Makalah Keperawatan Jiwa

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 18

1

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.S DENGANSKIZOFRENIA


PARANOID DENGAN MASALAH UTAMA ISOLASI SOSIAL
DI RUANG YUDISTIRA RS. MARZOEKI MAHDI BOGOR

DISUSUN OLEH :
Maria Verena Jabar
(2018-17-028)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SINT CAROLUS


PROFESI NERS S1 A KEPERAWATAN
JAKARTA
2019

1
i

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan pada hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
rahmat dan karuniaNya, sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir dari
Stase Keperawatan Jiwa. Asuhan keperawatan jiwa ini dengan judul “Asuhan
Keperawatan Pada Tn.S Dengan Skizofrenia Paranoid Masalah Utama Isolasi
Sosial Di Ruang Yudistira Rs. Marzoeki Mahdi Bogor” ini dapat diselesaikan pada
waktunya.

Saya menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu saya
dalam penyelesaian laporan ini, khususnya kepada :

1. Ns.Jesika Pasaribu, M.Kep. Sp.Kep.J selaku koordinator dan pembimbing


praktek klinik Keperawatan Jiwa
2. Ns.Stefanus Andang Ides, Skep, MMPd selaku pembimbing praktek klinik
Keperawatan Jiwa
3. Kepala unit dan seluruh staf Rs.Marzoeki Mahdi Bogor
4. Teman – teman seangkatan serta semua pihak yang telah membantu saya

Penyusun menyadari bahwa tugas makalah asuhan keperawatan jiwa ini masih
jauh dari sempurna, untuk itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar menjadi masukan yang berharga dalam menyelesaikan penugasan
selanjutnya. Semoga tugas laporan asuhan keperawatan ini dapat berguna bagi kita
semua.

Jakarta, 14 Februari 2019

i
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................3
A. LATAR BELAKANG........................................................................................3
B. TUJUAN PENULISAN......................................................................................5
BAB II TINJAUAN TEORI...........................................................................................6
A. SKIZOFRENIA..................................................................................................6
B. ISOLASI SOSIAL..............................................................................................7
BAB III PENGAMATAN KASUS................................................................................8
A. Resume Kasus.....................................................................................................8
B. Format Pengkajian..............................................................................................
C. Analisa Data........................................................................................................
D. Psikopatoflow.....................................................................................................
E. Pohon Masalah....................................................................................................
F. Diagnosa Keperawatan.......................................................................................
G. Rencana Keperawatan.........................................................................................
H. Log Book............................................................................................................
I. Implementasi Keperawatan.................................................................................
J. Analisisi Proses Interaksi....................................................................................
K. Evaluasi Keperawatan.........................................................................................
BAB 1V PEMBAHASAN..............................................................................................12
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.........................................................................14
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
A. STRATEGI PELAKSANAAN
B. DOKUMENTASI

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan bukanlah segala-galanya tapi tanpa kesehatan segalanya akan sia-


