Professional Documents
Culture Documents
Syafyudin Yusuf 2008 - Outbreak of Acnthaster Planci in Kapoposang Marine Park, Indonesia
Syafyudin Yusuf 2008 - Outbreak of Acnthaster Planci in Kapoposang Marine Park, Indonesia
Syafyudin Yusuf
Marine Scince Dept. of Hasanuddin University
Indonesian Coral Reef Society
Abstract
Ringkasan
Kata kunci : Ledakan populasi, Acanthaster planci, karang keras dan kerusakan
PENDAHULUAN
Pulau Kapoposang berada pada zona paling luar dari paparan Kepulauan Spermonde
yang terletak pada posisi antara 118o 55’ 00” hingga 119o 00’ 00” BT dan 4o 40’ 00”
hingga 4o 45’ 00” LS. Luas daratan pulau ini kurang lebih 42 Ha dimana luas terumbu
karangnya sekitar 900 Ha. Sesuai dengan kategori Fakland 1991, bila luas pulau
mencapai 2000 km2 maka dikategorikan pulau kecil (LIPI, 1997).
Keunggulan Pulau Kapoposang adalah memiliki kawasan terumbu karang yang sangat
bagus baik dari sisi keindahan, keanekaragaman hayati, maupun tutupan karang
hisupnya. Di sisi lain panorama pasir putih, perkebunan kelapa, semak belukan dan
gugusan pohon pinus menambah daya tarik yang lebih dibanding dengan pulau-pulau
lainnya. Bagi pelancong yang senang menyelam, disinilah lokasi penyelaman yang
cukup indah dan menarik karena topografi dasar terumbu karang yang sangat bervariai
dan drop off atau terjal.
Cukup sering penelitian yang telah dilakukan oleh berbagai pihak di Pulau Kapoposang,
mulai dari penelitian bio fisik (MCRMP project, 2006) hingga penelitian sosial
masyarakat. Untuk penelitian aspek biofsik terumbu karang telah dilakukan oleh LIPI
(1997) dengan berbagai aspek, PSTK-Unhas (2002), Coremap (2006), SPICE Jerman-
Indonesia (2004-2006). Penelitian-penelitian tersebut menggambarkan aspek-aspek
yang berkaitan dengan aspek yang terkait dengan pengelolaan lingkungan dan data
base ekosistem dan sosial. Namun demikian belum ada penelitian spesifik megenai
tingkat kerusakan terumbu karang sekitar Pulau Kapoposang.
Fenomena ledakan populasi predator Acanthaster planci (Reichelt, et.al. 1990) pernah
terjadi di Great Barrier Reef Australia tahun (1966-1975) dan (1981-1989). Binatang ini
cukup berbahaya mengancam kelestarian terumbu karang bila dalam dalam jumlah
yang cukup banyak. Sejak tahun 2002 mulai nampak kehadirannya di sebagian di
kawasan Kepulauan Spermonde dalam jumlah yang masih sedikit, demikian halnya di
beberapa terumbu karang di Indonesia Timur seperti di Maumere, Bunaken, Selayar,
Lombok.
Dari hasil observasi tahun 2005-2006 telah terjadi serangan A. planci di kawasan
terumbu karang ini pada taraf yang mengkhawatirkan. Bila hal ini dibiarkan, maka
kematian karang akibat predator ini akan makin meluas. Akan tetapi yang menjadi
pertanyaan apakah terumbu karang akan rusak secara permanen bila telah diserang A.
planci ? Pada tahun 2007 kehadiran bintang bermahkota duri ini sudah tidak terlihat
lagi. Sementara di Pulau Binongko Wakatobi hingga tahun 2008 ini sedang mengalami
peningkatan populasi yang cukup padat.
Oleh karena itu, penelitian ini difokuskan pada pengaruh ledakan populasi Acanthaster
planci terhadap keberadaan karang keras di Pulau Kapoposang. Dari penelitian ini
muncul hipotesisi : kerusakan dan kematian karang keras di Pulau Kapoposang secara
alami akibat pemangsaan oleh bintang bermahkota duri. Penelitian bertujuan untuk
mengetahui dampak kematian karang keras akibat serangan predator A. planci.
