JURNAL - Fis - AN.33 18 Nur P - Pendekatan Command Control Dalam Kebijakan Pencegahan

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

Pendekatan Command Control

dalam Kebijakan Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba


(Studi tentang Implementasi Peraturan Walikota Surabaya
Nomor 65 Tahun 2014 Pada Kalangan Pelajar di Kota Surabaya)
Dina Rahajeng Nurainina

Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Departemen Administrasi,


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga

Abstract

This research discusses the command control approach in the study of policy implementation that is strategic policy of
prevention of drug abuse. Surabaya City Government has issued the Mayor of Surabaya Regulation No. 65 of 2014 on
Action Plan Policies and Regional Strategy Field Prevention, Eradication Abuse, and Circulation of Illicit Drug City of
Surabaya. This research aims to describe the implementation in the prevention of drug abuse among students in
Surabaya. Although the policy has been implemented since 2014 but there is still an increase of drug abuse among
students in Surabaya. To see the implementation with command control approach using Van Meter & Van Horn theory
related factors that influence the implementation of public policy that is the size and policy and condition of external
environment. The method used in this research is qualitative research method with descriptive research type. The
selected location for this research is in Surabaya City. Determination off informants is done by purposive technique
wich then done with snowball technique. Furthermore, testing the validity of data, this study used data triangulation
techniques. The process of qualitative data analysis is done by data reduction, data presentation and conclusion. The
result of this study indicates that the implementation of prevention of drug abuse among the students of Surabaya has
not run optimally. It is shown through the first related to the size and objectives of drug prevention policy where the
target in perwali is junior and senior high school students while the target in reality is elementary and junior high
school students and drug prevention has not been targeted to all students in Surabaya. The second is related to the
external environmental conditions where there are still many obstacles such as the transfer of authority of senior high
school to the provincial government so that the city government can not do the prevention of drugs to high school
students, the rejection from the school when will be prevented and the whole cadre of anti-drugs that have been formed
not actively involved in activities to be carried out.
Keywords : Implementation, Policy, Drug Prevention, Student

PENDAHULUAN Grafik 1.1


Nakotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya Jumlah Penyalahguna Narkoba
atau yang biasa disingkat NAPZA merupakan Pada Populasi Penduduk Usia (13-64th)
segolongan obat yang memiliki manfaat untuk Tahun 2011-2015 di Dunia
kepentingan medis akan tetapi sering disalahgunakan
260.000.000
oleh sebagian orang diluar kepentingan ilmiah.
Berdasarkan survey United Nations Office on Drugs 255.000.000
and Crime (UNODC), ada sekitar 71% vendor yang
250.000.000
melakukan perdagangan narkoba dalam darknet
(UNODC 2017:42). Darknet adalah bagian dari 245.000.000
internet yang berisi informasi yang sengaja
240.000.000
disembunyikan, salah satunya adalah perdagangan
narkoba. Oleh karena itu, penyalahgunaan dan 235.000.000
peredaran gelap narkoba telah menjadi masalah yang 230.000.000
mendunia karena bersifat kejahatan lintas negara Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
(transnational crime), kejahatan yang terorganisir 2011 2012 2013 2014 2015
(organized crime), kejahatan luar biasa (extraordinary
crime) dan kejahatan serius (serious crime) (Report Sumber: World Drug Report, United Nations
World Situation with Regard to Drug Abuse dalam Office on Drugs and Crime (UNODC) 2017
Commision on Narcotic Drugs (CND) ke 58).

1
Dengan meningkatnya peredaran gelap narkoba Tabel 1.1
sebanding dengan peningkatan penyalahgunaan 10 (sepuluh) Provinsi dengan Jumlah Penyalahguna
NAPZA. Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa terjadi Tertinggi di Indonesia dalam Populasi Penduduk Usia
peningkatan penyalahgunaan narkoba di dunia populasi (10-59 tahun) pada Tahun 2008-2014
penduduk usia 15-64 tahun. Kenaikan tertinggi terjadi
pada tahun 2015 ada 255 juta orang yang Jumlah Penyalahguna
menyalahgunakan NAPZA. Provinsi 2008 2011 2014 Peringk
at
Adanya penyalahgunaan NAPZA di dunia Jawa 611.423 856.893 792.206 I
berimbas ke wilayah Indonesia. Ada 4 (empat) cara Barat
yang digunakan dalam peredaran narkoba di Indonesia Jawa 535.063 620.893 568.304 II
yaitu 1) face to face, pola transaksi dilakukan dengan Timur
bertemu langsung antara bandar dengan pembeli. Jawa 430.768 507.054 452.743 III
Dimana pengedar narkoba hanya akan melayani Tengah
pembeli yang sudah dikenal; 2) transaksi melalui kurir, DKI 286.494 561.221 364.174 IV
pola transaksi dilakukan melalui pihak ketiga untuk Jakarta
memberikan narkoba dari pengedar kepada pembeli; 3) Sumatera 188.524 303.046 300.134 V
pembelian langsung di lokasi peredaran narkoba, pola Utara
transaksi dilakukan pada daerah pusat peredaran Banten 148.258 175.120 177.110 VI
narkoba, dimana keamanan penyalahguna sudah Sulawesi 103.849 124.444 125.643 VII
terjamin jika terjadi penangkapan oleh aparat penegak Selatan
hukum karena masyarakat akan melawan petugas Sumatera 87.456 91.699 98.329 VIII
tersebut. Daerah yang memiliki pusat peredaran yaitu Selatan
Kampung Keling dan Kampung Madras di Medan serta
Riau 77.499 88.880 90.453 IX
Kampung Beting di Pontianak; 4) sistem tempel atau
Aceh 48.330 69.385 73.201 X
sistem ranjau, pola transaksi dilakukan melalui telepon
Sumber: Survey Nasional Prevalensi
atau sms tanpa harus bertemu langsung antara
Penyalahgunaan Narkoba BNN Tahun 2014.
pengedar dan pembeli. Pengedar akan mengirimkan
narkoba yang dipesan dengan menaruh atau menempel Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah
pada suatu tempat, selanjutnya pengedar akan penyalahguna narkoba 2008-2014 tidak berada pada
memberitahukan dimana lokasi narkoba tersebut pada angka yang stabil. Provinsi yang mengalami kenaikan
pembeli; dan 5) sistem lempar lembing, pola transaksi penyalahguna narkoba adalah Sumatera Utara, Banten,
melalui telepon atau sms dan sering dilakukan di Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Riau dan Aceh.
penjara (Lapas). Pembeli akan menunggu di suatu Sedangkan provinsi yang mengalami kenaikan dan
sudut Lapas yan telah disepakati, kemudian pengedar penurunan adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa
akan melemparkan narkoba yang dipesan yang telah Tengah dan DKI Jakarta. Provinsi Jawa Timur berada
dibungkus dan diisi dengan batu sebagai pemberat agar pada posisi sebagai provinsi dengan jumlah
mudah dalam proses pelemparannya (Badan Narkotika penyalahguna narkoba tertinggi kedua di Indonesia
Nasional. 2014 Survey Nasional Prevalensi
Penyalahgunaan Narkoba Tahun Anggaran 2014) Jumlah penyalahguna narkoba di Provinsi Jawa
Timur seperti fenomena gunung es (ice berg
Dengan meningkatnya kasus narkoba di phenomena), dimana jumlah korban yang ada jauh
Indonesia, pemerintah memberi perhatian khusus pada lebih besar daripada korban yang dilaporkan (Pusat
hal tersebut. Pemerintah menerbitkan suatu kebijakan Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI:2014).
yang diatur melalui Instruksi Presiden Nomor 12 Hal tersebut ditunjukkan, di tahun 2014 ada 28.271.400
Tahun 2011 tentang Pencegahan, Pemberantasan orang penyalahguna narkoba akan tetapi BNNP Jawa
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika, Timur beserta BNNKabupaten/Kota se-Jawa Timur
Psikotropika dan Bahan Adiktif Lainnya kecuali bahan sebagai leading sector dalam penanganan
adiktif untuk tembakau dan alkohol atau yang disingkat permasalahan narkoba masih merehabilitasi 9.132
dengan P4GN. Dalam pelaksanaannya, kebijakan penyalahguna baik melalui rehabilitasi rawat inap
tersebut terbagi dalam 4 (empat) bidang yaitu bidang maupun rawat jalan di tahun 2015 dan 2017 (Data
pencegahan, bidang pemberdayaan masyarakat, bidang Bidang Rehabiltasi BNN Provinsi Jawa Timur, 2017).
rehabilitasi, serta bidang pemberantasan.

