JURNAL

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

ARTIKEL HASIL PENELITIAN

TARI KALEGOA PADA SANGGAR KERATON LA ODE UMURI BOLU


KOTA BAU-BAU KABUPATEN BUTON

OLEH:
SUHARTINI SUPRIADI
1582141004

DOSEN PEMBIMBING
Dr. Nurlina Syahrir, M.Hum
Rahma M, S.Pd., M.Sn

PROGRAM STUDI SENI TARI


JURUSAN SENI PERTUNJUKAN
FAKULTAS SENI DAN DESAIN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2019
ABSTRACT

Suhartini Supriadi, 2019. Kalegoa Dance at La Ode Umuri Bolu Keraton Studio, Bau-Bau
City, Buton District, Thesis, Faculty of Art and Design, Makassar State University.

This study answers the formulation of the problems listed in the Kalegoa Dance at the Keraton
Laode Umuri Bolu Sanggar Bau-Bau city, Buton Regency, namely: 1). What is the Form of
Kalegoa Dance at the Laode Umuri Bolu Keraton Studio. 2). What is the Meaning of Motion
contained in every variety of Kalegoa Dance at the Keraton Laode Umuri Bolu Studio. This
research is a qualitative descriptive study. This research was carried out at the Keraton Laode
Umuri Bolu street, Muh. Husni Thamrin, Tomba, Wolio Subdistrict, from July to October 2019.
This dance was created in 1987 by a cultural man named Laode Umuri Bolu. Data obtained by
conducting data collection techniques (direct observation, interviews, and documentation). The
results of this study indicate that: 1). Kalegoa dance form at the Laode Umuri Bolu Palace Studio
is a traditional dance depicting the ups and downs of Buton girls while in seclusion in the form of
a handkerchief movement. The number of dancers who dance this dance is even between 2,4,6,8,
and so on. It has been a tradition since ancient times that a girl who is approaching adulthood must
undergo a seclusion period (posuo) for eight days and eight nights. 2). the meaning of the variety
of Kalegoa dance movements at the Keraton Laode Umuri Bolu is divided into three namely:
a. Lego movements / swaying arms are interpreted that women are prepared to be able to do
everything themselves, because a woman is prepared to be a mother and be a wife. Women are
also prepared to be able to take care of themselves and their families.
b. pobura motion / using powder which means that those who are already adults can apply
themselves, look after themselves, and beautify themselves. Using powder is not only meant to
beautify the face but the real meaning is to beautify the hearts and behavior of these women, so
that they better understand the purpose of the ceremony they do.
c. Karia / party gestures which were interpreted as an illustration of the joy and excitement of all
the girls who had made it through the Posuo ceremony. Mature women have been given
responsibility. Its existence can be calculated in the family and community environment.
PENDAHULUAN tari menggambarkan kehidupan masyarakat
setempat. Dalam kehidupan sehari-hari
A. Latar Belakang manusia menggunakan bahasa sebagai alat
Bangsa Indonesia merupakan Negara komunikasi bentuk-bentuk bahasa yang
yang memiliki kekayaan budaya yang digunakan ini merupakan rentetan panjang
beraneka ragam. Kebudayaan tidak akan kata-kata dan kalimat-kalimat yang
pernah lepas dari masyarakat, karena diucapkan manusia setiap hari. Alasan
kebudayaan merupakan produk manusia apapun yang dikatakan kenyataannya setiap
sebagai individu maupun dalam kehidupan kata yang diucapkan manusia memiliki
berkelompok atau bermasyarakat. makna atau mengakibatkan munculnya
Kebudayaan Indonesia adalah satu kondisi makna. Persoalan makna merupakan
majemuk karena ia bermodalkan berbagai persoalan yang menarik dalam kehidupan
kebudayaan lingkungan wilayah yang sehari-hari.
berkembang menurut tuntunan sejarahnya Tari Kalegoa merupakan tari
sendiri-sendiri. Pengalaman serta tradisional yang menggambarkan suka duka
kemampuan wilayah-wilayah itu gadis-gadis Buton sewaktu berada di dalam
memberikan jawaban terhadap masing- pingitan dengan bentuk berupa gerakan
masing tantangan, itulah yang memberikan memakai sapu tangan. Sudah menjadi suatu
bentuk dari kebudayaan itu. Juga proses tradisi sejak zaman lampau, seorang gadis
sosialisasi yang kemudian dikembangkan yang menjelang dewasa haruslah menjalani
dalam kerangka masing-masing kultur itu masa pingitan (posuo) selama delapan hari
memberi warna kepada kepribadian yang delapan malam. Upacara Adat Posuo adalah
muncul dari lingkungan wilayah budaya itu. upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat
Kesenian adalah salah satu unsur Buton kota Bau-Bau.
