Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 18

PENTINGNYA RESTORATIVE JUSTICE DALAM KONSEP IUS

CONSTITUENDUM

Zico Junius Fernando


Fakultas Hukum Universitas Bengkulu
Jalan WR. Supratman Kandang Limun Kota Bengkulu, Bengkulu
Pos-el: zjfernando@unib.ac.id.

Abstract: The State of Indonesia is a state of law, the affirmation of this can be seen in Article 1 paragraph (3) of the
1945 Constitution of the Republic of Indonesia. Settlement of cases through the judicial system which results in a
court verdict is a law enforcement towards the slow path. This is because law enforcement through a long distance,
through various levels starting from the Police, Attorney General's Office, District Court, High Court and even to the
Supreme Court which ultimately has an impact on the accumulation of cases which are not small in number in the
Court and not to mention other effects. For this reason, it is necessary to proceed with the steps to compile invitations
concerning the rights and obligations of citizens in the context of implementing the Pancasila and the 1945
Constitution. Renewal of the Criminal Code by its authors is positioned as the foundation for building a national
criminal law system. Related to the Political Law of Criminal Law Renewal in the upcoming National Criminal Law
there is a concept known as the Restorative Justice concept. Restorative Justice involves restoring relations between
the victim and the perpetrator. The restoration of this relationship can be based on mutual agreement between the
victim and the perpetrator. The victim can convey about the loss he suffered and the perpetrator was given the
opportunity to make it up, through compensation mechanisms, peace, social work, and other agreements.

Keywords: Restorative Justice; Legal Reform; RKUHP

Abstrak: Negara Indonesia adalah negara hukum, penegasan akan hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penyelesaian perkara melalui sistem peradilan yang berujung
pada vonis Pengadilan merupakan suatu penegakan hukum ke arah jalur lambat. Hal ini dikarenakan penegakan
hukum itu melalui jarak tempuh yang panjang, melalui berbagai tingkatan mulaidari Kepolisian, Kejaksaan,
Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi bahkan sampai ke Mahkamah Agung yang pada akhirnya berdampak pada
penumpukan perkara yang jumlahnya tidak sedikit di Pengadilan dan belum lagi efek lainnya. Untuk itu perlu
dilanjutkan langkah-langkah untuk menyusun perUndang-Undangan yang menyangkut hak dan kewajiban asasi warga
negara dalam rangka mengamalkan Pancasila dan UUD Tahun 1945. Pembaruan terhadap KUHP oleh penyusunnya
diposisikan sebagai peletak dasar bagi bangunan sistem hukum pidana nasional. Terkait dengan Politik Hukum
Pembaharuan Hukum Pidana dalam Hukum Pidana Nasional yang akan datang ada konsep dikenal namanya konsep
Restorative Justice. Restorative Justice meliputi pemulihan hubungan antara pihak korban dan pelaku. Pemulihan
hubungan ini bisa didasarkan atas kesepakatan bersama antara korban dan pelaku. Pihak korban dapat menyampaikan
mengenai kerugian yang dideritanya dan pelaku pun diberi kesempatan untuk menebusnya, melalui mekanisme ganti
rugi, perdamaian, kerja sosial, maupun kesepakatan lainnya.

Kata Kunci : Restorative Justice; Pembaharuan Hukum; RKUHP

AL-IMARAH: Jurnal Pemerintahan dan Politik Islam 253


Vol. 5, No. 2, 2020
Zico Junius Fernando:
Pentingnya Restorative Justice Dalam Konsep Ius Constituendum

Pendahuluan dan sinergi baik antar daerah, antar ruang,


antar waktu, antara fungsi pemerintah
Negara Indonesia adalah negara
maupun antar pusat dan daerah, menjamin
hukum (rechtsstaat), penegasan akan hal ini
keterkaitan dan konsistensi antara
dapat dilihat dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan
Undang Dasar Negara Republik Indonesia
pengawasan, mengoptimalkan partisipasi
Tahun 1945. Menurut Daniel S. Lev,
masyarakat, dan menjamin tercapainya
penegasan yuridis-konstitusional oleh para
penggunaan sumber daya secara efisien,
founding fathers sebagaimana di atas
efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.3
sangatlah tepat, karena memang secara
sosiologis berbagai golongan masyarakat Di era modernisasi ini banyak terjadi
Indonesia juga menopang atau setuju negara suatu kejahatan (delik) dikalangan
hukum dengan berbagai alasan.1 Sistem masyarakat indonesia yang berujung pada
perencanaan pembangunan nasional adalah jalur Pengadilan (litigasi), dimana
satu kesatuan tata cara pembangunan untuk masyarakat cenderung menggunakan jalur
menghasilkan rencana-rencana yang namanya Pengadilan sebagai upaya
pembangunan dalam jangka panjang, jangka dalam menyelesaikan suatu perkara yang
menengah, dan jangka tahunan yang yang menurut mereka secara konseptual dan
dilaksanakan oleh unsur penyelenggara teoritis akan menciptakan keadilan, namun
negara dan masyarakat di tingkat pusat dan dalam kenyataan atau tataran law in action
daerah.2 nya hal tersebut malah justru tidak mudah
untuk dicapai karena sifatnya yang
Sistem perencanaan pembangunan
cenderung bersifat win lose solution, dengan
nasional dalam penyelenggaraannya
kenyataan seperti ini, penyelesaian suatu
didasarkan atas asas umum penyelenggaraan
perkara melalui jalur peradilan yang sifatnya
negara, yang bertujuan untuk mendukung
hanya win lose solution pada umumnya kerap
koordinasi antara pelaku pembangunan,
menimbulkan rasa “tidak enak atau kecewa”,
menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi,

1 3
Daniel S. Lev, Hukum dan Politik di Pasal 3- 4 Undang-Undang Nomor 25
Indonesia: Keseimbangan dan Perubahan, Cetakan I, Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan
LP3ES, Jakarta, 1990, h. 386. Pembangunan Nasional.
2
Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional.