Meskipun upaya pencegahan narkoba telah


diatur dalam kebijakan tersebut, namun ternyata dalam
implementasinya belum mampu menekan angka
korban penyalahguna narkoba setiap tahun. Hal
tersebut ditunjukan pada tabel dibawah ini:

2
Tabel 1.2 perekonomian warga Surabaya dan yang ketiga
Jumlah Penyalahguna Narkoba yang melakukan banyaknya tempat hiburan malam di Surabaya juga
rehabilitasi di Jawa Timur Tahun 2015-2017 memudahkan peredaran narkoba. Tingginya peredaran
narkoba di Kota Surabaya juga berbanding lurus
Nama Instansi 2015 2016 2017 dengan tingginya penyalahgunaan narkoba. Kepala
BNNK Surabaya, AKBP Suparti juga menyatakan
BNN Propinsi Jawa 1.444 482 205 bahwa, berdasarkan data dari BNN Kota Surabaya
Timur tahun 2015, ada 40 hingga 50 orang tewas akibat
penyalahgunaan narkotika dengan mayoritas korban
BNN Kab. Nganjuk 562 61 40 penyalahguna narkoba berusia produktif yaitu usia 12-
59 tahun (Surabaya.go.id, 2016).
BNN Kab. 274 31 61
Tulungagung Tabel 1.3
Jumlah Penyalahguna Narkoba yang melakukan
BNN Kab. 451 77 55 rehabilitasi di Badan Narkotika Nasional Kota
Lumajang Surabaya berdasarkan Jenis Pekerjaan
Tahun 2016-2017
BNN Kab. Gresik 343 37 69
Jenis Pekerjaan 2016 2017
BNN Kab. Kediri 333 50 80
PNS - -
BNN Kab. Malang 296 93 92
TNI - -
BNN Kab. Blitar 411 20 71
Polisi - -
BNN Kab. - 18 109
Sumenep Swasta 102 122
BNN Kab. Sidoarjo 374 174 171 Wiraswasta 123 15
BNN Kab. - 24 24 Petani - -
Trenggalek
Mahasiswa 16 8
BNN Kab. - - 27
Mojokerto Pelajar 84 118
BNN Kota Malang 310 82 28 Buruh 11 2
BNN Kota Batu 197 79 58 Pengangguran 28 28
BNN Kota Kediri 558 82 96 Total 364 296
BNN Kota 423 364 296 Sumber: Data Rehabilitasi BNN Kota Surabaya
Surabaya
Menurut data BNN Kota Surabaya, terjadi
Total 5.976 1674 1482 peningkatan penyalahguna narkoba pada kalangan
pelajar yaitu dari 84 orang di tahun 2016 menjadi 118
Sumber: Data BNN Propinsi Jawa Timur Tahun orang di tahun 2017. Hal tersebut dapat diartikan
2015-2017 bahwa kenaikan jumlah penyalahguna narkoba yang
direhabilitasi pada kalangan pelajar oleh BNN Kota
Berdasarkan data BNN Propinsi Jawa Timur, Surabaya berbanding lurus dengan meningkatnya
penyalahguna narkoba tertinggi berada pada Kota peredaran narkoba di Kota Surabaya. Pelajar menjadi
Surabaya dengan jumlah 364 orang. Kepala Seksi sasaran bagi para pengedarnya karena kondisi mental
Penyidikan Bidang Pemberantasan Badan Narkotika pelajar masih dalam masa remaja atau masa peralihan.
Nasional Provinsi Jawa Timur, Kompol Rudi Sesunan, Pada masa ini, para remaja khususnya pelajar yang
kota yang menjadi lokasi rawan peredaran narkotika memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, mudah
tertingi di Jawa Timur adalah Surabaya (metrotvnews, terpengaruh, memiliki keberanian dan emosi yang
2015). Tingginya peredaran narkoba di Surabaya tingga serta jika berada pada lingkungan yang tidak
dikarenakan pertama, adanya Bandara Internasional sehat akan menjerumuskan mereka. Penyalahgunaan
Juanda dan Pelabuhan Tanjung Perak yang menjadi narkoba di kalangan pelajar menjadi masalah yang
pintu masuk narkoba ke Jawa Timur; kedua peredaran kompleks karena selain merugikan diri sendiri akan
narkoba juga seiring dengan meningkatnya taraf

