Professional Documents
Culture Documents
115-Article Text-315-1-10-20190220
115-Article Text-315-1-10-20190220
1, Juni 2011
Wahyudi Kumorotomo
Ketua Program Studi pada Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik, Fisipol, dan Magister Administrasi
Publik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
kumoro@ugm.ac.id
Abstract
As a part of the grand design for administrative reform, the Indonesian government has initiatedtoincreasesalaries for
public officials under the so-called remunerasi policy. This policy is aimed at changing the system in whichsalary and
allowance for public servants was generally based on conventional principle of pay as entitlement rather than pay-for-
performance. In order toboost the performance of public servants, Indonesia couldlearn from international practice,
especially how to link salary and allowance with objective performance. The currently implemented remunerasi policy
appeared to be lacking on relating the pay with performance indicators while there have been bureaucratic politics
that hinder its ultimate goals. After decentralization, thereare new initiatives of pay-for-performance system under the
TKD allowance. If they are implemented appropriately, this will help for a better prospect for improving public service
performance in the future. However, it is fundamental that the TKD systems that are now being replicated in many
Indonesian provinces and districts are directlyl inked to quantitative and stablei ndicators of performance. The two
cases of Gorontalo and Jakarta provinces show that pay-for-performance system would be successful if the government
initially set upviable performance indicators. Although the Gorontalo started with attendance as key indicators, it has
been able to expand them to more objective performance indexes. On the other hand, the Jakarta provincial government
are still using TKD based on structural positions rather than functional positions, some thing that may turn out to be less
significant to improve public services. For most sub-national governments in Indonesia, there is still a big challenge of
creating transparent, objective, quantifiable performance indicators.
Key Words: allowance, performance, Civil Servants
Abstrak
Sebagai bagian dari kebijakan reformasi birokrasi, pemerintah Indonesia telah melaksanakan upaya untuk meningkatkan
gaji bagi para pegawai negeri melalui kebijakan remunerasi. Kebijakan ini dimaksudkan untuk mengubah sistem gaji
dan tunjangan yang selama ini berdasarkan pada jabatan agar lebih berdasarkan kinerja pegawai. Untuk benar-
benar meningkatkan kinerja para pegawai, pemerintah Indonesia sebenarnya dapat belajar dari praktik internasional,
terutama bagaimana agar gaji dan tunjangan memiliki kaitan langsung dengan kinerja yang objektif dari pegawai. Dalam
kebijakan remunerasi yang sekarang ini telah dilaksanakan, tampaknya masih belum jelas kaitan antara remunerasi
dengan indikator-indikator kinerja tersebut sedangkan mekanisme politik di dalam birokrasi masih sering menghambat
tercapainya tujuan kebijakan ini. Setelah dilaksanakannya desentralisasi, ada beberapa inisiatif di daerah terkait dengan
sistem tunjangan yang disebut TKD (Tunjangan Kinerja Daerah). Jika dilaksanakan secara tepat, kebijakan ini akan
membantu perbaikan kinerja pelayanan publik di masa mendatang. Namun penting untuk dipahami bahwa TKD yang
saat ini tengah direplikasi di banyak daerah itu mesti benar-benar terkait dengan indikator kinerja pegawai. Kasus di
provinsi Gorontalo dan DKI Jakarta menunjukkan bahwa TKD akan berhasil jika sistem ini didahului dengan penetapan
indikator kinerja yang jelas. Meskipun Gorontalo hanya memulai TKD dengan indikator-indikator kehadiran pegawai,
Pemprov berhasil mengembangkannya menjadi indeks kinerja yang objektif, sehingga kinerja dapat ditingkatkan dengan
pemberian TKD. Namun dalam kasus di Jakarta, Pemprov masih tetap mendasarkan TKD pada jabatan-jabatan struktural
dan bukan jabatan-jabatan fungsional ataupun indikator kinerja yang objektif, sehingga tidak akan dapat meningkatkan
kinerja secara signifikan. Bagi jajaran pemerintah daerah di seluruh Indonesia, masih terdapat tantangan besar untuk
menciptakan indikator-indikator kinerja yang transparan, objektif dan dapat dikuantifikasi dengan baik.
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN 21
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 5, No.1, Juni 2011
pentingnya penggunaan konsep tunjangan lebih modern dan progresif yang diharapkan
kinerja bagi organisasi publik di negara-negara dapat meningkatkan kinerja PNS secara
ber-kembang, tidak terkecuali di Indonesia. signifikan. Tunjangan kinerja sifatnya tidak
Dalam khazanah manajemen publik, tetap dan besarannya bisa sangat bervariasi.
tunjangan kinerja biasanya dikaitkan dengan Kriteria yang dipergunakan untuk memberikan
konsep pay-for-performance sebagai lawan tunjangan kinerja tentu saja adalah peng-
dari tunjangan jabatan atau pay as entitlement. gunaan pengetahuan atau keahlian yang
Berikut ini perbedaan antara kedua konsep mendalam, keterampilan khusus, besarnya
tersebut sebagaimana digambarkan oleh risiko yang harus dihadapi, dan berbagai hal
Milkovich dan Newman (1999:296): yang secara teknis langsung terkait dengan
The major thing all these names have lingkup pekerjaan seseorang.
in common is a shift in thinking about Seperti yang biasanya diterapkan
compensation. We used to think dalam organisasi perusahaan swasta,
of pay as primarily an entitlement pemberian insentif kinerja sebenarnya
— if you went to work and did well merupakan hal yang wajar dan bahkan
enough to avoid being fired, you were harus didorong untuk membangkitkan kinerja
entitled to the same size check as organisasi publik atau organisasi pemerintah.
everyone elese. Pay-for performance Selain gaji pokok yang merupakan base
plans signal a movement away from salary, ada banyak jenis insentif yang dapat
entitlement — sometimes a very slow dikembangkan agar para PNS terpacu
movement — towards pay that varies untuk menghasilkan kinerja yang baik. Di
with some measure of individual or sinilah pentingnya tunjangan (allowance)
organizational performance. sebagai instrumen tambahan untuk memacu
kinerja. Pemberian tunjangan itu juga banyak
Konsep tunjangan jabatan (pay diterapkan di berbagai negara. Sebagai
as entitlement) sebenarnya merupakan contoh, di Singapura pemberian tunjangan
konsep yang konvensional karena tunjangan bagi Pegawai Negeri didasarkan pada kriteria
diberikan pada seseorang yang telah lulus sebagai berikut (Effendi, Akhyar dkk.):
atau memenuhi persyaratan untuk menduduki 1. Tugas-tugas yang memerlukan tanggung-
posisi tertentu dalam organisasi. Besarannya jawab tambahan atau tugas-tugas yang
dengan demikian bersifat tetap atau kalaupun berat dan sukar
ada variasi dasarnya semata-mata adalah 2. Tugas-tugas yang berisiko tinggi
strata dalam organisasi, senioritas, atau masa 3. Pegawai Negeri yang bekerja di
kerjanya. Konsep inilah yang tampaknya lingkungan dan tidak nyaman atau tidak
masih dipakai di dalam sistem penggajian menyenangkan.
bagi PNS di Indonesia. Jika seseorang sudah Sayangnya, pertimbangan untuk
berstatus menjadi PNS tetap, maka segala mengkaitkan insentif atau berbagai bentuk
hak kompensasi yang melekat padanya akan tunjangan PNS dengan kinerja masih
tetap berlaku, termasuk gaji pokok, tunjangan merupakan persoalan pokok dalam sistem
keluarga, hingga uang pensiun. penggajian di Indonesia. Tunjangan masih
Sebaliknya, konsep tunjangan kinerja diberikan bukan berdasarkan prestasi atau
(pay-for-performance) merupakan konsep yang kinerja, tetapi hanya sekadar jumlah anaknya,
masa kerja, atau hal-hal lain yang tidak melihat perlunya menjaga kualitas kerja agar
selalu terkait dengan tantangan pekerjaan dipromosikan ke jabatan yang lebih tinggi.
yang harus dihadapi pegawai atau kinerja Banyak pegawai yang tetap bertahan sebagai
yang dituntut pada jenis pekerjaan tertentu. PNS sekadar sebagai status dan tidak ada
Akibatnya, insentif berbentuk tunjangan lagi ada motivasi untuk berprestasi lebih baik.
disamping tidak memenuhi rasa keadilan juga Korupsi waktu yang diakibatkan karena pegawai
mengakibatkan kecemburuan dan menurunkan lebih berkonsentrasi di luar pekerjaan utama
semangat kerja secara keseluruhan. Namun dan ini seolah-olah merupakan persoalan kecil.
peta permasalahan penggajian bagi PNS di Tetapi sesungguhnya ini merupakan kerugian
Indonesia tampaknya memang demikian rumit negara dan rakyat akibat kinerja lembaga
dan pemecahannya sangat membutuhkan pemerintah yang buruk sangat besar.
kemauan politik yang kuat serta langkah- Penyalahgunaan dana publik dengan
langkah kebijakan yang konsisten. mengambil pola kedua merupakan salah
Sejak masa Orde Baru sebenarnya satu warisan masa Orde Baru yang sangat
sudah terdapat pengakuan bahwa gaji PNS sulit dihapus. Korupsi dana proyek atau
skalanya terlalu rendah sehingga bahkan untuk dana pembangunan merupakan sumber
kebutuhan pokok pun kurang memadai. Gaji pen-dapatan sampingan bagi PNS yang
yang diterima oleh Pegawai Negeri seringkali sayangnya tetap terus dilakukan. Mereka yang
hanya cukup untuk memenuhi taraf hidup memiliki kekuasaan terbatas mempergunakan
minimal untuk waktu sekitar 20 hari. Lalu, untuk kekuasaannya untuk korupsi kecil-kecilan.
menutup kebutuhan pada 10 hari berikutnya, Mereka yang memiliki kekuasaan besar
para pegawai itu mencoba memperoleh menggunakan kekuasaannya untuk korupsi
pendapatan lain. Ada dua cara yang ditempuh besar yang jumlahnya sudah jauh melebihi
oleh para pegawai tersebut. Pertama, mereka kebutuhan hidup yang wajar. Selanjutnya
mencoba memanfaatkan waktu-waktu di bahkan mulai muncul kecenderungan untuk
luar kantor untuk mendapatkan penghasilan memproyekkan kegiatan yang bersifat rutin.
tambahan, mulai dari yang sederhana seperti Pegawai akhirnya hanya mau bekerja kalau
menjadi makelar, membuka bisnis kecil- kegiatan itu bersifat proyek dan memberikan
kecilan di rumah, hingga mencari pekerjaan penghasilan tambahan.
sebagai tenaga paruh-waktu. Kedua, mereka Setelah sistem politik dan peme-
memanfaatkan dana publik yang berasal dari rintahan lebih berjalan secara demokratis pasca
kas pemerintah dan secara sengaja mengambil Orde Baru, pembicaraan mengenai persoalan
bagian dari berbagai proyek yang didanai dari gaji makin terbuka. Sistem penggajian di
anggaran pemerintah tersebut. Indonesia dipandang masih carut-marut, dan
Kedua pola penambahan pendapatan tidak mencerminkan kesesuaian antara beban
di luar gaji resmi ini sama-sama mempunyai kerja dengan pendapatannya. Gaji Presiden
implikasi yang buruk. Pola yang pertama bisa kalah dengan gaji Direktur Utama BUMN,
mengakibatkan para pegawai tidak lagi gaji seorang Menteri kalah dengan gaji Kepala
fokus pada pekerjaannya sebagai pelayan BPPN.
publik (public servant). Jika pegawai mulai Pengusaha dan politisi Kwik Kian
mendapati bahwa penghasilan di luar kantor Gie adalah salah seorang tokoh yang sering
ternyata lebih menggiurkan, mereka tidak lagi mengatakan bahwa satu-satunya yang harus
Kebijakan pemberian TKD merupakan menyatakan bahwa kebijakan daerah itu tidak
salah satu aspek kebijakan yang berkembang boleh dilakukan. Namun karena kekuatan
karena desentralisasi atau pemberian tawar dari pihak Gubernur yang begitu kuat
otonomi kepada daerah yang lebih luas dan bukti-bukti belakangan yang menunjukkan
sejak dilaksanakannya UU No.22/1999 yang bahwa kebijakan TKD cukup efektif untuk
selanjutnya direvisi dengan UU No.32/2004 menggenjot kinerja pemerintah daerah, barulah
tentang sistem pemerintahan daerah. Berbeda pihak pemerintah pusat memberi sinyal untuk
dari masa-masa sentralistis selama Orde Baru, memperbolehkan diteruskannya kebijakan
desentralisasi memungkinkan daerah dapat tersebut. Berikutnya akan diuraikan secara
mengembangkan sistem pemberian tunjangan lebih rinci kebijakan pemberian TKD di dua
sendiri mengingat bahwa alokasi dana publik provinsi, yaitu Gorontalo dan DKI Jakarta.
sebagian sudah diserahkan kepada daerah
melalui mekanisme Dana Alokasi Umum
(DAU). Idealnya memang DAU tidak boleh TKD DI PEMDA PROVINSI GORONTALO
hanya difokuskan untuk memberi gaji atau
tunjangan kepada pegawai Pemda. Namun Gorontalo merupakan sebuah
kenyataan memang menunjukkan bahwa di provinsi pemekaran yang baru dibentuk pada
sebagian besar daerah proporsi DAU yang tahun 2002 dengan gubernur pertamanya
tersedot untuk membayar gaji dan tunjangan Fadel Muhammad. Jika dibanding provinsi
pegawai begitu besar sedangkan kinerja para lain di Indonesia, provinsi Gorontalo memiliki
pegawai tersebut belum dapat ditingkatkan jumlah penduduk yang paling sedikit yaitu
secara signifikan. hanya sekitar 900.000 jiwa (Bandingkan
Pada tingkat teknis, dasar kebijakan dengan provinsi Jawa Timur yang
untuk terciptanya sistem TKD adalah PP berpenduduk 37 juta jiwa atau kabupaten
No.105/2000 tentang Pengelolaan dan Bandung yang sudah berpenduduk 4,2 juta
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah jiwa). Sebagai sebuah provinsi pemekaran
yang salah satu pasalnya menyebutkan dengan Gubernur yang masih penuh
bahwa Pemda dapat memberikan tambahan semangat, ada beberapa terobosan yang
penghasilan berdasarkan pertimbangan dilakukan oleh pemerintah provinsi Gorontalo.
objektif sesuai persetujuan DPRD. Namun Salah satunya adalah pemberlakuan TKD
dalam iklim birokrasi publik di Indonesia yang yang pertama di Indonesia.
belum memungkinkan inovasi baru acap Sebagaimana telah dijelaskan,
kali masih menjadi kendala bagi perumus Pemprov Gorontalo merupakan salah satu
kebijakan di daerah. Ketika pemerintah provinsi diantara provinsi yang berani melaksanakan
Gorontalo memulai inisiatif pemberian TKD, reformasi sistem penggajian pegawai daerah
ada banyak pihak yang meragukan atau bahkan secara relatif radikal. Kebijakan itu pertama-
menyatakan bahwa kebijakan itu bertentangan tama dilakukan dengan mengklasifikasikan
dengan sistem penggajian yang berlaku secara honor-honor kegiatan dalam APBD yang
nasional. Pada awal digagasnya pemberian biasanya diterima oleh setiap aparat mulai dari
TKD di Gorontalo, beberapa pejabat tinggi tingkat Gubernur, Kepala Dinas hingga tenaga
di Kementerian Dalam Negeri sebenarnya kontrak atau honorer.
banyak yang mem-peringatkan atau bahkan Selanjutnya, pos-pos honor tersebut
diubah menjadi skema Tunjangan Kinerja
28 berdasarkan
Pusat Pengkajian dan Penelitian besaran
Kepegawaian BKN yang ditentukan dengan
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 5, No.1, Juni 2011
berbagai variabel. Untuk menentukan indikator 10 pada bulan berikutnya dari masa kinerja
kinerja dan pengukurannya, studi literatur dan seorang pegawai dengan dikenakan pajak
studi banding dilakukan oleh tim teknis Pemprov penghasilan pasal 21 dari total tunjangan yang
Gorontalo. Salah satu dasar pemikiran dari TKD diterima. Tabel 2 menunjukkan skala TKD.
di Gorontalo adalah konsep Sistem Penggajian
Berbasis Kinerja (SPBK) yang dikeluarkan Tabel 2. TKD Provinsi Gorontalo
UNPAN (Badan PBB yang mengurusi soal
Administrasi Publik). Sementara itu kondisi
keuangan daerah yang terdapat di dalam APBD
juga dipelajari untuk mengukur kemampuan
daerah dalam melaksanakan tunjangan kinerja.
Inisiatif Gubernur dan jajaran Pemda
Gorontalo mengenai TKD selanjutnya
dituangkan dalam Peraturan Gubernur No.45 Sumber: Peraturan Gubernur Gorontalo No. 8 Tahun
tahun 2005. Konsep tersebut pada awalnya 2007.
ditanggapi skeptis dan cukup banyak pihak
yang sebenarnya menentang penghapusan Yang menarik dari kasus di Gorontalo
honor-honor yang selama ini selalu diterima ialah keinginan yang kuat dari pimpinan dan
oleh para pegawai dalam setiap kegiatan jajaran Pemda untuk terus mengaitkan TKD
mereka. Sebagian anggota DPRD bahkan juga benar-benar dengan ukuran kinerja yang
meragukan bahwa penciptaan TKD itu akan objektif. Pada mulanya indikator yang dipakai
efektif untuk memperbaiki kinerja pelayanan hanya sekadar presensi atau kehadiran
publik. Namun demikian, konsep TKD terus pegawai. Namun setelah itu terus diupayakan
dikonsultasikan dan dibahas secara intensif agar TKD terkait dengan kinerja sesuai
dengan para perumus kebijakan daerah untuk dengan tugas pokok dan fungsi dari pejabat
mendapatkan dukungan yang kuat. Sebagian struktural, staff, maupun tenaga kontrak
anggota DPRD provinsi Gorontalo yang dengan memperhitungkan peran nyata mereka
semula skeptis diam-diam justru menyetujui dalam melaksanakan tugas-tugas teknis. Tabel
dan mendukung pemberian TKD kepada 3 menunjukkan perkembangan perhitungan
aparat Pemprov Gorontalo. Namun karena bobot yang menentukan besarnya TKD.
dukungan legislatif itu tidak benar-benar bulat,
produk kebijakan mengenai TKD selanjutnya Tabel 3. Perkembangan dasar perhitungan
tetap berada pada domain eksekutif, misalnya TKD provinsi Gorontalo
dengan diterbitkannya Peraturan Gubernur
No.8 tahun 2007.
