Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 16

“MEKANISME DAN PENERAPAN MULTI AKAD DI LEMBAGA

KEUANGAN SYARIAH (LKS) DI INDONESIA”

Makalah ini disusun sebagai tugas kelompok pada mata kuliah Akad-Akad di Bank Syariah
Dosen Pengampu:
Drs. H. M. Abduh Khalid. M, M.Si & Dr. Hj. Qurroh Ayuniyyah, M.Ec

Disusun oleh:
Kelompok 5
Ahmad Nur Ahsan 202101021281
Ahmad Ridwan 202101021280
Faqih Hamdani Hafizh 202101021302
Ilham Hibatullah 202101021307
Sulkan Imron 202101021304
Yusran 202101021286

PROGRAM STUDI MAGISTER EKONOMI SYARIAH


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
MEKANISME DAN PENERAPAN MULTI AKAD DI LEMBAGA
KEUANGAN SYARIAH (LKS) DI INDONESIA

ABSTRACT
At present we can see and witness the growth and development of Islamic financial
institutions so rapidly, this is in line with the awareness of the public in general and Muslims
in particular about the benefits and blessings of the sharia system, the sharia contract has
experienced various breakthroughs and innovations from several contracts. which is in the
concept of mualamah that has existed so far. Among the breakthroughs that are known today
is the multi-contract agreement in a transaction, but in practice there are still many
customers or people who do not understand in detail how the mechanism and implementation
of multi-contracts in Islamic financial institutions. This paper present how the mechanism
and implementation of multi-contracts in Islamic financial institutions by including the
opinions of scholars and views and fatwas of the National Sharia Council. Several models of
Multi-contracts carried out at Islamic Financial Institutions in Indonesia include the Ijarah
Al-Muntahiya bit tamlik (IMBT) Contract, Multi-contracst in Property Financing
(Musyarakah Mutanaqishah / MMQ), Multi-contracst in Murabahah Bil Wakalah Financing.
Basically, Multi-contracts that meet sharia principles are not prohibited, moreover the
practice of Multi-contracts is very much needed to support the development of Islamic
Financial Institutions in Indonesia.

Keywords: Mechanism, Implementation, Multi-contracts, Finance, Sharia

ABSTRAK
Saat ini kita bisa melihat dan menyaksikan tumbuh dan berkembangnya lembaga-lembaga
keuangan syariah begitu pesat, hal ini seiring kesadaran masyarakat pada umum nya dan
umat islam pada khususnya akan keuntungan dan keberkahan sistem syariah, akad akad
syariah pun mengalami beragam terobosan dan inovasi dari beberapa akad yang ada dalam
konsep mualamah yang telah ada selama ini. Diantara terobosan yang dikenal hari ini adalah
multi akad dalam sebuah transaksi, namun dalam prakteknya masih banyak nasabah atau
umat yang belum memahami secara mendetail bagaimana mekanisme dan penerapan multi
akad di lembaga keuangan syariah. Makalah ini menyajikan bagaimana mekanisme dan
penerapan multi akad di lembaga keuangan syariah dengan menyertakan pendapat para ulama
dan pandangan serta fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN). Beberapa model Multi Akad
yang dilakukan di Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia antara lain Akad Ijarah Al-
Muntahiya bit tamlik (IMBT), Multi Akad dalam Pembiayaan Properti (Musyarakah
Mutanaqishah /MMQ), Multi Akad dalam Pembiayaan Murabahah Bil Wakalah. Pada
dasarnya, Multi Akad yang memenuhi prinsip-prinsip syariah tidaklah dilarang, apalagi
praktik Multi Akad ini sangat dibutuhkan untuk menopang perkembangan Lembaga
Keuangan Syariah (LKS) di Indonesia.

