Professional Documents
Culture Documents
D1031191020-Nuralif Duan Yuhende, D1031191047-Rizky Sunandi, D10031201037 Malahayati Nurfathihah-Daftar Peraturan
D1031191020-Nuralif Duan Yuhende, D1031191047-Rizky Sunandi, D10031201037 Malahayati Nurfathihah-Daftar Peraturan
GEDUNG
Dosen Pengampu : Yudi Purnomo, ST, MT
Oleh:
Nuralif Duan Yuhende ( D1031191020 )
PRODI ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TANJUNG PURA
2021
A. ASPEK KESELAMATAN
1. STANDAR STRUKTUR
Pasal 28
Setiap Bangunan Gedung sesuai fungsi dan klasifikasinya, harus memenuhi ketentuan aspek keselamatan
Bangunan Gedung. Ketentuan aspek keselamatan Bangunan Gedung meliputi:
a. ketentuan kemampuan Bangunan Gedung terhadap beban muatan;
b. ketentuan kemampuan Bangunan Gedung terhadap bahaya kebakaran; dan
c. ketentuan kemampuan Bangunan Gedung terhadap bahaya petir dan bahaya kelistrikan.
a. menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dapat mendukung beban yang timbul akibat
perilaku alam dan manusia;
b. menjamin keselamatan manusia dari kemungkinan kecelakaan atau luka yang disebabkan oleh
kegagalan struktur bangunan;
c. menjamin kepentingan manusia dari kehilangan atau kerusakan benda yang disebabkan oleh
perilaku struktur;
d. menjamin perlindungan properti lainnya dari kerusakan fisik yang disebabkan oleh kegagalan
struktur;
e. menjamin terpasangnya instalasi gas secara aman dalam menunjang terselenggaranya kegiatan
di dalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya;
h. menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dapat mendukung beban yang timbul akibat
perilaku alam dan manusia pada saat terjadi kebakaran;
i. menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dibangun sedemikian rupa sehinga mampu secara
struktural stabil selama kebakaran, sehingga:
1) cukup waktu bagi penghuni melakukan evakuasi secara aman;
2) cukup waktu bagi pasukan pemadam kebakaran memasuki lokasi untuk memadamkan api;
3) dapat menghindari kerusakan pada properti lainnya.
j. menjamin terpasangnya instalasi listrik secara cukup dan aman dalam menunjang
terselenggaranya kegiatan di dalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya;
k. menjamin terwujudnya keamanan bangunan gedung dan penghuninya dari bahaya akibat petir;
I. STANDAR STRUKTUR
Ketentuan kemampuan Bangunan Gedung terhadap beban muatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 ayat (21huruf a meliputi ketentuan teknis mengenai:
a. ketentuan sistem struktur Bangunan Gedung;
b. ketentuan pembebanan pada struktur Bangunan Gedung;
c. ketentuan material struktur dan konstruksi; dan
d. ketentuan kelaikan fungsi struktur Bangunan Gedung.
(2) Struktur Bangunan Gedung harus direncanakan kuat, stabil, dan memenuhi ketentuan pelayanan
(seruiceabilitg) dalam memikul beban selama umur layanan yang direncanakan dengan
mempertimbangkan fungsi Bangunan Gedung, lokasi, keawetan, dan kemudahan pelaksanaan
konstruksi.
(3) Ketentuan teknis mengenai standar sistem struktur Bangunan Gedung sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a meliputi: a. struktur atas Bangunan Gedung; dan b. struktur bawah Bangunan
Gedung.
(4) Ketentuan pembebanan pada struktur Bangunan Gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b memperhitungkan kemampuan struktur dalam memikul beban yang mungkin bekerja
selama umur layanan struktur.
(5) Selain pengaruh beban sebagaimana dimaksud pada ayat (4)., perencanaan struktur harus
memperhitungkan pengaruh korosi, jamur, dan serangga perusak agar struktur dapat mencapai
umur layanannya.
(6) Dalam perencanaan struktur Bangunan Gedung terhadap pengaruh gempa, struktur Bangunan
Gedung harus diperhitungkan pengaruh gempa rencana sesuai dengan tingkat risiko gempa
dantingkat kinerja struktur.
(7) Ketentuan teknis mengenai material konstruksi sebagaimana dimaksud struktur dan pada ayat
(1) huruf c meliputi:
a. konstruksi beton;
b. konstruksi baja;
c. konstruksi kayu;
d. konstruksi bambu; dan
e. konstruksi dengan bahan dan teknologi khusus.
(8) Untuk memenuhi ketentuan kelaikan fungsi strukturBangunan Gedung sebagaimana dimaksud
padaayat (1) huruf d, perencanaan struktur harusdilakukan dengan perhitungan mekanika teknik.