TKD di provinsi Gorontalo diberikan
dalam rangka peningkatan kesejahteraan
Sumber: Direktorat Penelitian dan
pegawai berdasarkan prestasi kerja, tempat Pengembangan, KPK, 2006
bertugas, kondisi kerja, dan kelangkaan
profesi. Besaran TKD setiap tahun dapat
berubah menyesuaikan dengan PAD provinsi. Untuk menilai komponen kehadiran
TKD dibayarkan selambat-lambatnya tanggal pegawai, juga ada banyak indikator yang
masing-masing memiliki bobot yang berlain- Gorontalo adalah terkait dengan pola perilaku
lainan sebagai penentu besarnya TKD. terhadap kegiatan proyek. Meskipun TKD
Sebagai contoh, dalam hal kehadiran, ada telah diberikan dan tingkat presensi pegawai
kategori terlambat datang (TD), pulang cepat sudah dapat diperbaiki, pola perilaku berupa
(PC), tidak hadir tanpa ijin dan surat sakit (TH- penggelembungan (mark-up) dana proyek
1), tidak hadir karena sakit atau ijin lebih dari 4 masih saja berlaku. Dari survai antara tahun
kali (TH-2), tidak hadir karena Diklat Teknis dan 2004 hingga 2007 yang dilaksanakan oleh
Struktural (TH-3), meninggalkan tugas selama gubernur sendiri untuk menyusun disertasinya,
jam kerja tanpa ijin (MTJKTI), tidak mengikuti didapati bahwa 49,3% dari para pejabat
kegiatan kenegaraan/rapat/senam (TMKK), berpendapat bahwa penggelembungan dana
hingga ketidakhadiran berterusan yang proyek masih terjadi. Sementara itu, kebiasaan
dikenai sanksi berdasarkan PP No.30/1980. para pegawai untuk menerima uang pelicin dari
Dengan demikian, setiap kemungkinan para warga pengguna jasa juga masih sulit
ketidakhadiran diperlakukan secara berlain- dikikis. Sebanyak 43,6% responden pejabat
lainan dan kesemuanya menentukan bobot menyatakan bahwa untuk berbagai macam
imbalan atau hukuman yang diterima oleh jenis urusan dengan pemerintah daerah masih
seorang pegawai. dibutuhkan uang pelicin (Muhammad, Fadel,
Hasil yang diperoleh dari penerapan 2007:178). Inilah tantangan dalam upaya
TKD di provinsi Gorontalo cukup mengesankan. penciptaan tata-pemerintahan yang baik (good
Tingkat absensi atau kemangkiran pegawai governance) di provinsi Gorontalo.
dapat ditekan dan dalam banyak hal
perubahan itu juga memberi dampak positif
bagi produktivitas pegawai. Dari berbagai TKD DI PEMDA PROVINSI DKI JAKARTA
sektor pembangunan dasar seperti pendidikan,
kesehatan dan kesejahteraan sosial. Angka Provinsi DKI Jakarta adalah kawasan
statistik menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan ibukota yang memiliki tantangan begitu
di provinsi ini yang pada tahun 2000 masih kompleks dari segi kependudukan, tuntutan
mencapai 72,14%, pada tahun 2003 sudah akan pelayanan publik yang lebih baik,
menurun menjadi 34,25% dan pada tahun transportasi kota, hingga masalah penanganan
2004 menjadi 33,29% (Muhammad, Fadel, sampah. Ini dapat dimaklumi karena provinsi
2007:170). Tentu saja perubahan ini bukan DKI Jakarta masih menjadi magnet bagi para
hanya karena faktor pemberian TKD bagi para pencari kerja dari luar daerah. Pada siang
pegawai di provinsi Gorontalo. Kenyataan hari, DKI Jakarta harus mengakomodasi
bahwa provinsi Gorontalo merupakan daerah lebih dari 12 juta orang penduduk sedangkan
pemekaran dengan hak atas DAU yang cukup pada malam hari dihuni oleh sekitar 9 juta
besar sedangkan jumlah penduduknya relatif penduduk. Kendatipun dari segi anggaran
sedikit mungkin merupakan faktor penjelas dari yang dialokasikan relatif besar dengan besaran
perubahan yang terjadi. Namun bahwa secara APBD sekitar Rp 24 triliun, masalah yang harus
umum semangat pegawai menjadi lebih tinggi dipecahkan di provinsi ini memang begitu
juga tidak bisa dinafikan. kompleks dan upaya pemecahannya harus
Persoalan lain yang masih melalui koordinasi antar-jenjang pemerintahan
menghinggapi birokrasi publik di provinsi maupun antar-sektor yang tentu membutuhkan
komitmen dan kepemimpinan yang kuat. daerah-daerah lain. Tunjangan bagi pejabat
Pemberian TKD di provinsi DKI Jakarta eselon I yang hingga Rp 50 juta adalah angka
dimaksudkan untuk memacu kinerja para PNS. yang tertinggi bagi Pemerintah Daerah di
Harapannya adalah bahwa anggaran untuk tingkat Provinsi. Itulah sebabnya Pemprov
gaji dan tunjangan akan berbasis pada kinerja DKI pada tahap pertama pemberian TKD
seraya menghapus bentuk-bentuk honorarium sudah harus mengalokasikan sekitar Rp 3,5
yang kurang jelas pedoman alokasinya. triliun. Ini karena secara keseluruhan PNS dan
Ketentuan yang melandasi pemberian TKD CPNS di Pemprov DKI Jakarta yang terdiri dari
di provinsi ini adalah Peraturan Gubernur No. sekitar 78.500 orang adalah jumlah yang begitu
215 tahun 2009 yang diterbitkan pada tanggal besar. Selain itu pertimbangan kemahalan atau
30 Desember 2009. Kebijakan mengenai TKD biaya hidup (living cost) di Jakarta yang relatif
sendiri sebenarnya baru mulai dilaksanakan lebih tinggi menjadi alasan penentuan jumlah
pada bulan Februari 2010 dengan mereplikasi tunjangan yang besar tersebut.
konsep TKD di provinsi Gorontalo yang Berdasarkan ketentuan, TKD me-
dipandang sukses. TKD diberikan berdasarkan rupakan pengganti honorarium, Tunjangan
peringkat (grade) jabatan yang menjadi dasar Peningkatan Pendapatan (TPP), tunjangan
besaran tunjangan yang diterima seperti kesra, serta tunjangan-tunjangan insidental
tampak pada Tabel 4. lainnya. Namun hingga dua tahun anggaran
pemberian TKD, belum terdapat kajian yang
Tabel 4. Skala Jabatan untuk Pemberian TKD menunjukkan bukti kuat bahwa berbagai
bentuk honorarium dan tunjangan itu benar-
benar dapat dihapus. Kecuali itu, dari skala
TKD yang ditetapkan ternyata tidak dapat
dihilangkan kesan bahwa pemberian tunjangan
masih melekat atau ditentukan berdasarkan
posisi struktural. Penentuan besaran TKD yang
berdasarkan eselonisasi tidak bisa menghapus
kesan bahwa sistem ini sebenarnya tidak
benar-benar berbasis pada kinerja seorang
pegawai. Melekatnya pemberian tunjangan
kepada jabatan juga tampak dalam skema TKD
Sumber: Pergub DKI Jakarta No.215/2009 yang diberikan kepada para pejabat fungsional
seperti tampak pada Tabel 5.
Tampak bahwa dari segi besaran
angka rupiah, jumlah TKD di DKI Jakarta Tabel 5. Jenis Jabatan dan Besarnya TKD di provinsi
DKI Jakarta
memang termasuk cukup besar, apalagi jika
dibandingkan tunjangan struktural pejabat di
perilaku pegawai” (Gubernur Fauzi Bowo, penyiapan TKD yang tidak hanya didasarkan
TVOne, 19 Januari 2010). Pemberian TKD pada presensi perlu terus dilanjutkan, terutama
merupakan salah satu terobosan kebijakan dengan mempertajam sistem penilaian
dalam pemberian tunjangan. Namun tanpa kinerja dengan indikator kuantitatif yang
adanya indikator kuantitatif yang bersifat didasari profesionalisme pegawai. TKD yang
objektif, tampaknya masih belum dapat diberikan di Pemprov DKI Jakarta tampaknya
dipastikan pengaruhnya terhadap kinerja masih terpengaruh oleh paradigma lama
birokrasi Pemda secara keseluruhan. yang melekatkan tunjangan kepada jabatan
struktural dengan indikator utama pada tingkat
kehadiran pegawai. Perlu diupayakan terus
KESIMPULAN agar tercipta indikator kinerja yang bersifat
objektif, kuantifikasi data yang jelas, dan
Kebijakan penggajian dan pemberian tunjangan informasi mengenai kinerja pegawai yang
kepada para PNS di Indonesia secara umum transparan.
masih menggunakan paradigma konvensional
karena masih menggunakan prinsip tunjangan
jabatan (pay as entitlement) dan bukan
tunjangan kinerja (pay-for-performance). Untuk
meningkatkan kinerja jajaran pemerintah baik
di Pusat maupun di Daerah, diperlukan banyak REFERENSI
terobosan yang semestinya lebih mendasarkan
pada konsep tunjangan kinerja. Anonim (2005). The Governance and
Di tngkat daerah sekarang ini terdapat Decentralisation Survey. Jogjakarta:
beberapa inisiatif untuk menggunakan sistem Centre of Population and Policy
TKD. Perkembangan ini cukup memberi Studies, Gadjah Mada University
prospek yang baik terhadap penyempurnaan Armstrong, Michael (1994). Performance
sistem penggajian yang berbasis kinerja. Management. London: Kogan Page
Namun yang lebih penting untuk dicermati Departemen Keuangan. www.remunerasipns.
adalah kepastian bahwa setiap tunjangan wordpress.com/2010/01/05 /
memang diberikan dengan indikator kinerja tabel-remunerasi-depkeu-2/
yang jelas. Perbaikan remunerasi bagi Dharma, Surya (2005). Manajemen Kinerja:
jajaran pegawai pemerintah pusat tidak akan Falsafah, Teori dan Penerapannya.
mengubah keadaan jika tidak didasarkan pada Jogjakarta: Pustaka Pelajar
indikator kinerja pegawai yang jelas. Demikian Effendi, Akhyar dkk., Manajemen Pegawai
pula, TKD tidak akan banyak mengubah kinerja Negeri Sipil yang Efektif; www.
ke arah yang lebih baik jika indikator yang bandiklat.kalbarprov.go.id/admin/
digunakan tidak ada kemajuan. upload/Akhyar_Effendi.pdf. diakses
Dari uraian kasus di dua provinsi,
tampak betapa pentingnya perumusan indikator
kinerja itu bagi keberhasilan TKD dalam
menunjang sistem pelayanan publik yang
lebih baik di daerah. Di Pemprov Gorontalo,
Samodra Wibawa
Dosen Jurusan Ilmu Administrasi Negara, FISIPOL Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
samodra03@yahoo.com
dan
Dwi Harsono
Dosen Jurusan Ilmu Administrasiu Negara (FISIPOL) Universitas Negeri Yogyakarta.
dwiharsono@any.ac.id
Abstract
This article reports the result of a reasearch on the performance of four district administrations in Ngawen Residency. It
is found, that the district that is the best in performance has the lowest degree of participation and accountability. Vice
versa, the district that performs the worst has very low efficiency, personal capability and service quality but very high
degree of participation. Are efficiency and participation a zero sum game? In accordance to the fact, the best perform
district has also the worst in the factor of communication, motivation and organization climate. This means, that the
best perform district is clearly less democratic. Factor that influence performance significantly is leadership, whereas
factors that influence performance moderately are personnel quality, organizational structure, and organizational system
and procedure. Meanwhile the quality of equipments has methodologically no evidence, that it influences performance.
Key words: performance, efficiency, participation
Abstrak
Artikel ini melaporkan hasil dari penelitian kinerja empat daerah administrasi (kecamatan) di Kabupaten Ngawen.
Ditemukan bahwa kecamatan yang kinerjanya paling tinggi mempunyai tingkat akuntbilitas dan partisipasi yang
paling rendah. Sebaliknya Kecamatan yang kinerjanya paling buruk mempunyai efisiensi, kemampuan personal, dan
kualitas layanan yang sangat rendah, namun tingkat partisipasinya sangat tinggi. Apakah efisiensi dan partisipasi
saling meniadakan? Berdasarkan fakta yang diperoleh, Kecamtan dengan kinerja terbaik juga mempunyai komunikasi,
motivasi, dan iklim organisasi yang paling buruk. Ini berarti bahwa kecamatan yang paling baik kinerjanya adalah yang
paling tidak demokratis. Faktor yang mempengaruhi kinerja secara signifikan adalah kepemimpinan, kemudian faktor-
faktor yang mempengaruhi kinerja secara moderat adalah kemampuan pegawai, struktur organisasi, serta sistem dan
prosedur organisasi. Sementara secara metodologi tidak terbukti bahwa kualitas dari peralatan-peralatan penunjang
mempengaruhi kinerja.
dari proses belajar. Hasil evaluasi harus berbagai pihak. Dengan demikian, kinerja
dibaca bersama-sama secara terbuka oleh bukanlah sesuatu yang obyektif melainkan
semua staf instansi –lebih baik lagi bersama- subyektif tergantung pada ukuran, patokan
sama dengan para stakeholders yang lain atau standard yang dipakai. Lebih dari itu,
untuk upaya perbaikan kinerja instansi dari kinerja juga sangat tergantung kepada orang
waktu ke waktu (bandingkan dengan Pranoto yang menilai serta waktu dan tempat penilaian.
2008:27-39; tentang evaluasi lebih jauh lihat Aspek atau dimensi yang diukur pun bisa
Dunn 2004:345-372). Hasil evaluasi dapat beraneka ragam (Sudarmanto 2009: 20).
digunakan untuk menetapkan insentif atau Menurut sebuah kamus Inggris,
tambahan penghasilan bagi para pegawai. performance berasal dari akar kata “to perform”:
Dengan demikian penghasilan benar-benar 1. melakukan, menjalankan, melaksanakan; 2.
didasarkan pada prestasi (merit system), bukan memenuhi atau melaksanakan kewajiban;
disamaratakan untuk semua pegawai tanpa 3. melaksanakan atau menyempurnakan
peduli apa/bagaimana prestasi masing-masing. tanggungjawab; dan 4. melakukan sesuatu
Ini sangat bagus untuk mamacu prestasi yang diharapkan oleh seseorang atau mesin.
para pegawai. Dengan evaluasi kinerja juga Dalam kamus lain performance didefinisikan
diperoleh informasi tentang skills apa saja sebagai: 1. the execution of an action, 2.
yang perlu dimiliki (lagi) oleh para pegawai dan the fulfillment of claim, promise or request.
selanjutnya diketahui pelatihan, training atau Sementara itu Encyclopedia of Public
re-skilling seperti apa yang harus ditempuh Administration and Public Policy menyebutkan,
untuk setiap pegawai. bahwa kinerja organisasi dilihat sebagai
Artikel ini melaporkan hasil evaluasi sebuah perbandingan antara pencapaian hasil
kinerja terhadap empat kantor kecamatan organisasi dengan pencapaiannya di masa
di Kabupaten Ngawen (nama disamarkan, lampau (previous performance) dan pen-
terletak di P. Jawa). Penelitian ini menjawab capaian hasil organisasi lain (benchmarking)
dua pertanyaan berikut: serta seberapa jauhkah tujuan dan target telah
1. Bagaimana kinerja keempat kantor berhasil dicapai (Keban 2008: 211).
kecamatan tersebut? Sementara itu Rivai (2008:68) ber-
2. Bagaimana kondisi dari beberapa faktor pendapat, bahwa kinerja adalah “Perwujudan
yang secara teoretik mempengaruhi kewajiban suatu lembaga untuk memper-
kinerja di keempat kantor tersebut? tanggungjawabkan keberhasilan dan
kegagalan pelaksanaan misi lembaganya
dalam mencapai sasaran dan tujuan yang telah
DEFINISI DAN TEORI KINERJA ditetapkan melalui sistem pertanggungjawaban
secara periodik.” Sedangkan Helfert yang
Kinerja (performance) adalah hasil dikutipnya (hal. 85) mengatakan, kinerja
kerja dari suatu individu atau organisasi merupakan “...tampilan keadaan secara
dibandingkan dengan apa yang seharusnya utuh atas organisasi selama periode waktu
dicapai oleh yang bersangkutan. Hasil tertentu, merupakan hasil atau prestasi
yangseharusnya ini bisa ditemukan dalam yang dipengaruhi oleh kegiatan operasional
pernyataan tujuan (mission statement), rencana organisasi dalam memanfaatkan sumber-
kerja ataupun harapan yang dinyatakan oleh sumber daya yang dimiliki.” John Whitmore
yang terdiri dari unsur masukan, proses, bertahap. Penelitian ini memilih untuk
keluaran, hasil, manfaat, dan/atau dampak merangkum/menyimpulkan, bahwa kinerja
yang menggambarkan tingkat capaian adalah pelaksanaan atau pemenuhan suatu
kinerja suatu kegiatan. kewajiban, visi, misi, fungsi atau tanggung
7 Indikator Kinerja Kunci adalah indikator jawab yang dibebankan atau diharapkan
kinerja utama yang mencerminkan oleh pihak lain terhadap atau darinya pada
keberhasilan penyelenggaraan suatu suatu waktu. Dengan kata lain kinerja adalah
urusan pemerintahan. tingkat seberapa jauh dan berkualitaskah
8 Tim Penilai adalah tim yang membantu tujuan dan target berhasil dicapai. Berdasar
Gubernur, Bupati, atau Walikota dalam diskusi teoretik di atas dan mengingat
melaksanakan evaluasi terhadap tataran ketersediaan data, aspek-aspek kinerja yang
pengambil kebijakan daerah dan evaluasi dikaji dalam penelitian ini adalah: aksesibilitas,
terhadap tataran pelaksana kebijakan transparansi, akuntabilitas, kecepatan layanan,
daerah. profesionalitas pegawai, responsibilitas,
9 Standar Pelayanan Minimal yang responsivitas, partsisipasi, efektivitas, efisiensi,
selanjutnya disingkat SPM adalah kerjasama dan kondisi fisik kantor.
ketentuan tentang jenis dan mutu
pelayanan dasar yang merupakan urusan
wajib daerah yang berhak diperoleh setiap FAKTOR-FAKTOR PENENTU KINERJA
warga secara minimal.”
Evaluasi kinerja penyelenggaraan Setiap peristiwa pastilah dipengaruhi
pemerintahan daerah (lihat butir 14) dilakukan oleh banyak faktor. Sebagai peristiwa atau
pada tingkat pengambilan maupun pelak- kejadian, kinerja, menurut Rivai (2008: 68),
sanaan kebijakan. Aspek-aspek penilaian pada ditentukan oleh:
tingkat yang ke-dua ini adalah sbb: 1. Struktur organisasi
a. Kebijakan teknis penyelenggaraan urusan 2. Sistem dan prosedur kerja
pemerintahan; 3. Gaya kepemimpinan
b. Ketaatan terhadap peraturan perundang- 4. Strategi
undangan; 5. Nilai budaya
c. Tingkat capaian SPM; 6. Lingkungan (sistem politik, hukum,
d. Penataan kelembagaan daerah; globalisasi dsb.).
e. Pengelolaan kepegawaian daerah; Seringkali untuk menaikkan kinerja
f. Perencanaan pembangunan daerah; diusulkan juga adanya penambahan
g. Pengelolaan keuangan daerah; anggaran, gaji dan staf baru yang bermutu,
h. Pengelolaan barang milik daerah; dan atau mengubah manajemen instansi menjadi
i. Pemberian fasilitasi terhadap partisipasi seperti manajemen bisnis misalnya me-
masyarakat.” rampingkan birokrais. Tapi, menurut Rivai
Para perumus PP di atas rupanya (2008:78), kenyataannya hal-hal ini tidak selalu
menyadari, bahwa mengukur kinerja menghasilkan kinerja yang lebih bagus, malah
suatu instansi adalah proses yang rumit sering hanya menjadi pemborosan. Hanya
dan lama. Karena itu dalam “ketentuan saja dia tetap menyarankan, misalnya, agar
penutup” dinyatakan, bahwa aspek, fokus aparatur kita memiliki karakter sebagai berikut:
dan indikator yang dipakai diterapkan secara
38 Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 5, No.1, Juni 2011
1. Punya komitmen untuk mencapai cita-cita Sedangkan lingkungan terdiri dari sistem
dan tujuan bersama administrasi dan hukum, politik, sosial-budaya,
2. Kompeten dalam bertugas atau melayani teknologi dan ekonomi.
publik Beberapa asas organsiasi sebagai-
3. Terampil, kreatif, inovatif mana dikemukakan oleh Sutarto (1985:
4. Profesional, beretika 52) adalah faktor penentu kinerja pula.
5. Tanggap dan akuntabel Di antaranya yang dapat disebut adalah:
6. Otonom tapi bertanggungjawab tujuan yang jelas, spesialisasi, pelimpahan
7. Produktif, berkualitas dan efisien. wewenang, kese-imbangan tanggungjawab-
Komitmen dan profesionalitas atau wewenang, rentang kendali, kesatuan perintah,
keterampilan, baik dari para pegawai maupun kemampuan pegawai, komunikasi, kombinasi
terutama pimpinan, memperoleh penekanan fungsi staf dan lini, peraturan yang jelas, dan
yang sangat dari Michael Amstrong (2004: fleksibilitas.