Kata kunci : Mekanisme, Penerapan, Multi Akad, Keuangan, Syariah

1
I. PENDAHULUAN

Islam sebagai agama yang syamil mutakamil (sempurna lagi menyeluruh) tidak
pernah meninggalkan sebuah perkara tanpa ada bahasan hukum di dalamnya, hal ini
dikarenakan islam tidak menghendaki pemeluknya mengalami haraj atau kesulitan dalam
kehidupan di dunia ini untuk kebahagiaan akhirat para pemeluknya kelak. Menjadi
keniscayaan, masalah-masalah muamalah kontemporer pun tidak luput dalam bahasan
serius yang harus diketahui hukumnya.
Kompleksitas qadhaya problematika umat terkhusus dalam muamalah maaliyyah
seiring dengan berkembangnya dan majunya zaman, membuat hukum islam menunjukkan
karakter elastisitas dan fleksibilitasnya agar memeberikan mashlahat dan manfaat yang
luas bagi seluruh masyarakat dan khususnya umat islam. Trend pertumbuhan dan
perkembangan aktivitas, kegiatan dan kinerja Lembaga keuangan Syariah di Indonesia
dewasa ini, seperti perbankan syariah, obligasi syariah, pembiayaan syariah dan yang
lainnya, serta menggeliatnya kesadaran masyarakat dan umat islam pada khususnya akan
pentingnya bertransaksi dengan asas dan pedoman syariah menjadi keniscayaan bagi para
pihak terkait, khususnya para praktisi, regulator dan akademisi untuk berperan aktif dalam
rangka menangkap “angin perubahan” masyarakat tersebut. para praktisi didorong kuat
untuk melakukan inovasi beragam produk dan fitur syariah yang berisi tentang Multi
Akad, sebagai kemudahan bagi para nasabah, para regulator membuat aturan main serta
regulasi yang tepat untuk dapat diaplikasikan oleh para praktisi, dan para pendekar literasi
yakni akademisi harus berperan kuat mengedukasi dan mencerdaskan masyarakat agar
produk dan mekanisme penerapan multi akad serta regulasi yang terkait on the track
sesuai prinsip-prinsip syariah yang berkeadilan bagi semua pihak.
Tak dipungkiri masih adanya masyarakat yang belum memahami secara tepat
Mekanisme dan penerapan Multi Akad di lembaga keuangan syariah di indonesia atau
bahkan punya argumentasi sendiri tentang “tidak syar`inya” multi akad dalam Lembaga
Keuangan Syariah karena memahami sejumlah Hadis Rasulullah shallallahu alaihi
wasalllam secara dzahirnya saja, seperti :
Hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dan an-Nasa-i dari Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu.
“‫هللا عَوَ ْي ِو َو َس َّ ََّل َنَ َى َع ْن ب َ ْي َعخَ ْ ِْي ِ ِْف ب َ ْي َعة‬
ُ ‫َأ َّن امنَّ ِ َِّب َص ََّّل‬

2
Bahwa Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam melarang melakukan dua transaksi
dalam satu transaksi jual beli.” [Hadis ini dishahihkan oleh at-Tirmidzi dan Ibnu
Hibban].

‫َش َظ ِان ِِف ب َ ْيع َو َال ِربْ ُح َما م َ ْم ثَضْ َم ْن َو َال‬ ِ َّ ‫اَّلل ْب َن َ َْعرو كَا َل كَا َل َر ُسو ُل‬
ْ َ ‫ « َال َ َِي ُّل َسوَ ٌف َوب َ ْي ٌع َو َال‬-‫ملسو هيلع هللا ىلص‬- ‫اَّلل‬ ِ َّ ‫عن َع ْبد‬
» َ‫ب َ ْي ُع َما مَي َْس ِعنْدَ ك‬.
Dari Abdullah bin „Amr, dia berkata, “Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda,
„Tidaklah halal transaksi utang-piutang yang dicampur dengan transaksi jual beli, tidak
boleh ada dua syarat dalam satu transaksi jual beli, tidaklah halal keuntungan yang
didapatkan tanpa adanya tanggung jawab untuk menanggung kerugian, dan engkau tidak
boleh menjual barang yang bukan milikmu.” (HR. Abu Daud, no. 3506; hadis hasan)

Dari Hadis-Hadis di atas, menjadi kewajaran bagi Sebagian masyarakat


memahami bahwa produk-produk dengan menggunakan Multi Akad dalam Lembaga
Keuangan Syariah dapat dipandang belum memenuhi prinsip-prinsip muamalah Syariah.
Oleh karena itu, untuk menjawab pandangan-pandangan tersebut, perlu dijelaskan
bagaimana sebenarnya mekanisme dan penerapan Multi Akad di Lembaga Keuangan
Syariah di Indonesia.

3
II. KAJIAN TEORI

a. Pengertian Multi Akad di Lembaga Keuangan Syariah


Sebelum memulai pembahasan, terlebih dahulu kita harus mengetahui definisi
dari Multi Akad. Multi Akad diambil dari bahasa Arab yaitu al-'ukud al-murokkabah
atau akad ganda, merangkap atau menghimpun.1 Multi Akad berarti menumpuk satu
akad pada akad yang lain. Menggabungkan beberapa akad dalam satu transaksi dimana
disitu ada kebutuhan. Pembahasan Multi Akad bukanlah hal yang baru, tetapi sudah ada
dari zaman dulu, sehingga sudah banyak fatwa ulama terdahulu yang membahas hal ini,
diantaranya adalah dari Nazih Hammad dalam kitabnya Al-‟Uqûd al-Murakkabah fî al-
Fiqh al-Islâmî. Menurut beliau Multi Akad adalah kesepakatan antara dua belah pihak
dalam melaksanakan suatu akad yang didalamnya terdapat kumpulan akad seperti
hibah, sewa menyewa, jual beli, wakaf, muzara'ah, qardh, syirkah, Sharaf (penukaran
mata uang asing), mudharabah dan seterusnya. Maka ketentuannya semua keuntungan
dan kerugian termasuk semua hak dan kewajiban yang terjadi tidak boleh untuk
dipisah-pisahkan, karena kumpulan akad itu dihukumi menjadi satu akad.2
Multi Akad atau disebut oleh ulama fikih dengan sebutan akad murakkab,
adalah kumpulan akad yang menjadi satu karena ada kebutuhan dan dihukumi menjadi
satu akad dalam hak dan kewajibannya. Multi Akad selain disebut akad murakkab juga
disebut dengan al-‟uqûd al-mujtami„ah, al-‟uqûd al-muta‟addidah, al-‟uqûd al-
mutakarrirah, al-‟uqûd al-mutadâkhilah, al-‟uqûd al-mukhtalithah.

