
berdampak pada menurunnya kualitas air. Organisme klomang juga berkorelasi
positif terhadap berat sampah anorganik karena semakin berat/banyak jenis
sampah yang ada maka populasi klomang juga meningkat.
Menilik hasil analisa PCA antara parameter dalam matriks korelasi
karakteristik kua litas air, yang ditunjukkan Gambar 13 bahwa dalam siklus
korelasi semua parameter masuk dalam lingkaran di dua sumbu utama masing-
masing 16% dan 75% menghasilkan ragam 91%. Hal ini dapat digambarkan
bahwa memang adanya korelasi antar parameter kualitas air di Teluk Kota Palu.
Lanjutkan Nicoooooooooooo
50

Correlations circle on axes 1 and 2 (91% ) Observations on axes 1 and 2


1,5 (91% )
3
2,5 KB 2
2
1
-- axis 2 (16% ) -->

KL 1,5
0,5 SAP 1

-- axis 2 (16% ) -->


0 SAB
0,5 KKAA 13
-0,5 BNCOD3D TR NSO2P
SOB SHTSS 0
-1 -0,5 KA 2
-1,5 -1
-1,5 KB 3
-2 KB 1
-2,5
-2 -1 0 1 2

-- axis 1 (75% ) --> -5 0 5


-- axis 1 (75% ) -->

Biplot on axes 1 and 2 (91% )


KB
3
2,5 2
2
1,5 KL
1 KA
KA 1 SSAAPB
NSO2P
-- axe 2 (16% ) -->

0,5 3
0 BCNOD
-0,5 3
-1 KA T2 R SHS O B
-1,5
T S S
-2 KB 3
-2,5
KB 1

-5 0 5
-- axe 1 (75% ) -->

Gambar 13. Korelasi Karakteristik Kualitas Air Teluk Kota Palu


51

Tabel 15. Matriks Korelasi Sampah Organik dan Anorganik Dengan Parameter Kualitas Air

T TSS BOD COD TR SL NO3 NO2 SOP SAP SOB SAB KL

T 1 0.8122 -0.7601 -0.7593 -0.7690 0.8431 -0.8575 0.2397 0.4713 0.1605 0.7609 0.4204 -0.2239

TSS 0.8122 1 -0.9839 -0.9873 -0.8402 0.9787 -0.9682 0.7090 0.6608 0.4109 0.9666 0.6474 -0.4857

BOD -0.7601 -0.9839 1 0.9992 0.8951 -0.9875 0.9796 -0.8005 -0.7681 -0.5516 -0.9934 -0.7676 0.3833

COD -0.7593 -0.9873 0.9992 1 0.8783 -0.9850 0.9752 -0.7934 -0.7569 -0.5243 -0.9882 -0.7468 0.4174

TR -0.7690 -0.8402 0.8951 0.8783 1 -0.9251 0.9423 -0.7133 -0.8322 -0.7409 -0.9363 -0.8948 -0.0590

SL 0.8431 0.9787 -0.9875 -0.9850 -0.9251 1 -0.9981 0.7154 0.7700 0.5171 0.9865 0.7500 -0.3200

NO3 -0.8575 -0.9682 0.9796 0.9752 0.9423 -0.9981 1 -0.7011 -0.7695 -0.5373 -0.9846 -0.7637 0.2690

NO2 0.2397 0.7090 -0.8005 -0.7934 -0.7133 0.7154 -0.7011 1 0.7594 0.8062 0.8111 0.8621 -0.1996

SOP 0.4713 0.6608 -0.7681 -0.7569 -0.8322 0.7700 -0.7695 0.7594 1 0.7290 0.7866 0.8898 0.0380

SAP 0.1605 0.4109 -0.5516 -0.5243 -0.7409 0.5171 -0.5373 0.8062 0.7290 1 0.6253 0.9429 0.4110

SOB 0.7609 0.9666 -0.9934 -0.9882 -0.9363 0.9865 -0.9846 0.8111 0.7866 0.6253 1 0.8199 -0.2799

SAB 0.4204 0.6474 -0.7676 -0.7468 -0.8948 0.7500 -0.7637 0.8621 0.8898 0.9429 0.8199 1 0.2100

KL -0.2239 -0.4857 0.3833 0.4174 -0.0590 -0.3200 0.2690 -0.1996 0.0380 0.4110 -0.2799 0.2100 1
52

4.6 Pengelolaan Sampah Dengan Pendekatan Refuse Storage, Refuse


Collection, Refuse Disposal Serta 3R+P (Reduce, Reuse, Recycle and
Participant)

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa bertambahnya volume


sampah merupakan dampak dari berkembangnya sebuah kota, begitu pula dengan
Kota Palu terutama di wilayah pesisir pantainya dimana permasalahan sampah
menjadi persoalan yang harus segera dikelola dengan baik untuk mendapatkan
dampak yang tidak merugikan bagi masyarakat dan lingkungan.
Data yang diperoleh dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Palu
tahun 2008 diperkirakan volume sampah darat untuk kecamatan Palu Barat (360
m3/hari) dan Palu Timur (220 m3/hari) serta volume potongan sampah pesisir
(organik dan anorganik) teluk Kota Palu tahun 2011 masing-masing Kecamatan
Palu Barat 736 potong sampah organik dan 965 potong sampah anorganik
sedangkan untuk Kecamatan Palu Timur terdapat 8998 potong sampah organik
dan 509 potong sampah anorganik. Jumlah total kedua kecamatan tersebut baik
untuk sampah organik dan anorganik masing-masing adalah Kecamatan Palu
Timur sebanyak 9507 potong dan Kecamatan Palu Barat sebanyak 1701 potong.
Jumlah sampah tersebut jika tidak diperhatikan dan ditanggulangi secara serius
akan semakin bertambah banyak dan berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat
serta dapat merubah topografi pesisir pantai.
Mengelolah suatu permasalahan tidak terlepas dari prinsip-prinsip
pengelolaan itu sendiri yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengawasan (Doyle, 2008). Pengelolaan sampah baik di darat maupun di wilayah
pesisir pantai teluk Kota Palu menurut kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Kota Palu telah ikut melaksanakan prinsip-prinsip pengelolaan tersebut.
Pengelolaan sampah menurut Sumarwoto (1999) adalah perlakuan
terhadap sampah untuk memperkecil atau menghilangkan masalah-masalah yang
berkaitan dengan lingkungan. Penanganan masalah sampah baik dalam kota
maupun dipesisir pantai memang tidak mudah karena melibatkan banyak pihak,
memerlukan teknologi, dana yang cukup besar serta diperlukannya keinginan
yang kuat untuk melaksanakannya. Soemarwoto (1999) memandang bahwa
53

pemulung melakukan pekerjaan yang berguna dengan didasari oleh tiga fungsi
pemulung yaitu :
1). Memulung merupakan sumber kehidupan/mata pencarian bagi
masyarakat yang kurang mampu.
2). Pemulung dapat mengurangi jumlah bahan yang perlu dibuang.
3). Pemulung sebagai bentuk daur ulang, melestarikan materi, energi serta devisa
daerah.
Dengan demikian, pemulung merupakan tahap pertama dalam sistem daur
ulang untuk kategori sampah anorganik sedangkan untuk sampah organik
biasanya dijadikan pupuk kompos oleh pemulung yang mendapatkan bahan
mentah dari sampah dan mengubahnya menjadi komoditi sehingga dapat
menguntungkan keseluruhan sistem pengelolaan sampah walaupun menimbulkan
juga masalah-masalah lain.
Pengelolaan sampah di pesisir Kota Palu sangatlah diperlukan karena Kota
Palu saat ini memiliki rencana pembangunan Center Point Teluk Palu dan
Kawasan Pesisir Teluk Palu (BAPPEDA Kota Palu, 2010). Pembangunan Center
Point Teluk Palu (CPTP) dan Kawasan Pesisir Teluk Palu dilatarbelakangi oleh
hasil kajian revitalisasi kawasan Teluk Palu. Teluk Palu secara alamiah telah
menjadi landmark kawasan bagi Kota Palu, serta dapat menjadi andalan untuk
dipromosikan pada skala nasional bahkan skala internasional. Teluk Palu
memiliki potensi wisata luar biasa yang dapat menunjang perekonomian
masyarakat yang berada di sekitar Teluk Palu, bahkan Kawasan Teluk Palu dapat
menjadi primadona pendapatan daerah yang secara administrasi memiliki
Kawasan Teluk Palu. Potensi ini kini tinggal membutuhkan keseriusan
pengelolaan untuk mewujudkannya menjadi kawasan wisata kebanggaan bersama.
Oleh karena itu berbagai jenis sampah di pesisir Kota Palu ini untuk
pengelolaan tersebut terdapat 3 hal pokok dalam mengurangi sampah yakni :
1). Penyimpanan sampah (refuse storage)
2). Pengumpulan sampah (refuse collection)
3). Pembuangan sampah (refuse disposal) termasuk pengangkutan sampah dan
sekaligus pemusnahan sampah.
54

