Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 4

TUGAS AKHIR

FILSAFAT HUKUM
Nama : Hilman Feisal
NIM : 11001200007
Dosen : Dr. Rudy Hartanto, M. Fils
1. Pertemuan ke-1
A. Memahami Perbedaan
- Filsafat
- Ilmu Hukum
- Filsafat Ilmu Hukum
- Filsafat Hukum
Pemaparan dalam filsafat terletak pada ide/pemikiran, sehingga memungkinkan
pendapat yang spekulatif subyektif. Biasanya filsafat itu menggunakan metode refleksi
dengan meremumg dan berpikir.
Ilmu hukum, mempelajari hukum secara lebih metodis dan sistematis. Metodis
artinya menggunakan metode yang tepat sesuai dengan objek yang dipikirkan yang
kemudian menghasilkan sebuah metodelogi penelitian hukum. Sedangkan, berpikir
sistematis berarti memisahkan dan menggabungkan pengertian-pengertian sesuai dengan
tempatnya dalam suatu system yang rasional.
Filsafat ilmu hukum merupakan cabang daripada filsafat, yang membahas hukum
sebagai objek dan mempelajari hukum dari segi filosofisnya. Sedangngkan hukum adalah
perintah yang kuasa yang bersifat paksaan dan terdapat sanksi bagi yang tidak
mentaatinya. Perintah ini berbentuk Undang-undang/Peraturan yang menjadi alat untuk
mengatur masyarakat.
Filsafat hukum, didalam filsafat hukum hukum berperan sebagai objek dalam
pemikiran filsafat (objek material), mencari makna hukum sebagaimana yang Nampak
dalam kehidupan manusia. Filsafat hukum juga merupakan cabang dari filsafat yang
memperdalam pengertian tentang hukum, memperdalam penghayatan tentang hidup
bermasyarakat (sosial) serta memahami makna dasar hukum yang sebenarnya.
Hukum diperlukan karena manusia sebagai makhluk social seperti yang
diperkenalkan oleh Mochtar Kusumaatmadja yakni law as tool of social engineering
yang menyatakan bahwa, hukum di Indonesia tidak cukup berperan sebagai alat,
melainkan juga sebagai sarana pembaharuan masyarakat. Selain itu, hukum juga
diperlukan untuk mengatur masyarakat untuk dapat hidup bersama, memberikan
kepastian hukum yang berkeadilan substantif dan prosedural.
Hukum muncul sebagai kaidah yang mengatur hidup manusia. Secara objektif hukum
merupakan kaidah yang mengatur hidup bersama, sedangkan secara subjektif hukum
adalah kaidah yang mengatur hak dan kewajiban dari setiap manusia. Agar hukum dapat
ditaati, terdapat faktor yang harus terpenuhi, yakni faktor eksternal, yaitu hukum harus
bersifat memaksa dimana terdapat sanksi agar menimbulkan efek jera. Faktor internal,
yaitu berupa kewajiban untuk dipatuhi, faktor internal ini sangat tergantung kepada
kesdaran hukum dan budaya hukum yang berkembang didalam masyarakat.
Lawrence M. Friedman mengemukakan bahwa efektif dan berhasil tidaknya
penegakan hukum tergantung tiga unsur sistem hukum, yakni struktur hukum (struktur of
law), substansi hukum (substance of the law) dan budaya hukum (legal culture).
2. Pertemuan ke-2
A. Azas Hukum
Azas hukum merupakan pemikiran yang bersifat fundamental tentang hukum,
memiliki bentuk yang lebih konkret dari nilai-nilaiyang abstrak. Azas hukum
bukanlah sebuah sumber hukum, melainkan prinsip-prinsip umum yang dikonkretkan
dalam bentuk norma hukum yaitu sebuah peraturan hukum yang membuat hukum itu
tumbuh, hidup,dan berkembang.
Pemikiran azas hukum dipengaruhi oleh dua faktor, yakni perkembangan pikiran
manusia dan perkembangan kesadaran etika / moral manusia. Etika secara etimologi
berarti kebiasaan, sedangkan moral adalah petunjuk untuk menjadi manusia yang
lebih baik. Peran etika yakni mengkritisi ajaran moral.
Azas hukum objektif merupakan prinsip-prinsip dasar bagi pembentukan
peraturan hukum. Sedangkan azas hukum subjektif merupakan prinsip-prinsip yang
menyatakan kedudukan subjek hukum berkaitan dengan hukum. Azas hukum rasional
pada umumnya berkaitan erat dengan aturan hidup bersama yang masuk akal
(rasional).
B. Politik Hukum
Terbentuknya hukum berawal dari adanya tuntutan rasional dan moral untuk
membangun kehidupan bersama dalam lingkup tatanan sosial ekonomi dan budaya.
Dari tuntutan tersebut negara mengesahkannya yang kemudian dibentuklah hukum.
Dalam politik hukum diperlukannya wawasan yang bersifat futuristik (melhat
kedepan) dalam pembentukan hukum agar tujuan negara dapat terwujud. Tujuan
politik hukum sendiri adalah menciptakan aturan yang adil dan makmur bagi
masyarakat, menciptakan ketentraman hidup melalui kepastian hukum, dan
menangani kepentingan yang nyata dalam kehidupan bersama secara konkret.
Menciptakan keadilan melalui hukum, berarti menciptakan aturan dalam
masyarakat yang adil, agar terwujud kehidupan yang makmur. Menciptakan kepastian
hukum melalui Undang-undang yang telah ditetapkan dan berlaku sebagai hukum,
putusan hakim konstan harus sesuai dengan Undang-undang yang berlaku, agar
hukum dapat berjalan efektif dan masyarakat tidak ragu-ragu terhadap hukum yang
berlaku produk hukum yang dihasilkan dan implementasinya (praktiknya) harus jelas.
Menangani kepentingan masyarakat, berarti memilih salah satu nilai hidup sebagai
tujuan politiknya, dan membentuk Undang-undang untuk mendukung dan
mengembangkannya.
Prioritas dari tujuan politik hukum adalah terciptanya keadilan yang menjamin
hak-hak manusia secara pribadi (hak azazi), menjamin kepastian hukum, serta
pengembangan nilai khusus.
Hukum kehilangan artinya jika disamakan dengan kekuasaan, maka dari itu
hukum tidak sama dengan kekuasaan, karena hukum membatasi kebebasan individual
terhadap kebebasan individual lain dan membatasi kebebasan/kewenangan dari yang
berkuasa dalam negara.