b. Jenis Multi Akad di Lembaga Keuangan Syariah


Multi Akad menurut al-Imrani dalam kitab beliau Al-‟Uqûd al-Mâliyah al-
Murakkabah adalah satu akad yang terhimpun dari beberapa akad, baik yang bersifat
penggabungan atau bersifat timbal balik, dari hal itu maka setiap hal dan kewajiban,
kelebihan dan kekurangannya menjadi satu hukum yang tidak dapat dipisahkan.3 Beliau
membagi Multi Akad dalam lima macam, yaitu: al-‟uqûd al-mutaqâbilah, al-‟uqûd al-
mujtami„ah, al-‟uqûd al-mutanâqidhah wa al-mutadhâdah wa al-mutanâfiyah, al-‟uqûd
al-mukhtalifah, al-‟uqûd al-mutajânisah. Dari lima macam itu, menurut beliau, dua

1
Kata al-jam„ menunjukkan berkumpulnya sesuatu (tadhâmm al-syay‟). Al-Tahânawî, Kasysyâf Ishthilâhât al-Funûn, (Beirut: Dâr Shâdir,
tt.), Jilid II, h. 534.

2
Nazîh Hammâd, Al-‟Uqûd al-Murakkabah fî al-Fiqh al-Islâmî, (Damaskus: Dâr al-Qalam, 2005), Cet. I, h. 7.

3
Abd Allâh bin Muhammad bin „Abd Allâh al-„Imrânî, Al-‟Uqûd al-Mâliyah al-Murakkabah, h.46.

4
macam yang pertama yaitu al-‟uqûd al-mutaqâbilah dan al-‟uqûd al-mujtami„ah, adalah
Multi Akad yang umum dipakai.
Praktek Multi Akad yang pertama adalah al-‟uqûd al-mutaqâbilah yaitu akad
bersyarat. Secara harfiah Taqâ-bul berarti berhadapan. Dua hal bisa dikatakan
berhadapan apabila keduanya saling berhadapan kepada yang lain. Lebih jelasnya, yang
dimaksud dengan al-‟uqûd al-mutaqâbilah adalah Multi Akad dalam bentuk akad kedua
berinteraksi dengan akad pertama,4 di mana kesempurnaan akad pertama bergantung
pada sempurnanya akad kedua dengan saling berhubungan satu sama lain. Dengan kata
lain, akad satu bergantung dengan akad lainnya. Akad seperti ini sudah sangat sering
terjadi, model akad seperti ini sudah dikenal lama dan prakteknya sudah banyak. Para
ulama dari berbagai zaman telah membahas tema ini, baik yang berkaitan dengan
hukumnya, atau model pertukarannya. Misalnya antara akad pertukaran (mu'âwadhah)
dengan akad tabarru‟, antara akad tabarru' dengan akad tabarru'atau akad pertukaran
dengan akad pertukaran. Ulama biasa mendefinisikan model akad ini dengan akad
bersyarat (isytirâth „aqd bi „aqd).
Praktek Multi Akad yang kedua adalah al-„uqûd al-mujtami„ah. Akad al-‟uqûd
al-mujtami„ah adalah beberapa akad yang terhimpun dalam satu akad. Baik itu dua
akad atau lebih terhimpun menjadi satu akad. Seperti contoh, Saya jual rumah ini
kepadamu dan saya sewakan rumah yang lain kepadamu selama satu bulan dengan
harga lima ratus ribu". Model Multi Akad seperti ini dapat terjadi dengan
berkumpulnya dua akad yang memiliki akibat hukum berbeda di dalam satu akad
terhadap dua objek dengan satu harga, dua akad berbeda akibat hukum dalam satu akad
terhadap dua objek dengan dua harga, atau dua akad dalam satu akad yang berbeda
hukum atas satu objek dengan satu imbalan, baik dalam waktu yang sama atau waktu
yang berbeda.
Multi Akad yang ketiga adalah al-‟uqûd al-mutanâqidhah wa al-mutadhâdah wa
al-mutanâfiyah. Disini ada tiga istilah, yaitu al-mutanâqidhah, al-mutadhâdah dan al-
mutanâfiyah, semuanya memiliki kesamaan bahwa ketiganya mengandung maksud
adanya perbedaan. Tetapi ketiga istilah ini mengandung implikasi yang berbeda. Pada
istilah mutanâqidhah mengandung arti berlawanan, seperti pada contoh seseorang
berkata sesuatu lalu berkata sesuatu lagi yang berlawanan dengan yang pertama.
Misalnya seseorang mengatakan bahwa sesuatu benar, lalu berkata lagi sesuatu itu