sia. Keperawatan kesehatan jiwa adalah membantu individu atau kelompok untuk
meningkatkan konsep diri ke arah yang lebih baik sehingga pasien bisa lebih
produktif dalam masyarakat atau kelompok (Iyus & Sutini, 2014). Kesehatan jiwa
masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang signifikan di dunia,
termasuk di Indonesia.
Gangguan jiwa merupakan gangguan atau penyakit seperti Depresi, Gangguan
afektif bipolar, Skizofrenia, Kecemasan, Demensia, Gangguan pernafasan zat,
kecacatan kemampuan intelektual, dan gangguan perkembangan perilaku yang
biasanya terjadi dimuai pada masa kanak-kanak dan remaja termaksud autism
(WHO, 2013).
Gangguan jiwa bukanlah keadaan yang mudah untuk ditentukan penyebabnya.
Banyak faktor yang saling berkaitan yang dapat menimbulkan gangguan jiwa pada
seseorang. Faktor kejiwaan (kepribadian), pola pikir, dan kemampuan untuk
mengatasi masalah, adanya gangguan otak, adanya gangguan bicara, adanya kondisi
salah asuh, tidak diterima dimasyarakat, serta adanya masalah dan kegagalan dalam
kehidupan mungkin menjadi faktor-faktor yang dapat menimbulkan gangguan jiwa.
Faktor-faktor diatas tidaklah dapat berdiri sendiri; tetapi dapat menjadi satu
kesatuan yang secara bersama-sama menimbulkan gangguan jiwa. Karena banyak
sekali faktor yang dapat mencetuskan gangguan jiwa; maka petugas kesehatan
kadang kala tidak dapat dengan mudah menemukan penyebab dan mengatasi
masalah yang dialami oleh pasien.
Disamping itu tenaga kesehatan sangat diperlukan sekali untuk mengatasi
masalah yang dialami oleh pasien. Diperkirakan tahun 2020 15% populasi global
akan memiliki masalah dengan gangguan jiwa antara 1% sampai 3% dari mereka
menderita gangguan jiwa berat (Harpham dkk, 2003).
4

Menurut data WHO (2016), terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60
juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena
dimensia. Di Indonesia, dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial
dengan keanekaragaman penduduk; maka jumlah kasus gangguan jiwa terus
bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan
produktivitas manusia untuk jangka panjang (Depkes, 2016). Menurut Departemen
Kesehatan RI (2013), penderita gangguan jiwa di Indonesia menunjukkan gejala-
gejala depresi dan kecemasan sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas atau sekitar 14
juta orang. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti scizofrenia adalah 1.7
per 1000 penduduk atau sekitar 400.000 orang. Berdasarkan Riset Kesehatan
Daerah (Riskesda) 2013 dinyatakan bahwa prevalensi gangguan jiwa berat di
Indonesia masing-masing sebesar 4,6 per mil dan 1,7 per mil.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, sebanyak 72.000 orang di
Provinsi Jawa Barat yang mengidap gangguan jiwa berat. Dari jumlah tersebut ada
sebanyak 1.007 orang dengan gangguan jiwa mengalami pemasungan.Berdasarkan
survey serta pengalaman merawat 40 pasien di Rumah Sakit Jiwa Marzoeki Mahdi
Bogor khususnya ruang psikiatri (Yudistira) di bulan Januari 2019 diperoleh
gambaran diagnosis medis skizofrenia paranoid adalah sejumlah (100%). Adapun
gambaran masalah keperawatan jiwa diantaranya adalah 30,13% pasien mengalami
isolasi sosial, 28,85% harga diri rendah, defisit perawatan diri 6,41%, halusinasi
22,43%, resiko perilaku kekerasan 5,13%, waham 1,92% dan risiko bunuh diri
0,64%. Data diatas menunjukkan bahwa isolasi sosial merupakan masalah
keperawatan yang cukup banyak dialami oleh pasien gangguan jiwa.
Dalam mengatasi ganguan jiwa dibutuhkan beberapa terapi seperti
psikofarmakoterapi (obat-obatan), terapi somatis, pengikatan, isolasi, fototerapi,
terapi deprivasi tidur, terapi keluarga, psikodrama, terapi lingkungan dan terapi
rekreasi atau terapi aktivitas kelompok. Klien dengan isolasi sosial cenderung
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain disekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak dan tidak diterima, kesepian
dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain. Berdarkan
data yang didapatkan klien dengan isolasi social membutuhkan sosialisai.
5

Sosialisasi adalah kemampuan untuk berhubungan dan beriteraksi dengan


orang lain. Penurunan sosialisasi dapat terjadi pada individu yang menarik diri, yaitu
percobaan untuk menghindari interaksi dngan orang lain. Dimana individu yang
memiliki mekanisme koping adaptif, maka peningkatan sosialisasi lebih
mudah dilakukan. Sedangkan individu yang mempunyai mekanisme koping
maladaptif, bila tidak segera mendapatkan terapi atau penanganan yang baik
akan menimbulkan masalah-masalah yang lebih banyak dan lebih buruk.