3. Pertemuan ke-3
A. Praktik Hukum dan Disiplin Hukum

Praktikum hukum ialah bagaimana hukum digunakan didalam pengadilan,


kemudian bagaimana hakim mengambil keputusan dalam proses pengadilan. Didalam
praktik juga terdapat “legisme”, yaitu penerapan Undang-undang dalam perkara-
perkara konret secara rasional belaka. Undang-undang adalah hukum yang keramat
yang juga bisa diartikan hukum yang yang dikukuhkan oleh Tuhan/Allah, sebagai
system logis yang berlaku bagi semua perkara yang bersifat rasional
(ideenjurisprudenz).
Menurut Wendell Holmes, hukum adalah apa yang dilakukan oleh para hakim di
Pengadilan, The Patterns of Behavior para hakim menentukan ap itu hukum.
Sedangkan, kaidah-kaidah hukum hanya memberi bimbingan, moral hidup pribadi
dan kepentingan sosial para hakim, ikut menentukan keputusan. Kemudian didalam
Idealisme Yuridis Baru (Interessenjurisprudenz), hakim harus mencari keseimbangan
antara Undang-undang yang berlaku dengan situasi konkret di masyarakat yang
bersangkutan. Situasi konkret masyarakat terlihat pada kebutuhan-kebutuhan yang
tampak dalam praktek hidup.

B. Ilmu Hukum

Terdapat pertanyaan mengenai apa persyaratan untuk disebut ilmu, berbeda


dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus tentang apa penyebab
sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu.
Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam
yang telah ada lebih dahulu. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena
masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah
kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek, sehingga disebut kebenaran
objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang
penelitian.
Hans Kelsen, mengatakan bahwa Ilmu Hukum Murni dibedakan antara segi
formal dan segi material hukum. Ilmu Hukum Murni hanya mengindahkan segi
formal untuk menentukan pengertian hukum. Kemudian Teori Hukum Murni ini
ditolak karena kebenaran mengenai rasionalitas dan universalitasnya tidak dapat
dibuktikan dalam praktik hukum.

You might also like