4
Imâm Mâlik ibn Anas, Al-Mudawwanah al-Kubrâ, j. 4, (Bayrût: Dâr al-Shâdir, 1323 H), cet. ke-1, h.126.

5
salah. Perkataan orang ini disebut mutanâqidhah, saling berlawanan. Dikatakan
mutanâqidhah karena antara satu dengan yang lainnya tidak saling mendukung,
melainkan mematahkan.5
Model Multi Akad yang keempat adalah al-‟uqûd al-mukhtalifah. Pengertian
dari Multi Akad yang mukhtalifah adalah terhimpunnya dua akad atau lebih yang
memiliki perbedaan semua akibat hukum diantara kedua akad itu atau sebagiannya.
Seperti perbedaan akibat hukum dalam akad jual beli dan sewa. Dalam akad sewa
diharuskan ada ketentuan waktu, sedangkan dalam jual beli tidak ada batasan waktu.
Contoh lain, akad ijârah dan salam. Dalam salam, harga salam harus diserahkan pada
saat akad, sedangkan dalam ijârah, harga sewa tidak harus diserahkan pada saat akad.
Praktek Multi Akad yang kelima adalah akad sejenis atau disebut al-‟uqûd al-
mutajânisah. Al-‟uqûd al-murakkabah al-mutajânisah adalah akad-akad yang mungkin
dihimpun dalam satu akad, dengan tidak mempengaruhi di dalam hukum dan akibat
hukumnya. Multi Akad dengan jenis ini dapat terdiri atas satu jenis akad seperti akad
jual beli dan akad jual beli atau dari beberapa jenis akad seperti akad jual beli dan akad
sewa menyewa. Multi Akad jenis ini dapat pula terbentuk dari dua akad yang memiliki
hukum yang sama atau akad yang memiliki hukum yang berbeda.

5
Ashfahânî, Mu‟jam Mufradât alfâdz al-Qur‟ân, h.525.

6
III. PEMBAHASAN

A. Multi Akad dalam IMBT

Akad ijarah muntahiya bittamlik adalah akad penyediaan dana untuk


memindahkan hak guna atau manfaat sebuah barang atau jasa berdasarkan dengan
transaksi sewa beli. Akad Ijarah Al-Muntahiya bit tamlik (IMBT) merupakan
kombinasi antara akad sewa (ijarah) dengan hak opsional jual beli atau hibah di
akhir masa sewa yang sifatnya tidak mengikat. Meski terjadi perbedaan pendapat
apakah IMBT termasuk kedalam akad gabungan (murakkab) yang dilarang oleh
Nabi atau bukan, namun mayoritas ulama sepakat untuk memperbolehkan praktik
akad/perjanjian IMBT.
Dewan Syariah Nasional (DSN MUI) telah menerbitkan fatwa tentang
kebolehan akad Ijarah Al-Muntahiya bit tamlik pada tahun 2002 dengan nomor:
27/DSN-MUI/III/2002 dengan syarat-syarat dan ketentuan yang tercantum di
dalamnya.6. Begitu pula dengan keputusan Majma‟ Al-Fiqhi Al-Islami yang
menerangkan dalam hasil pertemuannya yang ke-12 di Riyadh dalam nomor 110
(4/12) tentang ijarah al-muntahiya bit-tamlik:
‫ ِف زمن واحد‬،‫ عَّل عْي واحدة‬،‫ ِف وكت واحد‬،‫ أن يرد علدان خمخوفان‬:‫ضابط املنع‬
Batasan tidak dibolehkannya akad ini: Terdapat dua akad yang berbeda dalam satu
waktu, atas satu barang yang sama dengan satu waktu yang sama.
:‫ضابط اجلواز‬
،‫ زماان حبيث يكون اإبرام علد امبيع بعد علد االإجارة‬،‫ وجود علدين منفصوْي يس خلل لك مهنام عن الآخر‬.1
.‫ واخليار يوازي اموعد ِف الحاكم‬.‫أو وجود وعد ابهمتويم ِف َناية مدة االإجارة‬
7
‫ أن حكون االإجارة فعوية وميست ساحرة نوبيع‬.2
Batasan dibolehkannya akad ini:
1. Adanya dua akad yang berbeda yang saling terpisah dalam beberapa waktu, yang
bilamana terdapat akad jual beli maka setelah selesainya akad ijarah, atau dengan