1. Umum
Persyaratan keselamatan bangunan gedung meliputi persyaratan kemampuan bangunan gedung
terhadap beban muatan, persyaratan kemampuan bangunan gedung terhadap bahaya kebakaran,
dan persyaratan kemampuan bangunan gedung terhadap bahaya petir dan bahaya kelistrikan.
i. Setiap bangunan gedung, strukturnya harus direncanakan dan dilaksanakan agar kuat, kokoh, dan
stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan keselamatan (safety),
serta memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability) selama umur layanan yang direncanakan
dengan mempertimbangkan fungsi bangunan gedung, lokasi, keawetan, dan kemungkinan
pelaksanaan konstruksinya.
ii. Kemampuan memikul beban diperhitungkan terhadap pengaruh-pengaruh aksi sebagai akibat
dari beban-beban yang mungkin bekerja selama umur layanan struktur, baik beban muatan tetap
maupun beban muatan sementara yang timbul akibat gempa, angin, pengaruh korosi, jamur, dan
serangga perusak.
iii. Dalam perencanaan struktur bangunan gedung terhadap pengaruh gempa, semua unsur struktur
bangunan gedung, baik bagian dari sub struktur maupun struktur gedung, harus diperhitungkan
memikul pengaruh gempa rencana sesuai dengan zona gempanya.
iv. Struktur bangunan gedung harus direncanakan secara daktail sehingga pada kondisi
pembebanan maksimum yang direncanakan, apabila terjadi keruntuhan kondisi strukturnya masih
dapat memungkinkan pengguna bangunan gedung menyelamatkan diri.
v. Apabila bangunan gedung terletak pada lokasi tanah yang dapat terjadi likuifaksi, maka struktur
bawah bangunan gedung harus direncanakan mampu menahan gaya likuifaksi tanah tersebut.
vi. Untuk menentukan tingkat keandalan struktur bangunan, harus dilakukan pemeriksaan
keandalan bangunan secara berkala sesuai dengan ketentuan dalam Pedoman/Petunjuk Teknis Tata
Cara Pemeriksaan Keandalan Bangunan Gedung.
vii. Perbaikan atau perkuatan struktur bangunan harus segera dilakukan sesuai rekomendasi hasil
pemeriksaan keandalan bangunan gedung, sehingga bangunan gedung selalu memenuhi
persyaratan keselamatan struktur.
viii. Perencanaan dan pelaksanaan perawatan struktur bangunan gedung seperti halnya penambahan
struktur dan/atau penggantian struktur, harus mempertimbangkan persyaratan keselamatan struktur
sesuai dengan pedoman dan standar teknis yang berlaku.
ix. Pembongkaran bangunan gedung dilakukan apabila bangunan gedung sudah tidak laik fungsi,
dan setiap pembongkaran bangunan gedung harus dilaksanakan secara tertib dengan
mempertimbangkan keselamatan masyarakat dan lingkungannya.
xi. Untuk mencegah terjadinya keruntuhan struktur yang tidak diharapkan, pemeriksaan keandalan
bangunan harus dilakukan secara berkala sesuai dengan pedoman/ petunjuk teknis yang berlaku.
i. Analisis struktur harus dilakukan untuk memeriksa respon struktur terhadap beban-beban yang
mungkin bekerja selama umur kelayanan struktur, termasuk beban tetap, beban sementara (angin,
gempa) dan beban khusus.
ii. Penentuan mengenai jenis, intensitas dan cara bekerjanya beban harus mengikuti:
(1) SNI 03-1726-2002 Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk rumah dan gedung, atau edisi
terbaru; dan
(2) SNI 03-1727-1989 Tata cara perencanaan pembebanan untuk rumah dan gedung, atau edisi
terbaru. Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum
mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.
i. Konstruksi beton
Perencanaan konstruksi beton harus mengikuti:
(1) SNI 03-1734-1989 Tata cara perencanaan beton dan struktur dinding bertulang untuk rumah
dan gedung, atau edisi terbaru;
(2) SNI 03-2847-1992 Tata cara penghitungan struktur beton untuk bangunan gedung, atau edisi
terbaru;
(3) SNI 03-3430-1994 Tata cara perencanaan dinding struktur pasangan blok beton berongga
bertulang untuk bangunan rumah dan gedung, atau edisi terbaru;
(4) SNI 03-3976-1995 atau edisi terbaru; Tata cara pengadukan pengecoran beton.
(5) SNI 03-2834-2000 Tata cara pembuatan rencana campuran beton normal, atau edisi terbaru;
dan
(6) SNI 03-3449-2002 Tata cara rencana pembuatan campuran beton ringan dengan agregat ringan,
atau edisi terbaru.
Sedangkan untuk perencanaan dan pelaksanaan konstruksi beton pracetak dan prategang harus
mengikuti:
(1) Tata Cara Perencanaan dan Pelaksanaan Konstruksi Beton Pracetak dan Prategang untuk
Bangunan Gedung;
(2) Metoda Pengujian dan Penentuan Parameter Perencanaan Tahan Gempa Konstruksi Beton
Pracetak dan Prategang untuk Bangunan Gedung; dan
(3) Spesifikasi Sistem dan Material Konstruksi Beton Pracetak dan Prategang untuk Bangunan
Gedung. Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum
mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.
i. Pondasi Langsung
(1) Kedalaman pondasi langsung harus direncanakan sedemikian rupa sehingga dasarnya terletak
di atas lapisan tanah yang mantap dengan daya dukung tanah yang cukup kuat dan selama
berfungsinya bangunan tidak mengalami penurunan yang melampaui batas.
(2) Perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi dilakukan sesuai teori mekanika tanah yang
baku dan lazim dalam praktek, berdasarkan parameter tanah yang ditemukan dari penyelidikan
tanah dengan memperhatikan nilai tipikal dan korelasi tipikal dengan parameter tanah yang lain.
(3) Pelaksanaan pondasi langsung tidak boleh menyimpang dari rencana dan spesifikasi teknik yang
berlaku atau ditentukan oleh perencana ahli yang memiiki sertifikasi sesuai.