3
berdampak pada berbagai pihak seperti keluarga, apakah suatu kebijakan dapat berjalan seusai dengan
lingkungan sekolah, lingkungan tempat tinggal, teman kepentingan publik.
sebaya, tenaga kesehatan, aparat hukum serta negara.
Mazmanian dan Sabatier menyatakan bahwa
Dalam menangani permasalahan tersebut, implementsi merupakan suatu pelaksanaan keputusan
Pemerintah Kota Surabaya menerbitkan Peraturan kebijaksanaan dasar – dapat berupa undang-undang,
Walikota Surabaya Nomor 65 Tahun 2014 tentang perintah atau keputusan pihak eksekutif yang
Rencana Aksi Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi berwenang, dan keputusan badan peradilan- yang
Daerah Bidang Pencegahan, Pemberantasan mana telah mengidentifikasi suatu masalah, menyusun
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Kota tujuan dan sasaran yang akan dicapai serta berbagai
Surabaya. Bidang pencegahan memiliki upaya terdepan cara dalam mengatur proses implementasinya
dalam penanganan penyalahgunaan narkoba karena (Agustino, 2006:139).
dengan pencegahan memiliki tujuan untuk
meningkatkan daya tangkal masyarakat terhadap Selanjutnya Ripley dan Franklin mendefinisikan
bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. implementasi sebagai kejadian yang terjadi setelah
Selain itu biaya pencegahan lebih murah dibandingkan penetapan suatu undang-undang yang memiliki
biaya terapi dan rehabilitasi bagi korban penyalahguna kewenangan otoritas program, kebijakan, keuntungan
NAPZA. (benefit) serta hasil yang nyata (output) (Winarno,
2012:148). Implementasi mencakup beberapa tindakan
Upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba pada yang dilakukan oleh aktor-aktor pelaksana
kalangan pelajar harus dilakukan secara massif dan (implementors), khususnya birokrat, yaitu pertama,
bersatu pada bersama instansi terkait baik pemerintah bertanggung jawab dalam mendapatkan berbagai
pusat, pemerintah daerah hingga masyarakat sebagai sumber yang dibutuhkan oleh suatu program agar
pelaksanaan strategi yang memadukan pengurangan implementasi berjalan dengan lancar; kedua,
persediaan (supply reduction) dan pengurangan pengembangan anggaran menjadi arahan yang konkret,
permintaan (demand reduction) sehingga program regulasi dan desain program; dan ketiga
pencegahan dapat berhasil (babesrehab-bnn.com). pengorganisasian kegiatan untuk mencipatkan unit-unt
Oleh karena itu Pemerintah Kota Surabaya birokrasi dan rutinitas dalam mengatasi beban kerja.
mengeluarkan Keputusan Walikota Surabaya Nomor
188.45/298/436.1.2/2015 mengenai Tim Aksi Hal yang sesuai juga dijelaskan oleh Van Meter
Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Daerah Bidang dan Van Horn, implementasi mencakup tindakan-
Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan dan tindakan terarah yang dilaksanakan oleh individu-
Peredaran Gelap Narkoba Kota Surabaya. Anggota individu ataupun kelompok-kelompok pemerintah
Tim Aksi Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Daerah maupun swasta dalam mencapai tujuan yang telah
Bidang P4GN khususnya bidang pencegahan pada ditetapkan. Tahap implementasi akan terjadi setelah
kalangan pelajar yang terlibat adalah Bagian penetapan undang-undang dan dana yang disediakan
Kesejahteraan Rakyat Kota Surabaya, Dinas dalam pelaksanaan implementasi (Winarno, 2012:149).
Pendidikan Kota Surabaya, Dinas Kesehatan Kota
Surabaya serta Dinas Kepemudaan dan Olahraga Kota Secara singkat Laurence J. O’Toole Jr
Surabaya. Selanjutnya anggota tersebut berkoordinasi menjelaskan bahwa implementasi kebijakan adalah
dengan Badan Narkotika Nasional Kota Surabaya, keputusan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau
Dinas Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan berhenti melakukan sesuatu dimana akan memberi
Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Surabaya dampak pada masyarakat. Keputusan ini akan terus
serta Dinas Komunikasi dan Informatika Kota berkembang sesuai dengan kondisi masyarakat
Surabaya. (O’Toole&Laurence, 2002:263-288).

Dengan adanya peningkatan jumlah penyalahguna Dari berbagai penjelasan diatas dapat diketahui
narkoba pada kalangan pelajar Kota Surabaya dapat bahwa implementasi kebijakan publik adalah tindakan
diartikan bahwa upaya pencegahan yang dilaksanakan yang dilakukan oleh aktor pelaksana (implementors)
belum optimal. Maka penelitian ini akan mengkaji yang berdasarkan kebijakan yang telah ditetapkan
pendekatan command control dalam implementasi dalam menyelesaikan suatu masalah di masyarakat.
Perwali Surabaya Nomor 65 Tahun 2014 dalam Tindakan tersebut berupa pengorganisasian kegiatan
pencegahan penyalahgunaan narkoba pada kalangan atau program yang harus sesuai dengan tujuan atau
pelajar serta faktor-faktor yang mempengaruhi nya. sasaran kebijakan agar dapat memberi hasil dan
keuntungan yang nyata bagi masyarakat.
Kerangka Teori
Implementasi Kebijakan Publik
Implementasi kebijakan publik merupakan suatu
tahapan paling krusial dalam proses kebijakan. Hal
tersebut dikarenakan dalam tahap ini menjadi penentu