6
Fatwa DSN MUI nomor: 27/DSN-MUI/III/2002 tentang al-ijarah al-muntahiyah bi al-tamlik hlm.3

7
Laman resmi Majma‟ Al-Fiqih Al-Islami: https://www.iifa-aifi.org/en/7425.html

7
adanya janji (wa‟d) yang dengannya berpindah kepemilikan di akhir masa
sewa/ijarah, yang bersifat tidak mengikat.
2. Sewa menyewa yang dilakukan adalah benar dan sesuai secara praktiknya dan
bukan hanya sekedar hilah/rekayasa daripada jual beli yang dimaksud.
Jadi, ijarah al-muntahiya bit-tamlik (IMBT) berbeda dengan skema sewa-beli (hire-
purchase) yang merupakan produk dari lembaga-lembaga keuangan konvensional,
dimana penerapan ketentuan-ketentuan aturan sewa dan jual beli terdapat dalam
suatu barang yang disewa tersebut dalam satu waktu, kemudian berpindah
kepemilikannya secara langsung dengan biaya pelunasan terakhir oleh penyewa.
(AAOIFI)
Adapun Mekanisme dan penerapan pengajuan pembiayaan IMBT di LKS
biasanya adalah sebagai berikut:
a. Nasabah mengajukan pembiayaan, dengan langsung mendatangi LKS yang
ingin dituju atau biasanya melalui marketing pihak LKS.
b. Customer Service menanyakan keperluan nasabah.
c. Customer Service memberikan penjelasan tentang persyaratan untuk
pengajuan pembiayaan. terdiri dari: Foto Copy KTP, Foto Copy Kartu
Keluarga, Foto Copy Akta Nikah, Foto Copy Surat bukti kepemilikan agunan,
dan Slip gaji terakhir.
d. Nasabah mengisi formulir dan menyerahkan persyaratan yang diminta oleh
pihak LKS.
e. Customer Service mengecek persyaratan, jika ada kekurangan nasabah harus
melengkapi persyaratan tersebut.
f. Kemudian bagian marketing melakukan survei kepada nasabah mengenai
karakter, kondisi usaha, keadaan jaminan, dan mencocokkan data pada Surat
Permohonan Pembiayaan (SPP) dengan kondisi nasabah yang sebenarnya,
kemudian memeriksa berkas administrasi dan dokumen lain yang dibutuhkan.
Hasil survei selanjutnya direkam dalam Laporan Hasil Pemeriksaan SPP untuk
dianalisa dan diteruskan kepada direksi.
g. Pihak direksi selanjutnya mempertimbangkan hasil analisa pembiayaan dan
memutuskan apakah pembiayaan disetujui untuk direalisasikan atau tidak.
h. Untuk pembiayaan yang disetujui, maka administrasi pembiayaan kemudian
mempersiapkan akad pembiayaan dan berbagai dokumen yang dibutuhkan
seperti: Slip Setoran, Nota Pencairan Uang, Slip Penarikan, Tanda Terima
8
Jaminan, Surat Kuasa Pendebetan Rekening, Surat Kuasa Pemindahtanganan
Agunan dan Kartu Jadwal Angsuran.
i. Apabila hasil survei menunjukkan bahwa hasil pembiayaan tidak layak
sehingga tidak dapat direalisasikan, maka marketing akan melakukan survei
ulang kepada nasabah. Dalam hal ini nasabah dapat mengganti agunan apabila
agunan nasabah tidak disetujui.
j. Mengadakan akad antara nasabah dengan LKS. Ketentuan perjanjian
pembiayaan dan pengikatan jaminan sesuai akad yang disepakati oleh kedua
belah pihak.
k. Dokumen yang lain yaitu bukti penyetoran, nota pencairan uang, dan slip
penarikan diteruskan ke bagian teller untuk pencairan dana pembiayaan.
l. Bagian Teller menyerahkan uang tunai kepada nasabah atau mentransfernya ke
rekening tabungan nasabah.
Ketika calon nasabah datang mengajukan pembiayaan di LKS, maka pihak
LKS akan melakukan penilaian terlebih dahulu kepada calon nasabah tersebut.
Penilaian ini yang nantinya menjadi dasar bagi pihak LKS untuk memutuskan
apakah pembiayaan yang akan diajukan tersebut layak direalisasikan atau tidak. Dan
mengenai agunan yang diberikan kepada pihak LKS hanya untuk mengantisipasi
apabila nantinya pembiayaan yang diberikan tersebut terjadi kemacetan.
ketika LKS dengan nasabah melaksanakan negosiasi dan memenuhi
persyaratan, akad yang digunakan adalah akad sewa menyewa atau ijarah. Setelah
LKS menyerahkan barang (Misal rumah), maka nasabah harus membayar uang sewa
sampai masa sewa habis. Setelah masa sewa habis, nasabah mengembalikan barang
ataupun rumah yang disewa kepada pihak LKS. Setelah nasabah mengembalikan
barang atau rumah yang disewa, kemudian pihak LKS dan nasabah melakukan
transaksi jual beli atau bai‟, sehingga pihak LKS akan langsung menghibahkan
barang maupun rumah tersebut kepada nasabah.
B. Multi Akad dalam Pembiayaan Properti (Musyarakah Mutanaqishah /MMQ)
Salah satu akad syar‟i yang masih kurang begitu familiar di kalangan
masyarakat dan perlu upaya terus-menerus disosialisasikan yaitu tentang
musyarakah mutanaqishah (MMQ).
DSN MUI menerbitkan fatwa no: 73/DSN/-MUI/XI/2008 tentang Musyarakah
Mutanaqisah yang berkesimpulan pada dibolehkannya hukum MMQ ini dengan
ketentuan-ketentuan yang ada.
9
Senada dengan hal tersebut Syaikh Wahbah Al-Zuhaili berkata dalam kitabnya Al-
Mu‟amalat Al-Maaliyah Al-Mu‟ashirah:
‫ىذه املشارنة مرشوعة ِف امرشيعة العامتدىا عَّل وعد من امبنم مرشيكو بأن يبيع هل حصخو ِف امرشنة اإذا‬
.‫سدد هل كميهتا‬