254
AL-IMARAH: Jurnal Pemerintahan dan Politik Islam
Vol. 5, No. 2, 2020

menyimpan dendam, merasa tidak puas, lambat. Hal ini dikarenakan penegakan
merasa tidak adil bahkan lebih parah yaitu hukum itu melalui jarak tempuh yang
berniat ingin membalas dendam. panjang, melalui berbagai tingkatan
mulaidari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan
Rasa tidak enak atau kecewa tersebut
Negeri, Pengadilan Tinggi bahkan sampai ke
yang tertanam kuat dibenak pihak yang kalah
Mahkamah Agung yang pada akhirnya
akan berupaya untuk mencari "keadilan"
berdampak pada penumpukan perkara yang
ketingkat peradilan lebih lanjut seperti
jumlahnya tidak sedikit di Pengadilan.5
Pengadilan Tinggi (PT), Mahkamah Agung
(MA) bahkan sampai ke Mahkamah Untuk itu perlu dilanjutkan langkah-
Konstitusi (MK). Hal tersebut sudah barang langkah untuk menyusun perUndang-
tentu menyebabkan terjadi penumpukan Undangan yang menyangkut hak dan
perkara yang mengalir melalui Pengadilan kewajiban asasi warga negara dalam rangka
yang dapat menghambat sistem peradilan mengamalkan Pancasila dan Undang-
khususnya yang ada di Indonesia. Dari Undang Dasar Negara Kesatuan Republik
fenomena tersebut, benarlah apa yang Indonesia Tahun 1945. Diharapkan seluruh
dikemukakan oleh Joni Emirzon dalam warga negara Indonesia harus selalu sadar
bukunya berjudul Alternatif Penyelesaian dan taat kepada hukum, sebaliknya
Sengketa di Luar Pengadilan, bahwa hal ini kewajiban negara untuk menegakkan dan
pada umumnya dapat dikategorikan sebagai menjamin kepastian hukum.6
salah satu kelemahan bagi suatu lembaga
Romli Atmasasmita mengemukakan
litigasi yang tidak dapat dihindari walaupun pendapatnya sebagai berikut: “Hukum
sudah menjadi suatu ketentuan.4 Nasional (Indonesia) sebagai suatu sistem
belum terbentuk secara holistik,
komprehensif, ataupun belum diperkaya
Satjipto Raharjo yang menyatakan
nilai-nilai kehidupan masyarakat adat untuk
bahwa penyelesaian perkara melalui sistem beradaptasi dengan kehidupan masyarakat
maju. Usaha untuk menyatakan telah terdapat
peradilan yang berujung pada vonis
suatu sistem hukum nasional, terbukti hanya
Pengadilan merupakan suatu penegakan merupakan pewarisan sistem hukum
pewarisan Hindia Belanda yang menganut
hukum (law enforcement) ke arah jalur
“Civil Law System” semata-mata yang

4 5
Joni Emirzon, Alternatif Penyelesaian Satjipto Rahardjo, Sisi-Sisi Lain dari
Sengketa di Luar Pengadilan, Jakarta, PT. Gramedia Hukum di Indonesia, Jakarta: Kompas, 2003, h. 170.
Pustaka Utama, 2001, h. 3-5. 6
Abdul Manan, Aspek-Aspek Pengubah
Hukum, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2009, h. 5.

255
Zico Junius Fernando:
Pentingnya Restorative Justice Dalam Konsep Ius Constituendum

dipaksakan berlakunya ditengah-tengah Adapun karakteristik dari sistem


masyarakat hukum adat. Perubahan terhadap
hukum nasional nantinya, tergantung dari
KUHP pada masa pasca kemerdekaan
Republik Indonesia dan setelah era reformasi, politik hukum nasional Indonesia. Dengan
antara lain dilakukan dengan memasukan
perkataan lain, bahwa politik hukum nasional
ketentuan mengenai pembajakan udara dan
larangan ideologi marxisme-komunisme. Indonesia akan menentukan karakteristik dari
Pembentukan sistem hukum nasional sampai
sistem hukum nasional Indonesia. Jadi
saat ini masih belum selesai dan patut
dipertanyakan sebelum dan setelah Indonesia terciptanya sistem hukum nasional yang
memasuki era reformasi, pembentukan
berfilsafatkan Pancasila dan berdasarkan
tersebut lebih banyak hasil harmonisasi
pengaruh hukum asing atau hukum Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan
Internasional ke dalam peraturan perUndang-
Republik Indonesia Tahun 1945, tergantung
Undangan”.7
dari politik hukum nasional.8 Terkait dengan
Pembaruan terhadap Kitab Undang-
Politik Hukum Pembaharuan Hukum Pidana
Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut
dalam Hukum Pidana Nasional yang akan
KUHP) oleh penyusunnya diposisikan
datang akan ada dikenal namanya konsep
sebagai peletak dasar bagi bangunan sistem
Restorative Justice (Keadilan Restoratif).
hukum pidana nasional. Sejalan dengan itu,
upaya pembaruan itu mengusung misi besar Konsep Restorative Justice (Keadilan
yaitu: dekolonialisasi terhadap KUHP Restoratif) ini tergolong baru dalam proses
peninggalan/warisan kolonial, demokratisasi penegakan hukum pidana dan juga
hukum pidana, konsolidasi hukum pidana, mempertanggungjawabkan pelakunya.
dan adaptasi serta harmonisasi berbagai Secara filosofis, konsep ini menawarkan
perkembangan baik secara nasional maupun bentuk penyelesaian berbagai kasus hukum
internasional. Turunan dan penjabaran dari yang terjadi di luar proses peradilan pidana
misi besar itu adalah perubahan baik secara yang sudah ada, agar masyarakat tidak hanya
terbatas maupun drastis paradigma hukum tergantung pada prosedur yang ada saat ini
pidana sebagaimana termuat dalam KUHP sesuai dengan cerminan nilai-nilai Pancasila
saat ini. yakni “Permusyawaratan yang adil dan
Beradab” guna mencapai keadilan sosial bagi

7 8
Romli Atmasasmita, Teori Hukum Otong Rosadi dan Andi Desmon, Studi
Integratif: Rekonstruksi Terhadap Teori Hukum Politik Hukum: Suatu Optik Ilmu Hukum, Edisi II,
Pembangunan dan Teori Hukum Progresif, Genta Thafa media, Yogyakarta, 2013, h. 45.
Publishing, Yogyakarta, 2012, h. 60-61.

256
AL-IMARAH: Jurnal Pemerintahan dan Politik Islam
Vol. 5, No. 2, 2020

seluruh rakyat atau warga masyarakat di dukugan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).