B.Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengidentifikasi asuhan keperawatan jiwa dengan
masalah utama isolasi soial pada Tn.S di Ruang Yudistira RS.Marzoeki
Madhi Bogor.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian asuhan keperawatan jiwa
masalah utama isolasi sosial pada Tn.S
b. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa asuhan keperawatan jiwa
masalah utama isolasi sosial pada Tn.S
c. Mahasiswa mamapu merencanakan asuhan keperawatan jiwa masalah
utama isolasi sosial pada Tn.S Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan
keperawatan jiwa masalah utama isolasi sosial pada
d. Mahasiswa mampu mengevaluasi asuhan keperawatan jiwa masalah
utama isolasi sosial pada Tn.S
e. Mahasiswa mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan jiwa
masalah utama isolasi sosial pada Tn.S
f. Mahasiswa mampu menerapkan teknik komunikasi terapeutik pada
pasien dengan masalah isolasi sosial pada Tn.S
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. SKIZOPRENIA

1. Pengertian
Skizofrenia merupakan penyakit yang banyak ditakuti orang, karena
adanya anggapan bahwa skizofrenia adalah gangguan jiwa yang berbahaya
dan tidak dapat dikontrol. Menurut pandangan Videbeck (2008) skizofrenia
adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya
pikiran, persepsi, gerakan dan perilaku yang aneh dan emosi.
Skizofrenia juga dapat diartikan sebagai gangguan kejiwaan kompleks di
mana seseorang mengalami kesulitan dalam proses berpikir, gangguan
berpikir dan bicara atau perilaku yang tidak biasa (Komunitas Perduli
Skizofrenia Indonesia atau KPSI, 2014).
2. Gejala Skizofrenia
a. Gejala positif
Gejala positif yaitu perilaku dan pola pikir yang seharusnya tidak
ada menjadi ada dalam diri sesorang ketika berinteraksi dengan sekitar,
gejala ini meliputi waham dan halusinasi umumnya berupa halusinasi
penglihatan dan pendengaran
b. Gejala negative
Gejala negative yaitu kebalikan dari gejala positif dimana perilaku
dan pola pikir yang seharusnya ada menjadi hilang, gejala nya berupa
emosi yang datar, ketidakmampuan untuk berinisiatif dan mengikuti
jalannya kegiatan dan tidak punya ketertarikan dalam hidup contoh
seperti HDR, Isolasi sosil, Perilaku kekerasan dan Bunuh diri. (Yosep,
2010).

3. Jenis-jenis Skizofrenia
Menurut DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders) tipe-tipe skizofrenia dibagi menjadi 5 yaitu:
7

a. Skizofrenia Simplex
Sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada
jenis simplex adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan,
gangguan proses berpikir sukar ditemukan, waham dan halusinasi jarang
sekali terdapat.
b. Skizofrenia Hebefrenia
Permulaannya perlahan-lahan atau sebakut dan sering timbul pada
masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah
gangguan proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya depersenalisasi
atau double personality. Gangguan psikomotor seperti mannerism,
neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada
heberfenia.Waham dan halusinasi banyak sekali.
c. Skizofrenia Katatonia
Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta
sering didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah
katatonik atau stupor katatonik.
d. Skizofrenia Paranoid
Gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai dengan
waham sekunder dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata
adanya gangguan proses berfikir, gangguan afek emosi dan kemauan.
Mereka mudah tersinggung, suka menyendiri, agak congkak dan kurang
percaya pada orang lain.
e. Skizofrenia akut
Gejala Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti
dalam keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan
ini timbul perasaan seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri
berubah, semuanya seakan-akan mempunyai suatu arti yang khusus
baginya.
8

f. Skizofrenia Residual
Keadaan Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi
tidak jelas adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah
beberapa kali serangan Skizofrenia.

