Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 15

SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER

MATAKULIAH AKHLAK DAN TASAWUF


MENEJEMEN BISNIS SYARIAH (MBS)
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM (FEBI)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ( UIN ) RADEN MAS SAID
SURAKARTA
2021
SEMESTER : MBS 4
KELAS : A-G
DOSEN : Muhammad Mahbub Maulana,S.Psi.I, M.Pd
JADWAL UTS : Jum’at, 11 Juni 2021

SOAL
1. Tuliskan landasan dasar bertasawuf dan berakhlak dalam al Qur’an dan
Hadits ?
2. Apa perbedaannya antara akhlak, moral dan etika ?
3. Jelaskan pengertian dari takhali, tahalli dan tajalli?
4. Sebutkan ciri-ciri tasawuf falsafi dan tasawuf akhlaki?
5. Bagaimana bertasawuf dalam sholat?
6. Apa pengaruh tariqat dalam Islam?
7. Sebutkan klasifikasi dari maqamat beserta pengertiannya ?
8. Bagaimana berzuhud di abad modern seperti sekarang?
9. Mengapa setiap muslim di wajibkan berzakat ?.
10. Bagaimana cara berakhlak dengan akhlaknya Allah swt?
11.Bagaimana konsep khalifah yang ada dalam al Qur’an dan Hadits?
12. Apa langkah yang diperbuat manusia untuk mensucikan hatinya?
13.Apa saja akhlak yang dapat diambil dari ibadah puasa?
14.Bagaimana corak tasawuf Imam Al-Ghazali?
15.Mengapa hanya syekh Abdul Qodir al Jailani yang di sebut Sultonil Auliya’?

Keterangan
# Jawaban soal di atas sifatnya tugas pribadi. Oleh karena i tu boleh mengambil
referensi dari manapun,yang penting benar-benar dikerjakan sendiri.
# Jawaban di kirim dalam bentuk dokumen, melalui email Ketua Kelas paling
lambat hari ahad 13 Juni 2021. Selanjutnya, pada hari Seninnya 14 Juni
2021, Ketua Kelas mengirim ke email dosen mahbub_iain@yahoo.com
dalam bentuk folder.
JAWABAN UJIAN AKHIR SEMESTER
MATAKULIAH AKHLAK DAN TASAWUF
MENEJEMEN BISNIS SYARIAH (MBS)
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM (FEBI)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ( UIN ) RADEN MAS SAID
SURAKARTA
2021
NAMA : Nanda Yulianti
NIM : 195211148
KELAS : MBS 4D