4
Pendekatan Implementasi Kebijakan Publik berjalan secara linier dari keputusan politik yang ada,
Generasi Pertama Pendekatan Implementasi aktor pelaksana dan kinera kebijakan publik (Nugroho,
Kebijakan: Studi Kasus 2003:167). Selanjutnya model tersebut dikembangkan
oleh para aktor top down lainnya yaitu George Edward
Perkembangan awal studi implementasi kebijakan III (1980), Mazmanian & Sabatier (1983), Brian W.
publik dengan terbitnya penelitian yang dilaksanakan Hoodwood dan Lewis A. Gun (1978), Robert T.
oleh Martha Derthick dengan judul “New Towns in Nakamura dan Frank Smallwood (1980) dan Merilee S.
Town: Why a Federal Program Failed” (1972) dan Grindle (1980). Pendekatan implementasi kebijakan
Jeffrey Pressman dan Aaron Wildansky dengan judul top down merupakan keputusan kebijakan yang
“How Great Expectations in Washington Are Dased In dibentuk oleh para pejabat pemerintah (pusat) dan
Oakland; or, Why Its’s Amazing that Federal Program implementasi kebijakan yang dilakukan tersentralisir
Work at All, This Being a Saga of the Economic dilaksanakan oleh administratur atau birokrat pada
Development Administration as told by Two level bawahnya (Agustino, 2006:140).
Sympathethic Observes who Seek to Build Morals on a
Foundation of Ruined Hopes” (1973) (Parsons, Secara lebih lanjut, Riant Nugroho menjelaskan
2005:465). Kedua penelitian tersebut menjelaskan mengenai pendekatan implementasi kebijakan
bahwa kompleksitas pelaksanaan kebijakan bergantung command control atau yang disebut mekanisme paksa
pada aktor pelaksana dan analisis kebijakan merupakan pendekatan yang mengedepankan arti
(deLeon&deLeon, 2002:467-492). lembaga publik sebagai lembaga tunggal yang
mempunyai kewenangan atas mekanisme paksa dalam
Dari kedua penelitian tersebut, karya Jeffrey negara. Dalam pendekatan ini, lembaga publik berhak
Pressman dan Aaron Wildansky memiliki pengaruh memberikan sanksi bagi yang menolak melaksanakan
yang lebih besar bagi perkembangan studi atau melanggarnya dan tidak memberikan insentif bagi
implementasi kebijakan. Kedua penulis tersebut yang menjalani (Nugroho, 2003:166). Contoh model
mengkaji upaya yang dilaksanakan oleh Economic implementasi kebijakan command and control adalah
Development Administration (EDA) di Oakland, kebijakan yang bersifat strategis dan berhubungan
California dalam mengimplementasikan program dengan keselamatan negara seperti kebijakan
pembangunan ekonomi bagi wilayah perkotaan. Dari penanggulangan bahaya narkotika (Nugroho,
hasil penelitian yang telah dilakukan, mereka 2003:178).
menyadari bahwa proses implementasi sangat jarang
dinalisis dan memunculkan pendekatan top down Dalam perkembangan yang sama, pendekatan
melalui sistem kontrol, komunikasi dan sumber daya implementasi kebijakan top down menuai banyak kritik
yang dapat menjalankan tugas implementasi (Parsons, karena tidak menjelaskan peran aktor dan unsur lain
2005:466). Akhir dari pendekatan implementasi dalam proses implementasi (Parsons, 2005:469). Dari
generasi pertama adalah banyaknya studi kasus yang berbagai kritik tersebut, menghasilkan beberapa
menarik, akan tetapi sedikit dalam hal teori perbedaan sehingga memunculkan pola implementasi
implementasi kebijakan (deLeon&deLeon, 2002:467- bottom up (Agustino, 2006:140). Menurut Hjern dan
492) Hull (1982), Hanf (1982), Barret dan Fudge (1981),
Elmore (1979) serta pendukung bottom up lain
Generasi Kedua Pendekatan Implementasi menyampaikan kritik yang pertama adalah permulaan
Kebijakan: Top Down atau Command Control dan pendekatan top down dari perspektif pembuat
Bottom Up atau Economic Incentives keputusan dan cenderung mengabaikan aktor-aktor
lain. Hal tersebut yang menjadi penyebab insiatif
Generasi kedua dalam pendekatan implementasi strategis dari sektor privat terabaikan dari para pejabat
kebijakan memunculkan berbagai teori yang lebih yang mengimplementasikan kebijakan (Wahab,
canggih dimana Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier 2012:215). Kritik kedua, pendekatan top down terlalu
(1983), Robert Nakamura dan Frank Smallwood sulit dilaksanakan dalam situasi-situasi yang tidak ada
(1980), dan Paul Berman (1980), mengusulkan bahwa norma kebijakan yang dominan. Kejadian ini sering
suatu kebijakan dilaksanakan dengan berorientasi pada terjadi dalam kasus layanan sosial (Wahab, 2012:215).
command and control (komando dan kontrol) atau
kemudian lebih dikenal dengan top down (dari atas ke Michael Lipsky (1971 dan 1980) dan Benny
bawah) (deLeon&deLeon, 2002:467-492). Hjern (1982; Hjern dan Hull 1983) mengusulkan
bahwa aktor tingkat bawah adalah kunci sukses
Pendekatan implementasi top down merupakan implementasi kebijakan. Pendukung bottom-up
pendekatan yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk berpendapat bahwa mereka lebih mampu mengetahui
rakyat, dimana partisipasi lebih berbentuk mobilisasi berbagai kebutuhan dalam implementasi kebijakan.
(Nugroho: 2003:167). Van Meter & Van Horn Oleh karena itu, mereka mulai memperdebatkan bahwa
merupakan aktor pertama yang merumuskan model para aktor tersebut memiliki kewenangan dalam
implementasi kebijakan dengan pola top down (1975). perumusan dan implementasi kebijakan
Mereka berpendapat bahwa implementasi kebijakan (deLeon&deLeon, 2002:467-492). Pendekatan

