Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 14

Nama : Firya Heman Saeputri

Nim : 20.03.0057
Kelas : 2B Keperawatan

Kasus 3
Tn A 53 tahun dirawat di rumah sakit karena stroke. Kesadaran kompos mentis
dan pasien terlihat lemah, terpasang infus pada tangan kanan, dan bagian tubuh
sebelah kiri mengalami kelumpuhan. Pasien mengatakan tidak dapat mengontrol
BAK, ingin BAK tapi tidak bisa menahannya. Istri pasien tiap kali harus
mengganti sprei karena basah dan bau urin. Hasil pemeriksaan TTV didapatkan
TD 130/80 mmHg, Nadi 90x/menit, Pernafasan 20 x/menit. Dan suhu 37,5°C.

1. Penemuan Diagnosa
1) Inkontinensia urin berlanjut berhubungan dengan disfungsi neurologis.
2) Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan gangguan neumuskular.

2. Inkontinensia urine berlanjut berhubungan dengan disfungsi neurologis.


Inkontinensia urine berlanjut adalah pengeluaran urine tidak terkendali dan
terus menerus tanpa distensi atau perasaan penuh pada kandung kemih.

3. Intervensi keperawatan
Pemulihan inkontinensia urine dapat diatasi dengan dua intevensi yaitu bladder
training dan kegel exercise, dan faktor usia merupakan faktor yang paling kedua
intervensi tersebut dibandingkan berat badan dan jenis kelamin.
1) Bladder Training
Roe et al (2007) mengatakan bahwa instabilitas detrusor ini dapat
diminimalisir atau diatasi dengan latihan kandung kemih yang disebut
bladder training. Bladder training merupakan tindakan yang dilakukan
pada pasien yang memiliki kemampuan kognitif dan dapat berpartisipasi
secara aktif. Bladder training bertujuan untuk mengembalikan fungsi
kandung kemih ke fungsinya yang normal (Perry and Potter, 2005).
Ermiyati dkk (2008) mengatakan bahwa bladder training dilakukan agar
otot kandung kemih kembali normal dengan cara menstimulasi
pengeluaran urine. Tujuan lain dari pelaksanaan bladder training adalah
agar kandung kemih dapat mengontrol, mengendalikan, dan meningkatkan
kemampuan berkemih dengan cara spontan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Haryati (2000)
dalam penelitiannya tentang hubungan bladder training dan pemulihan
inkontinensia urine pada pasien stroke, mendapatkan bahwa bladder training
cukup efektif mengatasi inkontinensia urine pada pasien stroke. Bladder
training adalah tindakan pengikatan atau klem kateter yang dilakukan
selama dua jam atau sampai pasien merasakan kandung kemih telah penuh
dan ingin segera berkemih.
2) Kegel exercise
Kegel exercise merupakan latihan otot kadung kemih yang saaat
ini marak dikembangkan sebagai salah satu intervensi dalam mengatasi
masalah-masalah yang berkaitan dengan kandung kemih. Kegel exercise
adalah latihan otot kandung kemih dengan cara mengencangkan dan
merelaksasikan otot sehingga otot kandung kemih menjadi kuat. (Stang,
2012). Tujuan mendasar dilakukannya kegel exercise adalah untuk
meningkatkan kekuatan otot dasar panggul (Lestari, 2011), lebih lanjut
Lestari menjelaskan bahwa selain latihan faktor lain yang mepengaruhi
kekuatan otot adalah hubungan cross sectional otot, hubungan antara
panjang dan tegangan otot pada waktu kontraksi, rekruitmen motor unit,
tipe kontaksi otot, jenis serabut otot, ketersediaan energi dalam aliran
darah serta kecepatan kontaksi dan motivasi pasien dalam melakukan
latihan.

