Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 13

PENYELESAIAN PERKARA KEKERASAN “KOLEKTIF” OLEH

KEPOLISIAN
THE SETTLEMENT OF THE DISPUTE OF “COLLECTIVE”
VIOLENCE BY THE POLICE
M. Yusran
Mahasiswa Program Magister Ilmu HukumUniversitas Mataram
Email : yus_travis@yahoo.co.id
Naskah diterima : 23/08/2013; direvisi : 13/09/2013; disetujui : 25/10/2013

Abstract
Indonesia Republic State Police is a tool that plays a role in maintaining state security and public
order, enforce the law and provide protection, guidance, and service to the community within the
framework of maintaining internal security “. According to Police Act Number 2 of Year 2002
in Article 18 explained that the police were given the authority under certain circumstances
to do according to his own judgment or be known as a functional discretionary powers which
puts persons of police as a central factor in law enforcement. Discretion is the authority of the
police to make a decision or choose different actions in resolving issues of law or violation of
criminal cases are handled. Police discretion is an authority given to the police, to make decisions
in certain situations that require separate consideration and involves moral issues and lies
within the boundary line between the legal and the moral. One of the scope of police discretion is
collective violence. Collective violence is violence committed by a group of people who performed
together , this collective violence associated with irrationality, emotionality and impersonation
individuals who escape the social restrictions of a social organization. Individuals who are in a
group / crowd considered mimic each other, so that mutually reinforce and enlarge emotionality
and irrationality of others
Keywords : Policing , Discretion , Collective Violence

Abstrak
Kepolisian Negara RI merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat, menegakkan hukum serta memberikan perlindungan, pengayoman,
dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri”.
Menurut UU kepolisian No. 2 tahun 2002 dalam Pasal 18 dijelaskan bahwa polisi diberi
wewenang dalam keadaan tertentu untuk melakukan menurut penilaiannya sendiri atau
bisa dikenal sebagai kekuasaan diskresi fungsional yang menempatkan pribadi-pribadi
polisi sebagai faktor sentral dalam penegakan hukum. Diskresi merupakan kewenangan
polisi untuk mengambil keputusan atau memilih berbagai tindakan dalam menyelesaikan
masalah pelanggaran hukum atau perkara pidana yang ditanganinya. Diskresi kepolisian
adalah suatu wewenang yang diberikan kepada polisi, untuk mengambil keputusan dalam
situasi tertentu yang membutuhkan pertimbangan tersendiri dan menyangkut masalah
moral serta terletak dalam garis batas antara hukum dan moral. Salah satu ruang lingkup
diskresi kepolisian adalah kekerasan kolektif. Kekerasan kolektif adalah kekerasan yang
dilakukan oleh sekumpulan orang yang dilakukan secara bersama-sama, kekerasan kolektif
ini berkaitan dengan irasionalitas, emosionalitas dan peniruan individu yang lepas dari
pembatasan sosial suatu organisasi sosial. Individu-individu yang berada dalam suatu
kelompok/crowd dianggap saling meniru, sehingga saling memperkuat dan memperbesar
emosionalitas dan irasionalitas sesamanya.
Kata Kunci: Kepolisian, Diskresi, Kekerasan Kolektif

