Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN

DOSEN PENGAMPU : Isna Ovari, S. Kp., M. Kep

MATA KULIAH : Keperawatan Jiwa II

OLEH :

Sri Bulandari (19010014)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PEKANBARU MEDICAL CENTER
T.A 2020/2022
LAPORAN PENDAHULUAN

PERILAKU KEKERASAN

1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang
secara fisik maupun psiklogis. Berdasarkan definisi tersebut maka perilaku kekerasan dapat
dilakukakan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Perilaku
kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu sedang berlangsung kekerasan atau perilaku
kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain dan lingkungan yang
dirasakan sebagai ancaman (Kartika Sari, 2015:137).
2. Penyebab
A. Faktor Predisposisi
a.       Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau
perilaku kekerasan,contohnya : pada masa anak-anak yang mendapat perilaku kekerasan
cenderung saat dewasa menjadi pelaku perilaku kekerasan
b.      Perilaku
Kekerasan didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka kekerasan yang diterima
sehingga secara tidak langsung hal tersebut akan diadopsi dan dijadikan perilaku yang wajar
c.       Sosial Budaya
Budaya yang pasif – agresif dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan
akan menciptakan seolah-olah kekerasan adalah hal yang wajar
d.      Bioneurologis
Beberapa berpendapat bahwa kerusaka pada sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal, dan
ketidakseimbangan neurotransmitter ikut menyumbang terjadi perilaku kekerasan.
B.     Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan  dengan
(Yosep, 2009):
a.       Ekspresi diri, ingin menunjukkan  eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam
sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
b.      Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c.       Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan
dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan
konflik.
d.      Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.
e.       Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan
tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
f.       Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap
perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
3. Tanda dan Gejala
Menurut Direja, (2011) ada bebarapa tanda dan gejala perilaku kekerasan sebagai berikut:
a. Fisik
1) Mata melotot
2) Pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Wajah merah
6) Tegang
b. Verbal
1) Mengancam
2) Mengumpat dengan kata-kata kasar
3) Bicara dengan nada keras
4) Kasar dan ketus
c. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, menyinggung
perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran
h. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
4. Pemeriksaan Diagnostik/penunjang

Meskipun pemeriksaan diagnostik merupakan pemeriksaan penunjang, tetapi peranannya penting


dalam menjelaskan dan mengkuantifikasi disfungsi neurobiologis, memilih pengobatan, dan
memonitor respon klinis. Menurut Doenges, pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk penyakit fisik
yang dapat menyebabkan gejala reversibel seperti kondisi defisiensi/toksik, penyakit neurologis,
gangguan metabolik/endokrin. Serangkaian tes diagnostik yang dapat dilakukan pada Skizofrenia
Paranoid adalah sebagai berikut:

1. Computed Tomograph (CT)

Scan Hasil yang ditemukan pada pasien dengan Skizofrenia berupa abnormalitas otak seperti atrofi
lobus temporal, pembesaran ventrikel dengan rasio ventrikel-otak meningkat yang dapat
dihubungkan dengan derajat gejala yang dapat dilihat.

2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI dapat memberi gambaran otak tiga dimensi, dapat memperlihatkan gambaran yang lebih kecil
dari lobus frontal rata-rata, atrofi lobus temporal (terutama hipokampus, girus parahipokampus, dan
girus temporal superior).

3. Positron Emission Tomography (PET)

Alat ini dapat mengukur aktivitas metabolik dari area spesifik otak dan dapat menyatakan aktivitas
metabolik yang rendah dari lobus frontal, terutama pada area prefrontal dari korteks serebral.

4. Regional Cerebral Blood Flow (RCBF)

Alat yang dapat memetakan aliran darah dan menyatakan intensitas aktivitas pada daerah otak yang
bervariasi.