1. Landasan dasar bertasawuf dalam Al-Qur’an


Tasawuf pada awal pembentukannya adalah akhlak atau keagamaan, dan moral
keagamaan ini banyak diatur dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Secara umum. Ajaran islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriah dan batiniah.
Pemahaman terhadap unsur kehidupan yang bersifat batiniah pada gilirannya
melahirkan tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini mendapat perhatian yangcukup
besar dari sumber ajaran Islam. Ak-Quran dam As-Sunnah, serta praktik kehidupan
Nabi Muhammmad SAW dan para sahabatnya. Al-Quran antara lain berbicara tentang
kemungkinan manusia dapat saling mencintai (mahabbah ) dengan Tuhan. Hal itu
misalnya difirmankan Allah SWT dalam  Al-Quran.
Artinya: wahai orang-orang yang beriman ! Barang siapa di antara kamu yang
murtad (keluar) dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum,
Dia mencintai mereka dan merekanpun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut
terhadap orang yang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir,
yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaaan orang yang suka
mencela. Itulah karunia Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki.
Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya ), Maha Mengetahui. (Q.S. Al-Ma’idah [5]:54)
Dalam Al-Quran, Allah SWT pun memerintahkan manusia agar senantiasa bertobat,
membersihkan diri, dan memohon ampunnan kepada-Nya sehingga memperoleh
cahaya dari-Nya.
Landasan dasar bertasawuf dalam hadis
Dalam hadis Rasulullah SAW banyak dijumpai keterangan yang berbicara tentang
kehidupan rohaniah manusia. Berikut ini beberapa matan hadis yang dapat dipahami
dengan pendekatan tasawuf.
Artinya “barang siapa yang mengenal dirinya, maka akan mengenal Tuhannya”
Hadis ini di samping melukiskan kedekatan hubungan antara Tuhan dan manusia,
sekalipun mengisyaratkan arti bahwa manusia dan Tuhan adalah satu. Jadi barang
siapa yang ingin mengenal Tuhan cukup mengenal dan merenungkan perihal dirinya
sendiri.
Dasar-dasar tasawuf baik Al-Quran , Al-Hadis, maupun teladan dari para sahabat,
ternyata merupakan benih-benih tasawuf dalam kedudukannya sebagai ilmu tentang
tingkatan (maqomat) dan keadaan ( ahwal). Dengan kata lain, ilmu tentang moral dan
tingkah laku manusia terdapat rujukannya dalam Al-Qura, bahwa pertumbuhan
pertamanya, tasawuf  ternyata ditimba daro sumber Al-Quran.
Landasan dasar berakhlak dalam Al-Qur’an
Berakhlak adalah berdasarkan ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu, apa
yang dipandang baik oleh Allah dan Rasul-Nya, pasti baik dalam esensinya. Begitu
pula sebaliknya, tidak mungkin Dia menilai kepalsuan sebagai kelakuan baik, karena
kepalsuan esensinya pasti buruk. Selain itu Allah selalu memperagakan kebaikan,
bahkan Dia memiliki sifat yang terpuji, seperti al-Quran surat Thaha (20): 8
menjelaskan: “(Dialah) Allah, tiada Tuhan selain Dia, Dia mempunyai sifat-sifat yang
terpuji (al-Asmȃˋ al-Husnȃ).” Demikian juga Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh
imam Ahmad meriwayatkan Aisyah ketika ditanya tentang akhlak Rasulullah Saw.,
beliau menjawab: “Akhlak Nabi Saw. adalah al-Quran.”
Landasan dasar berakhlak dalam hadis
Akhlak adalah salah satu sifat yang mulia. Akhlak dapat diartikan sebagai tingkah
laku seseorang yang didorong oleh keinginan secara sadar untuk melakukan suatu
perbuatan baik atau buruk.
Akhlak yang baik merupakan sebuah tanda kebahagian seorang muslim di dunia dan
akhirat. Kedudukan akhlak dalam agama islam sangat tinggi. Nabi Muhammad SAW
pernah mengatakan sebagai berikut:
‫ي َوَأ ْق َربِ ُك ْم ِمنِّي َمجْ لِسًا يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة َأحْ َسنُ ُك ْم َأ ْخاَل قًا‬
َّ َ‫ِإ َّن ِم ْن َأ ِحبِّ ُك ْم ِإل‬
“Sesungguhnya di antara orang-orang yang paling aku cintai dan paling dekat
tempat duduknya pada hari kiamat denganku yaitu orang-orang yang paling baik
akhlaknya.” (HR. Tirmidzi).
Salah satu keutamaan jika memiliki akhlak yang baik adalah dekat dengan nabi.
Dekat dengan nabi adalah salah satu nikmat yang luar biasa. Sebab akan dijauhkan
dari neraka.
2. Akhlak, secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu
keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik. Akhlak
merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa Arab yang berarti
perangai, tingkah laku, atau tabiat. Tiga pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu Miskawaih,
Al Gazali, dan Ahmad Amin menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat
pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa
mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu.
Menurut Istilah Akhlak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan manusia karena
akhlak mencakup segala pengertian tingkah laku, tabi’at, perangai, karakter manusia
yang baik maupun yang buruk dalam hubungannya dengan Khaliq atau dengan
sesama rnakhluk.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu budi pekerti, kelakuan
Etika, secara Bahasa Etika (Yunani Kuno: “ethikos”, berarti “timbul dari kebiasaan”)
adalah sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari
nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika
mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan
tanggung jawab.
Menurut Istilah adalah ilmu yang menjelaskan baik dan buruk dan menerangkan apa
yang seharusnya dilakukan manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh
manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa
yang seharusnya diperbuat.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu ilmu tentang apa yg baik dan apa yg
buruk dan tentang hak dan kewajiban moral.
Moral, secara Bahasa (Bahasa Latin Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke
manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang memiliki nilai positif. Manusia yang
tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki
nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus
dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan
proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses
sosialisasi.
Moral Menurut Istilah digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai,
kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar –salah,
baik-buruk.
Moral Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu ajaran tentang baik buruk yg
diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya.