IUS 523 Kajian Hukum dan Keadilan


Jurnal IUS | Vol I | Nomor 3 | Desember 2013 | hlm, 523~535

PENDAHULUAN Berdasarkan Pasal di atas, sesuai dengan


Pasal 5 UU No.2 Tahun 2002 maka: “Ke-
Institusi Polri tidak pernah terlepas dari
polisian Negara RI merupakan alat negara
sorotan Publik karena memiliki Tugas Po-
yang berperan dalam memelihara keaman-
kok, Fungsi, Peran dan Wewenang, sebagai
an dan ketertiban masyarakat, menegakkan
salah satu bagian dari Fungsi Pemerintahan
hukum serta memberikan perlindungan,
Negara di bidang pemeliharaan keamanan
pengayoman, dan pelayanan kepada ma-
dalam Negeri/Kamtibmas, Aparatur Pen-
syarakat dalam rangka terpeliharanya ke-
egak Hukum, Pelindung, Pengayom, Pelay-
amanan dalam negeri”.
an kepada masyarakat, sehingga Kinerja
Polri tidak pernah luput dari penilaian ma- Dalam melaksanakan tugas dan sebagai
syarakat khususnya menyangkut komplain alat negara memberikan perlindungan, pen-
dari Masyarakat atau Instansi Pemerintah gayoman dan pelayanan kepada masyara-
terhadap Kinerja Polri terutama menyang- kat, maka eksistensi Kepolisian Negara RI
kut sikap Perilaku Anggota. (Polri) selaku penegak hukum bersama-
sama dan menyatu dengan masyarakat.
Terdapat perbedaan yang mendasar
Dalam posisi demikian adalah wajar jika
dalam penyelenggaraan pemerintahan di bi-
evaluasi kinerja Polri langsung di berikan
dang pertahanan dan keamanan. Kepolisian
oleh ­ masyarakat. Evaluasi kinerja lang-
Negara Republik Indonesia bertanggung-
sung oleh masyarakat terhadap Polri amat
jawab di bidang keamanan dan ketertiban
berpengaruh terhadap citra Polri. Saat ini
masyarakat, sedangkan bidang pertahanan
kualitas citra Polri dinilai para pengamat
negara dilakukan oleh Departemen Pertah-
mengalami kemerosotan, karena sering
anan Keamanan Tentara Nasional Indone-
di jumpai k ­ asus-kasus di tengah masyara-
sia. Tujuan utamanya, menjaga keutuhan
kat khususnya perkara kekerasan kolektif
dan kedaulatan Negara. Ketetapan MPR
yang penyelesaian perkaranya tidak dapat
RI No.VI/MPR/2000 tentang pemisahan
diselesaikan secara tuntas oleh kepolisian.
Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian
Kemerosotan citra Polri di mata masyara-
Negara Republik Indonesia dan perannya
kat merupakan sebuah persoalan penting
masing-masing (dalam ketetapan MPR RI
yang hingga saat ini masih terus membe-
No.VII/MPR/2000). Dua Tap MPR RI di
lenggu Polri dalam menjalankan tugas dan
atas merupakan landasan dibentuknya UU
wewenangnya sebagai penjaga keamanan
Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU
dan ketertiban masyarakat, melakukan
RI No.2 Th 2002).
penegakan hukum, dan melakukan pen-
Dijelaskan dalam Pasal 4 UU No.2 Th gayoman, perlindungan serta menciptakan
2002 bahwa: keamanan, ketertiban dan kelancaran
dalam melayani masyarakat. Fenomena ini
“tujuandibentuknya Kepolisian Negara tampaknya tetap akan menjadi siklus yang
Republik Indonesia untuk mewujudkan abadi dalam tubuh Polri (Kepolisian Negara
keamanan dalam negeri yang meliputi Republik Indonesia), andaikata komitmen
terpeliharanya keamanan dan ketertiban profesionalisme, transparansi dan akunt-
masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, abilitas tidak diwujudnyatakan dalam s­ ikap
terselenggaranya perlindungan, pengayo- dan tindakan aparat kepolisian dalam men-
man dan pelayanan masyarakat, serta jalankan tugas dan wewenang sehari-hari.1
terbinanya ketentraman masyarakat
dengan menjunjung tinggi hak asasi ma- 1
Fenomena yang demikian itu sebagaimana per-
nusia”. nah diungkapkan oleh Budayawan Jaya Suprana dalam
sebuah Seminar Nasional Polisi di Semarang, bahwa
“Nyaris tidak ada Surat Kabar yang tidak memuat ar-
tikel mengkritik polisi, mulai dari yang beralasan ilmiah
sampai emosional pribadi. Tidak ada mulut yang tidak
524 IUS Kajian Hukum dan Keadilan
M. Yusran | Penyelesaian Perkara Kekerasan “Kolektif” Oleh Kepolisian .....................................................
Terkait dengan tugas dan wewenang lakukan dalam keadaan yang sangat perlu
polri sudah diatur didalam peraturan pe- dengan memperhatikan perundang-un-
rundang-undangan, dalam Pasal 30 Ayat gangan dan kode etik Polri.
(4) UUD 1945, misalnya, secara tegas men-
Terkait dengan tugas dan wewenang
gatur bahwa “Polri sebagai alat Negara yang
kepolisian di atas, dalam implementasin-
menjaga keamanan dan ketertiban bertugas
ya sering disalahgunakan oleh kepolisian,
melindungi, mengayomi, melayani masyara-
sering terjadi kasus di masyarakat yang se-
kat, serta menegakkan hukum”. Hal senada
harusnya diselesaikan sesuai aturan yang
diatur juga dalam Pasal 6 Ketetapan MPR
berlaku namun polisi mengabaikan aturan
No. VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan
tersebut dengan alasan demi kepentin-
Polri, “Polri merupakan alat Negara yang
gan para pihak yang bersengketa, namun
berperan dalam memelihara keamanan dan
hal tersebut bertentangan dengan konsep
ketertiban masyarakat, menegakkan hu-
kepastian yang merupakan tujuan utama
kum, memberikan perlindungan, pengayo-
dari hukum karena dengan kepastian akan
man dan pelayanan kepada masyarakat”.
menciptakan ketertiban dalam masyarakat.
Arahan yuridis tentang peran Polri yang
demikian itu, kemudian dijabarkan lebih Salah satu contoh kasus yaitu terhadap
lanjut dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang kekerasan kolektif dalam konflik-konflik di
Polri, terutama dalam Pasal 5, Pasal 13 dan tengah masyarakat, perkelahian antar kam-
14. pung, kekerasan yang dilakukan oleh para
pendemo yang anarki, demo anarki meru-
Dari arahan yuridis tersebut tampak,
pakan suatu tindakan bersama dalam suatu
bahwa lembaga kepolisian di Indonesia ti-
kelompok. Dengan kata lain, demo anarki
dak hanya berperan sebagai bagian dari
sebenarnya merupakan prilaku bersama-
penegakan hukum yang terpola dalam
sama atau kolektif. Beranjak dari latar be-
sistem peradilan pidana (SPP), melainkan
lakang di atas maka peneliti tertarik untuk
lebih jauh dari itu berperan juga sebagai
mengkaji permasalahan yang terkait ­dengan
lembaga penjaga keamanan dan ketertiban
tugas dan wewenang kepolisian dalam men-
masyarakat, serta pelindung, pengayom dan
gatasi kasus dan perkara yang terjadi dalam
pelayan masyarakat.2
masyarakat, adapun judulnya adalah ”Peny-
Secara khusus untuk menjalankan tugas elesaian Perkara Kekerasan “Kolektif” Oleh
dalam bidang proses pidana atau proses pen- Kepolisian”. Dari uraian di atas, maka pen-
egakan hukum, POLRI diberi wewenang se- ulis memokuskan kajian terhadap dasar ke-
bagaimana yang diatur dalam Pasal 18 UU wenangan kepolisian dalam menyelesaikan
N0.2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian yaitu: perkara kekerasan kolektif, jenis-jenis tin-
dak pidana yang dapat diselesaikan meng-
1) Untuk kepentingan umum pejabat ke-
gunakan diskresi, serta a kriteria tindak
polisian Negara RI dalam melaksanakan
pidana dalam penggunaan diskresi.
tugas dan wewenangnya dapat bertindak
menurut penilaiannya sendiri.
PEMBAHASAN
2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana di- A. Dasar Kewenangan Kepolisian Dalam Me-
maksud dalam ayat (1) hanya dapat di- nyelesaikan Perkara Kekerasan Kolektif
mengomeli polisi” (Jaya Suprana, “Polisi dan Pelayanan 1. Kewenangan Kepolisian Dalam Perspektif
Masyarakat”, Makalah Seminar Nasional Polisi I, dis-
elenggarakan oleh Pusat Studi Kepolisian UNDIP, 1995,
Undang-undang Nomor 2 tahun 2002
hlm. 1).
2
Paul M. Whisenand & James L. Cline sebagaimana Dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e Undang-
dikutip oleh Erlyn Indarti, [Erlyn Indarti, Diskresi Po- undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Ke-
lisi.Semarang: Lembaga Penerbit Undip, 2000, hlm. 46.