Artinya: “Musyarakah mutanaqishah ini dibenarkan dalam syariah, karena bersandar


pada janji dari Bank kepada mitra (nasabah)-nya, bahwa Bank akan menjual kepada
mitra porsi kepemilikannya dalam Syirkah apabila mitra telah membayar kepada
Bank harga porsi Bank tersebut.”8
Majma‟ Al-Fiqh Al-Islamy juga telah menerbitkan batasan-batasan syariahnya
musyarakah mutanaqisah yang disepakati pada pertemuan kelima belasnya di
Muscat, Oman 2015. Diantaranya:
1. Musyarakah mutanaqishah adalah salah satu bentuk muamalah baru yang
mengandung syirkah/serikat diantara 2 belah pihak dengan adanya janji salah satu
dari keduanya untuk membeli barang tersebut secara bertahap.
2. Dasar daripada pelaksanaan MMQ adalah adanya akad yang disetujui oleh kedua
belah pihak yang dimana modal syirkah tersebut bersumber dari keduanya, baik
modal tersebut berupa uang atau barang setelah ditaqwim/diperkirakan berapa
bagiannya. Serta disepakati pula bagaimana skema pembagian keuntungannya dan
risiko atas kerugian bilamana terjadi yang disesuaikan dengan bagian/porsinya
masing-masing dalam syirkah tersebut.9
Dalam Standar AAOIFI disebutkan:
Wajib diterapkannya hukum-hukum dasar dan umum tentang syirkah dalam
musyarakah mutanaqishah. Begitu pula tidak dibolehkan dalam syirkah untuk
mensyaratkan jual beli, melainkan dengan perjanjian terpisah dari akad syirkah
sebelumnya, sehingga jual beli yang ada tidak bercampur dengan syirkah dan juga
tidak dibolehkan mensyaratkan akad yang lain didalam suatu akad.10
Implementasi MMQ dalam operasional Lembaga Keuangan Syariah (LKS)
terutama Perbankan Syariah adalah merupakan kerjasama antara bank syariah
dengan nasabah untuk pengadaan atau pembelian suatu barang (benda), di mana
8
Fatwa DSN MUI nomor: 73/DSN/-MUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqisah hlm. 3

9
https://www.iifa-aifi.org/en/7356.html

10
Al-Ma‟ayir As-syar‟iyyah (AAOIFI) hlm. 345

10
asset barang tersebut menjadi milik bersama. Adapun besaran kepemilikan dapat
ditentukan sesuai dengan sejumlah modal atau dana yang disertakan dalam kontrak
kerja sama dalam akad tersebut. Selanjutnya nasabah akan membayar (mengangsur)
sejumlah modal/dana yang dimiliki oleh bank syariah. Perpindahan kepemilikan dari
porsi bank syariah kepada nasabah seiring dengan bertambahnya jumlah modal
nasabah dari pertambahan angsuran yang dilakukan nasabah. Dengan kata lain,
penurunan porsi kepemilikan LKS terhadap barang atau benda berkurang secara
proporsional sesuai dengan besarnya angsuran. Hingga angsuran berakhir berarti
kepemilikan suatu barang atau benda tersebut sepenuhnya menjadi milik nasabah.
Aset tersebut dapat di-ijarah-kan kepada syarik atau pihak lain. Apabila aset
musyarakah menjadi obyek ijarah, maka syarik (nasabah) dapat menyewa aset
tersebut dengan nilai ujrah yang disepakati. Keuntungan yang diperoleh dari ujrah
tersebut dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dalam akad, sedangkan
kerugian harus berdasarkan proporsi kepemilikan. Nisbah keuntungan dapat
mengikuti perubahan proporsi kepemilikan sesuai kesepakatan para syarik.
Kadar/ukuran bagian/porsi kepemilikan asset musyarakah syarik (LKS) yang
berkurang akibat pembayaran oleh syarik (nasabah), harus jelas dan disepakati
dalam akad. Biaya perolehan aset musyarakah menjadi beban bersama sedangkan
biaya peralihan kepemilikan menjadi beban pembeli.
C. Multi Akad dalam Pembiayaan Murabahah Bil Wakalah
DSN MUI telah menerbitkan fatwa akan dibolehkannya akad ini dengan
ketentuan yang ada, sebagaimana disebutkan dalam fatwa nomor: 04/DSN-
MUI/IV/2000 tentang murabahah bahwa jika bank hendak mewakilkan kepada
nasabah untuk membeli barang dar pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus
dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank.11
Begitu pula ditegaskan dengan adanya fatwa DSN dengan nomor: 111/DSN-
MUI/IX/2017 tentang akad jual beli murabahah yang menyebutkan bahwa akad jual
beli murabahah boleh dilakukan dalam bentuk bai‟ al murabahah al „adiyyah
maupun dalam bentuk bai‟ al murabahah al amir bis syira, yaitu akad jual beli
murabahah yang dilakukan atas dasar pesanan dari calon pihak pembeli.