5. Brain Electrical Activity Mapping (BEAM)


Alat yang dapat menunjukkan respon gelombang otak terhadap ransangan yang bervariasi disertai
dengan adanya respons yang terhambat dan menurun, kadang-kadang di lobus frontal dan sistem
limbik.

5. Komplikasi

Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan
lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat
melukai/membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.

6. Penatalaksanaan medis

Penatalaksanaan medis dapat dibagi menjadi dua metode, yaitu metode psikofarmakologi dan
metode psikososial.

A.Metode Biologik

Berikut adalah beberapa metode biologik untuk penatalaksanaan medis klien dengan perilaku
kekerasan yaitu:

1.Psikofarmakologi

a).Anti Cemas dan Sedatif Hipnotik

Obat-obatan ini dapat mengendalikan agitasi yang akut. Benzodiazepin seperti Lorazepam dan
Clonazepam, sering digunakan didalam kedaruratan psikiatri untuk menenangkan perlawanan klien.
Tapi obat ini direkomendasikan untuk dalam waktu lama karena dapat menyebabkan kebingungan
dan ketergantungan, juga bisa memperburuk gejala depresi. Selanjutnya pada beberapa klien yang
mengalami effect dari Benzodiazepin dapat mengakibatkan peningkatan perilaku agresif. Buspirone
obat anti cemas, efektif dalam mengendalikan perilaku kekerasan yang berkaitan dengan kecemasan
dan depresi. Ini ditunjukkan dengan menurunnya perilaku agresif dan agitasi klien dengan cedera
kepala, demensia dan ’developmental disability’.

b).Anti depresi

Penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan perilaku agresif klien yang berkaitan dengan
perubahan mood. Amitriptyline dan Trazodone, efektif untuk menghilangkan agresivitas yang
berhubungan dengan cedera kepala dan gangguan mental organik.( Keliat, Dkk. 2005).
7. Penatalaksanaan Keperawatan

Perawat dapat mengimplementasikan bebagai intervensi untuk mencegah perilaku agresif.


Intervensi dapat melalui rentang intervensi perawat.

Strategi preventif Strategi antisipatif Strategi pengurungan

Kesadaran diri komunikasi managemen krisis

Pendidikan klien perubahan

lingkungan seclusion

pendidikan klien tindakan perilaku restrains

latihan asertif psikofarmakologi

Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa :

a.Strategi preventif

1) Kesadaran diri

Perawat harus terus menerus meningkatkan kesadaran dirinya dan melakukan supervisi dengan
memisahkan antara masalah pribadi.

2) Pendidikan klien

Pendidikan yang diberikan mengenai cara berkomunikasi dan cara mengekspresikan marah dengan
tepat.

3) Latihan asertif

Kemampuan dasar interpersonal yang harus dimiliki meliputi :

(a). Berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang

(b). Mengatakan tidak untuk sesuatu yang tidak beralasan

(c). Sanggup melakukan komplain


(d). Mengekspresikan penghargaan dengan tepat

b. Strategi antisipatif

A) Komunikasi

Strategi berkomunikasi dengan klien perilaku agresif : Bersikap tenang, bicara tidak dengan cara
konkrit, tunjukan rasa menghakimi, hindari intensitas kontak mata langsung, demonstrasikan cara
mengontrol situasi, fasilitas pembicaraan klien dengan dengarkan klien, jangan terburu –
buru menginterprestasikan dan jangna buat janji yan tidak tepat.

B) Perubahan lingkungan

Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas seperti : membaca, group program yang
dapat mengurangi perilaku klien yang tidak sesuai dan meningkatkan adaptasi sosialnya.

C) Tindakan perilaku

Pada dasarnya membuat kontrak dengan klien mengenai perilaku yang dapat diterima dan tidak
dapat diterima serta konsekuensi yang didapat bila kontrak dilanggar.

Sp 1 pasien : membina hubungan saling percaya ; identifikasi penyebab perasaan marah , tanda ,
dan gejala yang dirasakan ; perilaku kekerasan yang dilakukan: akibatnya serta cara mengontrol
secara fisik.