4. Pembuktian berdasarkan jurnal :


Berdasarkan jurnal penelitian populasi terjangkaunya adalah semua pasien
stroke yang di rawat di Ruang Tulip Rumah Sakit Dr. Dradjat Prawiranegara
yang terhitung dari bulan Juli dampai Bulan Agustus adalah 112 orang.
Penentuan sampel penelitian dengan menggunakan rumus uji beda dua mean
dependen, diperoleh sampel sebesar 36 orang. Penelitian dilaksanakan selama
6 minggu, untuk melakukan pengukuran inkontinensia urine di gunakan
Sandvik Severity Scale. Sandvik severity scale adalah alat ukur inkontinensia
yang berisi dua pertanyaan. Pertanyaan pertama tentang kapan pasien
mengalami inkontinensia urine, pertanyaan kedua adalah berapa jumlah urine
yang keluar saat inkontinensia terjadi. Kemudian scornya dijumlahkan, scor 0
maka pasien tidak mengalami inkontinensia urine, scor 1-2 pasien mengalami
inkontinensia ringan, scor 3-5 inkontinensia sedang dan 6-8 inkontinensia
berat.
Sementara instrument Bladder Training dan Kegel Exercise adalah SOP
Bladder Training dan Kegel Exercise yang telah dibakukan oleh LPM STIKes
Faletehan Serang. Dalam penelitian ini setiap responden dilakukan bladder
training selama 3 hari kemidian dilanjutkan dengan memberikan Kegel
Exercise sampai hari ke 7. Intervensi ini didasarkan pada penelitian Bayhakki
(2007) yang menyatakan bahwa bladder training dapat dilakukan sampai hari
ke-3 sampai dengan hari ke-7, terutama pada pasien setelah operasi. Setelah
itu responden penelitian dilakukan pengukuran scor inkontinensia post bladder
training. Uji analisis statistik yang digunakan adalah t dependent atau paired-
sampel T-test.
5. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan scor
inkontinensia urine pada responden penelitian sebelum dan setelah dilakukan
bladder training denganpvalue sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa
hipotesa null ditolak atau ada perbedaan scor inkontinensia urine sebelum
intervensi dan setelah intervensi bladdertraining.Hasil ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan Pinem (2009) bahwa bladdertraining cukup efektif
mengatasi inkontinensi urine pada ibu post partum. Bayyhaki (2007)
mendapatkan hasil yang sama pada bahwa bladder training cukup efektif
mengatasi inkontinensia urine pada pasien sebelum dilakukan pelepasan
kateter. Haryati (2000) dalam penelitiannya tentang hubungan bladder training
dan pemulihan inkontinensia urine pada pasien stroke, mendapatkan bahwa
bladder training cukup efektif mengatasi inkontinensia urine pada pasien
stroke. Berdasarkan hasil uji Mann whitney didapatkan adanya perbedaan
penurunan frekuensi BAK saat post test dibandingkan pre test antara
kelompok dengan intervensi Bladder training dengan senam kegel,
menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0.280 yang lebih besar dari alpha 0.05,
sehingga terima Ho yang berarti bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
pada penurunan frekuensi BAK saat post test dibandingkan pre test antara
kelompok dengan intervensi Bladder training dengan senam kegel.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2009)
dan Intan (2012) yang menyatakan bahwa bahwa latihan kegel efektif
terhadap penurunan gejala inkontinensia urin pada lansia. Hasil yang berbeda
dijelaskan dalam penelitian Yoon (2003) bahwa Bladder training lebih efektif
dalam menurunkan frekwensi berkemih dan meningkatkan volume urin. Dari
hasil penelitian yang telah dilakukan tersebut bisa diartikan bahwa masing
masing penelitian yang dilakukan secara terpisah didapatkan hasil yang sama
yaitu sama sama efektif untuk mencegah terjadinya gejala inkontinensia urine.
Walaupun pada penelitian ini tidak terdapat kesamaan karakteristik subjek
pada kedua kelompok,namun mengacu pada hasil dari penelitian ini dan hasil
penelitian sejenis yang pernah dilakukan seputar incontinensia urine maka
metode latihan Kegel dan Bladder training ini bisa dilakukan secara kombinasi
terhadap orang yang sama untuk mengurangi gejala inkontinensia urine
terutama yang terjadi pada kelompok umur usia lanjut.

6. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan
yang signifikan pada intervensi Bladder training dengan senam kegel
inkontinensia urine pada pasien stroke. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan bahwa kombinasi bladder training dan kegel exercise lebih efektif
mengatasi inkontinensi urine.

7. Prosedur
1) Bladder training
Pengertian : Bladder training adalah salah satu upaya untuk
mengembalikan fungsi kandung kemih yang mengalami
gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi optimal
neurogenik (potter & perry, 2010)

Tujuan : Terapi ini bertujuan memperpanjang interval berkemih


yang normal dengan berbagai teknik distraksi atau teknik
relaksasi sehingga frekuensi berkemih dapat berkurang,
hanya 6-7 kali per hari atau 3-4 jam sekali. Melalui latihan,
penderita diharapkan dapat menahan sensasi berkemih.
Latihan ini dilakukan pada pasien pasca bedah yang di
pasang kateter (Suharyanto,2008).

