Laporan Pendahuluan Sepsis

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 25

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

SEPSIS

OLEH :

EVA SUSANTI LUBIS

00320060

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(Ns. Sri Muharni, S.Kep) (Ns. Henry Pencon S. Kep)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKes AWAL BROS BATAM
TAHUN AJARAN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN

SEPSIS

A. KONSEP DASAR

1. Pengertian

Sepsis adalah kondisi dimana bakteri menyebar ke seluruh tubuh

melalui aliran darah dengan kondisi infeksi yang sangat berat, bisa

menyebabkan organ-organ tubuh gagal berfungsi dan berujung pada kematian

(Purnama, 2014). Sepsis adalah kumpulan gejala sebagai manifestasi respons

sistemik terhadap infeksi. Respon inflamasi sistemik adalah keadaan yang

melatarbelakangi sindrom sepsis. Respon ini tidak hanya disebabkan oleh

adanya bakterimia, tetapi juga oleh sebab-sebab lain. Oleh karena itu kerusakan

dan disfungsi organ bukanlah disebabkan oleh infeksinya, tetapi juga respon

tubuh terhadap infeksi dan beberapa kondisi lain yang mengakibatkan

kerusakan-kerudasakan pada sindrom sepsis tersebut. Pada keadaan normal,

respon ini dapat diadaptasi, tapi pada sepsis respon tersebut menjadi berbahaya

(Bakta & Suastika, 2012).

Contoh dari pengertian diatas adalah reaksi dari mediator leukotrine dan

PAF ( Plateled Activating Factor ) adalah untuk merangsang neutrofil yang

mengadakan agregasi disekitar sumber pelepas mediator ini. Akibatnya akan

meningkatkan kemampuan neutrofil untuk membunuh bakteri yang


difagositosis. Normalnya hal ini sangat menguntungkan, tapi pada keadaan

sepsis sebagian dari molekul reaktif ini akan dilepaskan langsung pada sel

endotel permukaan. Hal ini merupakan salah satu penyebab dari kerusakan

endotel yang khas terjadi pada sepsis, dan berakibat kerusakan organ. Banyak

mediator yang ditemukan berperan dalam pathogenesis sepsis dengan efek

yang berbeda-beda (Bakta & Suastika, 2012).

Sepsis adalah kondisi medis yang ditandai dengan adanya peradangan di

seluruh tubuh sebagai respon terhadap infeksi (Dellinger et al., 2013). Sepsis

merupakan infeksi sistemik terhadap respon inflamasi sehingga penderita

sepsis membutuhkan perlakuan khusus agar tidak terjadi disfungsi organ

(Napitupulu, 2010). Infeksi ini menjadi penyebab utama morbiditas dan

mortalitas khususnya pada usia lanjut (Anna et al., 2010). Sepsis berbeda

dengan septikemia. Septikemia atau blood poisoning merupakan infeksi dari

darah, sedangkan sepsis tidak hanya terbatas pada darah, melainkan dapat

mempengaruhi organ-organ di seluruh tubuh (Runge and Greganti, 2009).

Sepsis dapat didiagnosa berupa suhu tubuh lebih tinggi dari 38°C atau lebih

rendah dari 36°C, denyut jantung lebih dari 90 denyut/menit (takikardi),

hiperventilasi yang ditunjukkan dengan tingkat pernapasan lebih dari

20x/menit atau PaCO2 kurang dari 32 mmHg, dan terjadi peningkatan atau

penurunan jumlah sel darah putih, yakni lebih dari 12.000 sel/µL atau kurang

dari 4.000 sel/µL (Dellinger r et al., 2013)


2. Etiologi

Sepsis sampai syok septik secara klasik telah diakui penyebabnya adalah

bakteri gram negatif, tetapi mungkin jugadisebabkan oleh mikroorganisme lain,

gram positif, jamur, virus bahkan parasit. Timbulnya syok septik dan Acute

Respiratory Distress Syndrome (ARDS) sangat penting pada bakteriemia gram

negatif. Syok terjadi pada 20%-35% penderita bakteriemia gram negative.