yang menyangga kebudayaan. Ia Tari yang berfungsi sebagai tarian
berkembang menurut kondisi dari adat yang sampai sekarang masih mengalami
kebudayaan itu. Hal yang sama dikatakaan perubahan ditengah-tengah perkembangan
bahwa masyarakat adalah orang yang hidup budaya masyarakat Bau-Bau. Tentang
bersama dan menghasilkan kebudayaan perkembangannya, telah dapat memenuhi
(kesenian) salah satu cabang kesenian adalah tuntutan masyarakat pendukungnya terutama
tari. tari adalah ekspresi jiwa manusia yang dengan terundangnya tarian ini ke istana
diungkapkan melalui gerak – gerak ritmis negara Jakarta. Hal itu pula yang memancing
yang indah. inisiatif para koreografer di daerah Buton
Tari tradisional berkembang di daerah untuk lebih mengintensipkan tarian ini. Tentu
primitif, di dalam kehidupan masyarakat, dan saja dengan tidak mengabaikan keaslian
juga berkembang di Kerajaan. Tari tarian tersebut, sehingga tari Kalegoa dapat
tradisional primitif merupakan tarian yang dijadikan suatu standar kemajuan bagi tarian
sederhana dan bersifat sakral dan mempunyai lainnya yang sudah ada maupun yang akan
kekuatan magis dan sangat erat hubungannya dikembangkan.
dengan alam. Tari tradisional rakyat Tari Kalegoa dimaknai sebagai
merupakan tarian yang berkembang di luar proses pendewasaan seorang anak atau
tembok Istana dan sering berfungsi sebagai disebut upacara karia. Tari yang ditarikan
upacara maupun hiburan. para gadis-gadis yang sudah memasuki masa
Setiap tari tradisional yang hidup di pendewasaan ini, memiliki bentuk gerak
masyarakat memiliki makna yang berbeda- yang lemah gemulai memakai sapu tangan.
beda. Makna yang dimaksud dalam sebuah Gerakan dalam tarian ini menggambarkan
aktivitas selama berada di dalam kurungan. 2. Bagaimana makna gerak yang
Setiap ragam geraknya memiliki makna terkandung dalam setiap ragam Tari
bahwa wanita sudah dipersiapkan untuk Kalegoa pada Sanggar Keraton Laode
menjadi seorang istri dan seorang ibu, Umuri Bolu. ?
mempercantik hati dan perilaku wanita C. Tujuan Penelitian
tersebut, dan sudah dapat diperhitungkan Sesuai fokus masalah yang dipilih,
dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. maka penelitian ini memiliki beberapa tujuan
Sama halnya dengan tarian-tarian sebagai berikut:
yang ada pada masa lampau, tari Kalegoa 1. Mendeskripsikan bentuk gerak Tari
juga tidak diketahui siapa dan kapan tarian ini Kalegoa pada Sanggar Keraton Laode
diciptakan. Sehingga timbulah inisiatif Umuri Bolu.
koreografer Sanggar Keraton La Ode Umuri 2. Mendeskripsikan makna gerak dalam
Bolu untuk mengembangkan dan setiap ragam Tari Kalegoa pada Sanggar
melestarikan tari Kalegoa ini. Tari yang pada Keraton Laode Umuri Bolu.
awalnya sebagai tari upacara ritual
posuo/pingitan ini sudah mengalami
perkembangan zaman dan mengikuti D. Manfaat Penelitian
kebutuhan masyarakat kota Bau-Bau. Pada Berdasarkan rumusan masalah yang
saat ini tari Kalegoa dijadikan sebagai tari diajukan di atas, maka manfaat dari
penyambutan dan hiburan tamu-tamu yang penelitian ini adalah untuk memperoleh data
berkunjung ke pulau Buton. dan informasi akurat tentang
Penjelasan di atas kemudian 1. Manfaat teoritis
membuat penulis menemukan beberapa hal a. Memberikan pengetahuan baru untuk
yang unik yang bisa menjadikan alasan generasi selanjutnya tentang Tari
khusus kenapa penulis memilih tari Kalegoa. Kalegoa pada masyarakat kota Bau-
Tari Kalegoa memiliki makna khusus dari bau dan sekitarnya.
setiap ragam gerak yang terkandung dalam b. Memberikan gambaran awal tentang
setiap bentuknya, karena ada hubungannya makna Tari Kalegoa kepada
dengan tradisi turun-temurun masyarakat masyarakat kota Bau-bau.
Buton tentang memasuki masa pendewasaan 2. Manfaat praktis
bagi anak perempuan yang masih remaja. a. Dapat menumbuhkan keinginan
Maka penulis tertarik mengangkat Tari masyarakat tentang adanya
Kalegoa pada Sanggar Keraton Laode kebudayaan yang harus dijaga, dan
Umuri Bolu kota Bau-Bau Kabupaten Buton dilestarikan sebagai warisan budaya
sebagai judul Skripsi. Agar dijadikan sebagai dari generasi kegenerasi berikutnya
acuan awal untuk para peneliti selanjutnya pada masyarakat kota Bau-Bau.
sebagai bentuk referensi, dan agar tidak b. Dapat menjadi pertimbangan bagi
terjadi kepunahan dan dapat dikenal oleh pengamat-pengamat seni, untuk
generasi-generasi berikutnya. mengembangkan pengetahuan yang
B. Rumusan Masalah lebih dalam dan dapat menjadi sebuah
Berdasarkan uraian di atas, adapun referensi dalam penemuan-penemuan
rumusan masalah pada penelitian ini yaitu baru.
sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk Gerak Tari Kalegoa
pada Sanggar Keraton Laode Umuri
Bolu. ?