1. ORIENTASI :

‘’Assalamualaikum pak , perkenalkan nama saya Ak, panggil saja A , saya perawat yang bertugas
diruangan soka ini.hari ini saya dinas pagi pukul 07.00-14.00.saya yang akan merawat bapak selama
bapak berada dirumah sakit ini . namun bapak siapa?senangnya dipanggil apa?’’

‘’Bagaimana perasaan bapak saat in?masih ada perasaan kesal atau marah?’’

Baiklah, sekarang kita akan berbincang – bincang tentang perasaan marah bapak.’’

‘’berapa lama bapak mau kita berbincang – bincang ? bagaimana kalau 10 menit?”

‘’dimana enaknya kita duduk sambil berbincang – bincang ya pak? Bagaimana kalau diruang
tamu ?”

2. KERJA
‘’ apa yang menyebabkan bapak marah? Apakah sebelumnya bapak penuh marah? Lalu apa
penyebabnya? Samakah dengan sekarang?O, jadi ada 2 penyebab kemarahan bapak.’’

‘’pada saat penyebab kemarahan itu ada , seperti kita bapak pulang kerumah namun istri belum
menyediakan makanan ( misalnya ini adalah penyebab kemarahan pasien ) , apa yang bapak
rasakan?’’(tunggu respon pasien )

‘’apakah bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar – debar , mata melotot , rahang
terkatup rapat , dan tangan mengepal ?’’

‘’ada beberapa cara untuk mengontrol emosi, pak .salah satunya adalah dengan cara fisik dengan
cara ini, bapak dapat menyalurkan amarah melalui kegiatan fisik.’’

‘’ ada berapa cara , bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu ?’”

‘’ begini pak , kalau tanda – tanda marah tadi sudah bapak rasakan , bapak berdiri lalu traik nafas
dari hidung , tahan sebentar , lalu keluarkan / tiup perlahan – lahan melalui mulut seperti
mengeluarkan amarah. Ayo coba lagi, tarik nafas dari hiduung , bagus , tahan dan keluarkan melalui
mulut. Nah , lakukan 5 kali lagi . bagus sekali , bapak sudah bisa melakukan . bagaimana prasaan
bapak?’’

‘’nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin sehingga bisa sewaktu-waktu rasa marah itu
muncul , bapak sudah terbiasa melakukan.’’

3. TERMINASI

‘’bagaimana perasaan bapak setelah berbincang – bincang tentang amarah bapak?”

’ iya , jadi ada 2 penyebab bapak marah …. (sebutkan ) dan yang bapak rasakan …… ( sebutkan )
serta yang bapak lakukan

…. (sebukan) serta akibatnya … (sebutkan ) serta yang bapak lakukan ….(sebutkan ) serta
akibatnya …. (sebutkan)’’

‘’saat sendirian nanti , coba renungkan lagi penyebab marah bapak yang lalu serta apa yang bapak
lakukan saat marah yang belum kita bahas tadi dan jangan lupa latihan nafas dalamnya ya pak.’’

‘’ sekarang kita buat jadwal latihan ya pak, berapa kita sehari bapak mau latihan nafas?jam berapa
saja pak?’’

‘’baik. Bagaimana kalau 2 jam lagi saya dating dan kita latihan lagi cara yang lain untuk mengontrol
/ mencegah marah . tempatnya disini saja ya pak , assalamualaikum .’