Pengelolaan sampah yang terpadu dan berkelanjutan diperlukan Kota Palu


yaitu dengan suatu konsep pengelolaan sampah dengan menggabungkan antara
penyimpanan, pengumpulan dan pembuangan sampah serta mengintegrasikan
prinsip 3R+P (reduce, reuse, recycle dan Partisipant). Reduce adalah mengurangi
timbunan sampah pada sumbernya. Reuse adalah sampah yang ada dimanfaatkan
sesuai fungsi awal, baik dengan merubah bentuknya atau tetap seperti semula,
sedang recycle adalah proses pengolahan sampah yang dapat menghasilkan
produk yang bermanfaat kembali. Pendekatan reduce, reuse, recycle memiliki tiga
manfaat, yaitu: (1) mengurangi ketergantungan terhadap TPA sampah yang
semakin sulit didapatkan, (2) meningkatkan efisiensi pengolahan sampah, dan (3)
menciptakan peluang usaha bagi masyarakat. Penerapan reduce, reuse, recycle
pada pengelolaan sampah akan berhasil dengan baik bila dilakukan dengan
melibatkan partisipasi seluruh aktor (stake holders) terkait, seperti pemerintah,
pengusaha, LSM, dan masyarakat.
Keberhasilan pengelolaan sampah secara terpadu ini tergantung dari
partisipasi masyarakat, sebagai penghasil utama sampah. Partisipasi masyarakat
ini dapat berupa pemilahan antara sampah organik dan sampah anorganik dalam
proses pewadahan, atau melalui pembuatan kompos dalam skala keluarga dan
mengurangi penggunaan barang yang tidak mudah terurai. Konsep atau model
pengelolaan sampah yang berbasis masyarakat secara terpadu dan berkelanjutan
dapat dilihat dalam Gambar 14.
Armada pengangkutan sampah yang dimiliki Dinas Kebersihan dan
Pertamanan Kota Palu dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dapat dilihat
dalam Tabel 16 berikut ini :
Tabel 16. Jenis, Jumlah dan Kondisi Peralatan Penanganan Sampah
No Jenis Peralatan Jumlah Kondisi
Baik Rusak Rusak Berat
1. Truck Pengangkut 20 10 5 5
2. Container 12 10 2 -
3. Gerobak Sampah 25 21 4 -
4. Excavator 1 1 - -
5. Mesin Pencacah 1 1 - -
Sumber : Dinas Kebersihan Dan Pertamanan Kota Palu, 2011
55

Berdasarkan tabel diatas dapat dikatakan bahwa sumberdaya berupa


peralatan yang dimiliki oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Palu Belum
cukup memadai untuk pengelolaan sampah Kota Palu. Ali (2010) menyatakan
bahwa untuk mengangkut sampah di Kota Palu dengan wilayahnya yang cukup
luas idealnya dibutuhkan sedikitnya 35 buah truck sampah.

Gambar 14. Model Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat

4.7 Persepsi Masyarakat Terhadap Sampah di Sungai dan


Pesisir Teluk Kota Palu

Persepsi masyarakat terhadap masalah sampah organik maupun anorganik


di Sungai Palu dan pesisir Kota Palu cukup bervariasi. Untuk mengetahui tingkat
persepsi dari masyarakat tersebut digunakan teknik wawancara dengan
menyebarkan kuisioner secara random diempat titik lokasi penelitian yaitu
bentaran sungai kecamatan Palu Timur dan Palu Barat serta pesisir pantai
kecamatan Palu Timur dan Palu Barat sebagai data awal dalam pengelompokan
beberapa pertanyaan dasar tentang sampah. Keempat lokasi penelitian tersebut
disebar masing-masing 20 kuisioner (responden), jadi total kesemuanya adalah 80
kuisioner (responden) yang dihasilkan.
56

Jenis pertanyaan yang disadurkan dapat dilihat dalam lampiran 8.


Beberapa pertanyaan penting berdasarkan kategori pengamatan yang dapat
menggambarkan tentang hubungannya dengan pencemaran sampah diantaranya
adalah pendapatan masyarakat, jumlah berat buangan sampah (Kg/hari) serta
penanganan sampah yang dihasilkan setiap hari.

a. Pendapatan Masyarakat
Korelasi antara pendapatan masyarakat dengan pencemaran sampah adalah
semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang/keluarga diasumsikan semakin
banyak juga sampah yang dihasilkan sebagai hasil akhir dari suatu aktivitas.
Gambar 15 (a) menjelaskan bahwa pendapatan masyarakat/responden secara
persentase jumlah pendapatan di bentaran sungai kecamatan Palu Timur dimulai
dari sebagian besar berpenghasilan per-bulannya Rp.500.000-Rp.1.000.000 (65%)
kemudian berturut-turut penghasilan sebesar Rp.1.000.000-Rp.2.000.000 (20%),
Rp.2.000.000-Rp.3.000.000 (10%), Rp.3.000.000-Rp.4.000.000 (5%) dan yang
terakhir adalah lebih dari Rp.5.000.000 (0%). Gambar 15 (b) menunjukkan bahwa
masyarakat/responden yang berada disepanjang pesisir pantai kecamatan Palu
Timur rata-rata berpenghasilan sebesar Rp.500.000-Rp.1.000.000 (70%)
kemudian berturut-turut Rp.1.000-000-Rp.2.000.000 (20%), Rp.2.000.000-
Rp.3.000.000 (10%) yang terakhir Rp.3.000.000-Rp.4.000.000 dan yang
berpenghasilan lebih dari Rp.5.000.000 masing-masing (0%).
Gambar 16 (a) memperlihatkan bahwa nilai persentase pendapatan
masyarakat/responden di bentaran sungai kecamatan Palu Barat lebih variatif. Hal
ini dapat dilihat dari besaran nilai persentase pendapatan Rp.500.000-
Rp.1.000.000 (80%) berturut-turut Rp.1.000.000-Rp.2.000.000 (15%),
penghasilan lebih dari Rp.5.000.000 (5%) terakhir Rp.2.000.000-Rp.3.000.000
dan Rp.3.000.000-Rp.4.000.000 sebesar (0%). Gambar 16 (b) berturut-turut
menunjukan variatif nilai persentase tertinggi mulai dari pendapatan sebesar
Rp.500.000-Rp.1.000.000 (40%), Rp.1.000.000-Rp.2.000.000 (30%),
Rp.2.000.000-Rp.3.000.000 (25%), Rp.3.000.000-Rp.4.000.000 (5%) dan yang
terakhir penghasilan lebih dari Rp.5.000.000 sebesar (0%).
57

(a) Rp.500.000- Rp.1.000.000

5% 0% Rp.1.000.000- Rp.2.000.000
Rp.2.000.000- Rp.3.000.000
10% Rp.3.000.000- Rp.4.000.000
20% < Rp.5.000.000
65%

(b) Rp.500.000- Rp.1.000.000


0%0% Rp.1.000.000- Rp.2.000.000
10% Rp.2.000.000- Rp.3.000.000
Rp.3.000.000- Rp.4.000.000
20% < Rp.5.000.000

70%

Gambar 15. Pendapatan Masyarakat di Bentaran Sungai (a)


dan Pesisir Pantai (b) Kecamatan Palu Timur.
58

a Rp.500.000- Rp.1.000.000
0% 5% Rp.1.000.000- Rp.2.000.000
0%
Rp.2.000.000- Rp.3.000.000
15% Rp.3.000.000- Rp.4.000.000
< Rp.5.000.000

80%

b Rp.500.000-
5% 0%
Rp.1.000.000
Rp.1.000.000-
25% 40% Rp.2.000.000
Rp.2.000.000-
Rp.3.000.000
30%
Rp.3.000.000-
Rp.4.000.000
< Rp.5.000.000

Gambar 16. Pendapatan Masyarakat di Bentaran Sungai (a)


dan Pesisir Pantai (b) Kecamatan Palu Barat.
59

b. Berat Buangan Sampah


Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia.
Setiap aktifitas pasti menghasilkan buangan atau sampah. Jumlah atau
volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi terhadap
barang/material yang di gunakan sehari-hari. Gambar 17 (a)
memperlihatkan nilai persentase berat (kg) buangan sampah per-hari
dibentaran sungai kecamatan Palu Timur berturut-turut mulai dari yang
tertinggi adalah ± 1 kg (65%), ± 2 kg (25%), ± 4 kg dan 5 kg masing-
masing (5%) dan terakhir ± 3 kg (0%). Gambar 17 (b) menunjukkan nilai
persentase hasil buangan sampah masyarakat/responden mulai dari yang
tertinggi adalah ± 1 kg (75%), ± 2 kg (15%), < 5 kg (10%), hasil buangan
sampah ± 3 kg dan ± 4 kg masing-masing (0%).
Gambar 18 (a) memperlihatkan nilai persentase berat buangan
sampah (kg/hari) di bentaran sungai kecamatan Palu Barat dimulai dari
yang tertinggi adalah ± 1 kg (75%), ± 2 kg (15%), lebih dari 5 kg (10%)
sedangkan untuk berat sampah ± 3 kg dan 4 kg masing-masing sebesar
(0%). Gambar 18 (b) juga menunjukkan berat buangan sampah ± 1 kg
(75%), kemudian selanjutnya berat sampah lebih dari 5 kg cukup besar
yaitu (20%), selanjutnya berat sampah ± 2 kg (5%), ± 3 kg dan 4 kg
memiliki nilai persentase yang sama yakni (0%).
60

a 1 kg
0% 5% 5%
2kg
25%
3kg
65%

4kg

< 5kg

b 1 kg
0% 0%
10% 2kg
15%
3kg

75%
4kg

< 5kg

Gambar 17. Berat Buangan Sampah (Kg/hari) di Bentaran Sungai (a)


dan Pesisir Pantai (b) Kecamatan Palu Timur.
61

a 1 kg
0% 0%
10% 2kg
15%
3kg

75%
4kg

< 5kg

b 1 kg
0%
0%
5% 20% 2kg

3kg
75%
4kg

< 5kg

Gambar 18. Berat Buangan Sampah (Kg/hari) di Bentaran Sungai (a)