Bakteri gram negatif yang paling sering ditemukan pada sepsis

diantaranya : Eschericia coli pada pielonefritis dan infeksi perut , Klebsiela

pneumonia yang sering menyebabkan infeksi saluran kencing dan infeksi

saluran pernafasan akut, Enterobacter, Nisseria meningitidis yang dapat

menyebabkan sepsis fulminan pada individu normal atau pasien infeksi kronik

berulang . Haemophillus influenza yang merupakan kuman yang paling

ditakuti pada anak umur 3 bulan sampai 6 tahun, Psedomonas aureginosa yang

hampir selalu didapat karena infeksi nosokomial pada penderita penyakit berat,

neutropenia, dan luka bakar .

Penyebab Umum Sepsis pada Orang Sehat

Sumber lokasi Mikroorganisme

Kulit Staphylococcus aureus dan gram


positif bentuk cocci lainnya
Saluran kemih Eschericia coli dan gram negative
bentuk batang lainnya
Saluran pernapasan Streptococcuspneumonia

Usus dan kantung empedu Enterococcus faecalis, E.coli dan gram


negative bentuk batang lainnya,
Bacteroides fragilis
Organ pelvis Neisseria gonorrhea, anaerob

(Sumber : Moss et al, 2012)

Penyebab Umum Sepsis pada Pasien yang Dirawat

Masalah klinis Mikroorganisme

Pemasangan kateter Escherichia coli, Klebsiella spp.,


Proteus spp., Serratia spp.,
Pseudomonas spp.
Penggunaan iv kateter Staphylococcus aureus,
Staph.epidermidis, Klebsiella spp.,
Pseudomonas spp., Candida albicans
Setelah oprasi :
Wound infection taph.aureus, E.coli, anaerobes
(tergantung lokasinya)
Deep infection Tergantung lokasi anatominya
Luka bakar Coccus gram-positif, Pseudomonas
spp., Candida albicans
Pasien immunocompromised Semua mikrooranisme diatas

(Sumber : Moss et al, 2012)

3. Klasifikasi Sepsis

Menurut American College of Chest Physicians/Society of Critical

CareMedicine Consensus Conference Definitions of Sepsis Disease States,

sepsis dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Levy et al., 2013) :

1. Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)

Merupakan kategori yang menunjukkan respon sistemik tubuh terhadap

berbagai trauma yang dialami tubuh dan ditandai dengan 2 gejala atau

lebih. Gejala SIRS dapat berupa :

a. Suhu tubuh >38ºC atau <36ºC.


b. Kecepatan denyut nadi 90 bpm

c. Laju respirasi >20 kali/menit atau PaCO2

d. Jumlah leukosit darah >12x103 /μL atau

2. Sepsis

Merupakan respon tubuh terhadap suatu infeksi. Pada kategori ini memiliki

tanda klinis yang sama seperti SIRS.

3. Severe sepsis

Severe sepsis atau sepsis berat merupakan sepsis dengan adanya infeksi

disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi, atau hipertensi. Gejalanya

dapat berupa tekanan darah sistolik 40 mmHg dari nilai normal tanpa

diketahui penyebabnya.

4. Shock sepsis

Shock sepsis atau syok sepsis merupakan sepsis yang disertai dengan

hipotensi seperti pada severe sepsis meskipun telah dilakukan resusitasi

cairan.

5. Multiple Organ Dysfunction Syndrome (MODS)

Merupakan kategori yang menunjukkan telah terjadinya disfungsi organ

karena homeostasis tubuh yang tidak dapat terjaga meskipun telah

diberikan intervensi

4. Manifestasi Klinis

Sepsis yang diakibatkan oleh bakteri diawali dengan terjadinya infeksi

yang ditandai dengan bakteremia kemudian berkembang menjadi


SystemicInflammatory Response Syndrome (SIRS), sepsis, sepsis berat, syok

sepsis, dan diakhiri dengan Multiple Organ Dysfunction Syndrome (MODS)

(Prayogo et al, 2012).

Sepsis dimulai dengan respon inflamasi sistemik seperti demam,

takikardia, takipnea dan leukositosis kemudian berkembang menjadi hipotensi

pada kondisi vasodilatasi perifer atau vasokonstriksi perifer. Pada pasien yang

mengalami menifestasi klinis seperti ini, diagnosis dapat dilakukan dan

pemberian terapi sudah dapat dimulai. Pasien yang semula tidak memiliki

tanda-tanda awal terjadinya penyakit sepsis bisa saja selama perawatan di unit

gawat darurat mulai muncul samar-samar adanya tanda-tanda penyakit sepsis

pada pemeriksaan. Disfungsi organ merupakan tanda klinis pertama yang dapat

dilihat dengan adanya perubahan status mental penderita. Perubahan status

mental dapat dilihat tanpa adanya pemeriksaan laboratorium seperti perubahan

tingkat kesadaran. Penurunan produksi urine (≤0,5 ml/kgBB/jam) juga

merupakan tanda klinis lain yang dapat dilihat sebelum adanya pemeriksaan

laboratorium (Caterino and Kahan, 2012).