11
Fatwa DSN MUI nomor: 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah hlm. 4

11
‫ وجيوز ميا ذكل عن ظريق وهيل غري الآمر‬،‫الصل أن جشرتي املؤسسة امسوعة بنفسيا مباَشة من امبائع‬
.‫ وال ثوجأ مخوهيل امعميل (الآمر ابمرشاء) اإال عند احلاجة املوحة‬،‫ابمرشاء‬
12
)‫ (املعايري امرشعية‬.‫ بل ثبيعو املؤسسة بعد متوكيا امعْي‬،‫وال يخوىل اموهيل امبيع منفسو‬

Pada dasarnya, skema murabahah ini diawali dengan lembaga membeli barang
secara langsung tanpa perantara dari penjual, namun juga dibolehkan bagi lembaga
tersebut melalui wakilnya selain nasabah yang memesan barang. Lembaga tidak
diperkenankan memberikan kuasa (wakil) kepada nasabahnya langsung kecuali
adanya sebuah keperluan yang mendesak. Kemudian wakil tidak diperkenankan
menjual barang tersebut, melainkan lembaga itu sendiri yang melakukan transaksi
jual beli setelah barang tersebut dimilikinya. (AAOIFI)
Mekanisme dan Penerapan Multi akad di beberapa Lembaga Keuangan
Syariah (LKS) di antaranya ada akad Murabahah Bil Wakalah di mana dalam akad
tersebut dijelaskan terlebih dahulu oleh pihak LKS dan apa saja yang menjadi syarat
untuk terjadinya akad. Tujuan digunakannya multi akad ini yaitu memudahkan
anggota atau pihak LKS dalam pencarian barang yang sesuai dengan keinginan
anggotanya (nasabahnya).
Jika melakukan multi akad ini ada dua cara yaitu : 1) setelah mengetahui
akad tersebut, pembelian barang atau pencarian barang diwakilkan oleh pihak LKS.
2) pembelian barang dilakukan oleh anggota (calon nasabah) dengan catatan anggota
harus jujur dalam pembelian barang dengan cara melampirkan nota pembelian
barang.
Dalam proses terjadinya multi akad, pihak LKS juga melakukan survei
terhadap agunan yang diberikan oleh nasabah. Apakah agunan tersebut setara
dengan nilai barang yang diajukan oleh anggota, dikarenakan jika anggota terjadi
gagal bayar maka agunan tersebut digunakan untuk melunasi hutang kepada
koperasi. Selain itu, AO pihak LKS juga harus memastikan bahwa nasabah yang
akan melakukan multi akad harus memenuhi syarat. Syarat-syaratnya yang biasa
terjadi antara lain: foto copy KTP dan foto copy KK, foto copy agunan atau jaminan,
mengisi formulir, dan negosiasi harga.

12
Al-Ma‟ayir As-syar‟iyyah (AAOIFI) hlm. 210

12
Setelah itu pihak LKS biasanya melakukan pengawasan terhadap multi akad
sebagai berikut: pengawasan tersebut dilakukan oleh manajer, menjaga tingkat
pengembalian minimal 85%, AO sebagai collektor mengingatkan kepada nasabah
untuk melakukan pembayaran.
Multi akad adalah penggabungan dua akad, dimana akad yang kedua itu
untuk mendukung akad yang utama agar bisa dilakukan. Dalam contoh kasus di
beberapa LKS, multi akad yang ada yaitu murabahah bil wakalah. Yang akad
dimaksud akad yang kedua yaitu wakalah, dimana akad wakalah tersebut merupakan
akad pendukung supaya terjadinya akad murabahah.
Produk multi akad yang ada pada LKS yaitu akad untuk
pembelian/pembiayaan barang. Dalam hal ini, strategi yang dilakukan AO yaitu
biasa dengan cara memasarkan kepada masyarakat dengan cara menyebarkan brosur
dan door to door ataupun dengan cara yang lainnya.
Observasi yang dilakukan AO pihak LKS ada dua yaitu: 1) Observasi
terhadap pekerjaan calon nasabah dan kemampuan calon nasabah untuk membayar.
2) penilaian dari agunan yang diberikan sesuai atau tidaknya dengan harga barang
yang ingin dilakukan pembiayaan. Agunan yang diberikan calon nasabah untuk
pembiayaan barang tersebut berupa bisa berupa surat-surat berharga seperti: BPKB
kendaraan bermotor, surat tanah, ataupun yang lainnya. Dalam penerapan multi akad
ini pihak LKS biasanya, juga memberikan kebebasan terhadap anggota (calon
nasabah) dengan memberikannya dana untuk membeli barang sesuai dengan
keinginan anggota (calon nasabah). Hal ini dilakukan pihak LKS untuk
mempermudah anggota (calon nasabah) mencari barang yang sesuai dengan
keinginan anggota (calon nasabah). Setelah barang didapatkan, anggota (calon
nasabah) tersebut harus memberikan nota pembelian ke pihak LKS agar bisa
diproses lebih lanjut. Dalam pembelian barang pihak LKS biasanya sudah
merekomendasikan toko mana saja sebagai tempat pembelian barang.
Ketika barang yang diinginkan anggota (calon nasabah) tidak ada di toko
yang sudah direkomendasikan pihak LKS, maka pihak LKS memberikan
kemudahan dengan cara anggota (calon nasabah) mencari barang yang
diinginkannya, akan tetapi hal ini jarang terjadi dikarenakan toko yang
direkomendasikan oleh LKS selalu menyediakan barang yang sesuai dan berkualitas
untuk para anggotanya.