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 525


Jurnal IUS | Vol I | Nomor 3 | Desember 2013 | hlm, 523~535

polisian Negara Republik Indonesia, menye- proses pidana sebagaimana diatur dalam
butkan bahwa : “Dalam melaksanakan tugas Pasal 16 ayat (1) undang-undang No. 2 Ta-
pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal hun 2002 tentang Kepolisian Negara Re-
13, Kepolisian Negara Republik Indonesia publik Indonesia.
bertugas….. memelihara ketertiban dan men-
Kewenangan dalam melakukan tinda-
jamin keamanan umum”. Jadi Pasal 14 ayat
kan lain menurut hukum yang bertanggung
(1) huruf e merupakan dasar hukum bagi
jawab sebagaimana disebutkan dalam Pasal
“kewajiban umum kepolisian” dan menjadi
16 ayat (1) huruf I undang-undang no. 2
acuan penggunaan “asas ke­wajiban” (pli-
tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Re-
chtmatigheid beginsel) bagi para pejabat ke-
publik Indonesia, dapat dilaksanakan oleh
polisian untuk bertindak demi kepentingan
penyelidik atau penyidik dengan tolak ukur
umum berdasarkan penilaian sendiri atau
sebagai berikut :
disebut juga dengan istilah “diskresi”.
a. Tidak bertentangan dengan suatu aturan
Kewajiban umum kepolisian yang di-
hukum;
maksud adalah bahwa tugas untuk meme-
lihara ketertiban dan keamanan adalah b. Selaras dengan kewajiban hukum yang
merupakan tugas polisi yang universal atau mengharuskan tindakan tersebut dilaku-
mendasar. Seperti yang dijadikan semboyan kan;
kepolisian diseluruh dunia yaitu Serve and
Protect atau tugas melayani dan melindungi c. Harus patut, masuk akal, dan termasuk
yang didalamnya terkandung maksud ter- dalam lingkungan jabatannya;
ciptanya ketertiban dan tegaknya hukum d. Pertimbangan yang layak berdasarkan ke-
(law and order), bahwa tujuan dari diskresi adaan yang memaksa; dan
kepolisian mengacu kepada Pasal 14 ayat
(1) huruf e adalah dalam rangka memeli- e. Menghormati hak asasi manusia.
hara ketertiban dan menjamin keamanan
Pasal 18 menyebutkan bahwa :
masyarakat secara umum yang mengand-
ung arti bahwa polri berkewajiban melind- (1) Untuk kepentingan umum pejabat
ungi dan melayani bukan untuk berkuasa Kepolisian Negara Republik Indo-
atau sewenang-wenang, maksudnya ke- nesia dalam melaksanakan tugas
wenangan kepolisian yang melekat pada dan wewenangnya dapat bertin-
setiap anggota polri lahir karena kewajiban- dak menurut penilaiannya sendi-
nya melindingi seseorang atau masyarakat ri.
dari ancaman bahaya sehingga masyarakat
(2)
Pelaksanaan ketentuan sebagai­
merasa aman, oleh karena itu penggunaan
mana dimaksud dalam ayat (1)
kewenangan kepolisian yang dikaitkan den-
hanya dapat dilakukandalam ke-
gan kekuasaan kadangkala mengenyamp-
adaan yang sangat perlu dengan
ingkan peraturan yang ada demi kepentin-
memperhatikan peraturan perun-
gan umum.
dang -undangan, serta Kode Etik
Sedangkan berkaitan dengan wewenang Profesi Kepolisian Negara Repub-
kepolisian meliputi wewenang umum seb- lik Indonesia.
agaimana dirumuskan dalam Pasal 15 Ayat Dalam penjelasan Pasal 18 ayat (1)
(1) dan wewenang khusus antara lain me- Undang-undang No. 2 Tahun 2002 ten-
liputi : kewenangan sesuai peraturan pe- tang Kepolisian Negara Republik Indone-
rundang-undangan (Pasal 15 ayat 2) dan sia menyebutkan bahwa yang dimaksud
wewenang penyelidikan atau penyidikan
­ dengan “bertindak menurut penilaiannya