5. Patofisiologis Dan Pathway

Perjalanan terjadinya sepsis merupakan mekanisme yang kompleks, antara

mikroorganisme penginfeksi, dan imunitas tubuh manusia sebagai penjamu .

Saat ini sepsis tidak hanya dipandang sebagai respon inflamasi yang kacau

tetapi juga meliputi ketidakseimbangan proses koagulasi dan fibrinolisis . Hal


ini merupakan mekanisme – mekanisme penting dari patofisiologi sepsis yang

dikenal dengan kaskade sepsis. Mikroorganisme penyebab sepsis terutama

bakteri gram negatif dapat melepaskan endotoksinnya ke dalam plasma yang

kemudian akan berikatan dengan Lipopolysaccarida binding protein ( LBP ).

Kompleks yang terbentuk dari ikatan tersebut akan menempel pada reseptor

CD 14 yeng terdapat dipermukaan monosit, makrofag, dan neutrofil, sehingga

sel – sel tadi menjadi teraktivasi. Makrofag, monosit, makrofag, dan netrofil

yang teraktivasi inilah yang melepaskan mediator inflamasi atau sitokin

proinflamatory seperti TNF α dan IL - 1β , IL – 2 , IL – 6, interferon gamma ,

platelet activating factor ( PAF ) , dimana dalam klinis akan ditandai dengan

timbulnya gejala – gejala SIRS. Sitokin proinflamasi ini akan mempengaruhi

beberapa organ dan sel seperti di hipotalamus yang kemudian menimbulkan

demam, takikardi, dan takipneu . Terjadinya hipotensi dikarenakan mediator

inflamasi juga mempengaruhi dinding pembuluh darah dengan menginduksi

proses sintesis Nitrit oxide ( NO ) . Akibat NO yang berlebih ini terjadi

vasodilatasi dan kebocoran plasma kapiler, sel – sel yang terkait hipoksia yang

bila berlangsung lama terjadi disfungsi organ, biasanya hal ini sering terjadi

bila syok septik yang ditangani dengan baik.

Selain respon inflamasi yang sistemik, sepsis juga menimbulkan kekacauan

dari sistem koagulasi dan fibrinolisis . Paparan sitokin proinflamasi ( TNF – α ,

IL - 1β , IL – 6 ) juga menyebabkan kerusakan endotel, akibatnya neutrofil

dapat migrasi, platelet mudah adhesi ke lokasi jejas. Rusaknya endotel yang
berlebihan ini akan mengekpresikan atau mengaktifasikan TF, yang kita

ketahui dapat menstimulasi cascade koagulasi dari jalur ekstrinsik

memproduksi trombin dan fibrin.Pembentukan trombin selain menginduksi

perubahan fibrinogen menjadi fibrin, juga memiliki efek inflamasi pada sel

endotel, makrofag, dan monosit sehingga terjadi pelepasan TF, TNF – α yang

lebih banyak lagi . Selain itu trombin juga menstimulasi degranulasi sel mast

yang kemudian meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan

menyebabkan kebocoran kapiler. Bila sistem koagulasi teraktivasi secara

otomatis tubuh juga akan mengaktifasi sistem fibrinolisis untuk mencegah

terjadinya koagulasi yang berlebihan. Akan tetapi dalam sepsis, TNF – α

mempengaruhi system antikoagulasi alamiah tubuh yang mengganggu aktivitas

dari antitrombin III , protein C , protein S , Tissue Factor Protein Inhibitor (

TFPI ) dan Plasminogen Activator Inhibitor – I ( PAI – I ) sehingga bekuan

yang terbentuk tidak dapat didegradasi . Akibatnya formasi fibrin akan terus

tertimbun di pembuluh darah , membentuk sumbatan yang mengurangi

pasokan darah ke sel sehingga terjadi kegagalan organ .