METODE PENELITIAN
Acorpora : Acropora Encrusting (ACE), Acropora Branching (ACB), Acropora Digitata (ACD),
Acropora Tabulate (ACT), Acropora Submasive (ACS)
Non Acropora : Coral Branching (CB), Coral Masive (CM), Coral Submassive (CS), Coral Encrusting
(CE), Coral Foliosa (CF), Coral Mushroom (CMR), Coral Heliopora (CHL), Coral
Millepora (CME)
Other Fauna : Soft Coral (SC), Sponge (SP), Zoanthid (ZO), Other Organisms (OT)
Algae : Algae Assemlage (AA), Coralline Algae (CA), Halimeda (HA), Macro Algae (MA), Turf
Algae (TA)
Dead Coral : Dead Coral (DC), Dead Coral Algae (DCA) , Rubble ( R )
Sebanyak 50 ekor A. planci yang dijadikan sample dalam penelitian ini yang dukur
diameter dari ujung lengan ke ujung berikutnya. Hasilnya ditunjukkan pada Tabel 1.
Dari data diameter tubuh diperoleh rentang antara 20 – 46 cm dengan rata-rata 31,74
± 5,767 cm.
Sample Count 50
Minimum 20
Maximum 46
Mean 31.74
Standard Error 0.815568
Median 32.5
Standard Deviation 5.766936
Sample Variance 33.25755
Confidence Level(95.0%) 1.638945
Fenomena ini menjadi suatu kebiasaan bagi Acanthaster planci jika hadir pada
ekosistem terumbu karang dimana komunitas karang Acropora menjadi target utama.
Karena pada fase juvenil binatang ini hidup dan berlindung pada karang-karang
bercabang. Komunitas karang keras (Ordo : Scleractinia) menyebar merata pada
rataan terumbu karang Pulau Kapoposang. Menurut LIPI (1996) bahwa karang
bercabang khusus marga Acropora tersebar di sekitar rataan terumbu karang pada
hampir semua sisi terumbu karang Kapoposang. Selanjutnya marga Porites baik
masive dan bercabang merupakan kelompok karang yang memiliki dominansi kedua
setelah Acropora. Pada kasus pemangsaan ini, marga Porites sangat sedikit dimangsa
sehingga keberadaan masih tetap utuh.
Favites
CM
Pocillopora
Porites CE
Stylopora
CB
Acropora
CF
Seriatopora
ACB
Montipora
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60%
Bila diklasifikasikan ke dalam kelompok lifeform karang (Gambar 2), maka hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa lifeform ACB (Acropora Branching) yang lebih disukai
dan lebih dahulu diserang oleh A.planci. Selanjutnya bentuk-bentuk pertumbuhan
karang lainnya juga diserang dalam tingkat yang relatif rendah kurang dari 15 % yakni
CB (coral branching) dan CE (Coral Encrusting). Sementara CF (coral foliosa) dan CM
(coral masive) kurang dari 10 %.
Selain marga Acropora, bintang bermahkota duri juga lebih menyukai karang-karang
berolip kecil dari bentuk CB, CF dan CE. Kelompok karang-karang CB yang sering
dijumpai adalah marga Porites, Hydnopora, Seriatopora, dan Pocillopora. Kelompok CF
yang dominan terutama dari marga Montipora, Pachyseis, dan Echynopora. Setelah
semua bentuk tersebut telah habis termakan, maka A. planci akan berpindah ke karang-
karang masiv di sekitarnya terutama dari suku Faviidae.
Fenomena serangan bintang laut ini terhadap karang yang cepat tumbuh merupakan
fenomena selective ecology. Karang karang tersebut akan cepat pulih dalam waktu
yang tidak terlalu lama dan habitat karang mati bekas Acanthaster tersebut akan
mengalami suksesi berubah menjadi padang penempelan algae sebelum digantikan
oleh bibit-bibit karang baru.