dan Pesisir Pantai (b) Kecamatan Palu Barat.
62

a. Penanganan/Pengelolaan Sampah
Konsep pengelolaan sampah diempat lokasi penelitian yakni bentaran
sungai kecamatan Palu Timur dan Palu Barat serta pesisir kecamatan Palu Timur
dan Barat memiliki persoalan yang mendesak dan cukup sulit untuk diatasi seperti
kurangnya fasilitas TPS (Tempat Pembuangan Sementara) serta kurang
berfungsinya distribusi pengangkutan oleh armada/truk sampah yang
memungkinkan masyarakat langsung membuang sampahnya ke sungai atau ke
pesisir pantai dengan alasan lebih mudah dijangkau.
Diagram persentase dalam Gambar 19 (a) (b) dan Gambar 20 (a) (b)
memperlihatkan bahwa dalam penanganan/pengelolaan sampah setiap hari
diempat titik lokasi penelitian yaitu di bentaran sungai kecamatan Palu Timur dan
Palu Barat serta pesisir kecamatan Palu Timur dan palu Barat ini sangat
bervariasi. Lokasi bentaran sungai kecamatan Palu Timur dan pesisir pantai
kecamatan Palu Barat lebih memilih buangan sampahnya secara langsung ke
sungai atau ke lingkungan pesisir pantai. Hasil persentasi dalam Gambar 19 (a)
dan Gambar 20 (b) menunjukkan masing-masing lokasi tersebut yaitu 90% dan
80%. Hasil lain menunjukan bahwa dalam penanganan sampah masyarakat di
bentaran sungai kecamatan Palu Barat dan pesisir pantai kecamatan Palu Timur
lebih memilih untuk membuang sampahnya ke TPS. Persentasi dalam Gambar 19
(b) dan Gambar 20 (a) memperlihatkan masing-masing lokasi penelitian yaitu
43% dan 55%. Responden lainnya juga dalam lokasi ini memilih membuang
sampahnya secara langsung ke sungai dan pesisir pantai atau membuat lubang
kemudian dibakar.
Lokasi pengambilan data responden di Kecamatan Palu Timur dan
Kecamatan Palu Barat memperlihatkan beragamnya pola atau tingkah laku dalam
penanganan/pengelolaan sampah di masing-masing wilayah tersebut.
Penanganan/pengelolaan sampah masyarakat di bentaran sungai Kecamatan Palu
Timur berdasarkan hasil observasi dominan lebih memilih untuk membuang
secara langsung ke sungai atau pesisir pantai di sebabkan karena menurut
masyarakat lebih mudah atau lebih praktis untuk dilakukan setiap hari, selain itu
tidak tersedianya TPS yang memadai dilingkungan mereka telah menjadikan
alasan ini tepat untuk dilakukan. Alasan lainnya yaitu letak pemukiman penduduk
63

yang jarakanya relatif lebih dekat ke arah sungai bila di bandingkan dengan lokasi
pemukiman penduduk di Kecamatan Palu Barat yang jaraknya relatif jauh dari
arah sungai.
Kondisi pemukiman di Kecamatan Palu Barat yang relatif jauh dari sungai
ini lebih memilih membuang sampahnya ke TPS terdekat kemudian membuat
lubang tempat penimbunan atau pembakaran sampah. Masyarakat di Kecamatan
Palu Barat lebih memilih untuk membuat TPS atau tempat-tempat sampah umum
di rumah mereka masing-masing dan juga aktif dalam melakukan program
kebersihan secara swadaya yakni dengan menyewa tenaga pengangkut sampah di
sekitar lingkungan mereka.
Masyarakat dengan pengetahuan yang baik akan arti penting kebersihan
lingkungan sepanjang bentaran sungai Kota Palu dan pesisir pantai kebanyakan
memilih untuk melakukan upaya pengurangan sampah dengan berbagai cara
seperti mengumpulkan, membakar atau menimbun sampah. Masyarakat mulai
peduli akan arti penting dari kebersihan lingkungannya bahkan beberapa
responden menyarankan agar adanya kegiatan-kegiatan penghijauan serta
berinisiatif dengan memberikan retribusi tambahan untuk pengangkutan sampah
sekitar lingkungan mereka. Alasan masyarakat melakukan hal tersebut karena
keterbatasan armada pengangkutan sampah dari pemerintah kota di lingkungan
tempat tinggal mereka. Akan tetapi beberapa reaponden memiliki pandangan yang
berbeda responden mengatakan bahwa mereka tidak memiliki pilihan lain selain
membuang sampah secara langsung ke dalam sungai atau ke pesisir pantai.
Pandangan yang berbeda ini biasanya adalah tanggapan dari responden yang
belum mengetahui akan dampak lingkungan yang kotor.
Hasil data responden menunjukkan bahwa terdapat beberapa jenis penyakit
yang sering dialami oleh masyarakat dilokasi penelitian ini seperti diare, gatal-
gatal pada kulit, batuk, pilek dan demam. Dengan informasi mengenai dampak
pencemaran di Kota Palu mendatang diharapkan pandangan dan pengetahuan
orang akan arti penting lingkungan pesisir pantai terus membaik agar tetap terjaga
keseimbangan ekosistem di lingkungan pesisir Kota Palu.
64

a Dibuang ke sungai/pesisir pantai

0%

10%
Dibuang ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS)/te
Dibuat lubang penampungan kemudian dibakar

90%

b Dibuang ke sungai/pesisir pantai

10% Dibuang ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS)/temp


35%
Dibuat lubang penampungan kemudian dibakar
55%

Gambar 19. Penanganan/Pengelolaan Sampah Masyarakat di Bentaran


Sungai (a) dan Pesisir Pantai (b) Kecamatan Palu Timur
65

a Dibuang ke sungai/pesisir pantai

24% Dibuang ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS)/tem


33%
Dibuat lubang penampungan kemudian dibakar

43%

b Dibuang ke sungai/pesisir pantai

10%
10% Dibuang ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS)/tem
Dibuat lubang penampungan kemudian dibakar

80%

Gambar 20. Penanganan/Pengelolaan Sampah Masyarakat di Bentaran


Sungai (a) dan Pesisir Pantai (b) Kecamatan Palu Barat.
66

4.8 Identifikasi Dampak Biologi Sampah Terhadap Makrozoobenthos


Di Pesisir Kota Palu

Sampah-sampah organik dan anorganik ini tidak hanya dapat


menimbulkan dampak negatif saja misalnya dapat menurunkan nilai estetika
perairan laut tetapi juga dapat berdampak positif. Hal ini dapat dilihat lewat
tingkah laku orgaisme laut yang menginvasi sampah laut. Jika keadaan air laut
surut, pada umumnya terdapat beberapa jenis organisme laut seperti klomang
yang berlindung dibalik sampah-sampah yang ada dari sinar matahari pada saat
mereka terekspos secara langsung oleh sinar matahari (Gambar 21).

Gambar 21. Makrozoobenthos (klomang) Diantara Sampah

Coe dan Rogers (1997) menyatakan bahwa organisme dapat menggunakan


potongan-potongan sampah plastik atau sampah laut lainnya sebagai media
transportasi (floating marine debris) untuk berpindah tempat ke daerah baru,
dimana mereka dapat mengancam spesies asli yang ada disana, bahkan dapat
merubah ekosistem baru itu secara drastis. Barnes (2002) juga menambahkan
bahwa sampah laut yang terapung adalah merupakan sistem transportasi laut yang
umum diinvasi dan bertanggung jawab untuk penyebaran organisme.
Organisme laut (klomang) ini ditemukan dalam lokasi-lokasi kuadran
penelitian disepanjang pesisir Kota Palu. Selain itu ditemukan juga beberapa
67

organisme laut (klomang) di luar kuadran penelitian yang menginvasi sampah-


sampah laut organik dan anorganik yang mengapung.
Makrozoobenthos (klomang) yang ditemukan dalam lokasi penelitian
(B2) tepatnya di daerah pesisir kecamatan Palu Barat terdapat dua jenis klomang,
yaitu satu dari Family Strombidae berjumlah 5 (Strombus labiatus) Roding (1798)
; Dharma (1988,1992), ukurannya 3-4 cm, terdapat di laut dangkal, umum. Kedua
Family Naticidae berjumlah 3 (Polinices tumidus) Swainson (1840) ukurannnya
2-4 cm, terdapat di laut dangkal, umum.
Selanjutnya organisme laut (klomang) yang ditemukan dalam kuadran
(A1) tepatnya di pesisir kecamatan Palu Timur terdapat satu jenis klomang
berjumlah 8. Setelah diidentifikasi cangkangnya dari Family Olividae (Oliva
caerulea) Roding (1798) ; Dharma (1988,1992) ukurannya 3-5 cm, terdapat di
laut dangkal, umum.
Kemudian terdapat satu jenis klomang di lokasi (A3) yang setelah
diidentifikasi cangkang klomang tersebut dari Family Strombidae berjumlah 7
(Stombus gibberulus) Swainson (1821) ; Dharma (1988,1992) ukurannya 3-6 cm,
terdapat di laut dangkal, umum.
68

5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan pembahasan maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan diantaranya :

1. Jenis sampah yang terdeposit di Sungai Palu dan pesisir Kota Palu terdiri atas
sampah organik dan anorganik yakni sampah plastik, sampah karet, sampah
kertas, sampah styrofoam, sampah kaca, sampah kain/tekstil dan sampah
aluminium dan sampah organik yang berupa sisa-sisa sayuran, buah-buahan,
dedaunan, sabut kelapa, mie, jeroan ikan, tulang ikan, ranting/kayu, kulit
udang, kulit hewan, kulit kacang, lamun, kulit telur dan tinja.
2. Jumlah rata-rata potongan (nilai tertinggi) jenis sampah organik berada di
pesisir Kecamatan Palu Timur yakni di pesisir Kelurahan Lere dan Kelurahan
Silae sedangkan jumlah rata-rata berat potongan jenis sampah organik berada
di pesisir kecamatan Palu Barat yakni di pesisir Kelurahan Besusu dan
Kelurahan Talise. Jumlah rata-rata potongan dan berat (nilai tertingi) jenis
sampah anorganik berada di pesisir kecamatan Palu Barat.
3. Dampak pencemaran sampah organik dan anorganik terhadap kualitas
perairan disungai dan pesisir Kota Palu berdasarkan hasil Analisa Komponen
Utama (Principal Component Analysis-PCA) memiliki korelasi yang saling
berkaitan antara parameter kualitas perairan dengan sampah yang dapat
menurunkan kualitas lingkungan pesisir Kota Palu.
4. Metode pengelolaan sampah baik di sungai maupun di pesisir Kota Palu
belum memadai. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya ketersediaan sarana
pembuangan sampah di Kecamatan Palu Barat dan Kecamatan Palu Timur.
69

5.2 Saran
Mengacu pada hasil pengamatan dan pembahasan serta kesimpulan diatas
maka disarankan beberapa hal sebagai berikut :

1. Perlu adanya pemantauan dalam mengendalikan pencemaran yang ada di


sepanjang bentaran Sungai Palu dan pesisir Kota Palu.