Republik Indonesia. Salah satu bentuk solusi Dalam Kongres Lima Tahunan yang ke-5 di
yang ditawarkan adalah proses penyelesaian Jenewa tahun 1975, PBB mulai menaruh
dalam konteks Restorative Justice (Keadilan perhatian terhadap ganti rugi bagi korban
Restoratif). kejahatan, sebagai alternatif bagi peradilan
pidana retributif. Konsep asli praktek
Pembahasan
keadilan restoratif berasal dari praktek
1. Pengertian Restorative Justice pemeliharaan perdamaian yang digunakan
(Keadilan Restorasi) suku bangsa Maori (penduduk asli suku di

Konsep Restorative Justice Selandia Baru). Bilamana timbul konflik,

sebenarnya telah muncul cukup lama, kurang praktek restoratif akan menangani pihak

lebih dari dua puluh tahun yang lalu sebagai pelaku, korban, dan para stakeholders.10

alternatif penyelesaian perkara pidana, Bahkan Jeff Christian, seorang pakar

khususnya anak, dengan berbagai Lembaga Pemasyarakatan Internasional dari

pertimbangannya. Sebagaimana Kanada mengemukakan bahwa

dikemukakan oleh John Braithwaite bahwa, sesungguhnya peradilan restoratif telah

Restorative Justice sebuah arah baru antara dipraktekkan banyak masyarakat ribuan

“justice” dan “walfare model”, kemudian tahun yang lalu, jauh sebelum lahirnya

antara “retribution” dan “rehabilitation”.9 hukum negara yang formalitas seperti


sekarang yang kemudian disebut hukum
Di Amerika Utara, Australia, dan
modern.11
sebagian Eropa, keadilan restoratif sudah
diterapkan pada semua tahap proses Penyelesaian di luar sistem baik
peradilan pidana konvensional yaitu tahap dilakukan oleh para pihak (pelaku dan korban

penyidikan dan penuntutan, tahap adjudikasi mandiri) ataupun dengan melibatkan penegak

dan tahap eksekusi pemenjaraan. hukum. Ketidakpuasan terhadap Sistem


Peradilan Pidana dengan demikian terkait
Dalam perkembangan, pertumbuhan,
tidak saja dengan mekanisme penanganan
dan penyebaran keadilan restoratif mendapat

9 10
John Brithwaite, Restorative Justice and Hadi Supeno, Kriminalisasi Anak,
Responsive Regulation, University Press, Oxford, Tawaran Gagasan Radikal Peradilan Anak Tanpa
2002, h. 1. Pemidanaan, Jakarta: Gramedia, 2010, h. 196.
11
Hadi Supeno, Kriminalisasi… h. 196

257
Zico Junius Fernando:
Pentingnya Restorative Justice Dalam Konsep Ius Constituendum

perkara dan adminstrasi, tetapi juga Hasil ”Restorative Justice an Overview”


akhir dari proses yang berjalan. Oleh karena mengatakan:12
itu dibutuhkan suatu acara dan prosedur di
“Restorative Justice is a process whereby all
dalam sistem yang dapat mengakomodasi the parties with a stake in aparticular offence
come together to resolve collectively how to
penyelesaian perkara yang salah satunya
deal with theaftermath of the offence and its
adalah dengan menggunakan pendekatan implication for the future” (Restorative
Justice (Keadilan Restoratif) adalah sebuah
Restorative Justice (Keadilan Restoratif),
proses dimana para pihak yang
melalui suatu pembaharuan hukum yang berkepentingan dalam pelanggaran tertentu
bertemu bersama untuk menyelesaikan
tidak sekedar mengubah Undang-Undang
persoalan secara bersama-sama bagaimana
semata tetapi juga memodfikasi Sistem menyelesaikan akibat dari pelanggaran
tersebut demi kepentingan masa depan)”.
Peradilan Pidana yang ada, sehingga semua
tujuan yang di kehendaki oleh hukum pun Liebmann secara sederhana

tercapai. mengartikan Restorative Justice (Keadilan


Restoratif) sebagai suatu sistem hukum yang
Restorative Justice (Keadilan
“bertujuan untuk mengembalikan
Restoratif) meliputi pemulihan hubungan
kesejahteraan korban, pelaku dan masyarakat
antara pihak korban dan pelaku. Pemulihan
yang rusak oleh kejahatan, dan untuk
hubungan ini bisa didasarkan atas
mencegah pelanggaran atau tindakan
kesepakatan bersama antara korban dan
kejahatan lebih lanjut.13 Liebmann juga
pelaku. Pihak korban dapat menyampaikan
memberikan rumusan prinsip Restorative
mengenai kerugian yang dideritanya dan
Justice (Keadilan Restoratif) sebagai berikut:
pelaku pun diberi kesempatan untuk
menebusnya, melalui mekanisme ganti rugi, a. Memprioritaskan dukungan dan

perdamaian, kerja sosial, maupun penyembuhan korban;

kesepakatan-kesepakatan lainnya. Seorang b. Pelaku pelanggaran bertanggung jawab

ahli Krimonologi berkebangsaan Inggris atas apa yang mereka lakukan;

Tony F. Marshall dalam tulisannya c. Dialog antara korban dengan pelaku


untuk mencapai pemahaman;

12 13
Marlina, Peradilan Pidana Anak di Marian Liebmann, Restorative Justice,
Indonesia, Pengembangan Konsep Diversi dan How it Work, London and Philadelphia: Jessica
Restorative Justice, Bandung: Refika Editama, 2009, Kingsley Publishers, 2007, h. 25.
h. 88.

258
AL-IMARAH: Jurnal Pemerintahan dan Politik Islam
Vol. 5, No. 2, 2020

d. Ada upaya untuk meletakkan secara perdamaian, kerja sosial, maupun


15
kesepakatan-kesepakatan lainnya.
benar kerugian yang ditimbulkan;
e. Pelaku pelanggar harus sadar tentang Banyak terminologi yang digunakan

bagaimana cara menghindari kejahatan di untuk menggambarkan konsep Restorative

masa depan; Justice (Keadilan Restoratif), seperti

f. Masyarakat turut membantu dalam Communitarian Justice (Keadilan

mengintegrasikan dua belah pihak, baik Komunitarian), Positive Justice (Keadilan

korban maupun pelaku.14 Positif), Relational Justice (Keadilan


Relasional), Reparative Justice (Keadilan
Hal ini dilakukan dengan
Reparatif), dan Community Justice (Keadilan
mempertemukan kedua belah pihak baik
Masyarakat).
pelaku maupun korban untuk memutuskan
cara yang terbaik dalam menyelesaikan kasus Gerakan Restorative Justice