B. ISOLASI SOSIAL
1. Pengertian
 Isolasi sosial adalah suatu sikap dimana individu menghindari diri dari interaksi
dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan
tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi dan
kegagalan. (Balitbang. 2007).
 Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat
adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif
dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial. (Nita Fitria, 2013).
 Isolasi sosial adalah keadaan ketika seorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.
Pasien mungkin merasa ditolak)., tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain.(Kemat,A.B.,Kemat,A.
(2009).Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.Jakarta:EGC)

2.Klasifikasi
a). Isolasi Sosial
Isolasi sosial merupakan kondisi kesepian yang diekspresikan oleh individu
dan dirasakan sebagai hal yang ditumbulkan oleh orang lain sebagai suatu
keadaan negatif yang mengancam, dengan karakteristik : tinggal sendiri dalam
ruangan, ketidak mampuan untuk berkomunikasi, menarik diri, dan kurangnya
kontak mata.
b). Kerusakan Interaksi Sosial
Kerusakan interaksi sosial merupakan suatu keadaan dimana seorang
individu berpartisifasi dalam suatu kualitas yang tidak cukup atau berlebihan
atau kualitas inetraksi sosial yang tidak efektif dengan karakteristik : menyatakan
9

secara verbal atau menampakkan ketidakmampuan untuk menerima atau


mengkomunikasikan kepuasan merasa memiliki, perhatian, minat atau membagi
cerita, disfungsi interaksi dengan rekan sebaya, keluarga atau orang lain.

3. Rentang Respon
Respon Adaptif Respon Malaptif

 Menyendiri  Merasa sendiri  Menarik diri


 Otonomi  Depedensi  Ketergantungan
 Bekerjasama  Curiga  Curiga
 Interdependen  Manipulasi

Berikut Penjelasannya :
a. Respon Adaptif
1) Menyendiri
Respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah terjadi
dilingkungan sosialnya.
2) Otonomi
Kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide, pikiran dan
perasaan dalam hubungan sosial.
3) Bekerjasama
Kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama lain.
4) Interdependen
Saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam membina
hubungan interpersonal.
b. Respon Maladaptif
1) Menarik diri
Seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungnan secara terbuka
dengan orang lain.

2) Ketergantungan
10

Seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga tergantung dengan


orang lain.
3) Curiga
Seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain.
4) Manipulasi
Seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu sehingga tidak
dapat membina hubungan sosial secara mendalam.

4. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
1. Tumbuh Kembang
Pada setiap tahap tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang harus
dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial.
Bila tugas – tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan
menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan
masalah.
2. Komunikasi Dalam Keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial.
3. Isolasi sosial
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu
faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial.
4. Biologis
Organ tubuh yang dapat mempngaruhi terjadinya ganggguan hubungan sosial
adalah otak, misalnya pada klien dengan skizofrenia.

b. Faktor presipitasi
1. Eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan oleh
faktor sosial budaya seperti keluarga.
11

2. Internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress terjadi akibat ansietas yang
berkepanjangan dengan keterbatasan individu untuk mengatasinya.

5. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala yang bisa ditemukan pada pasien dengan isolasi sosial menurut
Nita Fitria (2013) berupa:
a. Kurang spontan
b. Apatis (Acuh terhadap lingkungan)
c. Ekspresi wajah kurang berseri
d. Tidak merawat diri dan tidak membersihkan diri
e. Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
f. Mengisolasi diri
g. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
h. Aktivitas menurun
i. Rendah diri
j. Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi
tidur)
6. POHON MASALAH
Resiko menciderai diri, orang lain dan lingkungan
(Effect)
Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi

(Coor Problem) Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah Kronis


(Causa)
Koping Keluarga Tidak Efektif
Sumber : Nita Fitria (2012)
BAB III
PENGAMATAN KASUS

A. RESUME KASUS

Pengamatan kasus pada Tn.S 54 tahun di rawat di ruangan Yudistira RS.