2. Pengelolaan lingkungan pesisir Kota Palu dalam mengurangi sampah


organik dan anorganik penting di lakukan yaitu dengan memberdayakan
pemulung sebagai tahap pertama dalam sistem daur ulang kemudian
melakukan :
a. Penyimpanan sampah (storage)
b. Pengumpulan sampah (collection)
c. Pembuangan sampah (disposal) termasuk pengangkutan sampah dan
sekaligus pemusnahan sampah serta penerapan metode 3R+P.

3. Pengelolaan sampah pesisir kurang diperhatikan dibandingkan sampah


dalam kota, sudah saatnya perhatian diberikan kepada lingkungan pesisir
ini mengingat fungsi dari pesisir ini bersifat sistemik yang saling
mempengaruhi terhadap ekosistem lain. Pengelolaan secara terpadu dan
berkelanjutan akan melestarikan lingkungan pesisir ini sehingga fungsinya
akan tetap terjaga dengan baik dan sesuai dengan peruntukannya.
70

DAFTAR PUSTAKA

Aimee AK., Erica F., Melanie M., Johnson B., Victor Simon A., Catherine M.,
2008. Distribution And Abundance Of Anthropogenic Marine Debris
Along The Shelf And Slope Of The Us West Coast. National Marine
Fisheries Service, USA. J Marine Pollution 51 (2008) 108–121.

Ali A. 2010. Analisis Implementasi Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota Palu


Sulawesi Tengah. Tesis Program Pascasarjana Universitas Tadulako
Palu.

Allison RA., Walker TA., Chiew FHS., O” Neill IC., McMahon TA., 2007. From
roads to rivers : Gross Pollutan Removal From Urban Waterways. J
Catchment Hydrology 17 (2007) ; 98-157.

Angela S., Monica F., Costa., 2008. Methods Applied In Studies Of Benthic
Marine Debris. Laboratory of Ecology and Management of Estuarine and
Coastal Ecosystems, Oceanography Department, Federal University of
Pernambuco Brazil. J Marine Pollution 56 (2008) 226–230.

Azwar A., 1996. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Edisi ke-5. Mutiara
Sumber Widya. Jakarta.

BAPPEDA [Badan Perencanaan Pembangunan Daerah] Kota Palu., 2010. Data


Jumlah Penduduk dan sarana prasarana Kota Palu. [Laporan]. Palu-
Sulawesi Tengah.

Brown, SL., Cox R., Feunteun E., Thorin S., Lefeurvre JC., 2003. Overview of
the EUROSAM project and a Decision Support System. J Continental
Shelf Research 23 (2003);1617-1634.

Barnes 2005., In Proc. 11th Int. Bryozool. Assoc. Conf. Smithsonian Tropical
Res. Inst. Panama.

Carey M., Mary JD., Elizabeth F., Christopher S., Christine W., 2007. Factors
affecting marine debris deposition at French Frigate Shoals,
Northwestern Hawaiian Islands Marine National Monument, 1990–2006.
Marine Debris Program Honolulu-USA. J Marine Pollution 54 (2007)
1162–1169.

Chang YC., Hong MT., 2008. A system dynamic based DSS for sustainable coral
reef management in Kenting coastal zone, Taiwan. J Ecological
Modelling 211(2008);153-168.

Cummins KW., 1975. Macroinvertebrates. In B.A. Whitton, (Ed.) River Ecology.


Blackwell Scientific Publ. Oxford, England.
71

Coe JM., Rogers DB., 1997. Marine debris: sources, impacts, and solutions.
University of Virginia- Springer. USA.

Dahuri, R., Rais J., Ginting SP., Sitepu Mj., 2004. Pengelolaan Sumberdaya
Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT Pradnya Paramitha.
Jakarta
Damar A., Setyobudiandi I., Sulistiono., Yulianda F., Kusmana C., Hariadi S.,
Sembiring A., Bahtiar., 2009. Sampling Dan Analisis Data Perikanan
Dan Kelautan. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan-IPB. Bogor.

Dharma B., 1992. Siput dan kerang Indonesia, Jilid 1. PT. Sarana Graha,
University of California-USA.

Diana L., Watters MM., Yoklavich., Milton SL., Donna MS., 2010. Assessing
marine debris in deep seafloor habitats off California. Fisheries Ecology
Division, Southwest Fisheries Science Center, National Marine Fisheries
Service, USA. J Marine Pollution 60 (2010) 131–138.

DKPKP (Dinas Kebersihan Dan Pertamanan Kota Palu)., 2010. Data Jumlah
infrastruktur Kebersihan dan Pertaman Kota Palu (Laporan). Palu-
Sulawesi Tengah.

Doyle M., 2008. An Investigation of Micro-Debris in Plankton Samples


Collected-NOAA Surveys in the Southeast Bering Sea and off the U.S.
West Coast, 2006-2007, (special attention to Plastic Particles). University
of Washington. J Atmosphere and Ocean 195-198.

Effendi H., 2003. Telaah Kualitas Air-Bagi Pengelolaan Sumber Daya Dan
Lingkungan Perairan. Kanisius-Yogyakarta.

Fakhrudin, 1996. Studi Kualitas Lingkungan Perairan Ditinjau Dari Pencemaran


Bahan Organik di DAS Musi Bagian Hilir. Tesis IPB. Bogor.

Fardiaz S., 1992. Polusi Air Dan Udara. Kanisius. Yogyakarta.

Gordon M., 2006. Eliminating Land-based Discharges of Marine Debris in


California: A Plan of Action from The Plastic Debris Project. J Marine
Research. California Coastal Commission 210(2006);153-165.

Hadiwiyoto S., 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Yayasan Idayu.


Jakarta-Indonesia.

Haeruman 1979. Perencanaan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pengelolaan


Sumberdaya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor.

Husnah, 2006. Inventarisasi Jenis Dan Sumber Bahan Polutan Serta Parameter
Biologi Untuk Metode Penentuan Tingkat Degradasi Lingkungan Sungai
Musi. Laporan Tahunan Pusat Riset Perikanan Tangkap. Badan Riset
Kelautan Perikanan Dan Perairan. Departemen Kelautan Dan Perikanan.
72

Jeff KJ., Liam M., Frances G., 2010. Fatal ingestion of floating net debris by two
sperm whales (Physeter macrocephalus). Humboldt State University,
Department of Biological Sciences, USA. J Marine Pollution xxx (2010)
xxx–xxx.

Jose DB., 2002. The Pollution Of The Marine Environment By Plastic Debris: A
Review. Ecology and Health Research Centre, Otago-New Zealand. J
Marine Pollution 44 (2002) 842–852.

Kari M., 2007. Succeeds in Removing Floating Pollution from Waterways-Litter


Trap Quietly Captures Trash. Washington, DC. J Storm Water Systems
220-228.

Laurie JB., Matthew SK., Christopher FG., 2008. Incidence of marine debris and
its relationships with benthic featuresin Gray’s Reef National Marine
Sanctuary, Southeast USA. National Oceanic and Atmospheric
Administration, Center for Coastal Monitoring and Assessment, USA. J
Marine Pollution 56 (2008) 402–413.

Laws EA., 1993. Aquatic Pollution, An Introductary Text, Second edition. Inc.
USA.

Leandro B et al., 2001. Marine Debris and Human Impacts on Sea Turtles on
Southern Brazil. Universidade do Vale do Rio dos Sinos-Brazil. J Marine
Pollution 42 (2001) 1330-1334.

Mahida U.N., 1999. Pencemaran Air Dan Pemanfaatan Limbah Industri.


Terjemahan G.A Ticoalu. CV. Rajawali, Jakarta.

Nybakken JW., 1988. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.

Odum EP., 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ke III. T. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.

Oliver JD., Michael P., Mark AA., Russel B., 2007. Marine Debris Accumulation
in the Northwestern Hawaiian Islands: An examination of Rates and
Processes. J Marine Pollution 54 (2007) 423–433.

Outherbridge TB., 1998. Limbah Padat Di Indonesia, Masalah Atau Sumberdaya.


Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Palanisamy S., Neelamani S., Yu-Hwan A., Ligy P., Gi-Hoon H., 2007.
Assessment of the levels of coastal marine pollution of Chennai city,
Southern India. J Water Resour Manage (2007) 21:1187–1206.

Russell HB., 2005. Debris Nets In The San Gabriel River – Design And Physical
Modeling. Plastic Debris, USA. J Marine Pollution 82 (2005) 332–339.
73

Said EG., 1987. Sampah Masalah Kita Bersama. PT. Mediyatama Sarana
Perkasa. Jakarta-Indonesia.

Sheavly SB., Register KM., 2007. Marine Debris & Plastics: Environmental
Concerns, Sources, Impacts and Solutions. J Polym Environ (2007)
15:301–305.

Slamet JS., 1994. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press.


Yogyakarta.

Soeroto B., 1997. Konsepsi Dan Metoda Penelitian Sampah Maritim Dalam
Keterkaitannya Dengan Pendataan Jenis, Kuantitas, Dan Sumber
Penghasil Sampah Sulawesi Utara. Seminar Program Pantai Lestari.
Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan UNSRAT. Manado.

Soemarwoto 1999. Ekologi Lingkungan Hidup Dan Pembangunan. Djambatan.


Bandung.

Tanaka M., Md.Sahidul I., 2009. Impacts Of Pollution On Coastal And Marine
Ecosystems Including Coastal And Marine Fisheries And Approach For
Management: A Review And Synthesis. Faculty of Fisheries Kyoto
University, Kyoto, Japan. J Marine Pollution 48 (2004) 624–649.

USAID (United States Agency International Dvelopment), 2006. Pengelolaan


Sampah Berbasis Masyarakat. Environmental Services Delivery ESP
DKI Jakarta.

Wardhana WA., 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi.


Jogyakarta. Hal. 32-34.

Wardoyo, 1995. Pengelolaan Kualitas Air. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor-
Indonesia.

Weber CI., 1973 Biological Field and Laboratory Methods For Meashuring the
Quality of Surface Waters and Effluents. U.S Env. Prot. Agency.

Welch PS., 1978. Limnological Methods. McGraw-Hill International Book Co.,


New York.

Welch EB., 1980. Ecological Effect of Waste Water. Cambrige University Press.
London : New York New Rochelle.

