Professional Documents
Culture Documents
UTS - Dwi Retno Ayu Novianti - 071911133116
UTS - Dwi Retno Ayu Novianti - 071911133116
Abstract
Pekalongan Regency is an area that makes efforts to optimize regional assets in the
form of land that has economic value and exchange rates. In an effort to optimize
land assets that have high economic value and in the context of improving public
facilities, the Pekalongan Regency Government develops a pattern of government
and private cooperation, this can be done in line with the demands of regional
autonomy to increase regional financial capacity so that they are able to finance
regional development activities. This is in accordance with the regional authority
as regulated in Article 194 and Article 195 of Law Number 32 of 2004. Pekalongan
Regency is also one of the regions that participated in organizing the Handover
Agency/Build Transfer Operate (BTO) agreement, because the region still has
several obstacles. in providing public facilities for the community. The construction
and renovation of the Kesesi Traditional Market was carried out as a result of a
large fire that occurred in mid 2008 so that many traders were affected and lost their
selling stalls. The purpose of this discussion is to explore the stages carried out by
the Pekalongan Regency Government and PT Gala Tama related to the Build
Handover Cooperation. Previously there were 3 stages in the cooperation process,
namely the first stage in the form of project development actions carried out by the
investor, the second stage in the form of operating a building project which is the
rights and authority of the investor, and the third stage in the form of the act of
submitting a building project from the investor to the land owner. It is hoped that
this analysis can improve the quality of performance from the government and the
private sector for future cooperation.
Abstrak
Kabupaten pekalongan adalah daerah yang melakukan upaya optimaliasi aset
daerah yaitu berupa tanah yang mempunyai nilai ekonomi dan nilai tukar. Dalam
pengupayaan optimalisasi asset tanah yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan
dalam rangka peningkatan fasilitas umum Pemerintah Daerah Kabupaten
Pekalongan mengembangkan pola kerjasama pemerintah dan swasta, hal tersebut
dapat dilakukan sejalan dengan tuntutan otonomi daerah untuk meningkatkan
kemampuan keuangan daerah agar mampu membiayai kegiatan pembangunan
daerah. Hal ini sesuai dengan kewenangan daerah sebagaimana diatur dalam Pasal
194 dan Pasal 195 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Kabupaten Pekalongan
juga menjadi salah satu daerah yang ikut menyelenggarakan perjanjian Badan Serah
Guna/Build Transfer Operate (BTO), karena daerahnya masih memiliki beberapa
kendala dalam penyediaan fasilitas umum bagi masyarakat. Pembangunan dan
renovasi Pasar Tradisional Kesesi dilakukan sebagai akibat dari adanya kebakaran
besar yang terjadi pada pertengahan tahun 2008 sehingga banyak pedagang yang
terkena imbasnya dan kehilangan lapak berjualan. Tujuan dari adanya pembahasan
ini adalah menelusuri tahapan-tahapan yang dilakukan oleh pemerintah kabuptaen
pekalongan dan PT Gala Tama terkait dengan kerjasama Bangun Serah Guna.
sebelumnya terdapat 3 tahapan dalam proses kerjasama yaitu yaitu tahap pertama
berupa tindakan pembangunan proyek yang dilakukan oleh pihak investor, tahap
kedua berupa pengoperasian proyek bangunan yang merupakan hak dan wewenang
investor, serta tahap ketiga berupa tindakan penyerahan proyek bangunan dari
investor kepada pihak pemilik lahan. Diharapkan dengan adanya analisis ini dapat
memperbaiki kualitas kinerja dari pihak pemerintah maupun pihak swasta untuk
kerjasama mendatang.