PATHWAY
6. PENATALAKSANAAN MEDIS

Penatalaksanaan Sepsis berdasarkan kemampuan untuk mengatasi infeksi dan

mempertahankan homeostasis. Pengelolaan tersebut meliputi : pengobatan

penyakit dasar, pemberantasan sumber infeksi, pemberian antibiotika, support

respirasi, sirkulasi dan hemodinamik dan pemberian cairan. Jika terjadi syok

septik sudah harus dilakukan perawatan di ruang intensif. 1,2,4,5. Tingkat

kesembuhan penanganan pasien sepsis tergantung kepada keberhasilan dalam

mengatasi infeksi dasar, mempertahankan sirkulasi dan hemodinamik/perfusi

jaringan agar mendapatkan oksigenisasi yang cukup. 1,2,4,5.

Beberapa tahap penatalaksanaan sepsis adalah :

1. Terapi cairan. Pada pasien sepsis akan terjadi kekurangan cairan

intravaskular relatif sampai berat terutama pada syok septik. Pada awalnya

tubuh mempertahankan perfusi organ vital terutama otak dan ginjal dengan

mengadakan vasokontriksi pembuluh darah viseral dan mengurangi aliran

darah kekulit. Jika upaya mempertahankan perfusi organ gagal, tekanan

arteri sentral akan menurun. Untuk itu maka :

a. Cairan resusitasi segera diberikan dengan cairan yang ada.

b. Cairan koloid lebih dianjurkan untuk resusitasi awal karena mempunyai

efek hemodinamik segera.

c. Infus cairan selanjutnya dapat memakai koloid dan atau kristaloid.

Pemberian cairan dekstrose 5 % tidak dipakai untuk resusitasi, karena

akan disebar segera ke rongga intraseluler. Pada syok septik dianjurkan


pemberian cairan bolus 1000 ml cairan kristaloid atau 500 ml koloid

dalam 20-30 menit. Pemberian cairan berikutnya dilihat dari respon

klinik, pemeriksaan auskultasi paru untuk mendengarkan ronchi,

pengukuran ventricular filling pressure dan bila mungkin penilaian

oksigenisasi.

Penilaian terapi cairan dianggap cukup jika dicapai tekanan darah

sistolik 90 mm Hg dengan perbaikan perfusi. Pada pasien tua atau

dengan penyakit jantung iskemia atau penyakit cerebrovaskular perlu

tekanan darah > 100 mmHg.

2. Pemberian Antibiotika pada keadaan sepsis pada prinsipnya sudah berlaku

pemberian antibiotika kombinasi rasional sesuai dengan hasil kultur dan uji

sensitivitas. Sebelum adanya hasil kultur maka pengobatan empirik

dilakukan berdasarkan penyakit dasarnya. Pemberian antibiotika secara

empiris adalah Cephalosporin generasi III atau IV karena mempunyai efek

terhadap bakteri gram (+) dan gram (-). Dan kombinasi Cephalosporin

dengan betalaktam. Dalam pemberian terapi jangan dilupakan pemberian

adanya mikroorganisme lain sebagai penyebab sepsis yaitu parasit, jamur

dan virus. 1,2,4,5.

3. Terapi Suportif

Terapi suportif merupakan terapi pendukung yang penting dalam perbaikan

kondisi sepsis. Salah satunya adalah pemberian imunonutrisi kumpulan

beberapa nutrient spesifik seperti arginin, glutamin, nukleotida dan asam


lemak omega 3. Pemberian imunonutrisi ini memberikan pengaruh

terhadap parameter imunologik dan inflamasi terutama memperbaiki

GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue). Diharapkan dengan pemberian

imunonutrisi terjadi perkembangan penyakit yang membaik, penurunan

komplikasi, jangka waktu perawatan dan kematian. (4) Terapi

Suplementasi. Merupakan terapi spesifik pada sepsis yang sampai saat ini

masih dalam penelitian. Misalnya pemberian antibodi monoklonal sebagai

antiendotoksin, pemberian steroid, strategi anti mediator, netralisasi NO,

hemofiltrasi, fitofarmaka dan Intravenous Imunoglobulin. Penelitian

tersebut masih memerlukan metanalisis dengan jumlah populasi peneletian

yang banyak sehingga dapat diberikan berdasarkan Evidence Base

Medicine.1,2,4
B. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

1. Proses Keperawatan

a. Pengkajian

IdentitasMeliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,

pekerjaan,status perkawinan, alamat, No. RM, dan tanggal MRS.17

b. Riwayat kesehatan

➢ Keluhan Utama

Keluhan yang dirasakan pasien saat ini , kemungkinan ditemukan

gangguan tidur/istirahat , pusing-pusing/sakit kepala.