526 IUS Kajian Hukum dan Keadilan


M. Yusran | Penyelesaian Perkara Kekerasan “Kolektif” Oleh Kepolisian .....................................................
sendiri” adalah suatu tindakan yang dapat a. Penyelidik karena kewajibannya mempu-
di­lakukan oleh anggota Kepolisian Negara nyai wewenang :
Republik Indonesia yang dalam bertindak
1. Menerima laporan atau pengaduan
harus mempertimbangkan manfaat serta
dari seseorang tentang adanya tidak
resiko dari tindakannya dan betul-betul un-
pidana.
tuk kepentingan umum.
2. Mencari keterangan dan barang buk-
Rumusan kewenangan Kepolisian ­Negara ti.
Republik Indonesia dalam Pasal 18 ayat (1)
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 ten- 3. Menyuruh berhenti seorang yang
tang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dicurigai dan menanyakan serta
merupakan kewenangan yang bersumber memeriksa tanda pengenal diri.
dari asas kewajiban umum kepolisian yaitu 4. Mengadakan tindakan lain menururt
suatu asas yang memberikan kewenangan hukum yang bertanggung jawab.
kepada pejabat kepolisian untuk bertindak
b. Atas perintah penyidik dapat melakukan
atau tidak bertindak menurut penilaiannya
tindakan berupa :
sendiri, dalam rangka kewajiban umum-
nya menjaga, memelihara ketertiban dan 1. Penagkapan, larangan meninggalkan
menjamin keamanan umum. Secara umum tempat, penggeledahan dan penyi­
kewenangan ini dikenal sebagai “diskresi taan.
kepolisian” yang keabsahannya didasarkan
2. Pemeriksaan dan penyitaan surat.
pada pertimbangan keperluannya untuk tu-
gas kewajiban. Pembahasan substansi Pas- 3. Mengambil sidik jari dan memotret
al 18 ayat (1) undang-undang no. 2 tahun seseorang.
2002 tentang Kepolisian Negara Republik 4. Membawa dan menghadapkan se­
Indonesia ini, cukup panjang karena sub- orang pada penyidik.
stansi ini merupakan konsep kewenangan
kepolisian yang baru diperkenankan walau- 5. Penyelidik membuat dan menyam-
pun didalam kenyataan pelaksanaan tugas paikan laporan hasil pelaksanaan
kepolisian sehari-hari selalu digunakan. tindakan sebagaimana tersebut pada
ayat (1) huruf a dan huruf b kepada
Seorang petugas Kepolisian Negara Re- penyidik.
publik Indonesia yang bertugas ditengah-
Dengan penjelasan dalam Pasal 5 dari
tengah masyarakat, harus mampu mengam-
ayat (1) huruf a angka 1 sampai dengan 3,
bil keputusan berdasarkan penilaiannya
huruf b dan ayat (2) hanya disebut dengan
sendiri apabila terjadi gangguan terhadap
cukup jelas, sedangkan ayat (1) huruf a an-
ketertiban dan kemanan umum atau bila
gka 4 menjelaskan yang dimaksud dengan
diperkirakan akan timbul bahaya bagi ket-
“tindakan lain” adalah tindakan dari peny-
ertiban dan keamanan umum.
elidik untuk kepentingan penyelidikan den-
2. Kewenangan Kepolisian dalam Undang- gan syarat :
undangNomor8Tahun1981tentangKitab
1. Tidak bertentangan dengan suatu aturan
Undang-Undang Hukum Acara Pidana
hukum.
(KUHAP)
2. Selaras dengan kewajiban hukum yang
Wewenang polri menurut undang-un- mengharuskan dilakukannya tindakan
dang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum jabatan.
Acara Pidana, selaku penyelidik sebagaima-
na tercantum dalam Pasal 5 yaitu:

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 527


Jurnal IUS | Vol I | Nomor 3 | Desember 2013 | hlm, 523~535

3. Tindakan itu harus patut dan masuk akal agaimana bunyi Pasal 109 ayat (2) dalam hal
dan termaksud dalam lingkungan jabatan- penyidik menghentikan penyidik karena
nya. tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa
4. Atas pertimbangan yang layak berdasar- tersebut ternyata bukan merupakan tindak
kan keadaan memaksa. pidana atau penyidikan dihentikan demi
hukum, maka penyidik memberitahukan
5. Menghormati hak asasi manusia. hal itu kepada penuntut umum, tersangka
Selaku penyidik terdapat dalam Pasal 7 atau keluarganya. Huruf j lihat penjelasan
ayat (1) karena kewajibannya mempunyai Pasal 5 ayat (1) huruf a angka 4, ayat (2)
wewenang : yang dimaksud dengan penyidik dalam ayat
ini adalah misalnya pejabat bea dan cukai,
a. menerima-laporan atau pengaduan dari
pejabat imigrasi dan pejabat kehutanan
seorang tentang adanya tindak pidana;
yang melakukan tugas penyidikan sesuai
b. melakukan tindakan pertama pada saat di dengan wewenang khusus yang diberikan
tempat kejadian; oleh undang-undang yang menjadi dasar
c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan hukumnya masing-masing, ayat (3) cukup
memeriksa tanda pengenal diri tersangka; jelas.

d. melakukan penangkapan, penahanan, 3. Kewenangan Dalam Peraturan KAPOL-


penggeledahan dan penyitaan; RI
e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan
1. Protap /01/x/2010
surat;
f. mengambil sidik jari dan memotret Dalam Protap/01/x/2010 Tentang pen-
seorang; anggulangan anarki bahwa Polri dapat
melakukan diskresi dalam hal:3
g. memanggil orang untuk didengar dan di-
periksa sebagai tersangka atau saksi; 1. Untuk membela diri atau keluarga
terhadap ancaman atau luka parah
h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan
yang segera terjadi.
dalam hubungannya dengan pemeriksaan
perkara; 2. Untuk mencegah pelaku kejahatan
melarikan diri.
i. mengadakan penghentian penyidikan;
3. Untuk mencegah dilakukanya tinda-
j. mengadakan tindakan lain menurut hu-
kan kejahatan yang sangat serius.
kum yang bertanggung jawab.
4. Apabila cara yang kurang ekstrim ti-
Ayat (2) Penyidik sebagaimana dimaksud
dak cukup untuk mencapai tujuan-
dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b mempunyai
tujuan.
wewenang sesuai dengan undang-undang
yang menjadi dasar hukumnya masing-mas- Berdasarkanprotapdiatas,makapetu-
ing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada gas kepolisian diperbolehkan melakukan
di bawah koordinasi dan pengawasan peny- diskresi untuk mengatasi tindakan anarki
idik tersebut dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a. yang dikhawatirkan akan menimbulkan
tindak pidana atau kerugian yang lebih
Ayat (3) Dalam melakukan tugasnya se- besar sehingga untuk mencegah itu semua
bagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan polisi diperbolehkan untuk melakukan
ayat (2), penyidik wajib menjunjung tinggi
hukum yang berlaku.Dengan penjelasan 3
Patriatama, Profesionalisme Polri Dalam Kon-
dalam Pasal 7 dari ayat (1) sampai dengan teks Perubahan Sosial, http://jonoindarto.wordpress.
com/2009/01/25/profesionalismeA-polri-dalam-kon-
huruf h, cukup jelas.Sedangkan huruf I seb- teks-perubahan-sosial/ diakses Juni 2013.