Latar Belakang
Indonesia adalah negara kesatuan yang penyelenggaraan pemerintahannya
mengimplementasikan asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
Desentraslisasi diwujudkan dalam penyerahan wewenanng pemerintah oleh
pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintah menjadi urusan rumah tangganya sendiri. Dalam pemberian
kewenangan yang lebih luas kepada daerah, hal tersebut memberikan keleluasaan
daerah untuk mengembangkan potensi dan kapasitas dari daerah tersebut. untuk
mengembangkan kapasitas daerah diperlukan strategi yang tepat agar
pengembangan daerah dapat berlajan secara efektif. Selain pemerintah, juga
diperlukan partisipasi masyarakat dalam hal pengembangan potensi desa. Karena
aspek pemerintah saja tidak akan bisa mengembangkan potensi daerah tanpa
dukungan dari masyarakat, selain karena sumber daya manusia yang terbatas juga
dalam hal teknologi yang mungkin kurang memadai untuk mengembangkan potensi
daerah.
sejalan dengan penjelasan diatas, dapat ditarik garis besarnya bahwa pemerintah
dalam hal mengembangkan potensi daerah diharuskan berkolaborasi dengan
masyarakat. dalam hal ini masyarakat yang dimaksud adalah pihak swasta yang
notabene memiliki teknologi yang canggih dan masyarakat yang notabene adalah
penduduk dari daerah tersebut. menjalin kerjasama dengan pihak swasta adalah
sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan prinsip utama otonomi daerah yaitu
meningkatkan peran serta masyarakat, masyarakat didorong untuk secara aktif
memberikan kontribusinya, tidak saja dalam menentukan arah dan substansi
kebijakan pemerintah daerah, tapi juga dalam perwujudannya. Dengan kata lain,
masyarakat serta pihak sawasta adalah kekuatan yang bisa diandalkan dalam
manajemen kebijakan publik. Menguatnya arus globalisasi, maka dalam
pengelolaan pemerintahanpun telah terjadi pergeseran paradigma dari rule
government ke good governance.
Dalam pengupayaan optimalisasi asset tanah yang mempunyai nilai ekonomi tinggi
dan dalam rangka peningkatan fasilitas umum Pemerintah Daerah Kabupaten
Pekalongan mengembangkan pola kerjasama pemerintah dan swasta, hal tersebut
dapat dilakukan sejalan dengan tuntutan otonomi daerah untuk meningkatkan
kemampuan keuangan daerah agar mampu membiayai kegiatan pembangunan
daerah. Hal ini sesuai dengan kewenangan daerah sebagaimana diatur dalam Pasal
194 dan Pasal 195 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
Perjanjian Badan Serah Guna/Build Transfer Operate (BTO) saat ini menjadi
perjanjian yang sering kali diminati oleh masyarakat. Alasannya adalah karena
perjanjian tersebut dirasakan dapat memberi keuntungan baik bagi pihak pemilik
lahan (Pemerintah Daerah) dan pihak investor. Bagi daerah, membangun proyek
melalui perjanjian Badan Serah Guna/Build Transfer Operate (BTO) ini dapat
mendatangkan manfaat yang sangat besar, sebab Pemerintah Daerah dapat
menyediakan fasilitas yang dibutuhkan dengan tetap melaksanakan efisiensi pada
APBD sehingga anggaran yang tersedia tersebut dapat dialihkan untuk memenuhi
kebutuhan di bidang lainnya. Kabupaten Pekalongan juga menjadi salah satu daerah
yang ikut menyelenggarakan perjanjian Badan Serah Guna/Build Transfer Operate
(BTO), karena daerahnya masih memiliki beberapa kendala dalam penyediaan
fasilitas umum bagi masyarakat. Selain itu, perjanjian Badan Serah Guna/Build
Transfer Operate (BTO) juga dimanfaatkan oleh Pemerintah Kabupaten
Pekalongan sebagai perjanjian yang dapat mewujudkan visi dan misi dari
Kabupaten Pekalongan.
Kerangka Konseptual
A. Landasan peraturan
Dalam pengimplementasian kerjasama bangun serah guna kabupaten pekalongan,
terdapat landasan peraturan yang mendasari kerjasama tersebut, yaitu diatur dalam
peraturat pusat Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 194 dan Pasal 195
Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
Peraturan Pemerintah RI Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Petunjuk Teknis Tata Cara Kerja Sama Daerah, Peraturan Presiden RI Nomor 67
Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam
Penyediaan Infrastruktur, Peraturan Pemerintah RI Nomor 50 Tahun 2007 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri RI
Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah.