➢ Riwayat penyakit sekarang

Riwayat penyakit sekarang merupakan pengalaman klien

saat ini yang membentuk suatu kronologi dari terjadinya etiologi

hingga klien mengalami keluhan yang dirasakan.

➢ Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat penyakit menahun seperti DM atau penyakit –

penyakitlain. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun

arterosklerosis,tindakan medis yang pernah di dapat

maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita

(alergi, iminisasi, kebiasaan / pola hidup, obat yang pernah

digunakan).

➢ Riwayat penyakit keluarga


Riwayat keluarga merupakan penyekit yang pernah dialami atau

sedangdialami keluarga, baik penyakit yang sama dengan keluhan

klien atau punpenyakit lain. Dari genogram keluarga biasanya

terdapat salah satu anggotakeluarga yang menderita penyakit yang

sama.

c. Genogram

d. Pengkajian Keperawatan

➢ persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan

menjelaskan tentang bagaimana pendapat klien maupun keluarga

mengenai apakah kesehatan itu dan bagaimana klien dan keluarga

mempertahankan kesehatannya.

➢ pola nutrisi/metabolik terdiri dari antropometri yang dapat dilihat

melaluil ingkar lengan atau nilai IMT, biomedical sign

merupakan data yang diperoleh dari hasil laboratorium yang

menunjang, clinical sign merupakan tanda-tanda yang diperoleh

dari keadaan fisik klien yang menunjang, dietpattern merupakan

pola diet atau intake makanan dan minuman yang

dikonsumsi.

➢ pola eliminasi: BAB dan BAK (frekuensi, jumlah, warna,

konsistensi, bau,karakter)

➢ Pola aktivitas & latihan: Activity Daily Living, status oksigenasi,

fungsi kardiovaskuler, terapi oksigen. Gejala: lemah, letih, sulit


bergerak/berjalan,kram otot, tonus otot menurun. Tanda :

penurunan kekuatan otot, serta mengenai kurangnya aktivitas dan

kurangnya olahraga pada klien.

➢ Pola kognitif & perceptual : fungsi kognitif dan memori, fungsi

dan keadaan indera

➢ Pola persepsi diri : gambaran diri, identitas diri, harga diri, ideal

diri, danperan diri

➢ Pola seksualitas & reproduksi : pola seksual dan fungsi reproduksi

➢ Pola peran & hubungan

➢ Pola manajemen & koping stress

➢ Sistem nilai dan keyakinan : oleh pasien maupun masyarakat

e. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum (Kesadaran secara kualitatif maupun kuantitatif),

tanda-tanda vital seperti tekanan darah, pernafasan, nadi dan suhu.

2. Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi)

➢ Kepala

Rambut, rambut berserabut, kusam,kusut,kering, Tipis ,dan kasar,

penampilan, depigmentasi.

Muka/ Wajah Simetris atau tidak? Apakah ada nyeri

tekan? penampilan berminyak, diskolorasi bersisik, bengkak; Kulit


gelap dipipi Dan di bawah mata; Tidak halus atau Kasar pada kulit

Sekitar hidung dan mulut.

Mata, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh

Telinga, Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-

tandaadanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah

belakang telinga, keluar cairan dari telinga, melihat

serumen telingaberkurangnya pendengaran, telinga kadang-

kadang berdenging,adakah gangguan pendengaran

Hidung, Apakah ada pernapasan cuping hidung? Adakah

nyeritekan? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya,

jumlahnya.

Mulut, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi

mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah.

Tenggorokan, Adakah tanda-tanda peradangan tonsil? Adakah

tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat?

➢ Leher

Adakah nyeri tekan, pembesaran kelenjar tiroid? Adakah

pembesaran vena jugularis?

➢ Thorax

Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak

pernapasan, frekuensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi


Intercostale? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan?

Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada.

➢ Jantung

Bagaimana keadaan dan frekuensi jantung serta iramanya? Adakah

bunyi tambahan? Adakah bradicardi atau tachycardia?

➢ Abdomen Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot

pada abdomen? Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus?

Adakah tanda meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar?

➢ Kulit

Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun

warnanya?Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman

bekas luka,kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar stoma,

kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.

➢ Ekstremitas

Apakah terdapat oedema, Penyebaran lemak,penyebaran masa

otot, perubahan tinggi badan, cepat lelah, lemah dannyeri, adanya

gangren di ekstrimitas?