528 IUS Kajian Hukum dan Keadilan


M. Yusran | Penyelesaian Perkara Kekerasan “Kolektif” Oleh Kepolisian .....................................................
tindakan tertentu seperti menggunakan keamanan dan ketertiban dalam negeri
cara kekerasan dan sebagainya. Diskresi darisetiapgangguananarkiataukekerasan
tersebut dilakukan dalam segala bentuk lain.
gangguan nyata seperti:
LatarbelakangdibentuknyaSOPmen-
1. Perkelahian massal; genai tindakan cepat anggota kepolisian
2. Pembakaran ini adalah karena kemanan dan ketertiban
merupakan syarat utama untuk pemban-
3. Pengrusakan gunan suatu Negara,tanpa adanya suatu
4. Pengancaman lingkungan yang aman dan kondusif maka
mustahil untuk bisa melakukan pemban-
5. Penganiayaan
gunan di segala sector, oleh karena itu
6. Pemerkosaan merupakan suatu kewajiban bagi POLRI
7. Penghilangan nyawa seseorang menerbitkan suatu SOP tentang tindakan
cepat petugas kepolisian guna mencip-
8. Penyanderaan takan ketertiban dalam masyarakat.
9. Penculikan
Dalam SOP tersebut juga terdapat
10.Pengroyokan suatu Komando dari pimpinan yang
11.Sabotase berbunyi:4 1). Saya selaku petugas Kepoli-
sian Negara Republik Indonesia atas nama
12.Penjarahan undang-undang saya perintahkan agar
13.Perampasan menghentikan anarki; 2). Apabila tidak
mengindahkan perintah akan dilakukan
14.Pencurian
tindakan tegas.
15.Melawan/menghina petugas dengan
menggunakan atau tampa menggu- B. Jenis Tindak Pidana Yang Dapat Disele-
nakan alat dan/senjata. saikan Menggunakan Diskresi

2. Standar Operasional Prosedur 1. Tindak pidana yang dilakukan oleh anak.

Standar operasional prosedur meru- Dalam Pasal 128 ayat 2 dan 3 UU No. 35
pakan suatu kebijakan yang dibuat oleh Tahun 2009 tentang Narkotika memberi-
suatu lembaga atau institusi untuk menga- kan jaminan tidak dituntut pidana dengan
tur lingkup internal lemabaga tersebut, hal kriteria sebagai berikut: a). pecandu nar-
ini ditujukan untuk mempermudah setiap kotika yang belum cukup umur dan telah
pelayanan publik oleh suatu lembaga. dilaporkan oleh orang tua atau walinya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat
Dalam kaitanya dengan tugas kepoli- 1 tidak dituntut pidana, b). pecandu nar-
sian, juga terdapat beragam SOP sesuai kotikayangtelahcukupumursebagaimana
dengan maksud dan tujuan atau sesuai yang dimaksud dalam Pasal 55 ayat 2 yang
denganjenistindakanapayangperludiatur sedang menjalani rehabilitasi medis dua
dalamSOP. Salah satunya adalah mengenai kali masa perawatan dokter dirumah sakit
tindakan cepat pejabat kepolisian dalam dan atau lembaga rehabilitasi medis yang
menangani suatu perkara di masyarakat. ditunjuk oleh pemerintah tidak dituntut
Dalam SOP tersebut diberikan we- pidana.
wenang kepada petugas kepolisian untuk Selanjutnya dalam Pasal 59 UU No.23
melakukan tindakan cepat sesuai dengan Tahun 2002 tentang Perlindungan anak
perintah undang-undang untuk menjaga
4
Ibid.

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 529


Jurnal IUS | Vol I | Nomor 3 | Desember 2013 | hlm, 523~535

bahwa: Pemerintah dan lembaga negara upnyaterbataspadasuatukomunitaslokal.