yang ada. (Keadilan Restoratif) awalnya dimulai


sebagai upaya untuk memikirkan kembali
Restorative Justice (Keadilan
kebutuhan yang tidak terpenuhi dala m
Restoratif) menurut Angkasa, Saryono
Hanadi, dan Muhammad Budi Setyadi dalam proses peradilan biasa. Restorative Justice
ilmu hukum pidana harus bertujuan untuk
memperluas lingkaran pemangku
memulihkan kembali keadaan seperti
sebelum terjadi kejahatan. Ketika ada orang kepentingan atau pihak - pihak yang yang
yang melakukan pelanggaran hukum maka
terlibat peristiwa atau kasus dimana bukan
keadaan akan menjadi berubah. Maka
disitulah peran hukum untuk melindungi hak- hanya sekedar Pemerintah dan Pelaku namun
hak setiap korban kejahatan. Di dalam proses
juga termasuk korban dan anggota
peradilan pidana konvensional dikenal
adanya restitusi atau ganti rugi terhadap masyarakat.16
korban, sedangkan restorasi memiliki makna
yang lebih luas. Restorasi meliputi pemulihan Susan Sharpe dalam bukunya
hubungan antara pihak korban dan pelaku.
Pemulihan hubungan ini bisa didasarkan atas “Restorative Justice a Vision for Hearing and
kesepakatan bersama antara korban dan
pelaku. Pihak korban dapat menyampaikan
mengenai kerugian yang dideritanya dan
pelaku pun diberi kesempatan untuk
menebusnya, melalui mekanisme ganti rugi,
14 Anak di Wilayah Hukum Balai Pemasyarakatan
Marian Liebmann, Restorative…h. 26
15 Purwokerto), 2012, h. 8.
Angkasa, Saryono Hanadi, dan
16
Muhammad Budi Setyadi, Model Peradilan Restoratif Howard Zehr & Ali Gohar, The Little Book
dalam Sistem Peradilan Anak (Kajian tentang Praktik of Restorative Justice, Pennyslvania: Good Books,
Mediasi Pelaku dan Korban dalam Proses Peradilan 2003, h. 17.

259
Zico Junius Fernando:
Pentingnya Restorative Justice Dalam Konsep Ius Constituendum

Change” mengemukakan ada 5 (lima) diposisikan sesuai dengan fungsinya dalam


prinsip dalam Restorative Justice, yaitu:17 kehidupan bermasyarakat. Fiat Justisia Ruat
Coelum, pepatah latin ini memiliki arti
a. Restorative Justice mangandung
partisipasi penuh dan konsensus; “meski langit runtuh keadilan dan hukum
b. Restorative Justice berusaha harus ditegakkan”. Pepatah ini kemudian
menyembuhkan kerusakan atau kerugian
yang ada akibat terjadinya tidak menjadi sangat populer karena sering
kejahatan; digunakan sebagai dasar argumen
c. Restorative Justice memberikan
pertanggungjawaban langsung dari pembenaran dalam pelaksanaan sebuah
pelaku secara utuh; sistem peraturan hukum. Dalam
d. Restorative Justice mencarikan
penyatuan kembali kepada warga penerapannya, adagium tersebut seolah-olah
masyarakat yang terpecah atau terpisah diimplementasikan dalam sebuah kerangka
karena tindakan kriminal;
e. Restorative Justice memberikan pemikiran yang sempit bertopeng dalih
ketahanan kepada warga masyarakat agar penegakan dan kepastian hukum.
dapat mencegah terjadinya tindakan
kriminal berikutnya.
Kedepan dalam rangka mencapai
2. Pentingnya Konsep Restorative Justice
tujuan hukum akan disusun Rancangan
(Keadilan Restorasi) Dalam R-Kuhp
KUHP yang merupakan hasil dari pemikiran
Mendatang (Ius Constituendum)
bangsa Indonesia. Penyusunan Rancangan
Kejahatan mendatangkan kerusakan KUHP kedepan diharapkan menyasar pada 4
dalam kehidupan masyarakat, tetapi (empat) hal, yaitu:
kejahatan bisa menjadi pembelajaran bagi
a. Pencegahan dan penanggulangan
masyarakat untuk membuka keadilan yang
kejahatan;
sebenarnya bagi semua masyarakat. Hal ini b. Perbaikan pada pelaku;
c. Pencegahan terhadap tindakan sewenang-
karena faktor korelatif kriminogen lebih
wenang di luar hukum; dan;
cenderung berakar dari persoalan yang ada di d. Penyelesaian konflik dalam masyarakat.
dalam masyarakat itu sendiri, seperti faktor Keempat tolok ukur ini diletakkan
ekonomi, sosial budaya dan bukan bersumber dalam kerangka perlindungan masyarakat
pada diri pelaku. Oleh karena itu korban dan yang dicapai melalui tujuan pemidanaan.
pelaku harus kembali ditempatkan untuk Dengan demikian, seharusnya materi
menjaga keutuhan masyarakat dan Rancangan KUHP berdampak terhadap

17 Emergensi dan Bencana Alam, Pusat kajian dan


Mahmul Siregar, Pedoman Praktis
Melindungi Anak dengan Hukum Pada Situasi Perlindungan Anak (PKPA), Jakarta, 2007, h. 89.