Marzuki Madhi Bogor dengan diagnosa medis Skizofrenia Paranoid dengan masalah
utama isolasi sosial. Pengamatan kasus dilakukan selama 16 hari dari tanggal 22
januari-15 feburari 2019. Data pengkajian diperoleh secara auto anamnesa Tn.S
mengatakan berasal dari karawang, sudah menikah dan memiliki 4 orang anak.
Pasien menceritakan bahwa klien seorang pekerja tenaga harian lepas. Pasien
mengatakan bila ada tetangga yang meminta untuk bekerja di ladang. Klien
mengatakan mempunyai anak sulung bernama A yang berusia sekitar 27 tahun
belum menikah dan anak perempuan 3 orang yang bungsu masih bersekolah di
sekolah dasar. Klien mengatakan hidup rumah tangga akan senang bila semua
kebutuhan terpenuhi.
Klien mengatakan alasan masuk RS. MM, Tn.S menceritakan sebabnya bahwa
dirinya mau melindungi anaknya A lalu dikeroyok warga dibawa ke kantor polisi
untuk diamankan dan diantar ke RS.MM. Saat berinteraksi dengan klien, tampak
klien selalu memunduk, kontak mata kurang, klien berbicara tidak focus, kadang
kembali ke topic, suara klien rendah dan halus, tampak klien selalu memegang
tangan kananya dan mengepal. Penampilan klien tampak menggunakan baju dan
celana panjang berwarna merah. Klien mengatakan anaknya A sebelumya satu
ruangan dengan Tn.S tapi sudah dipindahkan. Tampak klien cemas dan khwatir.
Dari observasi yang dilakukan terhadap klien memang tampak menyendiri,
duduk terdiam di tempat tidur sambil melihat aktivitas teman-teman dikamar, dan
klien selalu menghindar dari teman-temanya. Tampak sesekali melihat keluar
jendela. Saat ada yang menegur ekspresi Tn.S tetap datar terdiam hanya melihat lalu
menunduk dan hanya melihat kebawah ke arah tangan.
Data yang di dapatkan di rekam medis Tn.S diagnosa medis Schizophrenia
paranoid yang memiliki halusianasi dan Resiko Peilaku Kekerasan. Alasan masuk
klien karena memukul warga menggunakan cangkul di halaman depan rumah
13

tetangganya. Adapun lampiran surat dari kepala desa yang berisi bahwa Tn.S dan
anaknya sangat mengganggu warga dengan mengejar warga menggunakan cangkul.
Klien di tangkap warga dan dibawa ke kantor polisi untuk diamankan setelah itu
diantar ke RS MM bersama ankanya. Adapun catatan keluhan yang didapatkan dari
IGD yaitu klien marah-marah tidak jelas dan berbicara sendiri. Klien masuk
keruangan Yudistira pada tanggal 18 januari 2109. Klien pernah menerima
perawatan rawat jalan dan putus obat sejak oktober 2018 dan klien baru masuk untuk
menerima perawatan pertama kalinya di RS MM.
BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