Kebijakan : 1. Menggunakan kateter yang lama


2. Pasien yang mengalami inkontinensia urin
3. Klien yang akan di lakukan pelepasan dower kateter
4. Pada klien post operasi. (Suharyanto, 2008)

Peralatan : Jam , Air minum dalam tempatnya, Obat diuretik jika


diperlukan

Prosedur pelaksanaan 1.
1. Persiapan pasien
1) Jelaskan maksud dan tujuan dari tindakan tersebut
2) Jelaskan prosedur tindakan yang harus dilakukan klien
2. Beritahu klien minum yang banyak sekitar 30 menit sebelum waktu
jadwal untuk berkemih.
1) Beritahu klien untuk menahan berkemih dan memberitahu perawat jika
rangsangan berkemihnya tidak dapat di tahan.
2) Klien di suruh menunggu atau menahan berkemih dalam rentang
waktu yang telah ditentukan 2-3 jam sekali
3) 30 menit kemudian, tepat pada jadwal berkemih yang telah ditentukan,
mintalah klien untuk memulai berkemih dengan teknik latihan dasar
panggul.
3. Latihan
Latihan I
a. Instruksikan klien untuk berkonsentrasi pada otot panggul
b. Minta klien berupaya menghentikan aliran urine selama berkemih
kemudian memulainya kembali.
c. Praktikan setiap kali berkemih

Latihan II
a. Minta kllien untuk mengembil posisi duduk atau berdiri
b. Instruksikan klien untuk mengencangkan otot-otot di sekitar anus

Latihan III
a. Minta klien mengencangkan otot bagian posterior dan kemudian
kontraksikan otot anterior secara perlahan sampai hitungan ke empat
b. Kemudian minta klien untuk merelaksasikan otot secara keseluruhan
c. Ulangi latihan 4 jam sekali, saat bangun tidur sealam 3 bulan

Latihan IV
a. Apabila memungkinkan, anjurkan Sit-Up yang dimodifikasi (lutut di
tekuk) kepada klien

Evaluasi
a. Klien dapat menahan berkemih dalam 6-7 kali perhari atau 3-4 jam
sekali
b. Bila tindakan tersebut dirasakan belum optimal atau terdapat
gangguan :
1) Maka metode diatas dapat di tunjang dengan metode rangsangan
dari eksternal misalnya dengan suara aliran air dan menepuk paha
bagian dalam
2) Menggunakan metode untuk relaksasi guna membantu
pengosongan kandung kemih secara total, misalnya dengan
membaca dan menarik napas dalam.
3) Menghindari minuman yang mengandung kafein.
4) Minum obat diuretik yang telah diprogramkan atau cairan untuk
meningkatkan diuretic

3) Kegel exercise
Pengertian : suatu latihan otot dasar panggul Puboccoccygeus
(PC) atau Pelvic Floor Muscle yang digunakan untuk terapi pada
seseorang yang tidak mampu mengontrol keluarnya urine (Widianti et
all,2010)
Tujuan :
a. menguatkan otot-otot yang mengontrol aliran urine
b. untuk mengatasi inkontinensia urine
c. lansia dapat mengontrol berkemih.
d. menghindari resiko jatuh pada lansia akibat urine yang tercecer.
Indikasi : klien lansia yang mengalami permasalahan
miksi dalam pengontrolan otot dasar
panggulnya

Persiapan klien :
a. Berikan salam, perkenalan diri
b. Bina hubungan saling percaya
c. Jelaskan kepada klien tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan
d. Atur posisi klien sehingga merasakan nyaman

Persiapan alat :
a. Arloji
b. Ruangan yang nyaman dan tenang

Tahap Kerja :
1) Temukan otot dasar panggul atau pubococcygeus (PC) untuk
mengidentifikasi otot-otot dasar panggul andan, ambil gerakan seperti
menahan buang air kecil (BAK) atau mengencangkan otot-otot yang
dapat menahan buang gas (kentut)
2) Pemanasan lakukan pemanasan dengan melakukan kontraksi-relaksasi
dengan keccepatan yang tetap sebanyak 3 kali sesi dengan fase
istirahat diantara sesi 30 detik.
3) Gerakan inti
a) Jika telah menemukan otot-otot dasar panggul, kosongkan
kandung kemih (BAK)
b) Atur posisi senyaman mungkin
c) Kencangkan otot-otot dasar panggul seperti menahann BAK atau
seperti menahan BAB, tahan selama 5 detik
d) Setelah itu relaksasi selama 5 detik
e) Ulangi teknik ini sebanyak 10 kali sesi jangan berlebihan
f) Lakukan sesi c,d,e dengan fase istirahat selama 30 detik tiap saat
g) Jangan menahan nafas, sebaiknya bernafaslah dalam-dalan
4) Relasasi setelah gerakan inti, diakhiri dengan relaksasi dengan menarik
nafas panjang tahan 1 detik lalu dihembuskan lewat mulut, dilakukan 3
kali
5) Evaluasi
6) Dokumentasi
Catat hari, tanggal, jam, dan hasil latihan.

Hasil :
a. Lansia mampu mengontrol berkemih
b. Lansia tidak beresiko jatuh akibat urine yang tercecer.

Lampiran jurnal
Lampiran jurnal

You might also like