William GP., Churnside., Timothy S.. Veenstra., David GF., 2007. Marine debris
collects within the North Pacific Subtropical Convergene Zone. National
Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), USA. J Marine
Pollution 54 (2007) 1207–1211.

Wilhm JF., 1975. Biological Indicator Pollution. In B.A. Whitton (Ed.) River
Ecologi. Blackwell Scientific Publ. Oxford, England.
74

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian

Agustus Oktober
Maret- Juli- Maret- April- Sept- Okt-
Bulan -
SMTR

2010 2010 2010 2010 2011 2011 2011 2011


Kegiatan
1 23 4 1 2 3 4 12 3 4 1 2 3 4 1 23 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 23 4

Sidang Komisi I

Perbaikan
2

Observasi Tahap I

Kolokium
3

Perbaikan

Penelitian

Penulisan Tesis

Seminar
4

Perbaikan

Ujian Tesis

Perbaikan
75

Lampiran 2. Kepadatan Mutlak, Kepadatan Relatif Sampah Anorganik dan


Organik di Sungai Palu, Kecamatan Palu Timur dan Kecamatan
Palu Barat.

Kepadatan Mutlak Sampah Anorganik di Sungai Palu

a. (C1) Pukul 06:00 WITA

Kategori Sampah Laut Jumlah KM(Jml Pot/m2) Berat KM(g/m2)


Potongan (g)
Sampah Plastik 24 0.4 231.37 3.86

Sampah Styrofoam 3 0.05 38.45 0.64

Sampah Kain/Tekstil 1 0.02 348.71 5.81

Sampah Kertas 2 0.03 21.48 0.36


Total 30 618.53

b. (C2) Pukul 12:00 WITA

Kategori Sampah Laut Jumlah KM(Jml Berat KM(g/m2)


Potongan Pot
/m2) (g)
Sampah Plastik 56 0.93 768.49 12.81

Sampah Styrofoam 16 0.27 140.38 2.34

Sampah Kertas 4 0.07 14.23 0.24

Sampah Aluminium 1 0.02 115.23 1.92

Sampah Karet 4 0.07 28.74 0.48

Sampah Kaca 3 0.05 27.78 0.46


Total 84 1094.85
76

c. (C3) Pukul 18:00 WITA

Kategori Sampah Laut Jumlah KM(Jml Pot/m2) Berat KM(g/m


Potongan (g) 2
)
Sampah Plastik 23 0.38 687.67 11.46

Sampah Kertas 6 0.10 31.07 0.52

Sampah Kain/Tekstil 6 0.10 567.54 9.46

Sampah Aluminium 1 0.02 47.33 0.79

Sampah Kaca 2 0.03 524.81 8.75


Total 38 1858.42

d. (C4) Pukul 24:00 WITA

Kategori Sampah Laut Jumlah KM(Jml Pot/m2) Berat KM(g/m2)


Potongan (g)
Sampah Plastik 21 0.35 92.36 1.54

Sampah Styrofoam 1 0.02 31.19 0.52

Sampah Kain/Tekstil 5 0.08 147.68 2.46


Total 27 271.23
77

Kepadatan Relatif Sampah Anorganik di Sungai Palu

a. (C1) Pukul 06:00 WITA

Kategori Sampah Laut Jumlah KR(Jml Pot/∑pot Berat KR(g/∑g


Potongan x 100%) (g) x 100%)
Sampah Plastik 24 80 231.37 37.41

Sampah Styrofoam 3 10.00 38.45 6.22

Sampah Kain/Tekstil 1 3.33 348.71 56.38

Sampah Kertas 2 6.67 21.48 3.47


Total 30 618.53

b. (C2) Pukul 12:00 WITA

Kategori Sampah Laut Jumlah KR(Jml Pot/∑pot Berat KR(g/∑g


Potongan x 100%) (g) x 100%)

Sampah Plastik 56 66.67 768.49 70.19

Sampah Styrofoam 16 19.05 140.38 12.82

Sampah Kertas 4 4.76 14.23 1.30

Sampah Aluminium 1 1.19 115.23 10.52

Sampah Karet 4 4.76 28.74 2.63

Sampah Kaca 3 3.57 27.78 2.54


Total 84 1094.85
78

c. (C3) Pukul 18:00 WITA

Kategori Sampah Laut Jumlah KR(Jml Pot/∑pot Berat (g) KR(g/∑g


Potongan x 100%) x 100%)
Sampah Plastik 23 60.53 687.67 37.00

Sampah Kertas 6 15.79 31.07 1.67

Sampah Kain/Tekstil 6 15.79 567.54 30.54

Sampah Aluminium 1 2.63 47.33 2.55

Sampah Kaca 2 5.26 524.81 28.24


Total 38 1858.42

d. (C4) Pukul 24:00 WITA

Kategori Sampah Laut Jumlah KR(Jml Pot/∑pot Berat KR(g/∑g


Potongan x 100%) (g) x 100%)
Sampah Plastik 21 77.78 92.36 34.05

Sampah Styrofoam 1 3.70 31.19 11.50

Sampah Kain/Tekstil 5 18.52 147.68 54.45


Total 27 271.23
79

Kepadatan Mutlak Sampah Organik di Sungai Palu

a. (C1) Pukul 06:00 WITA

Kategori Sampah Laut Jumlah KM(Jml Pot/m2) Berat KM(g/m2)


Potongan (g)
Batang pisang 3 0.05 231.37 3.86

Daun pisang 4 0.07 338.45 5.64

Batang sayur (nn) 14 0.23 340.71 5.68

Daun Ketapang 11 0.18 201.43 3.36

Kulit pisang 8 0.13 389.43 6.49

Kulit pepaya 5 0.08 261.32 4.36

Kulit ketimun 3 0.05 131.11 2.19

Sayur pare 2 0.03 141.21 2.35

Jantung pisang 1 0.02 231.48 3.86


Total 51 2266.51

b. (C2) Pukul 12:00 WITA

Kategori Sampah Laut Jumlah Berat KM(g/m2)


KM(Jml
Potongan Pot (g)
/m2)
Batang sayur (nn) 7 0.12 331.37 5.52

Daun Ketapang 8 0.13 198.45 3.31

Mie instant 1 0.02 180.71 3.01

Daun (nn) 14 0.23 171.48 2.86

Cabe keriting 16 0.27 91.43 1.52

Tomat 2 0.03 81.32 1.36

Kulit jeruk 1 0.02 41.11 0.69


80

Kulit jagung 4 0.07 841.21 14.02

Sabut kelapa 3 0.05 919.18 15.32

Sayur kangkung 5 0.08 691.23 11.52

Batang bawang 4 0.07 221.48 3.69

Bawang merah 2 0.03 98.31 1.64

Bawang putih 3 0.05 91.98 1.53

Wortel 4 0.07 247.98 4.13

Tulang ikan 3 0.05 469.98 7.83

Total 77 4677.2

c. (C3) Pukul 18:00 WITA

Kategori Sampah Laut Jumlah KM(Jml Pot/m2) Berat KM(g/m2)


Potongan (g)
Batang pisang 2 0.03 587.67 9.79

Daun pisang 3 0.05 68.89 1.15

Batang sayur (nn) 2 0.03 131.07 2.18

Daun palem 7 0.12 79.54 1.33

Bawang bombay 3 0.05 297.33 4.96

Sayur bayem 1 0.02 424.81 7.08

Mie 3 0.05 398.21 6.64

Daun (nn) 13 0.22 345.88 5.76


Total 34 2333.4
81

d. (C4) Pukul 24:00 WITA

Kategori Sampah Laut Jumlah KM(Jml Pot/m2) Berat KM(g/m2)


Potongan (g)
Jeroan ikan 9 0.15 482.36 8.04

Kulit hewan 2 0.03 751.19 12.52

Bawang merah 3 0.05 147.68 2.46

Bawang putih 3 0.05 223.21 3.72

Sabut kelapa 2 0.03 823.35 13.72

Batok Kelapa 1 0.02 571.51 9.53

Buah nanas 1 0.02 489.32 8.16


Total 21 3488.62
82

Kepadatan Relatif Sampah Organik di Sungai Palu

a. (C1) Pukul 06:00 WITA

Kategori Sampah Laut Jumlah KR(Jml Pot/∑pot Berat KR(g/∑g


Potongan x 100%) (g) x 100%)
Batang pisang 3 5.88 231.37 10.21

Daun pisang 4 7.84 338.45 14.93

Batang sayur (nn) 14 27.45 340.71 15.03

Daun Ketapang 11 21.57 201.43 8.89

Kulit pisang 8 15.69 389.43 17.18

Kulit pepaya 5 9.80 261.32 11.53

Kulit ketimun 3 5.88 131.11 5.78

Sayur pare 2 3.92 141.21 6.23

Jantung pisang 1 1.96 231.48 10.21


Total 51 2266.51

b. (C2) Pukul 12:00 WITA

Kategori Sampah Laut Jumlah KR(Jml Pot/∑pot Berat KR(g/∑g


Potongan x 100%) (g) x 100%)
Batang sayur (nn) 7 9.09 331.37 7.08

Daun Ketapang 8 10.39 198.45 4.24

Mie instant 1 1.30 180.71 3.86

Daun (nn) 14 18.18 171.48 3.67

Cabe keriting 16 20.78 91.43 1.95

Tomat 2 2.60 81.32 1.74

Kulit jeruk 1 1.30 41.11 0.88


83

Kulit jagung 4 5.19 841.21 17.99

Sabut kelapa 3 3.90 919.18 19.65

Sayur kangkung 5 6.49 691.23 14.78

Batang bawang 4 5.19 221.48 4.74

Bawang merah 2 2.60 98.31 2.10

Bawang putih 3 3.90 91.98 1.97

Wortel 4 5.19 247.98 5.30

Tulang ikan 3 3.90 469.98 10.05


Total 77 4677.2

c. (C3) Pukul 18:00 WITA

Kategori Sampah Laut Jumlah KR(Jml Pot/∑pot Berat KR(g/∑g


Potongan x 100%) (g) x 100%)
Batang pisang 2 9.52 587.67 25.19

Daun pisang 3 14.29 68.89 2.95

Batang sayur (nn) 2 9.52 131.07 5.62

Daun palem 7 33.33 79.54 3.41

Bawang bombay 3 14.29 297.33 12.74

Sayur bayem 1 4.76 424.81 18.21

Mie 3 14.29 398.21 17.07

Daun (nn) 13 61.90 345.88 14.82


Total 21 2333.4
84

d. (C4) Pukul 24:00 WITA

Kategori Sampah Laut Jumlah KR(Jml Pot/∑pot Berat KR(g/∑g


Potongan x 100%) (g) x 100%)
Jeroan ikan 9 42.86 482.36 13.83

Kulit hewan 2 9.52 751.19 21.53

Bawang merah 3 14.29 147.68 4.23

Bawang putih 3 14.29 223.21 6.40

Sabut kelapa 2 9.52 823.35 23.60

Batok Kelapa 1 4.76 571.51 16.38

Buah nanas 1 4.76 489.32 14.03


Total 21 3488.62
85

Kepadatan Mutlak Sampah Anorganik di Kecamatan Palu Timur

a. Kelurahan Lere (A1).