3. Takhalli ialah mengosongkan diri dari sikap ketergantungan terhadap kelezatan hidup
duniawi dengan cara menjauhkan diri dari maksiat dan berusaha menguasai hawa
nafsu. Takhalli (membersihkan diri dari sifat tecela) oleh sufi dipandang
pentingkarena semua sifat – sifat tercela merupakan dinding –dinding tebal yang
membatasi manusia dengan Tuhannya. Oleh karena itu, untuk dapat mendalami
tasawuf seseorang harus mampu melepaskan diri dari sifat tercela dan mengisinya
dengan akhlak –akhlak terpuji untuk dapat memperoleh kebahagiaan yang hakiki.
Tahalli adalah menghiasi atau mengisi diri dari sifat dan sikap serta perbuatan –
perbuatan yang baik. Dengan kata lain, sesudah mangosongkan diri dari sifat tercela
(takhalli), maka usaha itu harus berlanjut terus ke tahap tahalli (pengisian jiwa yang
telah dikososongkan tadi).
Tajalli dapat dikatakan terungkap nya nur ghaib untuk hati. Rasulullah Saw.
bersabda: “ada saat – saat tiba karunia dari Tuhanmu, maka sikapkanlah dirimu untuk
itu”. Oleh karena itu, setiap calon sufi mengadakan lathan jiwa (riyadah), berusaha
untuk membersihkan dirinya ari sifat – sifat tercea, mengosongkan hati darisifat yang
keji ataupun dari hal – hal duniawi, lalu mengisinya dengan sifat – sifat terpuji
seperti: beribadah, zikir, menghindarkan diri dari hal – hal yang dapat mengurangi
kesucian diri dan seluruh jiwa (hati) semata – mata hanya untuk memperoleh tajalli
yaitu menerima pancaran ilahi.

4. Tasawuf falsafi sifatnya teoritis. Mirip dengan filsafat tauhid (kalam/teologi),


aktifitasnya mengkaji dan memahami hakikat dari eksistensi dengan cara yang unik.
Jika filsafat teologi berusaha memahami Tuhan secara rasional, tasawuf falsafi
mencoba menemukan bahasa akal untuk menjelaskan berbagai pengalaman mistis.
Sehingga lahir konsep-konsep semacam ittihad, wahdatul wujud, gradasi
wujud (isyraqiyyah), insan kamil, nur muhammad, tajalli, musyahadah, mukasyafah,
fana, baqa, serta terma-terma ilahiah dan kondisi-kondisi batiniah lainnya.
Tasawuf ini fokus pada kemampuan ‘aqliyah (berfikir), termasuk kajian dan baca-
baca kitab. Pekerjaan para murid mendengar tausiah bahkan diskusi. Yang disasar
adalah kesadaran kognitif (otak). Diharapkan, dengan banyak membaca dan
mendengar, para murid memahami ruang lingkup tasawuf. Tasawuf ini tidak
membawa murid sampai kepada Allah. Tasawuf ini hanya membawa murid sampai
pada level “mengetahui” berbagai filosofi tentang dirinya, Tuhannya, dan alam
semesta; serta relasi antara ketiganya.
Tasawuf akhlaqi adalah Tasawuf ini berfokus pada birokrasi atau aturan-aturan
formal untuk membentuk sikap dan perilaku murid. Targetnya adalah perbaikan
langsung moral dan etika. Tasawuf ini menekankan pada adab lahiriah dan batiniah
(ada yang menyebutnya dengan “hadap”) dalam berguru. Sehingga terkenal
aturan: “dahulukan adab daripada ilmu”. Kalau sekedar berilmu, iblis lebih alim.
Semua kitab sudah dibacanya. Tetapi ia angkuh, merasa paling benar. Kepatuhannya
kepada Allah tidak ada.
Jadi, tasawuf akhlaki ini sudah bernilai praktis. Batin seseorang ikut dibentuk dengan
berbagai aturan dan kebijakan. Sehingga ia memiliki sifat jujur, adil, ikhlas, murah
hati, rajin, patuh, selalu dalam keadaan bersuci, dan lain sebagainya. Pola ketat
pendidikan akhlak ini ditemukan dalam jamaah sufi, atau disebut “tarekat”. Mereka
membentuk kelompok-kelompok sosial dengan berbagai aturan dan bentuk-bentuk
kedisiplinan.

5. Bertasawuf dalam sholat


Menurut ilmu tasawuf, maka apabila orang itu melaksanakan sholat walau dengan
syarat rukunnya tapi dia makan barang haram, dan melakukan segala perbuatan
tercela seperti sombong, zina, mebunuh, membicarakan kejelakan orang, mengadu
domba, melakukan riba, minum arak, dan perbuatan dosa yang lain maka sholatnya
tidak sah dalam artian tidak menerima pahala.