299-300). Akhirnya dari beberapa literatur lain
Utomo dan Wismono (2008:105), dapat didaftar beberapa hal yang mem-
mengutip Hood dan Hughes, mengaitkan pengaruhi kinerja sebagai berikut:
kinerja dengan istilah/konsep new public 1. Wewenang organisasi: hak dan tanggung-
management (NPM) yang dikembangkan di jawab untuk bertindak, termasuk me-
Eropa dan Amerika sejak 1980-an. Dikata- ngerahkan sumberdaya. Termasuk di sini
kannya, bahwa di bawah NPM instansi-instansi adalah cara menggunakan wewenang itu,
pemerintah diubah menjadi “penyedia jasa yang biasa disebut adalah kepemimpinan
layanan publik yang efektif dan efisien”. dan pendelegasian wewenang (ban-
Berikut ini doktrin dari NPM (redaksi dan urutan dingkan Allen 1990 dan Thoha 2001).
diubah), yang menurut hemat kami merupakan 2. Kekuatan atau sumberdaya organsiasi:
penyebab atau pendukung kinerja yang tinggi: orang dan uang. Orang atau pegawai
1. Berfokus pada kinerja dan penilaiannya menyangkut jumlah dan kualitas (pen-
2. Akuntabilitas berbasis hasil didikan dan pelatihan yang pernah diikuti,
3. Kompensasi berbasis kinerja kesesuaiannya dengan posisinya dan
4. Devolusi/desentralisasi ke unit-unit kerja motivasi), sedangkan uang menyangkut
terkecil jumlah dan cara pengelolaannya. Ter-
5. Kebebasan manajer mengelola organisasi masuk di sini adalah jumlah dan kualitas
6. Kompetisi: kontrak, outsourcing sarana-prasarana.
7. Pemangkasan biaya dan efisiensi. 3. Budaya kerja: kinerja organisasi cen-
Luthaus dan Adrien dikutip Muhammad derung rendah, jika para pegawai di
(2007: 28-29) menyatakan, bahwa kinerja dalamnya bersifat tidak kreatif dan inovatif,
organisasi pada dasarnya ditentukan oleh tiga menghindari tantangan dan risiko serta
hal: kapasitas organisasi, motivasi organisasi tak mau beratanggungjawab, sudah puas/
dan lingkungan. Kapasitas organisasi nyaman dengan keadaannya (bandingkan
mencakup kepemimpinan, struktur, personil, Ratminto dan Winarsih 2005: 120).
keuangan, tekonologi, infrastruktur, dan 4. Iklim organisasi: hubungan antar pribadi
komunikasi. Motivasi organisasi mencakup dalam organisasi yang sehat, serasi,
sejarah, misi, budaya dan sistem insentifnya. harmonis akan mendorong orang untuk
bekerja dengan baik (bandingkan Barata
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN 39
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 5, No.1, Juni 2011
yang profesionalitas pegawainya tinggi ini tetap bermanfaat, dalam hal bahwa suatu
sepertinya cenderung untuk menganggap kantor kecamatan yang kinerjanya dinilai
partisipasi publik sebagai pemborosan yang rendah oleh para warganya harus berusaha
tidak berguna, tapi mereka bekerja –dengan keras untuk memperbaiki kinerjanya, tidak
“kebaikan hatinya”— untuk kepentingan peduli bahwa sebenarnya “secara obyektif”
publik, dan memang berhasil memuaskan dirinya mungkin sudah lebih bagus dibanding
mereka. Jika ini benar, kiranya begitu pulalah kantor kecamatan lain.
cara pandang Orde Baru ketika mereka aktif
membangun seraya menekan suara publik.
Hingga tingkat tertenu, cara pandang seperti FAKTOR PENENTU KINERJA
ini kiranya tidak keliru; namun “pada saatnya”
sikap ini harus dihentikan. Adalah seni bagi Kondisi dari enam faktor penentu
para praktisi untuk menemukan “saat” yang kinerja ditampilkan di Gambar 2. Pangkal
tepat tersebut, di mana keterlambatan akan yang kinerjanya tertinggi memang memiliki
memakan ongkos yang besar. Sebagaimana indeks faktor penentu kinerja yang tertinggi
keterlambatan Indonesia untuk membuka kran dibanding ketiga kantor kecamatan lain,
partisipasi harus berakhir dengan “tragedi” kecuali pada faktor komunikasi, motivasi dan
reformasi 1997/1998. iklim organisasi. Faktor ini kiranya berhimpitan
Di atas semua itu, perlu diberi catatan di dengan partisipasi. Semakin sebuah organisasi
sini, bahwa indeks kinerja tersebut merupakan membuka dirinya terhadap partisipasi publik,
penilaian (subyektif) dari para responden, di dipastikan partisipasi di dalam organisasi itu
mana responden untuk kantor kecamatan yang sendiri juga semakin tinggi. Bahwa kondisi
satu berbeda dengan responden untuk kantor yang sebaliknya yang terjadi di Pangkal,
kecamatan yang lain. Responden adalah tampaknya ini memperkuat kecurigaan di
warga dari kecamatan yang bersangkutan. atas: mereka yang ingin berpenampilan bagus
Dalam konteks ini bisa saja sebenarnya secara harus mengurangi partisipasi dari luar, dan ke
“obyektif” kinerja sebuah kantor kecamatan dalam harus sedikit-banyaknya otoriter. Otoriter
sudah tinggi, namun karena ekspektasi demi kebaikan! Fakta bahwa Paran yang
masyarakatnya tinggi, maka kinerja kantor kinerjanya terendah memiliki kualitas pada
kecamatan tersebut tetap dinilai rendah. Paran faktor ini 4,34 point lebih bagus dari Pangkal
yang berada di wilayah perkotaan, misalnya, tampaknya semakin memperkuat kecurigaan
memiliki warga yang status sosial, ekonomi kita. Sementara Mantang dan Kendil yang
dan pendidikan yang relatif tinggi, sehingga kinerjanya berada di peringkat tengah memiliki
mereka mempunyai harapan (ekspektasi) yang kualitas faktor ini yang hampir sama, yang lebih
tinggi pula terhadap kinerja kantor kecamatan. tinggi dari kedua kantor kecamatan lain. Fakta
Akibatnya, selama harapan warga belum terakhir ini memoderasikan kesimpulan di atas:
terpenuhi maka kinerja kantor kecamatan bahwa kantor kecamatan yang komunikasi,
cenderung dinilai rendah oleh para warga. motivasi dan iklim organisasi-nya terbagus
Dengan demikian, membandingkan kinerja satu bukanlah kantor kecamatan yang kinerjanya
kantor kecamatan dengan kantor kecamatan terjelek. (Lihat pula Tabel 4.)
lain berdasarkan penilaian warganya adalah Gambar 2. Faktor-Faktor Penentu Kinerja Empat
kurang fair. Hanya saja, betapapun penelitian Kantor Kecamatan di Kabupaten Ngawen 2009
dengan sistem dan prosedur (Tabel 2). Sedangkan kualitas personil tidak memiliki hubungan
yang tegas. Memang kantor kecamatan yang kinerjanya tinggi memiliki personil yang bagus, tapi
Purwanto
Direktur Rekrutmen dan Kinerja Pegawai
Email: purwanto_bkn@yahoo.co.id
Abstract
This article explains about the phenomenon happened in giving performance allowance in the perfective of Civil Servant
welfare among the spread of central issue regarding Bureaucratic reform. The main focus is how the institution applies
performance allowance by job evaluation base that produces job grading for each job level, therefore, job class and
job price can be figured out. Job analysis of each Civil Servant becomes a main requirement that must be done for
performance-base allowance. Thereupon, its performance planning can be compiled in a form of Employee Action Plan
by assigning certain target which is easy to be measured. This performance attainment becomes a base in giving Civil
Servant performance allowance.
Key Words: Performance-base allowance
Abstrak
Artikel ini menjelaskan fenomena yang terjadi dalam pemberian tunjangan kinerja dalam perpektif kesejahteraan
Pegawai Negeri Sipil ditengah merebaknya isu sental mengenai reformasi birokrasi. Fokus utamanya bagaimana
instansi melakukan tunjangan kinerja dengan dasar evaluasi jabatan yang meghasilkan job grading untuk setiap level
jabatan, sehingga dapat diketahui job class dan job price Untuk tunjangan berbasis kinerja, analis jabatan setiap
Pegawai Negeri Sipil menjadi prasayat utama yang harus dilakukan.. Dengan dasar tersebut dapat disusun perencanan
kinerjanya dalam bentuk sasaran kerja pegawai dengan menetapkan target tertentu yang mudah diukur. Hasil capaian
kinerja ini menjadi dasar dalam pemberian tunjangan kinerja Pegawai Negeri Sipil.
Kata kunci : Tunjangan berbasis kinerja
tidak terkecuali baik instansi pusat maupun Apabila hal tersebut dapat dilakukan maka
daerah. Menyingkapi fenomena demikian akan memudahkan dalam pengukuran
akan menjadi lumrah manakala setiap instansi kinerja (performance measurement) dan pada
berpayung reformasi birokrasi untuk mengejar akhirnya me-mudahkan dalam pemberian
remunerasi yang konon akan menjadi pemicu tunjangan kinerja. Namun pada saat ini di
terhadap kinerja birokrasi pemerintahan. lingkungan Pegawai Negeri Sipil belum ada
Apabila fenomena tersebut menjadi legitimasi regulasi yang mengatur mengenai pengukuran
bagi penyelengara pemerintahan atau birokrasi kinerja, yang ada hukuman (punishment) bagi
pemerintahan akan menjadi contra productive, Pegawai Negeri Sipil yang tidak mencapai
manakala tidak diimbangi dengan melakukan sasaran kerja pegawai ( PP 53 Th 2010 ).
perubahan yang signifikan terhadap organisasi. Oleh karena itu yang menjadi
Perubahan yang perlu dilakukan apakah pertanyaan terhadap remunerasi atau
setiap instansi sudah melakukan penataan tunjangan kinerja yang diberikan apakah
baik dari kelembagaan, ketatalaksanaan pemberian tunjangan yang selama ini hanya
maupun sumberdaya pegawainya, hal ini mengacu pada disiplin dengan parameter
menjadi penting manakala dari aspek -aspek tingkat kehadiran? sekalipun masing masing
tersebut tidak disentuh dan hanya mengejar instansi yang memperoleh remunerasi atau
tunjangan kinerja, maka yang terjadi inefisiensi tunjangan kinerja telah melakukan evaluasi
organisasi. jabatan dengan cara melakukan (job grading)
Dengan memperhatikan kondisi pada semua jabatan dengan memberikan
demikian maka bagi instansi pemerintah yang harga jabatan ( job price ). Dengan mendasari
memberikan tunjangan kinerja idialnya telah pada kondisi tersebut maka tidak ada jalan lain
melakukan berbagai langkah yang mengarah kecuali masing –masing instansi membangun
pada pengukuran kinerja,sehingga tunjangan pengukuran kinerja dengan menetapkan
kinerja yang diberikan didasarkan pada standar prestasi ( job performance standard)
pencapaian kinerja yang terukur. Langkah sesuai dengan karakteristik jabatannya,
membangun pengukuran kinerja bagi instansi sehingga pemberian tunjangan dapat diukur
menjadi keharusan manakala pemberian dari capaian kinerjanya. Dengan demikian apa
tujangan diartikan berbasis kinerja. Oleh yang diharapkan pemerintah melalui reformasi
karena itu yang menjadi prioritas bagi instansi birokrasi dengan mem-berikan remunerasi atau
adalah mengupayakan setiap Pegawai Negeri tunjangan berbasis kinerja dapat mendongkrak
Sipil memiliki uraian pekerjaan (Job description kinerja peme-rintahan.
) yang jelas, sebagai dasar untuk menyusun
rencana kerja ( performance plan ). Dalam
perencanaan kinerja menurut Hartle (1995: 66) KESEJAHTERAAN PNS
mengatakan Performance Planning that clearly
identifies the expected result, as well as the Me mb ica ra ka n ke se ja h te ra a n
behaviours and skill individual is expected to Pegawai Negeri Sipil sudah bukan menjadi
demonstrate, provides, and specific action plan rahasia umum lagi, selalu menjadi sorotan
aimed at clear target. Pada dasarnya dalam dan perdebatan masyarakat, manakala hal
perencanaan kinerja mengarah pada hasil ini terjadi pada saat penyusunan Rancangan
yang diharapkan dari target yang ditetapkan.. Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara
( RAPBN ) setiap tahun, yang mengalokasikan dan sumber daya manusia di lingkungannya.
besarnya kenaikan gaji Pegawai Negeri Sipil. Dengan melakukan hal tersebut diharapkan
Sesungguhnya kenaikan gaji bagi Pegawai kinerja organisasi akan menjadi meningkat
Negeri Sipil tersebut dimaksudkan sebagai dan efektivitas dan efisiensi organisasi akan
upaya pemerintah untuk mewujudkan gaji dapat diwujudkan dengan baik. Berangkat dari
layak dan adil, dan diharapkan pegawai negeri pemahaman tersebut menjadi logis apabila
tersebut mampu memenuhi hidup keluarganya, instansi yang telah melakukan penataan dan
sehingga dapat memusatkan perhatian, pikiran berkinerja baik tersebut menuntut kesejahteran
dan tenaganya untuk mendorong produktivitas dalam bentuk remunerasi yang sesuai dengan
dan kreativitas dalam melaksanakan tugas kinerjanya. Namun dalam praktek reformasi
(pasal 7 UU No, 43 Th 1999 ). Mendasari birokrasi lebih dimaknai dengan pemberian
tuntutan dan kebutuhan bagi Pegawai Negeri remunerasi dalam bentuk tunjangan kinerja.
Sipil, fenomena yang menarik apabila dikaitkan Fenomena yang terjadi dilapangan
dengan kesejahteran Pegawai Negeri Sipil menunjukkan bahwa tunjangan kinerja yang
menurut undang–undang kepegawaian diberikan besarannya berbeda–beda, hal
dijelaskan bahwa kesejahteraan dimaksud ini sangat dipengaruhi oleh penilaian tim
meliputi program pensiun, tabungan hari tua, reformasi birokrasi, terutama yang terjadi pada
asuransi kesehatan tabungan perumahan, dan instansi pusat yang didanai oleh Anggaran
asuransi pendidikan. Amanat tersebut apabila Pendapatan Dan Belanja Negara (APBN).
ditelusuri lebih lanjut belum keseluruhan Sedangkan instansi daerah telah memaknai
program tersebut dapat dilakukan terutama dengan tunjangan jabatan yang besarannya
yang terkait dengan program asuransi bervariasi, yang pada saat ini menjadi
pendidikan bagi putra dan putri Pegawai perhatian pemerintah mengingat anggaran
Negeri Sipil. Namun patut disyukuri bahwa yang digunakan untuk pembayaran pegawai
perhatian pemerintah terhadap Pegawai telah melebihi ambang batas kepatutan.
Negeri Sipil cukup besar, karena sebagai Hal ini disampaikan oleh Menteri Dalam
penyelenggara pemerintah dan pembangunan Negeri, bahwa tunjangan pejabat daerah
dituntut untuk berkinerja yang semakin baik. akan dievaluasi terutama daerah–daerah yang
Tunjangan kinerja sebagai bagian telah memberikan tunjangan jabatan yang
dari kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil besarannya melebihi kepantasan, namun hal
selama ini menjadi topik yang sangat menarik ini terbentur dengan adanya undang-undang
oleh setiap instansi pemerintah, terutama 32 Tahun 2004 (Kompas,21 juli 2011,hal 4).
mengejar bagaimana dapat masuk dalam Mengingat Pegawai Negeri Sipil
urutan yang dikategorikan telah melakukan sebagai penyelenggara negara, dan perekat
reformasi birokrasi, yang ujungnya mem- persatuan maka perlu pemikiran adanya
peroleh tunjangan kinerja pegawai. Dalam standarisasi tunjangan kinerja dengan
kaitanya dengan kinerja birokrasi peme- mengacu pada capaian kinerja, sehingga tidak
rintahan, yang pada saat ini menjadi konsen menimbulkan diskriminatif dalam menopang
dalam road map reformasi birokrasi bahwa birokrasi pemerintahan. Hal ini sejalan dengan
setiap instansi diharapkan untuk membetuk pendapat Emanuel B Eha Anggota Komite
tim yang tugasnya melakukan penataan I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) bahwa
dalam bidang kelembagaan ketatalaksanaan tunjangan daerah ditetapkan berdasarkan
kinerja pegawai, tingkat kehadiran, kualitas
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN 49
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 5, No.1, Juni 2011
kerja dan hasil kerja pegawai (Kompas,22 Romzek (1994 : 243) bahwa: The First involves
juli 2011,hal 4). Apabila hal tersebut dapat individualized pay schemes, which are often
disepakati maka akan menjadi rujukan bagi linked to pay for performance and demands for
setiap instansi yang akan melakukan pemberian greater efficiency and accountability in public
tunjangan apakah itu tunjangan jabatan, kinerja organizations. The second pertain to change
atau tunjangan daerah, di luar tunjangan yang in the systems for establishing rank and status
telah diatur selama ini. in government organizations.
Sesungguhnya eforia pemberian Dengan mendasari pada pandangan
tunjangan ini sebagai bentuk penghargaan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa ada
pemerintah terhadap Pegawai Negeri Sipil keterlibatan pegawai dalam pembayaran
dalam perspektif kesejahteraan, namun hal kinerja dan tututntan efisiensi dan akuntabilitas
ini tidak serta merta dapat dilakukan harus organisasi public serta perubahan pada sistem
disertai dengan persyaratan–persyaratan untuk menetapkan pangkat dan status dari
tertentu, untuk setiap instansi yang akan organisasi pemerintah. Seiring dengan hiruk
memberikan tunjangan apakah itu tunjangan pikuk keberadaan instansi pemerintah untuk
jabatan, kinerja atau tunjangan daerah. Untuk melakukan reformasi birokrasi maka berbagai
kearah itu maka pada saat ini masing masing persyaratan terhadap pemberian tunjangan
instansi melakukan evaluasi jabatan dengan kinerja menjadi hal yang penting untuk
cara pembobotan jabatan yang menggunakan dicermati agar ada parameter atau pengukuran
Faktor Evaluation System (FES). kinerja yang jelas. Memaknai kesejahteraan
Dengan hasil evaluasi jabatan ini Pegawai Negeri Sipil dari besarnya tunjangan
dapat ditentukan tingkatan jabatan ( Job Class kinerja, sebagai hasil dari penilaian dari tim
) dan harga jabatan ( job price ) bagi setiap reformasi birokrasi nasional ternyata instansi
pegawai. Oleh karena itu pada saat ini setiap yang telah memperoleh tunjangan kinerja,
insntansi berlomba–lomba melakukan analisis variasinya sangat beragam disesuaikan
jabatan agar diperoleh informasi jabatan, dengan kesiapan dalam pelaksanaan dari
untuk dapat menentukan tingkatan jabatan quick win, manakala tahapannya baru tahap
dan harga jabatan. Mencermati fenomena ini perencaaan, maka penilainya berbeda dengan
yang menjadi pertanyaan apakah seseorang yang telah menerapkan, bahkan telah
dengan low performance akan dibayar melakukan evaluasi. Hal ini berpengaruh
sesuai dengan harga jabatannya? Bukankah terhadap besaran prosentasi dari tunjangan
pemberian tunjangan kinerja besarannya akan kinerja yang diberikan pada masing–masing
ditentukan dari kinerjanya? Pertanyaan ini instansi, dan setiap tahun dapat dilakukan
menjadi penting manakala tunjangan kinerja evaluasi oleh tim independen, sejauhmana
dikaitkan dengan kinerja yang dihasilkan, pelaksanaan reformasi yang dilakukan,
sehingga sangat fair pemberian tunjangan terutama yang berkaitan langsung dengan
kinerja ini diberikan pada pegawai yang pelayanan masyarakat. Agar dalam melakukan
kinerjanya sesuai yang diharapkan organisasi. pemberian tunjangan kinerja sesuai yang
Sejalan dengan tantangan dibidang sumber- diharapkan maka instrumen untuk mengukur
daya manusia dalam kaitannya dengan kinerja menjadi kebutuhan dalam pemberian
pengaturan pembayaran kinerja pegawai, tunjangan kinerja.
maka menurut Wise dalam Ingraham &
gunaan sumber daya dan umpan balik Berbagai pilihan pengukuran yang
(feedback) untuk usaha perbaikan. Beberapa ditawarkan sangat tergantung dari kepentingan
parameter tersebut pada hakekatnya untuk ownership atau para stakeholder dalam
memudahkan bagi organisasi dalam menilai mengambil keputusan misalnya apakah
kemajuan dari tujuan dan sasaran dan program hanya sebatas out put atau sampai pada
kegiatan yang telah ditetapkan oleh organisasi. impact, bahkan mungkin accountability hal ini
Seiring dengan tuntutan organisasi publik yang menjadi penting dalam meletakan parameter
menghendaki pengukuran yang konkrit, maka pengukuran kinerja. Di sisi lain ukuran kinerja
Mahsun (2006:26) mengatakan bahwa elemen ini ada yang lebih menekankan pada indikator
pokok pengukuran kinerja antara lain sebagai hasil utama (Key result indicator) atau indikator
berikut: kinerja utama (key performance indicators) yang
1. menetapkan tujuan, sasaran dan strategi menjelaskan apa yang harus dilakukan untuk
organisasi meningkatkan kinerja (Parmenter,2007:1).