(4) Pondasi langsung dapat dibuat dari pasangan batu atau konstruksi beton bertulang.
i. Keselamatan Struktur
(1) Untuk menentukan tingkat keandalan struktur bangunan, harus dilakukan pemeriksaan
keandalan bangunan secara berkala sesuai dengan ketentuan dalam Pedoman/Petunjuk Teknis Tata
Cara Pemeriksaan Keandalan Bangunan Gedung.
(2) Perbaikan atau perkuatan struktur bangunan harus segera dilakukan sesuai rekomendasi hasil
pemeriksaan keandalan bangunan gedung, sehingga bangunan gedung selalu memenuhi
persyaratan keselamatan struktur.
(3) Pemeriksaan keandalan bangunan gedung dilaksanakan secara berkala sesuai klasifikasi
bangunan, dan harus dilakukan atau didampingi oleh ahli yang memiliki sertifikasi sesuai.
SNI-03-1727-1989
1. DESKRIPSI
1.3 PENGERTIAN
1) BEBAN MATI ialah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk
segala unsur tambahan, penyelsaian-penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan tetap yang
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu.
2) BEBAN HIDUP ialah semua bebanyang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu
gedung, dan ke dalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang
dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari gedung dan dapat diganti selama masa hidup dari gedung itu, sehingga mengakibatkan
perubahan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut. Khusus pada atap ke dalam beban hidup
dapat termasuk beban yang berasal dari air hujan, baik akibat genangan maupun akibat tekanan
jatuh (energi kinetik) butiran air. Ke dalam beban hidup tidak termasuk beban angin, beban gempa
dan beban khusus yang disebut dalam ayat (3), (4), dan (5).
3) BEBAN ANGIN ialah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang
disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara.
4) BEBAN GEMPA ialah semua beban statik ekwivalen yang bekerja pada gedung atau bagian
gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa itu. Dalam hal pengaruh
gempa pada struktur gedung ditentukan berdasarkan suatu analisa dinamik, maka yang diartikan
dengan beban gempa di sini adalah gaya-gaya di dalam struktur tersebut yang terjadi oleh gerakan
tanah akibat gempa itu.
5) BEBAN KHUSUS ialah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang
terjadi akibat selisih suhu, pengangkatan dan pemasangan, penurunan fondasi, susut, gaya-gaya
tambahan yang berasl dari beban hidup seperti gaya rem yang berasal dari keran, gaya sentrifugal
dan gaya dinamis yang berasal dari mesin-mesin, serta pengaruh-pengaruh khusus lainnya.
SNI-03-1727-1989
2. PERSYARATAN TEKNIS
Pembebanan Tetap : m + H
Pembebanan Sementara: M + H + A
M+H+G
Pembebanan Khusus : M + H + K
M+H+A+K
M+H+G+K
(3) Apabila beban hidup, baik yang membebani gedung atau bagian gedung secara penuh maupun
sebagian, secara tersendiri atau dalam kombinasi dengan beban-beban lain, memberikan pengaruh
yang menguntungkan bagi struktur atau unsur struktur gedung itu, maka pembebanan atau
kombinasi pembebanan tersebut tidak boleh ditinjau dalam perencanaan struktur atau unsur
struktur tersebut.
(4) Untuk keadaan-keadaan tertentu beban mati, beban hidup dan beban angin dapat dikalikan
dengan satu koefisien reduksi. Pengurangan beban-beban tersebut harus dilakukan apabila hal itu
menghasilkan keadaan yang lebih berbahaya untuk struktur atau unsur struktur yang ditinjau.
(1) Setiap Bangunan Gedung harus dilindungi dengan sistem proteksi bahaya kebakaran.
(2) Sistem proteksi bahaya kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk
melindungi Pengguna dan harta benda dari bahaya serta kerusakan fisik pada saat terjadi kebakaran.
(3) Sistem proteksi bahaya kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dapat
memberikan waktu kepada Pengguna dan/atau Pengunjung untuk menyelamatkan diri pada saat
terjadi kebakaran.
(4) Sistem proteksi bahaya kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada Bangunan Gedung
harus mempertimbangkan efisiensi waktu, mutu, dan biaya pada tahap Perawatan dan pemulihan
setelah
Pasal 31
(1) Ketentuan kemampuan Bangunan Gedung terhadap bahaya kebakaran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 ayat (2) huruf b meliputi ketentuan teknis mengenai:
a. sistem proteksi pasif; b. sistem proteksi aktif; dan c. manajemen kebakaran.
(2) Ketentuan teknis mengenai sistem proteksi pasif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. pengaturan komponen arsitektur dan struktur; b. akses dan pasokan air untuk pemadam
kebakaran; dan c. sarana penyelamatan.
(3) Sistem proteksi pasif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempertimbangkan fungsi,
klasifikasi, risiko kebakaran, geometri ruang, bahan bangunan terpasang, dan/atau jumlah dan
kondisi Pengguna dan/atau Pengunjung dalam Bangunan Gedung.
(4) Ketentuan teknis mengenai sistem proteksi aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi: a. sistem pemadam kebakaran; b. sistem deteksi, alarm kebakaran, dan sistem
komunikasi; c. sistem pengendalian asap kebakaran; dan d. pusat pengendali kebakaran.
(5) Sistem proteksi aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mempertimbangkan fungsi,
klasifikasi, luas, ketinggian, volume bangunan, danfatau jumlah dan kondisi Pengguna dan/atau
Pengunjung dalam Bangunan Gedung.