Adapun peraturan dari pusat yang diturunkan Peraturan Daerah Kabupaten
Pekalongan Nomor 8 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Barang Daerah. Peraturan
Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 11 Tahun 2005 tentang Kemitraan Daerah,
Peraturan Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 7 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Barang Milik Daerah, yang merupakan tindak lanjut dari Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah, Peraturan Bupati Pekalongan Nomor 34 Tahun 2008 tentang
Petunjuk Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, Keputusan Bupati Pekalongan
Nomor 188.4/179 Tahun 2006, Keputusan Bupati Pekalongan Nomor 573/534
Tahun 2007, Keputusan Bupati Pekalongan Nomor 582/249 Tahun 2009 tentang
Pembentukan Tim Koordinasi Kerja Sama Daerah (TKKSD) di Kabupaten
Pekalongan.
B. Kerjasama
Kerjasama merupakan sifat sosial, bagian dari kehidupan masyarakat yang tidak
dapat dielakkan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Dalam bidang
pendidikan muncul berbagai metode pembelajaran yang lebih menitikberatkan pada
kerjasama, antara lain seperti diungkapkan oleh Johnson & Johnson (1991), Hill &
Hill (1993) serta Slavin (1995), pada umumnya memberikan batasan tentang
pengertian kerjasama mirip satu sama lain. Kerjasama adalah bekerja bersama
untuk mencapai tujuan yang diinginkan bersama (Johnson & Johnson,1991).
melekat pada program kerjasama tersebut, yakni adanya saling ketergantungan
yang positif diantara individu-individu dalamkelompok tersebut untuk mencapai
tujuan , kedua adanya interaksi tatap muka yang dapat meningkatkan sukses satu
sama lain diantara anggota kelompok, ketiga adanya akuntabilitas dan
tanggungjawab personal individu, keempat adanya keterampilan komunikasi
interpersonal dan kelompok kecil, kelima adanya keterampilan bekerja dalam
kelompok. Menurut Michaelis (1986) keterampilan kerjasama merupakan hal
penting yangpaling diunggulkan dalam kehidupan masyarakat utamanya budaya
demokratis, dan merupakan salah satu indikator dari lima indikator perilaku sosial,
yakni tanggungjawab, peduli pada oranglain, bersikap terbuka, dan kreativitas.
(Wulandari et al., 2015)
perjanjian BOT sah jika dalam pelaksanaannya memenuhi empat syarat sebagai
berikut Adanya kata sepakat antara investor dan pihak pemilik lahan, Adanya
kecakapan baik pihak investor maupun pihak pemilik lahan, Adanya obyek yang
jelas, berupa lahan dan proyek bangunan yang disepakati para pihak, Adanya causa
yang halal, dalam artian bahwa tujuan dari perjanjian tidak bertentangan dengan
undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Dari berbagai pengertian di atas,
juga dapat diketahui bahwa di dalam perjanjian BOT terdapat beberapa unsur yaitu
adanya para pihak yang melakukan perjanjian, dalam hal ini adalah pihak investor
dan pihak pemilik lahan ; adanya obyek perjanjian BOT, berupa lahan dan
bangunan proyek tertentu; adanya masa konsesi, di mana dalam masa ini investor
diberi hak untuk mengoperasikan bangunan dan mengambil keuntungan yang
diharapkan; adanya proses penyerahan bangunan beserta fasilitas yang melekat
padanya, dari pihak investor kepada pihak pemilik lahan, pada saat berakhirnya
masa konsesi. Dalam uraian sebelumnya telah dijelaskan bahwa perjanjian BOT
baru mulai ditemukan pengaturannya dalam peraturan perundang-undangan sejak
ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan
Barang Milik Negara/Daerah.