2. merumuskan indikator dan ukuran kinerja Sedangkan kalau merujuk pandangan
3. mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan Moeheriono (2009:94) dijelaskan dalam
sasaran–sasaran organisasi merancang sistem pengukuran kinerja pada
4. evaluasi kinerja (feedback) penilaian organisasi profit dan non profit dapat digunakan
kemajuan organisasai meningkatkan model sebagai berikut :
kualitas pengambilan keputusan dan 1. Balanced Scorecard Model, dengan
akuntabilitas. menggunakan 4 (empat) perspektif,
Berangkat dari pengertian tersebut yaitu: keuangan (financial), pelanggan
menjadi jelas persoalan organisasi publik (customer) proses bisnis internal (internal
dihadapkan pada bagaimana penyusunan business process), pertumbuhan dan
tujuan sasaran dan strategi organisasi, yang pengembangan ( learning and growth )
dapat dirumuskan indikator ukuran kinerjanya, 2. Integrated Performance Measurement
sehingga diperoleh tingkat capaian peng- System Model (IPMS) dalam model ini
ukuran kinerja yang jelas. Oleh karena itu berkaitan dengan pengukuran kinerja
pengukuran kinerja publik sering dikaitkan yang meliputi bisnis inti (core business),
dengan beberapa aspek penting antara lain : unit bisnis (business unit), proses bisnis
kelompok masukan (input) kelompok keluaran (business process) dan aktivitas (activity)
(output) kelompok hasil (outcome) kelompok 3. Cambridge group, model ini menitik-
manfaat (benefit dan kelompok dampak beratkan pada penggunaan produk group
(impact). Sedangkan pengukuruan kinerja sebagai dasar untuk mengidentifikasi key
sector public menurut BPKP (2000) mencakup performance
hal hal sebagai berikut: 4. Human Resource Scorecard, model
1. kebijakan ( policy ) ini memperjelas peran sumber daya
2. perencanaan dan penganggaran ( planning manusia untuk diukur perannya terhadap
and budgeting ) pencapaian visi dan misi dan strategi
3. kualitas ( quality ) organisasi.
4. kehematan ( economy ) Dari beberapa parameter pengukuran
5. keadilan ( equity ) tersebut pendekatan yang digunakan dalam
6. pertanggung jawaban ( accountability ) public sector tentunya tidak keseluruhan sama
dengan pengukuran yang dilakukan oleh penilaian bagi masing masing instansi oleh
private sector, ada hal tertentu yang memang Menpan. Namun yang menjadi pertanyaan
tidak dapat dilakukan misalnya pada private pada umumnya bagaimana melakukan
orientasi pada memaksimalkan penjualan pengukuran kinerja bagi individu pegawai?
(maximized sell) atau peningkatan keuntungan Manakala pengukuran kinerja ini hasilnya
(maximized profit), Sedangkan untuk public akan dijadikan untuk pemberian tunjangan
sector lebih menekankan pada pelayanan kinerja pegawai, maka formula yang menjadi
masyarakat, dan hal ini dituntut untuk memberi acuan adalah bahwa setiap pegawai harus
pelayanan yang memuaskan (satisfaction) ada kejelasan mengenai apa yang dikerjakan
dalam masyarakat. dengan target–target tertentu sesuai dengan
Oleh karena itu menjadi keharusan karakteristik pekerjaannya, sehingga mudah
instrumen pengukuran kinerja, yang dijadikan diukur capaian kinerjanya.
alat untuk mengukur sejauh mana pelayanan
yang diberikan pada masyarakat menjadi
hal yang penting. Pada saat ini dalam era STRATEGI PEMBERIAN TUNJANGAN
reformasi birokrasi pengukuran kinerja menjadi BERBASIS KINERJA
perhatian banyak pihak sejalan dengan
kebutuhan dalam memberikan tunjangan Berbicara strategi dapat diartikan
berbasis kinerja yang menuntut pengukuran sebagai rencana yang cermat dalam pemberian
kinerja yang tidak hanya untuk organisasi tunjangan kepada Pegawai Negeri Sipil yang
tetapi kepada setiap individu. Dalam mensikapi didasarkan pada kinerja. Namun yang perlu
hal tersebut berbagai langkah yang ditempuh diperhatikan kinerja seperti apa yang dijadikan
instansi untuk melakukan pengukuran kinerja landasan dalam memberikan tunjangan, ini
misalnya dengan balanced Scorecard atau yang harus dijelaskan kepada pemangku
mengembangkan model Integrated Per- kepentingan (stakeholder) dalam hal ini instansi
formance Measurement System (IPMS) yang pemerintah. Sebagaimana diketahui bahwa
ditawarkan pemerintah Korea Selatan dalam dalam menyelenggarakan pemerintahan dan
melakukan pengukuran kinerjanya. pembangunan peran Pegawai Negeri Sipil
Berbagai upaya tersebut pada menjadi faktor penentu keberhasilan. Oleh
hakekatnya terpulang pada kesiapan masing– karena itu peran yang strategis demikian
masing instansi pemerintah sejauh mana menjadi wajar untuk diberikan tunjangan
menyingkapi pengukuran kinerja yang dianggap kinerja. Langkah untuk menuju kearah
memudahkan bagi organisasi untuk dapat pemberian tunjangan kinerja pada saat ini
melakukan evaluasi seberapa kemajuan yang dalam reformasi birokrasi dilakukan evaluasi
dicapai atau terealisasikan dari target rencana jabatan, dengan cara melakukan pembobotan
kinerja yang disusun setiap tahunnya dalam jabatan meng-gunakan Factor Evaluation
bentuk Renja organisasi yang di dalamnya System (FES) yang menghasilkan job grading
mengandung visi dan misi organisasi. Pada untuk masing masing jabatan, sehingga dapat
saat pengukuran kinerja ini diukur dalam diketahui tingkatan jabatan (job class) dan
aspek besaran organisasi maka instrumen harga jabatan (job price). Dengan menetapkan
yang digunakan melalui laporan kinerja dalam masing masing jabatan dengan harga jabatan,
bentuk LAKIP, yang setiap tahun menjadi ajang yang menjadi pertanyaan bagimana pemberian
tunjangan kinerjanya? Apakah harga jabatan setiap jabatan maka memudahkan bagi
tersebut akan diberikan ( given ) penuh sesuai Pegawai Negeri Sipil dalam melakukan
dengan harga jabatan, bukankah harga penyusunan sasaran kerja pegawai,
jabatan dipengarui oleh kinerja? Manakala karena target–target yang disususun sudah
diartikan demikian maka diperlukan formula ada kepastian.
untuk mengukur kinerja. Dengan melakukan langkah tersebut
Perlu diketahui bahwa membicarakan minimal dalam mendiskripsikan setiap jabatan
kinerja sesungguhnya dimulai dari peran dari sudah dapat diwujudkan. Tantangan yang
pegawai negeri yang bersangkutan pada dihadapi setiap instansi mempunyai karateristik
awal rekrutmen oleh masing–masing instansi pekerjaan yang berbeda beda yang pengukuran
telah mendasarkan atas kebutuhan jabatan kinerjanya belum tentu dapat diukur dengan
(Perka BKN NO 30 Th 2007) sehingga dapat output, namun dalam kepentingan pemberian
diketahui siapa melakukan apa, hal ini menjadi tujangan kinerja, menjadi penting untuk
urgen ketika dihadapkan pada pembayaran dilakukan. Apabila amanat dari peraturan
tunjangan kinerja. Mencermati fenomena pemerintah nomor 53 tahun 2010 dilaksanakan
demikian maka strategi yang harus dilakukan tanpa kecuali Pegawai Negeri Sipil harus
dalam kaitanya dengan kinerja oleh setiap menyusun sasaran kerja pegawai, dengan
instansi adalah: menetapkan pengukuran target tertentu,
a. Melakukan analisis jabatan, yang dapat oleh karena itu dalam ketentuan tersebut
mengambarkan uraian pekerjaan setiap telah diatur sebagai berikut; bagi Pegawai
pegawai, yang dijadikan dasar dalam Negeri Sipil yang capaian kinerjanya kurang
penyusunan sasaran kerja pegawai dari 50 % diberikan sanksi hukuman sedang,
(SKP). Sasaran kerja dimaksudkan untuk demikian juga yang capaiannya kurang dari 25
menunjuk pada hasil yang harus dicapai % diberikan hukuman berat.Dengan demikian
dan kontribusi yang harus diberikan keseluruhan Pegawai Negeri Sipil capaian
terhadap pencapaian sasaran organisasi kinerjanya harus dapat diukur, sehingga dapat
(Dharma, 2005 :78) diketahui sejauhmana kinerja yang dilakukan
b. Mengidentifikasi dan menginventarisasi apakah tercapai tidaknya dalam setiap
kegiatan tugas pokok jabatan yang tahunnya.
mencerminkan target–target tertentu bagi Dengan mendasarkan pada pe-
instansi yang belum melakukan analisis nyusunan dan penilaian sasaran kerja pegawai
jabatan, sehingga memudahkan untuk yang telah dibangun oleh masing-masing
dilakukan pengukuran kinerja. instansi, dan target setiap bulannya dapat
c. Untuk mendukung kepentingan tersebut, ditetapkan, maka dalam kaitannya pem-
penetapan standar kinerja (job performace bayaran tunjangan kinerja akan lebih mudah.
standard) setiap instansi dapat membentuk Hal inilah yang menjadi kendala setiap
tim kerja untuk melakukan interviev kepada instansi belum tentu dapat menetapkan target
pemegang jabatan (interviev incumbent) kinerjanya dalam setiap bulan, sehingga yang
dan melakukan wawancara kepada ahli terjadi kinerja diidentikan dengan absensi
yang membidangi terhadap pekerjaan pegawai setiap bulannya. Fenomena ini pada
tersebut dalam bentuk panel (expert panell) umumnya menjadi acuan dalam melakukan
d. Dengan ditetapkannya standar kinerja untuk pembayaran tunjangan kinerja terhadap
Zairin Harahap
Dosen Fakultas Hukum UII, Yogyakarta
zairin@fh.uii.ac.id
Abstract
The remuneration policy is basically aimed at providing additional income for employees and officials, because the income
and the various facilities that have been granted deemed relatively not enough. As a consequence, it is expected that
the policy may impact the public to obtain public services are good,fast,and honest. However, even the policy is good,
if not guarded by good, honest, and brilliant officers or officials, then the remuneration policy will only be understood
as a “legal right” merely . Therefore, to renew the institutions, laws, and the person is less important than the careful
selection of people who will be placed in key positions and vital. Supervision as the initial part of law enforcement must
be done first is good and right by the regulatory authorities before the sanctions imposed for employees or officials who
have violated the law. Supervision is not an attempt to find fault, let alone be “trapped”, but an attempt to prevent the
occurrence of violations of the law. These conditions can only be realized, if those who occupy positions as supervisors
and law enforcement have the criteria as mentioned above. In conducting surveillance, if found indications of violations
and supervisory officers or officials have given instructions or advice to improve it, but if it did not get the attention
of employees or officials who carry out these tasks and further found a violation, the penalty should be imposed on
employees or officials it indiscriminately. Sentencing must be addressed in order to provide a deterrent effect (deterrent
effect) is not just important strings attached or provide penalties as severe, because the light-weight penalty should
be proportional to the light-gravity of the offense or crime committed. If not, then the remuneration policy and the like
will not bring results as expected. As well as sentencing, it should be imposed indiscriminately and provide a deterrent
effect but also proportional, so the remuneration policy will bring result as expected
Key Word: remuneration, public service, surveillance
Abstrak
Kebijakan remunerasi pada dasarnya adalah ditujukan untuk memberikan tambahan penghasilan bagi para pegawai dan
pejabat, karena penghasilan dan berbagai fasilitas yang telah diberikan dianggap secara relatif belum cukup. Sebagai
konsekuensinya, maka diharapkan kebijakan itu dapat berimbas kepada masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
publik yang baik, cepat, dan jujur. Namun, meskipun kebijakan bagus, apabila aparat atau pejabatnya tidak memiliki
mental yang baik, jujur, dan cemerlang, maka kebijakan remunerasi hanya akan dipahami sebagai “hak legal” semata.
Oleh karena itu, memperbaharui lembaga, hukum, dan orang tidaklah begitu penting dibandingkan dengan ketepatan
memilih orang yang akan ditempatkan pada posisi-posisi kunci dan vital tersebut. Pengawasan sebagai bagian awal
dari penegakan hukum haruslah dilakukan terlebih dahulu secara baik dan benar oleh aparat pengawas sebelum sanksi
dijatuhkan bagi pegawai atau pejabat yang melakukan pelanggaran hukum. Pengawasan bukanlah upaya untuk mencari-
cari kesalahan, apalagi bersifat “menjebak”, tetapi merupakan upaya untuk mencegah terjadinya pelanggaran hukum.
Kondisi tersebut hanya dapat terwujud, apabila mereka-mereka yang menduduki jabatan-jabatan sebagai pengawas dan
penegak hukum memiliki kriteria sebagaimana yang disebutkan di atas. Begitu juga dalam penjatuhan hukuman, harus
tanpa pandang bulu dan memberikan efek jera bukan hanya sekedar basa-basi namun tentu saja hukuman tersebut
harus profesional, dengan begitu kebijakan remunersasi akan dapat mencapai hasil yang diharapkan.
Kata Kunci: remunerasi, pelayanan publik, pengawasan
dibentuk lembaga yang baru. Dalam kaitannya yang memiliki ciri antara lain; hipokrit atau
dengan hal itu, Syed Hussein Alatas (Syed munafik, feodal, segan dan enggan bertanggung
Hussein Alatas, 1983:63 – 64) mengingatkan jawab atas perbuatannya dan sebagainya.
bahwa “Perubahan-perubahan struktural Untuk itu, mereka yang menduduki jabatan
dan legal dalam administrasi pemerintahan pada lembaga-lembaga pengawasan haruslah
yang dirancang untuk memberantas korupsi terlebih dahulu melakukan transformasi budaya
tidak akan berhasil, jika tidak ada sejumlah (Mochtar Lubis dan James C Scott , 1985:
individu yang punya prinsip tinggi yang xix – xx) dapat melalui pendidikan, pemberian
menduduki posisi-posisi kunci dan vital untuk teladan, dan sebagainya, maka barulah
keberhasilan usaha itu. Problem bagi suatu perjuangan melawan korupsi dapat dilakukan
masyarakat yang berhasrat untuk melepaskan di atas landasan yang lebih benar. Yang
diri dari cengkeraman korupsi adalah justeru penting menurut Mochtar Lubis, kita lakukan
bagaimana menyediakan orang-orang seperti ialah, umpamanya mengembangkan: (1)
itu dalam jumlah yang cukup dan bagaimana Kemampuan nilai budaya untuk memisahkan
melancarkan pemunculan mereka dalam secara tegas antara kepentingan pribadi dengan
posisi-posisi vital”. umum (masyarakat, negara, dan bangsa; (2)
Selanjutnya Syed Hussein Alatas Kemampuan nilai budaya untuk memisahkan
(Syed Hussein Alatas, 1983:63 – 64, catatan dengan tegas antara milik pribadi dengan
kaki nomor 69) mengutip pandangan Chu umum (bangsa, negara, dan masyarakat);
Cheng-po yang mengatakan bahwa “Dalam (3) Kemampuan membedakan di mana letak
dunia sekarang, kesulitan kita bukanlah bahwa solidaritas Pegawai Negeri (termasuk juga
kita kekurangan lembaga-lembaga yang baik, Pejabat-pejabat Negara yang menduduki
akan tetapi kita kekurangan pikiran yang tulus. jabatan pada lembaga-lembaga pengawasan)
Bila kita berusaha untuk memperbaharui dengan keluarga (masalah pribadi, tanggung
lembaga-lembaga, pertama-tama kita harus jawab pribadi tidak melibatkan kedinasan) dan
memperbaharui mental orang. Jika tidak memisahkannya dari solidaritas kedinasan
semua orang yang cakap saling membantu pada kepentingan umum.
satu dengan yang lain, hukum-hukum yang Sebagaimana yang dikemukakan
baik niscaya cuma menjadi dokumen-dokumen Paulus Effendi Lotolung di atas, bahwa macam
kertas; jika yang mengawasi mereka tidak jujur pengawasan tidaklah hanya berupa lembaga
dan cemerlang, pemakan suap niscaya akan pengawasan yang bersifat internal dan
menduduki tempat-tempat yang istimewa”. lembaga pengawasan yang bersifat eksternal.
Oleh karena itu, memper-baharui lembaga Pembedaan ini hanya berimplikasi kepada
dan hukum tidaklah cukup untuk memberantas dibentuknya lembaga-lembaga pengawasan.
korupsi, apalagi hanya sekedar memberikan Oleh karena itu adalah menjadi penting untuk
remunerasi, menaikkan gaji, dan pemberian memperhatikan macam bentuk pengawasan
berbagai fasilitas yang dibutuhkan. Persoalan lainnya yang dikemukakan oleh Paulus
pokoknya adalah terletak pada manusianya. Effendi Lotulung tersebut, yakni; pengawasan
Artinya, jika orang-orang yang dipilih atau yang ditinjau dari saat/waktu dilakukannya
diangkat untuk menduduki jabatan pada pengawasan. Hal ini penting untuk menjadi
lembaga-lembaga tersebut tidak tepat (Mochtar perhatian, karena apabila pengawasan yang
Lubis, 1985:23-31) sebagai manusia Indonesia bersifat a priori dapat efektif dilakukan, maka
sejarah membuktikan tidaklah mungkin posteriori. Hal itu harus dilakukan agar hukum
menyelematkan pemerintahan yang layak tersebut “bergigi”, karena sanksi adalah
dengan cuma bertopang pada kekuatan hukum merupakan salah satu dari atribut hukum yang
untuk mengendalikan para pejabat, sementara bersifat universal, walaupun sifatnya tidak
mereka sendiri bukan orang yang tepat selalu fisik (Soerjono Soekanto, 1984:157).
untuk pekerjaannya” (Syed Hussein Alatas, Pentingnya kedudukan sanksi dalam hukum
1983:7). Oleh karena itu, seorang pejabat juga dikemukakan oleh E Utrecht (Irfan
pengawas haruslah memiliki pengetahuan Fachruddin, 2004:193) yang mengemukakan
yang luas dan mempunyai mental atau beberapa alasan orang menaati hukum,
moral yang baik. Seleksi, rekruitmen atau bahkan dalam hal hukum itu tidak sesuai
pengangkatan seorang aparat pengawas dengan perasaan hukum mereka. Pertama;
haruslah ditujukan untuk memastikan dapat orang menerima hukum karena peraturan
memilih mereka yang memiliki kriteria tersebut itu sungguh-sungguh dirasakannya sebagai
bukan sekedar mencari power, dengan itu hukum dan mereka berkepentingan sungguh-
dapat memiliki rumah yang paling bagus sungguh berlakunya peraturan tersebut.
dan uang, sebagaimana yang menjadi Kedua; mereka merasa harus menerimanya
keprihatinan dari seorang M.A.W. Brouwer supaya ada ketenteraman dalam masyarakat.