Kategori Sampah Laut Jumlah KM(Jml Pot/m2) Berat KM(g/m2)


Potongan (g)
Sampah Plastik 80 1.33 1297.97 21.63

Sampah Kaca 3 0.05 372.51 6.21

Sampah Kain/Tekstil 4 0.07 663.13 11.05

Sampah Aluminium 6 0.10 268.26 4.47

Sampah Karet 5 0.08 823.35 13.72

Sampah Kertas 4 0.07 282.81 4.71

Sampah Styrofoam 4 0.07 88.21 1.47


Total 106 3423.7

b. Kelurahan Lere (A2)

Kategori Sampah Laut Jumlah KM(Jml Pot/m2) Berat KM(g/m2)


Potongan (g)
Sampah Plastik 110 1.83 1307.18 21.79

Sampah Aluminium 4 0.07 87.53 1.46

Sampah Styrofoam 17 0.28 478.49 7.97

Sampah Kertas 10 0.17 520.37 8.67

Sampah Kaca 5 0.08 1112.22 18.54

Sampah Kain/Tekstil 2 0.03 108.22 1.80

Sampah Karet 3 0.05 288.27 4.80


Total 151 3902.28
86

c. Kelurahan Silae (A3).

Kategori Sampah Laut Jumlah KM(Jml Pot/m2) Berat KM(g/m2)


Potongan (g)
Sampah Plastik 78 1.30 1035.39 17.26

Sampah Styrofoam 2 0.03 165.57 2.76

Sampah Kertas 22 0.37 417.03 6.95

Sampah Aluminium 10 0.17 490.78 8.18

Sampah Kaca 27 0.45 1281.91 21.37

Sampah Kain/Tekstil 4 0.07 362.96 6.05

Sampah Karet 12 0.20 2178.9 36.32


Total 155 5932.5 98.88

d. Kelurahan Silae (A4).

Kategori Sampah Laut Jumlah KM(Jml Pot/m2) Berat KM(g/m2)


Potongan (g)
Sampah Plastik 60 1.00 1120.14 18.67

Sampah Kaca 3 0.05 214.35 3.57

Sampah Karet 3 0.05 576.06 9.60

Sampah Aluminium 2 0.03 146.99 2.45

Sampah Kain/Tekstil 23 0.38 1907.52 31.79

Sampah Styrofoam 2 0.03 11.27 0.19

Sampah Kertas 4 0.07 48.23 0.80


Total 97 4024.56
87

Kepadatan Relatif Sampah Anorganik di Kecamatan Palu Timur

a. Kelurahan Lere (A1).

Kategori Sampah Laut Jumlah KR(Jml Pot/∑pot Berat KR(g/∑g


Potongan x 100%) (g) x 100%)
Sampah Plastik 80 75.47 1297.97 37.91

Sampah Kaca 3 2.83 332.98 9.73

Sampah Kain/Tekstil 4 3.77 663.13 19.37

Sampah Aluminium 6 5.66 268.26 7.84

Sampah Karet 5 4.72 823.35 24.05

Sampah Kertas 4 3.77 282.81 8.26

Sampah Styrofoam 4 3.77 88.21 2.58


Total 106 3423.7

b. Kelurahan Lere (A2).

Kategori Sampah Laut Jumlah KR(Jml Pot/∑pot Berat KR(g/∑g


Potongan x 100%) (g) x 100%)
Sampah Plastik 110 72.85 1307.18 33.50

Sampah Aluminium 4 2.65 87.53 2.24

Sampah Styrofoam 17 11.26 478.49 12.26

Sampah Kertas 10 6.62 520.37 13.34

Sampah Kaca 5 3.31 1112.22 28.50

Sampah Kain/Tekstil 2 1.32 108.22 2.77

Sampah Karet 3 1.99 288.27 7.39


Total 151 3902.28
88

c. Kelurahan Silae (A3).

Kategori Sampah Laut Jumlah KR(Jml Pot/∑pot Berat KR(g/∑g


Potongan x 100%) (g) x 100%)
Sampah Plastik 78 50.32 1035.39 17.45

Sampah Styrofoam 2 1.29 165.57 2.79

Sampah Kertas 22 14.19 417.03 7.03

Sampah Aluminium 10 6.45 490.78 8.27

Sampah Kaca 27 17.42 1281.91 21.61

Sampah Kain/Tekstil 4 2.58 362.96 6.12

Sampah Karet 12 7.74 2178.9 36.73


Total 155 5932.5

d. Kelurahan Silae (A4).

Kategori Sampah Laut Jumlah KR(Jml Pot/∑pot Berat KR(g/∑g


Potongan x 100%) (g) x 100%)
Sampah Plastik 60 61.86 1120.14 27.83

Sampah Kaca 3 3.09 214.35 5.33

Sampah Karet 3 3.09 576.06 14.31

Sampah Aluminium 2 2.06 146.99 3.65

Sampah Kain/Tekstil 23 23.71 1907.52 47.40

Sampah Styrofoam 2 2.06 11.27 0.28

Sampah Kertas 4 4.12 48.23 1.20


Total 97 4024.56
89

Kepadatan Mutlak Sampah Organik di Kecamatan Palu Timur

a. Kelurahan Lere (A1).

Kategori Sampah Laut Jumlah KM(Jml Pot/m2) Berat KM(g/m2)


Potongan (g)
Batang sayur (nn) 19 0.32 792.36 13.21

Bawang merah 8 0.13 251.19 4.19

Bawang putih 3 0.05 117.68 1.96

Biji durian 47 0.78 1113.34 18.56

Cabe keriting 16 0.27 111.48 1.86

Cabe rawit 11 0.18 122.89 2.05

Daun (nn) 59 0.98 161.11 2.69

Jeroan 15 0.25 824.12 13.74

Kulit dur ian 27 0.45 2768.98 46.15

Kulit jagung 29 0.48 1168.78 19.48

Kulit jeruk 18 0.30 372.71 6.21

Kulit kacang 86 1.43 582.74 9.71

Kulit ketimun 19 0.32 290.87 4.85

Kulit nanas 9 0.15 354.78 5.91

Kulit pepaya 17 0.28 287.19 4.79

Kulit pisang 52 0.87 998.78 16.65

Kulit semangka 13 0.22 289.72 4.83

Kulit udang 37 0.62 248.71 4.15


90

Lamun 2897 48.28 3428.52 57.14

Sabut kelapa 12 0.20 1897.87 31.63

Sayur kangkung 19 0.32 289.77 4.83

Sayur pare 3 0.05 213.18 3.55

Sayur pitsai 5 0.08 225.81 3.76

Tinja 3 0.05 185.71 3.10

Tulang ikan 28 0.47 344.89 5.75

Kayu/ranting 11 0.18 571.19 9.52


Total 3463 18014.37

b. Kelurahan Lere (A2)

Kategori Sampah Laut Jumlah KM(Jml Pot/m2) Berat KM(g/m2)


Potongan (g)
Batang bawang 6 0.10 192.36 3.21

Batang sayur (nn) 31 0.52 451.59 7.53

Biji durian 31 0.52 1047.68 17.46

Cabe rawit 15 0.25 83.34 1.39

Daun (nn) 57 0.95 191.48 3.19

Kulit dur ian 38 0.63 1832.89 30.55

Kulit jagung 22 0.37 991.81 16.53

Kulit kacang 187 3.12 445.42 7.42

Kulit pisang 53 0.88 2768.31 46.14

Kulit udang 33 0.55 268.78 4.48

Lamun 1922 32.03 2772.71 46.21


91

Sabut kelapa 3 0.05 2282.74 38.05

Sayur kacang panjang 9 0.15 390.87 6.51

Tulang ikan 19 0.32 317.69 5.29

Kayu/ranting 19 0.32 581.19 9.69


Total 2445 14618.86

c. Kelurahan Silae (A3).

Kategori Sampah Laut Jumlah KM(Jml Pot/m2) Berat KM(g/m2)


Potongan (g)
Batang bawang 9 0.15 192.36 3.21

Batang sayur (nn) 13 0.22 251.19 4.19

Bawang merah 11 0.18 97.68 1.63

Bawang putih 5 0.08 73.34 1.22

Biji durian 37 0.62 1211.48 20.19

Cabe keriting 18 0.30 73.89 1.23

Cabe rawit 12 0.20 52.11 0.87

Daun (nn) 47 0.78 351.12 5.85

Daun pisang 8 0.13 268.98 4.48

Kulit dur ian 23 0.38 1568.78 26.15

Kulit jagung 12 0.20 972.71 16.21

Kulit kacang 53 0.88 282.74 4.71

Kulit nanas 9 0.15 190.87 3.18

Kulit pepaya 11 0.18 112.21 1.87


92

Kulit pisang 23 0.38 1381.19 23.02

Lamun 1736 28.93 2489.67 41.49

Sabut kelapa 7 0.12 1998.85 33.31

Kayu/ranting 18 0.30 771.18 12.85


Total 2052 12340.35

d. Kelurahan Silae (A4).