Pada umumnya praktek pelaksanaan kerjasama dalam bentuk Kontrak BOT sering
didahului dengan pembuatan Memorandum of Understanding (MoU), hal ini
karena MoU merupakan salah satu produk hukum pada Negara-negara yang
menganut sistem common law. Konsep tersebut kemudian berkembang dalam
praktek di Indonesia dalam hampir setiap bentuk kerja sama baik yang dilakukan
oleh pemerintah maupun pihak swasta, sebagai dasar pemikirannya adalah bahwa
dalam sebuah perjanjian harus telah mengatur secara rinci segala sesuatu hal yang
akan diatur termasuk segala kemungkinan yang akan terjadi akibat dari
ditandatanganinya sebuah perjanjian, maka diperlukan adanya suatu kendaraan
sebagai perantara yang secara umum mengatur tentang komitmen bersama dari para
pihak untuk mengatur kehendak maupun pertemuan pemikiran antara pihak di
dalamnya. MoU memfasilitasi para pihak dalam merumuskan butir-butir pokok
tentang kerangka kerjasama yang akan dibangun untuk kemudian akan dirumuskan
secara komprehensif dalam sebuah perjanjian, untuk menghindari adanya sengketa
di kemudian hari, perjanjian BOT biasanya dibuat secara otentik di hadapan pejabat
yang berwenang.
Pembahasan
Secara geografis kewilayahan Kabupaten Pekalongan berbatasan langsung dengan
4 Kabupaten/ Kota yaitu Kota Pekalongan, Kabupaten Pemalang, Kabupaten
Batang dan Kabupaten Banjarnegara. Interaksi yang cukup kuat terutama terjadi
dengan Kota Pekalongan yang dihubungkan dengan jalan Pantura dan Jalan
Kedungwuni-Buaran-Kota Pekalongan. Interaksi yang terjadi berupa kegiatan
perdagangan dan jasa, industri terutama tekstil dan pelayanan seperti PDAM dan
Telkom. Sedangkan dengan Kabupaten Batang dan Pemalang selain dihubungkan
dengan Jalur Pantura juga dihubungkan dengan Jalur Tengah Batang-Kajen-
Pemalang. Interaksi antara Kabupaten Pekalongan, Pemalang dan Batang akan
meningkatkan aktivitas sepanjang jalur tersebut untuk Kabupaten Pekalongan
terutama terjadi di Kecamatan Talun, Doro, Karanganyar, Kajen dan Kesesi.
Perkembangan jalur ini diharapkan mampu mendukung pemerataan perkembangan
di Kabupaten Pekalongan terutama di wilayah tengah dan selatan. Untuk Kabupaten
Banjarnegara interaksi yang terjadi lebih mengarah pada aktivitas wisata, karena
wilayah yang berbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara merupakan bagian dari
pengembangan Kawasan Wisata Dieng. Berdasarkan kondisi tersebut Jalur
Pekalongan-Banjarnegara dapat dikembangkan sebagai pintu masuk menuju
Kawasan Wisata Dieng. Dengan pengembangan ini diharapkan dapat memacu
aktivitas wisata di Kabupaten Pekalongan.
Kabupaten Pekalongan mempunyai wilayah dengan luas 836,13 km2 dan terdiri
atas 19 kecamatan dan 285 desa/kelurahan. Dari 285 desa/kelurahan yang ada, 6
desa merupakan desa pantai dan 279 desa bukan desa pantai. Menurut topografi
desa, terdapat 60 desa/kelurahan (20%) yang berada di dataran tinggi dan 225
desa/kelurahan (80%) berada di dataran rendah. Menurut penggunaannya, tanah
dibagi menjadi tanah sawah dan tanah kering. Tahun 2012 luas tanah sawah sebesar
24.751,24 ha (29,60%) dan luas tanah kering sebesar 58.861,83 ha (70,40%).