METODE PENELITIAN diacara penyambutan tamu Kehormatan
dan wisatawan yang datang berkunjung di
A. Jenis Penelitian kota Bau-Bau. Hal ini bisa dijadikan
Penelitian ini dilakukan untuk sebagai pengenalan warisan budaya yang
mengolah data tentang bentuk gerak tari ada di daerah setempat.
Kalegoa, dan makna ragam gerak tari 2. Sasaran Penelitian
Kalegoa di Kota Bau-Bau Kabupaten Buton. Sasaran dalam penelitian ini yaitu :
Jenis penelitian terbagi menjadi dua a. Bentuk gerak tari Kalegoa di Kota Bau-
yaitu penelitian kualitatif dan penelitian Bau Kabupaten Buton.
kuantitatif. Penelitian kualitatif adalah b. Makna gerak yang terdapat pada tari
sumber teori atau teori berdasarkan data. Kalegoa Sanggar Keraton kota bau-bau.
kategori-kategori dan konsep-konsep C. Sumber Data
dikembangkan oleh peneliti di lapangan Data Sumber data yang diambil pada
lapangaan dapat dimanfaatkan untuk penelitian ini adalah wawancara langsung
verifikasi teori yang timbul di lapangan, dan dengan cucu dari pendiri Sanggar Keraton
terus-menerus disempurnakan selama proses generasi pertama. dan para penari-penari,
penelitian berlangsung dilakukan secara pemusik, serta pembimbing sanggar Keraton.
berulang-ulang (Halilintar 2016: 39-40). Guna memperoleh data yang benar-benar
Sedangkan penelitian kuantitatif adalah sesuai denga fokus yang di kaji oleh peneliti.
penelitian ilmia yang sistematis terhadap Ada beberapa sumber data yang
bagian-bagian dan fenomena serta hubungan- dimanfaatkan yaitu sebagai berikut:
hubungnnya. Tujuan penelitian kuantitatif 1. Sumber lisan, terdiri atas data-data yang
adalah mengembangan dan menggunakan diberikan melalui wawancara.
model matematis, teori-teori dan/atau 2. Sumber tertulis, terdiri atas data-data
hipotesis yang berkaitan dengan alam tertulis berupa buku-buku, tulisan
(Halilintar, 2016: 37). ilmiah, PDF, dan sebagainya. Yang
Berdasarkan uraian di atas peneliti adapat memuat hal-hal yang berkaitan
dapat menyimpulkan bahwa jenis penelitian dengan objek-objek material maupun
yang akan dipakai yaitu jenis penelitian objek formal penelitian.
kualitatif yang mengatakan bahwa 3. Sumber prilaku, terdiri atas perilaku
Pendekatan kualitatif merupakan sumber seniman dan orang-orang yang memiliki
teori atau teori berdasarkan data.. kategori- kedekatan dengan objek yang diteliti
kategori dan konsep-konsep dikembangkan baik didalam panggung maupun diluar
oleh peneliti di lapangan (Halilintar 2016: panggung.
39-40). Karena jenis penelitian ini sangat D. Desain Penelitian
mendekati dengan penelitian yang akan Penelitian tentang tari Kalegoa di Kota
dilakukan oleh penulis yang berhubungan Bau-bau diperlukan suatu desain penelitian
langsung dengan observasi lapangan. yang akan digunakan sebagai pedoman
B. Lokasi dan Sasaran Penelitian dalam pelaksanaan di lapangan. Maka
1. Lokasi Penelitian gambaran desain penelitian sebagai berikut:
Lokasi penelitian dilaksanakan di
Sanggar Keraton Kota Bau-Bau. Lokasi E. Teknik Pengumpulan Data
penelitian dipilih sesuai pengambilan data Pengumpulan data digunakan
dari narasumber yang bertempat di sebagai dasar penulisan laporan, baik data
Sanggar Keraton. Tarian yang masih eksis yang berupa tulisan maupun lisan. Pada
hingga sekarang ini selalu ditampilkan penelitian ini dilakukan metode non test,
karena data yang diungkap melalui penelitian obyek penelitian yaitu pengambilan
ini adalah data kualitatif bentuk gerak dan gambar (foto) saat pertunjukan dan
makna ragam Tari Kalegoa. Pengumpulan merekam hasil wawancara menggunakan
data dengan cara wawancara mendalam, media visual.