260
AL-IMARAH: Jurnal Pemerintahan dan Politik Islam
Vol. 5, No. 2, 2020

perubahan-perubahan substansial terkait Hukum Pidana (KUHP) baru, khususnya


perlindungan masyarakat yang menggeser misalnya untuk delik pidana aduan (klacht
paradigma hukum pidana nasional. delict) agar menitikberatan pada kondisi
Perubahan ini dipastikan akan berdampak terciptanya keadilan (justice) dan
pada banyak aspek, salah satu yang terutama keseimbangan perlakuan hukum terhadap
adalah terhadap kondisi dan kebijakan pelaku tindak pidana dan korban tindak
pemasyarakatan. Dengan perubahan baik pidana dapat tercapai dengan baik, tanpa
secara paradigmatik maupun materi per harus selalu menggunakan sanksi pidana
materi, maka proyeksi akan situasi dan (hukuman penjara) dalam penyelesaian
kebijakan pemasyarakatan akan juga berubah akhirnya. Karena efek jera sebagai tujuan
seiring dengan pembaruan ini. Pembaruan akhir pemidanaan (hukuman penjara) pelaku
terhadap Rancangan KUHP bertitik tolak tindak pidana sekarang ini sudah tidak lagi
pada tujuan “perlindungan masyarakat” mencapai sasarannya sebagaimana yang
(social defence) dan “kesejahteraan diharapkan. Perlu adanya terobosan baru
masyarakat” (social welfare).18 dalam pelaksanaan sistem pemidanaan di
Negara Indonesia, tidak saja mealalui
Kita ambil contoh mengenai upaya
hukuman penjara semata tapi juga melalui
penyelesaian masalah di luar Pengadilan
penerapan Restorative Justice (Keadilan
yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana
Restoratif).
(keluarganya) dan korban tindak pidana
(keluarganya) nantinya diharapkan menjadi Pendekatan Restorative Justice
dasar pertimbangan dalam proses memfokuskan kepada kebutuhan baik korban
pemeriksaan pelaku tindak pidana di maupun pelaku kejahatan. Di samping itu,
Pengadilan dalam penjatuhan sanksi pendekatan Restorative Justice (Keadilan
pidananya oleh hakim/majelis hakim. Restoratif) membantu para pelaku kejahatan
Restorative Justice (Keadilan Restoratif) untuk menghindari kejahatan lainnya pada
menjadi pertimbangan dalam sistem masa yang akan datang.19 Gerakan
pelaksanaan hukum pidana dan dimasukkan Restorative Justice (Keadilan Restoratif)
ke dalam Peraturan PerUndang-Undangan awalnya dimulai sebagai upaya untuk

18 19
Muladi dan Diah Sulistyani, Septa Chandra, Restorative Justice: suatu
Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, PT Alumni, tinjauan terhadap pembaharuan hukum pidana di
Bandung, 2013. h. 3. Indonesia, 2013, h. 264.

261
Zico Junius Fernando:
Pentingnya Restorative Justice Dalam Konsep Ius Constituendum

memikirkan kembali kebutuhan yang tidak memunculkan persoalan baru bagi keluarga
terpenuhi dalam proses peradilan biasa. dan sebagainya.21
Restorative Justice (Keadilan Restoratif)
Salah satu bentuk mekanisme
memperluas lingkaran pemangku
Restoratif Justice (Keadilan Restoratif) yang
kepentingan atau pihak - pihak yang yang
bisa diterapkan dan sesuai dengan nilai-nilai
terlibat peristiwa atau kasus dimana bukan
budaya bangsa Indonesia adalah
hanya sekedar Pemerintah dan Pelaku namun
menggunakan teknik dialog secara
juga termasuk korban dan anggota
kekeluargaan yang dikalangan masyarakat
masyarakat.
Indonesia lebih dikenal dengan sebutan
Sebenranya banyak Hukum Adat "musyawarah untuk mufakat”. Konsep
(Tranditional Law) di Indonesia yang bisa Restoratif Justice (Keadilan Restoratif) ini
menjadi Restorative Justice (Keadilan menganggap pelaku dan korban sama-sama
Restoratif) sebagai salah usaha untuk mendapatkan manfaat yang sebaik-baiknya
mencari penyelesaian konflik secara damai di sehingga dapat mengurangi angka residivis
luar pengadilan atau win win solution walau dikalangan pelaku tindak pidana serta
pada kenyataannya masih sangat sulit memberikan rasa tanggung jawab bagi
diterapkan karena keberadaannya tidak masing-masing pihak.
diakui negara atau tidak dikodifikasikan
Masalah pokok penerapan
dalam hukum nasional.20 Munculnya ide
Restorative Justice (Keadilan Restoratif)
Restorative Justice (Keadilan Restoratif)
sebenarnya terletak pada faktor-faktor
sebagai kritik atas penerapan sistem
mengikutinya, yaitu faktor hukumnya
peradilan pidana dengan pemenjaraan yang
sendiri, faktor penegak hukum yakni pihak-
dianggap tidak efektif menyelesaikan konflik
pihak yang membentuk maupun menerapkan
sosial. Penyebabnya, pihak yang terlibat
hukum, faktor sarana prasarana pendukung
dalam konflik tersebut tidak dilibatkan dalam
penegakan hukum, faktor masyarakat dimana
penyelesaian konflik. Korban tetap saja
hukum tersebut berlaku atau diterapkan, dan
menjadi korban, pelaku yang dipenjara juga

20 21
Eva Achjani Zulfa, Keadilan Restoratif Setyo Utomo, Sistem Pemidanaan Dalam
Dan Revitalisasi Lembaga Adat Di Indonesia, Jurnal Hukum Pidana Yang Berbasis Restorative Justice,
Kriminologi Indonesia Volume. 6, No. II, 2010, h. Mimbar Justitia Fakultas Hukum Universitas
187. Suryakancana, Cianjur, Volume. V, No. 01, 2014, h.
86.

262
AL-IMARAH: Jurnal Pemerintahan dan Politik Islam
Vol. 5, No. 2, 2020

faktor kebudayaan yang masih menjadi pemidanaan merupakan “a relic of


kebijakan lokal masyarakat dan masih barbarism”.25
berlaku hingga kini. 22
Salah satu jenis sanksi pidana
Dalam Teori Retributif, sanksi pidana misalnya adalah pidana pencabutan
bersumber pada ide “mengapa diadakan kemerdekaan yang populer disebut dengan
pemidanaan”. Dalam hal ini sanksi pidana pidana penjara dan pidana kurungan.
lebih menekankan pada unsur pembalasan Penerapan sanksi pidana pencabutan
(pengimbalan) yang sesungguhnya bersifat kemerdekaan mengandung lebih banyak
reaktif terhadap sesuatu perbuatan. Ia aspek-aspek negatif daripada aspek-aspek
merupakan penderitaan yang sengaja positifnya. Hal ini terbukti bahwa penjatuhan
dibebankan kepada seorang pelanggar. pidana pencabutan kemerdekaan
menimbulkan hal-hal negatif sebagai berikut:
Penanggulangan kejahatan dengan
menggunakan (hukum) pidana merupakan a. Dehumanisasi pelaku tindak pidana:26
cara yang paling tua, setua peradaban 1) tujuan pidana penjara pertama adalah
menjamin pengamanan narapidana
manusia itu sendiri. Adapula yang
dan kedua adalah memberikan
menyebutnya sebagai “older philosophy of kesempatan kesempatan kepada
narapidanauntuk direhabilitasi;
crime control”. Dilihat sebagai suatu masalah
2) hakekat dari fungsi penjara tersebut di
kebijakan, ada yang mempermasalahkan atas sering kali mengakibatkan
dehumanisasi pelaku tindak pidana
apakah perlu kejahatan itu ditanggulangi,
dan pada akhirnya menimbulkan
dicegah atau dikendalikan, dengan kerugian bagi narapidana yang terlalu
lama di dalam lembaga, berupa
menggunakan sanksi pidana.23 H.L. Packer :
ketidak-mampuan narapidana untuk
pidana merupakan “peninggalan kebiadaban melanjutkan kehidupannya secara
produktif di dalam masyarakat.
kita masa lalu” (a vestige of our savage past)
b. Prisonisasi (Prisonization) narapidana.
yang seharusnya dihindari.24 Menurut Smith
dan Hogan teori retributif tentang Proses prisonisasi narapidana dimulai
ketika narapidana masuk dalam lembaga