(M.A.W. Brouwer, 2004:28-32), atau memang Ketiga; karena adanya “sanksi”. Orang memilih
kita telah ketularan sindrom lemming (Franz taat saja kepada hukum dari pada mendapat
Magnis-Suseno, 2001:142-143) yang tidak kesukaran akibat melanggar peraturan hukum.
mau tahu tentang keprihatinan itu, terus saja Na mu n , d a la m ke n ya ta a n n ya
memperbaharui lembaga, hukum, dan orang walaupun peraturan perundang-undangan
tanpa memperhatikan kriteria pengetahuan telah mencatumkan berbagai jenis sanksi
dan moral. Ibarat lemming yang terus bergerak, atas ketidakpatuhan, tidaklah secara otomatis
mencari makan, tahu-tahu sampai ke laut – dan baik masyarakat maupun aparat atau pejabat
binasa. Apabila kita tidak segera menyadari mematuhi norma-norma hukum yang terdapat
hal itu bukan tidak mustahil bahwa kita pun di dalamnya. Oleh karena itu, aparat penegak
kelak tanpa kita sadari sesungguhnya tengah hukum haruslah bertindak tegas dalam
menuju ke kebinasaan sebagaimana lemming menjatuhkan sanksi bagi siapa saja yang
itu. Dengan demikian, kiranya tidak berlebihan, melakukan pelanggaran. Bukan hanya kepada
apabila pola atau model seleksi atau rekruitmen masyarakat saja hukuman ditegakkan, tetapi
pejabat pengawas yang belangsung saat ini juga kepada setiap aparat atau pejabat yang
perlu dikaji ulang, termasuk “fit and profer test” tidak melaksanakan tugas, kewajiban atau
yang diselenggarakan oleh para wakil rakyat tanggung jawabnya secara baik haruslah
yang ada di Senayan. dijatuhi sanksi yang dapat memberikan efek
jera (deterrent effect). Tanpa memberikan
sanksi yang tegas dan memiliki efek jera, maka
PENJATUHAN SANKSI: MENDAHULUKAN pelanggaran demi pelanggaran akan terus
EFEK JERA BUKAN BASA BASI berulang. Dalam melakukan peng-awasan dan
penjatuhan sanksi tidak boleh terjadi “tebang-
Penjatuhan sanksi adalah merupakan pilih”, apalagi ditentukan oleh kata “sinten”
tindak lanjut dari pengawasan yang bersifat a dan “pinten”, karena itu dapat mendatangkan
kewajiban, dan tanggung jawabnya. Di bidang adalah merupakan “hak legal”, sehingga
kepegawaian misalnya: untuk mencegah mereka dapat melakukan klaim apabila hak
dan menindak pegawai negeri melakukan tersebut tidak dipenuhi (K Bertens, 1994:
pelanggaran terhadap tugas, kewajiban, 178-179). Hak adalah korelatif kewajiban (W
tanggung jawab, dan sebagainya, maka telah Poespoprodjo, 1999:257), dan kewajiban
dikeluarkan berbagai peraturan perundang- dapat dibedakan atas kewajiban subjektif dan
undangan, misalnya: UU Kepe-gawaian, PP kewajiban objektif. Kewajiban subjektif adalah
Disiplin PNS, dan yang terbaru adalah UU keharusan moral untuk mengerjakan atau tidak
Pelayanan Publik, UU Keterbukaan Informasi mengerjakan sesuatu, sedangkan kewajiban
Publik, dan UU Ombudsman. Untuk menindak objektif adalah hal yang harus dikerjakan
kejahatan jabatan yang di-lakukannya, maka atau tidak dikerjakan (W Poespoprodjo,
kita juga telah memiliki seperangkat peraturan 1999:275). Apabila kewajiban objektif tersebut
perundang-undangan, misalnya: KUHP dan UU dihubungkan dengan hak legal sebagaimana
Tipikor. Namun, meskipun kita telah memiliki yang dikemukakan oleh K Bertens di atas,
lembaga-lembaga pengawas dan lembaga- maka kewajiban objektif tersebut dapat
lembaga penegak hukum yang sudah cukup disebut sebagai “kewajiban legal”. Oleh
banyak dan sejumlah peraturan perundang- karena itu, setiap pegawai atau pejabat yang
undangan yang sudah terbilang cukup lengkap, telah dipenuhi hak-haknya, maka ia harus
kenyataan menunjukkan bahwa pelayanan melaksanakan kewajibannya dengan baik,
publik yang diberikan oleh pegawai dan pejabat apabila tidak, maka sudah sepantas-nyalah
masih “jauh panggang dari api”, kualitas dan kepadanya dijatuhi hukuman yang tegas dan
kuantitas penyalahgunaan wewenang dan setimpal.
perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme
semakin memprihatinkan. Oleh karena itu, PENUTUP
kiranya perlu untuk mencamkan apa yang telah
diingatkan oleh Chu Cheng-po di atas bahwa Pemberian berbagai hak kepada
se-sungguhnya kita kekurangan orang-orang pegawai dan pejabat termasuk remunerasi telah
yang memilki mental yang baik, terutama menjadi hak legal dari mereka. Sejalan dengan
mereka-mereka yang bertugas sebagai aparat itu, para pegawai dan pejabat tersebut harus
atau pejabat pengawas dan penegak hukum. berbanding lurus melaksanakan kewajiban
Jika mereka tidak memiliki mental yang baik, legalnya. Untuk mengawal dilaksanakan atau
jujur, dan cemerlang, maka memperbaharui tidaknya kewajiban legal tersebut dibutuhkan
lembaga menjadi tidak ada gunanya dan lembaga-lembaga pengawas dan seperangkat
hukum yang baik juga hanya akan menjadi peraturan perundang-undangan. Namun,
tumpukan dokumen-dokumen kertas belaka. lembaga-lembaga dan peraturan perundang-
Berbagai hak telah diberikan kepada undangan yang dibentuk itu dan kemudian
pegawai dan pejabat, baik yang berupa gaji, diperbaharui menjadi tidak akan ada gunanya
tunjangan, pemberian berbagai fasilitas, hingga apabila mereka yang melakukan tugas
remunerasi. Hak-hak tersebut diberikan agar pengawasan dan penegakan hukum tidak
mereka dapat menyelenggarakan pelayanan memiliki mental yang baik, cemerlang, dan
publik kepada masyarakat dengan cepat, baik, jujur. Jika, demikian halnya, maka kebijakan
dan jujur. Hak-hak tersebut menurut K Bertens remunerasi, meskipun baik, namun tetap saja
tidak menghasilkan sebagaimana tujuan awal karena hukuman haruslah seimbang dengan
dari gagasan dikeluarkannya kebijakan itu. ringan-beratnya pelanggaran atau kejahatan
Pada gilirannya, mungkin saja, apabila logika yang dilakukan.
yang digunakan selalu menganggap pegawai
atau pejabat yang tidak melaksanakan tugasnya
dengan baik itu karena “penghasilannya”
belum layak, maka di kemudian hari akan ada
kebijakan remunerasi-remunerasi lainnya baik REFEENSI
dengan sebutan yang sama atau sebutan yang
berbeda tapi pada dasarnya memiliki makna Andi Hamzah, 2005, Penegakan Hukum
yang tidak berbeda. Lingkungan, Penerbit Sinar Grafika,
Oleh karena itu, sejalan dengan Jakarta.
pemenuhan berbagai hak kepada pegawai B Arief Sidharta, dkk (Editor), Butir-butir
dan pejabat tersebut, termasuk bagi aparat tentang Penyelenggaraan Hukum dan
atau pejabat pengawas atau penegak hukum, Pemerintahan yang Layak (Sebuah
maka pengawasan dan penjatuhan sanksi Tanda Mata 70 Tahun Prof Dr Ateng
haruslah benar-benar ditegakkan, sehingga Syafruddin, SH), Penerbit PT Citra
mereka betul-betul dapat dikawal untuk dapat Aditya Bakti, Bandung.
melaksanakan kewajiban dengan cepat, baik, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
dan jujur terutama dalam pemberian pelayanan RI, 1996, Kamus Besar Bahasa
kepada masyarakat. Penegakan hukum, Indonesia, Penerbit Balai Pustaka,
sebaiknya diawali dengan pengawasan. Dalam Jakarta.
melakukan pengawasan tersebut, aparat atau Franz Magnis-Suseno, 2001, Kuasa &
pejabat pengawas harus selalu memberikan Moral, Cetakan Kelima, Penerbit PT
penerangan dan nasihat kepada para pegawai Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
atau pejabat yang diawasinya agar dapat Irfan Fachruddin, 2004, Pengawasan Peradilan
memastikan bahwa mereka melaksanakan Administrasi Terhadap Tindakan
tugas, kewajibannya, dan sebagainya sesuai Pemerintah, Penerbit PT Alumni,
dengan ketentuan peraturan perundang- Bandung.
undangan yang berlaku, bukan melakukan K Bertens, 1994, Etika, Cetakan Kedua,
“penjebakan” atau se-jenisnya. Apabila setelah Penerbit PT Gramedia Pustaka
upaya-upaya tersebut dilakukan ternyata Utama, Jakarta.
masih ada dari mereka yang tetap tidak Mochtar Lubis, 1985, Manusia Indonesia:
mengindahkannya, artinya tidak melaksanakan Sebuah Pertanggungjawaban,
tugas, kewajibanya, dan sebagainya itu atau Cetakan Keenam, Penerbit Inti Idayu
melakukan penyalahgunaan wewenang, Press, Jakarta
korupsi, kolusi, dan nepotisme, maka sanksi Mochtar Lubis dan James C Scott (Penyunting),
harus dijatuhkan tanpa pilih bulu atau pandang 1985, Bunga Rampai Korupsi, Penerbit
bulu.Hukuman yang dijatuhkan harus pula LP3ES, Jakarta.
dipastikan dapat memberikan efek jera, M.A.W. Brouwer, 2004, Post Festum:
bukan sekedar basa basi atau yang penting Demokrasi dan Kesetaraan, Penerbit
menjatuhkan hukuman yang seberat-beratnya, Buku Kompas, Jakarta.
Muhammad Fuad ‘Abdul Baqi, 1996, Al-lu’lu’
66 Wal Marjan:
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN Himpunan Hadist Shahih
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 5, No.1, Juni 2011
Herman
Peneliti Pada Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
Email: hermanbkn@yahoo.com
Abstract
This essay explains about competency-based human resource personnel management. This system offers an proactive
alternative which emphasize that all of human resource management process, in particular, placement of individuals in
a position is based on information of needs of job’s competency, which previously have been analyzed and measured
by aspects tend to affect the success of his or her position. So that, in human resource personnel management should
be known how human resource competency are managed from the planning stage, organizing, until evaluating. If it
is well applied, competency-based human resource personnel management have potency to support organization to
achieve the goals and provide surplus for organization.
Abstrak
Tulisan ini menjelaskan tentang manajemen SDM aparatur berbasis kompetensi. Sistem ini menawarkan suatu alternatif
proaktif yang mengedepankan bahwa seluruh proses manajemen SDM, khususnya penempatan individu dalam suatu
jabatan didasarkan pada informasi kebutuhan kompetensi jabatan, yang sebelumnya telah dianalisis dan diukur aspek-
aspek yang kemungkinan mempengaruhi keberhasilan dalam jabatannya. Untuk itu, dalam pengelolaan SDM aparatur
harus terlebih dahulu dicaritahu bagaimana kompetensi SDM dikelola, mulai tahap perencanaan, perngorganisasian
sampai dengan evaluasinya. Jika diterapkan dengan baik, manajemen SDM berbasis kompetensi mempunyai potensi
untuk mendukung organisasi mencapai tujuan dan memberikan nilai tambah bagin organisasi.
yang cepat dan lingkungan yang dinamis pada pemimpin puncak. Oleh sebab itu, organisasi
setiap dimensi kehidupan manusia, maka dituntut untuk melakukan pengembangan
organisasi membutuhkan SDM yang mem- berkesinambungan terhadap kuantitas dan
punyai kompetensi agar dapat memberikan kualitas pengetahuan SDM-nya melalui
pelayanan yang prima. Dengan demikian, berbagai pelatihan atau merangsang SDM-nya
sebuah organisasi tidak hanya mampu agar learning by doing dalam sebuah semangat
memberikan pelayanan yang memuaskan yang termaktub dalam learning organization.
(customer satisfaction), tetapi juga berorientasi Membangun SDM yang didasari oleh kapasitas
pada nilai (customer value), sehingga organisasi organisasi untuk mempertahankan kemampuan
tidak semata-mata mengejar pencapaian SDM-nya merupakan langkah awal dalam
produktivitas kerja yang tinggi tetapi lebih pada penciptaan asset SDM yang strategis. Namun
kinerja dalam proses pencapaiannya. Kinerja langkah awal tersebut bergantung pada proses
individu dalam setiap kegiatan merupakan untuk mencetak SDM yang berkompeten serta
kunci pencapaian produktivitas. Karena, kinerja kemampuan organisasi untuk meningkatkan
adalah suatu hasil di mana SDM dan sumber nilai tambah individu-individu di dalamnya.
daya lain yang ada di dalam organisasi secara Dalam hal ini, penerapan manajemen SDM
bersama-sama membawa hasil akhir yang berbasis kempetensi memberikan kontribusi
didasarkan pada tingkat kualitas dan standar signifikan bagi organisasi.
yang ditetapkan. Konsekuensinya, organisasi Saat ini sudah banyak organisasi
memerlukan SDM yang memiliki keahlian dan yang telah mulai menggunakan model-model
kemampuan yang “unik” sesuai dengan visi kompetensi (competency models) untuk
dan misi organisasi. membantu mereka mengenali pengetahuan,
Dalam hal ini, kompetensi SDM keterampilan, dan karakteristik pribadi yang
memiliki peran yang sangat menentukan sangat penting, yang dibutuhkan seseorang
dalam upaya mengubah dan meningkatkan untuk mencapai kinerja yang tinggi. Salah satu
kinerja organisasi. Manajemen SDM berbasis strategi untuk melakukan perubahan organisasi
kompetensi dilakukan agar dapat memberikan adalah melalui pribadi yang sangat penting,
hasil yang sesuai dengan tujuan dan sasaran yang dibutuhkan seseorang untuk mencapai
organisasi dengan standar kinerja yang telah kinerja yang tinggi. Oleh karena itu, salah satu
ditetapkan. Kompetensi menyangkut ke- strategi untuk melakukan perubahan organisasi
wenangan setiap individu untuk melakukan adalah melalui rekayasa faktor SDM. Makin
tugas atau mengambil keputusan sesuai dirasa pentingnya SDM dalam menciptakan
dengan perannya dalam organisasi yang daya saing yang langgeng disebabkan faktor
relevan dengan keahlian, pengetahuan, dan manusia selalu dapat bertahan dalam bentuk
kemampuan yang dimiliki. Kompetensi yang situasi persaingan apapun. Karena manusia
dimiliki pegawai secara individual harus mampu memiliki kemampuan untuk beradaptasi dan
mendukung pelaksanaan strategi organisasi berkembang serta mampu menciptakan nilai
dan setiap perubahan yang dilakukan oleh produk atau jasa yang dihasilkan. Untuk itu,
manajemen. setiap organisasi harus mampu merespons
Pentingnya kontribusi SDM sebagai perubahan yang terjadi dengan melakukan
salah satu pilar utama pendukung kesuksesan berbagai inovasi, sehingga organisasi tersebut
organisasi harus sejak dini disadari oleh memiliki SDM yang memiliki kompetensi tinggi
sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam mengubah strateginya dari yang semula
pekerjaannya. sekedar bereaksi terhadap perubahan dari
luar menjadi lebih fokus dan proaktif pada
pengembangan kekuatan sumber daya
PERUBAHAN PARADIGMA MANAJEMEN internal sehingga mampu ber-adaptasi
SDM dengan perubahan.
2. Perbedaan yang terjadi antara organisasi
Peningkatan profesionalisme yang memiliki kinerja yang sangat baik
SDM aparatur Indonesia selalu menjadi dengan organisasi yang berkinerja
fokus perhatian para pengambil kebijakan. kurang baik, merupakan hasil dari fokus
Berbagai tuntutan perkembangan lingkungan pada “bagaimana” hasil kerja tersebut
strategis baik internal maupun eksternal dicapai, tidak hanya pada “apa” yang akan
selalu menekankan pentingnya peningkatan dicapai. Jadi, sementara pengetahuan
profesionalisme SDM aparatur secara signifikan dan keahlian tetap merupakan komponen
agar birokrasi pemerintah mampu mengiringi yang sangat relevan dari kemampuan
kecepatan perubahan strategis dan global. pegawai, organisasi-organisasi yang
Ketertinggalan Indonesia dalam berbagai berkinerja sangat baik mempersepsikan
dimensi kehidupan boleh jadi dipengaruhi bahwa kompetensi perilaku (nilai-nilai,
oleh kekurangmampuan SDM aparatur di motif, dan karakteristik perilaku) yang
sektor publik ini. Pertanyaannya adalah, disebut oleh Spencer (1993) sebagai ”soft
mengapa terjadi begitu besar minat organisasi competencies” yang membuat adanya
pada penerapan kompetensi pada praktik perbedaan dalam kinerja sehari-hari dan
manajemen SDM di banyak organisasi swasta dalam mencapai hasil yang diharapkan.
maupun publik. Dewasa ini pendorong paling Aplikasi pendekatan pengelolaan
penting dari kesuksesan organisasi adalah kinerja pegawai berdasarka pada “apa” dan
peningkatan kinerja untuk mencapai hasil yang juga sekaligus “bagaimana” inilah yang saat
berkualitas tinggi dan keunggulan kompetitif. ini diistilahkan dengan terminologi “manajemen
Oleh karena itu, organisasi kemudian mulai SDM berbasis kompetensi” (competency-
menyadari dua hal berikut (Gunawan: 2006). based human resources management).
1. Orang-orang yang ada di dalam organisasi Manajemen SDM berbasis kompetensi dapat
adalah aset organisasi yang paling penting, didefinisikan sebagai suatu proses peren-
dan bagaimana organisasi mengelola canaan, pengorganisasian, pelaksanaan
orang-orang tersebut akan memiliki dampak dan pengendalian aktivitas tenaga kerja
yang langsung terhadap kinerja organisasi. mulai rekrutmen sampai dengan pensiun
Jika organisasi mengembangkan tenaga di mana proses pengambilan keputusan-
kerja yang memiliki kemampuan, keputusan organisasi didasarkan pada
fleksibilitas dan motivasi, maka organisasi informasi kebutuhan kompetensi jabatan dan
akan lebih memiliki kontrol terhadap kom-petensi individu untuk mencapai tujuan
kemampuan mereka mencapai hasil dan organisasi (Siswanto, 2003). Dengan demikian,
tujuan organisasi dalam lingkungan yang manajemen SDM berbasis kompetensi adalah
selalu berubah dewasa ini. Pemikiran aplikasi dari seperangkat kompetensi yang
seperti ini telah membuat banyak organisasi didesain oleh organisasi (manajer SDM) untuk
mencapai kesuksesan kinerja dan hasil yang akan sangat mempengaruhi keberhasilan/
relevan terhadap strategi organisasi. Ini berarti efektivitas penyelesaian tugas/pekerjaan yang
mengidentifikasi bagaimana kinerja berkaitan dibebankan dalam jabatan tersebut.
dengan hasil organisasi dan memetakan strategi Manajemen SDM berbasis kom-
untuk menerapkannya ke seluruh pegawai petensi akan memfasilitasi pengembangan
yang ada dalam organisasi. Hal ini juga berarti melalui penyediaan alat yang mampu
memberikan kepada pegawai suatu pendekatan menangani dan mencakup (Gunawan, 2006).
yang sistematik dalam mengembangkan dan Apa yang harus dimiliki untuk melakukan
menggunakan kemampuan yang dimilikinya suatu pekerjaan.
dengan sepenuhnya. Singkat kata, bahwa Apa yang dibawa oleh seseorang ke dalam
salah satu metode andal yang pada saat ini pekerjaan.
banyak digunakan oleh berbagai organisasi, Bagaimana kesenjangan yang ada dalam
adalah melalui pendekatan manajemen SDM kebutuhan pembelajaran dan pengem-
berbasis kompetensi. bangan.