observasi dan dokumentasi. Dalam penelitian ini,
1. Teknik Observasi dokumentasi yang digunakan adalah foto,
Observasi merupakan cara dan video. karena foto dan video
pengumpulan data yang dilakukan dengan menghasilkan data deskriptif yang cukup
cara terjun langsung di lapangan. Maksud berharga dan sering digunakan dalam
dari penggunaan teknik ini adalah dalam penelitian-penelitian kualitatif, serta
rangka memperoleh informasi kongkret merupakan sumber data yang stabil dan
sesuai kenyataaan yaang ada ke lapangan. akurat. Proses dokumentasi dilakukan
Alasan peneliti melakukan observasi dalam waktu pengumpulan data,
adalah untuk menyajikan gambaran pengambilan gambar (foto) direncanakan
realistis perilaku atau kejadian untuk oleh peneliti dan pembimbing sanggar
menjawab pertanyaan, untuk membantu untuk menentukan waktu dan tempat
mengarti perilaku manusia, dan untuk sebagai lokasi pengambilan gambar (foto)
evaluasi yaitu melakukan pengukuran untuk bisa dijadikan data.
terhadap aspek tertentu melakukan umpan F. Teknik Analisis Data
balik terhadap pengukuran tersebut. Pada Untuk memperoleh suatu simpulan
penelitian ini, observasi yang dilakukan yang benar, data yang diperoleh dari hasil
penulis langsung terjun kelapangan guna wawancara, observasi dan dokumentasi,
melihat letak Sanggar Keraton Laode selanjutnya adalah mengorganisir catatan
Umuri bolu. lapangan berdasarkan catatan-catatan
2. Teknik Wawancara khusus secara lengkap untuk dianalisis.
Metode ini dilakukan untuk Teknik analisis data merupakan cara
mencari data dan informasi yang untuk mendapatkan hasil penelitian yang
diperoleh sejelas-jelasnya dari sistematis dari hasil pemerolehan
narasumber. Wawancara ini dilakukan wawancara, observasi dan dokumentasi.
dengan narasumber di Sanggar Keraton. Perolehan data tersebut diorganisasi
Informan yang dapat dijadikan sebagai menjadi satu untuk dipakai dan
narasumber seperti ketua Sanggar diinterpretasikan sebagai bahan temuan
Generasi ke-III, Waode Nini Bolu, untuk menjawab permasalahan penelitian
penasehat Sanggar Ibu Anggaraeny. (Milles dan Huberman dalam Rohidi
3. Teknik Dokumentasi 1992:55).
Dokumentasi merupakan cara Menurut (Bogdan dan Taylor
pengumpulan data dengan mengambil 1975: 79) mendefinisikan analisis data
peninggalan tertulis, seperti arsip-arsip sebagai proses yang merinci usaha secara
dan termasuk juga buku-buku tentang formal untuk menemukan tema dan
pendapat teori, dalil-dalil atau hukum- merumuskan hipotesis (ide) seperti yang
hukum dan lain yang berhubungan dengan disarankan dan sebagai usaha untuk
masalah penelitian (Rochman, 1993:31) memberikan bantuan dan tema pada
Dokumentasi merupakan data yang hipotesis. Jika dikaji, pada dasarnya
diperoleh dari penelitian yang berupa definisi pertama lebih menitikberatkan
dokumen (foto) dan informasi dari pengorganisasian data sedangkan yang
masyarakat yang berhubungan dengan kedua lebih menekankan maksud dan
tujuan analisis data. Dengan demikian dengan data yang telah terkumpul
definisi tersebut dapat disintesiskan dideskripsikan dalam bentuk bahasa
bahwa analisis data merupakan proses verbal dan mudah dipahami. Untuk
mengorganisasikan dan mengurutkan data mencapai verifikasi (penarikan simpulan)
ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dari data-data penelitian, walaupun
dasar sehingga dapat ditemukan tema dan kesimpulan tersebut pada awalnya
dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti nampak kurang jelas dan diharapkan pada
yang didasarkan oleh data. langkah selanjutnya akan semakin
Menganalisis data peneliti meningkat dengan adanya landasan yang
menggunakan tiga komponen yaitu Reduksi kuat. Langkah-langkah analisis data
data, penyajian data, dan Penarikan digunakan untuk memberikan penjelasan
kesimpulan atau verifikasi. secara keseluruhan tentang Tari Kalegoa
1. Reduksi Data pada Sanggar Keraton La Ode Umuri Bolu
Reduksi data dalam kota Bau-Bau Kabupaten Buton.
analisis data penelitian kualitatif, menurut
(Miles & Huberman. 1992: 16) sebagaimana HASIL PENELITIAN DAN
ditulis Malik diartikan sebagai proses PEMBAHASAN
pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, dan A. Hasil Penelitian
transformasi data “kasar” yang muncul dari
catatan-catatan tertulis di lapangan. 1. Sekilas Tentang Sanggar Keraton La Ode
Beberapa data yang saya temukan Umuri Bolu
nantinya di lapangan menganai tari Kalegoa Sanggar Keraton La Ode Umuri Bolu
dan kaitannya dengan masyarakat Buton. terletak di jalan Muh Husni Thamrin No.32
Saya sebagai penliti akan fokus membahas A, Kelurahan Tomba Kecamatan Wolio,
dan mengolah data tentang apa yang saya letaknya yang strategis berada di tengah-
akan tulis. Data-data yang tidak terlalu terkait tengah kota dengan akses jalan yang
dengan penelitan tidak akan dimasukkan ke memadai membuat Sanggar Keraton La Ode
dalam tulisan ini. Umuri Bolu sangat mudah untuk dijangkau.