6. Tarekat dalam dunia islam ini sangat berpengaruh besar, dimana tarekat ini tidak
hanya mementingkan urusan akhirat saja, tetapi mereka juga mementingkan urusan
dunia dimana ketika umat Islam dalam acaman, tarekat ini pun ikut bergerak dalam
menyelamatkan umat Islam dari ancaman bahaya tersel Bahkan dengan
berkembangnya zaman tarekat ini masih memiliki peran penting dalam dunia islam

7. klasifikasi dari maqamat :


1. Taubat adalah penyucian diri atau taubat dari semua dosanya dan memohon
ampun kepada Allah Taban taubat ini juga mempunyai sub-sub tahapan Seorang
calon sufi barus taubat dari dosa-dosa besar yang dilakukannya.
2. Zuhud adalah tidak terbelenggu oleh dunia materi dan dunia, ramai, meski dia
mungkin pemilik dunia dan ad di keramaian. Ia harus ngasingkan diri di tengah
keramaian atau kalau tidak bias menyepi untuk beribadah dengan puasa, shalat.
membaca al-Qur'an dan dzikir Yang dicarinya ialah kebahagiaan rohani, makan
dan minum untuk mempertahankan kelanjutan hidup. sedikit tidur dan banyak
beribadat
3. Wara' adalah menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan shubhat atau tidak jelas
kebaikannya, atau menjauhi makanan yang shubhat atau yang tidak jelas halal dan
haramnya.
4. Faqir adalah menjalani hidup dalam kefakiran, yaitu selalu membutuhkan Allah
dalam kondisi apa pun. Salik tidak menunjukkan kekurangan apapaun yang
bersifat materi, karena yang dihajati hanya Allah.
5. Sabar adalah meneguhkan hati dalam menjalankan perintah Tuhan menjauhi
larangan-Nya, dan dalam menerima cobaan cobaan berat dalam hidupnya.
termasuk dalam pencapaian pendakian rohani
6. Tawakkal adalah berserah diri sepenuhnya kepada kehendak Tun la tidak
memikirkan hari apa yang akan terjadi pada dirinya esok hari, baginya cukup apa
yang ada untuk hari ini.
7. Ridha adalah menerima semua yang menimpa dirinya dalam dunia ini: senang,
susah gembira sakit dan lain-lain seitiny datangnya dari Allah; dan rela terhadap
pencapaian pendakian rohani yang dilakukan, dan dimana Allah
mendudukkannya. la tidak mempunyai perasaan benci, yang ada hanyalah
perasaan senang, Misalnya ketika bencana menimpa dirinya, ia malah semakin
cinta kepada Tuhan karena merasa diperhatikan Pada tahap ini ia telah merasa
dekat sekali dengan Tuhan dan telah berada di ambang pintu untuk mencapai
keintiman dengan Tuhan.

8. Perilaku zuhud tidaklah harus dengan platform (model) yang bernuansa sufisme,
seperti pakaian yang kusam, memakai jubah yang sederhana, berpola tingkah seperti
orang miskin dan lain sebagainya. Namun, yang lebih penting dari sikap zuhud adalah
kesucian hati dan kebersihan jasad dari hal-hal yang haram serta berhati-hati (wira’i)
dalam menikmati dunia dan menjalani hidup.
Contohnya, ketika seseorang ingin berperilaku zuhud pada masa sekarang, maka
tidaklah sulit, hanya cukup dengan memiliki dunia dan tidak mencintainya. Artinya
apa, ketika seseorang memiliki sejumlah uang dan tiba-tiba ada orang yang ingin
meminta zakat/sedekah atau orang yang lebih membutuhkan atau untuk fi sabilillah,
maka uang tersebut harus diberikannya berapa pun nominalnya. Sebab, dengan
menanamkan sikap loman (dermawan) maka akan muncul sikap zuhud dengan
sendirinya. Atau dengan kata lain, zuhud dalam arti yang sederhana adalah memiliki
harta dunia tanpa mencintainya.
Dan contoh ini pernah diterapkan oleh alm. Gusdur. Ceritanya, pada suatu waktu
Gusdur tidak punya uang sepeser pun, kemudian beliau berniat meminjam uang untuk
keperluan keluarganya pada salah seorang teman sesama pengurus PBNU. Setelah
beliau mendapatkan pinjaman 2,5 juta, tak disangka, datanglah seseorang yang
bertamu ke rumah beliau untuk meminjam uang, lalu tanpa sungkan (eman-eman)
beliau berikan uang hasil pinjaman dari temannya itu sebesar 1,5 juta dan sisanya
beliau pakai untuk keperluan hidupnya. Subhanallah  
Maka dari itu, di saat kita memiliki harta dunia dan bersamaan dengan itu, ada orang
lain yang lebih membutuhkan atau untuk fi sabilillah, maka kita berusaha tidak
sungkan-sungkan (eman-eman) untuk menyerahkannya secara ikhlas pada orang dan
fi sabilillah tersebut. Itulah zuhud dalam arti yang paling ringan, mudah dan
sederhana. 

9. Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan apabila telah memenuhi syarat-syarat yang
telah ditentukan oleh agama dan disalurkan kepada orang-orang yang telah ditentukan
pula. Menurut istilah fikih, zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kekayaan
orang-orang kaya untuk disampaikan kepada orang yang berhak menerimanya dengan
aturan-aturan yang telah ditentukan dalam syarat. Zakat dalam bahasa Arab
mempunyai beberapa makna:
Pertama, zakat bermakna At-Thohuru, yang artinya membersihkan atau menyucikan.
Makna ini menegaskan bahwa orang yang selalu menunaikan zakat karena Allah dan
bukan karena ingin dipuji manusia, Allah akan membersihkan dan menyucikan baik
hartanya maupun jiwanya. Allah SWT berfirman dalam Surat At-Taubah Ayat 103:
"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan
dan menyucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
Kedua, zakat bermakna Al-Barakatu, yang artinya berkah. Makna ini menegaskan
bahwa orang yang selalu membayar zakat, hartanya akan selalu dilimpahkan
keberkahan oleh Allah SWT, kemudian keberkahan harta ini akan berdampak kepada
keberkahan hidup. Keberkahan ini lahir karena harta yang kita gunakan adalah harta
yang suci dan bersih sebab harta kita telah dibersihkan dari kotoran dengan
menunaikan zakat yang hakikatnya zakat itu sendiri berfungsi untuk membersihkan
dan menyucikan harta.
Ketiga, zakat bermakna An-Numuw, yang artinya tumbuh dan berkembang. Makna
ini menegaskan bahwa orang yang selalu menunaikan zakat, hartanya (dengan izin
Allah) akan selalu terus tumbuh dan berkembang. Hal ini disebabkan oleh kesucian
dan keberkahan harta yang telah ditunaikan kewajiban zakatnya. Tentu kita tidak
pernah mendengar orang yang selalu menunaikan zakat dengan ikhlas karena Allah,
kemudian banyak mengalami masalah dalam harta dan usahanya, baik itu
kebangkrutan, kehancuran, kerugian usaha, dan lain sebagainya. Tentu kita tidak
pernah mendengar hal seperti itu, yang ada bahkan sebaliknya.