(6) Ketentuan teknis mengenai manajemen kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c mempertimbangkan fungsi, klasifikasi, luas, jumlah lantai, dan/atau dengan jumlah Pengguna
dan/atau Pengunjung tertentu.
(7) Penggunaan peralatan Bangunan Gedung harus memperhatikan risiko terhadap kebakaran.
(8) Dalam hal diperlukan penentuan sifat bahan Bangunan Gedung dan tingkat ketahanan api
komponen struktur Bangunan Gedung, dilakukan pengujian api.
(9) Pengujian api sebagaimana dimaksud pada ayat (g) dilakukan sesuai standar metode uji oleh
lembaga uji yang terakreditasi.
(10) Untuk mendukung kemampuan Bangunan Gedung terhadap bahaya kebakaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah kabupatenlkota men5rusun dan menerapkan rencana
manajemen kebakaran skala perkotaan dan rencana induk sistem proteksi kebakaran kota.
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM
NOMOR : 29/PRT/M/2006
TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN TEKNIS BANGUNAN GEDUNG
III.3. PERSYARATAN KEANDALAN BANGUNAN GEDUNG
III.3.1. PERSYARATAN KESELAMATAN BANGUNAN GEDUNG
3. PERSYARATAN KEMAMPUAN BANGUNAN GEDUNG TERHADAP BAHAYA
KEBAKARAN
a. Sistem Proteksi Pasif
Setiap bangunan gedung, kecuali rumah tinggal tunggal dan rumah deret sederhana, harus
mempunyai sistem proteksi pasif terhadap bahaya kebakaran yang memproteksi harta milik
berbasis pada desain atau pengaturan terhadap komponen arsitektur dan struktur bangunan gedung
sehingga dapat melindungi penghuni dan benda dari kerusakan fisik saat terjadi kebakaran.
Penerapan sistem proteksi pasif didasarkan pada fungsi/klasifikasi resiko kebakaran, geometri
ruang, bahan bangunan terpasang, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni dalam bangunan gedung.
Pada sistem proteksi pasif yang perlu diperhatikan meliputi: persyaratan kinerja, ketahanan api dan
stabilitas, tipe konstruksi tahan api, tipe konstruksi yang diwajibkan, kompartemenisasi dan
pemisahan, dan perlindungan pada bukaan. Sistem proteksi pasif tersebut harus mengikuti:
(1) SNI 03-1736-2000 Tata cara perencanaan sistem proteksi pasif untuk pencegahan bahaya
kebakaran pada bangunan gedung; dan
(2) SNI 03-1746-2000 Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan ke luar untuk
penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung. Dalam hal masih ada persyaratan
lainnya yang belum tertampung, atau yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku
dan/atau pedoman teknis.
(iii) Konstruksi
Ruang Pusat Pengendali Kebakaran pada bangunan gedung yang tinggi efektifnya lebih dari 50
meter harus merupakan ruang terpisah, dimana:
(a) konstruksi penutupnya dari beton, dinding atau sejenisnya mempunyai kekokohan yang cukup
terhadap keruntuhan akibat kebakaran dan dengan nilai TKA tidak kurang dari 120/120/120;
(b) bahan lapis penutup, pembungkus atau sejenisnya harus memenuhi persyaratan terhadap
kebakaran;
(c) peralatan utilitas, pipa, saluran udara dan sejenisnya, yang tidak diperlukan untuk berfungsinya
ruang pengendali, tidak boleh lewat ruang tersebut;
(d) bukaan pada dinding, lantai atau langit-langit yang memisahkan ruang pengendali dengan
ruangdalam bangunan dibatasi hanya untuk pintu, ventilasi dan lubang perawatan lainnya, yang
khusus untuk melayani fungsi ruang pengendali tersebut.
(iv) Proteksi pada bukaan
Setiap bukaan pada ruang pengendali kebakaran, seperti pada lantai, langit-langit dan dinding
dalam, untuk jendela, pintu, ventilasi, saluran, dan sejenisnya harus mengikuti persyaratan teknis
proteksi bukaan.
(vii) Pencahayaan darurat sesuai ketentuan yang berlaku harus dipasang dalam ruang pusat
pengendali, dan tingkat iluminasi diatas meja kerja tak kurang dari 400 Lux.
(viii) Beberapa peralatan seperti motor bakar, pompa pengendali springkler, pemipaan dan
sambungansambungan pipa tidak boleh dipasang dalam ruang pengendali, tetapi boleh dipasang di
ruangan-ruangan yang dapat dicapai dari ruang pengendali tersebut.
(ix) Tingkat suara (ambient) dalam ruang pengendali kebakaran yang diukur pada saat semua
peralatan penanggulangan kebakaran beroperasi ketika kondisi darurat berlangsung tidak melebihi
65 dbA bila ditentukan berdasarkan ketentuan tingkat kebisingan didalam bangunan.
Sistem proteksi aktif tersebut harus mengikuti:
(1) SNI 03-1745-2000 Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem pipa tegak dan slang untuk
pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung;
(2) SNI 03-3985-2000 Tata cara perencanaan, pemasangan dan pengujian sistem deteksi dan alarm
kebakaran untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung;
(3) SNI 03-3989-2000 Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik untuk
untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung;
(4) SNI 03-6571-2001 Sistem pengendalian asap kebakaran pada bangunan gedung; dan
(5) SNI 03-0712-2004 Sistem manajemen asap dalam mal, atrium, dan ruangan bervolume besar.
