Professional Documents
Culture Documents
Memberdayakan Kembali Kesenian Totua, Revitalisasi Adat Masyarakat To Lindu Di Sulteng
Memberdayakan Kembali Kesenian Totua, Revitalisasi Adat Masyarakat To Lindu Di Sulteng
Memberdayakan Kembali Kesenian Totua, Revitalisasi Adat Masyarakat To Lindu Di Sulteng
Gregory L. Acciaioli
Abstract
During the new order era local adat was subjected to a process of cultural erosian due to
the priorities accroded national integrations, as well as economic, social and development by
the Indonesian government. However, the ‘90s have witnessed a resurgence of concern with
adat as a vehicle for the local peoples’ identity and as a mechanism for local government and
dispute resolution, trends intensified since the beginning of the reformasi era with its
relegitimation of discourse of regional autonomy. This essay presents a case study of these
processes among Lindu people of Central Sulawesi, focusing upon how they have managed to
reinvigorate their adat as a response to two forms of governmental imposition: 1) the encom-
passment of their land within a national park (i.e. Taman National Lore Lindu); and 2) the
plan to construct a hydroelectric project, which would have forced the loss of land to rising
water level and resettlement of the local population. The Lindu people have sought the
reempowerment of their adat by recasting it as a community resource management system
that they argue can lead to greater sustainability of local natural resource than any imposed
regimen of national park regulations. With assistance of NGOs such as Yayasan Tanah Merdeka,
they have also adopted the discourse of ‘indigenous people’ to defend their continuing right
of inhabitation in their homeland in the face of threatened resettlement. This essay explores
the cultural politics of masyarakat adat as ‘indigenous people’ and the invocation of ecologi-
cally sound ‘indigenous wisdom’ as a warrant for resistance to development programs.
1
Saya menggunakan istilah totua dari Bahasa Tado, pertama di dataran Lindu. To Lindu menuntut status
bahasa yang digunakan To Lindu, karena istilah sebagai masyarakat adat yang berwewenang di dataran
‘orang tua’ dalam bahasa Indonesia bisa berarti hanya Lindu yakni sebagai ‘indigenous people’ di sana (lihat
orang yang sudah tua. Totua di sini berarti orang yang bagian terakhir karangan ini). Istilah ‘penduduk Lindu’
berwibawa dan berpengalaman, karena sudah lama atau ‘orang Lindu’ sebaliknya menunjukkan semua
(sampai sudah menjadi tua) mengelola adat sebagai penghuni dataran Lindu, termasuk To Lindu, pendatang
anggota lembaga adat. Istilah totua dalam bahasa Tado dari Sulawesi Selatan, dari daerah lain di kecamatan
lebih mendekati pengertian itu. To berarti orang, atau Kulawi, dan dari pulau lain juga.
2
orang-orang di banyak bahasa Sulawesi Tengah (bahkan Tulisan ini merupakan terjemahan ke dalam bahasa
Sulawesi seluruhnya), termasuk bahasa Tado. Huruf Indonesia dari makalah berjudul: ‘Re-empowering the
miring menunjukkan istilah dalam bahasa Tado, kecuali Art of the Elders: the Revitalization of Adat among
bila ada tanda berikutnya yang menunjukkan bahasa the Lindu People of Central Sulawesi’, disajikan dalam
daerah atau bahasa asing lain (misalnya, [B] untuk panel: ‘Menyongsong Otonomi, Daerah: Pem-
Bahasa Bugis, [D] untuk Bahasa Belanda, [Y] untuk berdayaan Kembali Pranata Lokal pada Simposium
Bahasa Yunani, dsb.). Istilah gramatika dalam bahasa Internasional Jurnal ANTROPOLOGI INDONESIA
Latin (misalnya, sic, et al., dsb.) juga menggunakan ke-1: ‘Mengawali Abad ke-21: Menyongsong Otonomi
huruf miring. Dalam karangan ini istilah To Lindu Daerah, Mengenali Budaya Lokal, Membangun
saya gunakan untuk menunjukkan masyarakat penghuni Integrasi Bangsa’, Universitas Hasanuddin, Makassar,
1-4 Agustus 2000.