Disamping bentuk cabang, marga Acropora juga memiliki bentuk lain seperti ACT
(Acropora Tabulate), ACS (Acropora Submasive), ACE (Acropora Encrusting), dan ACD
(Acropora Digitata). Bentuk-bentuk pertumbuhan tersebut juga menjadi sasaran
pemangsaan, namun pada lokasi trasek penelitian ini tidak ditemukan, sementara di luar
transek ditemukan karang Acropora tabulate berdiameter 1,5 m diserang oleh A.planci
sebanyak 13 individu secara bersamaan. Pada penelitian lain (Aslim, 2006)
menemukan A. planci juga mengkonsumsi karang beberapa individu jamur setelah
karang lain sudah mulai habis terserang.
Dilihat dari posisi dari A.panci pada koloni karang, maka nampak bahwa pada
saat survei umumnya binatang ini cenderung menepati koloni di bagian atas karang
sekitar 62% (n = 50 indiv.). Posisi binatang ini yang diamati pada siang hari, sementara
pada malam hari tidak diamati. Walaupun sedikit, bintang bermahkota duri ini
menempati bagian bawah sebesar 2 % (n=50 indiv.). Indikasi ini terlihat pada karang-
karang berbentuk meja (tabulate). Pada bagian tepi karang sekitar 36 % dari
keseluruhan sample.
62%
36%
2%
At as Tepi Bawah
Sisi timur
Topografi sisi timur Pulau Kapoposang berupa rataan terumbu yang ditumbuhi
oleh tumbuhan tingkat tinggi ‘lamun’ yang padat (lihat pembahasan tumbuhan
laut) membentuk ekosistem padang lamun dengan lebar sekitar 200 m ke arah
laut. Selanjutnya hamparan perairan dangal tersusun atas karang mati dan
pasir bercampur koloni karang hidup dari karang-karang bercabang dari jenis
Pocillopora, Acropora, Montipora dan Porites.
Sisi timur pulau ini memiliki ciri topografi yang unik dimana terdapat gobah
dengan kedalaman maksimum 15 meter. Di dalam gobah ini tumbuh karang-
karang bercabang yang didominasi oleh jenis Acropora sp dan Porites sp .
Kondisi oseanografi di dalam gobah ini cukup tenang sehingga subsbtrat
didominasi oleh pasir.
Pada bagian terluar sisi timur terdapat gundukan atau moat terumbu penghalang
dengan kedalaman terdangkal mencapai 1-2 meter. Komposisi karang pada
zona ini didominasi oleh karang bercabang dari jenis Acropora sp, Seriatopora
sp, dan Pocillopora sp. Sementara semua lokasi barrier didominasi oleh algae
berkapur atau coralline algae dan algae Halimeda sp. Komunitas algae ini
menyemen komponen terumbu abiotik membentuk terumbu yang kokoh.
tersebut Topografi ini dilajutkan oleh tubir terumbu yang terjal. Tubir ini berupa
dinding tegak terumbu yang mendominasi struktur atau tipe terumbu karang
yang mengelilingi Pulau Kapoposang.
60
50
Porsen tutupan (%)
50
40
prosen tutupan (%)
40
30
30
20
20
10 10
0 0
HC SC SP MA OT DCA RB S DC HC SC SP MA OT DCA RB S DC
Kategori Kategori
Terumbu karang di daerah ini tergolong rusak, umumnya koloni karang Acropora
spp mati dalam bentuk masih utuh dan berwarna coklat terbungkus algae
filamen. Diduga kematian karang disebabkan karena terserang oleh bintang
bermahkota duri. Di beberapa tempat masih ditemukan individu A.planci. Hal ini
senada dengan laporan penduduk bahwa telah dilakukan pembersihan bintang
duri dari terumbu karang di depan perkampungan.
Sisi Utara dan Barat
Topografi dasar terumbu karang pada sisi utara dan barat sangat spesifik
yakni terdiri dari reef flat (rataan terumbu), dilanjutkan oleh reef edge (batas atas
tubir) dan drop off (tebing terumbu). Lokasi terumbu ini tidak memiliki lereng
terumbu yang landai, tetapi berupa tebing terumbu (drop off) yang menjadi
tujuan utama penyelaman wisata.