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum mempunyai
SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.
d. Persyaratan Pencahayaan Darurat, Tanda Arah Keluar/Eksit, dan Sistem Peringatan Bahaya
Persyaratan pencahayaan darurat, tanda arah keluar/eksit, dan sistem peringatan bahaya
dimaksudkan untuk memberikan arahan yang jelas bagi pengguna bangunan gedung dalam keadaan
darurat untuk dapat menyelamatkan diri, yang meliputi:
i. Sistem pencahayaan darura;
ii. Tanda arah keluar/eksit; dan
iii. Sistem Peringatan Bahaya.
Pencahayaan darurat, tanda arah keluar, dan sistem peringatan bahaya dalam gedung harus
mengikuti SNI 03-6573-2001 Tata cara perancangan pencahayaan darurat, tanda arah dan sistem
peringatan bahaya pada bangunan gedung. Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum
tertampung, atau yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.
SNI-03-1736-2000
1. RUANG LINGKUP.
1.1.
Standar ini ditujukan untuk mengamankan dan menyelamatkan jiwa, harta benda dan
kelangsungan fungsi bangunan.
1.2.
Standar ini mencakup ketentuan-ketentuan yang memperkecil resiko bahaya kebakaran pada
bangunan itu sendiri, maupun resiko perambatan api terhadap bangunanbangunan yang
berdekatan sehingga pada saat terjadi kebakaran, bangunan tersebut masih stabil dan tahan
terhadap robohnya bangunan.
1.3.
Standar ini juga mencakup ketentuan-ketentuan pencegahan perluasan api antara bagian-bagian
bangunan.
1.4.
Standar ini menetapkan kriteria minimal untuk perancangan sistem proteksi pasif sehingga usaha
mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran pada bangunan gedung dapat tercapai.
SNI-03-1736-2000
3.1.
Bahaya kebakaran bahaya yang diakibatkan oleh adanya ancaman potensial dan derajat terkena
pancaran api sejak dari awal terjadi kebakaran hingga penjalaran api, asap dan gas yang
ditimbulkan.
Pasal 33
(1) Ketentuan kemampuan Bangunan Gedung terhadap bahaya petir sebagaimana dimaksud dalam
pasal 2g ayat (2) huruf c meliputi ketentuan teknis mengenai:
a. sistem proteksi petir eksternal; dan b. sistem proteksi petir internal.
(2) Ketentuan teknis mengenai sistem proteksi petir eksternal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi:
a. terminal udara; b. konduktor turun; c. pembumian; dan d. sistem pengawasan.
(3) Ketentuan teknis mengenai sistem proteksi petir internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b merupakan proteksi peralatan elektronik terhadap efek dari arus petir.
Pasal 34
(1) Ketentuan kemampuan Bangunan Gedung terhadap bahaya kelistrikan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 ayat (2) huruf c digunakan untuk perencanaan, pemasangan, pemeriksaan, dan
Pemeliharaan instalasi listrik.
(2) Setiap Bangunan Gedung yang ditengkapi dengan instalasi listrik dan sumber daya listriknya,
harus dijamin aman dan andal.
(3) Ketentuan kemampuan Bangunan Gedung terhadap bahaya kelistrikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi ketentuan teknis mengenai:
a. sumber listrik; b. instalasi listrik; c. panel listrik; dan d. sistem pembumian.
SNI-03-7015-2004
SISTEM PROTEKSI PETIR PADA BANGUNAN GEDUNG
1.4 SISTEM PROTEKSI PETIR
1.4.1
Perlu diperhatikan bahwa sistem proteksi petir tidaklah dapat mencegah terjadinya petir
1.4.2
Suatu sistem proteksi petir yang dirancang dan dipasang sesuai dengan standar ini, dapat menjamin
proteksi terhadap bangunan gedung, manusia atau obyek secara mutlak; namun demikian
penggunaan Standar ini akan mengurangi secara nyata risiko kerusakan yang disebabkan petir
terhadap bangunan gedung yang diproteksinya.
1.4.3
Jenis dan lokasi sistem proteksi petir sebaiknya dipertimbangkan secara seksama pada tahap
perancangan suatu bangunan gedung baru, sehingga bagian bangunan gedung yang secara listrik
bersifat konduktif dapat dimanfaatkan secara maksimum. Dengan demikian rancangan dan
konstruksi instalasi secara keseluruhan akan lebih mudah dilaksanakan dan efektivitas sistem
proteksi petir dapat ditingkatkan dengan biaya dan usaha yang minimum.
B. ASPEK KESEHATAN
(1) Setiap Bangunan Gedung sesuai fungsi dan klasifikasi harus memenuhi ketentuan aspek
kesehatan Bangunan Gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27.
(2) Ketentuan aspek kesehatan sebagaimana dimaksud pada ketentuan: Bangunan ayat (1) Gedung
meliputi
a. sistem penghawaan Bangunan Gedung;
b. sistem pencahayaan Bangunan Gedung;
c. sistem pengelolaan air pada Bangunan Gedung;
d. sistem pengelolaan sampah pada Bangunan Gedung; dan
e. penggunaan bahan Bangunan Gedung
a. menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dapat mendukung beban yang timbul akibat
perilaku alam dan manusia;
b. menjamin keselamatan manusia dari kemungkinan kecelakaan atau luka yang disebabkan oleh
kegagalan struktur bangunan;
c. menjamin kepentingan manusia dari kehilangan atau kerusakan benda yang disebabkan oleh
perilaku struktur;
d. menjamin perlindungan properti lainnya dari kerusakan fisik yang disebabkan oleh kegagalan
struktur;
e. menjamin terpasangnya instalasi gas secara aman dalam menunjang terselenggaranya kegiatan
di dalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya;
f. menjamin terpenuhinya pemakaian gas yang aman dan cukup;
g. menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan gas secara baik;
h. menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dapat mendukung beban yang timbul akibat
perilaku alam dan manusia pada saat terjadi kebakaran;
i. menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dibangun sedemikian rupa sehinga mampu secara
struktural stabil selama kebakaran, sehingga:
1) cukup waktu bagi penghuni melakukan evakuasi secara aman;
2) cukup waktu bagi pasukan pemadam kebakaran memasuki lokasi untuk memadamkan api;
3) dapat menghindari kerusakan pada properti lainnya.