5
implementasi kebijakan bottom up dikembangkan oleh memunculkan intergovernmental policy
Hanf, Hjern dan Porter (1978) yaitu dengan implementation model atau model kebijakan
mengidentifikasi jejaring aktor-aktor lokal, regional implementasi antarpemerintah (Wahab, 2012:226).
dan nasional yang terlibat selama perencanaan, Mereka menyatakan bahwa suatu kebijakan
pembiayaan, dan pelaksanaan program-program dilaksanakan oleh antar kelompok di tingkat atas (level
pemerintah maupun non pemerintah yang terkait nasional) dan ditingkat bawah (level lokal) sehingga
(Wahab, 2012:216). Dengan adanya partisipasi dari dapat diketahui faktor pemacu dan penghambat
berbagai aktor akan lebih memahami permasalahaan implementasi kebijakan (Wahab, 2012:226). Mereka
yang mereka alami dan upaya apa saja yang perlu berusaha menjelaskan "mengapa perilaku bervariasi
dilaksanakan sesuai dengan sumber daya yang tersedia dalam berbagai lintas waktu, lintas kebijakan, dan
dan sistem sosio-kultur yang ada sehingga dapat lintas unit pemerintahan dan dengan memprediksi jenis
menunjang keberhasilan kebijakan tersebut (Agustino, implementasi perilaku yang mungkin terjadi di masa
2006:157). depan. Singkatnya, tujuan penelitian generasi ketiga
adalah menjadi lebih ilmiah dimana memberikan
Lebih lanjut Riant Nugroho menjelaskan pengertian mengenai kompleksitasnya implementasi
mengenai pendekatan implementasi kebijakan kebijakan antar lembaga (deLeon&deLeon, 2002:467-
economic incentive atau yang disebut mekasnisme 492).
pasar merupakan model dengan mengedepankan
mekanisme insentif bagi yang menjalani dan bagi yang Pendekatan Implementasi Kebijakan Command
tidak menjalankan tidak memperoleh insentif Control dengan menggunakan teori Van Meter &
(Nugroho, 2003:166). Contoh model implementasi Van Horn
kebijakan economic incentive adalah kebijakan
keikutsertaan masyarakat dalam program Keluarga Menurut Nugroho, tidak ada model terbaik dalam
Berencana (Nugroho, 2003:167). implementasi kebijakan publik karena tergantung jenis
kebijakannya (Nugroho, 200:177). Jika pada
Generasi Ketiga Pendekatan Implementasi penjelasan sebelumnya dapat memberikan penjelasan
Kebijakan: Hybrid atau Sintesis bahwa Perwali Surabaya Nomor 65 Tahun 2014 dalam
pencegahan penyalahgunaan narkoba pada kalangan
Generasi ketiga dalam pendekatan implementasi pelajar Kota Surabaya merupakan kebijakan yang
kebijakan adalah hybrid atau sintesis muncul ketika menggunakan pendekatan implementasi kebijakan
adanya kritik terhadap implementasi top down atau command control. Hal tersebut mengacu pada
command control maupun bottom up atau economic penjelasan Nugroho yang menyatakan bahwa contoh
incentive (Wahab, 2012:223). Sintensis ini berusaha model implementasi kebijakan command and control
menggabungkan aspek-aspek terbaik dari pola adalah kebijakan yang bersifat strategis dan
implementasi tersebut. berhubungan dengan keselamatan negara seperti
kebijakan penanggulangan bahaya narkotika (Nugroho,
Perkembangan awal sintesis di kemukakan oleh 2003:178).
Ricard Elmore (1985) yang menyatakan bahwa dalam
kerangka analisis dan implementasi diperlukan Fokus penelitian ini pada implementasi
“pemetaan mundur” (bottom up) dan “pemetaan maju” pencegahan penyalahgunaan narkoba pada kalangan
(top down) (Parsons, 2005:490). Elmore pelajar Kota Surabaya yang dilakukan oleh para
mengkombinasikan antara para pembuat kebijakan pejabat pelaksana (administratrur dan birokrat) yang
membutuhkan pertimbangan kelengkapan kebijakan diatur dalam Keputusan Walikota Surabaya Nomor
dan sumber daya lain dalam pengaturannya (forward 188.45/298/436.1.2/2015 tentang Tim Aksi
mapping) dengan struktur insentif terhadap kelompok Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Daerah Bidang
sasaran akhir (backward mapping) dalam keberhasilan Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan dan
suatu program (Parsons, 2005:224). Akan tetapi elmore Peredaran Gelap Narkoba di Kota Surabaya dengan
tidak memaparkan model grafis dalam implementasi batasan pada Tim Aksi Bidang Pencegahan.
kebijakan.
Penelitian ini menggunakan teori implementasi
Selanjutnya perkembangan kedua dijelaskan oleh Van Meter & Van Horn untuk mengetahui faktor-
Paul A. Sabatier yang mengkombinasikan antara unit faktor yang mempengaruhi implementasi. Faktor
analisis bottom uppers yaitu keberagaman pelaku tersebut antara lain:
publik maupun pribadi yang teribat dalam suatu
kebijakan dengan unit analisis top downers yaitu a. Ukuran dan Tujuan Kebijakan
terkait keadaan kondisi sosio-ekonomi dan perangkat Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur
hukum yang membatasi perilaku (Parsons, 2005: 224). keberhasilannya apabila ukuran dan tujuan
kebijakan realistis sesuai dengan sosio-kultur di
Upaya ketiga dalam mensintesiskan implementasi level pelaksana kebijakan (Agustino, 2006: 142).
kebijakan antar top down dan bottom up dilakukan oleh Yang dimaksud ukuran kebijakan merupakan
Malcolm Goggin dan kawan-kawan (1990) dengan
6
kelompok sasaran yang akan dituju oleh para Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan
pelaksana. Sedangkan tujuan kebijakan merupakan dan Perlidungan Anak dan Badan Narkotika Nasional
pehamanan para pelaksana mengenai tujuan dari Kota Surabaya. Sosialisasi ini dilakukan dengan
kebijakan tersebut. metode lisan yaitu penyampaian informasi secara lisan
kepada pelajar ketika berada dalam ruang lingkup
b. Kondisi Lingkungan Eksternal sekolah. Kegiatan sosialisasi cukup efektif dalam
Kinerja implementasi kebijakan akan penyampaian informasi terkait bahaya narkoba kepada
dipengaruhi oleh seberapa kondusif kondisi para pelajar.
lingkungan eksternal baik ekonomi, sosial dan
politik (Agustino, 2006:144). Kondisi lingkungan Sasaran pelaksanaan sosialisasi pada pelajar yang
eksternal ini dapat memberikan efek yang dilaksanakan oleh Tim Aksi Pelaksanaan dan Strategi
mendalam terhadap pencapaian aktor-aktor Daerah Bidang P4GN Kota Surabaya kecuali Dinas
pelaksana (Winarno, 2007:164). Pemuda dan Olahraga Kota Surabaya ialah pelajar
pada tingkat pendidikan dasar yaitu SD dan SMP.
Metode Penelitian Selain itu sasaran prioritas pelaksanaan sosialisasi pada
sekolah yang berada pada daerah rawan narkoba.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian Sehingga sosialsasi belum menyasar seluruh pelajar SD
kualitatif deskriptif. Lokasi penelitian adalah Kota dan SMP di Kota Surabaya.
Surabaya. Adapun waktu pengumpulan data lapangan
dilakukan pada bulan Februari hingga Maret 2018. Untuk sasaran sosialisasi yang dilaksanakan oleh
Sumber data yang digunakan adalah data primer dan Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Surabaya ialah pada
data sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan masyarakat usia 16 hingga 30 tahun. Dalam hal ini
melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. pelajar SMA bisa memperoleh sosialisasi. Akan tetapi
Teknik pemilihan informan dilakukan secara purposive sosialisasi yang dilaksanakan Dispora dilakukan
dan snowball. Pemilihan informan secara purposive melalui roadshow di setiap kecamatan.
atau disebut key informan berdasarkan pada Keputusan
Walikota Surabaya Nomor 188.45/298/436.1.2/2015 Pembentukan Tim Sebaya
tentang Tim Aksi Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi
Daerah Bidang Pencegahan, Pemberantasan Pembentukan tim sebaya atau konselor sebaya
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Kota merupakan suatu upaya dalam pencegahan pada
Surabaya dengan membatasi anggota yang menangani kalangan pelajar karena perilaku seseorang terutama
bidang pencegahan penyalahgunaan narkoba pada pada usia pelajar sangat rentan dipengaruhi lingkungan
kalangan pelajar. Sedangkan informan secara snowball teman sebaya. Sehingga dengan adanya pembentukan
ditemukan ketika melakukan wawancara dengan key tim sebaya pada lingkungan sekolah diharapkan dapat
informan. Metode analisis data menggunakan model memberi upaya pencegahan berupa informasi tentang
analisis Miles & Huberman yaitu pengumpulan data, bahaya narkoba kepada para teman sebaya nya.
penyajian data dan kesimpulan. Fokus penelitian ini Pembentukan tim sebaya atau konselor sebaya pada
adalah pendekatan command control dalam kalangan pelajar Kota Surabaya dilaksanakan oleh
implementasi pencegahan penyalahgunaan narkoba Dinas Pendidikan Kota Surabaya dan menyasar pada
pada kalangan pelajar Kota Surabaya dengan pelajar tingkat Sekolah Menengah Pertama. Di Tahun
mengalisa faktor yang mempengaruhinya yaitu ukuran 2018 jumlah target tim sebaya atau konselor sebaya
dan tujuan kebijakan serta kondisi lingkungan sebanyak 10 siswa pada setiap sekolah SMP Negeri
eksternal. maupun Swasta di Kota Surabaya .