2. Penyajian Data
Penyajian data dimaksudkan 2. La Ode Umuri Bolu
sebagai proses analisis untuk merakit La Ode Umuri Bolu lahir di
temuan data-data dan gagasan baru di Wakatobi 14 Maret 1945 beliau adalah
lapangan dalam bentuk matrik (penyajian seorang pegawai negeri sipil di Wakatobi,
data). Semuanya dirancang guna beliau mempunyai banyak kolega/kenalan
menggabungkan informasi yang tersusun baik itu kalangan pejabat dan para petuah-
dalam bentuk yang padu dan mudah petuah adat sehingga pengetahuannya
diraih, dengan demikian di dalam tentang sejarah tarian tradisional di pulau
menentukan kesimpulan yang benar, Buton banyak ia ketahui. Karena sejak kecil
peneliti melakukan penarikan yang benar. darah seniman telah lahir dalam diri beliau.
Saya sebagai penulis tetap akan fokus ke Beliau sudah banyak menciptakan tarian
bentuk dan makna gerak tari Kalegoa. tradisonal yang diangkat dari tari tradisional
3. Penarikan Kesimpulan/ Verifikasi para leluhur dan mengembangkannya, lalu di
Data yang diperoleh di lapangan, pertunjukan ke berbagai daerah dan di sekitar
peneliti sudah mengambil kesimpulan kota Bau-Bau.
melalui pemikiran peneliti dan dilanjutkan
Masyarakat semakin mengenal La “sapu tangan itu tidak ada maksud
Ode Umuri Bolu dengan karya-karya yang apa-apa. kenapa harus memakai sapu
beliau ciptakan, bahkan karena karya beliau tangan, karena sebagai hiasan di
sudah sangat terkenal dikalangan masyarakat tangan saja, untuk dimainkan oleh
khususnya di kota Bau-Bau. Hingga pada para penari yang sedang bersuka cita
akhirnya beliau pun pindah ke Bau-Bau agar dan bergembira atas
beliau lebih mudah mengembangkan karya- pembebasannya”.
karyanya dan semakin dikenal lagi. Pada
tahun 1970 beliau berhasil mendirikan
sanggar yang bernama Sanggar Keraton La Perkataan Kalegoa yang menjadi
Ode Umuri Bolu. judul tarian ini, berasal dari bahasa Buton,
3. Tari Kalegoa yaitu kata “Lego” yang berarti lenggang. Jadi
Tari Kalegoa merupakan tari Kalegoa mengandung pengertian setangan
tradisional yang menggambarkan suka duka dalam berlenggang. Tari Kalegoa sejak
gadis-gadis Buton sewaktu berada di dalam dahulu telah tumbuh dan berkembang di
pingitan dengan bentuk berupa gerakan seluruh daerah Kota Bau-Bau. Pelaksanaanya
memakai sapu tangan. Sudah menjadi suatu selalu dirangkaikan dengan upacara adat,
tradisi sejak zaman lampau seorang gadis yakni upacara “Posuo” atau upacara
yang menjelang dewasa haruslah menjalani Pingitan. Upacara pingitan adalah suatu
masa pingitan (posuo) selama delapan hari tradisi dari masyarakat buton di masa yang
delapan malam. Upacara Adat Posuo adalah lampau, bahwa apabila anak-anak perempuan
upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat mereka sudah mencapai usia antara 14 s/d 20
Buton, Sulawesi Tenggara. tahun, maka anak-anak itu segera
Tari Kalegoa yang ditarikan para diupacarakan. Tujuannya agar anak gadis itu
gadis-gadis yang sudah memasuki masa dalam membina rumah tangganya kelak,
pendewasaan ini, memiliki bentuk gerak tidak merasa kaku karena telah melalui
yang lemah gemulai memakai sapu tangan. Posuo (masa pingitan) sebagai masa seorang
Gerakan dalam tarian ini menggambarkan gadis dari keadaan kanak-kanak menuju alam
aktivitas selama berada di dalam kurungan. kedewasaan yang penuh kematangan.
