Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 5

Fenomena Burnout pada Mahasiswa

Kedokteran Tingkat Satu: Studi Kasus di Fakultas


Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Syarifah Islami
Prodi Kedokteran, Fakultas Kedokteran,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia
syarifahi95@gmail.com

Abstract. Burnout is a common occurrence in health professionals. However, recent findings


have shown that burnout is also common in medical students during clinical rotation and pre-
clinical period. This revelation causes a lot of concern since it has been known that burnout
can cause a decrease in professional development and even severe personal consequences
such as physical and mental health decline. Although the amount of research done about
burnout in medical students are increasing, specific study about burnout in pre-clinical
medical students are still few and far between. This research attempted to describe the
experience of burnout in first year pre-clinical medical students. Three first year medical
students who scored high on MBI-SS were interviewed using open-ended question and asked
to describe their experience with burnout. A few common themes were identified, including:
exhaustion, a decrease in motivation, difficulty to focus, a need to be alone and isolated,
feeling unsatisfied with their work, and change in appetite and sleep schedule. It is necessary
to conduct future study about burnout since burnout can have severe effects on the people who
suffer it and their environment.

Keywords: burnout, medical students, pre-clinic

1. PENDAHULUAN

Mahasiswa kedokteran ditemukan memiliki masalah psikologis lebih banyak akibat tekanan
dibandingkan dengan jurusan lain. Delapan puluh persen dari tekanan ini diduga datang dari stress
akibat persaingan akademik yang ketat. Saat mahasiswa terus-menerus mengalami stress, hal ini
dapat memicu munculnya penyakit psikologis seperti depresi, gangguan cemas, dan kemarahan
akibat burnout yang muncul menyertai perasaan kelelahan, sinisme, dan tidak berguna.(Lee, Choi, &
Chae, 2017). Burnout dapat mengganggu perkembangan profesional dari mahasiswa kedokteran
yang sedang dalam tahap pelatihan, membuat pasien berada pada keadaan yang berisiko, dan
menghasilkan konsekuensi personal yang beragam, bahkan di antaranya pikiran untuk bunuh diri.
(Dyrbye & Shanafelt, 2016)
Tekanan akibat burnout ini dapat menyebabkan menurunnya sifat kemanusiaan dan empati
pada mahasiswa kedokteran. Selain itu, penyalaahgunaan alkohol, pertengkaran dalam pernikahan,
kondisi kesehatan yang memburuk, serta bunuh diri merupakan konsekuensi personal dari tekanan
berkepanjangan yang mungkin terjadi.(Stern, Fricchione, Cassem, Jellinek, & Rosenbaum, 2010d)
Burnout adalah sebuah kondisi patologis akibat stress berkepanjangan yang dapat
menyebabkan munculnya perilaku maladaptif karena fisik dan emosi yang terkuras.(Stern,
Fricchione, Cassem, Jellinek, & Rosenbaum, 2010c). Burnout memiliki tiga dimensi yang berjalan
beririgan, yaitu kelelahan, sinisme atau hilangnya gairah dari pekerjaan, dan perasaan tidak mampu
bekerja efektif serta kurangnya pencapaian. Komponen kelelahan mewakili dimensi stress individu
yang merasa fisik dan emosinya terkuras habis. Sinisme (depersonalisasi) menunjukkan munculnya
keregangan dengan individu lain dan hilangnya motivasi. Komponen ini menunjukkan hilangnya
keterlibatan kognitif dan emosi serta respon negatif terhadap pekerjaan. Menurunnya pencapaian
merupakan komponen lain dari burnout yang menunjukkan evaluasi diri penderita burnout.
Penderita burnout yang mengalami komponen ini merasa tidak kompeten serta produktivitas dan
pencapaian menurun. (Maslach, 2015)
Pada mulanya, burnout dianggap hanya terjadi pada para pekerja penyedia layanan bagi
manusia. Akan tetapi, hal ini terbukti tidak benar karena penelitian terbaru menunjukkan bahwa
burnout juga dapat dialami oleh pelajar. (SCHAUFELI, MARTÍNEZ, PINTO, SALANOVA, &
BAKKER, 2002)
Burnout merupakan sesuatu yang umum ditemui di para professional penyedia layanan. Di
Amerika, prevalensi burnout diperkirakan sebesar 40% di kalangan dokter, bahkan prevalensinya
lebih tinggi di kalangan residen penyakit dalam yaitu 76%. Penelitian membuktikan bahwa banyak
mahasiswa kedokteran yang mulai mengalami burnout pada masa pendidikan kedokteran dengan
prevalensi sebesar 49% di Amerika dan 61% di Australia.(Stern, Fricchione, Cassem, Jellinek, &
Rosenbaum, 2010a). Burnout pada para professional penyedia layanan kesehatan dianggap dapat
bersumber dari beban kerja yang bertambah serta ketegangan antara profesional spesialis dan
nonspesialis. (Kavalieratos et al., 2017)
Studi yang mempelajari prevalensi burnout pada residen dan dokter telah banyak dilakukan,
sementara studi prevalensi burnout pada mahasiswa kedokteran mulai meningkat beberapa tahun ke
belakang walaupun kebanyakan masih terfokus pada burnout yang dialami oleh mahasiswa klinik.
Berdasarkan hasil penelitian-penelitian tersebut, hasil yang ditunjukkan menyerupai tangga dimana
mahasiswa kedokteran pre-klinik berada pada tangga terbawah dengan prevalensi paling rendah.
Hasil penelitian menunjukkan kisaran yang sangat luas (2-76%) berdasarkan definisi dan kriteria
burnout yang digunakan. (Stern, Fricchione, Cassem, Jellinek, & Rosenbaum, 2010b). Penelitian
terbaru menunjukkan bahwa satu dari dua mahasiswa kedokteran mengalami burnout bahkan
sebelum masuk masa residensi. Penelitian ini melibatkan 17431 mahasiswa kedokteran dan
didapatkan 8060 di antaranya mengalami burnout. Prevalensi tertinggi terdapat pada komponen
kelelahan emosional (32,8-48,9%), diikuti oleh depersonalisasi (35,1%), dan terakhir komponen
pencapaian diri (27,4%). Hasil penelitian tidak menunjukkan adanya hubungan spesifik antara
burnout dan gender, akan tetapi penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi burnout di Oceania
dan Timur Tengah lebih tinggi disbanding negara lain.(Frajerman, Morvan, Krebs, Gorwood, &
Chaumette, 2019)
Banyak faktor yang mempengaruhi kemunculan burnout pada mahasiswa kedokteran, akan
tetapi kepuasan mahasiswa terhadap karakteristik lingkungan belajar memiliki peranan penting.
Lingkungan belajar mahasiswa identik dengan lingkungan kerja dokter yang dapat mempengarui
kondisi kesehatan dokter.(Stern et al., 2010d).

2. METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif studi kasus. Studi Kasus
merupakan serangkaian kegiatan ilmiah yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam tentang
suatu program, peristiwa, dan aktivitas untuk mendapatkan pemahaman mendalam tentang peristiwa
tersebut. Peristiwa atau kasus yang dimaksud adalah hal yang nyata dan sedang berlangsung.
Peristiwa yang diteliti dapat terjadi pada tingkat perorangan atau kelompok. (Rahardjo, 2017). Metode
pengumpulan data dilakukan melalui wawancara semi-terstruktur dengan tujuh pertanyaan besar
terbuka kepada tiga mahasiswa kedokteran tingkat satu yang memiliki nilai tinggi pada MBI-SS.
Peneliti kemudian mengajukan serangkaian pertanyaan-pertanyaan kecil untuk menggali lebih dalam
pengalaman burnout yang dirasakan oleh ketiga responden.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil wawancara dari ketiga orang responden, peneliti menemukan beberapa
tema yang muncul. Tema tersebut muncul berkaitan dengan tiga dimensi burnout yang telah
disebutkan sebelumnya: kelelahan, sinisme, dan juga perasaan tidak dapat melakukan sesuatu secara
efektif dan kurangnya pencapaian.
Pada tema kelelahan, responden menyatakan merasa lelah. Salah seorang responden
menyampaikan bahwa rasa lelah yang dialami tidak hilang walaupun telah beristirahat yang cukup.
Rasa lelah ini sangat dirasakan terutama setelah kegiatan perkuliahan berlangsung. Responden
menceritakan bahwa dirinya langsung tidur setelah pulang kuliah karena rasa lelah yang teramat
sangat. Responden lain menyatakan terjadi peningkatan waktu tidur akibat lelah yang amat sangat,
walaupun peningkatan ini tidak terjadi pada setiap responden yang diwawancara.
Selain itu, responden menyatakan bahwa rasa lelah yang dirasakan mendorong mereka untuk
malas melakukan kegiatan lain di luar kegiatan perkuliahan, seperti kegiatan unit kemahasiswaan.
Salah seorang responden bahkan menyatakan bahwa ia tidak lagi melakukan hobinya menonton
akibat terlalu lelah untuk melakukan aktivitas lain.
Ketiga responden menyatakan perasaan lelah ini membuat mereka tidak ingin beraktivitas
sama sekali dan cenderung berdiam diri di kamar. Seorang responden menceritakan bahwa rasa lelah
akibat burnout menyebabkan ia tidak lagi ingin memasak dan kehilangan nafsu makan.
Kelelahan yang dialami responden berkaitan dengan tema berikutnya yang muncul, yaitu
hilangnya motivasi dan minat dalam melanjutkan kegiatan perkuliahan. Hal ini sejalan dengan
dimensi burnout kedua yaitu sinisme. Ketiga responden menyatakan bahwa mereka mengalami
kesulitan berkonsentrasi dan tidak menikmati proses perkuliahan. Seorang responden bercerita bahwa
selama ini ia menghadiri kegiatan perkuliahan hanya untuk memenuhi kuota absensi, sedangkan
responden lain mengatakan bahwa selama kegiatan kuliah berlangsung ia terus-menerus mengecek
ponsel karena tidak sabar ingin pulang. Respon lainnya menyatakan bahwa keengganan untuk pergi
kuliah sudah muncul sejak malam hari sebelum kegiatan perkuliahan karena menurutnya kondisi yang
tidak enak.
Responden juga menyatakan bahwa mereka mengalami kesulitan berkonsentrasi dalam
belajar, baik saat perkuliahan maupun saat belajar sendiri. Dua dari tiga responden menceritakan