Konsep manajemen SDM berbasis Apa aktivitas yang harus dilakukan untuk
kompetensi menawarkan pendekatan menutup kesenjangan tersebut.
baru yang dapat menerjemahkan tuntutan Melihat kondisi di atas, maka peran
kebutuhan kompetensi organisasi ke dalam dari fungsi SDM dalam organisasi mengalami
kebutuhan jabatan dan kebutuhan kompetensi banyak pergeseran ke arah yang lebih strategik
individu (Siswanto, 2003). Selain itu, dengan dalam upaya mencapai tujuan dan sasaran
pen-dekatan ini banyak fungsi manajemen organisasi. Fungsi SDM diposisikan sebagai
SDM yang semula sulit dilakukan menjadi mitra strategik bagi pimpinan organisasi dalam
lebih mudah dan praktis, seperti: analisis mengupayakan agar seluruh komponen dan
kebutuhan pelatihan, rencana karier pegawai, sumber daya organisasi dapat memberikan
penge-lompokkan jabatan, dan sebagainya, kontribusi dan kinerja terbaik agar tujuan dan
yang kesemuanya disusun berdasarkan sasaran organisasi dapat dicapai.
tingkat kebutuhan kompetensi. Manajemen
SDM berbasis kompetensi merupakan salah
satu model yang dapat memberikan hasil KONSEP DAN UNSUR UTAMA KOMPETENSI
yang sesuai dengan tujuan dan sasaran
pengembangan SDM dan organisasi berbasis Jika kita mendengar kata kompetensi,
standar kinerja yang telah ditetapkan. Model ini maka akan banyak sekali penafsiran yang
lebih spesifik, fleksibel, mempunyai relevansi berbeda mengenai maksud dan makna kata
dengan tugas dan pekerjaan, lebih bermutu dan tersebut. Sebagai contoh, mungkin kita pernah
memerlukan wakktu yang relatif singkat. Jadi, mendengar kalimat seperti: “karena jabatan
manajemen SDM berbasis kompetensi adalah saudara, saya pikir saudaralah yang paling
pengelolaan SDM, di mana seluruh proses berkompeten dalam menjawab pertanyaan
manajemen SDM, khususnya penempatan itu”, atau mungkin kalimat lain, seperti:
individu pada suatu jabatan didasarkan “orang tersebut ternyata tidak kompeten
pada informasi kebutuhan kompetesi suatu dalam menjelaskan masalah SDM organisasi
jabatan, yang sebelumnya telah dianalisis sehingga masih ada beberapa hal yang masih
dan diukur aspek-aspek yang kemungkinan membingungkan”. Kedua ucapan di atas
kompetensi merupakan salah satu konsep segala upaya organisasi dalam aktivitas SDM-
manajemen SDM yang mengaitkan aktivitas nya mengacu pada kompetensi SDM yang
SDM dalam organisasi dengan kompetensi hendak dibangun oleh organisasi.
inti/dasar yang mau diunggulkan. Seperti Manajemen SDM berbasis kom-
telah dijelaskan sebelumnya bahwa langkah petensi memandang hasil kerja yang diharapkan
awal yang perlu dilakukan oleh organisasi dan peran atau persyaratan kerja organisasi
pemerintah adalah mengidentifikasi visi dan dari sudut pandang orang dibandingkan
misi yang hendak dicapai. Dengan begitu, dengan sudut pandang pekerjaan. Pendekatan
akan diketahui ke arah mana yang akan dituju, ini yang membuat kompetensi menjadi fondasi
strategi apa yang mau dikembangkan, barulah dari seluruh fungsi manajemen SDM ini, di
kemudian, oragnisasi menyususn rancangan/ mana kompetensi menggerakkan sistem
model kompetensi (dalam bentuk peta rekrutmen, seleksi, penempatan, orientasi,
kompetensi) seperti apa yang mau dibangun promosi, pelatihan, manajemen kinerja, dan
untuk mencapai visi dan misi tersebut. peng-hargaan. Kinerja yang luar biasa tidak
Misalnya, Badan Kepegawaian hanya sekedar berhasil, tetapi lebih pada
Negara (BKN) ingin menjadikan diri sebagai tujuan utama dari organisasi untuk menerapkan
institusi yang handal dalam manajemen sistem manajemen SDM berbasis kom-
aparatur, khususnya Pegawai Negeri Sipil petensi. Sederhanya, kompetensi yang hendak
(PNS), maka sebagai organisasi pemerintah, dibangun oleh BKN mestinya hanya dalam dua
BKN akan terus-menerus mengembangkan area, yaitu kompetensi jabatan dan kompetensi
kompetensi SDM-nya di bidang manajemen individu. Kompetensi dalam konteks jabatan
aparatur, mulai rekrutmen pegawai, haruslah berarti kompetensi yang dipersyaratkan
dicari mereka yang memiliki pengetahuan, oleh suatu jabatan. Ini yang biasa dikenal
keterampilan, atau keahlian di bidang MSDM. dengan sebutan standar kompetensi jabatan.
Begitu pula dengan berbagai kajian dan Sementara kompetensi dalam konteks individu
penelitian-penelitian MSDM difokuskan pada artinya kompetensi yang dimiliki oleh setiap
bidang aparatur, dan seterusnya. individu pegawai. Keduanya dibandingkan
Berdasarkan peta kompetensi dan (dinilai), seberapa jauh kesesuaian antara
upaya pengembangan kompetensi SDM-nya, kompetensi yang dipersyaratkan oleh suatu
selanjutnya BKN sebagai organisasi pemerintah jabatan dengan kompetensi yang dimiliki setiap
haruslah menggunakan peta yang telah disusun individu pegawai.
tadi sebagai dasar dalam berbagai keputusan Jika diterapkan dengan baik,
SDM-nya. Mulai pelaksanaan pengadaan manajemen SDM berbasis kompetensi
SDM-nya, dalam penentuan persyaratan, dan mempunyai potensi untuk mendukung organisasi
prosedur seleksi, maka tuntutan kompetensi mencapai tujuannya dan memberikan nilai bagi
akan dijadikan dasar. Program-pragoram organisasi. Pritchard tahun 1977 (Gunawan,
sosialisasi, pelatihan, dan pengembangan 2006) menunjukkan bahwa kompetensi
SDM dilakukan dalam rangka pembangunan merupakan cara mengintegrasikan strategi
kompetensi SDM. Penentuan arah karier, SDM dengan strategi organisasi, sehingga
pengelolaan kinerja, dan kompensasi yang menambah nilai kinerja bagi organisasi.
diberikan juga berdasarkan pada kompetensi Selain itu, kompetensi memberdayakan
SDM yang dimilikinya. Dengan demikian, setiap individu dan tim, serta membebaskan
manajemen dari proses-proses SDM yang merupakan perhatian utama dari pengguna
kompleks. Cooper, Lawrence, Kierstead, sistem SDM. Langkah keempat, adalah
Lynch, dan Luce (Gunawan, 2006) mencatat menyelaraskan tujuan organisasi dengan
beberapa hal positif yang dihasilkan dari model kebutuhan pengguna sistem SDM, serta
manajemen SDM berbasis kompetensi yag menetapkan sasaran dari penerapan sistem
baik, yaitu: mengaitan kompetensi individu berbasis kompetensi. Langkah kelima, adalah
secara langsung pada strategi dan tujuan mengembangkan rencana manajemen proyek
organisasi, mengembangkan profil posisi dan untuk mengelola dan memandu proses
peran, serta mencocokan individu pada tugas implementasi jangka panjang. Langkah
dan tanggung jawab tertentu, meningkatkan keenam, adalah melaksanakan rencana
kemampuan untuk memonitor dan mem- manajemen proyek. Langkah terakhir adalah
perbaiki secara berkelanjutan profil kompetensi, melakukan evaluasi periodik untuk melihat
dan mendukung organisasi dalam menerapkan perkembangan implementasi.
sistem SDM yang lebih baik. Selanjutnya Lucia Manajemen SDM berbasis kom-
dan Lepsinger (1999) menyebutkan beberapa petensi ini menjadi efektif pada saat kompetensi
manfaat yang dirasakan dalam penerapan dikaitkan secara konsisten dengan proses
model kompetensi, yaitu: memberikan klarifikasi perencanaan strategik dan standar-standar
baik untuk pekerjaan maupun ekspektasi kerja, kinerja organisasi yang terukur. Dalam banyak
membantu menciptakan praktik rekrutmen proses perencanaan di lingkungAn organisasi
yang efektif, meningkatkan produktivitas, publik saat ini, ada banyak pemikiran bahwa
men-ciptakan proses ynag efektif untuk penerapan kompetensi sebagai basis sistem
sistem penilaian dan umpan balik 360 derajat, manajemen SDM dapat meningkatkan
menyediakan alat untuk membantu organisasi kualitas dan kinerja dari para aparatur dalam
menghadapi lingkungan yang berubah cepat, melakukan pelayanan publiK, dan searah
serta menyelaraskan perilaku dengan nilai-nilai dengan tantangan eksternal yang dihadapi
dan strategi organisasi. yang menuntut transparansi, meritokrasi, dan
kinerja layanan yang tinggi. Semoga.
CATATAN PENUTUP
Abstract
Application of the remuneration system for civil service (PNS) which has been running in 2007, where Ministry of
Finance became pilot project in implementing remuneration system has a problem in determining civil servants job
grading. Civil servants, who hold offices, group divisions, and the same labor time, do not necessarily have the same
degree and it causes a gap between those civil servants. Therefore, this study is intended to see how determination of
job grading on the remuneration to civil servants. There are two types of job grading for civil servants First, job grading
for the staffs or non-structural staffs. Second is job grading for Structural staffs. In job grading for staffs, determining
civil servants’ grade for the first time is based on group division and position on each technical competence, the
implementation of tasks according to their job description, as well as their supervisor’s assignation. After that, staff’s
grade is determined through various stages: determine a target’s performance through employment contract between
Staffs and Supervisor for one semester, performance’s evaluation in which supervisor evaluate the realization of work
plan which are already implemented by staffs or each civil servants on a very beginning of that contract and continue
with providing recommendations through two periods of evaluation result to assessment officer by direct supervisor who
is responsible on staff that will be discussed on session of the recommendations and the final result is determined in a
decree (SK) which is issued by each Eselon I officers. While job grading for structural staffs is ‘reward’ that is given to
those employee as a reward and stages in job grading for staff are not necessary in it.
Key Words : Remuneration, Civil Service, Job Grading, Given, Reward
Abstrak
Penerapan sistem remunerasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang telah berjalan tahun 2007, dengan kementerian keuangan
menjadi pilot project dalam menerapkan sistem remunerasi, ternyata memiliki suatu permasalahan dalam penentuan
job grading PNS. PNS yang memiliki jabatan, golongan ruang, serta masa kerja yang sama belum tentu memiliki grade
yang sama sehingga menimbulkan suatu kesenjangan antar PNS tersebut. Oleh karena itu penelitian ini dimaksudkan
untuk melihat bagaimana penetapan job grading dalam pemberian remunerasi kepada PNS. Ada 2 (dua) tipe job grading
pada PNS yaitu job grading untuk Pelaksana atau Non Struktural dan Job Grading untuk Pejabat Struktural. Pada job
grading untuk Pelaksana, dalam menentukan grade PNS pertama kali adalah berdasarkan golongan/ruang dan jabatan
pada kompetensi teknis yang bersangkutan, pelaksanaan tugas sesuai dengan uraian jabatannya, serta penugasan
atasan. Kemudian setelah itu baru ditentukan lagi grade pelaksana melalui berbagai tahapan, yaitu: menentukan target
kinerja melalui kontrak kerja antara pelaksana dengan atasan langsung selama 1 (satu) semester, evaluasi kinerja
dilakukan oleh atasan langsung terhadap realisasi atas rencana kinerja yang telah ditetapkan oleh pelaksana atau
PNS yang bersangkutan pada saat awal kontrak tersebut dan dilanjutkan dengan memberikan rekomendasi melalui 2
(dua) periode hasil evaluasi kepada Pejabat Penilai oleh pejabat langsung pelaksana pimpinan unit yang menangani
kepegawaian untuk dapat dibahas dalam sidang rekomendasi yang hasil finalnya ditentukan dalam Surat Keputusan
(SK) yang dikeluarkan oleh masing-masing Pejabat Esselon I. Sedangkan job grading untuk pejabat struktural adalah
given dimana diberikan kepada pejabat tersebut sebagai reward yang didalamnya tidak diperlukan tahapan seperti
halnya pada job grading untuk pelaksana.
profesionalisme birokrasi dan otoritas fiskal Panitia Anggaran (Panggar) DPR RI periode
di dunia internasional pada umumnya telah 2004-2009.
memberikan pelayanan kepada publik secara Pemberian remunerasi kepada
efektif dan efisien. Pegawai Negeri Sipil dapat dikatakan sebagai
Tujuan dari reformasi tersebut adalah bagian dalam rangka untuk efisiensi anggaran
untuk meningkatkan kinerja, pengelolaan pemerintah dan efektifitas pendapatan PNS
keuangan Negara dan kekayaan negara, dan juga sebagai reward buat pegawai yang
termasuk pasar modal, secara terencana dan mempunyai kinerja yang baik. Sehingga tidak
bertahap. Ada 2 (dua) aspek yang yang hendak ada lagi istilah pegawai yang rajin bekerja dan
dicapai dari reformasi birokrasi yang dilakukan, yang malas-malasan gajinya sama saja atau
pertama, dilihat dari aspek birokrasi yaitu pinter goblok penghasilan sama (PGPS). Oleh
sebagai suatu sistim birokrasi, Kementrian karena itu honor-honor proyek/kegiatan, honor
Keuangan diharapkan dapat menjadi suatu bagi yang terlibat sebagai tim teknis tertentu
birokrasi yang efektif dan efisien. Kemudian dan honor-honor lainnya bisa lebih terorganisir
yang kedua, dari aspek birokratnya atau dengan tertib di awal bulan bersamaan dengan
penyelenggara negara itu sendiri untuk menjadi penerimaan gaji tiap bulannya.
birokrat yang profesional, bersih dan amanah. Dalam memberikan remunerasi itu
Untuk mencapai tujuan tersebut, ada sendiri, terdapat sebuah indikator yang
lima langkah strategis yang menjadi program dinamakan job grading yaitu penentuan
utama dalam reformasi birokrasi, yaitu: kembali diskripsi pekerjaan masing-masing
1. Aspek perundang-undangan yang menjadi pegawai dengan pemeringkatan. Pada awalnya
dasar pelaksanaan tugas Kementrian pelaksanaan dari job granding itu diserahkan
Keuangan kepada Kepala Kantor Wilayah Depkeu, KPPN,
2. Penataan organisasi KPBC atau KPP masing-masing. Namun
3. Perbaikan business process ternyata menjadi suatu ketidak-seragaman
4. Peningkatan manajemen SDM grade antar unit. Oleh karena itu pada akhir
5. Perbaikan remunerasi. tahun 2007, pemeringkatan ini mulai diatur
Remunerasi pada Kementrian dalam Peraturan Menteri.
Keuangan itu sendiri sebenarnya sudah pernah Job grading yang ada saat ini terdiri
dilakukan pada jaman pemerintahan Soeharto, dari 27 golongan dengan rincian sebagai
pada saat itu Ali Wardhana menjadi Menteri berikut:
Keuangan pada tahun 1971, remunerasi pada
waktu itu bertujuan untuk meningkatkan kinerja
agar tidak terjadi kebocoran uang negara dan
meningkatkan pendapatan negara melalui
pajak. Kebijakan Ali Wardhana itu merupakan
pelaksaan dari Keputusan Presiden No
15/1971. Dalam Keppres ini diatur tentang
bagaimana membuat tunjangan khusus
bagi pegawai Depkeu. Sehingga Keppres ini
dijadikan sebagai inspirasi hukum oleh Sri
Mulyani dalam mengajukan remunerasi kepada
REMUNERASI
saat ini, Remunerasi merupakan tunjangan 2. Tunjangan biaya hidup yang terdiri atas
tambahan diluar gaji pokok dan tunjangan tunjangan pangan, perumahan, dan
lainnya yang biasa diterima setiap bulannya. transport
Secara teoritis dapat dibedakan 3. Tunjangan kinerja (insentif), berupa
dua sistem remunerasi, yaitu yang mengacu tunjangan prestasi yang diberikan pada
kepada teori Karl Marx dan yang mengacu akhir tahun
kepada teori Neo-klasik. Kedua teori tersebut 4. Tunjangan hari raya, yang besarnya sama
masing-masing memiliki kelemahan. Oleh dengan gaji dan diberikan sekali dalam
karena itu, sistem pengupahan yang berlaku satu tahun
dewasa ini selalu berada diantara dua sistem 5. Tunjangan kompensasi yang diberikan
tersebut. Berarti bahwa tidak ada satupun pola kepada PNS yang bertugas di daerah
yang dapat berlaku umum. Yang perlu dipahami terpencil, daerah rawan konflik, dan di
bahwa pola manapun yang akan dipergunakan daerah dengan lingkungan yang tidak
seyogianya disesuaikan dengan kebijakan nyaman, berbahaya atau berisiko tinggi
remunerasi masing-masing perusahaan dan Pengertian tunjangan dalam Kamus
mengacu kepada rasa keadilan bagi kedua Lengkap Ekonomi merupakan setiap tambahan
belah pihak. benefit yang ditawarkan pada pekerja, misalnya
Ada lima prinsip yang akan diterapkan pemakaian kendaraan perusahaan, makan
dalam reformasi sistem remunerasi yaitu: siang gratis, bunga pinjaman rendah atau
1. Sistem merit, yaitu penetapan penghasilan tanpa bunga, jasa kesehatan, bantuan liburan,
pegawai berdasarkan harga jabatan dan skema pembelian saham. Pada tingkatan
2. Adil, dalam arti jabatan dengan beban tinggi, seperti manajer senior, perusahaan
tugas dan tanggung jawab pekerjaan biasanya lebih memilih memberikan tunjangan
dengan bobot yang sama dibayar sama dan lebih besar dibanding menambah gaji, hal ini
pekerjaan yang menuntut pengetahuan, disebabkan tunjangan hanya dikenakan pajak
keterampilan serta tanggung jawab yang rendah atau bahkan tidak dikenai pajak sama
lebih tinggi, dibayar lebih tinggi sekali.
3. Layak, yaitu dapat memenuhi kebutuhan Ada 3 konsep remunerasi (Robbi:2007)
hidup layak (bukan minimal) yang biasa disebut dengan 3P, yaitu:
4. Kompetitif, di mana gaji PNS setara dengan 1. Position
gaji pegawai dengan kualifikasi yang sama Konsep Position atau posisi yaitu pemberian
di sektor swasta, guna meng-hindari brain remunerasi berdasarkan posisi jabatan yang
drain ditempati. Dengan kata lain, tunjangan yang
5. Transparan, dalam arti PNS hanya diberikan nilainya sama untuk setiap jabatan
memperoleh gaji dan tunjangan resmi. yang setingkat. Misal, seluruh Kabag (Kepala
Sedangkan struktur remunerasi Bagian) mendapat remunerasi sebesar 5 juta
(Melva:2009) terdiri atas tujuh komponen yaitu: rupiah. Artinya, bagus atau tidaknya pekerjaan
1. Gaji, tidak lagi memakai istilah gaji pokok, seorang Kabag tetap akan mendapat remunerasi
di mana gaji ditetapkan dengan mem- senilai 5 juta rupiah. Kelebihan dari konsep
perhatikan peranan masing-masing PNS ini adalah sangat mudah dalam melakukan
dalam melaksanakan tugas pemerintahan perhitungannya. Tapi kelemahan dari konsep ini
dan pembangunan adalah tidak adanya penghargaan yang lebih,
dalam hal remunerasi terhadap Kabag yang Balanced Scorecard. Remunerasi ini biasa
berprestasi dalam pekerjaannya. Remunerasi disebut dengan Tunjangan Prestasi.
ini biasa disebut dengan Tunjangan Jabatan. Di dalam proses penentuan remu-
2. People nerasi (Mirza:2008), tim reformasi melakukan
Konsep People atau Orang adalah benchmark terhadap general market. Misalnya,
pemberian remunerasi kepada orang- untuk jabatan yang sama di benchmark dengan
orang yang memiliki keahlian/pendidikan general market, sebab idealnya mengikuti
khusus yang sesuai dengan pekerjaannya. grafik yang berlaku di market. Seperti di negara
Misal, terdapat perbedaan remunerasi maju, misalnya Singapura, ingin mendudukkan
antara Kabag yang berpendidikan S2 posisi birokrasi di pemerintahan sama dengan
dengan Kabag yang berpendidikan S1. di pasaran atau market (swasta), sehingga bisa
Konsep ini seakan menciptakan kasta saling dipertukarkan. Hal tersebut merupakan
yang berbeda walaupan pada jabatan yang ideal, bisa terjadi suatu pergerakan
yang sama. Kelebihannya konsep ini tenaga kerja antara pemerintah dengan
dapat memotivasi Kabag yang lain agar swasta. Bahkan rekrutmen pegawai, baik itu
memiliki keahlian/keterampilan khusus untuk level bawah atau atas dapat diambil dari
yang sesuai dengan pekerjaannya untuk market, misalnya untuk jabatan Dirjen atau
mendapatkan remunerasi yang sama. Esselon I tidak harus dari pegawai karir, tetapi
Walaupun kenyataannya, keahlian/ bisa diambil dengan menawarkan, misalnya
pendidikan khusus tersebut tidak menjadi melalui iklan lowongan, hal itu bisa dilakukan
jaminan Kabag tersebut memberikan nilai karena levelnya sudah sama, sehingga betul-
tambah (value added) bagi organisasi. betul bisa mendapatkan SDM yang qualified
Remunerasi ini biasa disebut dengan dan betul-betul memiliki kompetensi yang
Tunjangan Khusus. tinggi.