Dari setiap ragam geraknya memiliki arti dan Sama halnya yang dikatakan oleh La
maksud yang bisa disampaikan kepada orang Ode Oly Keyum Bolu yang dikutip dalam
yang melihatnya. Pesan yang disampaikan buku (Seni Tari Sulawesi Tenggara belum
dalam tarian ini, bahwasanya wanita dicetak resmi 74:1991).
memiliki kecantikan yang terkandung di “gerakan-gerakan dalam tari ini
dalam dirinya, dan harus dijaga sampai ia menggambarkan suka duka gadis-
sudah menemukan pasangannya. gadis buton pada saat akan
Tari Kalegoa berasal dari kata lego menjalakan tradisi posuo atau
yang artinya bergoyang. Bergoyang dengan pingitan selama delapan hari delapan
bentuk memakai sehelai sapu tangan yang malam. Bagi anak-anak gadis yang
dipakai para penari. Jadi Kalegoa yaitu sapu akan meninggalkan alam bebas sudah
tangan. Pemaknaan dalam sapu tangan pada jelas akan nampak selalu murung
tari Kalegoa ini tidak dijelaskan lebih dalam keadaannya. Demikianlah
oleh pimpinan sanggar sebagai narasumber keadaannya yang terwujud dalam
utama. Hasil wawancara peneliti dan gerakan-gerakan yang dibawakannya,
narasumber yaitu mulai dari gerakan pertama sampai
dengan gerakan keempat dalam tari
Kalegoa ini. Setelah itu disusun
dengan gerakan-gerakan selanjutnya tunggal. Jadi bentuk dan isi tari bagaikan sisi
yang menggambarkan kegembiraan mata uang, meskipun berbeda tetapi sama
mereka”. pentingnya, hakikat keduanya integral.
Bentuk tari sebagai wahana (infrastruktur) isi
Selanjutnya hasil wawancara dengan tari, sedangkan isi tari berupa nilai yang
pimpinan sanggar Keraton La Ode Umuri diungkap lewat bentuk simbolis yang
Bolu Wa ode Nini Bolu diekspresikan dalam tari, karena jika isi tari
“Tari Kelegoa merupakan tarian yang tidak diekspresikan akan tetap menjadi isi.
menggambarkan suka duka gadis Buton Jazuli dalam (Jazuli, 2001: 45).
pada saat menjalankan adat posuo atau Bentuk adalah wujud
pingitan selama delapan hari delapan diartikan sebagai hasil dari berbagai elemen
malam”. tari yaitu gerak, ruang dan waktu; di mana
Tarian ini berfungsi sebagai tarian secara bersama-sama elemen-elemen itu
adat yang sampai sekarang masih tetap mencapai vitalitas estetis (Sumandiyo, 2007:
mengalami perkembangan di tengah-tengah 24).
perkembangan budaya masyarakat sulawesi
tenggara, tentang perkembangannya, telah Selanjutnya wawancara dengan penasehat
dapat memenuhi tuntutan masyarakat Sanggar Keraton Ibu Anggraini yang
pendukungnya terutama dengan mengatakan bahwa.
terundangnya tarian ini ke istana Negara “bentuknya tari Kalegoa itukan diciptakan
Jakarta telah mengundang pula inisiatif para dari Analisisnya Alm. Kakek/ bapak. Beliau
koreografer di daerah Buton untuk lebih itu kalau menciptakan tarian dia lihat
mengintensipkan tarian itu. Tentu saja aktifitasnya masyarakat. Jadi sama mi juga
dengan tidak mengabaikan keaslian tarian dengan tari Kalegoa semua bentuk geraknya
tersebut, sehingga tari Kalegoa dapat terinspirasi dari aktivitas gadis-gadis yang
dijadikan suatu standar kemajuan bagi tarian sedang menjalankan prosesi posuo
lainnya sudah maupun yang akan (pingitan). Bentuk geraknya dari awal masuk
dikembangkan. sampai keluar dengan gerakan gembira”.
Tarian yang menggambarkan bentuk
dari kebahagiaan seorang wanita karena B. Pembahasan
sudah terlepas dari masa kurungan. Selama Sanggar keraton La Ode Umuri
empat hari empat malam wanita-wanita yang Bolu merupakan sanggar yang menganut
mengikuti proses adat posuo hanya sistem tari tradisonal kerakyatan, dimana tari
menggunakan sehelai sarung. Pada saat tradisonal kerakyatan adalah tari yang
dikurung wanita-wanita ini hanya melakukan tumbuh secara turun temurun dalam
aktifitas memakai bedak dingin yang terbuat lingkungan masyarakat etnis atau
dari beras dan kunyit, hingga kuku-kuku berkembang dalam rakyat (etnik) yang sering
tangan dan kaki diwarnai dengan daun pacar. disebut folkdance. Sanggar ini menarikan
4. Bentuk Gerak Tari Kalegoa pada Sanggar beberapa tarian tradisional yang tumbuh dan
Keraton Laode Umuri Bolu berkembang di masyarakat sehingga
Bentuk merupakan Sebuah membuat masyarakat dengan mudah
sajian tari hanya bisa dinikmati/ ditonton mengenali sanggar keraton La Ode Umuri
melalui wujud (simbolis) penampilan tari, Bolu dalam setiap penampilannya.