8. Pencegahan

Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan

Permendikud pasal 8 No. 82 Tahun 2015 mengemukakan upaya pencegahan

tindak kekerasan:

1. Menciptakan lingkungan satuan pendidikan yang bebas dari tindak

kekerasan;

2. Membangun lingkungan satuan pendidikan yang aman, nyaman, dan

menyenangkan, serta jauh dari tindak kekerasan antara lain dengan

melakukan kegiatan-kegiatan dalam rangka pencegahan tindak

kekerasan;

3. Wajib menjamin keamanan, keselamatan, dan kenyamanan, bagi peserta

didik dalam pelaksanaan kegiatan/pembelajaran di sekolah maupun

kegiatan sekolah di luar satuan pendidikan;

4. Wajib segera melaporkan kepada orang tua/wali termasuk mencari

informasi awal apabila telah ada dugaan/gejala akan terjadinya tindak

kekerasan yang melibatkan peserta didik baik sebagai korban atau

pelaku;

5. Menjalin kerja sama antara lain dengan lembaga psikologi, organisasi

keagamaan, dan pakar pendidikan dalam rangka pencegahan;

6. Wajib memasang papan layanan pengaduan tindak kekerasan pada

serambi satuan pendidikan yang mudah di akses oleh peserta didik,orang

tua/wali,guru/tenaga pendidik,serta masyarakat


9. Pohon Masalah

10. Asuhan Keperawatan


a. Masalah Keperawatan

No Fokus Data Masalah


1. Data Subyektif : Perilaku kekerasan / amuk

 Klien mengatakan benci atau kesal


pada seseorang.
 Klien suka membentak dan menyerang
orang yang mengusiknya jika sedang
kesal atau marah.
 Riwayat perilaku kekerasan atau
gangguan jiwa lainnya.

Data Obyektif

 Mata merah, wajah agak merah.


 Nada suara tinggi dan keras, bicara
menguasai.
 Ekspresi marah saat membicarakan
orang, pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang-barang.
2. Data subyektif: Gangguan konsep diri : harga diri
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak rendah
bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri
sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila
disuruh memilih alternatif tindakan, ingin
mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
3. Data Subyektif : Resiko mencederai diri, orang lain
dan lingkungan
 Klien mengatakan benci atau kesal
pada seseorang.
 Klien suka membentak dan menyerang
orang yang mengusiknya jika  sedang
kesal atau marah.
 Riwayat perilaku kekerasan atau
gangguan jiwa lainnya.

Data Objektif :

 Mata merah, wajah agak merah.


 Nada suara tinggi dan keras, bicara
menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
 Ekspresi marah saat membicarakan
orang, pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang-barang.

b. Diagnosa Keperawatan

Perilaku Kekerasan

c. Fokus Intervensi

Diagnosa 1: perilaku kekerasan


Tujuan Umum: Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.

Tujuan Khusus:

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

Tindakan:

 Bina hubungan saling percaya :salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan
jelaskan tujuan
 Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
 Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak

2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku

Tindakan:

 Beri kesempatan mengungkapkan


 Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
 Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap

3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku

Tindakan :

 Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal.


 Observasi tanda perilaku
 Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/kesal yang dialami

4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

Tindakan:

 Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa


 Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
 Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai?"

5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku

Tindakan:

 Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.


 Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
 Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan.

Tindakan :

 Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.


 Diskusikan cara lain yang sehat. Secara fisik :tarik nafas dalam jika sedang kesal,
berolah raga, memukul bantal / kasur.
 Secara verbal : katakana bahwa anda sedang marah atau kesal / tersinggung
 Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi
kesabaran.

7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku

Tindakan:

 Bantu memilihcara yang paling tepat.


 Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah
 Bantu mensimulasikan cara yang telah
 Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam
 Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.

8. Klien mendapat dukungan dari

Tindakan :

 Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui pertemuan


 Beri reinforcement positif atas keterlibatan

9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).

Tindakan:

 Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan
efeksamping).
 Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat, dosis,
cara dan waktu).
 Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
Daftar Pustaka
Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi ASUHAN KEPERAWATAN JIWA. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Sari, K. (2015). Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta: Trans Info
MEdia.
Keliat A,Budi Akemat. 2009. Model Keperawatan Profesional Jiwa, Jakarta
Yosep Iyus, 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

You might also like