Sebagian besar luas tanah sawah merupakan sawah beririgasi 21.471,79 ha
(86,75%) baik merupakan irigasi teknis, irigasi setengah teknis, irigasi sederhana,
maupun irigasi desa, sedangkan sisanya 3.279,45 ha (13,25%) merupakan tanah
sawah tadah hujan. Kondisi tanah berdasarkan luas daerah Kabupaten Pekalongan
± 836,13 km2 yang terdiri atas tanah sawah 24.871,51 ha atau 29,75%, tanah kering
58.741,56 ha (70,25%). Jumlah penduduk Kabupaten Pekalongan berdasarkan hasil
registrasi tahun 2008 tercatat 967.246 jiwa terdiri dari 491.429 jiwa penduduk laki-
laki dan 475.817 jiwa penduduk perempuan, dengan laju pertumbuhan penduduk
tahun 2008 sebesar 1,26% lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2007 yaitu
sebesar 2,36%.
Dukungan peraturan yang berlaku adalah adanya Peraturan Daerah (Perda) dan
peraturan lain untuk menindaklanjuti Perda tersebut. Sampai saat ini Peraturan
Daerah yang berkaitan dengan kerja sama daerah yang di dalamnya juga mengatur
materi tentang Kontrak BOT ada 2 (dua) Peraturan Daerah, yaitu Peraturan Daerah
Kabupaten Pekalongan Nomor 11 Tahun 2005 tentang Kemitraan Daerah, dan
Peraturan Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 7 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Barang Milik Daerah, yang merupakan tindak lanjut dari Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah. Dalam rangka pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten
Pekalongan Nomor 11 Tahun 2005 tersebut telah dibentuk Tim Kerjasama Daerah
Kabupaten Pekalongan yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati Pekalongan
Nomor 188.4/179 Tahun 2006 yang telah diubah dengan Keputusan Bupati
Pekalongan Nomor 573/534 Tahun 2007 tanggal 26 Nopember 2007, dan dengan
dikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kerjasama Daera, telah diubah lagi dengan
Keputusan Bupati Pekalongan Nomor 582/249 Tahun 2009 tentang Pembentukan
Tim Koordinasi Kerja Sama Daerah (TKKSD) di Kabupaten Pekalongan
sedangkan sebagai pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 7
Tahun 2008 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah, telah ditetapkan Peraturan
Bupati Pekalongan Nomor 34 Tahun 2008 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan
Barang Milik Daerah, yang di dalamnya telah mengatur tentang pelaksanaan
kerjasama pemanfaatan barang milik daerah dengan bentuk kontrak BOT, dan telah
dibentuk Panitia Pelaksana Pengelola Barang Daerah Kabupaten Pekalongan
dengan Keputusan Bupati Pekalongan Nomor 030/141 Tahun 2009.
Berdasarkan teori kerjasama dan tahapan secara umum bangun serah guna yang
telah dijelaskan sebelumnya, dimana terdapat tiga tahapan tindakan, yaitu tahap
pertama berupa tindakan pembangunan proyek yang dilakukan oleh pihak investor,
tahap kedua berupa pengoperasian proyek bangunan yang merupakan hak dan
wewenang investor, serta tahap ketiga berupa tindakan penyerahan proyek
bangunan dari investor kepada pihak pemilik lahan, yang dilakukan pada saat
berakhirnya masa konsesi yang telah disepakati sebelumnya. Akan di analisis
dengan studi kasus kerjasama badan serah guna kabupaten pekalongan dengan
pihak swasta yaitu PT Gala Tama.
Adapun dalam pembahsan kali adalah terkait dengan tata cara atau mekanisme dan
step dari kerja sama yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten pekalongan dengan
PT Gala Tama. Pembangunan fasilitas umum di Pemerintah Daerah Kabupaten
Pekalongan dengan cara Bangun Serah Guna/Build Operate and Transfer (BOT)
sudah dilaksanakan sejak sebelum keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun
2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan Peraturan Pemerintah
Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah yang
telah ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun
2009 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kerja Sama Daerah.
