Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 14

FINAL REPORT DESAIN PABRIK KIMIA DAN EKONOMI (DPKE)

“PRODUKSI METIL ETIL KETON DENGAN PROSES DEHIDROGENASI 2-


BUTANOL”

Disusun Oleh:
Group 1

Umar Said (02211840000042)


Naufal Fakhrudin H. (02211840000050)
Hazura Noorfaizah (02211840000068)
Muh Fakhri Jayadi (02211840000027)

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI DAN REKAYASA SISTEM
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
2021
ABSTRACT

Methyl Ethyl Ketone (MEK) is the second ketone compound in the aliphatic ketone
homolog group after acetone, which is an important commercially produced ketone compound.
MEK is widely used in various industrial purposes including the paint industry, electroplating,
metal degreasing, printing, and many more. This compound has a high solubility in water and
various organic solvents, so it is widely used as a solvent in industry. Methyl ethyl ketone (MEK)
is produced by dehydrogenation of 2-butanol. The compound 2-butanol is the main raw material
used in the MEK manufacturing process. Organic compounds belonging to this type of secondary
alcohol are obtained from the hydration process of 2-butene using an acid catalyst. MEK is
produced commercially from SBA (Secondary butyl alcohol) which is catalytically dehydrated
over an active copper alloy supported on kieselguhr or pumice. The high activity, selectivity and
stability make this system one of the available industrial catalysts for alcohol dehydrogenation.
Through mass balance calculations in this plant design, it was found that the production of Methyl
Ethyl Ketone (MEK) from the dehydrogenation of 2-butanol with a production capacity of 1250
kg MEK/hour requires raw materials in the form of 2-butanol as much as 1289.13 kg/hour, and
absorption solvents. and extraction of 1835 kg of water and 771,4128 kg of TCE, respectively.

Keywords: Dehydrogenation, ketone, secondary butyl alcohol, solvent

ABSTRAK

Metil Etil Keton (MEK) adalah senyawa keton kedua dalam kelompok homolog keton
alifatis setelah aseton merupakan senyawa keton yang penting diproduksi secara komersial. MEK
banyak digunakan dalam berbagai keperluan industri diantaranya industri cat, electroplating,
metal degreasing, percetakan, dan masih banyak lagi. Senyawa ini memiliki kelarutan yang tinggi
dalam air dan berbagai pelarut organik, sehingga banyak digunakan sebagai solvent dalam industri.
Metil etil keton (MEK) diproduksi dengan dehidrogenasi 2-butanol. Senyawa 2-butanol
merupakan bahan baku utama yang digunakan dalam proses pembuatan MEK. Senyawa organik
yang termasuk dalam jenis alkohol sekunder ini diperoleh dari proses hidrasi 2-butena dengan
menggunakan katalis asam. MEK diproduksi secara komersial dari SBA (Secondary butyl alcohol)
yang mengalami dehidrasi katalitik di atas campuran tembaga aktif yang didukung pada kieselguhr
atau batu apung. Aktivitas, selektivitas, dan stabilitas yang tinggi menjadikan sistem ini sebagai
salah satu katalis industri yang tersedia untuk dehidrogenasi alcohol. Melalui perhitungan neraca
massa pada desain pabrik ini, didapatkan bahwa produksi Metil Etil Keton (MEK) dari
dehidrogenasi 2-butanol dengan kapasitas produksi sebesar 1250 kg MEK/jam membutuhkan
bahan baku berupa 2-butanol sebanyak tahun1289,13 kg/jam, dan pelarut absorpsi dan ekstraksi
masing-masing sebanyak 1835 kg Air dan 771,4128 kg TCE.

Kata Kunci : Dehidrogenasi, keton, pelarut, secondary butyl alcohol


I. Pendahuluan

Metil Etil Keton (MEK) adalah senyawa keton kedua dalam kelompok homolog keton
alifatis setelah aseton merupakan senyawa keton yang penting diproduksi secara komersial. MEK
merupakan cairan yang tidak berwarna, mudah terbakar, mempunyai bau seperti aseton dan larut
dalam sebagian besar solvent organik. MEK merupakan pelarut yang mempunyai titik didih dan
viskositas rendah (Kirk-Othmer, 1995).
Kegunaan MEK, antara lain sebagai pelarut dalam proses penghilangan impuritas
pengolahan minyak bumi (solvent dewaxing), bahan pelindung (coating), pelarut organik, bahan
pembantu pada pembuatan isopropil keton, dan lain sebagainya.
Metil etil keton (MEK) diproduksi dengan dehidrogenasi 2-butanol. Reaktor di mana
butanol didehidrasi untuk menghasilkan MEK dan hidrogen, menurut reaksi:

CH3CH2CH3CHOH → CH3CH2CH3CO + H2

dengan konversi alkohol ke MEK adalah 88% dan yield dapat diambil sebagai 100%. Pendingin-
kondensor, di mana reaktor off-gas didinginkan dan sebagian besar MEK dan alkohol yang tidak
bereaksi dikondensasikan. Dua penukar digunakan tetapi mereka dapat dimodelkan sebagai satu
unit. Dari MEK yang memasuki unit, 84 % nya terkondensasi, bersama dengan 92 % alkohol.
Hidrogen tidak dapat dikondensasikan dan kondensat diumpankan ke depan ke kolom pemurnian
akhir. Pada kolom absorpsi, MEK dan alkohol yang tidak terkondensasi diserap dalam air. Sekitar
98% MEK dan alkohol dapat dianggap diserap dalam unit ini, memberikan larutan MEK 10 % b/b.
Umpan air ke absorber didaur ulang dari unit berikutnya yaitu ekstraktor. Aliran ventilasi dari
absorber, yang sebagian besar mengandung hidrogen, dikirim ke flare stack.
Pada kolom ekstraksi, di mana MEK dan alkohol dalam larutan dari penyerap diekstraksi
dengan trikloroetilena (TCE). Raffinate, air yang mengandung sekitar 0,5 % b/b MEK, didaur
ulang ke kolom absorpsi. Ekstrak yang mengandung sekitar 20 % berat MEK, dan sejumlah kecil
butanol dan air, diumpankan ke kolom distilasi. Pada kolom distilasi, terjadi pemisahan MEK dan
alkohol dari pelarut TCE. Pelarut yang mengandung sedikit MEK dan air didaur ulang ke kolom
ekstraksi. Pada kolom distilasi kedua, dihasilkan produk MEK murni dari produk mentah dari
kolom pertama. Residu dari kolom ini, yang mengandung sebagian besar 2-butanol yang tidak
bereaksi, didaur ulang ke reaktor.
II. Dasar Teori

Metil etil keton merupakan salah satu jenis senyawa keton yang banyak digunakan dalam
industri dan diproduksi secara komersial. Cairan jernih tidak berwarna yang dikenal dengan nama
2-butanon ini memiliki sifat mudah terbakar, berbau seperti aseton, memiliki titik didih rendah,
serta mudah larut dalam air dan beberapa pelarut organik (McKetta, 1989).

Gambar II.1 Struktur MEK

Berikut ini merupakan sifat fisika darii metil-etil keton:

Tabel I.2. Sifat Fisika Metil Etil Keton (Yaws, 1999)

Senyawa MEK banyak digunakan di industri baik dalam skala besar maupun kecil.
Beberapa manfaat atau kegunaan dari senyawa MEK dalam industri adalah sebagai berikut
(American Chemistry Council, 2007).
1. Pelarut dalam proses pembuatan resin, gum, selulosa nitrat, selulosa asetat;
2. Bahan pelapis (coating);
3. Bahan perekat (adhesif) atau lem;
4. Bahan tinta cetak;
5. Bahan kimia intermediate.

MEK banyak digunakan dalam berbagai keperluan industri diantaranya industri cat,
electroplating, metal degreasing, percetakan, dan masih banyak lagi. Senyawa ini memiliki
kelarutan yang tinggi dalam air dan berbagai pelarut organik, sehingga banyak digunakan sebagai
solvent dalam industri (Wirtz, 1989). Kegunaan metil etil keton disajikan pada berikut:

Tabel I.3. Kegunaan Metil Etil Keton (EPA, 1994)

Senyawa 2-butanol merupakan bahan baku utama yang digunakan dalam proses
pembuatan MEK. Senyawa organik yang termasuk dalam jenis alkohol sekunder ini diperoleh dari
proses hidrasi 2-butena dengan menggunakan katalis asam. Zat ini mudah terbakar, cairan yang
tidak berwarna, dan terlarut sempurna pada pelarut organik polar seperti eter dan alkohol lainnya.
Pada produksi dalam skala besar, kegunaan utama dari 2-butanol adalah sebagai pelopor dari
pelarut industri yaitu metil etil keton.