22 24
Makarao, Penerapan Restorative Justice H.L. Packer, The Limits of Criminal
Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Yang Dilakukan Sanction, California: Stanford Univercity Press, 1968,
Oleh Anak-Anak, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas h. 3.
Islam As-syafi’iyah Jakarta, 2013, h. 47 – 48. 25
Smith and Hogan, Criminal Law, London:
23
Gene Kassebaum, Delinquency and Social Butterworths, 1978, h. 6
Policy, London: Prentice Hall, Inc, 1974, h. 93. 26
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-
Teori Dan Kebijakan Pidana¸ Bandung: Alumni,
1984, h. 77-78.

263
Zico Junius Fernando:
Pentingnya Restorative Justice Dalam Konsep Ius Constituendum

pemasyarakatan. Lembaga mendukung kemungkinan untuk


pemasyarakatan berisi kehidupan mengadakan rehabilitasi narapidana.29
penjara sebagai suatu sistem sosial
informal yang disebut sebagai sub kultur e. Stigmatization
narapidana (inmate subculture). Sub
kultur narapidana ini mempunyai Kerugian lain yang sangat dirasakan dari
pengaruh besar terhadap kehidupan penerapan pidana penjara adalah
individual narapidana, khususnya proses terjadinya stigmatisasi (stigmatization).
sosialisasi narapidana tersebut kedalam Menurut Hoefnagels, stigma terjadi
masyarakat narapidana (the inmate bilamana identitas seseorang terganggu
community) yang oleh Clemmer disebut atau rusak disebabkan oleh pandangan
sebagai prisonisasi. Dalam proses masyarakat sekitar terhadapnya. Secara
prisonisasi narapidana baru (new comer) psikhologis stigmatisasi menimbulkan
harus membiasakan diri terhadap aturan- kerugian terbesar bagi pelaku tindak
aturan yang berlaku di dalam masyarakat pidana, karena dengan demikian publik
narapidana. Disamping itu ia harus mengetahui bahwa ia seorang penjahat,
mempelajari kepercayaan, perilaku- dengan segala akibatnya.30
perilaku dari masyarakat tersebut, yang Ada beberapa tujuan yang hendak
akhirnya menimbulkan mental jahat.27
dicapai dengan pemidanaan tersebut. G. Peter
c. A place of contamination
Hoefnagels, sebagaimana dikutif oleh Muladi
Menurut Bernes dan Teeters dan Barda Nawawi Arief mengatakan bahwa
bahwa penjara telah tumbuh menjadi
tempat pencemaran (a place of tujuan pidana adalah untuk:
contamination) yang justru harus
dihindari. Di dalam penjara, penjahat a. Penyelesaian konflik (conflict
kebetulan (accidental offenders), resolution);
pendatang baru (novices in crime)
dirusak melalui pergaulannya dengan b. Mempengaruhi para pelanggar dan
penjahat-penjahat kronis. Bahkan orang-orang lain ke arah perbuatan yang
personil yang paling baikpun telah gagal
untuk menghilangkan keburukan yang kurang lebih sesuai dengan hukum
sangat besar dari penjara ini.28 (influencing offenders and possibly other
d. Pidana berjangka pendek than offenders toward more or less Law-
conforming behavior).
Pidana berjangka pendek akan sangat
merugikan di dalam pembinaan sebab
disamping kemungkinan hubungan- Sementara Roeslan Saleh
hubungan yang tidak dikehendaki, mengemukakan bahwa pada hakekatnya ada
pidana penjara jangka pendek jelas tidak

27 29
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Muladi dan Barda Nawawi Arief,
Teori…h.79 Teori…h.80
28 30
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Muladi dan Barda Nawawi Arief,
Teori…h.79 Teori…h.81

264
AL-IMARAH: Jurnal Pemerintahan dan Politik Islam
Vol. 5, No. 2, 2020

dua poros yang menentukan garis-garis masyarakat? Apakah untuk menegakan


hukum pidana, yaitu: aturan hukum itu sendiri? Banyak jawaban-
jawaban yang ada di dalam pikiran kita
a. Segi prevensi, yaitu bahwa hukum pidana
maupun orang lain terkait pertanyaan-
adalah hukum sanksi, suatu upaya untuk
pertanyaan tersebut, namun yang pasti tolak
dapat mempertahankan kelestarian hidup
ukur keberhasilannya sebuah sistem
bersama dengan melakukan pencegahan
pemidanaan ialah bukan terletak pada
kejahatan;
banyaknya jumlah tahanan maupun
b. Segi pembalasan, yaitu bahwa hukum
narapidana yang menghuni Rumah Tahanan
pidana sekaligus merupakan pula
(RUTAN) dan Lembaga Pemasyarakatan
penentuan hukum, merupakan koreksi
(LAPAS).
dari dan reaksi atas sesuatu yang bersifat
tidak hukum. Belum lagi sistem pemidanaan yang
ada sekarang seakan tidak lagi menciptakan
Dengan demikian, pada hakekatnya
efek jera bagi para pelaku tindak pidana atau
pidana adalah selalu perlindungan terhadap
kejahatan, malah kita dapat melihat over
masyarakat dan pembalasan atas perbuatan
capacity di Rumah Tahanan (RUTAN) dan
tidak hukum. Di samping itu Roeslan Saleh
Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) dan
juga mengemukakan bahwa pidana
berimbas pada banyaknya tindak kriminal
mengandung hal-hal lain, yaitu bahwa pidana
yang terjadi di dalam lingkungan Rumah
diterapkan sebagai sesuatu yang akan
Tahanan (RUTAN) dan Lembaga
membawa kerukunan dan pidana adalah
Pemasyarakatan (LAPAS). Pengawasan
suatu proses pendidikan untuk menjadikan
yang lemah tidak berimbang dengan
orang dapat diterima kembali dalam
besarnya jumlah tahanan yang jumlahnya
masyarakat.
setiap hari semakin bertambah. Disudut lain
Dari konsep normatif ditas apakah Rumah Tahanan (RUTAN) dan Lembaga
sebenarnya yang menjadi tujuan akhir Pemasyarakatan (LAPAS) yang ada juga
(ending) dalam sebuah pemidanaan yang ada seolah tidak lagi menjadi tempat yang tepat
sekarang, Apakah untuk menciptakan efek dalam memasyarakatkan kembali para
jera kepada pelaku yang sudah berbuat jahat? narapidana yang melakukan tindak pidana
Apakah untuk menciptakan keteraturan, tersebut, malah seolah-olah sekarang Rumah
ketertiban dan keamanan di dalam Tahanan (RUTAN) dan Lembaga