j. menjamin terpasangnya instalasi listrik secara cukup dan aman dalam menunjang
terselenggaranya kegiatan di dalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya;
k. menjamin terwujudnya keamanan bangunan gedung dan penghuninya dari bahaya akibat petir;
l. menjamin tersedianya sarana komunikasi yang memadai dalam menunjang terselenggaranya
kegiatan di dalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya
(1) Setiap Bangunan Gedung sesuai dengan fungsi dan klasifikasi harus dilengkapi dengan sistem
penghawaan.
(2) Sistem penghawaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk menjamin terjadinya
pergantian udara segar, menjaga kualitas udara sehat dalam ruangan dan dalam bangunan, serta
menghilangkan kelembaban, bau, asap, panas, bakteri, partikel debu, dan polutan di udara sesuai
kebutuhan.
(3) Ketentuan sistem penghawaan Bangunan Gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat
(2) huruf a meliputi ketentuan teknis mengenai: a. ventilasi alami; dan b. ventilasi mekanis.
(4) Dalam hal ketentuan ventilasi alami sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dipenuhi,
harus disediakan ventilasi mekanis
(5) Penerapan sistem ventilasi harus dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip penghematan
energi dalam Bangunan Gedung.
a. Persyaratan Ventilasi
i. Setiap bangunan gedung harus mempunyai ventilasi alami dan/atau ventilasi mekanik/buatan
sesuai dengan fungsinya.
ii. Bangunan gedung tempat tinggal, bangunan gedung pelayanan kesehatan khususnya ruang
perawatan, bangunan gedung pendidikan khususnya ruang kelas, dan bangunan pelayanan umum
lainnya harus mempunyai bukaan permanen, kisi-kisi pada pintu dan jendela dan/atau bukaan
permanen yang dapat dibuka untuk kepentingan ventilasi alami.
iii. Persyaratan Umum
Jika ventilasi alami tidak mungkin dilaksanakan, maka diperlukan ventilasi mekanis seperti pada
bangunan fasilitas tertentu yang memerlukan perlindungan dari udara luar dan pencemaran.
Persyaratan teknis sistem ventilasi, kebutuhan ventilasi, harus mengikuti:
(a) SNI 03-6390-2000 Konservasi energi sistem tata udara pada bangunan gedung;
(b) SNI 03-6572-2001 Tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada
bangunan gedung, atau edisi terbaru;
(c) Standar tentang tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem ventilasi;
(d) Standar tentang tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem ventilasi mekanis.
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum mempunyai
SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.
SNI 03-6572-2001
1. RUANG LINGKUP.
1.1.
Standar “ Tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan
gedung” ini dimaksudkan sebagai pedoman minimal bagi semua pihak yang terlibat dalam
perencanaan, pembangunan dan pengelolaan gedung, dan bertujuan untuk memperoleh
kenyamanan dan keamanan bagi tamu dan penghuni yang berada maupun yang menempati
gedung tersebut.
1.2
Standar ini diberlakukan terhadap kinerja peralatan (equipment) dan komponen sesuai kriteria
penggunaan energi yang efektip untuk instalasi baru dan penggantian peralatan dan komponen
sistem ventilasi dan pengkondisian udara. Tidak termasuk dalam standar ini peralatan refrigerasi
yang tidak dipakai untuk ventilasi atau pengkondisian udara dalam gedung.
3.1 daya.
dalam hubungannya dengan mesin, daya adalah kecepatan kerja yang dilakukan. Dalam
hubungannya dengan transmisi semua jenis energi, daya menjelaskan kecepatan energi yang
dipindahkan. Dalam unit SI dinyatakan dalam Joule per detik (J/detik) atau dalam Watt (W); unit
umum dinyatakan dalam Watt (W).
perbandingan antara keluaran energi yang terpakai terhadap masukan energi dalam jangka waktu
yang direncanakan, dinyatakan dalam persen (%).
mengambil suatu bentuk energi yang selanjutnya ditransformasikan kebentuk yang lain, seperti
termal, mekanis (kerja), listrik dan kimia; dalam unit SI dinyatakan dalam Joule (J), dimana 1
Joule = 1 watt-detik; unit umum dinyatakan dalam kilo-watt-jam (kWj = kWh = kilo Watt hour).
Kembali SNI 03-6572-2001 2 dari 55
3.4 kenyamanan.