Gambar II.2 Struktur 2-Butanol


Berikut ini merupakan sifat fisika dari 2-Butanol:

Tabel II.2. Sifat Fisika 2-Butanol (Yaws, 1999)

Dehidrogenasi butil alkohol sekunder pada berbagai katalis oksida logam pada 250-400 °C
menghasilkan pembentukan berbagai jumlah alkohol yang tidak dikonversi, air dan MEK. MEK
diproduksi secara komersial dari SBA (Secondary butyl alcohol) yang mengalami dehidrasi
katalitik di atas campuran tembaga aktif yang didukung pada kieselguhr atau batu apung. Aktivitas,
selektivitas, dan stabilitas yang tinggi menjadikan sistem ini sebagai salah satu katalis industri
yang tersedia untuk dehidrogenasi alcohol (Keshavaraja, 1996).
III. Pembahasan

III.1 Block Flow Diagram


Pra-desain pabrik produksi Metil Etil Keton (MEK) dengan proses dehidrogenasi 2-Butanol ini
dilakukan melalui serangkaian proses teknik kimia dengan menggunakan alat berupa reaktor, kondensor,
absorber, ekstraktor, kolom distilasi 1 dan kolom distilasi 2. Kapasitas produksi yang diinginkan yaitu
sebesar 1250 kg/jam MEK.
Berikut merupakan Block Flow Diagram dari pabrik yang disajikan pada Gambar III.1.

Gambar III.1 Block Flow Diagram Produksi Metil Etil Keton


Dengan Proses Dehidrogenasi 2-Butanol

III.2 Material Balance Process


Untuk perhitungan neraca massa aliran keluar-masuk pada tiap-tiap alat proses dilampirkan
sebagai berikut:

1. Reaktor
<2> <3>
Reaktor

basis 2-butanol = 19,792 kmol/jam


CH3CH2CH3CHOH → CH3CH2CH3CO + H2
Konversi = 0,88
Yield = 1
Tabel III.2.1 Neraca Massa Aliran pada Reaktor
Masuk Keluar
No. Komponen BM Aliran <2> Aliran <3>
Fraksi Mol Fraksi Mol
Massa (kg) Massa (kg)
mol (kmol) mol (kmol)
1 2-butanol 74 1 19,7919 1464,5983 0,0638 2,3750 175,7518
2 MEK 72 0 0 0 0,4681 17,4168 1254,0128
3 H2 2 0 0 0 0,4681 17,4168 34,8337
Total 1 19,7919 1464,5983 1 37,2087 1464,5983

Sehingga diperoleh jumlah massa komponen aliran masuk sama dengan aliran keluar Reaktor sebesar
1464,5983 kg.

2. Kondensor
<3> <4>
Kondensor

MEK = 0,8 <13>


2-butanol = 0,92
H2 = 0

Tabel III.2.2 Neraca Massa Aliran pada Kondensor


Masuk

No. Komponen BM Aliran <3>


Fraksi Mol
Massa (kg)
mol (kmol)
1 2-butanol 74 0,0638 2,3750 175,7518
2 MEK 72 0,4681 17,4168 1254,0128
3 H2 2 0,4681 17,4168 34,8337
Total 1 37,2087 1464,5983

Keluar
No. Komponen BM Aliran <4> Aliran <13>
Fraksi Mol Massa Fraksi Mol Massa
mol (kmol) (kg) mol (kmol) (kg)
1 2-butanol 74 0,0093 0,19 14,0601 0,1299 2,185 161,692
2 MEK 72 0,1366 2,7867 200,6421 0,8701 14,6301 1053,37
3 H2 2 0,854 17,4168 34,8337 0 0 0
Total 1 20,3935 249,5359 1 16,8152 1215,06
Sehingga diperoleh jumlah massa komponen aliran masuk sama dengan aliran keluar
Kondensor sebesar 1464,5983 kg.

3. Absorber
<6>

<4> <7>
Absorber

<5>

Gas terabsorbsi :
MEK = 0,98
2-butanol = 0,98
H2 = 0

Keluaran Absorber:
MEK (aq) = 0,1 b/b

Tabel III.2.3 Neraca Massa Aliran Masuk pada Absorber


Masuk

No. Komponen BM Aliran <4> Aliran <6>


Fraksi Mol Fraksi Mol Fraksi Massa
Massa (kg)
mol (kmol) mol (kmol) massa (kg)
1 2-butanol 74 0,0093 0,1900 14,0601 0,0000 0 0,0000 0,0000
2 MEK 72 0,1366 2,7867 200,6421 0,0034 0,1281 0,0050 9,2224
3 H2 2 0,8540 17,4168 34,8337 0,0000 0 0,0000 0,0000
4 H2O 18 0,0000 0,0000 0,0000 2,7402 101,9590 0,9950 1835
Total 1,0000 20,3935 249,5359 2,7436 102,0871 1 1844,4839