Hasil dan Pembahasan Pelatihan dan aktifitas leadership untuk mencegah


bahaya narkoba
Sosialisasi Bahaya Narkoba
Pelatihan dan aktifitas leadership dalam
Sosialisasi tentang bahaya narkoba merupakan mencegah penyalahgunaan narkoba dilakukan kepada
upaya pertama dalam pencegahan penyalahgunaan para pelajar yang mengikuti kegiatan ekstrakulikuler
narkoba pada kalangan pelajar Kota Surabaya. konselor sebaya di setiap sekolah SMP Negeri maupun
Sosialisasi dilaksanakan oleh para pelaksana yang Swasta. Selain itu terdapat pelatihan bagi Guru
terlibat dalam upaya pencegahan yaitu Organisasi Bimbingan Konseling dan Wakil Kepala Sie
Perangkat Daerah yang tergabung dalam Tim Aksi Kesiswaan sebagai pendamping ekstrakulikuler tim
Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Daerah Bidang sebaya atau konselor sebaya.
P4GN yaitu Bidang Ketahanan Bagian Kesejahteraan
Rakyat Sekretariat Daerah Kota Surabaya, Dinas Pembentukan Tim Deteksi Dini
Pendidikan Kota Surabaya, Dinas Kesehatan Kota
Pembentukan tim deteksi dini merupakan suatu
Surabaya dan Dinas Kepemudaan dan Olahraga Kota
upaya yang dilakukan dengan tujuan agar pelajar yang
Surabaya. Selanjutnya bekerja sama dengan Dinas
memiliki indikasi menyalahgunakan narkoba dapat