Setelah dilakkan pengamatan selama 8 hari, didaptkan bahwa pasien Tn.S 54


tahun yang mengalami skizofrenia paranoid. Dari gejala Schizophrenia Tn.S termasuk
dalam golongan gejala negatif yaitu sesuai dengan masalah utama isolasi sosial. Tn.S
memiliki tanda dan gejala yang sama dimana selalu merasa curiga dan cemas membuat
dirinya tidak ingin berbicara dan menutup tentang dirinya. Perilaku yang sering
ditunjukkan oleh klien isolasi sosiai lebih banyak menarik diri, menjauh dari orang lain,
jarang berkomunikasi, tidak ada kontak mata, malas, tidak beraktifitas, menolak
hubungan dengan orang lain. Data subjektif klien mengatakan malas mau berbicara
dengan orang lain, mau sendiri saja. Data objektif yaitu tampak menyendiri, duduk
terdiam di tempat tidur sambil melihat aktivitas teman-teman dikamar, dan klien selalu
menghindar dari teman-temanya. Tampak sesekali melihat keluar jendela. Saat ada yang
menegur ekspresi Tn.S tetap datar terdiam hanya melihat lalu menunduk dan hanya
melihat kebawah ke arah tangan. Klien tidak ingin diketahui masalahnya dan sangat
sensitive terhadap pertanyaan yang diberikan dan hanya menjawab seperlunya. Klien
dengan isoasi sosial harus terus di ajak untuk berinteraksi agar eratnya hubungan saling
percaya dank lien bisa menemukan maslahnya dan bisa mengatasi bersama perawat.

Selama proses keperawatan berlangsung terdapat beberapa pengalaman baru yang


perlu dibahas yaitu:

A. Pengkajian
Pada proses pengumpulan data terdapat proses pembelajaran saat pertama kali
interaksi, penulis menjalin bina hubungan saling percaya dengan klien selama 1 hari.
Pertemuan pertama Saat melakukan pengkajian terhadap Tn.S sedikit kewalahan
karena klien awalnya tampak begitu cuek dan tidak mau melihat perawat dan
perawat menyapa klien untuk mengingat janji pertmuan namun klien tidak
menjawab. Setelah selesai makan siang klien mau berbicara. Pengkajian dengan
topik halusinasi, Tn.S mengatakan tidak melihat dan tidak mendengar, merasakan
apapun terhadap dirinya. Klien menyangkal pernyataan tentang halusinasi.
Kemudian mengkaji tentang isolasi sosial klien mengatakan malas mau berbicara
15

dengan orang lain, mau sendiri saja. Dari observasi yang dilakukan klien memang
tampak menyendiri, duduk terdiam di tempat tidur sambil melihat aktivitas teman-
teman dikamar, dan klien selalu menghindar dari teman-temanya. Tampak sesekali
melihat keluar jendela. Saat ada yang menegur ekspresi Tn.S tetap datar terdiam
hanya melihat lalu menunduk dan hanya melihat kebawah ke arah tangan. Data yang
di dapatkan di rekam medis Tn.S diagnosa medis Schizophrenia paranoid yang
memiliki halusianasi dan Resiko Peilaku Kekerasan. Alasan masuk klien karena
memukul warga menggunakan cangkul di halaman depan rumah tetangganya.
Adapun lampiran surat dari kepala desa yang berisi bahwa Tn.S dan anaknya sangat
mengganggu warga dengan mengejar warga menggunakan cangkul. Klien pernah
menerima perawatan rawat jalan dan putus obat sejak oktober 2018 dan klien baru
masuk untuk menerima perawatan pertama kalinya di RS MM.
Berdasarkan penggolongan model konseptual, penulis menyimpulkan bahwa
penyebab gangguan jiwa pasien lebih disebabkan karena faktor psikososial yaitu
pasien mengalami tekanan ekonomi dalam rumah tangga, klien cemas dengan
anaknya yang masih bersekolah sehingga klien melakukan mekanisme koping yang
maladaptive sehingga muncul perilaku menyimpang.