Pembangunan dan renovasi Pasar Tradisional Kesesi dilakukan sebagai akibat dari
adanya kebakaran besar yang terjadi pada pertengahan tahun 2008 sehingga banyak
pedagang yang terkena imbasnya dan kehilangan lapak berjualan. Karena tidak
adanya dana guna perbaikan dari pedagang maupun Pemerintah Kabupaten
Pekalongan, maka Pemkab Pekalongan dengan cepat menginisiasi percepatan
perbaikan melalui dana stimulus fiskal dan dana investor dengan cara penyediaan
barang/jasa antara dana stimulus dan dana investor digabung atau dilakukan dalam
1 (satu) kali lelang. Pelelangan dalam rangka percepatan renovasi Pasar Kesesi
tersebut telah disetujui oleh DPRD melalui Keputusan DPRD Kabupaten
Pekalongan Nomor 18 tahun 2009.
Dalam pelelangan tersebut, terdapat 5 (lima) perusahaan swasta yang dan dipilih
untuk menjadi investor di antaranya, PT. Mitra Cipta Kencana, PT. Gala Tama, PT.
Mustika Era Jaya, PT. Sami Jaya Mulya, dan PT. Tanjung Tirta Jaya. Kemudian
berdasarkan analisis kualifikasi yang dilakukan oleh panitia lelang maka
ditunjuklah PT. Gala Tama sebagai pemenang lelang sekaligus investor dalam
proyek pembangunan dan renovasi Pasar Tradisional Kesesi. Perjanjian kerja sama
dilakukan pada tanggal 17 November 2009 ditandatangani oleh Sekretaris Daerah
Kabupaten Pekalongan dan perwakilan PT. Gala Tama dengan 13 poin di dalamnya
seperti subjek kerjasama, objek kerjasama, ruang lingkup, hak dan kewajiban kedua
belah pihak, bentuk kerjasama, jaminan, pembiayaan, alokasi risiko, jangka waktu,
force majeure, larangan pengalihan, cara penyelesaian jika terjadi permasalahan,
dan batas waktu kerjasama.
Dalam hal tahapan yang terjadi pada proses kerjasama yang dilakukan oleh
kebupaten pekalongan dengan PT Gala Tama tersebut yang pertama adalah
perjanjian kontrak dari pemangku kepentingan yang juga telah memenuhi unsur-
unsur perjanjian, yaitu unsur Unsur Essensialia, merupakan unsur mutlak yang
harus ada dalam pembentukan perjanjian. Tanpa adanya unsur ini maka suatu
perjanjian kerjasama tidak dapat disahkan. Misalnya, harus ada objek barang, harga
dari objek barang yang dipertukarkan atau diperjualbelikan, serta ada kesepakatan
di antara kedua belah pihak. Kedua adalah Unsur Naturalia, merupakan unsur
pelengkap dari perjanjian kerjasama hukum formal berupa undang-undang yang
mengatur kerjasama. Namun baik hukum tersebut dituliskan di dalam surat
perjanjian maupun tidak, perjanjian kerjasama tetap bersifat mengikat dan harus
dipatuhi oleh kedua belah pihak. Ketiga adalah Unsur Aksidentalia, merupakan
unsur tambahan dalam pembuatan perjanjian kerjasama namun tidak diatur di
dalam UU sehingga tidak bersifat mengikat. Unsur tambahan ini dapat ditulis
maupun tidak di dalam perjanjian.