3. Performance. Di Indonesia, untuk masalah remu-
Konsep Performance atau Kinerja adalah nerasi didasarkan pada keputusan presiden,
pemberian remunerasi yang diberikan namun tetap harus mempertimbangkan
kepada karyawan berdasarkan kualitas kemampuan keuangan negara. Oleh karena
kinerjanya. Artinya tunjangan ini hanya itu, untuk mencapai ke arah itu keuangan
diberikan kepada karyawan yang memiliki negara harus siap. Maka yang seharusnya
kinerja tinggi (berkualitas) atau sesuai dilakukan saat ini adalah mencoba men-
harapan yang telah ditetapkan. Konsep ini dekatkan dengan pasaran (general market).
memang terlihat lebih rumit dari dua konsep Namun dalam kenyataannya justru per-
sebelumnya, tapi memiliki tingkat keadilan bandingannya sangat jauh pada level atas,
yang cukup tinggi. Bagaimana caranya misalnya Direktur Jenderal dibandingkan
menentukan bahwa kinerja karyawan dengan Direktur Utama suatu bank swasta,
tersebut sudah berkualitas tinggi atau akan sangat jauh sekali. Sehingga didalam
belum? Untuk itu diperlukan tools lain untuk penyusunan remunerasi untuk level atas ini
membantu mengukur dan menentukan didekatkan jangan sampai menyamai general
standarnya. Salah satu tools yang paling market, sekitar 50 persen dari yang berlaku di
banyak digunakan pada saat ini adalah general market. Yang di level bawah dinaikan
bahkan akhirnya kita samakan dengan harga
yang di pasar. Sehingga sarjana baru yang pelaksanaan tugasnya. KPU, harus didukung
masuk pada Instansi Pemerintah, diharapkan oleh SDM yang mempunyai kompetensi tinggi
gajinya imbang dengan sarjana baru yang di dalam jabatannya sehingga harus melalui
masuk di bank, bahkan mungkin lebih tinggi asesment dan sebagainya. Namun tunjangan
kalau dia itu bekerja di kantor-kantor strategis, tambahan khusus KPU tersebut tidak diberikan
misalnya di Kementrian Keuangan. Sehingga kepada semua pegawai yang ada di KPU, tetapi
tidak ada alasan lagi bagi pegawai yang hanya diberikan kepada pegawai-pegawai
berada di level bawah mengatakan bahwa tertentu saja, contohnya Client Coordinator, unit
remunerasinya masih kecil. Ideal atau tidaknya di X-ray dan sebagainya. Ini yang kemudian
suatu remunerasi memang sifatnya subyektif. akan dijadikan kantor percontohan sehingga
Semua orang menginginkan remunerasi yang penerapan suatu sistim dan sebagainya betul-
lebih tinggi, namun idealnya adalah mengikuti betul strict, bahkan ada unit kepatuhan internal
general market untuk suatu jabatan jabatan yang diharapkan benar-benar mengawasi,
yang bisa diperbandingkan karena bisa saling melihat dan mengevaluasi kepatuhan pegawai
dipertukarkan. bea cukai dalam melaksanakan tugasnya.
Dalam remunerasi di lingkungan Sehingga dalam beberapa hal, pegawai di KPU
Kementrian Keuangan terdapat kebijakan memiliki grade lebih tinggi, misalnya Kepala
dalam memberikan tunjangan. Ada tiga jenis KPU, grade-nya tertinggi di eselon II, namun
tunjangan yaitu; tunjangan pokok, tunjangan grade-nya lebih tinggi dibandingkan Kakan wil
tambahan dan tunjangan tambahan khusus. atau direktur tertentu yang secara otomatis
Tunjangan pokok diberikan sama kepada penerimaannya juga lebih tinggi dan ini akan
seluruh pegawai Kementrian Keuangan sesuai diikuti oleh level-level dibawahnya. Oleh karena
dengan grade nya, sementara tunjangan itu remunerasi pegawai di KPU dengan yang
tambahan dan tunjangan khusus diberikan non KPU terdapat suatu perbedaan sedikit.
kepada unit-unit kerja yang dipandang oleh
pimpinan memiliki satu kelebihan di-bandingkan
unit-unit yang lain. JOB GRADING
Salah satunya Kantor Pelayanan
Umum (KPU) pada Direktorat Jendral Bea dan Dalam perjanjian kerjasama antara
Cukai (DJBC) di Kementrian Keuangan selain ILO dengan ILO Staf disebutkan bahwa “job
memperoleh tunjangan pokok sebagaimana grading” means a formal and systematic pro-
diterima oleh semua pegawai, juga menerima cess by which jobs are aligned to appropriate
tunjangan lainnya, yaitu tunjangan tambahan job grades. (Job Grading merupakan mer-
dan tunjangan tambahan khusus. Hal upakan suatu proses formal dan sistematis di
ini dikarenakan bahwa KPU pada DJBC mana pekerjaan yang sejalan yang sejalan
merupakan hasil dari penataan organisasi, dengan nilai pekerjaan yang sesuai). Sehingga
yaitu melalui pembentukan unit kerja atau Job Grading dapat digunakan untuk memu-
kantor yang langsung berhubungan dengan dahkan membaca dan menge-lompokkan
pelayanan masyarakat yang dibentuk dengan nilai tersebut ke dalam kelompok-kelompok
menggunakan prinsip-prinsip perkantoran sehingga jabatan yang memiliki nilai yang
modern, artinya unit tersebut dilengkapi dengan berdekatan akan berada dalam satu grade.
sistim informasi dan teknologi di dalam proses Hasil Job grading ini dapat digunakan sebagai
dasar pemberian gaji/upah sesuai dengan posi- masing jabatan. Serta beragam manfaat lainnya
si jabatan tersebut dalam grade. Tujuan adanya dalam rangka operasionalisasi pengelolaan
job grading ini adalah untuk menilai kinerja PNS SDM.
dengan memberikan reward sejumlah imbalan Seorang PNS dalam melaksanakan
uang kepada PNS. Oleh karenanya setiap PNS tugas dan fungsinya sesuai dengan aturan-
diminta memberikan suatu prestasi kerja yang aturan, sesuai dengan Perpu, kemudian juga
dapat menjadi suatu kontribusikan kepada dibatasi kode etik, perfomance-nya tinggi, harus
instansinya. Dalam hal ini pangkat dijadikan amanah, bersih, profesional dan mempunyai
sebagai tolak ukur awal dari seseorang dapat kompetensi yang tinggi dan sebagainya, harus
ditempatkan dalam suatu grade diimbangi dengan pemberian remunerasi
Tujuan adanya job grading ini adalah yang seimbang. Namun dalam penentuan
untuk menilai kinerja PNS dengan memberikan Job Grading ini berbeda-beda untuk semua
reward sejumlah imbalan uang kepada PNS. pegawai. Baik antar pejabat struktural maupun
Oleh karenanya setiap PNS diminta mem- staf/fungsional. Oleh karena itu terdapat dua
berikan suatu prestasi kerja yang dapat menjadi type job grading dalam remunerasi PNS, yaitu:
suatu kontribusikan kepada instansinya. Dalam 1. Job Grading untuk Pelaksana
hal ini pangkat dijadikan sebagai tolak ukur Grade untuk pelaksana ini dimulai dari
awal dari seseorang dapat ditempatkan dalam grade 1 hingga 12 selama PNS tersebut
suatu grade. menjadi pelaksana atau non struktural.
Metode yang digunakan dalam job Untuk menentukan seseorang dapat
grading ini adalah dengan melakukan job ditempatkan dalam suatu grade pertama
evaluation. Job evaluation adalah sebuah tahap kali dilihat adalah berdasarkan golongan/
yang penting dalam penyiapan infrastruktur ruang dan jabatan pada kompetensi teknis
pengelolaan SDM, yaitu suatu proses sistematis yang bersangkutan serta melaksanakan
untuk memperbandingkan (secara relatif) satu tugas sesuai dengan uraian jabatannya
pekerjaan dengan pekerjaan lain, sehingga serta penugasan atasan. Setelah itu baru
didapatkan suatu besaran (bobot) pekerjaan. ditentukan lagi grade pelaksana dengan
Job evaluation merupakan proses menyepakti melalui berbagai tahapan, yaitu:
sebuah metoda untuk membandingkan secara a. Menentukan Target Kinerja
relative suatu pekerjaan dengan pekerjaan Pada tahap ini seorang pelaksana
lainnya, dimana hasil akhir dari proses job diwajibkan menentukan target kerja
evaluation adalah Job weight (bobotpekerjaan/ dengan membuat kontrak kerja selama
jabatan). Dengan mengetahui bobot pekerjaan/ 1 (satu) semester atau 6 (enam) bulan
jabatan maka dengan seksama manajemen secara periodik, yaitu bulan Januari
akan mempunyai suatu tolok ukur baku untuk sampai dengan bulan Juni dan bulan
menetapkan imbal jasa atas suatu pekerjaan Juli sampai dengan bulan Desember
yang secara relative lebih tinggi dibandingkan dengan atasan langsungnya atau
pekerjaan yang lainnya. Dengan mengetahui pejabat esselon IV yang kemudian
bobot pekerjaan/jabatan maka manajemen ditandatangani oleh kedua belah pihak.
juga dapat merencanakan pengelompokan Kontrak kerja ini didalamnya memuat
(clustering) suatu jabatan, untuk kemudian suatu rencana kegiatan kerja yang
disusunkan peta jenjang karir dari masing- akan dilakukan oleh seorang pelaksana
1). Pada kantor pusat yaitu Pejabat penilaian terhadap Pelaksana yang
eselon II unit yang bersangkutan baru dimutasi antar unit esselon II, dan
sebagai pimpinan sidang, pejabat merekomendasi penetapan jabatan dan
eselon III atasan pelaksana yang peringkat bagi Pelaksana.
bersangkutan, seluruh pejabat Sidang Rekomendasi ini dilaksanakan
eselon III lainnya dalam lingkup setelah 2 (dua) tahun dilakukan evaluasi
eselon II yang bersangkutan dan terhadap kinerja Pelaksana. Pada tahap
pejabat eselon III yang mem- ini merupakan tahap final atas hasil
bidangi urusan kepegawaian pada dari penentuan job grading Pelaksana.
masing-masing unit eselon I. Sehingga hasil dari sidang rekomendasi
2). Khusus pada Inspektorat Jenderal ini ditetapkan dalam bentuk Surat
yaitu sekretaris Inpsektorat Keputusan oleh masing-masing pejabat
Jenderal sebagai pimpinan sidang, esselon I.
Pejabat eselon II atasan Pelak-sana
yang bersangkutan, dan seluruh 2. Job Grading untuk Pejabat Struktural
Pejabat eselon III pada Sekretariat Job grading pejabat struktural dimulai
Inspektorat Jenderal. dari grade 13 hingga 27. Penentuan
3). Pada kantor instansi vertikal dan seorang pejabat ditempatkan dalam
Unit Pelaksana Teknis yang menjadi suatu grade adalah suatu pemberian
pimpinan sidang adalah pejabat atau given berdasarkan jabatan apa
eselon tertinggi pada kantor tersebut yang di-embannya saat ini karena reward
dan pejabat esseon lainnya yang seseorang menduduki jabatan tersebut.
membidangi urusan kepegawaian Sehingga yang dinilai bukan pada
serta atasan langsung Pelaksana kualitas personal namun kualitas jabatan
yang ber-sangkutan. yang menjadi tolak ukurnya. Seseorang
d. Sidang Rekomendasi yang dapat menduduki posisi jabatan
Sidang rekomendasi bertujuan untuk tertentu menentukan suatu prestige,
memberikan surat rekomendasi karena tunjangan remunerasi pada setiap
pelaksana untuk: jabatan berbeda-beda. Seperti Kepala
1). Kenaikan jabatan dan peringkat Seksi atau Pejabat esselon IV pada
atau grade bagi pelaksana yang Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan
telah dievaluasi memiliki tunjangan remunerasi sebesar Rp.
2). Penurunan jabatan dan peringkat 6,930,000, sedangkan Kepala Seksi atau
atau grade bagi pelaksana yang Pejabat esselon IV pada Biro Keuangan
telah dievaluasi memiliki tunjangan remunerasi sebesar
3). Pelaksana tetap pada jabatan dan Rp. 5,240,000. Kalau dilihat dari jabatan
peringkatnya atau grade. dan juga golongan ruang kedua jabatan
tersebut sama namun tunjangan mereka
Oleh karena itu Pejabat Penilai mem- berbeda. Hal ini dikarenakan bobot
punyai tugas antara lain melakukan tanggung jawab kepala seksi atau pejabat
penilaian atas hasil evaluasi yang esselon IV pada Biro Keuangan dinilai
disampaikan oleh pimpinan unit yang lebih besar dibandingkan dengan Kepala
menangani kepegawaian, melakukan
88 Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 5, No.1, Juni 2011
Seksi atau Pejabat esselon IV pada Biro bukanlah berdasarkan Job atau Pekerjaan
Organisasi dan Ketatalaksanaan. yang diemban oleh PNS tersebut melainkan
Pada job grading untuk Pejabat Struktural berdasarkan orang tersebut berprestasi atau
tidak diperlukan suatu tahapan seperti tidak berprestasi. Apabila orang tersebut
halnya penentuan job grading untuk berprestasi maka akan naik gradenya atau
Pelaksana yang dapat naik ataupun sama bila secara administrasi sudah menduduki
turun setelah dievaluasi selama 2 (dua) grade tertinggi. Namun jika orang tersebut
tahun. Hal ini dikarenakan grade tersebut tidak berprestasi maka akan turun gradenya.
melekat pada jabatan bukan pada personal Sedangkan salah satu faktor yang dapat
orang tersebut. Seorang pejabat struktural membuat orang tersebut naik dan turun pada
secara konsisten selama menduduki suatu grade tertentu adalah penilaian langsung
jabatan tertentu akan selalu berada di secara subyektif atasan langsung sehingga
grade sesuai dengan jabatannya. Namun ada asumsi bahwa yang me-nentukan atau
jika pejabat tersebut dimutasi ke jabatan memberikan tunjangan kepada orang tersebut
lain maka grade PNS tersebut mengikuti adalah atasan. Padahal gaji atau tunjangan
jabatan yang baru. Sedangkan jika pejabat diberikan oleh Negara bukan oleh atasan atau
tersebut terkena suatu tindakan hukuman sama dengan privat sektor. Namun bedanya
disiplin maka PNS tersebut diberhentikan besarannya saja yang berbeda.
pada jabatan tersebut sehingga grade dan Berbeda dengan grade pada Pejabat
tunjangannya berubah menyesuaikan pada Struktural dimana telah di ukur sesuai dengan
golongan dan ruangnya. beban kerja yang terdapat pada jabatan tertentu
tidak dapat naik ataupun turun seperti halnya
pada grade Pelaksana. Kalaupun turun ataupun
PENUTUP naik itu adalah orang yang menduduki jabatan
namun tidak lagi menduduki jabatan tersebut
Dari uraian diatas antara Job Grading dan hal tersebut dikarenakan orang tersebut
Pelaksana dengan Pejabat Strukural sangat terkena hukuman disiplin atau dipromosikan
berbeda baik dari cara pemberian grade itu ke jabatan lain bukan karena orang tersebut
sendiri dan juga konsekuensi terhadap Job berprestasi atau tidak berprestasi.
Grading itu sendiri. Jika Job Grading pada Perbedaan dalam mekanisme
Pelaksana, seorang PNS untuk ditempatkan pemberian grade pada Pelaksana dan Pejabat
pada grade tertentu selain harus memenuhi Strukural tersebut menimbulkan ketidakadilan
syarat administrasi juga harus melalui suatu dalam pemberian remunerasi. Walaupun tujuan
mekanisme tertentu. Sedangkan pada Pejabat dari remunerasi sudah sebagian besar terwujud
Struktural itu penempatannya adalah given yaitu adanya peningkatan dari segi penghasilan
sesuai dengan jabatan yang diembannya saat namun keadilan dalam penerapannya belum
ini. Karena jabatan itulah yang menentukan tersentuh karena indikatornya bukanlah
seorang PNS tersebut berada pada grade berdasarkan beban kerja atau bobot jabatan
tertentu. Sehingga antara pejabat satu dengan yang diembannya. Baik antar Pelaksana,
pejabat lain yang memiliki level yang sama pelaksana dengan Pejabat Struktural maupun
namun grade mereka belum tentu sama. antar Pejabat Struktural itu sendiri. Sehingga
Sehingga grade pada Pelaksana itu diperlukan suatu rumusan baru dalam
penerapan remunerasi agar tercipta suatu Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor
Pegawai Negeri Sipil yang Profesional dan 289/KMK.01/2007 tentang Peringkat
Sejahtera. Jabatan diLingkungan Departemen
Keuangan.
http://www.rakhmatrobbi.com/remunerasi,
REFERENSI diakses pada tanggal 12 April 2011.
http://www.ilo.org/public/english/staffun/docs/
Azizy, Ahmad Qodri Abdillah dan Kristiawan, job_grading.htm, diakses pada tanggal
S, Andry, 2007, Change Management 12 April 2011.
dalam Reformasi Birokrasi, Jakarta, http://www.managementfile.com/journal.
Gramedia Pustaka Utama php?id=225&sub=journal&page=hr,
Hartarto, John Suryadi, Kamus Bahasa diakses pada tanggal 12 April 2011.
Indonesia 1998, Indah Surabaya
Mirza SM, Edisi 398 Januari 2008, Remunerasi
Idealnya Mengikuti Grafik General
Market, Warta Bea Cukai
Pass, Crishtopher dan Bryan Lowes. 1997.
Kamus Lengkap Ekonomi, Edisi
kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga
Enceng
Dosen FISIP Universitas Terbuka
dan
Purwaningdyah M.W
Dosen FISIP Universitas Terbuka
purwaningdyah@ut.ac.id
Abstract
The use of performance-based compensation system requires an office improvement. They are system based on
workload and responsibilities, and achievements of civil servants. In this regard, it needs to analyze and evaluate every
position, and develop the performance measurement and variable aspects of civil servants to get a ranking position
besides the performance measurement in every unit.
Key Words: compensation, performance
Abstrak
Penggunaan sistem kompensasi berdasarkan posisi membutuhkan perbaikan administrasi. Sistem ini berdasarakan
pada beban kerja dan tanggung jawab, dan prestasi dari PNS. Dalam hal ini, perlu untuk menganalisis dan mengevaluasi
setiap posisi, dan mengembangkan pengukuran kinerja dan aspek variabel dari PNS untuk mendapatkan posisi peringkat
di samping pengukuran kinerja dalam setiap unit.
Kata Kunci: Kompensasi, kinerja
suatu prestasi yang dicapai oleh seseorang aspek efisiensi, apalagi mereka bekerja dengan
dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya, dukungan anggaran publik yang berasal dari
sesuai dengan standar kriteria yang ditetapkan pajak yang diberikan warga negara. Dengan
dalam pekerjaan itu. Prestasi yang dicapai demikian, kinerja PNS perlu mendapatkan
ini akan menghasilkan suatu kepuasan kerja perhatian dan pengelolaan yang serius dalam
yang nantinya akan berpengaruh pada tingkat penyelenggaraan administrasi publik
kompensasi.Suatu kinerja individu dapat
ditingkatkan apabila ada kesesuaian antara
pekerjaan dan kemampuan. Kinerja individu PENENTUAN KOMPENSASI.
sendiri dipengaruhi oleh kepuasan kerja.
Kepuasan kerja itu sendiri adalah perasaan Pangkal dari buruknya kinerja
individu terhadap pekerjaannya. Perasaan PNS Indonesia antara lain karena sistem
ini berupa suatu hasil penilaian mengenai penilaian dan kompensasi kinerja PNS. Sistem
seberapa jauh pekerjaannya secara ke- kompensasi tidak memberikan insentif PNS
seluruhan mampu memuaskan kebutuhannya. untuk berkinerja sebaik mungkin, karena
Dalam hal ini dibutuhkan suatu evaluasi, besarnya kompensasi yang mereka terima
yang kemudian dikenal dengan penilaian tidak berhubungan dengan kinerja mereka.
kinerja. Penilaian kinerja merupakan metode Sebagian besar PNS yang termasuk
mengevaluasi dan menghargai kinerja yang kelompok pegawai yang malas akan sangat
paling umum digunakan. Penilaian kinerja menikmati sistem kompensasi yang tidak
menitikberatkan pada penilaian sebagai berhubungan dengan kinerja. Berkaitan
suatu proses pengukuran sejauh mana kerja dengan besaran kompensasi, pada dasarnya
dari orang atau sekelompok orang dapat ditentukan oleh; (1). harga/nilai pekerjaan, (2).
bermanfaat untuk mencapai tujuan yang ada. sistem kompensasi yang diterapkan, dan (3).