➢ Genetalia

Adakah kelainan bentuk oedema, tanda-tanda infeksi?Apakah ada

kesulitan untuk berkemih


f. Terapi, pemeriksaan penunjang & laboratorium

Untuk mendiagnosis seseorang mengalami gangguan atau tidak dapat

dilakukanpemeriksaan melalui penilaian terhadap :

➢ Darah. Test kimia, kultur, ABG, CBC

➢ Urin. Kultur

➢ CSF. Kultur,

➢ Sputum. Kultur

➢ Drainase luka. Kultur

1. Diagnosa keperawatan

a. Penurunan Curah Jantung : rentan terhadap ketidakadekuatan


volume jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer : penuruna sirkulasi darah
keperifer yang dapat mengganggu kesehatan
c. Ketidakefektifan pola nafas
d. Hipertermia : suhu tubuh diatas kisaran normal diurnal karena kegagalan
termoregulas
e. Resiko jatuh : peningkatan rentan jatuh, yang dapat menyebabkan bahaya
fisik dan gangguan kesehatan
2. Intervensi

No Diagnosa Tujuan SLKI Perencanaan keperawatan SIKI


keperawatan
1 Penurunan curah Setelah dilakukan intervensi keperawatan 1. Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah

jantung berhubungan selama 1 x 24 jam, maka Penurunan Curah jantung (meliputi dipsnea, kelelahan,

dengan perubahan Jantung meningkat dengan kriteria hasil : edema,ortopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea,

irama jantung ditandai 1. Kekuatan nadi perifer meningkat peningkatan CVP

dengan palpitasi, 2. Palpitasi menurun 2. Monitor tekanan darah

bradikardia, takikardia, 3. Brakikardia menurun 3. Monitor saturasi oksigen

gambaran EKG aritmia 4. Takikardia menurun 4. Monitor keluhan nyeri dada

atau gangguan 5. Gambaran EKG aritmia menurun 5. Monitor EKG 12 sadapan

konduksi 6. Lelah menurun 6. Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)

7. Edema menurun 7. Posisikan pasien semi – fowler atau fowler


8. Dipsnea menurun dengan kaki ke bawah atau posisi nyaman

9. Oliguria menurun 8. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress,

10. Sianosis menurun jika perlu

11. Batuk menurun 9. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi

12. Tekanan darah cukup membaik 10. Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap

11. Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu

12. Rujuk ke program rehabilitasi jantung

2 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan selama 1 x 24 jam 1. Monitor TTV

perfusi jaringan perifer perfusi jaringan perifer membaik dengan 2. Monitor elektrolit

: penurunan sirkulasi kriteria hasil : 3. Catat intake dan output secara akurat

darah keperifer yang 1. HB dan hematocrit dalam batas normal 4. Observasi adanya tanda tanda gangguan

dapat mengganggu 2. Tekanan Systole dan diastole dalam rentang keseimbangan cairan dan elektrolit (membrane

kesehatan normal mukosa kering, sianosis, jaundice)

3. Elektrolit dalam batas normal 5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi
6. Kolaborasi dengan ahli gizi jumlah kalori dan

jumlah zat gizi yang dibutuhkan

3 Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tindakan selama 1 x 30 menit 1. Monitor Pola nafas (frekuensi, kedalam, usaha
ketidakefektifan pola nafas membaik dengan nafas)
nafas
kriteria hasil : 2. Monitor bunyi nafas tambahan (gurgling,
1. Nafas pasien dalam batas normal wheezing, ronchi dll)
2. Tidak ada suara nafas tambahan 3. Posisikan pasien posisi semi fowler
4. Jika ada secret lakukan fisioterapi dada
5. Mempertahankan jalan nafas yang paten
6. Monitor pernafasan dan status oksigen yang
sesuai
7. Catat pergerakan dada simetris atau tidak ,
menggunakan otot bantu pernafasan
DAFTAR PUSTAKA

▪ Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds). (2014). NANDA international

Nursing Diagnoses: Definitions & classification, 2015-2017. Oxford :

Wiley Blackwell.

▪ Lewis, SL., Dirksen, SR., Heitkemper, MM, and Bucher,

L.(2014).Medical surgical Nursing. Mosby: ELSIVER

▪ Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan

Indonesia (SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

▪ Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan

Indonesia (SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

▪ Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan

Indonesia (SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

You might also like