lainya dan bertanggung jawab untuk Kekerasan kolektif reaksioner umumnya
memberikan prlindungan khusus kepada merupakan reaksi terhadap penguasa.
anak dalam kondisi darurat, anak yang Pelaku dan pendukungnya tidak semata-
berhadapan dengan hukum, anak dari mata berasal dari suatu komunitas lokal
kelompok minoritas dan terisolasi, anak melainkan siapa saja yang merasa berke-
tereksploitasi secara ekonomi dan atau pentingan dengan tujuan kolektif yang me-
seksual, anak yang diperdagangkan, anak nentang suatu kebijakan atau sistem yang
yang menjadi penyalahgunaan narkotika, dianggap tidak adil dan jujur. Sedangkan
alkohol, psikotropika dan zat adiaktif lain- kekerasan kolektif modern merupakan
nya (NAPZA) anak korban penculikan, alat untuk mencapai tujuan ekonomis dan
penjualan dan perdagangan, anak korban politis dari suatu organisasi yang tersusun
kekerasan fisik dan/atau mental, anak pe- dan terorganisir dengan baik. 7
nyandang cacat dan anak korba perlakuan
Oleh karena itu kepolisian republik in-
salah dan penelantaran.
donesia membentuk suatu prosedur tetap
Dalam Pasal 65 UU No.39 Tahun yang khusus menangani masalah tinda-
1999 tentang HAM berbunyi: setiap anak kan anarki atau kekerasan kolektif yaitu
berhak untuk memperoleh perlindungan protap 01/2010 tentang penanggulangan
dari kegiatan eksploitasi dan pelecehan anarki, dalam protap tersebut polri boleh
seksual, penculikan, perdagangan anak, melakukan diskresi dalam hal:
serta dari berbagai bentuk penyalahgu-
1. Untuk membela diri atau keluarga
naan narkotika, psikotropika, dan zat
terhadap ancaman atau luka parah
adiktif lainnya.
yang segera terjadi.
2. Tindakan Anarki/Kekerasan Kolektif 2. Untuk mencegah pelaku kejahatan
Anarki yang menurut Kamus Besar melarikan diri.
Bahasa Indonesia berarti kekacauan (di 3. Untuk mencegah dilakukanya tinda-
suatu negara), seringkali menjadi bentuk kan kejahatan yang sangat serius.
dasar pelegalan tindakan kekerasan oleh
4. Apabila cara yang kurang ekstrem
penegak hukum.5 Pengertian anarkis se-
tidak cukup untuk mencapai tujuan-
cara umum berarti tindakan yang identik
tujuan.
dengan elemen kekerasan (anarki). Logika
hukumnya adalah tanpa kekerasan, polisi Berdasarkanprotapdiatas,makapetu-
tak boleh bersikap keras. gas kepolisian diperbolehkan mela­kukan
diskresi untuk mengatasi tindakan anarki
Berbagai penyebab kekerasan kolektif yang dikhawatirkan akan menimbulkan
dalam masyarakat dapat pula berupa kes- tindak pidana atau kerugian yang lebih
enjangan sosial ekonomi, antipati terha- besar sehingga untuk mencegah itu semua
dap kemapanan, SARA yang sangat peka, polisi diperbolehkan untuk melakukan
hingga karena tersumbatnya saluran sosial tindakan tertentu seperti menggunakan
politis.6 cara kekerasan dan sebagainya. Diskresi
Kekerasan kolektif primitif pada um- tersebut dilakukan dalam segala bentuk
umnya bersifat non politis. Ruang lingk- gangguan nyata ­seperti: Perkelahian mas-
sal, Pembakaran, Pengrusakan, Penganca-
5
Hamid St, Kamus Pintar Bahasa Indonesia, (Sura-
baya: Pustaka Dua), hlm. 19
man dan sebagainya.
6
Artikel, oleh Ronny Rachman Nitibraskara, judul:
Kekerasan Massa dan Tugas Polisi, hlm. 4. diakses tan-
ggal 25 juli 2013 7
Ibid.

530 IUS Kajian Hukum dan Keadilan


M. Yusran | Penyelesaian Perkara Kekerasan “Kolektif” Oleh Kepolisian .....................................................
3. Pelanggaran Lalu Lintas untuk berbuat demikian seperti faktor
ekonomi atau faktor kewajiban penyidik
Dalam sebuah perkara pidana, sanksi
untuk memenuhi kebutuhan organisasi,
dijatuhkan dalam sebuah proses peradi-
dan kebutuhan pribadi.10
lan, sedangkan yang berwenang untuk itu
adalah hakim. Tapi ada perkembangan hu- C. Kriteria Tindak Pidana Dalam Peng­
kum yang meminta perhatian, tidak sama gunaan Diskresi
dengan pelanggaran hukum pidana lain
1. Kriteria Obyektif
yang harus dijatuhkan sanksi, tapi ada cara
lain misalnya dengan berdamai. Hal ini Dalam suatu peraturan perundang-
terjadi terhadap perkara kecelakaan lalu undangan pidana selalu mengatur tentang
lintas, yang mana ada kewenangan dis- tindak pidana. Sedangkan menurut Moel-
kresi oleh polisi sebagai penyidik perkara jatno “Tindak pidana adalah perbuatan
tersebut. 8 yang dilarang oleh suatu aturan hukum,
larangan mana disertai ancaman (sanksi)
Dasar pertimbangan yuridis atau
yang berupa pidana tertentu bagi barang
hukum dari polisi dalam menyelesaikan
siapa yang melanggar larangan tersebut”.
perkara lalu lintas secara diskresi oleh
Penyidik yang mengakibatkan korban Dalam suatu tindak pidana, dikenal
meninggal dunia adalah dengan memper­ ada unsur obyektif dan unsur subyektif.
hatikan dan menyimak tentang apa-apa Adapun Unsur Obyektif adalah:11
yang digariskan hukum tentang diskresi.
Hal ini dapat kita lihat pada Undang–­ a. Perbuatan orang
undang Kepolisian No.2 Tahun 2002 Pasal b. Akibat yang kelihatan dari perbua-
18 ayat 1 dan 2 dan Pasal 19 ayat 1. Serta tan itu.
Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang
c. Mungkin ada keadaan tertentu yang
Hukum Acara Pidana Penjelasan Pasal 5
menyertai perbuatan itu seperti
ayat 1a angka 4 dan Pasal 7 ayat 1 huruf j,
dalam Pasal 281 KUHP sifat “open-
sebagaimana yang telah di uraikan dalam
baar” atau “dimuka umum”.
Landasan Hukum Diskresi.9
2. Kriteria Subyektif
Sedangkan dasar pertimbangan non
yuridisadalahdenganmemperhatikanhal- Kriteria subyektif yaitu kriteria suatu
hal di luar hukum yang bersifat umum tindakpidanadilihatdariorangataupelaku
seperti, polisi ingin mengurangi berbagai tindak pidana tersebut, apakah memenuhi
masalah lalu lintas serta ingin mewujud- syarat untuk melakukan pertanggungjaw-
kan keamanan, ketertiban, keselamatan aban pidana atau belum, diantara kriteria
dan kelancaran dalam berbagai urusan subyektif adalah sebagai berikut :
yang menyangkut dengan lalu lintas, serta
perkara-perkara yang masuk cepat selesai 1. Orang yang mampu bertanggung
prosesnya dan tidak menimbulkan konflik jawab
baru antar pihak yang berperkara. Sedan- 2. Adanya kesalahan (dollus atau cul-
gkan hal-hal di luar hukum yang bersifat pa). Perbuatan harus dilakukan den-
khusus, adalah dasar pertimbangan oleh gan kesalahan.
polisi penyidik dengan memperhatikan
3. Kesalahan ini dapat berhubungan
latar belakang si penyidik itu sendiri
dengan akibat dari perbuatan atau
8
R. Abdussalam, Evaluasi Pelaksanaan Sistem Pera-
dilan Pidana Di Indonesia, Dinas Hukum Polri, Cetakan
II, 1997.hlm. 2 10
Ibid,hlm..4
9
Ibid, hlm. 3 11
Ibid, hlm. 2.