Penilaian kinerja merupakan suatu sistem faktor-faktor yang mempengaruhi kompensasi.
formal dan terstruktur yang mengukur, menilai, 1. Harga/ Nilai Pekerjaan
dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan Penilaian harga suatu jenis pekerjaan
dengan pekerjaan, perilaku, dan hasil, merupakan tindakan pertama yang
termasuk tingkat ketidakhadiran. Fokusnya dilakukan dalam menentukan besarnya
adalah untuk mengetahui seberapa produktif kompensasi yang akan diberikan kepada
seorang pegawai dan apakah ia bisa bekerja pegawai. Penilaian harga pekerjaan dapat
sama atau lebih efektif pada masa yang akan dilakukan dengan dua cara, sebagai
datang, sehingga pegawai, organisasi, dan berikut:
masyarakat semuanya memperoleh manfaat a. Melakukan analisis jabatan/pekerjaan
(Schuler & Jackson, 1996:3) Berdasarkan analisis jabatan akan
Salah satu ciri penting dari PNS didapat informasi yang berkaitan
adalah penyelenggaraan pelayanan publik. dengan: (1) Jenis keahlian yang
PNS dianggap dapat bekerja efektif jika warga dibutuhkan, (2) Tingkat kompleksitas
negara yang dilayani puas dengan layanan pekerjaan, (3) Resiko pekerjaan, dan
yang disediakan, namun demikian, seiring (4) Perilaku/kepribadian yang dituntut
dengan modernisasi administrasi publik kinerja
PNS sudah seharusnya mempertimbangkan
oleh pekerjaan tersebut. Dari informasi cara ini digunakan bila ada kesulitan
tersebut kemudian ditentukan harga dalam menerapkan cara kompensasi
pekerjaan. berdasarkan prestasi.
b. Melakukan survei “harga” pekerjaan Kelemahan dari sistem waktu adalah:
sejenis pada organisasi lain. 1) Mengakibatkan mengendornya
Harga pekerjaan pada beberapa semangat pegawai yang produk-
organisasi dapat dijadikan sebagai tifitasnya tinggi (di atas rata-rata ).
patokan dalam menentukan harga 2) Tidak membedakan usia, penga-
pekerjaan sekaligus sebagai ukuran laman, dan kemampuan pegawai.
kelayakan kompensasi. Jika harga 3) Membutuhkan pengawasan yang
pekerjaan yang diberikan lebih rendah ketat agar pegawai sungguh-
dari organisasi lain, maka kecil sungguh bekerja.
kemungkinan organisasi tersebut 4) Kurang mengakui adanya prestasi
mampu menarik atau mempertahankan kerja pegawai.
pegawai yang qualified. Sebaliknya, Sedangkan kelebihan sistem waktu
bila harga pekerjaan tersebut lebih adalah:
tinggi dari organisasi lainnya, maka 1) Dapat mencegah hal- hal yang
organisasi tersebut akan lebih mudah kurang diinginkan seperti pilih kasih,
menarik dan mempertahankan pegawai diskriminasi maupun kompetisi yang
yang qualified. kurang sehat.
2. Sistem kompensasi 2) Menjamin kepastian penerimaan
Beberapa sistem kompensasi yang biasa kompensasi secara periodik.
digunakan adalah sistem prestasi, sistem 3) Tidak memandang rendah pegawai
waktu, sistem kontrak/borongan. yang cukup lanjut usia.
a. Sistem Prestasi c. Sistem kontrak/ borongan
Kompensasi menurut prestasi kerja Penetapan besarnya kompensasi
sering juga disebut dengan kompen-sasi dengan sistem kontrak/borongan
sistem hasil. Kompensasi dengan cara didasarkan atas kuantitas, kualitas
ini mengaitkan secara langsung antara dan lamanya peyelesaian pekerjaan
besarnya kompensasi dengan prestasi yang sesuai dengan kontrak perjanjian.
kerja yang ditujukan oleh pegawai Untuk mendapatkan hasil yang
yang bersangkutan. Sedikit banyaknya sesuai dengan yang diharapkan,
kompensasi tersebut tergantung pada maka dalam kontrak juga dicantumkan
sedikit banyaknya hasil yang dicapai ketentuan mengenai “konsekuensi”
pegawai dalam waktu tertentu. bila pe-kerjaan yang dihasilkan tidak
b. Sistem Waktu sesuai dengan perjanjian baik secara
Besarnya kompensasi dihitung kuantitas, kualitas maupun lamanya
berdasarkan standar waktu seperti penyelesaian pekerjaan. Sistem
Jam, Hari, Minggu, Bulan. Besarnya ini biasanya digunakan untuk jenis
kompensasi ditentukan oleh lamanya pekerjaan yang dianggap merugikan
pegawai melaksanakan atau menye- bila dikerjakan oleh pegawai tetap dan
lesaikan suatu pekerjaan. Umumnya /atau jenis pekerjaan yang tidak mampu
keadilan seperti ini telah terpenuhi ini melaksanakan tugas sehingga dapat
berarti organisasi telah memiliki internal menjelaskan uraian tugas, spesifikasi
consistency dalam sistem kompen-sasinya. tugas, dan standar kinerja. Analisis jabatan/
Di samping masalah keadilan dalam tugas/pekerjaan perlu dilakukan agar dapat
pemberian kompensasi perlu diperhatikan mendesain organisasi dan menetapkan
pula masalah kelayakan. Pengertian uraian jabatan/tugas/pekerjaan, spesifikasi
layak ini berkaitan dengan standar hidup jabatan/tugas/pekerjaan, dan evaluasi
seperti kebutuhan pokok minuman atau jabatan/tugas/pekerjaan. Analisis
kompensasi minimum sesuai dengan jabatan/tugas/pekerjaan berkaitan
ketentuan pemerintah. Kelayakan juga dengan menganalisis dan mendesain
dapat dilihat dengan cara membandingkan pekerjaan yang harus dikerjakan, cara
kompensasi di organisasi lain. Bila mengerjakannya, dan alasan pekerjaan
kelayakan ini sudah tercapai, maka itu harus dikerjakan. Dengan demikian,
organisasi sudah mencapai apa yang analisis jabatan/ tugas/ pekerjaan tersebut
disebut external consistency (Konsistensi akan menghasilkan suatu daftar uraian
Eksternal). Apabila upaya di dalam jabatan/tugas/pekerjaan, pernyataan
organisasi yang bersangkutan lebih rendah tertulis mengenai kewajiban-kewajiban
dari organisasi-organisasi lain, maka hal pegawai dan bisa juga mencakup standar
ini dapat mengakibatkan kesulitan bagi kualifikasi, yang merinci pendidikan dan
organisasi untuk memperoleh pegawai. pengalaman minimal yang diperlukan bagi
Oleh karena itu untuk memenuhi kedua seorang pegawai untuk melaksanakan
konsistensi tersebut (internal dan eksternal) kewajiban-kewajiban dari kedudukannya
perlu digunakan suatu evaluasi pekerjaan. secara memuaskan. Langkah-langkah
Rivai (2005:376) mengemukakan dalam analisis pekerjaan meliputi:
bahwa salah satu aspek yang sangat penting a. Penentuan tugas-tugas utama,
dalam penentuan kompensasi adalah jumlah kegiatan-kegiatan, perilaku-perilaku,
kompensasi yang diterima pegawai harus atau kewajiban-kewajiban yang akan
memiliki internal equity dan external equity. dilaksanakan dalam pekerjaan.
Internal equity adalah jumlah yang diperoleh b. Penetapan pengetahuan (knowledge),
dipersepsi sesuai dengan input yang diberikan kemampuan-kemampuan (abilities),
dibandingkan dengan pekerjaan yang sama kecakapan-kecakapan (skills), dan
dalam organisasi. External equity merupakan beberapa karakteristik lainnya (faktor-
jumlah yang diterima dipersepsi sesuai dengan faktor kepribadian, sikap, ketangkasan,
pekerjaan yang sejenis di luar organisasi. atau karakteristik fisik dan mental
Oleh karena itu, untuk mengusahakan adanya yang diperlukan bagi pekerjaan) yang
equity, penentuan kompensasi oleh organisasi dibutuhkan untuk pelaksanaan tugas-
dilakukan dengan cara: tugas. Kegiatan analisis jabatan/tugas/
1. Menganalisis jabatan/tugas/pekerjaan. pekerjaan merupakan landasan untuk
Analisis jabatan/tugas/pekerjaan me- mengevaluasi jabatan.
rupakan kegiatan untuk mencari informasi 2. Mengevaluasi jabatan/tugas/pekerjaan.
tentang tugas-tugas yang dilakukan, Evaluasi jabatan/tugas/pekerjaan
dan persyaratan yang diperlukan dalam me-rupakan proses sistematis untuk
method dapat dilihat pada Tabel 3.3. jabatan kunci mudah mempengaruhi
berikut. skala gaji, penyusunan skala cukup sulit
dan cukup sulit pula men-jelaskannya
Tabel 3. Ilustrasi Penerapan Metode kepada para pegawai, membutuhkan
Perbandingan Faktor banyak waktu dan pekerjaan yang
(Factors Comparison Method)
sangat rinci.
Peringkat Jabatan Kunci untuk Setiap Faktor d. Metode penentuan poin (point system).
Kritisnya Setelah berhasil menetapkan peringkat
dan harga dari setiap faktor kritis
jabatan, selanjutnya data tersebut
difungsikan sebagai pedoman untuk
menilai jabatan-jabatan lainnya dalam
organisasi tersebut. Dalam pelak-
sanaan penilaian jabatan dengan
menggunakan metode angka ini
Harga Faktor Kritis dari Setiap Jabatan Kunci terdapat enam langkah, yaitu pertama
menentukan faktor kritis dan sub-
faktornya. Kedua, menentukan bobot
faktor. Bobot faktor jabatan ditentukan
berdasarkan kepentingan setiap
faktor kritis berikut subfaktornya agar
tujuan organisasi dan keadilan dalam
pemberian balas jasa dapat tercapai.
Ketiga, menentukan derajat atau taraf
faktor dan subfaktor jabatan. Setiap
Keunggulan metode perbandingan faktor dan subfaktor jabatan ditetapkan
faktor (factors comparison method) bobotnya dalam totalitas bobot faktor
adalah perbandingan antarjabatan sebesar 100%, demikian pula halnya
berbentuk angka, skala yang disusun dengan derajat atau taraf dari setiap
disesuaikan dengan kemampuan faktor dan subfaktor jabatannya juga
organisasi, mudah untuk menilai harus diberi batasan pengertian atau
jabatan-jabatan lainnya, skala definisi yang jelas. Keempat, mem-
berbentuk satuan mata uang (rupiah, berikan nilai atau angka dari setiap
dolar, euro), sehingga tidak perlu subfaktor jabatan. Kelima, menentukan
dibuat konversinya lagi (bisa langsung nilai relatif dari setiap jabatan dengan
diterapkan). Sedangkan kelemahannya, cara menghadapkan data uraian jabatan
apabila terjadi ketidakadilan dalam yang diperoleh melalui kegiatan analisis
pemberian gaji di antara jabatan kunci jabatan dengan batasan faktor serta
yang menjadi patokan dalam penilaian subfaktor jabatan berikut bobot dan
jabatan, maka ketidakadilan tersebut nilai yang difungsikan sebagai pedoman
akan tercermin pula pada jabatan- penilaian jabatan. Keenam, setiap taraf
jabatan lainnya, perubahan tugas pada atau nilai dari setiap subfaktor jabatan
rumusan definisi dari derajat atau taraf setiap faktor serta subfaktor jabatan; agak sulit untuk
menimbang bobot nilai dari setiap faktor dan subfaktor jabatan; pelaksanaannya memerlukan
(Footnotes)
1
Penulis adalah Staf Pengajar pada FISIP
Universitas Terbuka
BIODATA PENULIS
Dr. Edy Topo Ashari, lahir di Surakarta tanggal 25 Oktober 1951. Menamatkan pendidikan Sarjana
Muda Ilmu Pemerintahan Tahun 1973 di APDN Bandung, S1 Jurusan Ilmu Sosial Politik Administrasi
Negara pada tahun 1979 di Universitas Mulawarman Samarinda,dan S2 Jurusan Perencanaan dan
Kebijakan Publik pada tahun 1997 di Universitas Indonesia Jakarta, sedangkan S3 Jurusan Ilmu
Sosial pada tahun 2008 di Universitas Padjadjaran Bandung. Sejak tahun 2007 sampai sekarang
menjabat sebagai Kepala Badan Kepegawaian Negara
Dr. H. Achmad S. Ruky, MBA, lahir di Banten tanggal 3 November 1940. Menamatkan pendidikan
S1 Jurusan Administrasi Niaga di FISIP UNPAD Bandung pada tahun 1966. Gelar MBA dari
University of Melbourne, Australia pada tahun1973, dan Doctor Of Management Science (DMS) dari
Technological University of The Philippine pada tahun 1999. Sejak tahun 1975 sampai sekarang
menjadi praktisi dalam bidang manajemen SDM Indonesia. Disamping itu juga bekerja sebagai
dosen Program Magister Psikologi dan manajemen SDM Fakultas Psikologi Universitas Indonesia,
Program MM dan Program Doktor manajemen Bisnis UNPAD Bandung, Program MM/MBA pada
Universitas AIRLANGGA. Selain itu juga menjabat sebagai Komisaris PT Krakatau Steel Tbk,
Manajemen Advisor PT Krakatau-Posco, perusahaan patungan antara Krakatau Steel dan Posco
(Korea), penasehat Ahli Kapolri untuk Reformasi Birokrasi, dan Konsultan untuk Kemendiknas dan
Setneg/Sekab untuk Reformasi Birokrasi.
Dr. Wahyudi Kumorotomo, lahir di Sleman Yogyakarta tanggal 19 Desember 1964, Menyelesaikan
pendidikan Sarjana Muda dan Sarjana dari Jurusan Administrasi Negara UGM pada tahun 1989.
Lalu memperoleh derajat master dari program Master in Public Policy (sekarang LKY School
of Public Policy) National University of Singapore pada tahun 1994. Pada tahun 2007 berhasil
menyelesaikan pendidikan doktor di Universiti Sains Malaysia. Bekerja sebagai staff (dosen) pengajar
dan peneliti, sekaligus Ketua Program Studi pada Jurusan Administrasi Negara (sekarang Jurusan
Manajemen dan Kebijakan Publik), Fisipol, dan Magister Administrasi Publik, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta. Selain mengajar di UGM, terlibat aktif dalam penyusunan RPJMN 2010-2014
bidang desentralisasi di Bappenas yang dibiayai CIDA Canada, penyusunan buku-putih perencanaan
makro mengenai DAK (Dana Alokasi Khusus) dengan biaya dari GTZ Jerman, dan kini membantu
Kementerian Keuangan dalam proyek desentralisasi fiskal LGFGR-2 yang dibiayai oleh Asian
Development Bank (ADB).
Dr. Samodra Wibawa, M.Sc., lahir di Klaten tanggal 27 Agustus 1965. Menamatkan pendidikan
Sarjana (S1) Jurusan Ilmu Administrasi Negara, FISIPOL di Universitas Gadjah Mada (UGM)
Yogyakarta pada tahun 1989, Pasca Sarjana (S2) Ilmu dan Kebijakan Lingkungan di University of
Bath, England pada tahun 1989; gelar M.Sc. Pasca Sarjana (S2) Ilmu Administrasi di Deutsche
Hochschule für Verwaltungswissenschaften Speyer, Jerman pada tahun 1999; gelar: Mag.rer.publ.
sedangkan S3 Ilmu Administrasi di Deutsche Hochschule für Verwaltungswissenschaften Speyer,
Jerman 2003; gelar: Dr.rer.publ. Sekarang bekerja sebagai dosen di Jurusan Ilmu Administrasi
Negara, FISIPOL dan Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 5, No.1, Juni 2011
Dwi Harsono, SIP, MAP, lahir di Purwokerto tanggal 15 Januari 1974. Menamatkan pendidikan S1
Administrasi Publik di Universitas Jendral Sudirman Purwokerto pada tahun 1998, S2 Administrasi
Publik di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada tahun 2008. Sekarang bekerja sebagai dosen
Jurusan Ilmu Sosial di Universitas Negeri Yokyakarta (UNY).
Drs. Purwanto,MM, lahir di Gunung Kidul Yogyakarta tanggal 12 Nopember 1960. Menamatkan
pendidikan Sarjana (S1) Jurusan Ilmu Administrasi Negara,STIA YAPANN Jakarta pada tahun1986,
dan pendidikan Pasca Sarjana (S2) Program Studi Manajemen pada STIE IPWI Jakarta pada tahun
1997, dan sejak tahun 2009 menempuh Program S3 di UNPAD Bandung, saat ini bekerja sebagai
Direktur Rekrutmen dan Kinerja Pegawai Badan Kepegawaian Negara
Zairin Harahap, SH, M.Si, lahir di Rantau Perapat tanggal 3 Oktober 1963, adalah dosen Fakultas
Hukum UII, Lektor Kepala (IVB), memperoleh sertifikat pendidik tahun 2009, menyelesaikan S1 di
Fakultas Hukum UII dengan konsentrasi HTN dan S2 di UGM dengan konsentrasi Kebijakan Publik,
dan saat sedang menyelesaikan Doktor Ilmu Hukum di Program Pascasarjana UII, Yogyakarta.
Mengikuti beberapa pendidikan tambahan seperti Kursus Hukum Administrasi, Kursus ADR, dan
Kursus Clinical Legal Education (CLE) di Philipina. Menulis dan mengedit beberapa buku seperti
Hukum Acara PTUN (RajawaliPers, Jakarta), Hukum dan Politik (Sinar Harapan, Jakarta). Serta
aktif menulis artikel di jurnal, di koran,dan menjadi narasumber di berbagai seminar dan pelatihan,
khususnya di bidang Hukum Administrasi dan Legal Drafting, serta sering terlibat sebagai narasumber
dalam pembuatan naskah akademik, penyusunan, dan pengkritisan draft produk hukum daerah.
Drs. Herman, M.Si, lahir di Sumenep tanggal 16 Maret 1969. Menamatkan pendidikan S1 (1992)
dalam bidang Ilmu Administrasi Negara di Universitas Brawijaya Malang, S2 (1997) dalam bidang
Administrasi Negara dan Kebijakan Publik di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, dan sejak tahun
2006 menempuh Program S3 di Universitas Indonesia. Saat ini bekerja sebagai peneliti pada Pusat
Pengkajian dan Penelitian Badan Kepegawaian Negara Jakarta.
Novi Savarianti Fahrani, S.H, M.H, lahir di Yogyakarta tanggal 28 Nopember 1982. Menamatkan
pendidikan S1 (2005) Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum di Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta, pendidikan S2 (2007) Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum di Universitas Indonesia
Jakarta. Saat ini bekerja sebagai peneliti pada Pusat Pengkajian dan Penelitian Badan Kepegawaian
Negara Jakarta.
Drs. Enceng, M.Si, lahir di Tasikmalaya tanggal 16 Juli 1960. Menamatkan pendidikan Sarjana (S1)
Jurusan Ilmu Administrasi Negara Universitas Terbuka pada tahun 1991, pendidikan S2 Program
Studi Administrasi Pemerintah Daerah di Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN)
Bandung tahun 2003. Bekerja sebagai Staf Pengajar FISIP Universitas Terbuka (UT) Jakarta sejak
tahun 1993.
Purwaningdyah Murti Wahyuni, SH,. M. Hum, lahir di Purworejo, 4 Maret 1960. Menamatkan
pendidikan S1 Jurusan Hukum Agraria, Fakultas Hukum di Universitas Gadjah Mada (UGM)
Yogyakarta pada tahun 1983, dan pendidikan S2 pada Program Studi Hukum Bisnis di Universitas
Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta pada tahun 2003. Sekarang bekerja sebagai Staf Pengajar di
FISIP Universitas Terbuka (UT) Jakarta.
”Civil Service” Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS menerima tulisan naskah tentang hasil
penelitian, gagasan konseptual, kajian dan aplikasi teori, tinjauan kepustakaan dan resensi buku
Civil Service merupakan jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Pusat Pengkajian dan Penelitian
Kepegawaian BKN. Jurnal ini diterbitkan dua kali setiap tahun dan berisi tulisan-tulisan hasil
penelitian, pengkajian, telaah pustaka, maupun ulasan yang berkaitan dengan kebijakan dan
manajemen kepegawaian.
Naskah penulisan yang sesuai dapat dikirim ke:
Redaksi Civil Service
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian – Badan Kepegawaian Negara
Lt. 2 Gd. Blok II BKN
Jl. Letjen Sutoyo No. 12 Cililitan, Jakarta Timur
Telp. (021) 80887011, (021) 8093008 ext. 2206-2207
Fax. (021) 80887011
Email: puslitbang_bkn@yahoo.com
6. Naskah diketik dengan memperhatikan aturan penggunaan tanda baca dan ejaan yang dimuat
dalam pedoman Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan.
7. Setiap naskah yang dikirim disertai biodata/curriculum vitae penulis lengkap dengan
mencantumkan e-mail penulis