Health Belief Model

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 3

HEALTH BELIEF MODEL DAN KAITANNYA DENGAN KETIDAK PATUHAN TERAPI

ANTIRETEROVIRAL PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS

Seperti yang tertuang Unnes pada Journal of Public Health 6 (1) / Abdul K. Sisyahid & Sofwan Indarjo
(2017) membahas Health Belief Model (HBM) dan kaitanya terhadap Ketidak patuhan terapi
Antirteroviral pada orang dengan HIV/AIDS di di Kabupaten Pemalang Provinsi Jawa Timur.
Health belief model adalah suatu model yang digunakan untuk menggambarkan kepercayaan individu
terhadap perilaku hidup sehat, sehingga individu akan melakukan perilaku sehat, perilaku sehat tersebut
dapat berupa perilaku pencegahan maupun penggunaan fasilitas kesehatan. Health belief model ini sering
digunakan untuk memprediksi perilaku kesehatan preventif dan juga respon perilaku untuk pengobatan
pasien dengan penyakit akut dan kronis.Namun akhir-akhir ini teori Health belief model digunakan
sebagai prediksi berbagai perilaku yang berhubungan dengan kesehatan.

Berdasarkan teori Health Belief Model (HBM) Variabel penelitian berdasarkan teori meliputi faktor
demografi, persepsi kerentanan, persepsi keparahan/kesakitan, persepsi hambatan, persepsi manfaat dan
adanya isyarat untuk melakukan tindakan.
Berdasarkan Hasil penelitian berikut merupakan hasil simpulan variable Health Belief Model (HBM) :
1. Demografi
Komponen Demografi yang yang dilakukan penelitian meliputi ; Usia, Jenis Kelamin,
Pendidikan, Pekerjaan, Jenis Tempat Tinggal, dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa tidak
ada pengaruh yang cukup signifikan antara factor demografi terhadap Ketidak patuhan terapi
Antirteroviral bagi ODHA, dari jumlah sampel 6 orang terdiri dari 3 oarang perempuan dan laki-
laki terdapat sebaran yang sama sehingga disimpulkan tidak hubungan yang signifikan, demikian
juga dengan jenis pekerjaan pekerjaan responden berbeda-beda, yaitu 2 diantaranya adalah ibu
rumah tangga (IRT), manajer café, waria, wps, dan jobless (narapidana). Beraneka ragamnya
pekerjaan ini belum bisa memberikan pola bahwa suatu pekerjaan tertentu bisa menyababkan
terjadinya ketidakpatuhan terapi ARV, jenis Pendidikan juga memberikan gambaran yang sama,
distribusi frekuensi jenis Pendidikan tersebar merata pada semua jenis Pendidikan.
Untuk Komponen Demografi tempat tinggal diperoleh hasil; responden tinggal pada tempat
berbeda-beda. Dua responden menempati rumah kos, dua lagi menempati rumahnya sendiri dan
seorang menempati mes dan rumah tahanan. Dapat disimpulkan pada penelitian ini bahwa jenis
tempat tinggal tidak menyebabkan terjadinya ketidakpatuhan terapi ARV.

2. Komponen Persepsi Kerentanan


Perceived susceptibility atau kerentanan yang dirasakankonstruk tentang resiko atau
kerentanan (susceptibility) personal, Hal ini mengacu pada persepsi subyektif seseorang
menyangkut risiko dari kondisi kesehatannya. Di dalam kasus penyakit secara medis, dimensi
tersebut meliputi penerimaan terhadap hasil diagnosa, perkiraan pribadi terhadap adanya
resusceptibilily (timbul kepekaan kembali), dan susceptibilily (kepekaan) terhadap suatu penyakit
secara umum.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak 33,3% responden memutuskan berhenti
menjalani terapi ARV dikarenakan adanya persepsi kerentanan yang dirasakannya, presepsi yang
kerentanan responden meliputi merasa malu apabila status HIV nya diketahui orang lain, malu
berkunjung ke puskesmas terkait HIV karena status sosial,
Persepsi kerentanan secara umum dapat dilihat dari tingkat pengetahuan tentang HIV dan
pengobatan HIV yang minim. Lima dari responden utama (83%) menjawab bahwa HIV/AIDS
hanya sekedar virus atau penyakit saja dan menjawab tidak tahu tentang pengertian HIV/AIDS.
Sedangkan satu responden utama (17%) menyebutkan bahwa HIV adalah penyakit menular
seksual, minimnya pengetahuan responden tentang HIV dan pengobatan ARV berhubungan
dengan ketidakpatuhan terapi ARV.
Komponen kerentanan lainya adalah adalah sikap menerima responden terhadap HIV
yang di idapnya, berdasarkan hasil penelitian Keenam responden dapat menerima status HIV nya
karena merasa itu akibat kesalahan sendiri, namun sikap responden dalam menerima statsu HIV
tidak berbanding lurus dengan kepatuhan terapi ARV, hal ini menunjukan bahwa tidak ada
hubungan sikap dan Kepatuhan terapi ARV.
Untuk variable keterbukaan dan dukungan terhadap yang didapatkan ODHA, cukuo baik.
Hal ini dapat dilihat dari 67% responden memberitahu kepada keluarga dan 100% responden
mendapat dukungan dari LSM pendamping dan Petugas Kesehatan. Dukungan sosial yang baik
pada responden tidak menjadikan responden melakukan terapi ARV dengan baik. Ini
menunjukkan bahwa dukungan sosial tidak berhubungan dengan ketidakpatuhan terapi ARV.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa secara umum persepsi kerentanan tidak
menyebabkan terjadinya ketidakpatuhan terapi ARV. Hal ini dapat dilihat dari sikap responden
yang positif terhadap HIV, dukungan sosial yang baik dan tidak adanya stigma dan diskriminasi
yang dirasakan oleh responden tidak menunjukan ada hubungan terhadap kepatuhan terapi ARV.