10. Di antara banyak sifat akhlak Allah yang dijelaskan kepada manusia, sebagian besar
berkategori akhlak yang layak dan bahkan wajib ditiru oleh manusia. Namun sebagian
lainnya tidak mungkin ditiru, karena ketidak-cocokan dan kemustahilan sifat tersebut
disandang oleh manusia, seperti perkasa, sombong, kaya, agung dan sebagainya. Sifat
yang bukan ukuran manusia harus dibaca oleh manusia sebagai wahana manusia
merenung akan kebesaran Tuhan, dan kekecilan dirinya, sehingga manusia perlu
selalu menyadari jati dirinya yang tidak berarti di mata sang Pencipta dan dirinya
harus senantiasa berempati dengan sesamanya.
Allah SWT secara eksplisit juga memuji Nabi dengan pujian yang teramat agung yang
belum pernah pujian semacam itu diberikan kepada makhluk lain. Dengan ungkapan
yang berbeda, Muhammad SAW adalah manusia yang paling sempurna dalam
berakhlak dengan akhlak Tuhan, sehingga Allah memerintahkan ummatnya untuk
meniru akhlak Rasulullah jika ummatnya memang benar-benar ingin bertemu dengan
Allah.
1. ALLAH “PELAYAN” SUPRA PRIMA
Dalam praktik bisnis di era modern yang sangat kompetitif, kualitas layanan
sangat strategis dalam membantu perusahaan mendapatkan kepercayaan dari
customer secara berkelanjutan. Bagi pebisnis muslim, maka jika ingin
menampilkan layanan prima tidak layak menengok system lain dan melupakan
“mutiara” yang berada di depan matanya. Karena konsep layanan dalam Islam
telah tertancap kuat dalam khazanah Agama. Bahkan Tuhan menampilkan diriNya
sebagai figur yang tidak segan-segan dengan segala keagungannya menjadi
pelayan atas ummat manusia.
2. KEBAIKAN MERUPAKAN ENERGI POSITIF Allah SWT
Dalam surat ar-Rahman juga memotivasi orang-orang yang beriman untuk
mereguk kebahagiaan nyata di dunia dan di akhirat bagi semua pelaku ihsan.
Sebab ihsan memuat energi positif, yang mengundang orang di sekitarnya untuk
memancarkan energi dari jenis yang sama.
3. ALLAH SANG RAJA YANG MELAYANI
Dari akhlak Allah ini semua yang mengaku beriman belajar bagaimana menjadi
pemimpin (sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah SAW bahwa semua orang
pemimpin) yang bisa menjamin sampai pada batas maksimum kemampuan, agar
semua orang terayomi dan terlayani. Pemimpin bukanlah yang merepotkan
ummatnya, bukan yang pertama menikmati fasilitas, bukan tempat orang
menyerahkan “upeti”nya, bukan yang sewenang-wenang menggunakan
kekuasaannya. Pemimpin juga bukan orang yang membuat segala macam aturan
untuk menguntungkan diri dan keluarga atau kroninya.
4. TUHAN YANG MAHA SUCI
Allah. menyebut dirinya sebagai sang Suci, yang berarti bebas dari segala macam
kekurangan, seperti teledor, kikir, bodoh, jahat, angkuh, dengki dan semua sifat-
sifat lemah yang mustahil atas diriNya. Dengan sifat ini Allah seakan mendidik
setiap muslim untuk mengenali sifat-sifat buruk dan bahayanya atas mereka.
Sebagaimana termaktub dalam al-Quran (Fushilat: 46) maka setiap keburukan
akhlak selalu mengena kembali kepada pelakunya.
5. ALLAH SANG MAHA DAMAI
Tuhan yang maha Agung ini telah memutuskan ajaranNya untuk diberi nama
Islam, karena Islam menghendaki ummatnya senantiasa dalam kedamaian dengan
siapapun di muka bumi ini. Maka asma Damai telah dijadikan sandanganNya,
yang mengisyaratkan keniscayaan bagi ummatnya untuk selalu menjunjung tinggi
perdamamaian. Nabi Muhammad SAW sebagai sang utusan telah diberi petunjuk
oleh Allah dalam menghadapi kelompok kafir Quraisy untuk menjunjung tinggi
perdamaian, meski harus dibayar mahal.
6. ALLAH SEBAGAI PENJAMIN KEAMANAN
ْ ‫ف و َ ْ خ ن ِ م ْ م ُ َه ن َ ام َ ء َ ٍوع و ُ ْ ج ن ِ م ْ م ُ ه َ م َ ي َأ‬
‫طع ِ المذ‬
Artinya: “Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan
lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan (al-Quraisy: 4). Dalam satu
sabdanya, Rasulullah SAW menggambarkan salah satu karakter seorang mu‟min
adalah jaminan keamanannya kepada orang lain dari segala gangguannya. Seorang
yang mukmin bahkan tidak cukup hanya bersifat amanah atau bisa dipercaya,
tetapi juga mampu menjamin keamanan kepada siapapun yang meminta rasa
aman. Dengan profesi apapun yang disandangnya maka profil seorang mukmin
sejati tidak perlu dikhawatiri akan mengambil keuntungan sepihak, apalagi
berkhianat.
7. ALLAH SEBAGAI PENGAWAS
Allah mensifati dirinya dengan al-Muhaimin yang berarti Pengawas dan
Pemelihara. Allah SWT sangat peduli terhadap keselamatan makhluk sehingga
Allah tidak alpa untuk memastikan bahwa semuanya berjalan sesuai dengan
hukum-hukumNya (sunnatullah). Setiap diri telah memiliki ajal, maka Allah
selalu melindungi setiap makhlukNya bila ajal belum saatnya. Hal ini telah
banyak dibuktikan oleh banyak kecelakaan yang mematikan. Diantara para
kurbannya, terdapat beberapa orang yang lolos dari maut dengan cara yang tidak
masuk akal untuk ukuran manusia.
8. ALLAH TUHAN YANG MAHA MULIA DAN PERKASA
Sifat Allah al-„Aziz bermakna bahwa Allah mulia karena Allah memiliki
keperkasaan yang membuatNya berkuasa untuk menaklukkan siapapun tanpa
sedikit pun kesulitan. Kemuliaannya karena Allah memiliki semuanya, dan Allah
dengan kekayaannya mustahil untuk diatasi oleh siapa pun. Dengan sifat ini, maka
manusia harus berkaca, dengan melihat dirinya bukan siapa-siapa, sehingga setiap
saat dengan keagunganNya dia bisa memuliakannya dengan aneka rupa
kenikmatan atau menjatuhkannya kepada kehinaan dengan teramat mudah. Oleh
sebab itu seorang muslim harus senantiasa muhasabah (reflektif) agar dirinya
tersesat dalam wilayah Tuhan yang bisa menjatuhkannya secara menyakitkan.
Apabila sang hamba dijatuhkanNya dalam keadaan baik, maka hamba akan
mempersepsikannya sebagai ujian dari Allah untuk mengangkat derajatnya kepada
kemuliaan yang lain.