7
terdeteksi secara cepat. Dalam pencegahan melalui perwakilan dari pihak sekolah yang terlibat
penyalahgunaan narkoba pada kalangan pelajar Kota aktif P4GN dan karang taruna. Selain itu persyaratan
Surabaya belum ada pembentukan tim deteksi dini. menjadi kader adalah usia 16-30 tahun dalam hal ini
Akan tetapi kegiatan deteksi dini dilakukan oleh Dinas termasuk pelajar SMA Sederajat baik Negeri maupun
Kesehatan Kota Surabaya melalui kegiatan tes urine Swasta dan umum. Selanjutnya terdapat perbedaan
hanya menyasar pada pelajar tingkat Sekolah pengetahuan jumlah kader yang sudah dibentuk.
Menengah Pertama yang terindikasi menyalahgunakan Keseluruhan kader yang telah dibentuk belum mampu
narkoba dengan melihat kondisi linkungan sekolah terlibat aktif dalam kegiatan. Oleh karena itu beberapa
dengan kerawanan narkoba. kader yang aktif dilakukan ikrar dalam mengemban
tanggung jawab dibawah naungan oleh BNN Kota
Pembentukan Kader Pendamping terhadap Surabaya. Akan tetapi tidak keseluruhan kader dapat
Pengguna Narkoba terlibat aktif. Kendala yang dihadapi adalah pertama,
pembagian waktu antara urusan pribadi dengan
Pembentukan kader pendamping terhadap para kegiatan kader sehingga tidak semua anggota dapat
pengguna narkoba khususnya pelajar Kota Surabaya hadir dalam kegiatan. Kendala kedua adalah anggaran
dilaksanakan oleh Sie Rehabilitasi Badan Narkotika karena lama nya proses pencairan anggaran dana dari
Nasional Kota Surabaya. Hal tersebut dikarenakan BNN RI sehingga para kader melakukan iuran 1 kali
BNN Kota Surabaya merupakan instansi yang dalam seminggu untuk melaksanakan kegiatan yang
memiliki kewenangan dalam melaksanakan akan dilaksanakan.
rehabilitasi. Pembentukan kader pendamping bertujuan
agar para korban penyalahguna narkoba dapat pulih Pembentukan kader pemuda anti narkoba belum
dan bergabung kembali ke masyarakat. berjalan optimal. Hal tersebut ditunjukan bahwa
pertama, syarat untuk menjadi kader pemuda anti
Informasi dan edukasi tentang bahaya narkoba narkoba adalah usia 16-30 tahun dalam hal ini pelajar
yang dapat mengikuti pemilihan hanya pelajar SMA.
Informasi dan edukasi tentang bahaya Kedua, sebagian kader yang telah dibentuk tidak
penyalahgunaan narkoba pada kalangan pelajar Kota terlibat aktif dalam setiap kegiatan. Ketiga, meskipun
Surabaya dilaksanakan melalui pertama, pembentukan pembentukan kader dilakukan oleh Dinas Pemuda dan
kurikulum terintegrasi ati narkoba narkoba dilakukan Olahraga yang bekerja sama dengan BNN Kota
oleh Dinas Pendidikan Kota Surabaya dan BNN Kota Surabaya akan tetapi dalam pengawasan para kader
Surabaya dimana BNN Kota Surabaya berperan hanya dilakukan oleh BNN Kota Surabaya. Keempat
sebagai sumber materi tentang bahaya narkoba dan masih adanya kendala yang dihadapi yaitu kendala
Dinas Pendidikan Kota Surabaya sebagai penyusun waktu yang dihadapi para kader dalam membagi antara
kurikulum terintegrasi tersebut. Selanjutnya kurikulum urusan pribadi dengan kegiatan sebagai kader dan
tersebut diterapkam pada mata pelajaran SMP dan kendala biaya dimana pendanaan kader dilakukan oleh
SMA. Kedua, Dinas Pendidikan Kota Surabaya juga BNN RI akan tetapi harus melalui proses yang lama
membentuk kader Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) sehingga para kader membayar iuran satu kali dalam
pada tingkat SD dan SMP. Ketiga, diseminasi seminggu sebagai pendanaan kegiatan yang akan
informasi melalui website, videotron, media sosial dan dilakukan.
pertunjukan rakyat (PERTURA) dilakukan oleh Dinas
Komunikasi dan Informasi Kota Surabaya dengan Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa
sasaran tidak hanya kepada pelajar namun seluruh implementasi pencegahan penyalahgunaan narkoba
masyarakat Kota Surabaya. Kegiatan informasi dan pada kalangan pelajar Kota Surabaya belum optimal.
edukasi tentang bahaya penyalahgunaan narkoba Hal tersebut dapat dijelaskan lebih mendalam melalui 2
belum efektif karena kurikulum terintegrasi dan kader (dua) faktor dalam teori model implementasi kebijakan
Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) hanya mencakup Van Meter & Van Horn yaitu ukuran dan tujuan
seluruh mata pelajaran di SD dan SMP Kota Surabaya kebijakan serta kondisi lingkungan eksternal.
akan tetapi diseminasi informasi yang dilakukan oleh
Diskominfo Kota Surabaya menyasar pada seluruh Ukuran dan tujuan kebijakan
pelajar baik SD, SMP dan SMA.
Van Meter & Van Horn menjelaskan bahwa
Pembentukan Kader Anti Narkoba keberhasilan implementasi kebijakan dapat melalui
ukuran dan tujuan kebijakan yang sesuai dan realistis
Pembentukan kader pemuda anti narkoba dengan sosio-kultur yang ada pada level pelaksana
dilakukan oleh Dinas Pemuda dan Olahraga Kota (Agustino, 2006:142). Ukuran kebijakan yang
Surabaya yang bekerja sama dengan BNN Kota dimaksud adalah sasaran atau objek kebijakan pada
Surabaya. Proses pembentukan dilakukan oleh Dispora pelaksana kebijakan. Sedangkan tujuan kebijakan
yang selanjutnya kader yang terlibat aktif akan adalah suatu keadaan yang diharapkan setelah diadanya
dilakukan ikrar untuk mengemban amanah sebagai implementasi. Instansi yang terlibat dalam
kader pemuda anti narkoba dan dinaungi oleh BNN implementasi pencegahan penyalahgunaan narkoba
Kota Surabaya. Proses pemilihan kader dilakukan
8
pada kalangan pelajar Kota Surabaya telah memiliki Untuk permasalahan sosial yang terjadi adalah
tujuan yang sama yaitu terciptanya lingkungan pertama, adanya penolakan dari pihak sekolah ketika
pendidikan yang bersih dan bebas narkoba. Akan tetapi hendak dilakukan pencegahan berupa kegiatan
terdapat perbedaan sasaran kebijakan pada setiap sosialisasi bahaya narkoba sehingga berdampak pada
instansi yang terlibat. Bagian Kesejahteraan Rakyat para pelajar yang belum memahami secara mendetail
Sekretariat Daerah Kota Surabaya, Dinas Pendidikan, mengenai bahaya narkoba dan pelajar yang menolak
Dinas Kesehatan, Dinas Pengendalian Penduduk, untuk dilakukan pemeriksaan tes urine. Adanya
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak penolakan dari pihak sekolah ini dapat diartikan bahwa
serta BNN Kota Surabaya memiliki sasaran pihak sekolah tersebut belum memiliki kesadaran akan
pencegahan pada pelajar tingkat SD dan SMP. Hal pentingnya informasi mengenai bahaya narkoba bagi
tersebut terjadi karena adanya peralihan kewenangan masyarakat khususnya para pelajar. Serta pelajar
pelajar SMA kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur. menjadi sasaran empuk bagi para pengedar narkoba.
Akan tetapi untuk Dinas Kesehatan dan BNN Kota Kedua, pelajar yang belum memahami informasi
Surabaya dapat melakukan sosialisasi dan pemeriksaan mengenai bahaya narkoba secara mendetail menjadi
tes urine kepada pelajar SMA apabila ada permintaan sangat rawan mejadi menyalahgunakan narkoba karena
dari pihak sekolah. kondisi penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar
diakibat karena pergaulan atau lingkup pertemanan
Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Surabaya yang mereka jalani. Jika ada salah satu teman
memiliki sasaran pencegahan pada seseorang dengan menggunakan narkoba, dia akan mengajak temannya.
usia 16-30 tahun karena didasarkan pada UU Ketiga, kurangnya minat dari masyarakat dalam
Kepemudaan Nomor 45 Tahun 2009. Dalam hal ini mengikuti sosialisasi. Hal tersebut diartikan bahwa
termasuk pelajar tingkat SMA/SMK. Namun upaya masyarakat belum memiliki kesadaran akan bahaya
pencegahan dilakukan dengan kegiatan sosialisasi dan narkoba. Keempat, kader pemuda anti narkoba yang
pembentukan kader anti narkoba melalui roadshow telah terbentuk tidak semua terlibat aktif dalam
setiap kecamatan dan dilakukan diluar sekolah. kegiatan.
Sedangkan Dinas Komunikasi dan Informatika
memiliki sasaran pencegahan pada seluruh masyarakat Kesimpulan
Kota Surabaya. Implementasi kebijakan publik merupakan
tindakan yang sebagaimana dilakukan oleh aktor
Kondisi Lingkungan Eksternal
pelaksana (implementors) yang berdasarkan kebijakan
Van Meter dan Van Horn menyatakan bahwa yang telah ditetapkan dalam menyelesaikan suatu
kondisi lingkungan baik ekonomi, sosial dan politik masalah di masyarakat. Tindakan tersebut berupa
akan berpengaruh pada kinerja implementasi kebijakan pengorganisasian kegiatan atau program yang harus
(Agustino, 2006:144). Sejauh mana lingkungan sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan agar dapat
eksternal akan mendorong keberhasilan ataupun memberi hasil dan keuntungan yang nyata bagi
kegagalan implementasi kebijakan atau program masyarakat. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan
implementasi pencegahan penyalahgunaan narkoba bahwa implementasi Perwali Surabaya Nomor 65
pada kalangan pelajar Kota Surabaya dipengaruhi oleh Tahun 2014 dalam pencegahan penyalahgunaan
permasalahan yang timbul dari kondisi lingkungan narkoba pada kalangan pelajar yang telah dilaksanakan
eksternal yaitu kondisi politik dan sosial. sejak tahun 2014 hingga 2018 belum optimal. Hal
tersebut ditunjukkan dengan upaya pencegahan yang
Permasalahan politik dalam pelaksanaan belum menyasar ke seluruh pelajar di Kota Surabaya.
pencegahan penyalahgunaan narkoba pada kalangan Selanjutnya kesimpulan ini diperkuat dengan
pelajar Kota Surabaya ialah adanya peralihan adanya faktor-faktor yang belum mampu memenuhi
kewenangan pelajar SMA kepada pemerintah provinsi implementasi pencegahan narkoba pada kalangan
yang berakibat pada pencegahan tidak dapat merambah pelajar Kota Surabaya yaitu:
pada pelajar SMA. Dengan adanya peralihan Ukuran dan tujuan kebijakan berkaitan dengan
kewenangan ini, kegiatan pencegahan yang dapat kelompok sasaran dan tujuan pencegahan
dilakukan pada pelajar SMA hanya sosialisasi bahaya penyalahgunaan narkoba pada kalangan pelajar Kota
narkoba dan pembentukan kader anti narkoba akan Surabaya, bahwa para pelaksana memiliki perbedaan
tetapi kegiatan ini dilakukan diluar sekolah. Dengan kelompok sasaran yang tertulis dalam perwali dengan
adanya kondisi tersebut dapat diketahui bahwa realita yang sebenarnya. Sasaran pencegahan pada
permasalahan politik yang ada merubah sasaran kalangan pelajar yang tertulis dalam perwali adalah
kebijakan sehingga sasaran yang ada tidak sesuai pelajar SMP Negeri/Swasta sederajat dan SMA/SMK
dengan sasaran yang tercantum dalam Perwali Negeri/Swasta sederajat. Akan tetapi pencegahan yang
Surabaya nomor 65 Tahun 2014. Hal tersebut dilaksanakan oleh Tim Aksi Koordinasi Pelaksanaan
berdampak pada kinerja implementasi pencegahan Kebijakan dan Strategi Daerah P4GN dalam bidang
penyalahgunaan narkoba pada kalangan pelajar Kota pencegahan terbagi 2 (dua) sasaran yaitu pertama,
Surabaya yang belum optimal. upaya pencegahan yang dilaksanakan oleh Bagian