265
Zico Junius Fernando:
Pentingnya Restorative Justice Dalam Konsep Ius Constituendum

Pemasyarakatan (LAPAS) telah bergeser Principle”. Prinsip ini mengingatkan kita


fungsinya sebagai Sekolah Kriminal bahwa keadilan dan perdamaian pada
(academy of crime), tempat dimana para dasarnya tidak dipisahkan. Perdamaian tanpa
narapidana lebih banyak belajar dan diasah keadilan adalah penindasan, keadilan tanpa
kemampuannya dalam melakukan tindakan perdamaian adalah bentuk baru
pidana. Ini jutru membuat efek yang negatif penganiayaan/tekanan.32 Dikatakan sebagai
dan berdampak besar bagi tujuan pemidaan Just Peace Ethics karena pendekatan
itu sendiri. Belum lagi dapat kita lihat terhadap kejahatan dalam Restorative Justice
masalah Aparat Penegak Hukum (APH) yang bertujuan untuk pemulihan kerusakan akibat
terlalu formalistik dan belum profesional kejahatan (it is an attempt to recovery
dalam menjalankan tugas dan fungsi. justice), upaya ini dilakukan dengan
mempertemukan korban, pelaku dan
Bersamaan dengan kegagalan Sistem
masyarakat.33
Peradilan Pidana yang didasari dinamika
perubahan dan perkembangan hukum pidana Hambatan-hambatan yang terjadi
timbul suatu paradigma penghukuman yang dalam menerapkan Restorative Justice
disebut sebagai Restorative Justice. Dalam diantaranya adalah:
Restorative Justice pelaku didorong untuk
a. An identifiable victim;
memperbaiki kerugian yang telah
b. Voluntary participation by the victim;
ditimbulkannya kepada korban, keluarganya
c. An offender who accepts responsibility
dan juga masyarakat. Program utamanya
for his/her criminal behaviour; and,
adalah “a meeting place for people” guna
d. Non-coerced participation of the
menemukan solusi perbaikan hubungan dan
offender.34
31
kerusakan akibat kejahatan. Keadilan yang
dilandasi perdamaian (peace) pelaku, korban Hasil yang terjadi dalam menerapkan

dan masyarakat itulah yang menjadi moral Restorative Justice diantaranya adalah

etik Restorative Justice, oleh karena itu berupa:

keadilannya dilakukan sebagai “Just Peace

31 33
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Muladi dan Barda Nawawi Arief,
Teori…h.3 Teori…h.79
32 34
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Kuat Puji Prayitno, Aplikasi Konsep
Teori…h.79 Restorative Justice dalam Peradilan Indonesia,
Yogyakarta: Genta Publishing, 2012, h. 49.

266
AL-IMARAH: Jurnal Pemerintahan dan Politik Islam
Vol. 5, No. 2, 2020

a. Perdamaian dengan atau tanpa ganti Menurut Muladi, pendekatan


kerugian; keadilan restoratif menyediakan kesempatan
b. Penyerahan kembali kepada orang dan kemungkinan bagi korban kejahatan
tua/wali; untuk memperoleh reparasi, rasa aman,
c. Keikutsertaan dalam pendidikan atau memungkinkan pelaku untuk memahami
pelatihan ke Lembaga Pendidikan, sebab dan akibat perilakunya dan
Lembaga Penyelenggaraan bertanggungjawab dengan cara yang berarti
Kesejahteraan Sosial atau Lembaga dan memungkinkan masyarakat untuk
Kesejahteraan Sosial; atau memahami sebab utama terjadinya kejahatan,
d. Pelayanan Masyarakat. untuk memajukan kesejahteraan masyarakat
dan mencegah kejahatan. Pendekatan
Perlu adanya strategi utama untuk
Keseimbangan (Balanced Approach) untuk
mengembangkan rasa tanggungjawab
mengantikan pendekatan punitive-retributif
restoratif:
sangat dibutuhkan dalam sistem keadilan
a. Fokus pada memulihkan kerugian restoratif untuk memenuhi kepentingan
korban; pelaku atas proses rahabilitasi dan
b. Menyelenggarkan suatu proses untuk reintegrasi; kepentingan korbanakan restorasi
mengamankan kepentingan Masyarakat; akibat tindak pidana; dan kebutuhan
c. Menyelenggarakan suatu proses untuk masyarakat akan peningkatan keamanan dan
meningkatkan pemahaman lebih luas keselamatan. Keberadaan strategi proses
tentang pengaruh tindak pidana terhadap keadilan restoratif khusus bagi anak-
orang lain dan masyarakat; anak/remaja yang berimbang (The Balanced
d. Menawarkan cara-cara yang berarti bagi Restorative Justice for Juvenile) dilandasai
pelaku untuk bertanggung jawab terhadap oleh pemikiran bahwa sumber kejahatan dan
perbuatannya; pelanggaran anak-anak (delinquency) adalah
e. Menggalakkan permintaan maaf atau masyarakat, keluarga, sekolah, sehingga
ekspresi penyesalan pelaku; strategi yang hanya menitikberatkan pada
f. Melibatkan korban dan masyarakat dalam individual pelaku tidak tepat. Pelibatan
menentukan tindakan elemen-elemen korban dan masyarakat settya
pertanggungjawaban. professional akan menyelesaikan
persoalnnya secara sistemik dan