Total aliran masuk = 102,0871 + 1844,4839


= 2094,0198 kg

Tabel III.2.4 Neraca Massa Aliran Keluar pada Absorber


Keluar
No. Komponen BM Aliran <5> Aliran <7>
Fraksi Mol Fraksi Massa Fraksi Mol Massa
mol (kmol) massa (kg) mol (kmol) (kg)
1 2-butanol 74 0,0018 0,1862 0,0067 13,7789 0,0002 0,0038 0,2812
2 MEK 72 0,0272 2,8591 0,1002 205,852 0,0032 0,0557 4,0128
3 H2 2 0 0 0 0 0,9966 17,4168 34,8337
4 H2O 18 0,971 102 0,8931 1835 0 0 0
Total 1 105,004 1 2054,89 1 17,4764 39,1277
Total aliran keluar = 2054,89 + 39,1277
= 2094,0198 kg

Sehingga dari Tabel III.2.3 diketahui bahwa aliran masuk H2O pada absorber yang
diperoleh sebesar 101,959 kmol. Pada Tabel III.2.4 diperoleh fraksi massa keluaran MEK sebesar
0,1. Untuk total massa aliran masuk sama dengan aliran keluar sebesar 2094,0198 kg.

4. Ekstraktor
<8>

<5> <6>
Ekstraktor

<9>

Tabel III.2.5 Neraca Massa Aliran Masuk pada Ekstraktor


Masuk

No. Komponen BM Aliran <5> Aliran <8>


Fraksi Mol Fraksi Fraksi Mol Massa
Massa (kg)
mol (kmol) massa mol (kmol) (kg)
1 2-butanol 74 0,0018 0,1862 0,0067 13,7789 0,0000 0 0
2 MEK 72 0,0272 2,8591 0,1002 205,8516 0,0000 0 0
3 H2 2 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0 0
4 H2O 18 0,9710 101,9590 0,8931 1835 0,0000 0 0
5 TCE 131,5 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 1,0000 5,8663 771,4128
Total 1,0000 105,0042 1,0000 2054,8921 1,0000 5,8663 771,4128

Total aliran masuk = 2054,8921 + 771,4128


= 2826,3049 kg
Tabel III.2.6 Neraca Massa Aliran Keluar pada Ekstraktor
Keluar
No. Komponen BM Aliran <9> Aliran <6>
Mol Fraksi Massa Fraksi Mol Fraksi Massa
Fraksi mol
(kmol) massa (kg) mol (kmol) massa (kg)
1 2-butanol 74 0,0212 0,1862 0,014 13,7789 0 0 0 0
2 MEK 72 0,31092 2,731 0,2003 196,629 0,0013 0,1281 0,005 9,2224
3 H2 2 0 0 0 0 0 0 0 0
4 H2O 18 0 0 0 0 0,9987 101,959 0,995 1835
5 TCE 131,5 0,66788 5,86626 0,7857 771,413 0 0 0 0
Total 1 8,7834 1 981,821 1 102,087 1 1844,4839

Total aliran keluar = 981,821 + 1844,4839


= 2826,3049 kg

Sehingga dari Tabel III.2.5 diketahui bahwa aliran masuk TCE pada ekstraktor yang diperoleh
sebesar 5,866 kmol. Pada Tabel III.2.6 diperoleh fraksi massa keluaran MEK sebesar 0,2. Untuk total
massa aliran masuk sama dengan aliran keluar sebesar 2826,3049 kg.

5. Kolom Distilasi I

<10>

<9>
Kolom Distilasi I

<8>

Tabel III.2.7 Neraca Massa Aliran Masuk pada Kolom Distilasi I


Masuk

No. Komponen BM Aliran <9>


Mol Fraksi
Fraksi mol Massa (kg)
(kmol) massa
1 2-butanol 74 0,0212 0,1862 0,0140 13,7789
2 MEK 72 0,3109 2,7310 0,2003 196,6292135
3 H2 2 0,0000 0,0000 0,0000 0
4 H2O 18 0,0000 0,0000 0,0000 0
5 TCE 131,5 0,6679 5,8663 0,7857 771,4128312
Total 1,0000 8,7834 1,0000 981,8210
Total aliran masuk = 981,821 kg

Tabel III.2.8 Neraca Massa Aliran Keluar pada Kolom Distilasi I


Keluar
Aliran <10> Aliran <8>
Fraksi Mol Massa Fraksi Mol Massa
No. Komponen BM mol (kmol) (kg) mol (kmol) (kg)
1 2-butanol 74 0,0638 0,1862 13,7789 0,0000 0 0
2 MEK 72 0,9362 2,7310 196,6292 0,0000 0 0
3 H2 2 0,0000 0 0 0,0000 0 0
4 H2O 18 0,0000 0 0 0,0000 0 0
5 TCE 131,5 0,0000 0 0 1,0000 5,8663 771,4128
Total 1,0000 2,9172 210,4082 1,0000 5,8663 771,4128

Total aliran keluar = 210,4082 + 771,4128


= 981,821 kg

Sehingga dari Tabel III.2.7 dan Tabel III.2.8 diperoleh total massa aliran masuk sama dengan
aliran keluar sebesar 981,821 kg.