hambatan yang sering terjadi pada pelaksanaan kerja sama BGS di Pemerintah
Kabupaten Pekalongan diakibatkan oleh beberapa faktor, yaitu pertama Dasar
pengaturan yang digunakan dinilai tidak konsisten dan cenderung memiliki konsep-
konsep yang berbeda sehingga memicu timbulnya penafsiran yang berbeda-beda
pula oleh aparatur/stakeholder Pemerintah Daerah Kabupaten Pekalongan; kedua
Masih lemahnya kualitas Sumber Daya Manusia/SDM yang memiliki kompetensi
di bidang kerjasama khususnya terkait penyusunan kontrak kerjasama BSG;
Lemahnya penyusunan perencanaan dari investor, yang menyebabkan
keterlambatan pelaksanaan pembangunan akibat kurangnya dana dan kesulitan
mencari penyandang dana (Bank/Lembaga Keuangan) yang ingin diajak kerja sama
oleh investor; Birokrasi yang masih dinilai kurang berkompeten sehingga memicu
terjadinya koordinasi proyek yang kurang baik oleh organisasi serta menyebabkan
seringnya pergantian kepemimpinan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah/SKPD
anggota Tim Koordinasi Kerjasama Daerah dan yang berhubungan dalam
pelaksanaan kontrak BGS.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Kabupaten lamongan memiliki berbagai strategi dalam mendukung terwujudnya
visi dan misi pembangunan, adapun beberapa strategi yang dipakai adalah Strategi
Optimalisasi Manajemen Pemerintahan yang mencakup upaya pembentukan
kelembagaan Pemerintah Kabupaten Pekalongan yang dinamis dan demokratis
disertai dengan pengembangan aparatur Pemerintah Kabupaten berdasarkan
kompetensi dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik dan mendorong
perilaku masyarakat yang demokratis dan religius; Strategi Pemerataan yang
bertujuan untuk mengurangi kesenjangan pembangunan, baik ditinjau dari sarana
prasarana kewilayahan, ekonomi dan social budaya, yang dimaksudkan untuk
mewujudkan keadilan, pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat mendorong
pertumbuhan ekonomi secara merata bagi tumbuhnya partisipasi masyarakat;
Strategi Percepatan yang memfokuskan pada percepatan penyelenggaraan
pembangunan terutama pada sector-sektor unggulan yang dapat memberikan nilai
tambah yang besar bagi pertumbuhan sector-sektor lainnya; Strategi Pemberdayaan
untuk mewujudkan pemberdayaan masyarakat sesuai dengan peran dan fungsinya
dalam kelompok masyarakat dan lembaga pemerintah. Strategi Kesinambungan
yang bertujuan mewujudkan serangkaian kegiatan pembangunan yang
berkelanjutan, yang mencakup upaya penciptaan keterkaitan yang tepat antara
pembangunan berdimensi fisik alam dengan pembangunan sosial kemasyarakatan
yang berlandaskan pada sistem dengan mempertahankan daya dukung lingkungan.
Strategi Pengembangan yang bertujuan mengembangkan kegiatan pembangunan
secara menyeluruh.
Dalam hal tahapan yang terjadi pada proses kerjasama yang dilakukan oleh
kebupaten pekalongan dengan PT Gala Tama tersebut yang pertama adalah
perjanjian kontrak dari pemangku kepentingan yang juga telah memenuhi unsur-
unsur perjanjian, yaitu unsur Unsur Essensialia, merupakan unsur mutlak yang
harus ada dalam pembentukan perjanjian. Tanpa adanya unsur ini maka suatu
perjanjian kerjasama tidak dapat disahkan. Misalnya, harus ada objek barang, harga
dari objek barang yang dipertukarkan atau diperjualbelikan, serta ada kesepakatan
di antara kedua belah pihak. Kedua adalah Unsur Naturalia, merupakan unsur
pelengkap dari perjanjian kerjasama hukum formal berupa undang-undang yang
mengatur kerjasama. Namun baik hukum tersebut dituliskan di dalam surat
perjanjian maupun tidak, perjanjian kerjasama tetap bersifat mengikat dan harus
dipatuhi oleh kedua belah pihak. Ketiga adalah Unsur Aksidentalia, merupakan
unsur tambahan dalam pembuatan perjanjian kerjasama namun tidak diatur di
dalam UU sehingga tidak bersifat mengikat. Unsur tambahan ini dapat ditulis
maupun tidak di dalam perjanjian.
Referensi