yakni wujud. Wujud tari yang adalah Kalegoa berasal dari kata lego
eksistensi bentuk dan isi yang secara yang berarti bergoyang/ bergerak. Lego
bersamaan merupakan suatu kesatuan yang merupakan kata yang diambil dari bahasa
buton .Tari ini ditarikan oleh penari Wanita juga dipersiapkan untuk bisa
perempuan yang berjumlah genap 2,4,6,8, mengurus dirinya sendiri dan keluarga.
dan seterusnya. Tari yang berfungsi sebagai Ragam ini menjelaskan
tarian upacara adat posuo ini tumbuh dan tentang bagaimana seorang perempuan harus
berkembang di daerah buton khususnya di menjalankan tradisi Posuo/pingitan. Dari
Kota Bau-Bau. Tari yang menggambarkan setiap bentuk gerak pada ragam ini
suka duka gadis-gadis Buton yang akan menjelaskan suka duka sebelum berada di
memasuki tahap pendewasaan ini memiliki dalam kurungan.
makna yang terkandung di dalamnya, yaitu 2. Gerak pobura (memakai bedak)
bahwa wanita selayaknya harus diberikan Gerak ini dimaknai bahwa meraka
wejangan untuk menjaga dan menghormati yang sudah dewasa sudah bisa merias diri,
tubuh mereka, dan sudah diberi bekal untuk menjaga diri, dan mempercantik diri.
menuju tahap kehidupan selanjutnya. Memakai bedak tidak hanya dimaknai untuk
Tari kalegoa diciptakan oleh mempercantik wajah tetapi makna
seorang budayawan yang sangat mencintai sesungguhnya adalah mempercantik hati dan
kesenian daerah. Beliau adalah Alm. La Ode perilaku wanita tersebut, agar meraka lebih
Umuri Bolu. Beliau dengan kemapuan yang mengerti maksud dari upacara yang mereka
dia miliki sudah mendirikan sanggar sebagai lakukan.
tempat pengembangan bakat bagi anak-anak Gerak ini menjelaskan tentang
yang mau belajar. Tari kalegoa ia ciptakan bagaimana aktifitas gadis-gadis yang sudah
dengan melihat aktifitas dalam menjalankan berada di dalam kurungan. Kegiatan ini
tradisi adat posuo. Inspirasi dari upacara adat sangat wajib dilakukan selama empat hari
ini membuat beliau berinisiatif menciptakan empat malam dari setiap bentuk gerak pada
tari kalegoa, dengan gerakanya ragam ini menjelaskan bagaimana para gadis
mengespresikan suka duka gadis-gadis pada yang sedang mewarnai kuku kaki dan tangan
saat akan segera dipingit atau dikurung. mereka, dan memakai bedak dingin disekujur
Tari Kalegoa diciptakan pada tubuh dan wajah.
tahun 1987 ini, pada awalnya dijadikan
sebagai tari upacara. Seiring dengan 3. Gerak karia (pesta)
perkembangan dan keinginan dalam Gerak ini dimaknai sebagai gambaran
masyarakat, tari Kalegoa juga bisa ditarikan suka cita kegembiraan semua gadis-gadis
menjadi tari hiburan untuk para tamu dan yang sudah berhasil melewati prosesi upacara
sebagai tarian yang dipentaskan di acara- Posuo. Wanita yang sudah dewasa sudah
acara festival budaya Buton. Beberapa ragam diberikan tanggung jawab. Keberadaanya
yang terdapat dalam tari Kalegoa ini sudah bisa diperhitungkan di dalam
memiliki makna dan bentuk gerak yang lingkungan keluarga dan masyarakat.
sudah menjadi ciri khas mayarakat Buton. Gerak ini merupakan ragam terakhir
Ada tiga ragam gerak yang terkandung dari tari Kalegoa. Ragam ini menjelaskan
di dalam tari Kalegoa yaitu : tentang bagaimana seorang wanita sudah
1. Gerak lego ( bergoyang/ sapu tangan) berhasil melewati empat hari empat malam
Gerak ini dimaknai bahwa mereka selama berada di dalam kurungan.
perempuan dipersiapkan untuk bisa Dari setiap bentuk gerak pada ragam ini
mengerjakan segala sesuatunya sendiri, menjelaskan tentang kebahagiaan atas
karena seorang wanita dipersiapkan untuk pembebasan mereka.
menjadi seorang ibu dan menjadi istri.
Saran Hadi, Sumandiyo. 2007. Kajian Tari Teks
Berdasarkan pembahasan dan dan Konteks. Pustaka book
kesimpulan yang telah dikemukakan Publisher,Yogyakarta
sebelumnya, maka ada beberapa saran yang
penulis sampaikan sebagai berikut: ________. 2000. Seni Dalam Ritual Agama.