Hasil dari proses mengolah udara secara serempak dengan mengendalikan; temperatur,
kelembaban nisbi, kebersihan dan distribusinya untuk memperoleh kenyamanan penghuni dalam
ruang yang dikondisikan.
kombinasi dari komponen pendingin yang dipilih oleh pabrik dalam bentuk terakit, yang
dimaksudkan untuk melayani suatu ruangan atau zona. Definisi teknis yang lebih lengkap lihat
ARI standard 310.70.
direncanakan oleh pabrik dan dirakit awal di pabrik (tidak harus dikirim dalam satu paket) satu
atau lebih kompresor sentrifugal atau rotari, kondenser dan evaporator, dengan sambungan-
sambungannya dan asesori, dipakai untuk menghasilkan air sejuk.
satu atau lebih yang dirakit di pabrik yang umumnya meliputi kombinasi evaporator atau koil
pendingin, kompresor dan kondenser. Dimana peralatan disediakan lebih dari satu rakitan, rakitan
yang terpisah harus direncanakan untuk dipakai bersama.
3.8 psychrometric
pengetahuan termodinamika yang membahas sifat-sifat udara dan pengaruhnya terhadap bahan-
bahan dan kenyamanan manusia.
3.9 sistem.
kombinasi peralatan dan/atau pengendali (control), asesori, sarana hubung antara, dan terminal
dimana energi yang ditranformasikan menunjukkan fungsi spesifik, seperti VAC, pemanas air
atau pencahayaan.
3.10 terminal.
sarana akhir dimana energi yang ditransformasikan dari suatu sistem dialirkan.
3.11 vac.
singkatan dari Ventilating and Air Conditioning = Ventilasi dan pengkondisian udara.
(1) Setiap Bangunan Gedung sesuai dengan fungsi dan klasifikasinya, harus dilengkapi dengan
sistem pencahayaan.
(2) Sistem pencahayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan agar kegiatan pada
Bangunan Gedung dapat dilaksanakan secara efektif, nyaman, dan hemat energi.
(3) Ketentuan sistem pencahayaan Bangunan Gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat
(21 huruf b meliputi ketentuan teknis mengenai: a. sistem pencahayaan alami; dan b. sistem
pencahayaan buatan.
(4) Ketentuan sistem pencahayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan untuk
perencanaan, pemasangan, dan Pemeliharaan sistem pencahayaan pada Bangunan Gedung.
(5) Sistem pencahayaan buatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b termasuk pencahayaan
darurat.
(6) Pencahayaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus dipasang pada Bangunan
Gedung dengan fungsi tertentu, dapat bekerja secara otomatis, dan mempunyai tingkat
pencahayaan yang cukup untuk evakuasi yang aman
SNI 03-2396-2001
TATA CARA PERANCANGAN SISTEM PENCAHAYAAN ALAMI PADA
BANGUNAN GEDUNG
1 RUANG LINGKUP.
1.1
Standar tata cara perancangan sistem pencahayaan alami pada bangunan gedung ini
dimaksudkan sebagai pedoman bagi para perancang dan pelaksana pembangunan gedung
di dalam merancang sistem pencahayaan alami siang hari dan bertujuan agar diperoleh
sistem pencahayaan alami siang hari yang sesuai dengan syarat kesehatan, kenyamanan
dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan lain yang berlaku.
1.2
Standar ini mencakup persyaratan minimal sistem, pencahayaan alami siang hari dalam
bangunan gedung.
sumber cahaya yang diambil sebagai dasar untuk penentuan syarat-syarat pencahayaan
alami siang had.
langit dalam keadaan yang ditetapkan dan dijadikan dasar untuk perhitungan. SNI 03-
2396-2001 2 dari 30
angka karakteristik yang digunakan sebagai ukuran keadaan pencahayaan alami siang hari
diberbagai tempat dalarn suatu ruangan.
titik di dalam ruangan yang keadaan pencahayaannya dipilih sebagai indikator untuk
keadaan pencahayaan seluruh ruangan.
efektif untuk suatu titik ukur bagian dad bidang lubang cahaya efektif lewat mana titik
ukur itu melihat langit
III. STANDAR SANITASI DAN PERSAMPAHAN
BANGUNAN GEDUNG
(1) Setiap Bangunan Gedung sesuai dengan fungsi dan klasifikasinya, harus dilengkapi dengan
sistem pengelolaan air.
(2) Sistem pengelolaan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk: a. mencukupi
kebutuhan dasar Pengguna agar mendapatkan kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif; b.
menjamin terselenggaranya pengelolaan air limbah pada Bangunan Gedung sesuai standar
kesehatan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan c. mempertahankan kondisi
hidrologi alami, dengan cara memaksimalkan pemanfaatan air hujan, infiltrasi air hujan, dan
menyimpan sementara air hujan untuk menurunkan debit banjir melalui optimasi pemanfaatan
elemen alam dan pemanfaatan elemen buatan.
(3) Ketentuan sistem pengelolaan air pada Bangunan Gedung sebagaimana dimaksud dalam pasal
35 ayat (2) huruf c meliputi ketentuan teknis mengenai: a. sistem penyediaan air minum; b. sistem
pengelolaan air limbah; dan c. sistem pengelolaan air hujan pada Bangunan Gedung dan persilnya.
(4) Ketentuan sistem pengelolaan air sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan untuk
perencanaan, pemasangan, dan Pemeliharaan sistem pengelolaan air pada Bangunan Gedung.
Pasal 39
(1) Setiap Bangunan Gedung sesuai dengan fungsi dan klasifikasinya, harus dilengkapi dengan
sistem pengelolaan sampah.
(2) Sistem pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan agar penanganan
sampah tidak mengganggu kesehatan penghuni, Masyarakat, dan lingkungannya
(3) Sistem pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk
perencanaan, pembangunan, pengoperasian dan Pemeliharaan, serta pemantauan dan
evaluasi penanganan sampah. (4) Ketentuan sistem pengelolaan sampah pada Bangunan
Gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) huruf d meliputi: a. sampah
rumah tangga; b. sampah sejenis rumah tangga; dan c. sampah spesifik.