Kondisi terumbu karang di daerah reef flat tergolong rusak. Kerusakan
terumbu karang diakibatkan oleh pemangsaan bintang bermahkota duri
Acanthaster planci. Populasi binatang pemakan karang ini memuncak pada
tahun 2005 di hampir semua titik di sisi utara dan barat Pulau Kapoposang.
Hasil penelitian ini melalui transek bebas mengungkapkan bahwa populasi
Acathaster planci mencapai 120 ekor per 100 m 2. Dalam jangka waktu 6
bulan, kondisi terumbu karang menurun dari 60 % tutupan karag hidup menjadi
10-25 %. Pada tahun 2006 terumbu karang didominasi oleh komponen karang
mati dan karang mati tertutup algae. Di satu sisi tutupan terumbu karang pada
kawasan ini yang masih tersisa, sekarang sedang diserang pula oleh bintang
berduri ini. Jumlah bintang ini dalam luasan 10 x 10 m2 sekitar 200 individu.
Secara kuantitaif, kondisi terumbu karang dari tutupan komponen habitat
terumbu dapat dilihat pada Tabel 1. Pada sisi utara Pulau Kapoposang tutupan
karang yang hidup bervariasi antara 25 – 40 %, demikian halnya dengan
tutupan karang mati antara 25 – 40 %. Sementara pada sisi barat tutupan
karang hidup antara 10 – 70 %, sebaliknya karang mati yang tertutup algae
antara 5 – 70 %. Seperti yang telah diungkapkan di atas, bahwa rendahnya
tutupan karang hidup sebagai indikator kondisi terumbu karang disebabkan
karena faktor pemangsaan bintang Acathaster planci.
Kapoposang (Utara 1)
50
Porsen tutupan (%)
40
30
20
10
0
HC SC SP MA OT DCA RB S DC
Kategori
60 60
50 50
40 40
30 30
20 20
10 10
0 0
HC SC SP MA OT DCA RB S DC HC SC SP MA OT DCA RB S DC
Kategori Kategori
40 34
30
18
20
10
Persen
0
HC DC COTS
-10
-20
-30
-40
-50 -46
Gambar 7. Deviasi perubahan tutupan karang hidup (HC), karang mati (DC) dan
A.planci (COTS) dalam kurun waktu 2001-2006.
Zann (1987) Sejak terjadinya agregasi bintang pemakan karang pertama kali ditemukan
di Green Island tahun 1962, kehadiran bintang berduri ini menjadi kontroversi di
Australia. Penemuan tersebut menyisakan pertanyaan : Apakah semua karang menjadi
rusak ataukah hanya sebagian ? Apakah kehadirannya merupakan sebuah siklus yang
segera akan berakhir ? Apakah terjadi secara alami atau sebagi dampak dari aktivitas
manusia ? Jika akibat alami apakah manusia berusaha untuk mengontrolnya ? Jika
tidak, apa penyebabnya ? Polusi atau overfishing, ataukah Triton sudah dieksploitasi
habis ?
Fakta
Para ilmuwan menyebut fenomena ini sebagai ‘plagues’ atau ‘outbreaks’, dan
‘infestaion’. Binatang ini cenderung mengelompok atau ‘devastated’. Kata
‘ecocastrophy’ merupakan kondisi kolap keseluruhan ekosistem terumbu karang
sehingga bintang duri dalam keadaan puasa.
Polusi, overfishing ikan karang atau koleksi Triton sebagai penyebab terjadinya ledakan
populasi Acathater planci
Pustaka
Yusuf, S., A.A.A. Husain, A. Bahar, 2007. Studi Kondisi, Potensi dan Prospek
Pemanfaatan Berkelanjutan Biota Terumbu Karang untuk Ornamen Akuarium)
Reihelt, R.E., R.H. Bradbury, P.J. Moran. 1990. Distribution of Acanthaster planci
outbreaks on the Great Barrier Reef between 1966 and 1989. Coral Reefs.
Vo. 9 No. 3 1990. Special Issue : Acanthaster planci. Ed. C.R. Wilkinson.
Zann L and E. Eager , 1987. The Crown of Thorns Starfish (ed. By). Great Barrier Reef
Marine Park Authority.