11. Khilâfah dalam Al-Qur’an.


Kata ‫( الخالفة‬al khilâfah) berasal dari akar kata ‫( خلف‬khalfun) yang arti asalnya
“belakang” atau lawan kata “depan”. Dari akar kata khalfun berkembang menjadi
berbagai pecahan kata benda seperti khilfatan (bergantian); khilâfah (kepemimpinan
sebagai pengganti); khalîfah, khalâif, khulafâ (pemimpin, pengganti); ikhtilâf
(berbeda pendapat); dan istikhlâf (penggantian). Kata kerja yang muncul dari kata
khalfun adalah kha-la-fa (‫ )خلف‬artinya mengganti; ikh-ta-la-fa (‫ )إختلف‬yang artinya
berselisih, berbeda pendapat; dan kata is-takh-la-fa ( ‫ )استخلف‬yang artinya menjadikan
sesuatu sebagai pengganti.
Di dalam al-Qur’an terdapat sekurang-kurangnya 127 ayat yang menyebut kata yang
berakar dari kata khalfun. Tetapi hanya dua kali menyebut dalam bentuk kata benda
yang diatributkan kepada manusia sebagai “khalîfah”, yaitu pada surat Al Baqarah
ayat 30 dan surat Shâd ayat 26.
Khilafah dalam Hadist Nabi.
Dalam hadits Nabi, penyebutan kata khalifah atau khulafâ lebih banyak daripada yang
disebutkan dalam Al Qur’an dengan makna yang lebih tegas terhadap kepemimpinan.
Di bawah ini dibawakan beberapa contoh:
َ ‫ص‹لَّى هَّللا ُ َعلَيْ‹ ِه َو َس‹لَّ َم‬
ْ ‫قَال كَان‬
‫َت بَنُ‹و‬ ُ ‫س ِس‹نِينَ فَ َس‹ ِم ْعتُهُ يُحَ د‬
َ ‫ِّث ع َْن النَّبِ ِّي‬ َ ‫ت َأبَا هُ َر ْي َرةَ خَ ْم‬ ُ ‫از ٍم قَا َل قَا َع ْد‬ ِ ‫ع َْن َأبِي َح‬
َ ‫ي بَ ْع ِدي َو َستَ ُكونُ ُخلَفَا ُء تَ ْكثُ ُر قَالُوا فَ َما تَْأ ُمرُنَا‬
‫قَال فُ‹‹وا‬ َّ ِ‫يل تَسُو ُسهُ ْم اَأْل ْنبِيَا ُء ُكلَّ َما هَلَكَ نَبِ ٌّي َخلَفَهُ نَبِ ٌّي َوِإنَّهُ الَ نَب‬
َ ‫ِإ ْس َراِئ‬
‫بِبَ ْي َع ِة اَأْلو َِّل فَاَأْل َّو ِل َوَأ ْعطُوهُ ْم َحقَّهُ ْم فَِإ َّن هَّللا َ َساِئلُهُ ْم َع َّما ا ْستَرْ عَاهُ ْم‬
Dari Abu Hazim dia berkata, “Saya pernah duduk (menjadi murid) Abu Hurairah
selama lima tahun, saya pernah mendengar dia menceritakan dari Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Dahulu Bani Israil selalu dipimpin
oleh para Nabi, setiap Nabi meninggal maka akan digantikan oleh Nabi yang lain
sesudahnya. Dan sungguh, tidak akan ada Nabi lagi setelahku, namun yang ada adalah
para khalifah (kepala pemerintahan) yang merekan akan banyak berbuat dosa.” Para
sahabat bertanya, “Apa yang anda perintahkan untuk kami jika itu terjadi?” beliau
menjawab: “Tepatilah baiat yang pertama, kemudian yang sesudah itu. Dan penuhilah
hak mereka, kerana Allah akan meminta pertanggung jawaban mereka tentang
pemerintahan mereka.”

12. Mensucikan hati:


1. Ikhlas dan berniat hanya karena Allah.
2. Menunaikan kewajiban dan memperbaiki tata cara ( kaifyat ) pelaksanaannya
3. Berdzikir
4. Membaca Al-Qur'an
5. Bersilahturahmi
6. Berwudhu
7. Bersedekah
8. Memaafkan kesalahan orang lain
9. Mengingat bahwa semua hal akan mendapatkan balasan dari Allah.
10. Mengingat dosa dan kematian
11. Beramal shaleh secara berkala dan berkesinambungan.
12. Beramal dengan di barengi ilmu.
13. Menjauhkan diri dari perbuatan maksiat.
14. Bergaul dengan orang-orang shaleh.
15. Memperhatikan keadaan hati.