9
Kesehatan Rakyat Sekretariat Daerah, Dinas P4GN Kota Surabaya khususnya bidang
Pendidikan, Dinas Kesehatan yang bekerjasama pencegahan agar dapat meningkatkan kemampuan
dengan BNN Kota Surabaya menyasar pada pelajar para pelaksana dalam melaksanakan pencegahan
tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama penyalahgunaan narkoba pada kalangan pelajar.
serta kedua, upaya pencegahan yang dilaksanakan oleh
Dinas Pemuda dan Olahraga menyasar pada pemuda Daftar Pustaka
usia 16 hingga 30 tahun sehingga dalam hal ini Agustino, Leo. 2006. Dasar-Dasar Kebijakan Publik.
termasuk pelajar tingkat Sekolah Menengah Atas. Bandung: Alfabeta.
Akan tetapi para pelaksana memiliki tujuan yang sama
yaitu membersihkan lingkungan pendidikan dari Badan Narkotika Nasional. 2014. Survey Nasional
penyalahgunaan narkoba. Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba Tahun
Anggaran 2014
Kondisi lingkungan eksternal yang
mempengaruhi pelaksanaan pencegahan Data Bidang Rehabiltasi BNN Provinsi Jawa Timur
penyalahgunaan narkoba pada kalangan pelajar Kota Tahun 2015-2017
Surabaya adalah pertama, permasalahan politik dalam
pelaksanaan pencegahan penyalahgunaan narkoba pada Data Bidang Rehabilitasi BNN Kota Surabaya Tahun
kalangan pelajar Kota Surabaya ialah adanya peralihan 2016-2017
kewenangan pelajar SMA kepada pemerintah provinsi
yang berakibat pada pencegahan tidak dapat merambah DeLeon, Linda and Peter deLeon. 2002. What Ever
pada pelajar SMA. Dengan adanya kondisi tersebut Happened to Policy Implementation? An
berakibat pada perubahan sasaran kebijakan sehingga Alternative Approach. Journal of Public
tidak sesuai dengan perwali. Kedua, permasalahan Administration Research and Theory, Vol.
sosial yang terjadi adalah adanya penolakan dari pihak 4, pp.467-492
sekolah ketika hendak dilakukan sosialisasi bahaya
narkoba sehingga berdampak pada para pelajar yang Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 2011 tentang
belum memahami secara mendetail mengenai bahaya Pencegahan, Pemberantasan
narkoba dan pelajar yang menolak untuk dilakukan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
pemeriksaan tes urine, serta kader yang telah dibentuk Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif
tidak terlibat aktif dalam seluruh kegiatan yang Lainnya (P4GN)
dilaksanakan.
Keputusan Walikota Surabaya Nomor
188.45/298/436.1.2/2015 tentang Tim Aksi
Saran
Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Daerah
Berdasarkan temuan di lapangan, peneliti
Bidang Pencegahan, Pemberantasan
berusaha memberikan saran kepada Pemerintah Kota
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
Surabaya dan badan/instansi yang terkait yaitu:
Narkoba Kota Surabaya
1. Tim Aksi Koordinasi Pelaksanaan Kebijakan dan
Strategi Daerah Bidang Pencegahan, Nugroho, Riant. 2003. Kebijakan Publik: Formulasi,
Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Implementasi dan Evaluasi. Jakarta:
Gelap Narkoba Kota Surabaya khususnya bidang Gramedia.
pencegahan yaitu Bagian Kesejahteraan Rakyat,
Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan Kota Surabaya, O’Toole Jr, Laurence J. 2000. Research on Policy
Dinas Kepemudaan dan Olahraga yang bekerja Implementation: Assessment and Prospects.
sama dengan Dinas Pengendalian Penduduk, Journal of Public Administration Research and
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Theory, Vol. 2, pp. 263-288
Dinas Komunikasi dan Informatika serta Badan
Narkotika Nasional Kota Surabaya diharapkan Parsons, Wayne. 2005. Public Policy: Pengantas Teori
dapat meningkatkan kegiatan pencegahan dengan dan Analisis Kebijakan Publik. Jakarta: Prenada
menyasar kepada seluruh pelajar di Kota Surabaya. Media.
2. Dengan adanya peralihan kewenangan Sekolah
Menengah Atas dari pemerintah kabupaten/kota ke Peraturan Walikota Nomor 65 Tahun 2014 tentang
pemerintah provinsi, sehingga disarankan kepada Rencana Aksi Kebijakan dan Strategi Daerah
Pemerintah Kota Surabaya untuk menyusun Bidang Pencegahan, Pemberantasan
kembali Perwali Surabaya Nomor 65 Tahun 2014 Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
dengan perbaikan kelompok sasaran pelajar yaitu Narkoba Kota Surabaya
pelajar Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah
Pertama. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan
3. Disarankan kepada Pemerintah Kota Surabaya RI.2014. Buletin Penyalahgunaan Narkoba di
untuk mengadakan pelatihan kepada Tim Aksi Indonesia.
Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Daerah Bidang

10
Rosyid, Khoirur Muhammad. “Peredaran Sabu
Meningkat, BNNP: Yang Beli
adalah orang-orang berduit” dalam
https://www.google.co.id/amp/www.metrotv
news.com/amp/Rb187v1N-peredaran-sabu-
meningkat-bnnp-yang-beli-adalah-orang-
orang-berduit 23 Oktober 2015 diakses 16
Mei 2017 pukul 11.24

Sinergi Pemkot Surabaya dan BNN, Kampanyekan


Gerakan Anti Narkoba” dalam

http://www.surabaya.go.id/berita/9928-sinergi-
pemkot-surabaya-dan-bnn--kampanyekan-
gerakan-anti-narkoba 5 Februari 2016. Diakses
17 Mei 2017 pukul 00.24

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang


Narkotika

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang


Psikotropika

United Nations Office on Drugs and Crime


(UNODC).2017.World Drug Report.

Wahab, Solichin Abdul. 2011. Analisis Kebijakan –


Dari Formulasi ke Penyusunan Model-Model
Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: Bumi
Aksara.

Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik Teori, Proses


dan Studi Kasus. Yogyakarta: CAPS.

11

You might also like