267
Zico Junius Fernando:
Pentingnya Restorative Justice Dalam Konsep Ius Constituendum

komprehensif. Keadilan restoratif Perwakilan Rakyat ke depannya perlu


menampilkan serangkaian tindakan yang memikirkan secara serius, serta memfasilitasi
fleksibel yang dapat diesuaikan dengan untuk menjadikan pendekatan Restorative
Sistem Peradilan Pidana yang berlaku dan Justice ini sebagai bagian dari Sistem Hukum
secara komplementer dilakukan dengan Nasional (SHN), sehingga menjadi bagian
mempertimbangkan kondisi hukum, sosial dari mekanisme penyelesaian perkara dalam
dan budaya. Pendayagunaan keadilan Sistem Peradilan Pidana di Negara Indonesia.
restoratif tidak akan merugikan hak Negara Perlu adanya upaya yang serius dari
untuk menuntut pelaku tindak pidana yang pemerintah untuk segera mungkin
dicurigai.35 menyelesaikan proses pembahasan,
pengesahan, dan pemberlakuan Rancangan
Penutup
KUHP yang sesuai dengan nilai-nilai ke-
Kesimpulan Indonesiaan. Mengingat KUHP yang berlaku

Dalam konteks pembaharuan hukum sekarang sudah tidak cocok lagi dengan

pidana di Indonesia lewat Rancangan Kitab budaya bangsa Indonesia yang berdasarkan

Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) pada Hukum Adat (traditional law) serta

harus mengakomodir dan memasukan prinsip nilai-nilai kebhinekaan lainnya.

Restorative Justice (Keadilan Restoratif), Pustaka Acuan


dimana rumusan tentang jenis-jenis pidana
Buku
(strafmaat) mengandung sifat restoratif.
Sehingga sangat mungkin sekali konsep Abdul Manan, Aspek-Aspek Pengubah
Restorative Justice (Keadilan Restoratif) ini Hukum, Kencana Prenada Media,
dapat dijadikan bagian dari pembaharuan Jakarta, 2009.
hukum pidana di Indonesia di masa yang
Angkasa, Saryono Hanadi, dan Muhammad
akan datang.
Budi Setyadi, Model Peradilan
Rekomendasi Restoratif dalam Sistem Peradilan
Anak (Kajian tentang Praktik
Bagi pembentuk Undang-Undang
Mediasi Pelaku dan Korban dalam
dalam hal ini Presiden dan Dewan

35
Muladi, Kapita Selekta Hukum Pidana,
Semarang: BP Universitas Diponegoro, 1995. h. 14.

268
AL-IMARAH: Jurnal Pemerintahan dan Politik Islam
Vol. 5, No. 2, 2020

Proses Peradilan Anak di Wilayah Joni Emirzon, Alternatif Penyelesaian


Hukum Balai Pemasyarakatan Sengketa di Luar Pengadilan,
Purwokerto), 2012. Jakarta, PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2001.
Daniel S. Lev, Hukum dan Politik di
Indonesia: Keseimbangan dan Kuat Puji Prayitno, Aplikasi Konsep
Perubahan, Cetakan I, LP3ES, Restorative Justice dalam Peradilan
Jakarta, 1990. Indonesia, Yogyakarta: Genta
Publishing, 2012.
Eva Achjani Zulfa, Keadilan Restoratif Dan
Revitalisasi Lembaga Adat Di Mahmul Siregar, Pedoman Praktis
Indonesia, Jurnal Kriminologi Melindungi Anak dengan Hukum
Indonesia Volume. 6, No. II, 2010. Pada Situasi Emergensi dan
Bencana Alam, Pusat kajian dan
Gene Kassebaum, Delinquency and Social
Perlindungan Anak (PKPA),
Policy, London: Prentice Hall, Inc,
Jakarta, 2007.
1974.
Makarao, Penerapan Restorative Justice
H.L. Packer, The Limits of Criminal
Dalam Penyelesaian Tindak Pidana
Sanction, California: Stanford
Yang Dilakukan Oleh Anak-Anak,
University Press, 1968.
Guru Besar Ilmu Hukum
Hadi Supeno, Kriminalisasi Anak, Tawaran Universitas Islam As-syafi’iyah
Gagasan Radikal Peradilan Anak Jakarta, 2013.
Tanpa Pemidanaan, Jakarta:
Marian Liebmann, Restorative Justice, How
Gramedia, 2010.
it Work, London and Philadelphia:
Howard Zehr & Ali Gohar, The Little Book of Jessica Kingsley Publishers, 2007.
Restorative Justice, Pennyslvania:
Marlina, Peradilan Pidana Anak di
Good Books, 2003.
Indonesia, Pengembangan Konsep
John Brithwaite, Restorative Justice and Diversi dan Restorative Justice,
Responsive Regulation, University Bandung: Refika Editama, 2009.
Press, Oxford, 2002.

269
Zico Junius Fernando:
Pentingnya Restorative Justice Dalam Konsep Ius Constituendum

Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori Fakultas Hukum Universitas


Dan Kebijakan Pidana¸ Bandung: Suryakancana, Cianjur, Volume. V,
Alumni, 1984. No. 01, 2014.

Muladi dan Diah Sulistyani, Smith and Hogan, Criminal Law, London:
Pertanggungjawaban Pidana Butterworths, 1978.
Korporasi, PT Alumni, Bandung,
Undang-Undang
2013.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004
Muladi, Kapita Selekta Hukum Pidana,
Tentang Sistem Perencanaan
Semarang: BP Universitas
Pembangunan Nasional.
Diponegoro, 1995.

Otong Rosadi dan Andi Desmon, Studi


Politik Hukum: Suatu Optik Ilmu
Hukum, Edisi II, Thafa media,
Yogyakarta, 2013.

Romli Atmasasmita, Teori Hukum Integratif:


Rekonstruksi Terhadap Teori
Hukum Pembangunan dan Teori
Hukum Progresif, Genta Publishing,
Yogyakarta, 2012

Satjipto Rahardjo, Sisi-Sisi Lain dar ni


Hukum di Indonesia, Jakarta:
Kompas, 2003.

Septa Chandra, Restorative Justice: suatu


tinjauan terhadap pembaharuan
hukum pidana di Indonesia, 2013.

Setyo Utomo, Sistem Pemidanaan Dalam


Hukum Pidana Yang Berbasis
Restorative Justice, Mimbar Justitia

270

You might also like