1. Diharapkan kepada seruluh masyarakat Yogyakarta : Lembaga Penelitian
kota Bau-Bau agar tetap menjaga dan Institut Seni Indonesia
melestarikan tarian-tarian yang ada Yogyakarta.
wilayah dan sekitarnya. Terlebih jika
tarian itu tumbuh dan berkembang sebagai Harusatoto, B. 2000. Simbolisme Dalam
tarian adat yang menjadi ciri khas Budaya Jawa. Yogyakarta:
masyarakat setempat. Hanindita Grahawidya
2. Peneliti menyarankan agar tarian ini tetap
diajarkan kepada generasi-generasi muda Heriyawati Yanti. 2016. Seni Pertunjukan
yang mau belajar dan mencintai dan ritual. Ombak (Anggota
kebudayaan kota Bau-Bau. IKAPI), Perumahan Nogotirto
3. Tari kalegoa diharapkan dapat selalu eksis III, JL.Progo B-15, Yogyakarta
sampai ke generasi-generasi penerus 55599
sanggar Keraton La Ode Umuri Bolu
Jazuli, M. 2016. Peta Dunia Seni Tari. CV.
selanjutnya.
Farishma Indonesia
DAFTAR PUSTAKA ________. 2001. Paragdigma seni
pertunjukan. Yogyakarta :
Sumber Tercetak yayasan lentera budaya.
Abd. Rochman Abror, 1993. Psikologi ________. 1994. Telaah Teoritis Seni Tari.
Pendidikan. Yogyakarta: Tiara Wacana. Semarang : IKIP Semarang
Press.
Anonim, 1991, Tari Daerah Sulawesi
Tenggara, Naska yang Belum Kamus Bahasa Indonesia. 2001 Tim
diterbitkan Penyusun kamus Pusat Bahasa
ed.3 cet.01. Jakarta: Balai
Barker, chris. 2016. Cultural studies.
Pustaka.
Yogyakarta; Kreasi Wacana.
Kayam, Umar 1981. Seni, Tradisi,
Bogdan dan Taylor. 1975. Metodologi
Masyarakat. Jakarta : Sinar Harapaan
Penelitian Kualitatif. Bandung:
Remadja Karya La Mery. 1986. Elemen-Elem Dasar
Komposisi Tari. Terjemahan
Coppenger Caleb. 2012. Misteri Kepulauan
Soedarsono. Yogyakarta:
Buton. Adonai Taman Kebon
Lagalogo, ISI Yogyakarta.
Jeruk Blok AA II No. 27-28
Meruya llir- Jakarta Barat 11620. Lathief, Halilintar. 2016. Metode Penelitian
Kualitatif. Padat Daya
Donsbach, Wolfgang (Editor). 2008. The
Yogyakarta-Makassar-Indonesi.
International Encyclopedia Of
Communication. United
Kingdom: Blackwell Publishing
Mangunwijaya, Y. B. 1986. Menumbuhkan _________. 2013. Filsafat Komunikasi.
Sikap Religiusitas Anak. Jakarta: Bandung: PT Remaja
Gramedia Rosdakarya
Miles, M.B & Huberman A.M. 1984. Soerdasono. 1978. Pengantar Pengetahuan
Analisis Data Kualitatif. Komposisi Tari (diktat
Terjemahan oleh Tjetjep matakuliah). Yogyakarta:
Rohendi Rohidi. 1992. Jakarta : Akademi Seni Tari Indonesia
Penerbit Universitas Indonesia. Yogyakarta..
_________. 1992. Analisis data Kualitatif. Soerjono Soekanto. 2006. Sosiologi Suatu
(diterjemahkan Ole: Tjetjep Pengantar. Jakarta: Raja
Rohedi Rosidi). Jakarta: Grapindo Persada.
Universitas Indonesia.
Sumaryono. dan Suanda, E. 2006. Tari
Munafi La ode Abdul dkk. 2015. Tontonan. Buku Pelajaran
Kebudayaan Buton. Bappeda Kesenian Nusantara Untuk Kelas
Kota BauBau Bekerjasama VIII. Jakarta: LPSN
dengan CV Optimal Nusa
Enggeneering dan Penerbit
Identitas Unhas. Sumber tidak tercetak
Pateda, Mansoer. 1989. Analisis Kesalahan. Zafran,
Ende : Arnoldus https://makalahcontoh.blogspot.
com/2017/08/ragam-gerak-tari-
________. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: kliping-ragam-tari.htm. Di
Rineka Cipta. Akses pada tanggal 18
September 2019
Pratiwi. Anisa. 2016. Makna Simbolik Dalam
Tari Khadissiswa. Skripsi
Universitas Negeri Yogyakarta

Rakhmat, Jalaluddin. 1996. Psikologi


komunikasi. Bandun: Remaja rosdakrya.
Salmatia, Waode. 2016. Eksistensi Sanggar
Keraton La Ode Umuri Bolu
Sebagai Pelestari Tarian Di Kota
BauBau. Skripsi Universitas
Negeri Makassar.
Sobur, Alex. 2012. Analisis Teks Media :
Suatu Pengantar Analisis
Wacana, Analisis Semiotika, dan
Analisis Framing. Bandung :
Remaja Rosdakarya.

You might also like