(1) Sistem pembuangan air limbah dan/atau air kotor harus direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya.
(2) Pertimbangan jenis air limbah dan/atau air kotor diwujudkan dalam bentuk pemilihan sistem
pengaliran/pembuangan dan penggunaan peralatan yang dibutuhkan.
(3) Pertimbangan tingkat bahaya air limbah dan/atau air kotor diwujudkan dalam bentuk sistem
pengolahan dan pembuangannya.
(4) Air limbah yang mengandung bahan beracun dan berbahaya tidak boleh digabung dengan air
limbah domestik.
(5) Air limbah yang berisi bahan beracun dan berbahaya (B3) harus diproses sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
(6) Air limbah domestik sebelum dibuang ke saluran terbuka harus diproses sesuai dengan
pedoman dan standar teknis yang berlaku.
Persyaratan teknis air limbah harus mengikuti:
(1) SNI 03-6481-2000 Sistem plambing 2000, atau edisi terbaru;
(2) SNI 03-2398-2002 Tata cara perencanaan tangki septik dengan sistem resapan, atau edisi
terbaru;
(3) SNI 03-6379-2000 Spesifikasi dan pemasangan perangkap bau, atau edisi terbaru;
(4) Tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem pembuangan air limbah dan
air kotor pada bangunan gedung mengikuti standar baku serta ketentuan teknis yang berlaku.
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum mempunyai
SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.
d. Persyaratan Fasilitasi Sanitasi Dalam Bangunan Gedung (Saluran Pembuangan Air Kotor,
Tempat Sampah, Penampungan Sampah, dan/atau Pengolahan Sampah)
1. RUANG LINGKUP.
Standar sistem plambing ini berlaku bagi sistem plambing yang baru dan bagian dari
padanya yang dipasang setelah standar ini dinyatakan efektif berlaku. 1.2. Sistem
plambing yang sudah ada.
1.2.1. Umum.
Standar ini berlaku untuk sistem plambing yang sudah ada, apabila :
b). bangunan gedung tersebut kemudian masuk ke dalam daerah berlakunya standar ini.
c). diadakan perubahan atau penambahan melebihi setengah panjang pipa dalam sistem
plambing yang sudah ada.
b). Bila penambahan atau perubahan yang menyebabkan unit beban plambing lebih pada
suatu bagian dari sistem yang sudah ada, maka bagian tersebut harus juga sesuai dengan
standar ini.
Perbaikan atau penggantian pada sistem yang sudah ada harus dilaksanakan dengan cara
dan pengaturan yang sama seperti pada sistem semula, dengan syarat bahwa perbaikan
atau penggantian tersebut dilaksanakan dengan cara yang aman dan sehat.
Standar ini tidak mensyaratkan bahwa sistem yang sudah ada perlu dibongkar, diubah,
ditinggalkan ataupun dicegah pemakaiannya, kecuali apabila ada ketentuan lain dalam
standar ini.
1.3. Pemeliharaan.
Sistem plambing yang diatur oleh standar ini harus dipelihara dengan cara yang aman dan
sehat sesuai ketentuan dalam standar ini.
1.4. Pelaksanaan.
Sistem plambing harus dipasang dan dibangun dengan cara yang baik, mematuhi standar
ini dan standar lain yang relevan dengan bagian manapun dari sistem plambing, serta
standar yang berlaku dalam industri konstruksi, selama tidak bertentangan dengan standar
ini.
1.5. Pelanggaran.
(1) Setiap Bangunan Gedung harus menggunakan bahan bangunan yang aman bagi kesehatan
Pengguna dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.
(2) Penggunaan bahan bangunan yang aman bagi kesehatan Pengguna sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus tidak mengandung bahan berbahaya atau beracun bagi kesehatan, dan aman bagi
Pengguna.
(3) Penggunaan bahan bangunan yang tidak berdampak negatif terhadap lingkungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus:
a. menghindari timbulnya efek silau dan pantulan bagi Pengguna lain, Masyarakat, dan lingkungan
sekitarnya; b menghindari timbulnya efek peningkatan suhu lingkungan di sekitarnya; c.
mempertimbangkan prinsip konservasi energi; dan d. mewujudkan Bangunan Gedung yang serasi
dan selaras dengan lingkungannya.
(4) Bangunan Gedung harus mempertimbangkan penggunaan bahan bangunan lokal yang
memperhatikan Pelestarian lingkungan.
i. Bahan bangunan gedung yang digunakan harus aman bagi kesehatan pengguna bangunan
gedung dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.
ii. Penggunaan bahan bangunan yang aman bagi kesehatan pengguna bangunan gedung harus
tidak mengandung bahanbahan berbahaya/ beracun bagi kesehatan, aman bagi pengguna
bangunan gedung.
iii. Penggunaan bahan bangunan yang tidak berdampak negatif terhadap lingkungan harus:
(1) menghindari timbulnya efek silau dan pantulan bagi pengguna bangunan gedung lain,
masyarakat, dan lingkungan sekitarnya;
(2) menghindari timbulnya efek peningkatan temperatur lingkungan di sekitarnya;
(3) mempertimbangkan prinsip-prinsip konservasi energi; dan
(4) Menggunakan bahan-bahan bangunan yang ramah lingkungan.