B. Diagnosa Keprawatan
Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien befokus kepada isolasi sosial
secara kasus maupun teori diangkat berdasarkan pohon masalah. Adapun
diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien adalah:
1. Isolasi sosial berhubungan dengan koping keluarga inefektf

C. Perencanaan
Selama proses perencanaan penulis menggunakan acuan perencanaan yang ada
sesuai dengan TUK yang akan dijalankan dengan tetap menyesuaikan pada
kondisi dan kebutuhan pasien saat itu.
16

D. Pelaksanaan
Dalam pelaksanaan dari perencanaan yang ada sesuai dengan diagnosa
keperawatan yang muncul, penulis melakukan pelaksanaan. Untuk mengatasi
isolasi sosial pasien, penulis berfokus pada penyebab klien tidak ingin
berinteraksi. Selama 8 hari melakukan tindakan keperawatan pasien masih belum
bisa berinteraksi secara sepontan.
Strategi pelaksanaan yang sudah diberikan antara lain membina
hubungan saling percaya, membantu pasien pada keuntungan berinteraksi dengan
orang lain, mengajarkan cara berkenalan dengan orang lain, melatih kalien
berkenalan secara bertahap dan memberikan kesempatan untuk berkenalan
dengan orang lain dan memasukan ke jadwal kegiatan harian.
Hambatan yang dialami penulis lebih banyak pada penatalaksanaan
isolasi sosial. Selama fase kerja pasien selalu berbicara tidak pada topic, klien
lebih banyak diam hanya menjawab seperlunya saja. Pasien mempunyai latar
belakang pendidikan SD membuat pasien membutuhkan penjelasan yang lebih
sederhana untuk di mengerti oleh pasien. Penulis melatih pasien cara berkenalan
dan memberi kesempatan kepada pasien untuk melatih berinteraksi dengan
orang lain.

E. Evaluasi
Evaluasi asuhan merupakan umpan balik untuk menilai keberhasilan dari
rencana keperawatan yang disusun. Evaluasi ini meliputi evaluasi hasil dan
evaluasi proses. Evaluasi proses berupa dokumentasi dalam bentuk cacatan
keperawatan, sedangkan evaluasi hasil merupakan evaluasi tahap akhir yang
menilai apakah tujuan dapat tercapai atau tidak atau bahkan muncul masalah
baru. Evaluasi hasil ini didokumentasikan dalam bentuk catatan perkembangan
dan diagnosa keperawatan. Implementasi yang berhasil dilakukan adalah isolasi
sosial dengan cara berinteraksi dengan orang lain.
17

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Pasien skizofrenia paranoid dengan gejala Schizophrenia dapat digolongkan
pasien saya menjadi 2 gejala yaitu gejala positif dan gejala negatif. Sebagian besar
dari gejala negatif pasien dengan dapat berupa isolasi sosial. Pasien dengan isolasi
sosial memiliki perilaku seperti lebih banyak menarik diri, menjauh dari orang lain,
jarang berkomunikasi, tidak ada kontak mata, malas, tidak beraktifitas, menolak
hubungan dengan orang lain. Pendekatan dalam berinteraksi untuk bina hubungan
saling percaya dalam menciptakan rasa nyaman dan mendorong klien untuk
berinteraksi dengan orang lain. Teknik komunikasi terapeutik yang perlu dilakukan
adalah mendengarkan, empati, pernyataan tertutup dan terbuka, memberikan
informasi, reinforcement positif, memfokuskan, memulai suatu pembicaraan dengan
validasi.
Bedasarkan data yang diperoleh melalui pengkajian dan observasi serta
wawancara, penulis menyimpulakn bahwa Tn.S 54 tahun mengalami skizofrenia
paranoid dengan masalah utama yang timbul adalah Isoasi sosial yang
mengakibatkan resiko perilaku kekerasan.

B. Saran
Diharapkan pada klien tidak putus obat, dan mengikuti jadwal rawat jalan, klien
bisa mengungkapkan pendapat pada keluarga, tidak menyendiri dan merasa kesepian
serta klien mampu menceritakan masalah kepada orang lain dan diharpkan klien
untuk terbuka dengan orang lain saat berinteraksi. Diharapkan keluarga mengerti
dengan keadaan klien saat masuk ke RS dan bimbingan untuk selalu memotivasi
klien dalam pekerjaan dan kegiatan spserti meminum obat dan kontrol ke RS.

You might also like