Kategori Sampah Laut Jumlah KM(Jml Pot/m2) Berat KM(g/m2)


Potongan (g)
Batang sayur (nn) 14 0.23 192.36 3.21

Bawang merah 4 0.07 51.19 0.85

Bawang putih 11 0.18 77.68 1.29

Biji durian 25 0.42 813.34 13.56

Daun (nn) 47 0.78 111.48 1.86

Kulit dur ian 28 0.47 1432.89 23.88

Kulit jagung 12 0.20 821.11 13.69

Kulit jeruk 7 0.12 65.12 1.09

Kulit kacang 43 0.72 268.98 4.48

Kulit sambiki 13 0.22 168.78 2.81

Kulit mangga 12 0.20 172.71 2.88

Kulit pepaya 12 0.20 182.74 3.05

Kulit pisang 29 0.48 590.87 9.85

Jahe 2 0.03 77.98 1.30


93

Kulit udang 14 0.23 113.17 1.89

Kunyit 1 0.02 48.91 0.82

Lamun 695 11.58 731.81 12.20

Sabut kelapa 9 0.15 1124.18 18.74

Terung 1 0.02 111.18 1.85

Kacang panjang 14 0.23 122.19 2.04

Tinja 1 0.02 98.13 1.64

Tulang ikan 9 0.15 98.11 1.64

Tempurung 3 0.05 158.37 2.64

Wortel 6 0.10 223.21 3.72

Kulit telur 8 0.13 87.92 1.47

Kayu/ranting 18 0.30 447.87 7.46

Total 1038 8392.28


94

Kepadatan Relatif Sampah Organik di Kecamatan Palu Timur

a. Kelurahan Lere (A1).

Kategori Sampah Laut Jumlah KR(Jml Pot/∑pot Berat (g) KR(g/∑g


Potongan x 100%) x 100%)
Batang sayur (nn) 19 0.55 792.36 4.40

Bawang merah 8 0.23 251.19 1.39

Bawang putih 3 0.09 117.68 0.65

Biji durian 47 1.36 1113.34 6.18

Cabe keriting 16 0.46 111.48 0.62

Cabe rawit 11 0.32 122.89 0.68

Daun (nn) 59 1.70 161.11 0.89

Jeroan 15 0.43 824.12 4.57

Kulit dur ian 27 0.78 2768.98 15.37

Kulit jagung 29 0.84 1168.78 6.49

Kulit jeruk 18 0.52 372.71 2.07

Kulit kacang 86 2.48 582.74 3.23

Kulit ketimun 19 0.55 290.87 1.61

Kulit nanas 9 0.26 354.78 1.97

Kulit pepaya 17 0.49 287.19 1.59

Kulit pisang 52 1.50 998.78 5.54

Kulit semangka 13 0.38 289.72 1.61

Kulit udang 37 1.07 248.71 1.38

Lamun 2897 83.66 3428.52 19.03


95

Sabut kelapa 12 0.35 1897.87 10.54

Sayur kangkung 19 0.55 289.77 1.61

Sayur pare 3 0.09 213.18 1.18

Sayur pitsai 5 0.14 225.81 1.25

Tinja 3 0.09 185.71 1.03

Tulang ikan 28 0.81 344.89 1.91

Kayu/ranting 11 0.32 571.19 3.17


Total 3463 18014.37

b. Kelurahan Lere (A2)

Kategori Sampah Laut Jumlah KR(Jml Pot/∑pot Berat (g) KR(g/∑g


Potongan x 100%) x 100%)
Batang bawang 6 0.25 192.36 1.32

Batang sayur (nn) 31 1.27 451.59 3.09

Biji durian 31 1.27 1047.68 7.17

Cabe rawit 15 0.61 83.34 0.57

Daun (nn) 57 2.33 191.48 1.31

Kulit dur ian 38 1.55 1832.89 12.54

Kulit jagung 22 0.90 991.81 6.78

Kulit kacang 187 7.65 445.42 3.05

Kulit pisang 53 2.17 2768.31 18.94

Kulit udang 33 1.35 268.78 1.84

Rumput laut 1922 78.61 2772.71 18.97


96

Sabut kelapa 3 0.12 2282.74 15.62

Sayur kacang panjang 9 0.37 390.87 2.67

Tulang ikan 19 0.78 317.69 2.17

Kayu/ranting 19 0.78 581.19 3.98


Total 2445 14618.86

c. Kelurahan Silae (A3).

Kategori Sampah Laut Jumlah KR(Jml Pot/∑pot Berat (g) KR(g/∑g


Potongan x 100%) x 100%)
Batang bawang 9 0.44 192.36 1.56

Batang sayur (nn) 13 0.63 251.19 2.04

Bawang merah 11 0.54 97.68 0.79

Bawang putih 5 0.24 73.34 0.59

Biji durian 37 1.80 1211.48 9.82

Cabe keriting 18 0.88 73.89 0.60

Cabe rawit 12 0.58 52.11 0.42

Daun (nn) 47 2.29 351.12 2.85

Daun pisang 8 0.39 268.98 2.18

Kulit dur ian 23 1.12 1568.78 12.71

Kulit jagung 12 0.58 972.71 7.88

Kulit kacang 53 2.58 282.74 2.29

Kulit nanas 9 0.44 190.87 1.55

Kulit pepaya 11 0.54 112.21 0.91


97

Kulit pisang 23 1.12 1381.19 11.19

Rumput laut 1736 84.60 2489.67 20.18

Sabut kelapa 7 0.34 1998.85 16.20

Kayu/ranting 18 0.88 771.18 6.25


Total 2052 12340.35

d. Kelurahan Silae (A4).

Kategori Sampah Laut Jumlah KR(Jml Pot/∑pot Berat KR(g/∑g


Potongan x 100%) (g) x 100%)
Batang sayur (nn) 14 1.35 192.36 2.29

Bawang merah 4 0.39 51.19 0.61

Bawang putih 11 1.06 77.68 0.93

Biji durian 25 2.41 813.34 9.69

Daun (nn) 47 4.53 111.48 1.33

Kulit dur ian 28 2.70 1432.89 17.07

Kulit jagung 12 1.16 821.11 9.78

Kulit jeruk 7 0.67 65.12 0.78

Kulit kacang 43 4.14 268.98 3.21

Kulit sambiki 13 1.25 168.78 2.01

Kulit mangga 12 1.16 172.71 2.06

Kulit pepaya 12 1.16 182.74 2.18

Kulit pisang 29 2.79 590.87 7.04

Jahe 2 0.19 77.98 0.93


98

Kulit udang 14 1.35 113.17 1.35

Kunyit 1 0.10 48.91 0.58

Rumput laut 695 66.96 731.81 8.72

Sabut kelapa 9 0.87 1124.18 13.40

Terung 1 0.10 111.18 1.32

Kacang panjang 14 1.35 122.19 1.46

Tinja 1 0.10 98.13 1.17

Tulang ikan 9 0.87 98.11 1.17

Tempurung 3 0.29 158.37 1.89

Wortel 6 0.58 223.21 2.66

Kulit telur 8 0.77 87.92 1.05

Kayu/ranting 18 1.73 447.87 5.34


Total 1038 8392.28
99

Kepadatan Mutlak Sampah Anorganik di Kecamatan Palu Barat

a. Kelurahan Besusu (B1).

Kategori Sampah Laut Jumlah KM(Jml Pot/m2) Berat KM(g/m2)


Potongan (g)
Sampah Plastik 136 2.27 3497.87 58.30

Sampah Kaca 27 0.45 1863.11 31.05

Sampah Kain/Tekstil 13 0.22 1028.26 17.14

Sampah Aluminium 7 0.12 113.35 1.89

Sampah Karet 5 0.08 482.81 8.05

Sampah Kertas 8 0.13 85.21 1.42

Sampah Styrofoam 20 0.33 380.85 6.35


Total 216 7109.46

b. Kelurahan Besusu (B2).

Kategori Sampah Laut Jumlah KM(Jml Pot/m2) Berat KM(g/m2)


Potongan (g)
Sampah Plastik 233 3.88 2507.78 41.80

Sampah Aluminium 6 0.10 57.53 0.96

Sampah Styrofoam 17 0.28 378.49 6.31

Sampah Kertas 30 0.50 220.37 3.67

Sampah Kaca 5 0.08 382.02 6.37

Sampah Kain/Tekstil 2 0.03 88.22 1.47

Sampah Karet 3 0.05 43.27 0.72


Total 290 3677.68
100

c. Kelurahan Talise (B3).

Kategori Sampah Laut Jumlah KM(Jml Pot/m2) Berat KM(g/m2)


Potongan (g)
Sampah Plastik 156 2.60 2035.39 33.92

Sampah Styrofoam 4 0.07 215.57 3.59

Sampah Kertas 32 0.53 317.03 5.28

Sampah Aluminium 12 0.20 560.78 9.35

Sampah Kaca 30 0.50 1081.99 18.03

Sampah Kain/Tekstil 4 0.07 562.96 9.38

Sampah Karet 12 0.20 2288.9 38.15


Total 250 7062.62

d. Kelurahan Talise (B4).

Kategori Sampah Laut Jumlah KM(Jml Pot/m2) Berat KM(g/m2)


Potongan (g)
Sampah Plastik 184 3.07 2660.24 44.34

Sampah Kaca 3 0.05 114.35 1.91

Sampah Karet 3 0.05 476.06 7.93

Sampah Aluminium 2 0.03 146.99 2.45

Sampah Kain/Tekstil 11 0.18 1207.52 20.13

Sampah Styrofoam 2 0.03 31.27 0.52

Sampah Kertas 4 0.07 48.23 0.80


Total 209 4684.66
101

Kepadatan Relatif Sampah Anorganik di Kecamatan Palu Timur

a. Kelurahan Besusu (B1).