13. Dalam pelaksanaan puasa terdapat nilai nilai yang membawa orang yang berpuasa
tersebut memiliki akhlak yang terpuji, mulia dan terhormat. Al-Akhlak al-Mahmudah
(akhlak yang terpuji) itulah kata kunci yang patut diberikan kepada orang yang
melaksanakan puasa sesuai dengan ajaran Islam. Puasa tidak hanya meninggalkan
makan dan minum serta hubungan suami istri di siang ramadhan, tetapi juga menjaga
dari segala yang membatalkan pahala puasa. Menjaga lidah dari dusta, ghibah
(menceritakan keburukan orang lain), an-namimah (adudomba), sumpah palsu, dan
memandang dengan syahwat (an-Nazharu bil syahwati)
Selain menjaga lidah,berpuasajuga menahan anggota tubuh yang lain dari perbuatan
dosa, seperti menjaga tangan atau kaki dari perbuatan yang dapat menyakiti orang
lain. Demikian pula menahan perut dari hal-hal yang syubhat (yang tidak jelas halal
dan haramnya) tatkala berbuka, sebab tidak ada gunanya berpuasa dengan menahan
dari memakan makanan yang halal ke dalam perutnya, tetapi saat berbuka lalu
memakan makanan atau benda diharamkan oleh agama atau memakan makanan yang
diperoleh melalui cara yang haram.
Puasa juga mendidik orang meyakini bahwa tiada Tuhan yang patut disembah
melainkan Allah Swt Perintah Allah sebagaimana disebutkan dalam surat al-Baqarah
ayat 183, tertuju kepada orang orang yang beriman. Karena itu setiap datangnya bulan
ramadhan, maka orang-orang beriman membuktikan keyakinannya terhadap Allah
Swt.
Dengan demikian puasa yang dilaksanakan oleh orang yang beriman selama sebulan
penuh, merupakan sebuah latihan untuk menempa dan mendidik manusia agar
menjadi orang yang berakhlak mulia, berperangai santun dan rendah hati, budi pekerti
halus, jujur, amanah serta istiqamah dalam beribadah.

14. Secara umum ilmu tasawuf dibagi kepada dua jenis. Pertama tasawuf Sunni (akhlaki)
yang mengarah kepada teori-teori bentuk prilaku dan yang kedua tasawuf falsafi yang
mengarah kepada teori-teori yang lebih rumit dan membutuhkan pemahaman yang
sangat mendalam. Tasawuf merupakan pilihan Al-Ghazali kegoncangan jiwa dan
mengakibatkan ketidakberdayaannya, bahkan sampai tidak ada yang bisa mengobati,
sehingga pada akhirnya penyakit tersebut diambil kembali oleh Allah SWT.
Kecendrungan Al-Ghazali untuk memasuki dunia tasawuf berawal dari ketidak
puasannya terhadap kemampuan yang dia miliki untuk mencari kebenaran.
Ajaran-ajaran tasawuf Al-Ghazali cendrung lebih memberikan perhatian pada jiwa
manusia dan membinanya secara moral, sedangkan pencarian secara mistisme yang
falsafi jauh ditinggalkanny. Menurutnya jalan menuju sufi adalah perpaduan antara
ilmu dan amal yang nantinya akan membuahkan moralitas. Dari keterangan ini dapat
dipahami bahwa cirri khas tasauf Al-Ghazali cendrung bersifat 'amali ketimbang
falsafi.
Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa corak tasauf Al-Ghazali adalah bersifat
psiko-moral yang mengutamakan pendidikan moral. Hal ini dapat dilihat dari karya-
karyanya seperti Ihya 'Ulumuddin, Minhaj al-'Anidin, Mizan al-'Amal, Bidayat al
Hidayah, Mi'raj an Ayyuha al-Walad. Corak tasaufnya tersebut yang lebih menonjol
adalah kesanggupannya dalam konsep pengkompromian antara syari'at dan tasawuf
sehingga menjadi sebuah bangunan baru yang memuaskan bagi menyusun kelompok
syari'at dan kelompok sufi dizamannya. kelompok syari'at dan kelompok sufi
dizamannya.

15. Hanya Syekh Abdul Qodir al-Jailani yang di sebut Sultonil Auliya’ karena, Syekh
Abdul Qadir al-Jailani, mampu mengharmonikan antara dua dimensi tersebut
sehingga antara ajaran tasawuf dan fiqih bisa berjalan bersama. Ia juga merupakan
sufi terbesar di zamannya yang mempunyai kontribusi signifikan terhadap
perkembangan sufisme yang terlembaga dalam wadah tarekat. Kedudukannya yang
tinggi membuat ia menjadi pemimpin para wali (sulthân al-auliyâ') dan wali kutub
(qutubual-auliyâ).

You might also like