bahwa hal ini membuat mereka banyak menghabiskan waktu bermain ponsel. Salah satu dari kedua
responden tersebut bahkan menceritakan hilangnya motivasi ini membuatnya selalu menunda
mengerjakan tugas.
Berdasarkan hasil wawancara, peneliti juga menemukan bahwa ketiga responden mengalami
dampak emosional dari burnout yang menyebabkan mereka lebih menutup diri dan menghindari
kontak dengan orang lain. Ketiga responden menceritakan bahwa mereka menjadi lebih murung dan
tidak seceria dan seramah biasanya. Ketiganya mengakui bahwa burnout juga memiliki pengaruh
terhadap kepribadian mereka. Salah seorang di antaranya menyatakan bahwa ia merindukan dirinya
yang dulu yang lebih bersemangat dan ramah terhadap orang lain, akan tetapi ia juga kebingungan
mengatasi burnout.
Salah seorang responden menceritakan bahwa burnout benar-benar membuatnya mengurung
diri dalam kurun waktu beberapa jam hingga seharian. Ia mengaku benar-benar tidak ingin diganggu
orang lain, bahkan komunikasi lewat pesan singkat pun dapat membuatnya marah. Ia merasa burnout
membuat emosinya gampang tersulut dan marah mengungkapkan apa yang selama ini ia pendam.
Kemudian ia menceritakan bahwa saat ia mengurung diri, ia justru menyesali menceritakan hal-hal
kepada teman-temannya dan memutuskan untuk lebih menutup diri lagi. Hal ini membuat
kepribadiannya semakin tertutup, terlebih lagi ia menyatakan bahwa saat burnout ia benar-benar bisa
tidak berbicara bahkan ketika ditanya oleh orang lain.
Ketiga responden menyatakan bahwa mereka merasa tidak dapat melakukan yang terbaik
dalam hal akademik. Hal ini dapat dimasukkan pada dimensi burnout yang ketiga yaitu rendahnya
pencapaian dan perasaan tidak dapat melakukan sesuatu secara efektif. Kurang maksimalnya
pencapaian ini, menurut responden, berasal dari kelelahan dan hilangnya motivasi. Hal ini juga
menambah beban emosional yang dirasakan responden karena tidak perasaan tidak puas.
Selain itu, ketiga responden juga merasakan dampak burnout pada kehidupan sehari-hari
mereka. Menurut responden, burnout mempengaruhi nafsu makan mereka. Dua responden
menyatakan bahwa burnout mendorong mereka untuk makan lebih banyak. Satu di antaranya
terdorong untuk mengonsumsi makanan manis sementara yang lain mengonsumsi makanan kecil.
Sebaliknya, responden ketiga merasa burnout membuatnya kehilangan nafsu makan.
Responden juga menceritakan bahwa burnout mempengaruhi pola tidur mereka. Salah satu
responden mengatakan bahwa burnout membuatnya lebih sering tidur, sedangkan yang lain
mengatakan bahwa burnout tidak mengurangi waktu tidurnya, akan tetapi membuat jam tidurnya
kacau karena ia mengalami kesulitan untuk tidur.
Ketika ditanya apa yang mungkin menyebabkan mereka mengalami burnout, ketiga
responden memiliki jawaban berbeda. Seorang responden menyatakan bahwa penyampaian materi di
kelas oleh dosen yang terkesan sulit membuat mahasiswa merasa terbebani sehingga burnout dapat
muncul. Responden kedua menyatakan bahwa burnout dapat muncul karena adanya penyakit mental
yang lain. Responden ketiga menyatakan bahwa burnout yang ia alami kemungkinan berasal dari
dirinya sendiri yang banyak melakukan aktivitas di luar perkuliahan yang membuatnya terdistraksi
dan tidak fokus.