Kategori Sampah Laut Jumlah KR(Jml Pot/∑pot Berat KR(g/∑g


Potongan x 100%) (g) x 100%)
Sampah Plastik 136 62.96 3497.87 49.20

Sampah Kaca 27 12.50 1863.11 26.21

Sampah Kain/Tekstil 13 6.02 1028.26 14.46

Sampah Aluminium 7 3.24 113.35 1.59

Sampah Karet 5 2.31 482.81 6.79

Sampah Kertas 8 3.70 85.21 1.20

Sampah Styrofoam 20 9.26 380.85 5.36


Total 216 7109.46

b. Kelurahan Besusu (B2).

Kategori Sampah Laut Jumlah KR(Jml Pot/∑pot Berat KR(g/∑g


Potongan x 100%) (g) x 100%)
Sampah Plastik 233 80.34 2507.78 68.19

Sampah Aluminium 6 2.07 57.53 1.56

Sampah Styrofoam 17 5.86 378.49 10.29

Sampah Kertas 30 10.34 220.37 5.99

Sampah Kaca 5 1.72 382.02 10.39

Sampah Kain/Tekstil 2 0.69 88.22 2.40

Sampah Karet 3 1.03 43.27 1.18


Total 290 3677.68
102

c. Kelurahan Talise (B3).

Kategori Sampah Laut Jumlah KR(Jml Pot/∑pot Berat KR(g/∑g


Potongan x 100%) (g) x 100%)
Sampah Plastik 156 62.40 2035.39 28.82

Sampah Styrofoam 4 1.60 215.57 3.05

Sampah Kertas 32 12.80 317.03 4.49

Sampah Aluminium 12 4.80 560.78 7.94

Sampah Kaca 30 12.00 1081.99 15.32

Sampah Kain/Tekstil 4 1.60 562.96 7.97

Sampah Karet 12 4.80 2288.9 32.41


Total 250 7062.62

d. Kelurahan Talise (B4).

Kategori Sampah Laut Jumlah KR(Jml Pot/∑pot Berat KR(g/∑g


Potongan x 100%) (g) x 100%)
Sampah Plastik 184 88.04 2660.24 56.79

Sampah Kaca 3 1.44 114.35 2.44

Sampah Karet 3 1.44 476.06 10.16

Sampah Aluminium 2 0.96 146.99 3.14

Sampah Kain/Tekstil 11 5.26 1207.52 25.78

Sampah Styrofoam 2 0.96 31.27 0.67

Sampah Kertas 4 1.91 48.23 1.03


Total 209 4684.66
103

Kepadatan Mutlak Sampah Organik di Kecamatan Palu Timur

a. Kelurahan Besusu (B1).

Kategori Sampah Laut Jumlah KM(Jml Pot/m2) Berat KM(g/m2)


Potongan (g)
Daun pisang 4 0.07 192.36 3.21

Batang sayur (nn) 3 0.05 351.19 5.85

Daun (nn) 11 0.18 347.68 5.79

Cabe keriting 5 0.08 113.34 1.89

Cabe rawit 7 0.12 111.48 1.86

Kulit Kacang 68 1.13 432.89 7.21

Kulit jeruk 2 0.03 121.11 2.02

Kulit Durian 7 0.12 1245.12 20.75

Biji Durian 13 0.22 768.98 12.82

Kulit jagung 3 0.05 468.78 7.81

Kulit pisang 12 0.20 772.71 12.88

Sabut kelapa 3 0.05 982.74 16.38

Tulang ikan 9 0.15 590.87 9.85


Total 147 6499.25

b. Kelurahan Besusu (B2).

Kategori Sampah Laut Jumlah KM(Jml Pot/m2) Berat KM(g/m2)


Potongan (g)
Batang sayur 6 0.10 392.36 6.54

Daun (nn) 18 0.30 451.19 7.52

Tinja 2 0.03 647.68 10.79


104

Kulit jagung 5 0.08 788.56 13.14

Kulit pisang 18 0.30 890.59 14.84

Kulit ketimun 13 0.22 456.76 7.61

Sabut kelapa 5 0.08 655.78 10.93

Batang bawang 7 0.12 454.77 7.58

Tulang ikan 18 0.30 786.98 13.12

Kulit hewan 2 0.03 556.78 9.28

Bawang merah 5 0.08 232.14 3.87

Bawang putih 8 0.13 268.79 4.48


Total 107 6582.38

c. Kelurahan Talise (B3).

Kategori Sampah Laut Jumlah KM(Jml Pot/m2) Berat KM(g/m2)


Potongan (g)
Kulit udang 19 0.32 252.36 4.21

Mie 3 0.05 151.19 2.52

Cabe rawit 12 0.20 97.68 1.63

Kulit pisang 82 1.37 2122.89 35.38

Kulit pepaya 12 0.20 246.89 4.11

Sabut kelapa 6 0.10 2889.21 48.15

Wortel 7 0.12 378.32 6.31

Bawang merah 11 0.18 241.42 4.02

Bawang putih 9 0.15 189.74 3.16


105

Batang bawang 14 0.23 272.81 4.55

Kulit dur ian 21 0.35 2897.89 48.30

Biji durian 33 0.55 1385.91 23.10

Kulit kacang 108 1.80 242.31 4.04


Total 337 11368.62

d. Kelurahan Talise (B4).

Kategori Sampah Laut Jumlah KM(Jml Pot/m2) Berat KM(g/m2)


Potongan (g)
Sayur pare 1 0.02 192.36 3.21

Jantung pisang 1 0.02 451.19 7.52

Batang sayur 8 0.13 447.68 7.46

Daun Ketapang 16 0.27 544.43 9.07

Daun (nn) 23 0.38 564.89 9.41

Kulit semangka 1 0.02 112.45 1.87

Kulit jeruk 7 0.12 215.57 3.59

Kulit jagung 9 0.15 998.87 16.65

Kulit pisang 35 0.58 2542.75 42.38

Lamun 1123 18.72 2433.48 40.56

Kulit nanas 13 0.22 879.84 14.66

Sayur kangkung 19 0.32 791.87 13.20

Batang bawang 11 0.18 554.93 9.25


Total 145 10730.31
106

Kepadatan Relatif Sampah Organik di Kecamatan Palu Timur

a. Kecamatan Besusu (B1).

Kategori Sampah Laut Jumlah KR(Jml Pot/∑pot Berat KR(g/∑g


Potongan x 100%) (g) x 100%)
Daun pisang 4 2.72 192.36 2.96

Batang sayur (nn) 3 2.04 351.19 5.40

Daun (nn) 11 7.48 347.68 5.35

Cabe keriting 5 3.40 113.34 1.74

Cabe rawit 7 4.76 111.48 1.72

Kulit Kacang 68 46.26 432.89 6.66

Kulit jeruk 2 1.36 121.11 1.86

Kulit Durian 7 4.76 1245.12 19.16

Biji Durian 13 8.84 768.98 11.83

Kulit jagung 3 2.04 468.78 7.21

Kulit pisang 12 8.16 772.71 11.89

Sabut kelapa 3 2.04 982.74 15.12

Tulang ikan 9 6.12 590.87 9.09


Total 147 6499.25
107

b. Kelurahan Besusu (B2).

Kategori Sampah Laut Jumlah KR(Jml Pot/∑pot Berat KR(g/∑g


Potongan x 100%) (g) x 100%)
Batang sayur 6 5.61 392.36 5.96

Daun (nn) 18 16.82 451.19 6.85

Tinja 2 1.87 647.68 9.84

Kulit jagung 5 4.67 788.56 11.98

Kulit pisang 18 16.82 890.59 13.53

Kulit ketimun 13 12.15 456.76 6.94

Sabut kelapa 5 4.67 655.78 9.96

Batang bawang 7 6.54 454.77 6.91

Tulang ikan 18 16.82 786.98 11.96

Kulit hewan 2 1.87 556.78 8.46

Bawang merah 5 4.67 232.14 3.53

Bawang putih 8 7.48 268.79 4.08


Total 107 6582.38
108

c. Kelurahan Talise (B3).

Kategori Sampah Laut Jumlah KR(Jml Pot/∑pot Berat KR(g/∑g


Potongan x 100%) (g) x 100%)
Kulit udang 19 5.64 252.36 2.22

Mie 3 0.89 151.19 1.33

Cabe rawit 12 3.56 97.68 0.86

Kulit pisang 82 24.33 2122.89 18.67

Kulit pepaya 12 3.56 246.89 2.17

Sabut kelapa 6 1.78 2889.21 25.41

Wortel 7 2.08 378.32 3.33

Bawang merah 11 3.26 241.42 2.12

Bawang putih 9 2.67 189.74 1.67

Batang bawang 14 4.15 272.81 2.40

Kulit dur ian 21 6.23 2897.89 25.49

Biji durian 33 9.79 1385.91 12.19

Kulit kacang 108 32.05 242.31 2.13


Total 337 11368.62
109

d. Kecamatan Talise (B4).

Kategori Sampah Laut Jumlah KR(Jml Pot/∑pot Berat KR(g/∑g


Potongan x 100%) (g) x 100%)
Sayur pare 1 0.69 192.36 1.79

Jantung pisang 1 0.69 451.19 4.20

Batang sayur 8 5.52 447.68 4.17

Daun Ketapang 16 11.03 544.43 5.07

Daun (nn) 23 15.86 564.89 5.26

Kulit semangka 1 0.69 112.45 1.05

Kulit jeruk 7 4.83 215.57 2.01

Kulit jagung 9 6.21 998.87 9.31

Kulit pisang 35 24.14 2542.75 23.70

Rumput laut 1123 774.48 2433.48 22.68

Kulit nanas 13 8.97 879.84 8.20

Sayur kangkung 19 13.10 791.87 7.38

Batang bawang 11 7.59 554.93 5.17


Total 145 10730.31
110

Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian


111
Hak cipta milik IPB (Institut Pertanian Bogor) Bogor Agricultural University
Hab Cipta Dilindungi Undang-Undang
1.Dilarang mengutip sebagian atau seluruh barya tulis ini tanpa mencantumban dan menyebutkan sumber:
a. Pengutipan hanya untub kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan borya ilmioh, penyusunan laporan, penulisan kritib atau tinjouan suatu
mosalah.
b. Pengutipan tidab merugiban kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumbon dan memperbanyab sebagian atau seluruh barya tulis ini dalam bentub apapun tanpa izin IPB.

You might also like