13
IV. KESIMPULAN
Multi Akad yaitu akad berganda atau akad yang banyak, lebih dari satu, atau dalam
isthilah fikihnya adalah al-‟uqûd al-murakkabah yang berarti aqad akad ganda (rangkap)
hukumnya dibolehkan jika untuk menjaga agar tidak terjerumus kepada riba, dalam
rangka memudahkan, menjaga kerugian bagi kedua belah pihak, selama Multi Akad
tersebut tidak ada larangannya dari syariat. Multi Akad yang dilarang apabila termasuk
dalam salah satu dari tiga hal berikut, yaitu Multi Akad yang menimbulkan
ketidakpastian, ketidakjelasan atau gharar, kedua Multi Akad yang menjerumuskan
kepada praktik riba, ketiga Multi Akad yang mengakibatkan konsekwensi hukum yang
bertentangan atau bertolak belakang pada obyek yang diaqadkan. Dengan kata lain bahwa
multi akad yang memenuhi prinsip prinsip syariah tidaklah dilarang, apalagi praktik Multi
Akad ini sangat dibutuhkan dalam dunia Lembaga Keuangan Syariah (LKS).

14
V. DAFTAR PUSTAKA

Abd Allâh, A. A. (t.t.). Al-‟Uqûd al-Mâliyah al-Murakkabah.


Accounting and Auditing rganization fr Islamic Financial Institutions, (AAOIFI). (t.t.).
Sharia Standards/Al-Ma‟ayir As-syar‟iyyah. Diambil dari
https://drive.google.com/file/d/1fStQgIV2uwK8Kjvat5yYsrTW0CRoauMe/view
Al-Tahanawi, A.-T. (t.t.). Kasysyâf Ishthilâhât al-Funûn. Beirut: Dâr Shâdir.
Ashfahânî, A. (t.t.). Mu‟jam Mufradât alfâdz al-Qur‟ân.
Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI. (2000). Fatwa DSN MUI nomor: 04/DSN-
MUI/IV/2000 tentang murabahah. Diambil dari
https://drive.google.com/file/d/0BxTl-lNihFyzdVVoTElXWEdZSFk/view
Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI. (2002). Fatwa DSN MUI nomor: 27/DSN-
MUI/III/2002 tentang al-ijarah al-muntahiyah bi al-tamlik. Diambil dari
https://drive.google.com/file/d/0BxTl-lNihFyzR1Rtb3BYSy10OVk/view
Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI. (2008). Fatwa DSN MUI nomor: 73/DSN/-
MUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqisah. Diambil dari
https://drive.google.com/file/d/0BxTl-lNihFyzNm5SeFBsZnBaS1k/view
Hammâd, N. (2005). Al-‟Uqûd al-Murakkabah fî al-Fiqh al-Islâmî (Cetakan. I). Damaskus:
Dâr al-Qalam.
Imâm Mâlik, I. M. (1323). Al-Mudawwanah al-Kubrâ (Cetakan Ke-1). Beirut: Dâr al-Shâdir.
Majma‟ Al-Fiqih Al-Islami. (2000). Keputusan Nomor: 110 (4/12) [1] tentang Al-Ijarah al-
Muntahiya bit tamlik dan Akta Ijarah (Sewa-menyewa). Diambil dari
https://www.iifa-aifi.org/en/7425.html
Majma‟ Al-Fiqih Al-Islami. (2004). Keputusan Nomor: 136 (2/15) tentang Al- Musyarakah
al-Mutanaqisah dan Prinsip Syariahnya. Diambil dari https://www.iifa-
aifi.org/en/7356.html
Maulana, H. (2011). Multiakad Dalam Transaksi Syariah Kontemporer Pada Lembaga
Keuangan Syariah Di Indonesia. (1), 24.
(Abd Allâh, t.t.) (Hammâd, 2005) (Imâm Mâlik, 1323) (Al-Tahanawi, t.t.) (Ashfahânî, t.t.)
(Maulana, 2011) (Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI, 2000) (Dewan Syariah Nasional
(DSN) MUI, 2008) (Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI, 2002) (Majma‟ Al-Fiqih Al-
Islami, 2004) (Majma‟ Al-Fiqih Al-Islami, 2000) (Accounting and Auditing rganization fr
Islamic Financial Institutions, t.t.)

15

You might also like