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 531


Jurnal IUS | Vol I | Nomor 3 | Desember 2013 | hlm, 523~535

dengan keadaan mana perbuatan itu yang bersifat menipu atau membohongi
dilakukan. orang lain.
SementaramenurutMoeljatnounsur- Di antara sekian banyak kejahatan
unsur perbuatan pidana : per­buatan (ma- dalam Bab XXV ini, ada yang diberikan
nusia) yang memenuhi rumusan dalam kualifikasi tertentu, baik menurut UU
undang-undang (syarat formil) bersifat maupun yang timbul dalam praktik. Sep-
melawan hukum (syarat materiil). Unsur- erti rumusan Pasal 378 disebut dalam Pasal
unsur tindak pidana menurut Moeljatno itu sebagai penipuan, dan Pasal 379a yang
terdiri dari :12 di­
sebut dalam praktik dikenal dengan
a. Kelakuan dan akibat sebutan/kualifikasi sebagai flessentrekerij
(penarikan botol-botol) yang oleh Prod-
b. Hal ikhwal atau keadaan tertentu jodikoro (1980:44) disebutnya dengan
yang menyertai perbuatan, yang di­ ngemplang.
bagi menjadi unsur subyektif atau
pribadi, unsur obyektif atau non pri­ Ketentuan dalam Pasal 378 ini adalah
badi, Keadaan tambahan yang mem­ merumuskan tentang pengertian pe-
beratkan pidana, Unsur melawan nipuan (oplichting) itu sendiri. Rumusan
­hukum. ini adalah bentuk pokoknya, dan ada pe-
nipuan dalam arti sempit dalam bentuk
D. Kriteria Tindak Pidana Melalui Diskresi
khusus yang meringankan. Karena adanya
1. Penipuan dan penggelapan yang mana unsur khusus yang bersifat meringankan
pelaku telah mengembalikan kerugian sehinggadiancampidanasebagaipenipuan
ringan (Pasal 379). Sedangkan penipuan
Kejahatan penipuan (bedrog) dimuat dalam arti sempit tidak ada dalam bentuk
dalam Bab XXV Buku II KUHP, dari Pasal diperberat. Pasal 378 merumuskan sebagai
378 s/d Pasal 394. Title asli bab ini adalah berikut :
bedrog yang oleh banyak ahli diterjemah-
kan sebagai penipuan, atau ada juga yang "Barang siapa dengan maksud untuk
menerjemahkannya sebagai perbuatan menguntungkan diri sendiri atau orang
curang. Tresna menyebutkannya berki- lain dengan melawan hukum, dengan me-
cau. Perkataan penipuan itu sendiri mem- makai nama palsu atau martabat palsu;
punyai dua pengertian, yakni : Penipuan dengan tipu muslihat ataupun dengan
dalamartiluas,yaitusemuakejahatanyang rangkaian kebohongan menggerakkan
dirumuskan dalam Bab XXV KUHP . orang lain untuk menyerahkan sesuatu
benda kepadanya, atau supaya memberi
Penipuan dalam arti sempit, ialah hutang maupun menghapuskan piutang,
bentuk penipuan yang dirumuskan diancam karena penipuan dengan pidana
dalam Pasal 378 (bentuk pokoknya) dan penjara paling lama 4 tahun."
379 (bentuk khususnya), atau yang bi-
asa disebut dengan oplichting. Adapun Rumusan penipuan tersebut terdiri
seluruh ketentuan tindak pidana dalam dari unsur-unsur objektif yang meliputi
Bab XXV ini disebut dengan penipuan, perbuatan (menggerakkan), yang digerak-
oleh karena dalam semua tindak pidana kan (orang), perbuatan itu ditujukan pada
di sini terdapatnya perbuatan-perbuatan orang lain (menyerahkan benda, memberi
hutang, dan menghapuskan piutang), dan
cara melakukan perbuatan menggerakkan
dengan memakai nama palsu, memakai
12
Christiari, Artikel Perkembangan Hukum Pidana,
http//Klinik Hukum Online.com. diakses November tipu muslihat, memakai martabat palsu,
2013.