4. SIMPULAN
Setelah dilakukan pendekatan analisis isi dapat disimpulkan bahwa burnout pada mahasiswa membuat
penderita mengalami perubahan pada kehidupan sehari-hari dan juga perkuliahannya. Perubahan yang
muncul sejalan dengan dimensi-dimensi burnout. Hal yang dialami oleh mahasiswa burnout adalah
merasakan kelelahan yang teramat-sangat, keengganan untuk berinteraksi dengan orang lain, kesulitan
berkonsentrasi dan belajar, hilangnya motivasi dan minat dalam mengikuti perkuliahan dan aktivitas
lain, perubahan nafsu makan dan pola tidur, perasaan tidak maksimal dalam mengerjakan tugas.

5. SARAN
Mahasiswa kedokteran merupakan komponen vital yang akan menjadi para profesional penyedia
layanan kesehatan. Oleh karena itu, untuk menjamin berlajannya pelayanan kesehatan dengan baik,
dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk menggali lebih dalam faktor-faktor yang dapat menyebabkan
burnout dan cara untuk mengatasinya mengingat burnout dapat menyebabkan dampak yang buruk
bagi penderitanya dan lingkungan sekitarnya.

6. DAFTAR PUSTAKA

Buku
Maslach, C. (2015). International Encyclopedia of the Social & Behavioral Sciences (2nd Editio; J. D.
Wright, Ed.). Elsevier Ltd.
Stern, T. A., Fricchione, G. L., Cassem, N. H., Jellinek, M., & Rosenbaum, J. F. (2010c).
Massachusetts General Hospital Handbook of General Hospital Psychiatry (6th edition). https://
doi.org/https://doi.org/10.1016/C2009-0-55410-4
Jurnal
Dyrbye, L., & Shanafelt, T. (2016). A narrative review on burnout experienced by medical students
and residents. Medical Education, 50(1), 132–149. https://doi.org/10.1111/medu.12927
Frajerman, A., Morvan, Y., Krebs, M. O., Gorwood, P., & Chaumette, B. (2019). Burnout in medical
students before residency: A systematic review and meta-analysis. European Psychiatry, 55, 36–
42. https://doi.org/10.1016/j.eurpsy.2018.08.006
Kavalieratos, D., Siconolfi, D. E., Steinhauser, K. E., Bull, J., Arnold, R. M., Swetz, K. M., & Kamal,
A. H. (2017). “It Is Like Heart Failure. It Is Chronic … and It Will Kill You”: A Qualitative
Analysis of Burnout Among Hospice and Palliative Care Clinicians. Journal of Pain and
Symptom Management, 53(5), 901-910.e1. https://doi.org/10.1016/j.jpainsymman.2016.12.337
Lee, S. J., Choi, Y. J., & Chae, H. (2017). The effects of personality traits on academic burnout in
Korean medical students. Integrative Medicine Research, 6(2), 207–213. https://doi.org/10.1016/
j.imr.2017.03.005
Rahardjo, M. (2017). STUDI KASUS DALAM PENELITIAN KUALITATIF: KONSEP DAN
PROSEDURNYA. Malang: Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang.
SCHAUFELI, W. B., MARTÍNEZ, I. M., PINTO, A. M., SALANOVA, M., & BAKKER, A. B.
(2002). Burnout and engagement in university students a cross-national study. Journal of cross-
cultural psychology. Journal of Cross-Cultural Psychology, 33(5), 464–481.
Stern, T. A., Fricchione, G. L., Cassem, N. H., Jellinek, M., & Rosenbaum, J. F. (2010a). Behaviour
and burnout in medical students. In Medical education online (6th editio, Vol. 19).
https://doi.org/10.3402/meo.v19.25209
Stern, T. A., Fricchione, G. L., Cassem, N. H., Jellinek, M., & Rosenbaum, J. F. (2010b). Burnout risk
in medical students in Spain using the Maslach Burnout Inventory-Student Survey. In
International Archives of Occupational and Environmental Health (6th editio, Vol. 84).
https://doi.org/10.1007/s00420-011-0623-x
Stern, T. A., Fricchione, G. L., Cassem, N. H., Jellinek, M., & Rosenbaum, J. F. (2010d). The
learning environment and medical student burnout: A multicentre study. In Medical Education
(6th edition, Vol. 43). https://doi.org/10.1111/j.1365-2923.2008.03282.x

You might also like