6. Kolom Distilasi II

<11>

<10> Kolom Distilasi


II
<13>
<12>

Tabel III.2.9 Neraca Massa Aliran Masuk pada Kolom Distilasi II


Masuk

No. Komponen BM Aliran <10+13>


Fraksi Mol
Massa (kg)
mol (kmol)
1 2-butanol 74 0,1202 2,3712 175,4705968
2 MEK 72 0,8798 17,3611 1250
3 H2 2 0,0000 0,0000 0
4 H2O 18 0,0000 0,0000 0
5 TCE 131,5 0,0000 0,0000 0
Total 1,0000 19,7323 1425,4706

Basis 2-butanol = 19,792 kmol/jam


Mol aliran masuk 2-butanol = Basis 2-butanol – aliran keluar 2-butanol
=19,792 - 2,3712
= 17,4206 kmol
= 1289,1277 kg

Total aliran masuk = 1425,4706 kg

Tabel III.2.10 Neraca Massa Aliran Keluar pada Kolom Distilasi II


Keluar

No. Komponen BM Aliran <11> Aliran <12>


Fraksi Mol Massa Fraksi Mol
Massa (kg)
mol (kmol) (kg) mol (kmol)
1 2-butanol 74 0,0000 0,0000 0 0,4042 2,3712 175,4706
2 MEK 72 1,0000 17,3611 1250 0,0000 0,0000 0
3 H2 2 0,0000 0 0 0,0000 0,0000 0
4 H2O 18 0,0000 0 0 0,0000 0,0000 0
5 TCE 131,5 0,0000 0 0 0,0000 0,0000 0
Total 1,0000 17,3611 1250 0,4042 2,3712 175,4706

Total aliran keluar = 1250+ 175,4706


= 1425,4706 kg

Sehingga dari Tabel III.2.9 diketahui bahwa aliran masuk 2-butanol pada kolom distilasi II yang
diperoleh sebesar 17,4206 kmol. Pada Tabel III.2.10 diperoleh massa keluaran MEK sebesar 1250
KG. Adapun total massa aliran masuk diperoleh sama dengan aliran keluar sebesar 1425,4706 kg.

IV. Kesimpulan
Produksi Metil Etil Keton (MEK) dari dehidrogenasi 2-butanol dengan kapasitas produksi
sebesar 1250 kg MEK/jam membutuhkan bahan baku berupa 2-butanol sebanyak tahun1289,13
kg/jam, dan pelarut absorpsi dan ekstraksi masing-masing sebanyak 1835 kg Air dan 771,4128 kg
TCE.
DAFTAR PUSTAKA

American Chemistry Council, (2007) Methyl Ethyl Ketone (MEK) [online],


https://www.americanchemistry.com/ProductsTechnology/Ketones/Methyl-
EthylKetoneMEK.html/ (diakses tanggal: 14 Desember 2021)

Coulson and Richardson’s (2005) Chemical Engineering Design, Volume 2, Fifth Edition.

Environmental Protection Agency, (1994) Locating and Estimating Air Emissions from Sources
of Methyl Ethyl Ketone, Amerika Serikat: Environmental Protection Agency.

Keshavaraja, A. et al, (1996) Process for the preparation of methyl ethyl ketone from secondary
butyl alcohol using an improved copper silica catalyst. Council of Scientific and Industrial
Research.

Kirk-Othmer (1981) Encyclopedia of Chemical Technology Vol.19. John Wiley & Sons inc.
New York.

McKetta, J.J. (1989) Encyclopedia of Chemical Processing and Design, Vol. 30, New York: CRC
Press, p. 32.

Wirtz, R., et al, (1989) Ullmann’s Encyclopedia of Industrial Chemistry. 5th edn, Vol. A4,
Weinheim: Wiley-VCH, pp. 477-480.

Yaws, C.L. (1999) Chemical Properties Handbook, Microsoft Excel, Texas: McGraw Hill.

You might also like