532 IUS Kajian Hukum dan Keadilan


M. Yusran | Penyelesaian Perkara Kekerasan “Kolektif” Oleh Kepolisian .....................................................
dan memakai rangkaian kebohongan. Pasal 302 :
Selanjutnya adalah unsurunsur subjektif
(1)Diancam dengan pidana penjara
yangmeliputimaksuduntukmenguntung-
paling lama tiga bulan atau pidana
kan diri sendiri atau orang lain dan maksud
denda paling banyak empat ribu lima
melawan hukum.
ratus rupiah karena melakukan pen-
2. Pelanggaran Sebagaimana Diatur Dalam ganiayaan ringan terhadap hewan.
Buku Ketiga KUHP Pasal 315 (ditambahkan kemudian):
Buku ketiga dalam Kitab Undang- Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja
Undang Hukum Pidana membahas secara yang tidak bersifat pencemaran atau
khusus tentang pelanggaran-pelangaran pencemaran tertulis yang dilakukan
ringan yang penyelesaianya bisa diselesa- terhadap seseorang, baik di muka
iakan melalui diskresi atau penyelesaian umum dengan lisan atau tulisan,
di luar pengadilan. Untuk lebih jelasnya maupun di muka orang itu sendiri
menegenai pelanggaran yang ada dalam dengan lisan atau perbuatan, atau
buku ketiga KUHP, maka akan dijelaskan dengan surat yang dikirimkan atau
secara detail sebagai berikut : diterimakan kepadanya, diancam
karena penghinaan ringan dengan
a. Bab I Tentang Pelanggaran Keaman-
pidana penjara paling lama empat
an Umum Bagi Orang Atau Barang
bulan dua minggu atau pidana denda
Dan Kesehatan. 
paling banyak empat ribu lima ratus
b. Ketentuan dalam Bab II mengenai rupiah.
Pelanggaran Ketertiban Umum
4. Tindak Pidana Ringan atau Kejahatan
c. Ketentuan dalam Bab III menge- Ringan (lichte musjdriven)
nai pelanggaran terhadap penguasa
umum Kejahatan-kejahatan ringan ini tidak
ditempatkan dalam satu bab tersendiri me-
d. Bab IV Pelanggaran Mengenai Asal-
lainkan letaknya tersebar pada berbagai
Usul Dan Perkawinan
bab dalam Buku II KUHPidana. Pasal-
e. Ketentuan dalam Bab V pelanggaran Pasal yang merupakan kejahatan ringan
terhadap orang yang memerlukan ini adalah sebagai berikut :
pertolongan
1. Penganiayaan hewan ringan (Pasal
f. Bab vi pelanggaran kesusilaan 302 ayat (1) KUHPidana)
g. Bab vii pelanggaran mengenai tanah, 2. Penghinaan ringan (Pasal 315 KUH-
tanaman, dan pekarangan Pidana)
h. Bab viii pelanggaran jabatan  3. Penganiayaan ringan (Pasal 352 ayat
i. Bab ix pelanggaran pelayaran (1) KUHPidana)

3. Tindak pidana ringan di ancam dengan 4. Pencurian ringan (Pasal 364 KUHPi-
penjara atau kurungan paling lama 3 dana)
bulan 5. Penggelapan ringan (Pasal 373)
Jenis tindak-tindak pidana ringan .6. Penipuan ringan (Pasal 379 KUHPi-
yanghampirsemuanyadapatdikenalilang- dana)
sung dari penyebutannya dalam KUHP itu 7. Perusakanringan (Pasal 407 ayat 1
adalah sebagai berikut: KUHPidana)

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 533


Jurnal IUS | Vol I | Nomor 3 | Desember 2013 | hlm, 523~535

8. Penadahan ringan (Pasal 482) Kriteria tindak pidana dalam penggu-


naan dikresi adalah kasus penipuan d­ engan
KESIMPULAN penggelapan yang mana pelaku telah
mengembalikan kerugian, pelanggaran se-
Dasar kewenangan kepolisian dalam
bagaimana diatur dalam buku ketiga KU-
menyelesaikan perkara kekerasan kolektif
HAP, tindak pidana ringan yang diancam
adalah Pasal 18 Undang-undang Nomor 2
dengan pidana penjara atau kurungan pal-
tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Re-
ing lama 3 bulan, kejahatan ringan seperti
publik Indonesia, Kitab Undang-Undang
penganiayaan ringan terhadap hewan, pen-
Hukum Acara Pidana (KUHAP), Protap
ganiayaan ringan terhadap manusia, pencu-
/01/x/2010 Tentang Penanganan Tinda-
rian ringan, penipuan, penadahan ringan,
kan Anarki, Standar Operasional Prosedur
penadahan ringan, penghinaan ringan.
(SOP) Kepolisian Negara Republik Indone-
Dari simpulan ini hendaknya. ­Polisi harus
sia;
obyektif dalam menerapkan diskresi kepoli-
Jenis tindak pidana yang dapat dis- sian sehingga rasa keadilan di masyarakat
elesaikan menggunakan diskresi adalah bisa tercapai, dan dalam menerapkan dis-
Tindak pidana yang dilakukan oleh anak, kresi pada kekerasan kolektif pihak kepoli-
Tindakan Anarki yang dilakukan oleh
­ sisan harus lebih serius dan teliti dalam
masa dalam jumlah banyak, Pelanggaran proses penyidikan sehingga tidak terkesan
Lalu Lintas, Tindak pidana yang dilakukan kepolisian seolah-olah membiarkan ke-
oleh orang gila (tidak waras); kerasan kolektif terjadidengan alasan jum-
lah masa yang terlalu banyak.

Daftar Pustaka
A. Buku dan Artikel :
Christiari, Artikel Perkembangan Hukum Pidana, http//Klinik Hu-
kum Online.com.
Hamid St, Kamus Pintar Bahasa Indonesia, Surabaya: Pustaka Dua.
Jaya Suprana, “Polisi dan Pelayanan Masyarakat”, Makalah Seminar
Nasional Polisi I, diselenggarakan oleh Pusat Studi Kepolisian
UNDIP, 1995.
Paul M. Whisenand & James L. Cline sebagaimana dikutip oleh Er-
lyn Indarti, [Erlyn Indarti, Diskresi Polisi.Semarang: Lembaga
Penerbit Undip, 2000.
Patriatama, Profesionalisme Polri Dalam Konteks Perubahan Sosial,
http://jonoindarto.wordpress.com/2009/01/25/profesional-
isme-polri-dalam-konteks-perubahan-sosial/
Ronny Rachman Nitibraskara,judul: Kekerasan Massa dan Tugas
Polisi
R. Abdussalam, Evaluasi Pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Di In-
donesia, Dinas Hukum Polri, Cetakan II, 1997.
B. PeraturanPerundang-Undangan

534 IUS Kajian Hukum dan Keadilan


M. Yusran | Penyelesaian Perkara Kekerasan “Kolektif” Oleh Kepolisian .....................................................
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
KitabUndang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 535

You might also like