3. Persepsi Kesakitan/Keparahan
Perceived severity atau kesriuasan yang dirasa.Perasaan mengenai keseriusan terhadap
suatu penyakit, meliputikegiatan evaluasi terhadap konsekuensi klinis dan medis (sebagai contoh,
kematian, cacat, dan sakit) dan konsekuensi sosial yang mungkin terjadi (seperti efek pada
pekerjaan, kehidupan keluarga, dan hubungan sosial). Banyak ahli yang menggabungkan kedua
komponen diatas sebagai ancaman yangdirasakan (perceived threat)
Dari penelitian sebanyak 50% Responden memutuskan berhenti menjalani terapi ARV
dikarenakan merasakan efek samping ARV yang diminumnya, yaitu mual, muntah, pusing, gatel
gatel bahkan ada yang harus menjalani rawat inap karena justru menimbulkan reaksi alergi, Dari
lima Responden utama yang merasakan efek samping ARV, tiga diantaranya memutuskan untuk
berhenti karena alas an efek samping ini, sedangkan dua lainnya tetap melanjutkan terapi ARV
dan menyadari bahwa itu adalah efek samping yang bersifat sementara seperti yang telah
dijelaskan oleh petugas Kesehatan. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa secara umum
persepsi keparahan/ kesakitan dapat menyebabkan ketidakpatuhan terapi ARV.

4. Persepsi Hambatan
Perceived barriers atau hambatan yang dirasakan untuk berubah, atau apabila individu
menghadapi rintangan yang ditemukan dalam mengambil tindakan tersebut. Sebagai tambahan
untuk empat keyakinan (belief) atau persepsi. Aspek-aspek negatif yang potensial dalam suatu
upaya kesehatan (seperti: ketidakpastian, efek samping), atau penghalang yang dirasakan (seperti:
khawatir tidak cocok, tidak senang, gugup), yang mungkin berperan sebagai halangan untuk
merekomendasikan suatu perilaku.
Dari hasil Penelitian terlihat bahwa ada 5 orang responden yang merasa tidak ada
hambatan dalam mendapatkan ARV di rumah sakit, hanya terdapat 1 orang responden yang
memutuskan berhenti menjalani terapi ARV dikarenakan mempunyai kesulitan dalam
mendapatkan ARV dan pelayanan. Kesulitan yang dirasakan adalah karena tidak adanya sarana
transportasi.

5. Persepsi Manfaat
Perceived benefitsm, manfaat yang dirasakan.Penerimaan susceptibility sesorang
terhadap suatu kondisi yang dipercaya dapat menimbulkan keseriusan (perceived threat) adalah
mendorong untuk menghasilkan suatu kekuatan yang mendukung kearah perubahan perilaku. Ini
tergantung pada kepercayaan seseorang terhadap efektivitas dari berbagai upaya yang tersedia
dalammengurangi ancaman penyakit, atau keuntungan-keuntungan yangdirasakan (perceived
benefit) dalam mengambil upaya-upaya kesehatan tersebut. Ketika seorang memperlihatkan suatu
kepercayaan terhadap adanya kepekaan (susceptibility) dan keseriusan (seriousness), sering tidak
diharapkan untuk menerima apapun upaya kesehatan yang direkomendasikan kecuali jika upaya
tersebut dirasa manjur dan cocok.
Dari hasil penelitian diperoleh hasil 66,7% belum merasakan manfaat dari ARV
dikarenakan mereka mengalami efek samping setelah minum ARV yaitu merasa mual, muntah,
pusing, bengkak-bengkak sehingga belum bisa mengambil manfaat dari terapi ARV, terdapat 2
responden menyatakan sudah bisa mengambil manfaat dari terapi yang dijalani. Informan utama
Ar1 bahkan merasa bahwa karena rutin minum ARV, istri dan pasangan laki-lakinya sampai
sekarang tidak tertular, dapat disimpulakan bahwa ketidapatuhan responden terhadap terhadap
terapi ARV karena merasa belum mendapatkan manfaat dari terapi ARV.

Simpulan :
Dari hasil penelitian Faktor yang menyebabkan terjadinya ketidakpatuhan terapi ARV pada orang dengan
HIV/AIDS di Kabupaten Pemalang adalah adanya persepsi keparahan/kesakitan yang akan dirasa ketika
menjalani terapi ARV kembali, responden cendrung tidak patuh terapi ARV karena teranggu dengan efek
samping dari konsumsi Obat HRV.

You might also like